KUESIONER
BUDAYA ORGANISASI (MODEL STEPHEN P. ROBBINS)
EKO HERTANTO
PROGRAM PASCASARJANA
Sesuai dengan konteks pemberdayaan sumber daya manusia, agar menghasilkan karyawan yang profesional diperlukan adanya acuan baku yang diberlakukan oleh suatu organisasi. Acuan tersebut adalah budaya organisasi yang secara sistematis menuntun karyawan untuk meningkatkan komitmen kerjanya bagi organisasi.
Pabundu (2010:1), menjelaskan di Indonesia, budaya organisasi mulai diperkenalkan di era 1990-an ketika saat itu b1990-anyak dibicarak1990-an perihal konflik budaya, bagaimana mempertahankan budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru. Seiring dengan itu, budaya organisasi kemudian dimasukkan dalam kurikukum berbagai program pendidikan, pelatihan, bimbingan dan penyuluhan, baik di lingkungan perguruan tinggi dan instansi pemerintah maupun di berbagai perusahaan swasta besar di Indonesia.
Menurut Kusdi (2011:12), budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi dan akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Disini tampaknya menenkankan pada aspek kolektif, bahwa budaya adalah hasil kerja dari sejumlah akal dan bukan hanya satu akal individu saja. Dalam bahasa inggris, kebudayaan berasal dari kata culture, yang berasal dari kata latin colere, yaitu mengelola dan mengerjakan. Wibowo (2007:15), menjelaskan budaya merupakan kegiatan manusia yan sistematis diturunkan dari generasi ke generasi melalui berbagai proses pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya.
Kata organisasi berasal dari bahasa Yunani organon yang berarti alat atau instrumen. Arti kata ini menyiratkan bahwa organisasi adalah alat bantu manusia. Ketika seseorang mendirikan organisasi, tujuan akhirnya bukan organisasi itu sendiri
melainkan agar ia dan semua orang yang terlibat di dalamnya dapat mencapai tujuan lain lebih mudah dan lebih efektif.
Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan kompetetif yang utama, yaitu bila budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan lingkungan dengan cepat dan tepat.
Budaya organisasi disebut juga budaya perusahaan, sering disebut juga budaya kerja karena tidak bisa dipisahkan dengan kinerja (performance) sumber daya manusia. Semakin kuat budaya perusahaan, semakin kuat pula dorongan berprestasi. Salah satu faktor yang membedakan suatu organisasi dari organisasi yang lainnya ialah budayanya. Budaya merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan efektivitas organisasi. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan kompetetitif yang utama, ketika budaya organisasi mendukung strategi organisasi dan dapat menjawab atau mengatasi tantangan lingkungan dengan cepat dan tepat.
Menurut Jones (1998:30), “Organization culture as the set of shared values and norm that controls organizational member interactions with each other and with people outside the
organization” (Budaya organisasi adalah kumpulan nilai-nilai dan norma yang mengendalikan interaksi antara anggota organisasi dengan anggota lainnya dan dengan orang yang berada diluar organisasi.
Kemudian Wirawan (2007:10), mendefinisikan budaya organisasi sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan
anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani konsumen, dan mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Victor Tan dalam Tunggal (2007:2), mengatakan budaya organisasi merupakan suatu norma yang terdiri dari suatu keyakinan, sikap, core values, dan pola perilaku yang dilakukan orang dalam organisasi.
Menurut Drucker dalam Tika (2006:4), budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang
pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah yang terkait. Sedangkan menurut Robbins (2001:510), “Organizational culture refers to a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organizations” (Budaya organisasi sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi-organisasi lain).
Menurut Turner dalam Wibowo (2006:258), budaya organisasi adalah norma-norma perilaku, sosial, dan moral yang mendasari setiap tindakan dalam organisasi dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap, dan prioritas anggotanya.
TERBENTUKNYA BUDAYA ORGANISASI Robbins (2001:523-524), menggambarkan bagaimana budaya suatu organisasi dibangun dan dipertahankan. Budaya asli ditunjukkan dari filsafat pendirinya. Selanjutnya budaya ini sangat
mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan karyawannya. Tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku baik yang dapat diterima maupun tidak. Bagaimanapun karyawan disosialisasikan, tingkat sukses yang dicapai akan tergantung pada kecocokan nilai-nilai yang dianut oleh karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi. Proses
terbentuknya budaya organisasi dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1
PROSES TERBENTUKNYA BUDAYA ORGANISASI
Sumber: Stephen P. Robbins. Organizational Behavior, 9th Edition, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 2001), h.596.
KARAKTERISTIK BUDAYA ORGANISASI Menurut Robbins (2006:279), ada 7 (tujuh) karakteristik primer yang secara bersama-sama merupakan hakekat dari budaya organisasi yaitu:
1. Innovation and risk taking
Inovasi dan pengambilan resiko yaitu, berkaitan dengan sejauh mana para anggota organisasi atau karyawan didorong untuk inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Attention to detail
Perhatian terhadap hal-hal yang rinci, yaitu berkaitan dengan sejauh mana para anggota Kriteria
Seleksi Filsafat dari Pendiri
Organisasi
Sosialisasi Manajemen
Puncak
organisasi atau karyawan diharapkan mau memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap hal-hal yang detail (rinci).
3. Outcome orientation
Orientasi hasil, yaitu sejauh mana manajemen fokus pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mendapatkan hasil tersebut.
4. People Orientation
Orientasi individu, yaitu sejauh mana
keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil kepada orang-orang di dalam organisasi tersebut.
5. Team Orientation
Orientasi tim, yaitu berkaitan dengan sejauh mana kegiatan kerja organisasi dilaksanakan dalam tim-tim kerja, bukan pada individu-individu.
6. Aggressiveness
Agresivitas, yaitu sejauh mana orang-orang dalam organisasi menunjukkan keagresifan dan kompetitif, bukannya bersantai.
7. Stability
Stabilitas, yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau inovasi.
Tiap karakteristik ini berlangsung pada suatu kontinum (suatu kesatuan) dari rendah ke tinggi. Maka dengan menilai organisasi itu berdasarkan 7 (tujuh) karakteristik tersebut, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini akan menjadi dasar bagi anggota organisasi untuk memahami organisasi dan bagaimana melakukan sesuatu dan cara bagaimana anggota organisasi didorong untuk berperilaku.
FUNGSI BUDAYA ORGANISASI
Pabundu (2010:14), menjelaskan budaya memiliki beberapa fungsi di dalam suatu organisasi yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok.
2. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi sehingga dapat mempunyai rasa memiliki, partisipasi dan rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaan.
3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial, sehingga lingkungan kerja menjadi positif, nyaman dan konflik dapat diatur secara efektif. 4. Sebagai mekanisme control dalam memandu
dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. 5. Sebagai integrator karena adanya sub budaya
baru. Dapat mempersatukan kegiatan para anggota perusahaan yang terdiri dari
sekumpulan individu yang berasal dari budaya yang berbeda.
6. Membentuk perilaku karyawan, sehingga karyawan dapat memahami bagaimana mencapai tujuan organisasi.
7. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi.
8. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan.
9. Sebagai alat komunikasi antara atasan dengan bawahan atau sebaliknya, serta antar anggota organisasi.
Budaya organisasi berguna bagi organisasi dan karyawan. Budaya mendorong terciptanya komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi sikap kerja karyawan. Keadaan seperti ini jelas menguntungkan sebuah organisasi. Budaya menyampaikan kepada karyawan bagaimana pekerjaan dilakukan dan apa saja yang bernilai penting.
Robbins (2001:613), berpandangan bahwa budaya organisasi mempengaruhi isi keunggulan bersaing organisasi. Ketika faktor-faktor objektif dipersepsikan sama oleh seluruh karyawan sehingga akan membentuk budaya organisasi. Budaya yang dihasilkan nanti dapat budaya yang kuat dan budaya yang lemah, selanjutnya akan berdampak pada kinerja dan kepuasan karyawan. Seperti yang terlihat pada gambar 2 berikut ini.
Gambar 2.
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA DAN KEPUASAN
Objective Factors
Innovation and Risk taking
Attention to detail Outcome Orientation People Orientation Team Orientation Aggressiveness
StabilityStrength
Sumber: Stephen P. Robbins. Organizational Behavior, 9th Edition, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc, 2001), h.613.
MENILAI KUAT-LEMAHNYA FUNGSI BUDAYA ORGANISASI
Menurut Sathe dalam Tika dan Pabundu (2006:108), budaya organisasi yang kuat adalah budaya organisasi yang ideal dimana kekuatan budaya mempengaruhi intensitas pelaku. Pada organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik.Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam perusahaan. Jadi budaya organisasi yang kuat membantu perusahaan memberi kepastian kepada seluruh individu yang ada dalam organisasi untuk berkembang bersama perusahaan dan bersama-sama meningkatkan kegiatan usaha dalam menghadapi persaingan.
Menurut Daft (1998:373), budaya kuat menunjukkan suatu tingkat persetujuan antara anggota-anggota organisasi mengenai kepentingan dari nilai-nilai yang spesifik. Jika konsensus menghadirkan kepentingan dari nilai-nilai budaya menjadi kohesif dan kuat, tetapi jika persetujuan kurang maka budaya menjadi lemah.
Budaya organisasi yang lemah adalah budaya organisasi yang kurang didukung secara luas oleh para anggotanya dan sangat dipaksakan, serta memberi pengaruh negatif pada organisasi karena akan memberi arah yang salah kepada para pegawainya. Selain itu, dalam organisasi yang memiliki budaya organisasi yang lemah mudah terbentuk kelompok-kelompok yang bertentangan satu sama lain, kesetiaan kepada kelompok
melebihi kesetiaan kepada organisasi, dan anggota organisasi tidak segan-segan mengorbankan kepentingan organisasi untuk kepentingan kelompok atau kepentingan sendiri. Jika hal ini terjadi pada perusahaan, maka tugas-tugas tidak dapat dilakukan dengan baik. Hal ini terlihat dari kurangnya motivasi atau semangat kerja, timbul kecurigaan-kecurigaan, komunikasi kurang lancar, lunturnya loyalitas atau kesetiaan pada tugas utamanya dan komitmen pegawai ke perusahaan. Akibatnya perusahaan menjadi tidak efektif dan kurang kompetetitif.
JENIS-JENIS BUDAYA ORGANISASI Menurut Roe dan Byars (2003:328),
mengemukakan keempat jenis budaya organisasi tersebut yaitu: (1) The though person, macho culture, (2) Work-hard/play hard culture, (3) Bet your company culture dan (4) Process culture. Adapun pengertian keempat jenis budaya tersebut, yaitu:
1. The tough person, macho culture
Budaya organisasi ini ditandai oleh individu-individu yang terbiasa mengambil resiko tinggi dalam rangka mengharapkan keuntungan yang cepat tanpa memikirkan mereka salah atau benar. Dalam budaya organisasi tipe ini kerja tim tidaklah penting, artinya nilai kerjasama tidak menjadi sesuatu yang dianggap penting dan tidak ada kesempatan untuk belajar dari kesalahan.
2. Work-hard/play hard culture
Budaya organisasi ini memotivasi karyawan untuk mengambil resiko rendah dan mengharapkan pengembalian yang cepat. Budaya organisasi ini lebih mengutamakan penjualan.
Organizational Culture
Perceive as
Satisfaction
High
3. Bet-your company culture
Budaya organisasi ini ada di lingkungan dimana resiko tinggi dan keputusan diambil sebelum hasil diketahui.
4. Process culture
Budaya resiko rendah dengan pengembalian rendah; karyawan hanya fokus kepada bagaimana sesuatu dilakukan daripada hasil.
MANFAAT BUDAYA ORGANISASI
Menurut Wibowo (2006:351), manfaat budaya organisasi adalah sebagai berikut:
1. Membantu mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi.
2. Meningkatkan kekompakan tim antar berbagai departemen, divisi, atau unit dalam organisasi sehingga mampu menjadi perekat yang mengikat orang dalam organisasi bersama-sama.
3. Membentuk perilaku staf dengan mendorong pencampuran core values dan perilaku yang diinginkan sehingga memungkinkan organisasi bekerja dengan lebih efisien dan efektif, meningkatkan konsistensi, menyelesaikan konflik dan memfasilitasi kordinasi dan kontrol. 4. Meningkatkan motivasi staf dengan member
mereka perasaan memiliki, loyalitas, kepercayaan dan nilai-nilai, dan mendorong mereka berfikir positif tentang mereka dan organisasi.
5. Dapat memperbaiki perilaku dan motivasi sumber daya manusia sehingga mampu meningkatkan kinerjanya dan pada gilirannya meningkatkan kinerja organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
INDIKATOR BUDAYA ORGANISASI
Indikator-indikator budaya organisasi menurut Robbins (2006:279) adalah sebagai berikut:
1. Innovation and risk taking
Inovasi dan pengambilan resiko yaitu, berkaitan dengan sejauh mana para anggota organisasi atau karyawan didorong untuk inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Attention to detail
Perhatian terhadap hal-hal yang rinci, yaitu berkaitan dengan sejauh mana para anggota
organisasi atau karyawan diharapkan mau memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap hal-hal yang detail (rinci).
3. Outcome orientation
Orientasi hasil, yaitu sejauh mana manajemen fokus pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mendapatkan hasil tersebut.
4. People Orientation
Orientasi individu, yaitu sejauh mana
keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil kepada orang-orang di dalam organisasi tersebut.
5. Team Orientation
Orientasi tim, yaitu berkaitan dengan sejauh mana kegiatan kerja organisasi dilaksanakan dalam tim-tim kerja, bukan pada individu-individu.
6. Aggressiveness
Agresivitas, yaitu sejauh mana orang-orang dalam organisasi menunjukkan keagresifan dan kompetitif, bukannya bersantai.
7. Stability
Stabilitas, yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau inovasi.
KESIMPULAN
Susanto (2006:109), mengatakan untuk menciptakan kinerja karyawan yang efektif dan efisien demi kemajuan organisasi maka perlu adanya budaya organisasi sebagai salah satu pedoman kerja yang bisa menjadi acuan kayawan untuk melakukan aktivitas organisasi.
maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kinerja seorang karyawan.
Tujuan penerapan budaya organisasi adalah agar seluruh individu dalam perusahaan atau organisasi mematuhi dan berpendoman pada sistem nilai keyakinan dan norma-norma yang berlaku dalam perusahaan. Oleh sebab itu untuk meningkatkan kinerja karyawan dapat dilakukan dengan menciptakan budaya organisasi yang kuat untuk membentuk sikap dan pola pikir karyawan dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan.
Dalam suatu perusahaan adanya budaya organisasi yang kuat agar nilai-nilai yang ada dapat benar-benar dipahami dan diterapkan secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh para karyawan agar dapat tercapai kinerja yang baik dan optimal. Budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam berperilaku dan harus menjadi acuan dalam setiap menyelesaikan tugas-tugas dan kebijakan yang diambil. Oleh karena itu budaya organisasi yang terbentuk sangat berpengaruh dengan cara pikir karyawan dalam menyelesaikan suatu masalah dan dalam hal pengambilan keputusan.
Budaya organisasi mempunyai kekuatan untuk menggiring anggota ke arah pencapaian tujuan organisasi dan berpengaruh terhadap individu dan kinerjanya, bahkan terhadap lingkungan kerja. Kemudian pada tataran implementasi, budaya organisasi akan diwujudkan dalam bentuk perilaku individu masing-masing anggota organisasi dalam pembelajaran mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Perusahaan yang memiliki budaya yang kuat akan mampu meningkatkan kinerja karyawannya, menumbuhkan semangat kebersamaan dikalangan para anggotanya, meingkatkan rasa nyaman dan loyal terhadap perusahaan serta mampu
membesarkan keuntungan perusahaan. Budaya organisasi yang kuat diharapkan dapat mempererat individu yang ada didalam organisasi sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku yang dapat menghasilkan kinerja maksimal demi peningkatan kinerja perusahaan atau organisasi.
Menurut Robbins (2006:296), hampir tidak ada keraguan bahwa budaya organisasi sangat berpengaruh terhadap sikap karyawan. Maka untuk mencapai profesional kerja, manajemen puncak dan divisi sumber daya manusia bisa menciptakan budaya kerja organisasi yang berkualitas. Budaya organisasi memiliki peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektifitas kinerja organisasi.
Pegawai yang telah memahami nilai-nilai dalam suatu organisasi akan menjadikan nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individual.
Keutamaan budaya organisasi merupakan pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku manusia yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan organisasi. Budaya organisasi
mempengaruhi produktivitas, kinerja, komitmen, kepercayaan diri, dan perilaku etis. Budaya yang kuat dicirikan oleh nilai inti dari organisasi yang dianut dengan kuat, diatur dengan baik, dan dirasakan bersama secara luas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti maka makin kuat budaya tersebut. Dalam lingkungan dengan budaya organisasi yang kuat, pegawai merasakan adanya kesepahaman yang menjadi pengikat antar anggota dan berpengaruh secara positif pada kinerja pegawai.