• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Inklusif pada Lembaga Pendidi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan Inklusif pada Lembaga Pendidi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Pendidikan Inklusif pada Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Diajukan untuk Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Apresiasi Bahasa dan

Sastra Indonesia

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Zulela M.S

Oleh

Debora Sekarningrum Asmoro (1815161430)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

Pendidikan Inklusif pada Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini

Abstrak: Pendidikan inklusif seharusnya dapat dimulai sejak anak usia dini. Selain undang-undang dan peraturan yang mendukung terselenggaranya pendidikan anak usia dini, secara konseptual dan kajian-kajian ilmiah mengenai perkembangan anak, telah menunjukkan adanya nilai-nilai positif dalam pemberian layanan pendidikan sejak dini. pengaruh yang paling mengena dan dapat meninggalkan kesan yang lama dilakukan pada saat yang tepat, yaitu pada masa kritis atau masa sensitif. Oleh karena itu, perlunya rangsangan diberikan pada usia dini yang dapat meningkatkan seluruh aspek perkembangan juga didasarkan pada pandangan tersebut. Keterlambatan atau pengabaian pemberian rangsangan pada saat yang tepat akan memberi dampak negatif bagi perkembangan anak.

Kata Kunci: Pendidikan Inklusif, PAUD

Pendahuluan

Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa setiap warga Negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.

Pendidikan inklusif seharusnya dapat dimulai sejak anak usia dini. Selain undangundang dan peraturan

yang mendukung

(3)

didasarkan pada pandangan tersebut. Keterlambatan atau pengabaian pemberian rangsangan pada saat yang tepat akan memberi dampak negatif bagi perkembangan anak.

Pendidikan inklusif selayaknya dapat dimulai dari

jenjang pendidikan yang paling awal, yaitu dimulai dari jenjang PAUD. Hal ini disebabkan karena pada saat usia dini, seorang anak dapat menerima rangsangan dengan sangat baik dibandingkan setelah anak tersebut menginjak usia yang lebih tinggi (usia SD). ABK (Anak Berkebutuhan

Khusus)

Anak berkebutuhan khusus merupakan istilah lain untuk mengartikan Anak Luar Biasa (ALB) yaitu anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya, perbedaan tersebut terletak pada fisik, mental, intelektual, sosial, dan emosional, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain (Mulyono, 1999 dan Delfi, 2006).

Pengertian anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas apabila dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikannya

memerlukan pelayanan yang spesifik dan berbeda dengan anak pada umumnya (Depdiknas, 2007). Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan

dalam belajar dan

perkembangan, baik itu disebabkan karena kurang atau terlalu berlebihnya potensi yang dimiliki sang anak. Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.

(4)

disebabkan kondisi dan situasi lingkungan. Misalnya, anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat kerusuhan dan bencana alam, atau tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak yang mengalami kedwibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi budaya dan karena kemiskinan dsb. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan belajarnya bias menjadi permanen (Depdiknas, 2007).

Pengertian Pendidikan Inklusif Florida State University Center for Prevention & Early Intervention Policy (2002) mendefinisikan pendidikan inklusif sebagai sebuah usaha untuk membuat para siswa yang memiliki ketidakmampuan tertentu pergi ke sekolah bersama teman-teman dan sesamanya serta menerima apa pun dari sekolah seperti

teman-teman yang lainnya terutama dukungan dan pengajaran yang didesain secara khusus yang mereka butuhkan untuk mencapai standar yang tinggi dan sukses sebagai pembelajar.

Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif, mengatakan bahwa pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

(5)

diskriminasi, dengan memberi kesempatan pendidikan yang berkualitas kepada semua anak tanpa perkecualian, sehingga semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk secara aktif mengembangkan potensi pribadinya dalam lingkungan yang sama (Cartwright, 1985) Pendidikan inklusif oleh Sapon-Sevin didefinisikan sebagai sistem layanan Pendidikan Luar Biasa (PLB) yang mempersyaratkan agar semua anak luar biasa dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya.

Tarmansyah (2009)

mengemukakan bahwa

pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas regular.

Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkebutuhan Khusus yang diadakan oleh (UNESCO, 1994) menyatakan bahwa pendidikan

inklusif merupakan

perkembangan pelayanan pendidikan terkini dari model

pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, di mana prinsip mendasar dari pendidikan inklusif, selama memungkinkan, semua anak atau peserta didik seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.

Pendidikan inklusif bukan hanya menyediakan akses ke sekolah umum untuk murid yang sebelumnya telah dikeluarkan. Ini bukan tentang menutup sistem penyediaan terpisah yang tidak dapat diterima dan membuang para murid itu dalam sistem arus utama yang tidak berubah. Sistem sekolah yang ada dalam hal faktor fisik, aspek kurikulum, harapan mengajar dan gaya, peran kepemimpinan, harus berubah. Ini karena pendidikan inklusif adalah tentang partisipasi semua anak-anak dan orang muda dan penghapusan semua bentuk praktik pengecualian. (Barton, 1998)

(6)

sekolah mencoba untuk menanggapi semua siswa sebagai individu dengan mempertimbangkan kembali organisasi dan ketentuan kurikulernya. Melalui proses ini,

sekolah membangun

kapasitasnya untuk menerima semua murid dari komunitas lokal yang ingin hadir dan, dengan demikian, mengurangi kebutuhan untuk mengecualikan murid.

Pendapat lain tentang pendidikan inklusi menurut Nasichin dalam Nur Ratna Juwita (2010) sebagai pengkajian ulang dan perubahan sistem pendidikan agar menyesuaikan diri pada siswa. Proses pembelajaran inklusi bertujuan untuk mengatasi berbagai permasalahan pendidikan bagi ABK yang melakukan kegiatan belajar melalui sekolah umum (regular), dengan menggunakan sumber daya yang ada untuk menciptakan kesempatan bagi persiapan mereka hidup di dalam masyarakat.

Konsep inklusi dijelaskan oleh Smith (2006) sebagai Pendidikan Inklusi. Konsep

inklusi pembauran anak-anak berkelainan ke dalam program sekolah regular. Selain itu inklusi dapat diartikan sebagai akseptasi siswa dengan keterbatasan dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri sekolah. Hal yang senada diungkapkan Valle & Connor dalam Santrock (2014:226) yang menyatakan bahwa inklusi berarti memberi pendidikan anak dengan pendidikan khusus secara penuh-waktu di kelas reguler.

Manfaat Pendidikan Inklusif Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh banyak ahli, ditemukan bahwa pendidikan inklusif memiliki banyak manfaat bagi semua siswa dan personil sekolah karena berfungsi sebagai sebuah contoh atau model bagi masyarakat yang inklusif (Florida State University Center for Prevention & Early Intervention Policy 2002).

(7)

1) Dalam pendidikan dasar maupun menengah, ditemukan bahwa prestasi akademis siswa pada sekolah inklusif sama dengan atau lebih baik dari pada siswa yang berada di sekolah yang tidak menerapkan prinsip iklusi (Baker, Wang, & Walbreg, 1994).

2) Adanya penerapan belajar co-teaching, siswa yang memiliki ketidakmampuan tertentu dan siswa yang lambat dalam menyerap informasi mengalami peningkatan dalam keterampilan sosial dan semua siswa mengalami peningkatan harga diri dalam kaitan dengan

kemampuan dan

kecerdasan mereka. Tujuan Pendidikan Inklusif Pendidikan inklusif di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan.

1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak

termasuk anak

berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya.

2) Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar.

3) Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah. 4) Menciptakan amanat

(8)

23/2002 tentang perlindungan Anak, khususnya pasal 51 yang berbunyi anak yang menyandang cacat fisik dan atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksessibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.

Latar Belakang Pendidikan Inklusif di PAUD

Pendidikan inklusif seharusnya dapat dimulai sejak anak usia dini. Selain undang-undang dan peraturan yang mendukung terselenggaranya pendidikan anak usia dini, secara konseptual dan kajian-kajian ilmiah mengenai perkembangan anak, telah menunjukkan adanya nilai-nilai positif dalam pemberian layanan pendidikan sejak dini. Smith (2006) menjelaskan bahwa pengaruh yang paling mengena dan dapat meninggalkan kesan yang lama dilakukan pada saat yang tepat, yaitu pada masa kritis atau masa sensitif. Oleh karena itu, perlunya rangsangan diberikan pada usia dini yang

dapat meningkatkan seluruh aspek perkembangan juga didasarkan pada pandangan tersebut. Keterlambatan atau pengabaian pemberian rangsangan pada saat yang tepat akan memberi dampak negatif bagi perkembangan anak.

Prasyarat Pendidikan Inklusif di PAUD

Salah satu karakteristik terpenting dari sekolah inklusif adalah satu komunitas yang kohesif, menerima dan responsif terhadap kebutuhan individual siswa. Untuk itu, Sapon-Shevin (2001) mengemukakan beberapa profil pembelajaran di sekolah inklusif, yaitu:

1) Pendidikan inklusif berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. 2) Mengajar kelas yang

heterogen memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar.

(9)

guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi.

4) Pendidikan inklusif berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan. Pendidikan inklusif masih menggunakan kurikulum standar nasional yang telah ditetapkan pemerintah. Namun dalam pelaksanaan di lapangan, kurikulum pada pendidikan inklusif disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik.

Pemerintah menyatakan bahwa kurikulum yang dipakai satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat dan potensinya Model kurikulum pendidikan inklusif terdiri dari; (1) Model kurikulum reguler; (2) Model kurikulum reguler dengan modifikasi; dan (3) Model

kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI). Konsep pendidikan inklusif yang berprinsip pada persamaan mensyaratkan adanya penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu. Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih. Kompetensi Guru Pendidikan Inklusif

Pengembangan

(10)

pemahaman dan kemampuan dalam hal; (a) karakteristik dan kebutuhan belajar anak berkebutuhan khusus; (b) assesment pembelajaran anak berkebutuhan khusus; (c) menciptakan lingkungan pembelajaran yang ramah; (d) program pembelajaran individual; dan (e) evaluasi pembelajaran anak berkebutuhan khusus.

Selain semua prasyarat yang telah dikemukakan di atas, untuk menjadi satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif menurut Direktorat Pembinaan SLB (2007) ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, kriteria tersebut antara lain: (a) Kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan inklusif (kepala sekolah, komite sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua); (b) Terdapat anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah; (c) Tersedia guru pendidikan khusus (GPK). GPK adalah guru yang mempunyai latar belakang pendidikan khusus/pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan tentang

pendidikan khusus/luar biasa, yang ditugaskan di sekolah inklusif; (d) Komitmen terhadap penuntasan wajib belajar; (e) Memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan; (f) Tersedia sarana penunjang yang mudah diakses oleh semua anak; (g) Pihak sekolah telah memperoleh sosialisasi tentang pendidikan inklusif; (h) Sekolah tersebut telah terakreditasi; dan (i) Memenuhi prosedur administrasi yang ditentukan.

Penutup

Untuk mewujudkan pendidikan inklusif di lembaga PAUD bukanlah hal yang sederhana, perlu perencanaan dan persiapanpersiapan yang matang, diantaranya meliputi: penciptaan komunitas kelas yang

hangat, menerima

(11)

penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi; pelibatan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan.

Guru dalam seting kelas inklusif harus menguasai strategi-strategi pengajaran yang sesuai dengan karakteristik kekhususan anak didiknya. Hal ini dikarenakan ABK masing-masing mempunyai karakteristik pembelajaran yang sangat berbeda antara individu yang satu dengan yang lain walapun itu masih dalam satu ketunaan juga.

Daftar Pustaka

Alfian. 2013. Pendidikan Inklusif di Indonesia. Edu-Bio.

Armstrong, Felicity. 2004. Action Research for Inclusive Education. London: RoutledgeFalmer.

Bandi, Delphie. 2009.

Pembelajaran Anak

Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi. Sleman: PT Intan Sejati Klaten.

Bintoro. 2004. Pendidikan Inklusi. Republika Online: http://www.republika.co.id.

Corbett, Jenny. 2001. Supporting Inclusive Education. London: RoutledgeFalmer.

Darma, Indah Permata, dan Binahayati Rusyidi. Pelaksanaan Sekolah Inklusi di Indonesia.

Depdiknas. 2007.

Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.

Elisa, Syafrida, dan Aryani Tri, W. Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi Ditinjau Dari Faktor Pembentuk Sikap. Surabaya.

Florida State University Center for Prevention & Early Intervention Policy. 2002. What is Inclusion?.

Hajar, Siti, dan Roch Mulyani. 2017. Analisis Kajian Teoritis Perbedaan, Persamaan Dan Inklusi Dalam PelayPendidikan Dasar Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Jurnal Ilmiah Mitra Swara Ganesha.

(12)

Hildayani.. 2009. Penanganan Anak Berkelainan (Anak dengan Kebutuhan Khusus). Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, Depdiknas.

Illahi, Muhammad Takdir. 2013. Pendidikan Inklusif : Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar- ruzz media.

Jurnal Pendidikan Khusus.

2010. Fenomena

Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus.

Kustawan, Dedy dan Yani Meiyani. 2013. Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya. Jakarta Timur: Luxima.

Lukitasari, Sasadara Wahyu, Bambang Suteng Sulasmono, dan Ade Iriani. 2017. Evaluasi Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusi. FKIP Universitas Kristen Satya Wacana.

Mdikana, Andile 8: Mayekiso, Tokozile. 2007. ”Preservice Educators’ Attitudes Toward Inclusive Education”.

International journal of Special Education.

Mudjito, dkk. 2012. Pendidikan inklusif. Jakarta. Badouse Media.

Pratiwi, Jamilah Chandra. 2015. Sekolah inklusi untuk anak berkebutuhan khusus: Tanggapan terhadap tantangan kedepannya. Surakarta.

Sa’ idah, Fatikhatus. 2015. Implementasi Program Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sumbersari 3 Malang. Malang.

Salim, Abdul. 2010. Identifikasi Dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus.

Salim, Abdul. 2009. Implementasi Pendidikan Inklusif Pasca Permendiknas No. 70 Tahun 2009.

Smith, David. 2006. Inklusi, Sekolah yang Ramah untuk Semua. (Terjemahan). Bandung: Penerbit Nuansa.

(13)

Supamo. 2001. Desain Pembelajaran Untuk Guru TK Inklusif, Cakrawala Pendidikan, Jurnal Ilmiah Pendidikan.

Tarmansyah. 2009. Pelaksanaan Pendidikan Inklusif

di SD Negeri 03 Alai Padang Utara Kota Padang. Padang :

Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan. Tim Dir Pembinaan SLB. 2007. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Dirjen Mandikdasmen. Dir Pembinaan SLB.

Tim Dir Pembinaan SLB. 2007. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Inklusif. Dirjen Mandikdasmen: Dir Pembinaan SLB

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

UNESCO. (1994). The Salamanca Statement and Framework For Action on Special Needs Education. Paris : Auth.

Wasliman, Iim. 2009. Pendidikan Inklusif Ramah Anak. Disampaikan pada pengukuhan Guru Besar Ilmu Administrasi

Referensi

Dokumen terkait

Logika fuzzy digunakan sebagai suatu cara untuk memetakan permasalahan dari input menuju ke output , dalam proses pengambilan keputusan penerimaan tenaga pengajar digunakan

Setelah dilakukan simulasi, didapatkan bahwa respon plant dengan kontroler PID-Robust dapat mengikuti model referensi yang diinginkan dengan nilai rise time 7,7

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk 1) meningkatkan aktivitas belajar siswa, 2) meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa, 3) meningkatkan pemahaman konsep

Ikan sembilang yang tertangkap dengan belad pantai pada bulan April sampai Juli 2007 sebanyak 125 ekor, dengan distribusi panjang total dan bobot tubuh adalah ikan jantan

Pada kesempatan ini penulis melakukan kajian bibliometri terkait dengan publikasi ilmiah kepustakawanan, khususnya yang diterbitkan oleh Perpus- takaan Universitas Gadjah

Dari hasil rekayasa ulang proses bisnis didapatkan penysunan Standar Operating Procedure pelaksanaan kerja karyawan yang meliputi pada proses bisnis reception yang

Berdasarkan uji ANOVA, ekstrak metanolik daun kenikir, mengkudu dan mangga yang telah diekstraksi sebanyak 10 dan 15 x 50mL n -heksan mengalami penurunan %

tidak adil dalam prosedur penilaian kinerja bagi karyawan yang merasa telah bekerja keras dan melakukan yang terbaik bagi perusahaan. Menurut analisa penulis penilaian