KONSEP PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI SISWA SD
(Romauly Siska Simandjuntak, S.Th, M.Pd.K)
1. HAKIKAT PENDIDIKAN 1.1 Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari dua kata latin yaitu educates dengan istilah jabarannya educare dan educere. Kata pertama memberi arti merawat, melengkapi, memberi gizi agar sehat dan kuat. Sedangkan kata yang kedua
berarti membimbing keluar dari, …”. Berdasarkan pengertian ini dapat diartikan
bahwa pendiidkan merupakan suatu usaha secara sengaja untuk
memperlengkapi seseorang atau sekelompok orang guna membimbingnya
keluar dari satu tahap ke tahap hidup berikutnya (Sidjabat, 1996:15)1
Sementara itu menurut John Dewey, pendidikan merupakan suatu proses
pendekatan cerdas dan emosional terhadap alam dan sesama manusia (Robert
R Boehlke, 2005:6212). Sedangkan Montessori berpendapat bahwa pendidikan
memperkenalkan cara dan jalan kepada peserta didik untuk membina dirinya
sendiri (B.S Sidjabat, 1996:49)3
George R Knight melengkapi definisi pendidikan dalam istilah
pengetahuan, dimana pengetahuan ialah proses dari pendidikan di sekolah yang
1 B.S Sidjabat dalam J Simanjuntak., Filsafat Pendidikan Kristen., (Yogyakarta : Penerbit ANDI, 2013),h. 66
2 . Robert Boehlkie., Sejarah Pemikiran dan Praktek PAK jilid I., (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2005),h.621
tidak terbatas pada konteks institusi. Pengetahuan ini bersifat kekal dan terjadi
pada setiap waktu dan tempat4.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan merupaka usaha yang
dilakukan secara sadar oleh pihak tertentu dalam suatu komunitas (orangtua
dalam keluarga, guru dalam sekolah, setiap warga dalam masyarakat dan
pemerintah dalam Negara) untuk membimbing dan mengarahkan seseorang
pada suatu hal yang bermanfaat dan memberi pengetahuan.
1.2 Pengertian Pendidikan Agama Kristen
Pada abad pertama kekristenan ada beberapa ahli yang memberikan konsep
tentang pendidikan agama Kristen. Seperti Agustinus (345-340) mengemukakan
bahwa Pendidikan Agama Kristen ialah pendidikan yang mengajak orang untuk
dapat mengenal dan melihat siapa Allah. Dalam hal ini pendidikan yang diajarkan
berpusat pada Allah terutama dalam hal penciptaan langit dan bumi. Sementara
itu menurut Marthin Luther (1483-1548) PAK adalah pendidikan yang melibatkan
warga jemaat untuk belajar tertib dan teratur agar semakin menyadari dosa
mereka dan menikmati kemerdekaan dalam Kristus5.
Dalam perkembangan selanjutnya menurut Campbell Wyckoff (1957) PAK
adalah pendidikan yang menyadarkan setiap orang akan kasih Allah didalam
Yesus Kristus,agar mereka menyadari keberadaan diri mereka dan bertumbuh
4 . ibid
sebagai anak Allah dalam persektuan Kristen. Dalam Konferensi Kajian PAK di
Sukabumi pada tahun 1955, Homrighaussen mengemukakan bahwa PAK ialah
suatu proses yang akan membawa setiap orang baik tua maupun muda untuk
masuk kedalam persekutuan yang hidup dengan, oleh dan didalam Tuhan
sehingga terhisab dalam persekutuan yang memuliakan namaNya di segala
waktu dan tempat6
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah
usaha secara sadar yang dilakukan oleh pihak gereja untuk memperkenalkan
Tuhan Allah didalam Yesus Kristus dan Roh Kudus, agar generasi muda maupun
tua mengimani persekutuan dengan Dia yang membawa keselamatan dan
memuliakan nama Tuhan didalam kehidupannya.
1.3 Dasar Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang berpusat kepada
Allah. Pendidikan adalah sarana yang dipakai oleh Roh Kudus untuk membawa
para murid kepada persekutuan dengan Allah didalam Yesus Kristus dengan
demikian setiap orang dapat dimampukan untuk hidup taat dan memenuhi
maksud Allah didalam hidupnya7.
Pendidikan dan pengajaran telah dimulai sejak Allah menciptakan langit
dan bumi (Kejadian 1:1). Peristiwa penciptaan ini merupakan salah satu dasar
pendidikan bahwa dari Allah sendiri berpusat segala sesuatu termasuk
pengetahuan. Allah ditempatkan sebagai satu-satunya pusat kehidupan manusia
sehingga pendidikan ini dilaksanakan untuk memeperkenalkan sosok Allah.
Selanjutnya mandat untuk mendidik ini di firmankan Allah kepada
Abraham(Kejadian 18:9). Abraham harus terus mengajarkan kepada
keturunannya tentang Allah yang mahakuasa dengan demikian mereka akan
tetap hidup pada jalan yang sudah ditunjukkan oleh Allah dengan kebenaran dan
keadilan8.
Dalam kehidupan orang Israel setelah Abraham, pendidikan dan
pengajaran juga menjadi ciri khas mereka. Sebagaimana yang tertulis dalam
Ulangan 6:4-9. Dalam tradisi orang Israel “Shema” atau perintah Tuhan yang
wajib dijalankan, karena hanya dengan pedoman itu umat tidak keluar dari
pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Yang seutuhnya tersimpul dalam sebutan
“Taurat”. Ulangan 6:4-9 sering disebut sebagai syema, suatu panggilan bagi Israel untuk mendengar firman Tuhan, “dengarlah..”. “Apa yang kuperintahkan
kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau
mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya
apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan,
apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau
mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi
lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu
rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”(Ulangan 6:6-9)9
Melalui Syema Israel diajar untuk memilih persekutuan yang intim dengan
Tuhan sebagai prioritas utama. Seluruh aspek kehidupan Israel didasari oleh
hubungan cintanya dengan Tuhan. Di dalam cinta ini terkandung komitmen dan
kesetiaan yang menyeluruh dan total. Syema ini, pertama, harus tertanam dalam
hati orang Israel (ayat 6); kedua, harus tertanam dalam hati anak-anak Israel
(ayat 7); ketiga, harus menjadi bagian hidup sehari-hari mereka (ayat 7);
keempat, harus menjadi identitas pribadi mereka (ayat 8); dan kelima, menjadi
identitas keluarga serta masyarakat Israel (ayat 9). Tidak ada satu bagian pun
dalam kehidupan orang Israel yang terlepas dari relasi mereka yang penuh kasih
kepada Tuhan
Sementara itu dalam Perjanjian Baru Pendidikan dan Pengajaran
mendapat tempat yang sentral lewat kehadiran Yesus sebagai guru yang agung.
Sosok Guru yang mengajar dengan metode yang sangat menarik tetapi lebih
dari itu Yesus hadir sebagai sosok guru yang lebih dulu melakukan apa yang
diajarkan. Umat Kristen adalah umat Perjanjian Baru. Dengan latar belakang
Perjanjian Lama mereka hidup dalam kemurnian perintah Tuhan Yesus. Pada
saat Yesus mau meninggalkan murid-muridNya kembali ke sorga, Ia pesankan
dengan jelas perintah ini: “Dan ajarlah merela melakukan segala sesuatu yang
telah Kuperintahkan kepadamu” (Matius 28:20)10.
Inti dari ajaran Tuhan Yesus adalah Hukum Kasih. Ini adalah rangkuman
ringkas dari Taurat dan kitab Nabi-nabi;
1. Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu.
2. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:37,39)
2. PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
2.1 Pendidikan Agama Kristen di Sekolah
PAK di sekolah merupakan salah satu bentuk PAK disamping katekisasi sidi,
sekolah minggu, Pembinaan Warga Gereja (PWG), dsb sehingga seharusnya
PAK di sekolah merupakan tanggungjawab gereja. Di Indonesia, pendidikan
agama dilihat sebagai bagian integral yang hakiki bagi pembangunan bangsa,
dan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Akibatnya sering terjadi bahwa
gereja tidak terlalu berperan aktif dalam penyelenggaran PAK di sekolah-sekolah
terutama sekolah negeri dan swasta non Kristen. Keberadaan PAK di sekolah
umumnya masih rawan dengan masalah penanggungjawab, pengadaan tenaga
pengajar, kurikulum dan proses belajar-mengajar.
PAK di sekolah diselenggarakan dengan dasar hukum UUD 1945 bab XI
pasal 29 ayat 2, UU no 4 thn 1950 jo No 12 thn 1954 bab IX ayat 1, Kep
Bersama Menteri Agama dan menteri P&K thn 1953, instruksi no 51/1967, Kep
Bersama Menag dan Mendikbud thn 1985 dan GBHN 1983 serta 1993. PAK di
Sekolah ini diselenggarakan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari Taman
Kanak-kanak hingga pendidikan tinggi baik di sekolah umum maupun kejuruan
sebagai salah satu mata pelajaran wajib dan mendasar11. PAK merupakan
bagian yang integral dari pendidikan nasional yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, kreatif, menghargai jasa para pahlawan dan berorientasi
pada masa depan12.
Dengan kata lain, Pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan
serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat
Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan dan memiliki kualitas sehingga mampu
membangun dirinya dan masyarakat sebagai bagian dari pembangunan bangsa.
Akan tetapi apakah tujuan penyelenggaraan PAK di sekolah hanya untuk
memenuhi tujuan pendidikan nasional? tidak hanya sampai disitu,bagaimanapun
bentuknya PAK harus merupakan upaya untuk menolong anak didik untuk
mengimani Allah didalam Yesus Kristus. PAK adalah bagian dari injil yang
senantiasa mengubah, memotivasi dan memanusiakan manusia. Dengan
kesadaran penuh bahwa Allah didalam Yesus Kristus dan sang Roh sendiri yang
11 . G Soegasiman B.A., “Pelaksanaan dan Persoalan-persoalan Pendidikan Agama Kristen di Sekolah-Sekolah”dalam Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia , Strategi Pendidikan Kristen di Indonesia (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1989),h. 149
akan terus bertindak sebagai guru Agung, pendidik, yang mendorong proses
PAK. Melalui program PAK inilah Allah yang telah mengajar dan akan terus
senantiasa mengajar agar manusia dapat menikmati hidup sejahtera13
Mengenai hakekat dan tujuan PAK dalam seminar PAK di Jakarta pada
tanggal 22-25 Februari 1988 yang diselenggarakan oleh PGI dan kerjasama
dengan MPPK, PERSETIA dan BK PTKI digariskan sebagai berikut :
PAK sebagai tugas panggilan gereja adalah usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Allah didalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama dan lingkungan hidupnya14
Selaras dengan sasaran pendidikan maka PAK bukan hanya mengarah
pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan tetapi juga pada perilaku
kepribadian dan kematangan dalam diri siswa. Sasaran akhir dalam PAK adalah
seorang pribadi yang memiliki integritas diri, mampu menggunakan imannya
dalamm menjawab tantangan hidup dan mampu menolong sesama dan
lingkungannya dengan berbagai kehidupan sejahtera yang dikaruniakan Allah
kepada manusia. Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan untuk
memampukan manusia mengambil bagian secara aktif, kreatif dan kritis dalam
pembangunanmasa depan yang lebih baik dari masa lampau. Menurut Goldman
kebutuhan naradidik menjadi titik awal dan tujuan akhir dari PAK dengan
13 JT Posumah-Santosa., “Peranan Pendidikan dalam Pembagunan Nasional sebagai Imperative Allah dan Suatu Dimensi Syalom” dalam Exodus, Fakultas Teologi UKI Tomohon no 4 Thn III, Oktober 1994)hh. 66-67
motivasi untuk mencapai kebutuhan manusia untuk hidup sejahtera dengan
mempertimbangkan keberadaan alam ciptaan Tuhan15.
Kalau demikian PAK disekolah janganlah diselenggarakan atas
kepentingan politik baik oleh Negara maupun gereja tetapi harus bertolak pada
kepentingan manusia (naradidik pada khususnya, dan seluruh umat manusia
pada umumnya). Bila pada akhirnya ada muatan politis, muatan itu akan berupa
syalom (damai sejahtera) yang merupakan jalan menuju damai sejahtera. Sebab
untuk hidup sejahtera, manusia membutuhkan hubungan yang serasi dengan
Tuhan dan sesamanya yang tercipta bila ada pengenalan dan hidup takut akan
Tuhan. Melalui pengajaranlah pengenalan takut akan Tuhan di wariskan secara
turun temurun dan dikembangkan rasa hormat kepadaNya. Dengan sederhana
dan singkat tujuan itu dikalimatkan oleh Groome sebagai berikut : ‘the purpose of Christian Religious Education is to enable people to live as Christians to live lives of Christians faith..”16
2.2 Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar
Agama memiliki peran dan fungsi yang amat penting dalam kehidupan
umat manusia. Sekurang-kurangnya agama berfungsi sebagai pemberi identitas
dan menjadi penuntun moral. Karena itu agama menjadi pemandu dalam upaya
untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, bermartabat, tetapi juga
menuntun kepada sikap dan perilaku adil, damai dan peduli. Menyadari peran
15 R. Goldman., Readiness for Religion : a Basis for Development Religious Education, (New York:Seabury, 1976),p.65
agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka pendidikan agama
serta internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi ditempuh
melalui pendidikan agama baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah
maupun komunitas agamawi masing-masing. Sekolah dengan demikian bukan
satu-satunya konteks di mana pendidikan agama terjadi, dan karena itu tidak
semua hal harus disajikan di sekolah agar tidak terjadi pengulangan dari
pokok-pokok yang sama dalam konteks lainnya.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi manusia
seutuhnya khususnya dimensi spritual, sehingga membentuk peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berakhlak mulia. Dengan demikian peserta didik dapat menghargai
kehidupan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran,keadilan, perdamaian, dan
kasih. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan
penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan individual maupun kolektif/kemasyarakatan. Peningkatan potensi
spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan untuk optimalisasi berbagai potensi
yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Penerapan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di bidang
Pendidikan Agama Kristen (PAK), sangat tepat dalam rangka menerapkan
Kristiani dalam kehidupan peserta didik pada jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar disajikan dengan cara
menyesuaikan tingkat perkembangan intelektual, emosional, dan moral anak
didik karenanya memberikan ruang kepada keunikan masing-masing individu.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Kristen
lebih merupakan penuntun dalam membimbing peserta didik dalam upaya
pencarian dan perjumpaan dengan Tuhan yang Maha Pengasih dalam Yesus
Kristus. Dengan demikian peserta didik dapat merespons kasih Tuhan dengan
cara mengasihi Tuhan melalui kasihnya kepada sesama dan pemeliharaan atas
alam ciptaan Tuhan yang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari. Peserta
didik belajar mengenal dan bersekutu dengan Tuhan Allah secara akrab karena
sesungguhnya Tuhan Allah selalu ada dan berkarya dalam hidup mereka
sebagai sahabat.
Hakikat Pendidikan Agama Kristen (PAK) (seperti yang tercantum dalam
hasil Lokakarya Strategi PAK di Indonesia tahun 1999) adalah: usaha yang
dilakukan secara terencana dan kontinu dalam rangka mengembangkan
kemampuan peserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat
memahami dan menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang
dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan
pembelajaran PAK memiliki tanggungjawab untuk mewujudkan tanda-tanda
Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bersama.
Pada dasarnya PAK dimaksudkan untuk menyampaikan kabar baik
(euangelion = injil), tentang Allah yang mahakasih baik sebagai pencipta, pemelihara, penyelamat dan pembaharu manusia dan seluruh ciptaanNya,
maupun nilai-nilai Kristiani yang pokok sebagai penuntun kehidupan moral dan
etis. Dengan demikian, pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar PAK pada Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu kepada pokok
kepercayaan Kristiani yang mendasar tentang Allah dan karyaNya, serta
nilai-nilai Kristiani yang patut diwujudkan dalam kehidupan keseharian peserta didik.
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka rumusan Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar PAK di sekolah dibatasi hanya pada aspek yang secara
substansial mampu mendorong terjadinya transformasi dalam kehidupan peserta
didik, sehingga mereka dapat menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Kristiani
dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Fokus Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar berpusat pada
pengalaman konkrit peserta didik (life centered). Artinya, pembahasan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar didasarkan pada pengalaman konkrit
peserta didik mulai dari lingkungan paling dekat: keluarga (orang tua), tetangga,
lingkungan alamnya. Iman dan nilai-nilai Kristiani berfungsi sebagai cahaya yang
menerangi tiap sudut kehidupan manusia
Terkait dengan hal-hal tersebut, perlu disusun Kompetensi Mata
Pelajaran ( KMP) PAK yang harus dikuasai oleh lulusan SD. KMP ini selanjutnya
dijadikan dasar penyusunan Standar Kompetensi ( SK ) dan Kompetensi Dasar
( KD ) pelajaran PAK di sekolah tersebut.
Mata pelajaran PAK di SD bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut.
1. Mengenal dan mengimani Allah yang maha pengasih yang menciptakan manusia, alam semesta dan isinya, memelihara ciptaanNya, dan menyelamatkan dalam Yesus Kristus.
2. Merespons kasih Allah dengan bersyukur baik melalui ibadah yang benar, maupun melalui penerapan nilai kasih, menghormati dan menyayangi orang tua, teman sepermainan, dan sesama dalam lingkungan konkritnya.
3. Memampukan peserta didik merespons dengan benar kasih Allah dalam kehidupan sehari-hari melalui ketaatan kepada guru, dan menunaikan ibadah Kristiani yang benar.
4. Bertanggungjawab memelihara lingkungannya.
5. Penghayatan iman yang bertanggungjawab dalam konteks masyarakat yang majemuk khususnya menghargai perbedaan suku dan agama.
Mata pelajaran PAK di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Allah dan karya-karyaNya sebagai Pencipta, pemelihara, penyelamat
2. Nilai-nilai Kristiani: khususnya yang relevan dengan kehidupan anak: a)
kebiasaan mensyukuri kasih Tuhan melalui keluarga, b)mentaati orang
tua, menyayangi sesama dalam lingkungan permainannya c)beribadah
sebagai ungkapan syukur atas kebesaran Tuhan yang maha Pengasih, d)
menghargai perbedaan dan hidup rukun, dan e) tanggungjawab
memelihara lingkungan17
3 EKOLOGI DAN LINGKUNGAN HIDUP
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan
lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan
logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang baru muncul pada
tahun 70-an. Ekologi adalah ilmu mengenai hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dan (kondisi) alam sekitarnya (lingkungannya)18.
Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi
makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling
mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan). Akan tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang biologinya.
Ekologi mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat mempertahankan
17 Daniel Nuhamara., Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: Ditjen Bimas Kristen Protestan dan Universitas Terbuka, 1992)hh.1-21
kehidupannya dengan mengadakan hubungan antar makhluk hidup dan dengan
benda tak hidup di dalam tempat hidupnya atau lingkungannya.
Para ahli ekologi mempelajari hal berikut :
1. Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk
hidup yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang
menyebabkannya.
2. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam
faktor-faktor yang menyebabkannya.
3. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan
hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya19.
Pada titik ini pula, dunia pendidikan dituntut mampu mengembangkan
perspektif yang relevan. Pertama, dunia pendidikan harus membangun pengertian bahwa kerusakan ekologi merupakan dampak buruk dari ulah
manusia memperebutkan sumber-sumber daya. Kedua, dunia pendidikan memahami kerusakan ekologi sebagai realitas buruk yang meminta tumbal
pengorbanan manusia. Dua hal ini penting dimengerti oleh dunia pendidikan
sebagai saling hubungan antara manusia dan lingkungan.
Sampai saat ini telah berkembang tiga teori etika lingkungan yaitu:
antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme. Antroposentrisme adalah etika lingkungan hidup yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem
alam semesta. Hanya manusia dan kepentingannyalah yang mempunyai nilai.
Manusia sebagai penguasa alam yang boleh melakukan apa saja. Segala
sesuatu yang ada di alam semesta hanya akan mendapat nilai dan perhatian
sejauh mendukung dan demi kepentingan manusia, sehingga alam beserta
seluruh isinya hanya dipandang sebagi objek, sumber daya, alat atau sarana
bagi pemenuhan kepentingan, kebutuhan dan tujuan manusia. Dalam
pandangan antroposentris ini alam dikonstruksikan tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Etika antroposentrisme ini sering dituding sebagai penyebab krisis ekologi karena dari etika ini lahir sikap dan perilaku eksploitatif yang tidak
peduli sama sekali terhadap keberlanjutan alam. Sebagai akibat berciri
instrumentalitik dan egoistis.
Biosentrisme adalah etika lingkungan yang memandang setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri sehingga
makhluk hidup selain manusia yang ada di alam ini, perlu diperlakukan secara
moral, terlepas dari apakah ia bernilai bagi manusia atau tidak. Sebagai
konsekuensinya, alam semesta adalah suatu komunitas moral, dimana setiap
kehidupan dalam alam semesta ini, baik manusia maupun bukan manusia
sama-sama mempunyai nilai moral20.
Dengan demikian etika tidak lagi hanya diberlakukaan sebatas pada
komunitas manusia, tetapi juga berlaku bagi seluruh komunitas biotik manusia
dan makhluk hidup lainnya. Setiap makhluk hidup, baik tumbuhan maupun
hewan pada dasarnya mempunyai hak hidup, demikian pula sistem kehidupan.
Implikasinya, agar antroposentrisme berubah menjadi biosentrisme maka segala
sesuatu yang bersifat hirarkis harus dihindari dengan cara menyatu dengan dan
bukan berada di atas organisme lain21.
Memahami lingkungan hidup adalah bagian dari kesadaran ekologi.. Menurut
Soemarwoto, Lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati oleh suatu mahluk
hidup bersama dengan benda hidup (biotic) dan benda tidak hidup (abiotic) yang
ada didalamnya22. Sementara itu dalam UU no 32 tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mendefinisikan lingkungan
hidup sebagai “ kesatuan ruang dengans semua benda, daya, keadaan, dan
mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu
sendiri kelangsungan perikehidupan manusia dan kesejahteraan manusia serta
mahluk hidup lain23
4 MANUSIA DALAM KAITANNYA DENGAN LINGKUNGAN HIDUP
21 geografi.blogspot.com/2011/01/etika-lingkungan-hidp-html (di unggah pada tanggal 21 Maret 2014) 22 . Otto Soemarwoto, Ekologi ,Lingkungan hidup dan Pembangunan, (Jakarta : Penerbit Jembatan, 2004),h.51-52
Salah seorang ahli ilmu lingkungan, yaitu Otto Soemarwoto mengemukakan
bahwa dalam bahasa Inggris istilah lingkungan adalah environment. Selanjutnya
dikatakan, lingkungan atau lingkungan hidup merupakan segala sesuatu yang
ada pada setiap makhluk hidup atau organisme dan berpengaruh pada
kehidupannya. Contoh, pada hewan seperti kucing, segala sesuatu di sekeliling
kucing dan berpengaruh pada keberlangsungan hidup kucing tersebut maka
itulah lingkungan hidupnya. Demikian pula pada suatu jenis tumbuhan tertentu,
misalnya pohon mangga atau padi di sawah, segala sesuatu yang
mempengaruhi pertumbuhan atau kehidupan tanaman tersebut itulah lingkungan
hidupnya.
Menurut Undang-Undang Rl Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya24
4.1 Manusia dan Dunia
Manusia sangat erat hubungannya dengan lingkungan karena manusia
hidup dalam suatu sistem yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap
hidupnya. Dalam kehidupannya manusia sangat berkaitan dengan segala
sesuatu yang ada di sekitarnya dan berpengaruh pada keberlangsungan
hidupnya dengan demikianlah itulah lingkungan hidup manusia. Jadi ada
semacam keterkaitam secara antara manusia dan lingkungan hidupnya karena
setiap saat manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Pada akhirnya
muncul suatu disiplin ilmu yang dikenal dengan ekologi. Ekologi adalah suatu
ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup dan
lingkungannya.
Alam sekitar tempat hidup manusia adalah suatu realitas yang diberikan
Tuhan Allah kepada manusia untuk dikuasai, diusahakan dan dipelihara, .“ Allah
memberkati mereka lalu berfirman kepada mereka ‘beranakcuculah dan
penuhilah bumi……” (Kejadian 1:28). Itulah sebabnya, Allah mengangkat
manusia menjadi ‘raja’ atas sekalian alam sebagai wakilNya dalam kuasaNya
terhadap dunia dan semua ciptaan.
Manusia bertugas untuk menguasai alam, dalam bentuk tanggungjawab
untuk mengusahakan dan memelihara serta mengembangkan alam. Sehingga
dalam hal ini manusia bertugas untuk melanjutkan karya ciptaan Allah (Latin :
Creatio continua). Tujuan dari karya lanjutan ini adalah agar supaya dunia
menjadi semakin baik seperti halnya yang telah difirmankan oleh Tuhan pada
waktu penciptaan (Kej 1:4,10,12,18,25,31)25
Rasa cinta lingkungan hidup adalah suatu tanggungjawab moral dalam
diri manusia yang menghasilkan usaha secara sadar menjaga hubungan timbal
balik dengan lingkungan hidup yang ada disekitarnya. Hal ini akan nampak
dalam usaha untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dan tidak melakukan
eksploitasi/mengambil secara berlebihan hasil-hasil dari lingkungan hidup tanpa
memperhatikan kelangsungannya secara terus menerus.
5 PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PAK
Masalah lingkungan hidup akhir-akhir ini semakin marak dibicarakan, terkait
dengan kerusakan (atau bahkan perusakan) alam yang terus menerus terjadi
dan ancaman pemanasan global yang menakutkan bagi banyak orang. Hal ini
semakin nampak ketika hampir seluruh daerah di Indonesia mengalami bencana
alam yang membawa begitu banyak kerugian baik secara moril maupun material.
Selain ilmuwan, kaum agamawan juga diharapkan ikut berpartisipasi dalam
mengendalikan proses perusakan alam oleh manusia, agar kelestariannya dapat
dijaga. Maka refleksi teologis terhadap alam atau lingkungan hidup menjadi
suatu hal yang sangat dibutuhkan saat ini. Sejalan dengan itu, Pendidikan
Agama merupakan salah satu cara strategis untuk melaksanakan pembelajaran
ekologis yang berdasar pada keyakinan agama. Pendidikan Agama Kristen pada
siswa dalam rangka memberikan suatu pemahaman tentang pentingnya
menjaga keseimbangan alam semesta.
Kita akan mulai suatu pemahaman iman Kristen tentang tanggungjawab
manusia yang diberikan oleh Allah. Seringkali teologi kurang memperhatikan
alam, karena yang dipentingkan adalah aspek vertikal (hubungan manusia
dengan Tuhan) dan horizontal (hubungan manusia dengan sesama). Hal ini juga
tercermin dalam hukum kasih: kasihilah Tuhan, Allahmu, dan kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Maka perhatian terhadap alam
menjadi kurang optimal. Sikap iman kristiani terhadap alam semesta berubah
dari waktu ke waktu.
Pada masa pramodern, manusia hidup dekat dengan alam. Hal ini tercermin
antara lain dalam spiritualitas model Benedictan. Contoh spiritualitas yang dekat
dengan alam ditunjukkan oleh Fransiskus Asisi (1181-1226). Namun sesudah
abad-abad gelap (dark ages) atau abad pertengahan, berkembanglah sekolah
katedral dan universitas yang mengembangkan ilmu pengetahuan; alam
dipelajari secara ilmiah. Dengan adanya pembaruan politik dan sosial pada abad
18, manusia makin merasa berkuasa dan dapat menentukan arah hidup dan
dunia ini. Ditambah dengan perkembangan yang dibawa ilmuwan, teknologis,
dan insinyur pada abad 19, alam semakin dipandang sebagai obyek yang
dipelajari dan dimanfaatkan26.
26 Berry, Thomas. “An Ecologically Sensitive Spirituality.” In Dreyer, Elizabeth and
Manusia dengan lingkungan hidup atau alam sebenarnya saling
membutuhkan dan saling bergantung karena merupakan sesama ciptaan.
Belajar dari teologi penciptaan, suatu teologi yang eco-sentris menuntut kita untuk menilai ulang beberapa praanggapan dasar dari antropologi teologis.
Suatu pemahaman hierarkis atas gagasan Imago Dei/Citra Allah, yang menjadikan manusia berada tanpa batas di atas semua ciptaan lainnya, mestilah
diganti dengan pemahaman yang lebih relasional. Manusia diciptakan dengan
maksud bersekutu dengan Allah dan dengan makhluk hidup dan makhluk mati
lainnya. Meneladani hidup Yesus, kita melihat suatu gaya hidup yang dicirikan
oleh kesederhanaan, kerendahan hati, dan keterbukaan pada alam.27
Seperti pendapat dari Hendrikus Berkhof yang dikutip oleh R. P. Borrong,
juga menekankan aspek kebebasan dan tanggung jawab manusia sebagai isi
Imago Dei. Manusia diciptakan untuk menjawab kasih Allah sebagai esensinya. Manusia diciptakan sebagai ‘respondable being’, hidup dalam relasi, dan dalam relasi itulah manusia secara mendasar sungguh-sungguh menjadi manusia.
Hakikat manusia adalah bahwa ia diciptakan dalam relasi. Ia diciptakan untuk
menerima dan memberi kasih. Karena manusia terpanggil dalam relasi dengan
Allah, maka ia harus sadar juga bahwa alam, sebagai suatu keberadaan yang
hidup, adalah sahabat atau teman manusia. Karena itu, manusia dapat berelasi
dan berbagi dengan alam. Manusia dapat mengambil sesuatu dari alam bagi
(Baltimore: John Hopkins University Press, 2005), p. 245
dirinya, tetapi dengan kasih yang ia pakai menjawab kasih Allah, ia juga
terpanggil untuk menguasai alam, menata dan memerintah, mengusahakan dan
mentransformasikan dengan teknologi dan kebudayaannya.28
Pendidikan lingkungan hidup di arahkan pada suatu usaha untuk
mengarahkan pendidikan pada suatu tanggungjawab menjaga kelestarian alam
semesta. Pendidikan yang bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang
dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga sadar akan
tanggungjawab kelestarian alam yang sejalan dengan proses mengusahakan
sumber daya alam untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Dengan demikian
pendidikan akan mengarahkan setiap siswa secara sadar akan menempatkan
kelestarian sebagai bagian yang penting dalam kehidupannya. Siswa akan
termotivasi untuk menjaga lingkungan alam sama seperti ia termotivasi untuk
mendapat ilmu pengetahuan dan teknologi.
5.1 Dasar Alkitabiah tentang Lingkungan Hidup
Dasar teologis yang dapat dipakai untuk mengembangkan spiritualitas cinta
lingkungan adalah ajaran tentang “pernyataan umum,” yaitu Allah menyatakan
diri dan kehendak-Nya melalui alam semesta ciptaan-Nya. Kemudian manusia
mesti menyadari siapa dirinya di hadapan Tuhan Sang Pencipta, dan mendengar
panggilan-Nya untuk hidup di tengah dunia. Kesadaran akan Sang Pencipta dan
ciptaan dapat membawa manusia pada kesadaran bahwa dirinya adalah bagian
dari ciptaan, bagian dari alam semesta. Manusia tidak terpisah dari alam
semesta. Apa yang terjadi pada alam sangat mempengaruhi manusia pula.
Kejadian 1 dan 2 berupa kisah penciptaan dunia. Dimulai dari penciptaan
terang; cakrawala; laut dan daratan; matahari, bulan dan bintang; ikan dan
burung; binatang darat; sampai terakhir manusia – laki-laki dan perempuan.
Kejadian 1:28 merupakan Firman Tuhan kepada manusia: “Beranakcuculah dan
bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap
di bumi29.” Kata “berkuasa” di sini seringkali disalahartikan sebagai kebebasan
untuk mengeksploitasi alam. Padahal tidak demikian. Kata yang diterjemahkan
”berkuasa” sebenarnya berkonotasi ”pengusahaan” atau ”pengelolaan” atau
seperti gembala yang berkuasa demi kepentingan gembalaannya30.
Kalau demikian ada kesalahan penafsiran daripada manusia dengan
perkataan Allah ‘berkuasa dan taklukan’. Didalam kata berkuasa dan
menaklukan sebenarnya mengandung makna memelihara dan melestarikan
sehingga keberadaan alam semesta tetap terjaga sebagai salah satu unsure
yang dapat menunjang kehidupan manusia.
Dari contoh tersebut jelaslah bahwa membaca dan menafsirkan kembali
Alkitab merupakan hal yang semestinya dilakukan. Jangan sampai Alkitab
29 . Alkitab., LAI, 2009
dipakai sebagai dasar untuk merusak alam semesta atau lingkungan hidup.
Jangan sampai tugas mengusahakan bumi berubah menjadi izin untuk
menggunakan alam demi kerakusan manusia. Ayat-ayat lain yang dapat dipakai
sebagai dasar adalah tradisi Sabat (istirahat sehari setelah bekerja enam hari)
dan tahun yobel (tahun ke 50 merupakan tahun istirahat bagi tanah). Kedua
tradisi ini mengingatkan manusia untuk memberikan istirahat kepada tubuhnya
dan tubuh alam semesta. Untuk memperbaiki kesalahan penafsiran ini maka
pendidikan agama Kristen berperan aktif untuk mengarahkan cara berpikir siswa
sejak usia muda agar mampu bertanggungjawab terhadap keberlangsungan
alam semesta
Sebenarnya dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen sudah ada
topik-topik lingkungan hidup, baik untuk SD, SMP, maupun SMA. Secara khusus dan
panjang lebar topik lingkungan hidup dibahas pada kelas 7 dari Kurikulum 2004.
Sementara itu untuk kurikulum SD, materi tentang mengasihi alam ciptaan Tuhan
dimulai dari kelas 1. Namun pertanyaannya adalah apakah pemahaman itu
sebatas pengetahuan kognitif, ataukah sudah terinternalisasi dalam seluruh
kehidupan siswa – menjadi sesuatu yang sudah mendarah daging. Bukankah
lebih baik kalau pemahaman tentang cinta lingkungan hidup yang dimulai sejak
usia 6 tahun (kelas 1 SD) dilanjutkan lagi untuk diajarkan pada kelas 4, 5 atau 6
seraya memberikan contoh nyata tentang pentingnya mengasihi alam sebagai
Peneliti berasumsi bahwa sesuatu yang diajarkan secara terus menerus dan
berulang-ulang akan mampu memberikan pemahaman yang penuh bagi peserta
didik. Materi tentang mengasihi alam ciptaan Tuhan,dapat diajarkan melalui
beberapa metode tidak hanya dalam bentuk ceramah atau dialog tetapi setiap
siswa dapat diajak untuk bisa turun langsung ke lapangan dalam bentuk model
pembelajaran kontekstual.
Kebiasaan memisahkan pengetahuan dari praktek atau kognitisi dari afeksi
seringkali menjadi penyebab mengapa orang tahu tapi belum tentu mau
melakukannya. Padahal tujuan utama dari pembelajaran adalah memampukan
siswa untuk dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam tindakan nyata lewat
pengajaran yang berulang-ulang. Seharusnya PAK tidak hanya mengajarkan
konsep hakekat Tuhan, manusia, dosa dsb. tapi bagaimana hubungan manusia
dengan Tuhan, sesama, alam dsb. Dengan demikian PAK langsung terkait
dengan pengalaman para siswa. PAK tidak mengasingkan, melainkan
mendekatkan, siswa dengan dunia sehari-hari sekarang dan masa depan
(dengan belajar dari masa lalu).
Pemahaman yang benar tentang hakekat alam semesta yang sama
kedudukannya dengan manusia harus dimulai sejak usia dini (Pendidikan Dasar)
sehingga dalam pelajaran lanjutan di sekolah menengah dalam materi yang
sama tentang lingkungan hidup, para peserta didik akan semakin memahami
Diharapkan bahwa para siswa akan semakin mampu menyatakan
pemahamannya itu dalam tindakan nyata sehingga ia tumbuh menjadi pribadi
yang mencintai lingkungan. Siswa yang mampu menjaga kebersihan lingkungan
bukan sebagai suatu kewajiban agar dilihat orang atau diberi penilaian oleh guru
tetapi lebih kepada kesadaran penuh bahwa alam semesta ini adalah juga
bagian dari ciptaan Tuhan. Memelihara lingkungan hidup adalah juga bagian dari
mengasihi Tuhan.
Memang dalam beberapa pelajaran lain baik PKN, IPS maupun IPA
dijelaskan panjang lebar tentang peranan manusia terhadap lingkungan hidup.
Namun alangkah baiknya jika PAK mengambil peranan sentral untuk
membangun kesadaran itu. PAK menjadi dasar bagi siswa untuk lebih
memahami tentang tanggungjawab memelihara alam semesta karena firman
Tuhan dalam alkitab telah terlebih dahulu menuliskan tentang itu.
Pengajaran PAK tentang lingkungan hidup lebih akan menyentuh kehidupan
siswa karena dapat diajarkan dengan beberapa metode yang mampu menarik
perhatian siswa. PAK akan bekerja sama dengan Mata Pelajaran yang lain untuk
membentuk karakter siswa terutama kepeduliannya terhadap alam. Kalau sejak
dini mereka diajarkan secara terus menerus dan berulang tentunya mereka akan
tumbuh menjadi orang dewasa yang peduli terhadap lingkungan. Kepedulian ini
(membagi pemahaman) bahkan lewat tindakan nyata yang mencerminkan sikap
peduli lingkungan hidup.
Seorang siswa yang memahami tanggungjawabnya terhadap alam akan
secara sukarela membersihkan lingkungan sekolah, membuang sampah pada
tempatnya dan memelihara kelestarian lingkungan sekolah tanpa harus
diperintah atau diawasi oleh gurunya. Dalam hal inilah penilaian sikap akan
menjadi perhatian guru ketika siswa mampu mempraktekkan apa yang