UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL
TEMUGIRING (Curcuma heyneana Val.)
SEBAGAI BAHAN TABIR SURYA
Aisyah Fatmawati, Ermina Pakki, Mufidah, dan Sartini Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin
ABSTRAK
Temugiring (Curcuma heyneana Val) adalah satu bahan alam yang banyak digunakan dalam ramuan tradisional untuk kesehatan kulit. Dalam upaya memanfaatkan bahan alam sebagai tabir surya, telah dilakukan uji aktivitas ekstrak etanol temugiring secara in vitro menggunakan spektrofotometer uv-vis. Pengujian didasarkan pada kemampuan bahan mengabsorbsi sinar ultraviolet. Berdasarkan perhitungan persentase eritema dan pigmentasi, konsentrasi 100 μg/ml ekstrak etanol temugiring dapat memberikan perlindungan kulit dari radiasi UV dengan persen transmisi eritema 0,90 dan persen transmisi pigmentasi 0,96 sehingga dikategorikan sebagai sunblock total. Peningkatan konsentrasi ekstrak disertai dengan peningkatan efek penyerapan sinar UV yang ditandai dengan semakin kecilnya nilai persen transmisi eritema maupun pigmentasi.
Kata kunci : temu giring, tabir surya, ekstrak etanol, sinar UV
PENDAHULUAN
Sinar matahari yang men-capai permukaan bumi terdiri dari cahaya tampak (panjang gelombang antara 4000 dan 7400 Å), infra merah (7500-53000 Å), dan sinar ultraviolet (2800-4000 Å) (Jellineck, 1986).
Secara umum sinar matahari sangat bermanfaat bagi kehidupan makhluk hidup. Manfaat sinar mata-hari antara lain sebagai sumber caha-ya dan energi, juga digunakan untuk membantu fotosintesis tumbuhan ber-klorofil. Bagi manusia sinar matahari digunakan sebagai sumber vitamin D, juga untuk tujuan terapi. Namun salah satu akibat pemaparan sinar matahari yang terus-menerus dalam jangka waktu yang lama adalah terjadinya perubahan pada bentuk kulit yang disebut dengan dermatoheliosis, yaitu kulit menjadi barwarna pucat keku-ningan, keriput, disertai dengan tim-bulnya bercak-barcak hitam yang tidak merata pada permukaan kulit yang terkena paparan sinar tersebut (Wasitaatmadja, 1977).
Berbagai cara dapat dilaku-kan untuk melindungi manusia dari sinar ultraviolet (UV). Namun
perlin-dungan tersebut kadang-kadang tidak memadai karena alat pelindung masih dapat ditembus sinar tersebut. Selain itu, sinar UV dapat dipantulkan oleh berbagai benda di permukaan bumi sehingga kemungkinan besar pantul-annya akan mencapai tubuh kita. Pengaruh sinar UV pada wajah akan merusak sel-sel kulit sehingga akan menimbulkan kerutan, warna dan tekstur kulit yang tidak sama, kulit rusak dan rentan terhadap penyakit, sehingga sangat dibutuhkan kosme-tika yang dapat menyaring sinar matahari (sunscreen) atau bahkan yang dapat menahan seluruh sinar matahari (sunblock) untuk mengurangi efek buruk sinar matahari tersebut (Wilkinson dan Moore, 1982).
Tabir surya mengandung senyawa kimia yang melindungi kulit dari sengatan sinar matahari atau sinar UV dengan cara menghambur-kan cahaya secara efektif atau dengan mengabsorbsinya (Jellineck, 1986).
a. Bahan yang mencegah sengatan sinar matahari disebut tabir surya yang mengabsorbsi 95% atau lebih radiasi UV pada panjang gelombang 290-320 nm.
b. Bahan yang mencegah pigmentasi disebut tabir surya yang meng-absorbsi kurang dari 85% radiasi UV pada panjang gelombang 290 nm sampai 320 mn. Bahan ini akan menghasilkan sedikit eritema tanpa rasa sakit.
c. Bahan sunblok opak,
memberikan perlindungan
maksimum dalam ben-tuk
penghalang fisik.
Berbagai bahan alam juga dapat digunakan sebagai bahan tabir surya, antara lain rimpang kencur, daun teh, rimpang temugiring dan rimpang bangle. Minyak atsiri rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) mengandung etil sinamat dan etil p-metoksisinamat yang berfungsi seba-gai penyaring sinar UV (Kardono, 2003), minyak daun kayu manis (Oleum Cinnamomi) mengandung turunan asam sinamat, daun teh (Camellia sinensis L.Kuntze) mengan-dung senyawa polifenol yang ber-fungsi sebagai antioksidan, sedang-kan rimpang temugiring (Curcuma heyneana Val) mengandung flavonoid dengan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi (Wijayakusuma, 2002 dan Hernani, 2002). Namun belum ada laporan mengenai aktivitas temu-giring sebagai tabir surya.
Aktivitas sebagai tabir surya secara in vitro dapat ditentukan dengan mengukur % transmisi eri-tema, % transmisi pigmentasi, serta nilai sun protection factor (SPF) secara spektrofotometri (Wilkinson dan Moore, 1982). Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menguji apakah ekstrak etanol temugiring mempunyai aktivitas sebagai tabir surya.
METODE PENELITIAN
Pembuatan Ekstrak Temugiring
Rimpang temugiring yang telah dicuci bersih, dipotong kecil-kecil dan dikering-anginkan. Simplisia lalu diserbukkan. Sebanyak 350 gram serbuk dimasukkan ke dalam bejana maserasi, lalu direndam dengan etanol 70 % sampai semua simplisia terendam dan didiamkan selama 5 hari sambil sesekali diaduk, kemudian filtrat disaring. Ampas direndam lagi dengan etanol 70 % dan dibiarkan selama 2 hari, perlakuan ini diulangi sebanyak 2 kali dan filtrat yang ter-kumpul dipekatkan dengan rotavapor kemudian dilanjutkan di atas tangas air hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 50 gram.
Uji Aktivitas Ekstrak Temugiring Sebagai Bahan Tabir Surya
a.Penentuan % transmisi eritema (Balsam and Saragin, 1972)
Larutan ekstrak temugiring dibuat dalam etanol 70 % dengan kon-sentrasi 100, 150, 200, 250 dan 300 μg/ml, lalu masing-masing diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada pan-jang gelombang yang dapat menim-bulkan eritema yaitu 290 – 372 nm. Berdasarkan dari nilai serapan (A) yang diperoleh, maka transmisi (T) dihitung dengan rumus :
A = - log T
Transmisi eritema (Te) dihitung dengan rumus :
Te = T x Fe
dimana Fe adalah fluks eritema yang nilainya pada panjang gelom-bang tertentu dapat dilihat pada Balsam and Saragin (1972).
Banyaknya fluks eritema yang teruskan oleh tabir surya (Ee) di-hitung dengan rumus :
Ee = (T x Fe).
Sedangkan % transmisi eritema di-hitung dengan rumus :
% trans eritema =
Fe
Fe)
T
Fe
Ee
(
Larutan ekstrak temugiring
dibuat dalam etanol 70 % dengan konsentrasi 300 μg/ml, lalu serapan-nya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang yang dapat menimbulkan eritema dan pigmentasi yaitu 292,5 – 372,5 nm.
Transmisi pigmentasi (Tp) dengan rumus :
Tp = T x Fp
dimana Fp adalah fluks pigmentasi yang harganya pada panjang gelombang tertentu dapat dilihat pada Balsam and Saragin (1972). Banyaknya fluks pigmentasi yang diteruskan oleh tabir surya (Ep) di-hitung dengan rumus :
Ep = (T x Fp)
Sedangkan % transmisi eritema dihitung dengan rumus :
%transmisi pigmentasi
=
Fp
Fp)
T
Fp
Ep
(
Kategori aktivitas bahan tabir surya kemudian dinilai berdasarkan % eritema dan % pigmentasi seperti yang terlihat pada Tabel 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan serapan ekstrak etanol temugiring pada konsentrasi 100, 150, 200, 250 dan 300 μg/ml untuk perhitungan % eritema dan % pigmentasi disajikan dalam tabel 2 dan 3.
Tabel 1. Kategori penilaian
aktivitas bahan tabir surya
*)
Kategori penilaian
Rentang sinar UV yang ditransmisi (%) %
eritema pigmentasi%
Sunblock
Proteksi ekstra
Suntan standar
Fast tanning
<1 1-6 6-12 10-18
3-40 42-86 45-86 45-86 *) Sumber : Balsam and Saragin, 1972
Sesuai dengan hasil per-hitungan yang tertera pada tabel 3, ekstrak temugiring memberikan harga % Te dan % Tp yang dapat dikate-gorikan sebagai sunblock total menu-rut kriteria penilaian Tabel 1. Dengan demikian secara teoritis ekstrak temu-giring pada konsentrasi 100 μg/ml sudah dapat memberikan perlin-dungan terhadap radiasi sinar UV pada kulit. Meskipun demikian masih diperlukan uji SPF (sun protecting factor), uji efektivitas secara in vivo serta usaha formulasinya dengan paduan bahan alam lainnya.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Efektiv
itas Ekstrak Temugiring Sebagai Tabir Surya
Panjang Gelombang
Serapan (A) 100
μg/ ml
150 μg/ ml
200 μg/ ml
250 μg/ ml
290
pigmentasi (%Tp) serta kategori penilaian
Konsentrasi (μg/ ml) % Transmisi Kategori Penilaian eritema pigmentasi
Ekstrak etanol temugiring bersifat sunblock total berdasarkan metode pengujian persen transmisi eritema dan persen transmisi pig-mentasi.
SARAN
Diperlukan uji aktivitas lanjut yaitu uji SPF (sun protecting factor) dan uji efektivitas secara in vivo serta usaha formulasinya menjadi bentuk sediaan kosmetika yang cocok.
DAFTAR PUSTAKA
1. Michael and Irene A., 1977, A Formulary of Cosmetic Preparation, Chemical Publishing Co, New York. 2. Wasitaatmadja,S.M., 1977,
Penun-tun Ilmu Kosmetik Medik, Univer-sitas Indonesia Press, Jakarta.
3. Wilkinson, J.B., 1982, Harry’s Cos-meticology, 7th Edition, Chemical Publishing, New York.
4. Kardono, L.B.S., 2003, Selected Indonesian Medical Plants Mono-graphs & Descriptions, Volume I, PT. Grasindo, Jakarta. 5. Wijayakusuma, H., 2002,
Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia : Rem-pah, Rimpang dan Umbi, Milenia Populer.
6. Hernani., 2002, Tanaman Berkha-siat Antioksidan, Penebar Swadaya, Jakarta.
7. Windono, T., Wulansari, E.D., dan Avanti, C., 2001, Kombinasi etil-p-Metoksisinamat dan Rutin sebagai Bahan Tabir Surya, dalam Sinaga, E., dkk. (Ed.), Kumpulan Makalah Kongres Ilmiah XIII ISFI, Jakarta.
8. Jellineck, S., 1986,
UJI LETAL LARVA UDANG FRAKSI-FRAKSI DARI
EKSTRAK ETANOL TANAMAN KINCA
(Feronia Elephantum CORREA)
Mufidah1, Marianti A.Manggau1, Syaharuddin Kasim1, Mustofa2, Subagus Wahyuono3 1 Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin
2 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 3 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
ABSTRAK
Kinca (Feronia elephantum Correa) adalah tanaman yang banyak ditemui di Bima, Nusa Tenggara Barat dan oleh masyarakat digunakan untuk mengobati penyakit infeksi dan tumor. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketoksikan fraksi-fraksi yang diperoleh dari ekstrak etanol daun, batang dan buah tanaman kinca terhadap larva udang Artemia salina. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa ekstrak etilasetat batang kinca lebih aktif dibandingkan dengan ekstrak lainnya dan difraksinasi lebih lanjut. Fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom ekstrak etilasetat batang kinca diuji kembali terhadap Artemia salina. Fraksi FbtC adalah fraksi batang
yang memiliki toksisitas paling tinggi dengan LC50 30 µg/ml.
Kata kunci : kinca, ekstrak etanol, Artemia salina, toksisitas
PENDAHULUAN
Kinca (Feronia elephantum Correa) adalah salah satu tanaman familia Rutaceae dengan kandungan kimia antara lain 0,015% stigmasterol pada buah mentah; 0,012% stigma-sterol dan 0,01% bergapten pada daun; 0,016% mermesin pada kayu, sedangkan pada akar terdapat aurap-ten, bergapaurap-ten, isopimpinellin, dan kumarin lainnya (Morton, 1987). Daun kinca juga mengandung minyak atsiri terutama metil klavikol yang mampu menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri dan jamur dengan menggunakan metode difusi agar (Garg, 2003). Uji aktivitas antimikroba ekstrak metanol daun kinca 0,5% telah dilakukan terhadap bakteri Vibrio cholerae, Shygella bodii dan E. coli serta jamur penyebab tinea dan Candida albicans dengan metode KLT bioautografi, dan identifikasi golongan senyawa yang berefek antimikroba adalah senyawa golongan terpenoid, flavonoid dan alkaloid (Mufidah dkk., 2003).
Efek tanaman kinca yang belum diuji laboratorium maupun klinis adalah efek antikanker. Pada skrining
toksisitas dengan metode brine shrimp lethality test terhadap ekstrak metanol daun kinca dan hasil par-tisinya menjadi fraksi larut dan tidak larut n-heksan, diperoleh nilai LC50
berturut-turut 457,48 µg/ml, 371,08
µg/ml dan 40,38 µg/ml (Mufidah, 2004). Hasil ini menunjukkan bahwa daun kinca memiliki potensi sitotoksik yang dapat dikembangkan sebagai bahan antikanker. Suatu bahan di-kategorikan toksik apabila mampu mematikan 50% larva Artemia salina (LC50) pada konsentrasi kurang dari
1000 g/ml (McLaughlin, et al., 1993).
Tujuan penelitian ini adalah untuk skrining aktivitas antikanker terhadap beberapa ekstrak dari bagian-bagian tanaman kinca dengan metode BST, dan fraksinasi berdasarkan bioassay guided isolation terhadap ekstrak tanaman yang paling aktif terhadap larva A. salina.
bagi pengembangan ilmu pengetahu-an dpengetahu-an obat dari bahpengetahu-an alam, khusus-nya yang berkhasiat antikanker.
METODE PENELITIAN Penyiapan Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman kinca (F. elephantum) yang telah didetermi-nasi di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas MIPA UNHAS,. Daun, buah dan batang dibersihkan dan dikeringanginkan dan tidak lang-sung di bawah sinar matahari, kemu-dian diserbukkan.
Pembuatan Ekstrak
Bagian tanaman yang telah diserbukkan diekstraksi secara mase-rasi dengan etanol selama 3 x 24 jam, proses maserasi diulangi sebanyak 3 kali, filtrat dikumpulkan lalu diuapkan dengan evaporator hingga diperoleh ekstrak etanol kental. Ekstrak etanol yang diperoleh difraksinasi dengan menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda.
Skrining Aktivitas dengan Metode
BST
Uji aktivitas antikanker de-ngan metode BST seperti yang dilaku-kan oleh McLaughlin (1993) dengan menggunakan larva Artemia salina Leach. Larutan stok dibuat dengan konsentrasi 10 mg/mL dengan melarutkan 50 mg sampel dalam 5,0 ml pelarut kloroform-methanol (1:1). Seri konsentrasi yang dibuat selanjut-nya adalah 1, 10, 100, dan 1000
g/ml air laut. Pembuatan kontrol dilakukan dengan memasukkan pelarut saja dengan volume terbesar 500 l. Pelarut dan sampel dalam vial diuapkan pada suhu ruangan hingga habis dan tidak berbau pelarut lagi. Masing-masing kadar dipersiapkan dalam 5 vial. Sepuluh ekor larva A. salina yang diambil secara acak dimasukkan dalam vial-vial yang telah berisi sampel ekstrak ataupun kontrol lalu ditambah air laut hingga volume 5 ml. Senyawa dikatakan aktif apabila mampu membunuh 50% larva pada
konsentrasi uji kurang atau sama dengan 1000 g/ml.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel yang digunakan pada penelitian adalah daun, batang dan buah kinca. Masing-masing bahan dipotong-potong kecil kemudian di-keringkan dalam alat pengering, lalu dihaluskan untuk memperbesar luas permukaan sehingga kontak antara cairan penyari dan sampel lebih besar. Hal ini akan memudahkan pro-ses penyarian komponen kimia dalam sampel. Ekstraksi sampel pertama kali dilakukan dengan pelarut etanol yang selanjutnya difraksinasi dengan pela-rut yang memiliki tingkat kepolaran berbeda yaitu heksan, etil asetat dan butanol untuk memisahkan kelompok senyawa berdasarkan kepolarannya. Hasil ekstraksi tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Ekstraksi Daun, Batang dan Buah Kinca sebagai Bahan Uj
i
Nama Bahan
Bobot serbuk (g)
Bobot ekstrak
(g)
Daun kinca 1000
Ekstrak Etanol 96% 100 Fraksi n-Heksan 5,2 Fraksi etil asetat 18,5 Fraksi n-butanol 20,1
Batang kinca 1500
Ekstrak Etanol 96% 45 Fraksi n-Heksan 2,4 Fraksi etil asetat 4,1 Fraksi n-butanol 0,3
Buah kinca 2000
Ekstrak Etanol 96% 100 Fraksi n-Heksan 5,6 Fraksi etil asetat 6,1 Fraksi n-butanol 15,6
Masing-masing ekstrak lalu diuji aktivitasnya terhadap larva udang Artemia salina, hasilnya disajikan dalam tabel 2.
Ekstrak etilasetat daun dan batang kinca serta ekstrak n-butanol buah kinca yang LC50nya lebih rendah
Nama bahan uji LC50
(µg/ml) Ekstrak Etanol daun kinca
Ekstrak n-Heksan daun kinca Ekstrak etil asetat daun kinca Ekstrak n-butanol daun kinca
246,3 198
45,25
92,74
Ekstrak Etanol batang kinca Ekstrak n-Heksan batang kinca Ekstrak etil asetat batang kinca Ekstrak n-butanol batang kinca
183,6 131,99
40,52
55,24
Ekstrak Etanol buah kinca Ekstrak n-Heksan buah kinca Ekstrak etil asetat buah kinca Ekstrak n-butanol buah kinca
71,75 102,46
55,07
28,13
Fraksinasi dan Uji Aktivitas Ekstrak Etilasetat Batang Kinca
Fraksinasi ekstrak etilasetat batang kinca dilakukan dengan kolom cair vakum yang menggunakan fase diam SiO2 dan seri fase gerak yang
dibuat bertingkat, dimulai dari heksan, heksan-etilasetat dengan berbagai perbandingan, etilasetat dan etil asetat-metanol (1 : 1).
Masing-masing hasil fraksi diuji kembali aktivitasnya terhadap A.salina. Hasilnya adalah sebagai-mana pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Nilai LC50
Fraksi-Fraksi
Batang Kinca
Fraksi uji LC50 (µg/ml)
terhadap A.salina
Fraksi FbtA
Fraksi FbtB
Fraksi FbtC
Fraksi FbtD
71,75 92,42 30,82 181,96
Karena Fraksi FbtC memiliki
LC50 terkecil maka difraksinasi lebih
lanjut menggunakan kromatografi vakum cair.
Sebagian besar komponen senyawa dalam fraksi ini meredam sinar uv-254 nm dan uv-366 nm. Untuk melihat kelengkapan gambaran senyawa, maka dilakukan visualisasi dengan penampak serium (iv) sulfat dipanaskan 110 0C. Dengan demikian
oleh pereaksi cerium (iv) sulfat. Penampak bercak khusus atau spesifik dilakukan setelah diperoleh fraksi paling aktif dengan gambaran KLT lebih sederhana atau senyawa murni hasil isolasi. Sehingga diperoleh gabungan fraksi (FbtC1-6) yang
masing-masing akan diuji lanjut aktivitasnya untuk menentukan fraksi mana yang harus diteruskan dengan isolasi senyawa aktifnya.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah di-lakukan, dapat disimpulkan :
1. Kinca (Feronia elephantum Correa) memiliki aktivitas terhadap Artemia salina Laech, ekstrak etilasetat batang memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak buah dan daun. 2. Fraksinasi kolom ekstrak
etilasetat batang menghasilkan 4 fraksi dan fraksi yang diberi kode FbtC memiliki aktivitas paling tinggi
dengan LC50 30 µg/ml.
3. Fraksinasi kolom terhadap FbtC menghasilkan 6 subfraksi yang
perlu diuji lebih lanjut aktivitasnya.
SARAN
Perlu dilakukan isolasi lebih lanjut terhadap subfraksi dari FbtC
hingga diperoleh senyawa aktif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Atta-ur-Rahman,
Ciroudhary, M.I., and Thomson,
W.J. 2001. Bioassay
Techniques For Drug Development. Harword Acade-mic Publisher. Australia,
2. Garg, SC. 2001.
Antimicrobial Activity of The Essential Oil of Feronia elephantum Correa. Indian Journal of Pharmaceu-tical Medicines. 63(2) : 155-7. 3. McLaughlin, J.L., Chang,
Natural Products Chemistry (Edited by: AU Rahman) Elsevier, 383-409
4. McLaughlin, J.L., Rogers, L.L., dan Anderson, J.E., 1998, The Use of Biological Assay to Evaluate Botanical. Drug Infor-mation Journal. Vol. 32. 513-524.
5. Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobson, L.B., Nichols, D.E., McLaughlin, J.L., 1982, Brine shrimp : A conve-nient general bioassay for
6. Mufidah, Sartini, dan Anisa, N.U., 2003. Uji Daya Hambat Pertumbuhan Beberapa Mikro-ba Oleh Ekstrak metanol daun Kinca Feronia elephantum. Tidak Dipublikasikan.