• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Proses Perdagangan dan Perjala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Efisiensi Proses Perdagangan dan Perjala"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI PROSES PERDAGANGAN DAN PERJALANAN LAUT MELALUI INTEGRASI PERATURAN

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL

Dalam Rangka Mengikuti INVENTION 2016 Diponegoro Economic Festival

Universitas Diponegoro Semarang

Ditulis oleh: Tim Enakai

Fathurahman Sidiq 13/EK/19547/349666

Dominggus Tama Sitindaon 13/349599/EK/19532

Caecilia Westi Sekar Wangi 13/347600/EK/19401

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

karunia atas hidup. Berkat karunia-Nya kita semua dapat selalu membawa kebaikan

dan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada seluruh pihak yang turut

membantu, baik bantuan moril maupun materiil. Pada akhirnya karya tulis ilmiah yang berjudul ”Efisiensi Proses Perdagangan dan Perjalanan Laut Melalui Integrasi

Peraturan” ini dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

Penulis menyadari di dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih jauh

dari kesempurnaan. Untuk itu, besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang

membangun untuk membantu melengkapi karya tulis ilmiah ini.

Harapan penulis atas penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah dapat

memberikan manfaat untuk semua orang di kemudian hari.

Yogyakarta, 28 September 2016

(3)

3

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Judul Paper:

Efisiensi Proses Perdagangan dan Perjalanan Laut Melalui Integrasi Peraturan

Nama Penulis:

Fathurahman Sidiq 13/EK/19547/349666

Dominggus Tama Sitindaon 13/349599/EK/19532

Caecilia Westi Sekar Wangi 13/347600/EK/19401

Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa memang benar

karya dengan judul tersebut di atas merupakan hasil karya sendiri dan tidak ada

pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Karya ini belum pernah dipublikasikan dan/atau dilombakan di luar kegiatan “INVENTION 2016 Diponegoro Economic Festival” yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.

Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya. Apabila terbukti

terdapat pelanggaran di dalamnya, kami bersedia untuk didiskualifikasi dari

perlombaan ini sebagai tanggung jawab kami.

Dominggus Tama Sitindaon

13/349599/EK/19532

Yogyakarta, 28 September 2016

Yang membuat pernyataan,

Caecilia Westi Sekar Wangi

13/347600/EK/19401

Fathurahman Sidiq

(4)

4

A. Sektor Maritim di Indonesia... 11

B. Sea and Coast Guard ... 12

C. Kebijakan Publik yang Efektif ... 13

D. Peraturan di Sektor Pelayaran ... 14

METODE PENULISAN ... 17

A. Desain Penelitian ... 17

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

C. Jenis dan Sumber Data ... 17

D. Metode Pengumpulan Data ... 17

E. Objek Penelitian ... 18

F. Teknik Analisis Data ... 18

ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 19

A. Kondisi Sea Coast Guard di Indonesia ... 19

B. Tantangan Implementasi Regulasi di Perdagangan dan Perjalanan Laut ... 20

C. Dampak di Sektor Bisnis dan Ekonomi ... 22

D. Sistem INSW sebagai Jalan Keluar yang Belum Sempurna ... 24

E. Upaya Menuju Pemerataan Pembangunan di Indonesia ... 24

PENUTUP ... 27

A. Simpulan ... 27

B. Saran ... 27

(5)

5

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Faktor-Faktor yang Paling Problematis dalam Melakukan Bisnis di

Indonesia Tahun 2015-2016 ... 23

Bagan 2. Akumulasi Realisasi Penanaman Modal Asing (dalam juta USD) Tahun

2010-2014... 25

Bagan 3. Akumulasi Realisasi Penanaman Modal dalam Negeri (dalam miliar

Rupiah) tahun 2010-2014 ... 26

Bagan 4. Alur Dampak Ekonomi Efisiensi Proses Perdagangan dan Perjalanan Laut

... 31

Bagan 5. Country's Score Card among ASEAN Countries 2016 ... 32

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Domestic LPI, Environment, and Institutions: Indonesia 2016 ... 8

Tabel 2. Bongkar Muat Barang Antarpulau dan Luar Negeri di Pelabuhan Indonesia

Tahun 2005-2014 (dalam ribu ton) ... 15

(6)

6 ABSTRAKSI

Kini laut tak ayal lagi mulai digencarkan pengembangannya sebagai lalu lintas perdagangan di Indonesia. Terbukti dengan adanya proyek pembangunan dan revitalisasi berbagai pelabuhan sebagai pendukung proyek tol laut sejak tahun 2015 yang rencananya akan menghabiskan anggaran sebesa r Rp66,805 Triliyun (Bappenas, 2015). Hal ini merupakan salah satu praktik dari Na wa Cita yang digencarkan oleh Presiden Joko Widodo dan ditegaskan sejak pidato kenegaraa n dalam rangka HUT RI ke-70, yaitu untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Indonesia sejatinya harus siap dengan segala konsekuensi pembangunan tersebut. Namun, realitanya penegakan hukum di jalur laut perlu menjadi perhatian khusus karena masih adanya tumpang tindih dan kurangnya tindak lanjut atas peraturan dari belasan aparat yang terkait, seperti Kementeria n Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Badan Keamanan Laut, dan beberapa instansi lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Carmelita Hartoto, Ketua Umum INSA, tantangan tersebut ialah fenomena pemeriksaan kapal yang dilakukan oleh dua belas instansi terkait sehingga merugikan pa ra pelaku bisnis di jalur laut karena memakan waktu da n biaya tambahan yang cukup besar. Beberapa peraturan internasional yang dirumuskan pada UNCLOS tahun 1982 dan Konvensi IMO diharapkan menjadi acuan bersama negara-negara maritim dalam mengatasi masalah pelayaran. Namun, Indonesia sendiri sampai saat ini masih belum mengimplementasikannya secara tepat, salah satunya dalam pembentukan sea coast guard. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai integrasi proses perizinan guna menunjang efisiensi birokrasi perdagangan dan perjala nan via laut. Penelitian ini dilaksanakan melalui studi literatur pada artikel dan wa wanca ra dengan para ahli serta aparat pemerintah yang terkait. Pada akhirnya perlu kementerian/lembaga yang memiliki tugas komprehensif terkait pemeriksaan dan penga wasan yang ditetapkan dalam aturan. Dengan demikian, integrasi proses birokrasi perizina n akan terwujud sehingga jalur perdagangan dapa t dimanfaatkan secara optimal oleh pelaku bisnis dalam dan luar negeri.

(7)

7 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Maritim merupakan hal yang sudah tidak asing bagi Indonesia. Menilik pada

sejarah raja-raja terdahulu akan memperkuat kekuatan maritimnya jika ingin

berjaya pada masanya. Hal ini juga dilakukan oleh Presiden Joko Widodo yang

tertuang dalam Nawa Cita untuk memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara

maritim dan mengembalikan kejayaannya.

Semenjak Joko Widodo resmi menjadi Presiden Indonesia, pembangunan

yang berkaitan dengan kemaritiman terus ditingkatkan dari hulu ke hilir, baik

infrastruktur, khususnya kapal dan pelabuhan, maupun pengembangan teknis

pelaksanaannya. Pelabuhan Tanjung Priok adalah salah contoh pelabuhan yang kini

menjadi fokus pembangunan maritim Indonesia (Sutanto 2016). Selain itu, kini

Indonesia sudah menerapkan sistem Indonesia National Single Window (INSW)

terkait proses perizinan ekspor impor, termasuk di dalamnya yang berkaitan dengan

pelayaran.

Dampak positif dari perbaikan maritim juga sudah mulai tampak. Beberapa

diantaranya adalah waktu tempuh yang dibutuhkan oleh suatu kapal barang

memindahkan barangnya atau dwelling time menjadi kian efisien (Rayanti 2016).

Namun, bukan berarti Indonesia sudah lebih unggul dibanding negara lain terkait

kemaritiman.

Hal yang mengejutkan adalah turunnya peringkat Indonesia dalam Global

Ranking 2016: Logistic Performance Index (LPI) yang dikeluarkan oleh World

Bank setelah semua usaha perbaikan yang dilakukan. Darmin Nasution selaku

Menteri Koordinator Perekonomian menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi bukan

karena peringkat Indonesia menurun, akan tetapi negara lain berkembang jauh lebih

baik. Dengan kata lain, perkembangan Indonesia di bidang kemaritiman masih

(8)

8

penyebabnya adalah regulasi dan birokrasi pada sektor kemaritiman di Indonesia

yang masih kurang efektif dan efisien.

Indonesian National Shipowners Association (INSA) menyatakan bahwa

Indonesia masih belum kondusif untuk para pengusaha kapal. Hal ini terjadi oleh

kewenangan dalam pemeriksaan dan pengawasan kapal yang dilakukan berulang

kali oleh beberapa instansi yang berbeda sehingga menghambat proses pelayaran.

Tentunya hal tersebut akan merugikan para pelaku usaha baik dari waktu maupun

biaya tambahan lainnya. Soleman B. Ponto, seorang Jenderal Purnawirawan yang

kini menjadi pengamat maritim, berpendapat bahwa hal ini harus diselesaikan

segara. Instansi yang secara substansi memiliki tugas yang sama perlu untuk segera

diperbaiki aturannya (Ponto 2016). Ia juga berpendapat bahwa iklim usaha yang

kondusif akan tercipta melalui birokrasi yang lebih tepat guna.

Tabel 1. Domestic LPI, Environment, and Institutions: Indonesia 2016

Sumber: World Bank, 2016

Pernyataan Soleman B Ponto perlu diperhatikan oleh pemerintah mengingat

kita pada saat ini sudah memasuki masa perdagangan era baru, yaitu masyarakat

ekonomi ASEAN (MEA). Para pelakunya di era perdagangan ini secara tidak

langsung menuntut kenyaman berusaha di atas aturan yang jelas dan tepat guna.

(9)

9

para pelaku perdangangan akan enggan melalui Indonesia sehingga jati diri negara

maritim yang sedang diusahakan akan menjadi percuma.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, diperlukan

adanya penelitian terkait dengan efisiensi proses perdagangan dan perjalanan laut

di Indonesia. Penelitian ini penting untuk dilakukan untuk dapat mengetahui

kondisi yang ada saat ini dan dampak permasalahan yang tengah dihadapi pada

peraturan di sektor maritim. Dengan demikian, dapat memunculkan solusi efisiensi

peraturan sehingga mendukung pengembangan dunia bisnis dan peningkatan

perekonomian negara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini memiliki

beberapa rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana kondisi terkini dan permasalahan yang ada pada peraturan bagi

pelayaran perdagangan dan perjalanan via laut?

2. Bagaimana dampak integrasi peraturan terhadap bidang bisnis dan ekonomi

di sektor maritim?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui dan menilai kondisi terkini dan permasalahan yang ada

pada peraturan bagi pelayaran perdagangan dan perjalanan via laut.

2. Untuk mengetahui dampak integrasi peraturan terhadap bidang bisnis dan

ekonomi di sektor maritim.

D. Manfaat

Dengan disusunnya penelitian ini, terdapat beberapa manfaat yang diharapkan

dapat dipetik, yaitu sebagai berikut.

1. Bagi instansi di sektor maritim terkait, dapat memberikan wawasan

mengenai pentingnya integrasi peraturan sehingga tercipta kondisi yang

(10)

10

2. Bagi khalayak, sebagai penambah wawasan terkait system perizinan yang

terintergrasi dan dampaknya secara luas terhadap masyarakat dan negara.

3. Bagi peneliti, dapat memberikan pengetahuan yang lebih mengenai

tantangan yang dihadapi di sektor maritim, khususnya implementasi

peraturan dan dampaknya.

4. Bagi mahasiswa, sebagai pemantik adanya analisis dan kajian lebih lanjut

dari berbagai sudut pandang ilmu mengenai evaluasi beserta dampak dari

(11)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sektor Maritim di Indonesia

Mengacu kepada Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan,

maritim dibagi dalam dua subsektor, yaitu industri maritim dan jasa maritim.

Industri maritim yang berkembang di Indonesia terkait dengan usaha galangan

kapal, pengadaan dan pembuatan suku cadang dan peralatan kapal, serta perawatan

kapal. Sementara itu, jasa maritim melingkupi usaha jasa kontruksi, reklamasi,

angkutan penyeberangan, dan sebagainya.

Indonesia sudah dikenal luas sebagai negara maritim dengan luas wilayah

perairan sebesar 3,25 juta km2. Nilai tersebut merupakan 60% dari luas wilayah

Indonesia. Menurut Gultom (2007), pengembangan sektor maritim menjadi sangat

penting untuk terus didorong ke arah yang lebih baik. Hal ini disebabkan oleh sektor

maritim yang dapat memberikan dampak positif bagi suatu negara, khususnya

negara kepulauan seperti Indonesia, yaitu sebagai berikut.

1. Integrasi ekonomi dan kepulauan dengan pergerakan komoditas yang

diperdagangkan dan tenaga kerja yang bebas hambatan antarpulau.

2. Integrasi sosial dan politik bangsa dengan pergerakan warga negara yang

bebas hambatan antarpulau untuk berbagai tujuan.

Terdapat beberapa syarat agar suatu negara dapat disebut sebagai negara

maritim. Syarat-syarat tersebut ialah lokasi geografis, karakterisitik dari tanah dan

pantai, luas wilayah, jumlah penduduk, karakter penduduk, dan lembaga

pemerintahan (Suradinata 2005). Saat ini maritim sudah menjadi sektor yang

dipandang secara penting oleh pemerintah Indonesia. Salah satu buktinya ialah

dengan keberadaan Kementerian Koordinator Kemaritiman yang dibentuk pada

(12)

12

B. Sea and Coast Guard

Dalam konteks bernegara, kata keamanan akan merujuk kepada frasa keamanan

nasional. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keamanan didefinisikan sebagai

suatu kata sifat yang menggambarkan sitasi bebas dari bahaya, bebas dari

gangguan, terlindung atau tersembunyi, pasti dan tidak mengandung risiko, serta

tenteram dan tidak merasa takut atau khawatir. Namun, sampai saat ini Indonesia

sebagai suatu negara dan subjek hukum belum memiliki dasar yang jelas dalam

menyatakan definisi dari keamanan nasional.

Hal ini tampak dalam penjelasan keamanan nasional yang baru akan

didefinisikan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional.

Dalam RUU tersebut keamanan nasional diartikan sebagai kondisi dinamis bangsa

dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin keselamatan, kedamaian,

dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa, terlindunginya

kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan

nasional dari segala ancaman.

Sesuai dengan beberapa definisi di atas, keamanan nasional pada awalnya

hanya diasumsikan pada bidang militer. Namun, dalam perjalanan suatu negara

yang semakin kompleks konsep tersebut bergeser menjadi suatu kesatuan yang di

dalamnya mencakup pertahanan negara, keamanan dalam negeri, keamanan publik,

dan keamanan insani (Darmono 2010).

Luas wilayah perairan Indonesia ialah 5,8 juta km2 dengan garis pantai

sepanjang 81.900 km (Arsana 2007). Saat ini wilayah tersebut dijaga keamanannya

oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla). Pembentukan Bakamla merupakan mandat

UU Kelautan. Bakamla merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui

menteri yang mengkoordinasikannya.

Pengamanan di bidang kelautan tidak hanya dilakukan Bakamla. Hal

tersebut juga dilakukan oleh berbagai instansi yang mempunyai kepentingan dan

kewenangan masing-masing (Kementerian Pertahanan Republik Indonesia 2012).

(13)

13

1. Badan Keamanan Laut

2. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL);

3. Polisi Republik Indonesia atau Direktorat Kepolisian Perairan;

4. Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan;

5. Ditjen Perhubungan Laut dan Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP);

6. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Ditjen Pengawasan

Sumber Daya Laut dan Perikanan (PSDKP);

7. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;

8. Kementerian Hukum dan HAM;

9. Kejaksaan Agung Republik Indonesia;

10.Kementerian Pertanian;

11.Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

12.Kementerian Kesehatan;

13.Kementerian Kehutanan;

14.Kementerian Pariwisata, dan;

15.Badan Narkotika Nasional.

C. Kebijakan Publik yang Efektif

Efektivitas adalah tingkat ketercapaian sasaran organisasi (Robbins dan Coulter

2007) dan dapat menyatakan hubungan output serta tujuan (Mahmudi 2005). Maka,

efektivitas akan dinilai semakin tinggi apabila kegiatan yang dilakukan semakin

mendekatkan organisasi terhadap tujuan yang ditetapkan pada tahap perencanaan.

Untuk dapat mengukur efektivitas, perlu adanya beberapa aspek, yaitu efisiensi,

kepuasan, keunggulan, dan pengembangan (Gibson, Ivancevich and Donelly 2000).

Implementasi kebijakan publik perlu dilakukan pengukuran kinerja agar

para stakeholders bisa tahu sudah sejauh mana pencapaian tujuan saat ini. Model

implementasi kebijakan publik yang dikemukan oleh Van Meter dan Van Horn

merupakan salah satu model yang menjelaskan faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi efektifitas suatu kebijakan publik (Van Meter and Van Horn 1975).

Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut.

1. Standar dan tujuan kebijakan

(14)

14

3. Karakteristik organisasi pelaksana

4. Kondisi ekonomi, social dan politik

5. Sikap para pelaksana

6. Komunikasai antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

Untuk melakukan tugas demi mencapai tujuannya, organisasi publik

merumuskan suatu kebijakan yang berkaitan dengan lingkup kerjanya. Menurut

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 4 Tahun 2007 tentang

Pedoman Umum Formulasi, Implemenasi, Evaluasi Kinerja, dan Revisi Kebijakan

Publik di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah, kebijakan publik

adalah keputusan yang dibuat pemerintah atau lembaga pemerintah untuk

melkaukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan

dengan kepentingan dan manfaat orang banyak. Tentunya kebijakan publik ini

dibuat oleh organisasi publik seefektif mungkin sehingga tujuan dapat tercapai,

yaitu mensejahterakan masyarakat.

D. Peraturan di Sektor Pelayaran

Indonesia telah dikenal secara luas sebagai sebuah negara kepulauan. Keberadaan

sektor pelayaran menjadi penting sebagai penghubung antarwilayah di Indonesia.

Sektor ini diatur dalam beberapa dasar hukum, antara lain UU Nomor 17 Tahun

2008 tentang pelayaran secara luas dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

yang menjelaskan tentang berbagai hal terkait kapal serta tanggung jawab serta

hak-hak dari nahkoda kapal.

Berdasarkan Pasal 1 UU Pelayaran, pelayaran adalah satu kesatuan sistem

yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhan, keselamatan dan keamanan,

serta perlindungan lingkungan maritim. Pelayaran ini melingkupi pelayaran publik,

masyarakat, bahkan pelayaran militer dan penegakan hukum. Pada pasal 4

disebutkan bahwa UU ini berlaku untuk semua kegiatan pelayaran yang berada di

perairan Indonesia, tidak terkecuali dengan kapal asing yang sedang berlayar di

perairan Indonesia. Bahkan kapal berbendera Indonesia yang sedang berlayar di

(15)

15

Pada bab V UU Pelayaran terdapat aturan mengenai angkutan di perairan.

Terdapat tiga jenis dari angkutan di perairan, yaitu angkutan laut, angkutan sungai

dan danau, serta angkutan penyebrangan. Ada berbagai aspek pelayaran yang diatur

dalam UU Pelayaran, yaitu perizinan angkutan, usaha jasa terkait dengan pelayaran,

tarif angkutan dan usaha jasa terkait, tatanan kepelabuhan, peran pemerintah

daerah, keselamatan dan keamanan, manajemen perkapalan dan sumber daya

manusia, alur perjalanan, dan penegakan hukum dalam pelayaran.

Dalam perkembangannya pelayaran di Indonesia, khususnya angkutan laut

khusus barang, mempunyai potensi yang cukup tinggi dan terus berkembang. Hal

ini tergambar melalui data besaran bongkar muat barang antarpulau dan luar negeri

di pelabuhan-pelabuhan Indonesia pada tahun 2005-2014. Meskipun jumlah

bongkar muat luar negeri cenderung lebih besar daripada antarpula, jumlah ini terus

meningkat dari tahun 2005 hingga 2014.

Tabel 2. Bongkar Muat Barang Antarpulau dan Luar Negeri di Pelabuhan Indonesia Tahun 2005-2014 (dalam ribu ton)

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016

Selain UU Pelayaran, terdapat berbagai peraturan yang terkait dengan

pelayaran lainnya, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2009

tentang Kepelabuhan, PP Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, PP Nomor

20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, PP Nomor 22 Tahun 2011 tentang

Perubahan atas PP Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, PP Nomor

21, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 68 Tahun 2011 tentang Alur

Pelayaran. Peraturan atau ketentuan yang diperhatikan tidak hanya terkait dengan Antar Pulau Luar Negeri Antar Pulau Luar Negeri

(16)

16

peraturan nasional yang berlaku di Indonesia saja, tetapi juga mencakup peraturan

atau ketentuan yang telah disepakati di kancah internasional. Contohya ialah United

(17)

17 BAB III

METODE PENULISAN

A. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan melalui studi literatur dan wawancara atas topik penelitian,

yaitu integrasi peraturan di sektor maritim. Unit analisis penelitian ialah instansi

atau departemen yang bertugas melaksanakan birokrasi tersebut. Tujuan penelitian

ini adalah deskriptif, yaitu mendeskripsikan data mengenai implementasi regulasi

yang diindikasikan adanya tumpang tindih sehingga mempengaruhi efisiensi

perdagangan dan perjalanan laut.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian lebih fleksibel karena dilakukan dengan studi

literatur dan wawancara pihak terkait, khususnya para ahli atau pengamat. Waktu

penelitian dilaksanakan secara longitudinal, mulai dari awal dicetuskannya

peraturan hingga implementasinya kini. Dengan demikian, akan lebih tampak target

implementasi regulasi dan realita yang telah ada.

C. Jenis dan Sumber Data

Peneliti menggunakan jenis data kualitatif. Data kualitatif berasal dari hasil

wawancara dan studi literatur yang dilakukan peneliti. Penelitian ini akan banyak

menggunakan sumber data sekunder yang berasal dari literatur terkait topik.

Namun, peneliti juga akan menggunakan data primer yang berupa hasil wawancara

dengan narasumber.

D. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data

primer ini berupa informasi dan opini terkait regulator dan implementasi regulasi

sektor maritim yang dihimpun dari para narasumber, baik para ahli maupun

(18)

18

literatur-literatur terkait secara mendalam, seperti artikel jurnal, buku, dan artikel

unggahan yang berkaitan dengan penelitian.

E. Objek Penelitian

Objek dari penelitian studi kasus ini adalah regulator dan implementasi regulasi di

sektor maritim. Banyaknya regulator yang ada malah terkadang menjadi tantangan

tersendiri bagi pelaku usaha perdagangan dan perjalanan via laut. Hal ini

disebabkan oleh adanya inefisiensi peraturan yang berakibat pada kerugian yang

ditanggung pihak-pihak tertentu.

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis konten yang menurut Kolbe dan Burnett

(1991) digunakan untuk mengevaluasi konten simbolis secara sistematis dari semua

bentuk rekaman komunikasi (Sekaran dan Bougie 2013). Selanjutnya peneliti akan

memproses lebih lanjut dengan mengumpulkan dan membandingkan seluruh data

yang diperoleh. Perbandingan data ini dilakukan supaya tampak apakah ada

ketidaksinkronan informasi yang telah disampaikan oleh narasumber dan yang

didapat dari literatur. Kemudian, data dianalisis dan ditarik simpulan untuk bisa

(19)

19 BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Sea Coast Guard di Indonesia

Laut Indonesia yang luas akan memberikan pekerjaan yang cukup banyak bagi

pemerintah sebagai perwakilan negara. Hal ini diperlukan supaya laut dapat

dimanfaatkan secara optimal. Untuk mendukung hal tersebut, pastinya akan

diperlukan lembaga yang bertugas untuk mengawasi, menjaga dan

mengembangkan laut atau perairan Indonesia.

Sumber daya alam Indonesia yang sangat kaya, termasuk juga lautnya,

membuat Indonesia berpikir keras untuk mencari cara terbaik dalam menjaganya.

Cara yang telah dilakukan saat ini adalah dengan banyaknya kementerian/lembaga

di Indonesia yang memiliki tugas saling bersinggungan atau bahkan sama (Ponto

2016). Berdasarkan beberapa sumber, setidaknya ada belasan kementerian/lembaga

yang memiliki kewenangan di laut Indonesia. Meskipun tidak semua memiliki

kapal untuk melaksanakan patroli, tetapi semua memiliki dasar hukum

pendiriannya sehingga bersifat legal dalam melaksanakan tugas (Wasito 2015).

Maka, tak heran apabila birokrasi di sektor maritim ini menjadi rumit.

Kerumitan proses perizinan ini memang sudah diatasi oleh hadirnya sistem

INSW yang mengintegrasikan birokrasi yang diadakan oleh beberapa

kementerian/lembaga (Noviani 2011). Namun, proses pemeriksaan dan

pengawasan di lapangan masih jauh dari kata terintegrasi. Terdapat laporan dari

pengusaha kapal yang menyebutkan bahwa terkadang ada lebih dari satu instansi

yang melakukan pemeriksaan yang sama sehingga memakan waktu cukup lama

(Yasinta 2015).

Keadaan tersebut cukup dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai

sulitnya melakukan bisnis di Indonesia, khususnya di sektor maritim. Selain itu,

secara tidak langsung pemerintah juga telah melakukan pemborosan anggaran

karena adanya tumpang tindih peraturan yang terjadi untuk pelimpahan tugas

(20)

20

kebijakan publik yang kurang efektif karena tujuannya belum tercapai secara

optimal.

B. Tantangan Implementasi Regulasi di Perdagangan dan Perjalanan Laut

Indonesia merupakan negara yang memiliki predikat sulit untuk berbisnis karena

birokrasinya, khususnya terkait kewenangan pemeriksaan dan pengawasan kapal

yang dipegang oleh beberapa kementerian/lembaga. Mereka memiliki kewenangan

yang berdasar hukum dan aturan masing-masing sehingga terkesan bekerja

sendiri-sendiri dan menjadi tumpang tindih. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa

koordinasi antarkementerian/lembaga menjadi hal yang cenderung langka ditemui

di sektor publik.

Tumpang tindih aturan juga berkaitan dengan penegakan hukum di laut.

Bagi Indonesia tentunya ini bukan menjadi hal baru mengingat bahwa sejak tahun

1982 negara ini sudah diakui sebagai negara kepulauan oleh United Nation

Convention Law of the Sea (UNCLOS). Namun, hal tersebut baru diperhatikan

secara intensif oleh pemerintah saat ini yang ingin meningkatkan citra maritim

Indonesia melalui Nawacita yang merupakan agenda prioritas pembangunan.

Dunia internasional melalui UNCLOS menyarankan kepada negara-negara

yang memiliki pantai dan laut untuk membentuk satuan penjaga laut dan pantai (sea

coast guard) di bawah kementerian yang berkewenangan dalam sektor transportasi

(Ponto 2016). Realitanya terdapat dua instansi di Indonesia yang memiliki

wewenang dan dasar hukum yang sah sebagai sea and coast guard, yaitu Kesatuan

Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) dan Bakamla. KPLP dibentuk berlandaskan UU

No.17 tahun 2008 tentang pelayaran, sedangkan Bakamla didirikan atas dasar UU

No.32 tahun 2014 tentang kelautan juncto Peraturan Presiden No 178 tahun 2014.

Jika diamati secara saksama, kedua instansi ini secara garis besar memiliki tugas

yang sama. Namun, Bakamla memiliki tugas cenderung lebih luas, sedangkan

KPLP lebih spesifik dan memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan pula.

Soleman B Ponto, pakar kemaritiman, memberikan saran bahwa sebaiknya

(21)

21

memperbaiki prasarana dan hal-hal lain yang bisa lebih menunjang lembaga

tersebut dalam menjalankan tugasnya (Ponto 2016). Hal ini disebabkan karena

secara tidak langsung sebenarnya dunia sudah lama mengakui KPLP sebagai sea

and coast guard di Indonesia daripada Bakamla baik dari segi sejarah maupun

kesesuaian dengan konvensi internasional (Ponto 2014).

Bakamla sendiri sebenarnya bukanlah sebuah instansi baru. Walaupun

seolah-olah baru terbentuk karena baru diresmikan pada akhir 2014, Bakamla merupakan sebuah instansi “perbaikan” dari Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Pembentukan Bakamla ini bertujuan untuk menggantikan fungsi

Bakorkamla sebagai organisasi multy agency single task menjadi single agency

multi task (Wasito 2015). Hal tersebut menunjukan bahwa Bakamla merupakan

cikal bakal instansi tunggal yang akan menjalankan pemeriksaan dan pengawasan

laut dan pantai. Namun, pembentukan instansi ini dilakukan secara paksa sehingga

tergolong prematur dan berpotensi menimbulkan konflik dengan organisasi lain,

seperti KPLP.

Tumpang tindih aturan tidak hanya pada dua instansi saja, yaitu KPLP dan

Bakamla. Terdapat instansi lain yang memiliki kewenangan serupa, seperti

Direktorat Kepolisian Perairan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, Ditjen

PSDKP, serta TNI AL (Wasito 2015). Inilah salah satu bukti bahwa Indonesia

belum memiliki aturan khusus yang mengatur tentang penegakan hukum di laut.

Direktorat Kepolisian Perairan memiliki kepentingan terkait dengan

penyidikan karena menurut UU hanya kepolisian dan lembaga yang ditunjuk oleh

negara melalui UU yang bisa melakukan penyidikan. Kalimat “lembaga yang ditunjuk negara melalui UU” ini membuat Ditjen Bea Cukai, Ditjen PSDKP, KPLP, dan instansi lain bisa melakukan penyidikan dalam kondisi tertentu. Selain itu, TNI

AL yang memiliki kewajiban sebagai garda terdepan untuk menjaga keamanan dan pertahanan Indonesia di laut terkadang juga “ikut terjun”. Keterlibatan banyak pihak inilah yang membuat birokrasi di Indonesia menjadi semakin rumit.

Tumpang tindih aturan membuat tugas beberapa lembaga menjadi “abu

(22)

22

celah dari hasil aturan yang tumpang tindih. Apabila hal tersebut terus dibiarkan,

Indonesia bisa menjadi kurang menarik dan ditinggalkan para pelaku usaha karena

kondisi untuk berbisnis yang tidak nyaman. Pemerintah harus segera melakukan

evaluasi terkait kebijakan di sektor maritim yang sudah berjalan beberapa tahun ini.

Faktor komunikasi dan koordinasi antarkementerian/lembaga terkait perlu menjadi

perhatian pemerintah dalam membuat kebijakan selanjutnya.

C. Dampak di Sektor Bisnis dan Ekonomi

Kurangnya koordinasi hingga memunculkan adanya tumpang tindih integrasi

peraturan di laut tersebut memiliki dampak negatif tersendiri bagi pihak-pihak

terkait. Salah satunya ialah para pengusaha kapal angkut barang maupun kapal

penumpang. Waktu perjalanan kapal kian lama karena harus berhenti berulang kali

untuk melakukan pemeriksaan berlapis. Menurut Ketua Umum Indonesia National

Shipowners Association (INSA), Carmelita Hartoto, pengusaha juga mengalami

kerugian akibat biaya tambahan operasional hingga Rp8 triliun per tahun untuk

bahan bakar dan keterlambatan pengiriman barang maupun komplain penumpang

(Nuky 2014).

Kerugian yang perlu ditanggung tersebut menjadikan Indonesia sebagai

negara yang kurang menarik untuk dilewati kapal asing. Selain lamanya waktu dan

biaya tambahan tadi, pengusaha akan berpikir ulang untuk melewati wilayah

dengan hukum yang tidak sesuai dengan aturan internasional karena adanya

ketidakpastian dan bisa mengakibatkan kerugian apabila sampai dituntut akibat

adanya pelanggaran. Belum lagi adanya wacana pembuatan Terusan Tanah Genting

Kra di Thailand sehingga kapal asing tak perlu memutar dan melewati Indonesia

menjadi tantangan yang cukup serius.

Birokrasi di pemerintahan, menurut The Global Competitiveness Report

2015–2016, merupakan salah satu faktor yang yang paling problematis dalam

melakukan bisnis di Indonesia. Hal ini tak terkecuali pada birokrasi perizinan

proses perdagangan dan perjalanan laut. Segenap elemen pemerintahan tentu perlu

menindaklanjuti perkara ini secara cepat apabila ingin mewujudkan Indonesia

(23)

23

Bagan 1. Faktor-Faktor yang Paling Problematis dalam Melakukan Bisnis di Indonesia Tahun 2015-2016

Sumber: Global Competitiveness Report, 2016

Hal ini tentu saja berdampak pada tingkat ease of doing business di

Indonesia yang ternyata pada tahun 2016 ini berada di peringkat ke 109 dari 189

negara. Meskipun peringkat ini naik daripada tahun 2015, Indonesia masih kalah

apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia,

Singapura, Thailand, Vietnam, Philippines, dan Brunei. Tentu saja ini membuat

Indonesia kurang kompetitif secara global.

Tabel 3. Ease of Doing Business di Negara-Negara ASEAN tahun 2016

Country Rank

Malaysia 18

Singapura 1

Thailand 49

Vietnam 90

Philippines 103

Myanmar 167

Cambodia 127

Lao PDR 134

(24)

24

Indonesia 109

Sumber: Doing Business, 2016 (diolah)

D. Sistem INSW sebagai Jalan Keluar yang Belum Sempurna

Meskipun demikian, pemerintah Indonesia telah mengusahakan pengintegrasian

proses perdagangan dan perjalanan laut di antara 15 kementerian/lembaga

pengelolaan perizinan melalui Sistem INSW. Sistem yang mulai digunakan sejak

tahun 2007 ini merupakan salah satu bentuk tren pelayanan publik global dengan

pola pelayanan dan pengawasan lebih profesional secara elektronis melalui

teknologi (Indonesia National Single Window 2015). Menurut Darmin Nasution,

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, pada rapat koordinasi tentang INSW

menyatakan bahwa penerapan INSW ini untuk mendukung kriteria penilaian ease

of doing business di Indonesia (Humas Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian 2016).

Namun, implementasi dari borderless public services ini nyatanya masih

dihadapkan pada beberapa tantangan. Fungsi koordinasi, simplifikasi, stadardisasi,

dan harmonisasi regulasi antarkementerian/lembaga, menurut Muwasiq M. Noor,

Deputi Bidang Pengembangan dan Operasional Sistem INSW, masih cenderung

kurang optimal karena Pengelola Portal INSW (PP-INSW) masih berbentuk satuan

kerja dan berada di bawah administrasi Kementerian Keuangan (Mufid 2016). Hal

ini tentu saja cukup berkaitan dengan adanya politic of interest di lingkup

pemerintahan. Selain itu, sistem ternyata masih sering down apabila digunakan

secara bersamaan dalam waktu yang sama, khususnya pada saat musim liburan

(Hapsari, Suharyono dan Abdillah 2015). Tentunya kedua hal tersebut akan

menghambat pencapaian visi INSW, yaitu meningkatkan daya saing nasional di

antara negara-negara ASEAN (lihat Bagan 5).

E. Upaya Menuju Pemerataan Pembangunan di Indonesia

Adanya integrasi proses perizinan yang difasilitasi melalui teknologi dan sistem

informasi yang baik tentunya akan dapat memberikan dampak positif bagi seluruh

pihak, yaitu efisiensi proses perdagangan dan perjalanan via laut. Efisiensi tersebut

(25)

25

ekonomi negara (Prihartono 2015). Hal ini menyiratkan akan adanya keterbukaan

peluang investasi dari wilayah barat hingga timur yang secara otomatis akan

membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar (Kuncoro 2009).

Investasi atau penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri,

merupakan salah satu faktor daya saing suatu daerah. Tampak pada bagan di bawah

bahwa penanaman modal di Indonesia masih belum merata dan cenderung terpusat

di Pulau Jawa. Department of Trade and Industry United Kingdom menyatakan

bahwa daya saing daerah adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan

pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap

persaingan domestik atau internasional. Daerah yang berdaya saing ini, menurut

Abdullah (2002), akan mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi

dan berkelanjutan (Kuncoro 2009). Tentunya inilah yang dibutuhkan oleh

Indonesia untuk meratakan pembangunannya di kawasan barat maupun timur.

Bagan 2. Akumulasi Realisasi Penanaman Modal Asing (dalam juta USD) Tahun

2010-2014

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal dan CEIC Data, 2014

0,000 5.000,000 10.000,000 15.000,000 20.000,000 25.000,000

NTT

(26)

26

Bagan 3. Akumulasi Realisasi Penanaman Modal dalam Negeri (dalam miliar

Rupiah) tahun 2010-2014

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal dan CEIC Data, 2014

Peran penting dari adanya koordinasi antarlembaga dan integrasi peraturan

di laut tak hanya sekadar sebagai upaya mewujudkan Paket Kebijakan Ekonomi

ke-11 dari Presiden Joko Widodo ataupun menjadikan Indonesia sebagai poros

maritim dunia. Namun, hal tersebut bermakna lebih jauh lagi, yaitu sebagai upaya

untuk meningkatkan pembangunan wilayah secara merata, khususnya di kawasan

timur Indonesia. Pada akhirnya kesejahteraan masyarakat di Indonesia cenderung

akan lebih terjamin.

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000

NTT DI Yogyakarta Papua NTB Bali Kalimantan Barat Sulawesi Selatan Riau DKI Jakarta Jawa Timur

(27)

27 BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Indonesia memiliki sektor maritim yang cukup potensial apabila dikembangkan

secara optimal. Namun, terdapat tantangan yang dapat menghambat cita-cita negara

ini sebagai poros maritim dunia, salah satunya ialah minimnya koordinasi

lembaga-lembaga sebagai sea and coast guard yang memiliki tugas untuk memeriksa dan

mengawasi pelayaran. Banyaknya keterlibatan dari kementerian/lembaga dan

aturan yang tumpang tindih membuat proses perizinan perdagangan dan perjalanan

via laut menjadi lama sehingga merugikan pengusaha kapal, baik secara waktu

maupun biaya.

Meskipun telah hadir INSW sebagai integrasi sistem perizinan, pengelolaan

dan penggunaannya cenderung masih perlu dikembangkan lagi. Tantangan ini perlu

ditangani secara serius mengingat pada saat ini kita sudah memasuki era liberalisasi

pasar yang perlu kesiapan dari segala sisi karena persaingannya yang ketat. Pada

akhirnya konektivitas, khususnya di jalur laut, menjadi hal yang penting sebagai

penggerak ekonomi dan menjadi daya saing Indonesia .

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, saran yang dapat diberikan oleh

penulis adalah sebagai berikut.

1. Diharapkan terdapat peleburan beberapa instansi yang berkaitan dengan

proses perizinan di sektor maritim sehingga membuat suatu single agency

multi task yang kuat melalui pembentukan aturan komprehensif. Dengan

demikian tumpang tindih tugas antarlembaga akan berkurang atau bahkan

hilang

2. Diharapkan INSW sebagai sistem birokrasi di sektor maritim semakin

dioptimalkan melalui penyempurnaan sistem, edukasi pengguna, dan

(28)

28

DAFTAR PUSTAKA

Arsana, I Made Andi. Batas Maritim Antarnegara: Sebuah Tinjauan Teknis dan

Yuridis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007.

Darmono, B. Keamanan Nasional Sebuah Konsep dan Sistem Keamanan bagi

Bangsa Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan

Nasional, 2010.

Gibson, James L, John M Ivancevich, dan James H Donelly. Organizations:

Behaviour, Structure, and Process. Boston: McGraw-Hill Companies Inc,

2000.

Hapsari, Karina Tri , Suharyono, dan Yusri Abdillah. “Implementasi Sistem Indonesia National Single Window (INSW) sebagai Upaya Pendorong Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor.” Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 1 No. 1, 2015: 1-10.

Humas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Pemerintah

Kembangkan Indonesia National Single Window (INSW) Genera si ke-2

(Gen-2). 23 May 2016.

https://www.ekon.go.id/berita/view/pemerintah-kembangkan.2366.html (diakses September 19, 2016).

Indonesia National Single Window. “Sistem Indonesia National Single Window: Konsepsi Sistem Pelayanan Bagi Masyarakat Usaha.” Indonesia National Single Window Website. 15 December 2015. http://www.insw.go.id

(diakses September 19, 2016).

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia . “Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.” 2011.

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Penegakan Kedaulatan dan Hukum

di Laut oleh TNI AL sebagai Bagian dari Upaya Pembentukan Sebuah

Sistem yang Terpadu di Laut. Jakarta: Direktorat Strategi Pertahanan

(29)

29

Kuncoro, Mudrajad. Ekonomika Indonesia, Dinamika Lingkungan Bisnis di

Tengah Krisis Global. Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009.

Mahmudi. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: Akademi Manajemen

Perusahaan YKPN, 2005.

Mufid. PP INSW Harapkan Kewenangannya Segera DIperkuat. 17 June 2016.

publicapos.com (diakses September 19, 2016).

Noviani, Ana. “Menkeu: Situs INSW Hilangkan Persoalan Birokrasi.”

http://finansial.bisnis.com/. 29 Desember 2011.

http://finansial.bisnis.com/read/20111229/9/58109/menkeu-situs-insw-hilangkan-persoalan-birokrasi (diakses September 20, 2016).

Nuky, Ester. “Jokowi Diminta Benahi Peraturan Penegakan Hukum Laut yang Tumpang Tindih.” 21 October 2014.

http://www.beritasatu.com/ekonomi/218910-jokowi-diminta-benahi-peraturan-penegakan-hukum-laut-yang-tumpang-tindih.html (diakses

September 22, 2016).

Ponto, Soleman B, wawancara oleh Johannes Sutanto de Britto. Mantan Kabais

TNI: Bakamla Bertentangan dengan Visi Jokowi (14 November 2014).

Ponto, Soleman B, wawancara oleh Kanal Hukum. Tugas dan Fungsi Badan

Keamanan Laut (Bakamla) www.kanalhukum.tv. Jakarta. 3 Mei 2016.

Prihartono, Bambang. Pengembangan Tol Laut dalam RPJMN 2015-2019 dan

Implementasi 2015. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,

2015.

Rayanti, Dina. Pelindo II: Dwell Time di Pelabuhan Priok Membaik, Sudah 3,4

Hari. 27 Juni 2016.

http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-

3242973/pelindo-ii-dwell-time-di-pelabuhan-priok-membaik-sudah-34-hari (diakses September 24, 2016).

Robbins, Stephen P, dan Mary K Coulter. Management. Indiana: Pearson Prentice

(30)

30

Sekaran, Uma, dan Roger Bougie. Research Methods for Business, A

Skill-Building Approach, Sixth Edition. Chichester: John Wiley & Sons Ltd.,

2013.

Suradinata, Ermaya. Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka

Keutuhan NKRI. Jakarta: Suara Bebas, 2005.

Sutanto, Feby Dwi. Selesai 100%, Ini Penampakan Pelabuhan Atas Laut 'New

Tanjung Priok'. 8 Maret 2016.

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-

bisnis/d-3159716/selesai-100-ini-penampakan-pelabuhan-atas-laut-new-tanjung-priok (diakses September 20, 2016).

Van Meter, Donald, dan Carl Van Horn. “The Policy Implementation Proses - A Conceptual Framework.” Administration & Society, 1975: 447.

Wasito, Gentur. “KEWENANGAN BAKAMLA DALAM PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA TERTENTU DILAUT BERDASARKAN

UU NO.32 TAHUN 2014 TENTANG KELAUTAN.”

http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/. 2015.

http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1286

(diakses September 20, 2016).

Yasinta, Veronica. “INSA Desak Pemerintah Bentuk Badan Tunggal.”

http://industri.bisnis.com/. 19 Juni 2015.

(31)

31 LAMPIRAN

Masyarakat sejahtera Pembangunan

merata Daya saing

daerah meningkat Lapangan

kerja meningkat Investasi

meningkat Menggerakka

n aktivitas ekonomi Konektivitas &

distribusi lancar

(32)
(33)

33

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Ketua Tim

Nama : Fathurahman Sidiq

Tempat lahir : Tangerang

Tanggal lahir : 16 Mei 1994

Jurusan : Akuntansi

Universitas : Universitas Gadjah Mada

NIM : 13/349666/EK/19547

Alamat : Jalan Angsana X no.94 RT 06/ RW 05, Periuk Jaya, Tangerang

Email : sidiq.fathurahman@gmail.com

Telepon : 081283125663

Anggota I

Nama : Dominggus Tama Sitindaon

Tempat lahir : Jakarta

Tanggal lahir : 20 Agustus 1995

Jurusan : Akuntansi

Universitas : Universitas Gadjah Mada

NIM : 13/349599/EK/19532

Alamat : Vila Nusa Indah Blok T5 No. 20, Bojong Kulur, Gunung Putri,

Kabupaten Bogor

Email : dominggustama@gmail.com

(34)

34 Anggota II

Nama : Caecilia Westi Sekar Wangi

Tempat lahir : Semarang

Tanggal Lahir : 8 Juli 1995

Jurusan : Akuntansi

Universitas : Universitas Gadjah Mada

NIM : 13/347600/EK/19401

Alamat : Cokrokonteng, Sidoarum, Godean, Sleman, DI Yogyakarta

Email : caeciliawesti@gmail.com

(35)

Gambar

Tabel 1. Domestic LPI, Environment, and Institutions: Indonesia 2016
Tabel 2. Bongkar Muat Barang Antarpulau dan Luar Negeri di Pelabuhan Indonesia Tahun 2005-2014 (dalam ribu ton)
Tabel 3. Ease of Doing Business di Negara-Negara ASEAN tahun 2016 Country

Referensi

Dokumen terkait

Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka penulis bermaksud membangun sebuah aplikasi penunjang keputusan investasi penanamn modal untuk pegawai

Sustainability Menegement sebagai Solusi keberlanjutan program PUAP di Gapoktan Sigampa Desa Kaleke Kecamatan Dolo Barat terkait dengan pengelolaan program PUAP

Sedangkan solusi yang ditawarkan adalah pelatihan dan pendampingan guru dalam merancang RPP dengan kompetensi inti berdasarkan tema dan sub tema.Hasil yang diperoleh

1. Agar dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang terjadi atas keberlangsungan dan perubahan Desa Kasongan menjadi sentra seni kerajinan keramik. Agar dapat

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul “Pengaruh Pendidikan kesehatan

Pengujian Black Box menunjukkan bahwa website telah berjalan dengan baik termasuk didalamnya fitur utama seperti responden dapat menonton video, responden dapat

Putri sejati Putri Indonesia Harum namanya Ibu kita Kartini Pendekar bangsa Pendekar kaumnya Untuk merdeka Wahai ibu kita Kartini Putri yang mulia. Sungguh besar cita-citanya

Gambar diatas menerangkan bahwa social media facebook menjadi jembatan dimana adanya masyarakat kecil yang risih dengan adanya busana Dolalak dengan mengangkat adanya