• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Pala - Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Secara GC-MS Pada Manisan Buah Pala (Myristica Fragrans Houtt) Dari Desa Klambir Lima Hamparan Perak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Pala - Isolasi Dan Analisis Komponen Minyak Atsiri Secara GC-MS Pada Manisan Buah Pala (Myristica Fragrans Houtt) Dari Desa Klambir Lima Hamparan Perak"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Pala

Tanaman pala adalah salah satu tanaman Indonesia terutama di daerah Banda dan sekitarnya, serta di Irian Jaya. Tidak ada data prasejarah yang dapat memastikan mulai kapan adanya tanaman pala di daerah tersebut. Yang jelas ialah, bahwa hasil tanaman pala berbentuk biji dan fuli merupakan unsure mata rantai penghubung antara Timur dan Barat sejak ratusan tahun yang telah lampau, hingga sekarang. Indonesia merupakan pemasok uama biji pala/fuli sebagai rempah-rempahan ke dunia barat yang sudah berjalan ratusan tahun, namun demikian tanaman pala bukan monopoli dari Indonesia, daerah-daerah tropis di seluruh dunia pun terdapat tanaman pala. Salah satu yang maju dengan pesatnya adalah Granada di Amerika Tengah (Rismunandar, 1990).

Kelasifikasi tanaman pala menurut Arrijani (2005) adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Magnoliales Suku : Myristicaceae Marga : Myristica

Jenis : Myristica fragrans Houtt

(2)

dan 250 spesies. Dari 15 marga tersebut, 5 marga berada di daerah tropis Amerika, 6 marga di daerah tropis Afrika dan 4 marga di daerah tropis Asia. Menurut Deinum, di Indonesia dikenal beberapa jenis pala, namun yang paling utama yakni Myristica fragrans. Jenis ini memiliki nilai eknomis yang tinggi, sehingga masyarakat banyak membudidayakan tanaman pala jenis ini, meskipun ada, namun sulit ditemukan jenis tanaman pala selain Myristica fragrans di Indonesia (Rismunandar, 1990).

Pala merupakan spesies yang sangat terkenal dari tumbuhan famili Myristicaceae. Walaupun kebanyakan dari kita hanya mengenal tumbuhan asli Pulau Banda ini sebagai rempah, bumbu masak, atau di Bogor dibuat asinan, pala juga dapat meningkatkan aktivitas mental atau yang lebih dikenal dengan bahan psikoaktif. Penyebabnya adalah aktivitas senyawa safrol terutama miristisin dan elimisin, yang terkandung pada minyak atsirinya (Agusta, 2009).

2.1.1 Pemanfaatan Buah Pala

Buah pala mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, karena selain digunakan sebagai rempah-rempah yaitu bijinya, daging buahnya dapat pula dimanfaatkan untuk dijadikan manisan, pudding, maupun sirup. Manisan buah pala merupakan salah satu jenis makanan ringan yang sudah sangat dikenal dan digemari masyarakat luas (Anonim, 1981).

(3)

mempertahankan tekstur serta menghilangkan rasa getir yang terdapat pada buah (Hasbullah, 2001).

Ada 2 macam pengolahan manisan buah, termasuk manisan buah pala, yakni buah pala basah dan buah pala kering. Manisan buah pala basah diperoleh dari penirisan buah dari larutan gula, sedangkan manisan pala kering diperoleh dari manisan pala basah yang dikeringkan (Hasbullah, 2001).

2.2. Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau minyak menguap adalah masa yang berbau khas, yang berasal dari tanaman, mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami penguraian. Minyak atsiri sering dikenal dengan nama volatile oil, ethereal oil atau Olea volatillia. Pada umumnya minyak atsiri dalam keadaan segar tidak berwarna atau berwarna pucat, bila dibiarkan akan berwarna lebih gelap, berbau sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan sukar larut dalam air (Depkes RI, 1985).

Tanaman berbau harum (mengandung minyak atsiri) mulai ditelaah lebih dalam oleh banyak ahli. Sekitar 5 abad yang lalu pembaharu bidang kedokteran asal Swiss, Philippus Aureolus Paracelcus (1493-1571) tidak menduga jika hipotesanya menjadi kunci perkembangan minyak atsiri dunia. Paracelcus merinci bahan-bahan hasil penyulingan dapat menghasilkan ekstrak penting. Ekstrak itu disebut quinta essential, selanjutnya ditabalkan sebagai intinya obat. Seperti halnya inti obat itu pula, minyak atsiri diperoleh melalui proses ekstraksi (Trubus, 2009).

(4)

Lavandula angustifolia. Selain minyak lavender, beberapa industri di Eropa ketika itu juga memproduksi minyak atsiri bernilai tinggi lain seperti minyak cengkih, minyak pala, dan minyak kayumanis (Trubus, 2009).

Minyak atsiri banyak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kemajuan teknologi di bidang minyak atsiri, maka usaha penggalian sumber-sumber minyak atsiri dan pendayagunaannya dalam kehidupan manusia semakin meningkat. Minyak atsiri banyak digunakan sebagai obat-obatan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, sebagian besar minyak atsiri diambil dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri (Sipahelut, 2010).

2.2.1 Sumber Minyak Atsiri

Sumber minyak atsiri yaitu tumbuhan yang berasal dari Lauraceae, Myrtaceae, Rutaceae, Myristicaceae, Asteraceae, Apocynaceae, Umbeliferae, Pinaceae, Rosaceae, dan Labiatae adalah tumbuhan yang sangat popular sebagai penghasil minyak atsiri. Indonesia dengan hutan tropik yang begitu luas menyimpan ribuan spesies tumbuhan, termasuk tumbuhan yang potensial sebagai penghasil minyak atsiri. Hal ini merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya yang dimiliki oleh Indonesia (Agusta, 2009).

2.2.2 Susunan Kimia Minyak Atsiri

(5)

2.3Cara Isolasi Minyak Atsiri

2.3.1 Metode Penyulingan (Distillation)

a. Penyulingan dengan air (water distillation)

Pada penyulingan ini terjadi kontak langsung antara bahan tumbuhan dengan air. Kemudian air dididihkan. Minyak atsiri akan dibawa oleh uap air yang kemudian didinginkan dengan mengalirkannya melalui pendingin. Contoh tumbuhan yang disuling dengan cara ini adalah kulit jeruk (Depkes RI, 1985).

b. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation)

Penyulingan dengan cara ini, bahan tumbuhan tidak kontak langsung dengan air. Bahan tumbuhan diletakkan diatas bagian yang berlubang-lubang, sedangkan air berada dibawah bagian berlubang-lubang tersebut. Bahan yang akan disuling hanya terkena uap dan tidak terkena air mendidih. Contoh tumbuhan yang disuling dengan cara ini antara lain daun cengkih, dan daun sirih (Depkes RI, 1985;Trubus, 2009).

c. Penyulingan dengan uap (steam distillation)

Penyulingan dengan cara ini, bahan tumbuhan dan air berada pada wadah yang berbeda. Air berada pada ketel, lalu dididihkan sehingga menghasilkan uap panas. Uap panas kemudian dialirkan menuju wadah bahan tumbuhan yang akan disuling, lalu minyak dibawa uap menuju pendingin. Contoh tumbuhan yang disuling dengan cara ini adalah daun nilam (Depkes RI, 1985;Trubus, 2009). 2.3.2 Metode Pengepresan

(6)

mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan (Depkes RI, 1985).

2.3.3 Ekstraksi dengan Pelarut Menguap

Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga. Pelarut yang umum digunakan adalah petroleum eter, karbon tetra klorida dan sebagainya. Cara ini baik dilakukan untuk mengekstraksi minyak atsiri dari bunga cempaka, bunga kenanga dan bunga lavender (Depkes RI, 1985;Trubus, 2009).

2.3.4 Ekstraksi dengan Lemak Padat (Enfleurasi)

Enfleurasi merupakan proses penyerapan minyak atsiri dengan bantuan lemak. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri dari bunga mawar dan bunga melati (Trubus, 2009).

2.4 Kromatografi Gas

(7)

untuk menjamin bahwa solute akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007). Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom disebut waktu tambat (retention time) yang diukur mulai saat penyuntikan sampel sampai saat elusi terjadi (dihasilkan puncak atau peak) (Gritter, dkk., 1991).

Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor.

2.4.1 Gas Pembawa

Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain tidak reaktif, murni dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Gas pembawa biasanya gas Helium, Nitrogen, Hidrogen atau campuran Argon dan Metana. Pemilihan gas pembawa tergantung pada penggunaan spesifik dan jenis detektor yang digunakan. Untuk setiap pemisahan, kecepatan optimum gas pembawa tergantung pada diameter kolom dan jenis gas (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.4.2 Sistem Injeksi

Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik (injection port), biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet (rubber septum). Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom, dan biasanya pada suhu 10-15oC lebih tinggi dari suhu kolom. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1991).

2.4.3 Kolom

(8)

kromatografi gas. Ada 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column) (Gandjar dan Rohman, 2009).

Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang inert yang terdapat dalam tabung yang relatif besar. Fasa diam dilapiskan atau terikat secara kovalen pada penyangga. Jenis kolom ini terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan alumunium. Panjang kolom 1-5 meter dengan diameter 1,4 mm (Gandjar dan Rohman, 2009).

Kolom kapiler berbeda dengan kolom kemas karena memiliki rongga pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa (tube) disebut juga Open Tubular Columns. Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom, ada empat jenis lapisan yaitu: WOCT (wall coated Open Tube), SCOT (Support Coated Open Tube), PLOT (Porous Layer Open Tube) dan FSOT (Fused Silica Open Tube) (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.4.4 Fase Diam

(9)

2.4.5 Suhu

Tekanan uap sangat tergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam GC. Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap (isothermal) atau pada suhu yang berubah secara terkendali (temperature programming). GC isothermal paling baik dilakukan pada analisis rutin atau jika kita mengetahui agak banyak mengenai sifat sampel yang akan dipisahkan. Pilihan awal yang baik adalah suhu berapa derajat dibawah titik didih komponen utama sampel. Pada GC suhu diprogram, suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu tertentu yang lain dengan laju yang diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu. Penaikan suhu dapat secara linear dengan laju yang kita tentukan, bertahap, isothermal yang diikuti dengan peningkatan secara linear, linear diikuti dengan isothermal, atau multilinear (laju berbeda saat berlainan) (Gritter, dkk., 1991). 2.4.6 Detektor

(10)

Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID) dewasa ini paling banyak digunakan. Prinsip pendeteksian didasarkan pada perubahan konduktivitas elektrik dari nyala hidrogen dalam wilayah elektrik bila diberikan senyawa-senyawa organik. Senyawa-senyawa organik keluar dari kolom pemisah dipirolisa, ini dikatakan sebagai fragmentasi. Selama proses oksidasi oleh oksigen yang diberikan ke dalam nyala dari luar. FID sensitif untuk semua senyawa-senyawa yang mengandung ikatan-ikatan C-C atau C-H, oleh karenanya dia dapat digunakan secara umum (De Lux Putra, 2012).

Jenis detektor yang lain adalah Thermoionic detector (TID). TID digunakan sebagai suatu detektor spesifik tinggi untuk senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor. Flame photometric detector (FPD) merupakan jenis yang paling sederhana dari detektor spektroskopik untuk indikasi selektif dari fosfor dan sulfur. Mass spectrometric detector (MSD), merupakan sambungan langsung dari suatu spectrometer massa dengan suatu kolom (De Lux Putra, 2012).

2.5 Spektrometer Massa (MS)

Pada spektrometer massa, molekul senyawa organik (sampel) ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion positif yang lebih kecil (ion fragmen). Spektrum massa merupakan grafik antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/e) (Sastrohamidjojo, 1985).

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian pengembangan ini adalah menghasilkan produk bahan ajar cetak pelengkap pembelajaran berbasis komunikasi visual bermuatan

Perubahan Fisiologis Jamur Tiram (Pleuro/us ostreatus) Segar Selama Penyimpanan Dalam Kemasan Polietilen dan Polipropilen Berperforasi2. Rijanti Rahaju Maulani

Ini dibuktikan melalui data Forbes (2015) Pada tahun 2014 penjualan online Indonesia mencapai Rp 21 Triliun.. Akan tetapi belum ada data yang menunjukkan bahwa peningkatan

Program utama PPL yang berjudul “ Pendataan GTT/GTY dan PTT/PTY TK di Kabupaten Bantul di __Bidang Pendidikan Non _Formal Dinas Pendidikan Menengah dan __Non

Flora Mangrove di pantai Sungai Gamta Distrik

Lokasi

Dari pengolahan data diketahui bahwa nilai CR pada hubungan antara variabel persepsi kualitas layanan dengan variabel kepuasan pelanggan, seperti tampak pada tabel 4.8 adalah

Analisis yang dilakukan meliputi analisis serat kasar dan selulosa rumput laut, kadar glukosa, derajat keasaman (pH), persentase selulosa terhidrolisis, total