• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi Karet (Hevea brasiliiensis) pada berbagai Ketinggian di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Inventarisasi Karet (Hevea brasiliiensis) pada berbagai Ketinggian di Sumatera Utara"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Karet (Hevea brasiliensis)

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon dengan ke

tinggiannya dapat mencapai 30-40 m. Sistem perakarannya padat/kompak akar

tunggangnya dapat menghujam tanah hingga kedalaman 1-2 m, sedangkan akar

rateralnya dapat menyebar sejauh 10 m. Batangnya bulat/silindris, kulit kayunya

halus, rata, berwarna pucat hingga kecoklatan, sedikit bergabus

(Syamsulbahri,1996).

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan Menurut Cahyono

(2010) dalam ilmu tumbuhan, tanaman karet diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub divisi : Angiospermae (biji berada dalam buah)

Kelas : Dycotyledonae (biji berkeping dua)

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiales

Genus : Hevea

Spesies : Hevea bransiliensis

Bagian-bagian karet terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji.

Secara morfologi, karakteristik bagian-bagian karet tersebut adalah sebagai

(2)

a. Akar

Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar

tunggang, akar ini mampu menampang batang tanaman yang tumbuh

tinggi dan besar.

b. Batang

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup

besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya

tumbuh lurus dan memiliki perimbangan yang tinggi di atas. Di bebrapa

perkebunan karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring

ke utara. Batang ini mengandung getah yang dikenal dengan nama Lateks

c. Daun

Daun karet berwarna hijau apabila akan rontok berubah warna menjadi

kuning atau merah. Biasanya tanaman karet mempunyai “jadwal”

kerontokan daun pada setiap musim kemarau. Dimusim rontok ini kebun

karet menjadi indah karena daun-daun karet berubah warna dan jatuh

berguguran. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai daun.

Panjang tangkai daun berukuran 3-20 cm. Panjang tangkai arakan daun

antara 3-10 cm, dan pada ujungnya terdapat kelenjar anak daun disebut

eliptis, memanjang dengan ujung meruncing. Tepinya serta dan gundul

tidak terjun.

d. Bunga

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terdapat

dalam mali payung tambahan yang jarang, pangkal tenda bunga berbentuk

(3)

bunga 4-8 mm, bunga betina berambut vil, ukurannya lebih besar sedikit

dari yang jantan yang mengandung bakal buah yang beruang tinggi.

Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga

buah. Bunga jantan mempunyai sepuluh benang sari yang tersususun

menjadi satu liang. Kepala sari terbagi dalam dua karangan, tersusun satu

lebih tinggi dari yang lain. Paling ujungnya adalah suatu bakal buah yang

tidak tumbuh sempurna.

e. Buah

Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas, masing-nasing ruangan

berbentuk wilayah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang

sampai enam ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Apabila buah sudah masak

maka akan pecah dengan sendirinya. Pecahannya terjadi dengan kuat

menurut ruang-ruangnya. Pecahan biji ini berhubungan dengan

pengembang biakan tanaman karet secara alami, biji yang terlontar

kadang-kadang sampai jatuh, maka akan tumbuh dalam lingkungan yang

medukung.

f. Biji

Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya tiga

kadang sampai enam sesuai dengan jumalah ruang. Ukuran biji besar

dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak

berpoin yang khas. Biji yang sering menjadi mainan anak-anak sebenarnya

(4)

Daerah Asal dan Penyebaran Karet

Sejak berabad-abad yang lalu, karet telah dikenal dan digunakan secara

tradisional oleh penduduk asli di daerah asalnya, yakni Brasil-Amerika Selatan.

Karet tumbuh secara liar di lembah-lembah sungai Amazone dan secara

tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam

berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakan api dan bola

untuk permainan. Akan tetapi meskipun telah diketahui penggunaannya oleh

Colombus dalam pelayarannya ke Amerika Selatan pada akhir abad ke-15 dan

bahkan oleh penjelajah-penjelajah berikutnya pada awal abad ke-16, sampai saat

itu karet masih belum menarik perhatian orang-orang Eropa (Setyamidjaja, 1995).

Tanaman karet atau Hevea brasiliensis. termasuk famili Euphorbiaceae.

Tanaman karet ini dalam beberapa bahasa, antara lain rubber (Inggris), Chauco

(Spanyol), Para-rubber (Belanda), Caoutchouc (Perancis), Kautschuk (Jerman),

Seringueira (Portugis), Karet (Indonesia) (Sianturi, 2001).

Tahun 1864 untuk pertama kalinya tanaman karet diperkenalkan di

Indonesia yang pada waktu itu masih jajahan belanda. Mula-mula karet ditanam di

Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi. Dari tanaman koleksi, karet

selanjutnya dikembangkan ke beberapa daerah sebagai tanaman perkebunan

komersil. Daerah yang pertama kali digunakan sebagai tempat uji coba

penanaman karet adalah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Jenis yang pertama

kali diujicobakan di kedua daerah tersebut adalah species Ficus elastica atau karet

rembung. Jenis karet Hevea brasiliensis baru ditanam di Sumatera bagian timur

(5)

Kesesuaian Tempat Tumbuh Pohon Karet

Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama di Brazil yang

beriklim tropis, maka karet juga cocok ditanam di daerah – daerah tropis lainnya.

Daerah tropis yang baik ditanami karet mencakup luasan antara 150 Lintang Utara

sampai 100 Lintang Selatan. Walaupun daerah itu panas, sebaiknya tetap

menyimpan kelembapan yang cukup. Suhu harian yang diinginkan tanaman karet

rata – rata 25 – 30 0C. Apabila dalam jangka waktu panjang suhu harian rata – rata

kurang dari 20 0C, maka tanaman karet tidak cocok di tanam di daerah tersebut.

Pada daerah yang suhunya terlalu tinggi, pertumbuhan tanaman karet tidak

optimal (Setiawan, 2000).

Iklim

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS

dan 150 LU. Pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai

produksinya juga terlambat. Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman karet 25 °C

sampai 35 °C dengan suhu optimal rata-rata 28 °C, dalam sehari tanaman karet

membutuhkan intensitas matahari yang cukup antara 5 sampai 7 jam

(Suhendry, 2002).

Menurut Endert (1949), dalam Djikman, (1951) tanaman karet

(Hevea brasiliensis) paling cocok ditanam pada wilayah yang mempunyai iklim

dengan kriteria bulan kering antara 0-3 dan jumlah curah hujan tahunan yang ideal

adalah 2.500-5.000 mm, maka untuk wilayah Sumatera Utara yang cocok adalah

wilayah yang mempunyai tipe iklim Schimidth-Ferguson A-B, artinya kalau

dilihat dari sisi iklim (curah hujan) hampir semua wilayah sumatera Utara cocok

(6)

Curah Hujan

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai

4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sampai dengan 150

hari/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan

berkurang.

Ketinggian Tempat

Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan

ketinggian 200 m – 400 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari

permukaan laut dan suhu harian lebih dari 30 °C, akan mengakibatkan tanaman

karet tidak dapat tumbuh dengan baik (Nazaruddin dan Paimin, 2006).

Angin

Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang

kencang dapat mengakibatkan kerusakan tanaman karet yang berasal dari

klon-klon tertentu dalam berbagai jenis tanah, baik pada tanah latosol, podsolik merah

kuning, vulkanis bahkan pada tanah gambut sekalipun (Maryadi, 2005).

Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk

penanaman karet Untuk lahan kering/darat tidak susah dalam mensiasati

penanaman karet, akan tetapi untuk lahan lebak perlu adanya trik-trik khusus

untuk mensiasati hal tersebut. Trik-trik tersebut antara lain dengan pembuatan

petak-petak guludan tanam, jarak tanam dalam barisan agar lebih diperapat.

Metode ini dipakai berguna untuk memecah terpaan angin

(7)

Tanah

Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih

mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini

disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman

karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan

sifat fisiknya (Aidi dan Daslin, 1995).

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet

baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah

vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, btekstur,

sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara

umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya

cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik.

Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 – pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0

dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya

antara lain :

- Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air

- Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir

- Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro

- Reaksi tanah dengan pH 4,5 – pH 6,5

- Kemiringan tanah < 16% dan

- Permukaan air tanah < 100 cm

(8)

Budidaya Karet

Karet cukup baik dikembangkan di daerah lahan kering beriklim basah.

Tanaman karet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan komoditas

lainnya, yaitu: (1) dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis lahan, serta

masih mampu dipanen hasilnya meskipun pada tanah yang tidak subur, (2)

mampu membentuk ekologi hutan, yang pada umumnya terdapat pada daerah

lahan kering beriklim basah, sehingga karet cukup baik untuk menanggulangi

lahan kritis, (3) dapat memberikan pendapatan harian bagi petani yang

mengusahakannya, dan (4) memiliki prospek harga yang cukup baik, karena

kebutuhan karet dunia semakin meningkat setelah China membuka pasar baru

bagi karet Indonesia (Anwar, 2001).

Delapan faktor strategis yang mempengaruhi pengembangan karet

berkelanjutan yaitu: ketersediaan teknologi, tenaga pembina, pelatihan petani,

dukungan kebijakan, luas kebun petani, ketrampilan petani, kelembagaan petani,

produksi dan produktivitas. Empat faktor strategis yaitu ketersediaan teknologi,

tenaga pembina, pelatihan petani dan dukungan kebijakan dikategorikan sebagai

faktor penentu (input) dalam sistem agribisnis karena faktor-faktor tersebut

mempunyai pengaruh yang kuat terhadap faktor lainnya, tetapi ketergantungannya

kepada faktor lain relatif lemah (Herman et al, 2009).

pengembangan usahtani karet berbasiskan sistem wanatani merupakan

salah satu upaya meningkatkan produktivitas karet rakyat dan pendapatan petani

karet. Selain pola wanatani penanaman karet juga banyak diusahakan masyarakat

(9)

Jenis-Jenis Klon Karet

Tanaman karet yang ditumbuhkan seragam di lapangan, sangat bergantung

pada penggunaan bibit hasil okulasi yang entresnya diambil dari kebun entres

yang memiliki klon yang murni. Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia sendiri

telah menghasilkan klon-klon karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil

kayu. Klonklon unggul baru generasi4 pada periode periode tahun 2006 – 2010,

yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 104, dan IRR 118. Klonklon tersebut

menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi

memiliki variasi karakter agronomi dan sifat‐sifat sekunder lainnya. Klon‐klon

lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, PR

303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260,

RRIC 100masih memungkinkan untuk dikembangkan, tetapi harus dilakukan

secara hatihati baik dalam penempatan lokasi maupun sistem pengelolaannya.

Klon GT 1 dan RRIM 600 di berbagai lokasi dilaporkan mengalami gangguan

penyakit daun Colletotrichum dan Corynespora. Sedangkan klon BPM 1, PR 255,

PR 261 memiliki masalah dengan mutu lateks sehingga pemanfaatan lateksnya

terbatas hanya cocok untuk jenis produk karet tertentu. Klon PB 260 sangat peka

terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan angin dan kemarau panjang, karena

itu pengelolaanya harus dilakukan secara tepat (Anwar, 2001).

Jenis Klon karet unggul yang dianjurkan untuk sistem pertanian karet di

daerah Sumatera dan Kalimantan adalah PB 260, AVROS 2037, RRIC 100, BPM

1 dan RRIM 600. Selain itu, BPM 24 dapat digunakan juga di Jambi. Semua jenis

klon karet tersebut memberikan hasil yang baik, pertumbuhan batang yang cepat,

(10)

tersebut mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap penyakit daun

Colletotrichum kecuali BPM 24 dan toleran terhadap penyadapan yang kasar

(Purwanto, 2001).

Pembibitan Karet

Menurut Djoehana (2004).Pembibitan tanaman karet dapat dilakukan

dengan dua cara, yaitu :

a. Secara Vegetatif

Pembibitan secara vegetatif yaitu dengan menggunakan okulasi atau

penempelan bertujuan untuk menyatukan sifat-sifat baik yang dimiliki oleh

batang bawah (stock) dengan batang atas (scion) yang ditempelkan

kepadanya. Untuk maksud tersebut, dalam pelaksanaan okulasi harus

tersedia pembibitan batang bawah dan kebun entres atau tanaman bahan

okulasi.

• Okulasi adalah penempelan mata tunas dari tanaman batang atas ke

tanaman batang bawah yang keduanya bersifat unggul. Dengan cara

ini akan terjadi penggabungan sifat-sifat baik dari dua tanaman dalam

waktu yang relatif pendek dan memperlihatkan pertumbuhan yang

seragam. Tujuan utama membuat bibit okulasi adalah agar produksi

lebih tinggi

b. Secara Generatif

Pembibitan secara generatif yaitu pembibitan yang menggunakan biji,

(11)

Produktivitas Karet Rakyat

Produktivitas adalah perbandingan antara jumlah produksi dengan luas

lahan dalam suatu kegiatan usaha tani yang dinyatakan dalam satuan kg/ha atau

ton/ha. Secara umum permasalahan utama dalam perkebunan karet rakyat adalah

produktivitas yang rendah, hanya sekitar 610 kg/ha/tahun, padahal produktivitas

perkebunan besar negara atau swasta masing-masing mencapai 1.107 kg dan1.190

kg/ha/tahun (Ditjenbut, 2002). Rendahnya produktivitas karet rakyat tersebu

tantara lain disebabkan oleh luasnya areal karet yang menggunakan bahan tanam

non unggul (seedling), dan tanaman umumnya sudah tua atau rusak sehingga

perlu diremajakan. Upaya peremajaan oleh petani dengan menerapkan teknologi

maju secara swadaya berjalan relatif lambat dan tingkat keberhasilannya rendah

karena adanya berbagai kendala, antara lain terbatasnya dana, kurangnya

ketersediaan informasi dan sumber dayamanusia yang handal, serta lemahnya

kelembagaan finansial (Supriadi et al.1999).

Perkebunan rakyat dicirikan oleh produksi yang rendah, keadaan kebun

yang kurang terawat, serta rendahnya pendapatan petani. Rendahnya produktivitas

perkebunan karet rakyat juga disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki

oleh petani, sehingga petani tidak mampu untuk menggunakan teknik-teknik

budidaya yang sesuai dengan syarat-syarat teknis yang diperlukan dan rendahnya

produksi tnaman karet juga disebabkan oleh usia pohon yang sudah sangat tua

(Soekartawi, 1995).

Untuk mengembangkan potensi dan memanfaatkan peluang jangka

panjang permintaan karet alam dunia yang akan terus tumbuh, pemerintah telah

(12)

panjang produksi karet nasional mencapai 3,80−4,00 juta ton pada tahun 2025.

Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan penggunaan klon unggul menjadi

lebihdari 85%, dengan produktivitas rata-rataminimal 1.500 kg/ha

(Badan Litbang Pertanian, 2005)

Manfaat Tanaman Karet

Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai

sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan

ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun

pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Kayu karet juga akan mempunyai

prospek yang baik sebagai sumber kayu menggantikan sumber kayu asal hutan.

Indonesia sebagai negara dengan luas areal kebun karet terbesar dan produksi

kedua terbesar di dunia (Boerhendhy et al, 2002).

Indraty (2005), menyebutkan bahwa tanaman karet juga memberikan

kontribusi yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian

lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu penting mengingat kondisi sebagian besar

hutan alam makin memprihatinkan. Pada tanaman karet, energi yang dihasilkan

seperti oksigen, kayu, dan biomassa dapat digunakan untuk mendukung fungsi

perbaikan lingkungan seperti rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir,

pengaturan tata guna air bagi tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan

bebas polusi. Pada daerah kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan

(13)

Gambaran Umum Sumatera Utara

Kondisi Geografis

Provinsi Sumatera Utara terletak di antara 10-40 Lintang Utara dan

980-1000 Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi Sumatera Utara mencapai 71.680,68

km2 atau 3,72% dari luas Wilayah Republik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara

memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat.

Batas wilayah Provinsi Sumatera Utara meliputi Provinsi Aceh di sebelah Utara,

Provinsi Riau dan Sumatera Barat di sebelah Selatan, Samudera Hindia di sebelah

Barat, serta Selat Malaka di sebelah Timur. Letak geografis Provinsi Sumatera

Utara berada pada jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat

dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Topografis

Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan

dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur di tengah-tengah

dari Utara ke Selatan. Kemiringan tanah antara 0-12% seluas 65,51% seluas

8,64% dan di atas 40% seluas 24,28%, sedangkan luas Wilayah Danau Toba

112.920 ha atau 1,57%.

Berdasarkan topografinya, Sumatera Utara dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu

bagian Timur dengan keadaan relatif datar, bagian tengah bergelombang sampai

berbukit dan bagian Barat merupakan dataran bergelombang. Wilayah Pantai

Timur yang merupakan dataran rendah seluas 24.921,99 km2 atau 34,77% dari

luas wilayah Sumatera Utara adalah daerah yang subur, kelembaban tinggi dengan

curah hujan relatif tinggi pula. Wilayah ini memiliki potensi ekonomi yang tinggi

(14)

dan dataran tinggi. Banjir juga sering melanda wilayah tersebut akibat

berkurangnya pelestarian hutan, erosi dan pendangkalan sungai. Pada musim

kemarau terjadi pula kekurangan persediaan air disebabkan kondisi hutan yang

kritis.

Wilayah dataran tinggi dan wilayah Pantai Barat seluas 46.758,69 km2

atau 65,23% dari luas wilayah Sumatera Utara, yang sebagian besar merupakan

pegunungan, memiliki variasi dalam tingkat kesuburan tanah, iklim, topografi dan

kontur serta daerah yang struktur tanahnya labil. Beberapa danau, sungai, air

terjun dan gunung berapi dijumpai di wilayah ini serta sebagian wilayahnya

tercatat sebagai daerah gempa tektonik dan vulkanik.

Iklim

Iklim di Sumatera Utara termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh

angin Passat danangin Muson. Kelembaban udara rata-rata 78%-91%, curah hujan

(800-4000) mm/ tahun dan penyinaran matahari 43%.

Batas Administrasi

Wilayah Sumatera Utara berada pada jalur perdagangan internasional,

dekat dengan dua negara Asean, yaitu Malaysia dan Singapura serta diapit oleh 3

(tiga) provinsi, dengan batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh

- Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera

Barat

(15)

Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan

Seiring dengan laju perkembangan pemekaran wilayah kabupaten/kota di

wilayah Sumatera Utara yang begitu pesat, sampai tahun 2008 jumlah

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara telah bertambah jumlahnya menjadi 28

kabupaten/kota yang terdiri dari 21 kabupaten dan7 kota, 383 kecamatan, desa

kelurahan 5736 dengan ibukota provinsinya di Kota Medan dengan luas 265 km2

Referensi

Dokumen terkait

5umlah sekolah yang mendapat promosi kesehatan dibagi jumlah seluruh sekolah disatu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama dikali 1##G 1##G b&amp;

Peningkatan tekanan perfusi ini selain meningkatkan aliran koronaria juga bermanfaat membuka kolateral sehingga gangguan pasokan darah ke kawasan miokard yang terjadi

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta (RSUD) Kota Yogyakarta yang merupakan rumah sakit milik Pemerintah Kota Yogyakarta dengan klasifikasi RS Tipe B

Setelah dilakukannya proses eksperimen warna, maka dilakukan proses eksplorasi multilayer pada kulit kayu Saeh dan Lantung yang telah diberi warna dengan menggunakan teknik

Pedagang tingkat kabupaten (supra lokal) bertindak sebagai bapak buah (Patron) dan pedagang pengumpul di pasar nagari bertindak sebagai anak buah (klien), yang

Petani kopi di desa Cimarias membentuk kelompok tani Ciseda dengan anggota 56 orang, luas areal penanaman 14 ha, jumlah tanaman kopi berkisar 15 ribu pohon dengan

Timbal dalam Batubara yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan terjadinya hipertensi karena langsung mempengaruhi sistem peredaran darah, sehingga penelitian ini

Segala hormat, puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan yang telah diberikan kepada kami, sehingga skripsi kami yang