BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Epilepsi merupakan salah satu gangguan yang paling umum
dari sistem saraf. Prevalensi epilepsi diperkirakan lebih dari dua
juta kasus di Amerika Serikat dan ada sekitar enam juta orang yang
menderita epilepsi di India dengan tingkat prevalensi 9/1000. Pada
kebanyakan studi, tingkat prevalensi terletak antara 4 dan 10 per
1000 penduduk (P Kumar, 2008).
Di Amerika Serikat, sekitar 100.000 kasus baru dengan
diagnosa epilepsi. Di Inggris, antara 1 dari 140 dan 1 dari 200
orang (setidaknya 300.000 orang) saat ini sedang dirawat karena
epilepsi. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa antara 70% dan
80% epilepsi akan masuk ke remisi, sedangkan pasien yang
tersisa terus mengalami kejang dan refrakter terhadap pengobatan
dengan terapi yang tersedia (Khot SS, dkk, 2010).
Perubahan keadaan akibat dari hasil hypersynchronous abnormal dan berlebihan yang terjadi pada sekelompok neuron
epileptik di otak. Menurut Epilepsi Kanada, epilepsi mempengaruhi
sekitar 0,6% dari populasi Kanada. Lebih khusus lagi, epilepsi
tahun, 0,6% dari anak-anak antara usia 12-14 tahun, dan 0,6% dari
remaja antara usia 16-24 tahun (Cheng LS, dkk 2010).
Berapa banyak pasien epilepsi di Indonesia, sampai
sekarang belum tersedia data hasil dari studi berbasis populasi.
Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain dengan tingkat
ekonomi sejajar, probabilitas penyandang epilepsi di Indonesia
sekitar 0,7-1,0% dan bila jumlah penduduk Indonesia sekitar 220
juta maka sekitar 1,5-2 juta orang kemungkinan mengidap epilepsi
dan kasus baru sekitar 250.000 pertahun (Hawari, 2012).
Hati adalah organ utama untuk metabolisme dan eliminasi
pada banyak obat antiepilepsi (AED) dan dengan demikian subjek
bisa terkena drug-induced toxicity. Ada berbagai macam reaksi hepatotoksik, dari elevasi ringan dan sementara enzim hati sampai
kegagalan hati yang fatal (Husein RRS, dkk 2012).
Beberapa penulis telah melaporkan bahwa beberapa obat
antiepilepsi, terutama fenitoin, fenobarbital, dan karbamazepin,
dapat meningkatkan konsentrasi High-Density Lipoprotein-C (HDL-C), efek ini telah dikaitkan dengan aktivitas enzim hati yang
dinduksi obat ini. Penelitian lain telah menyarankan bahwa
pengobatan dengan karbamazepin mengarah kepada kenaikan
jangka panjang semua fraksi kolesterol atau pengobatan jangka
menyebabkan peningkatan kadar Total Cholesterol (TC) tetapi tidak
pada HDL-C (Yilmaz E dkk, 2001).
Pada penelitian yang dilakukan Suzanne Bramswig dkk,
2003 pengobatan karbamazepin (CBZ) menyebabkan perubahan
yang signifikan pada Lipoprotein( Lp) (a) serta fraksi lipoprotein lain
(total dan low-density lipoprotein (LDL)-cholesterol,trigliserida).
Konsentrasi Lp (a) meningkat secara signifikan dengan median
(kisaran) dari 14,0 (1,0-75) mg / dl sebelumnya dibandingkan 19,8
(1,0-103) mg / dl selama administrasi obat (p <0,001). Kadar
kolesterol total dan LDL kolesterol masing-masing signifikan
meningkat dari 190 ± 30-209 ± 25 mg / dl (p <0,006) dan dari 126 ±
27-142 ± 25 mg / dl (p <0,011). Selain itu, peningkatan yang
signifikan dalam konsentrasi trigliserida (TG) yang diamati (95 ± 39
vs 107 ± 37 mg / dl, p <0,025), sedangkan kolesterol HDL tetap
tidak berubah (45 ± 8 vs 45 ± 7 mg / dl).
Pada penelitian Nikolaos T dkk, 2004 rata-rata kadar serum
TC secara signifikan lebih tinggi (p <0,001) pada kelompok yang
mendapat CBZ daripada kontrol. Rata-rata kadar serum TC juga
lebih tinggi, tapi tidak signifikan pada kelompok yang menerima
fenitoin (PHT) atau fenobarbital (PB). Rata-rata kadar serum TC
secara signifikan lebih rendah (p <0,05) pada kelompok yang
mendapat asam valproat (VA). Pada kelompok yang menerima
sedangkan pada kelompok yang menerima PB atau PHT
non-signifikan lebih tinggi dan non-non-signifikan lebih rendah pada
kelompok yang menerima VA. Mean kadar serum LDL-C secara
signifikan lebih tinggi (p<0,05) pada kelompok pasien yang
menerima CBZ atau PHT, non-signifikan lebih tinggi pada kelompok
yang mendapat PB, dan non-signifikan lebih rendah pada kelompok
pasien yang menerima VA. Rata-rata serum TG tidak signifikan
lebih tinggi pada kelompok pasien kecuali yang menerima VA
yang memiliki kadar serum rendah TG dibandingkan dengan
kontrol.
Pada penelitian EL Masri R dkk, 2013 pasien epilepsi yang
menerima VA menunjukkan peningkatan signifikan yang tinggi
secara statistik antara kasus dan kelompok kontrol dalam tingkat
Aspartate aminotransferase (AST)) (p <0,01), sedangkan tidak ada perbedaan signifikan dengan Alanine aminotransferase (ALT), Alkaline phosphatase (ALP), tingkat Gamma glutamyltransferase (GGT) dan Total bilirubin (TB), Direct bilirubin (DB), urea, kreatinin
dan konsentrasi asam urat dibandingkan dengan kontrol.
Pada penelitian Aggarwal A dkk, 2004 melakukan penelitian
untuk melihat efek karbamazepin terhadap fungsi hati dan profil
lipid dijumpai hasil signifikan meningkat pada kadar TC,LDL-C and
HDL-C dibandingkan dengan kontrol (P <0.001). Juga peningkatan
Bagaimanapun kadar very low-density lipoprotein (VLDL), TG, LDL/HDL, TC/HDL, totalbilirubin dan SGPT tidak signifikan.
Pada penelitian Hussein RRS dkk, 2012 dijumpai perbedaan
yang signifikan pada grup yang mengkonsumsi karbamazepin
(p=0,048) dan asam valproat (p=0,027) tetapi tidak signifikan yang
mengkonsumsi phenitoin (p=0,484) terhadap kadar dari AST,
hanya pada kadar ALP yang menkonsumsi karbamazepin yang
signifikan dengan p=0,029, sedangkan pada kadar ALT semuanya
tidak ada yang signifikan.
Pada penelitian Dewan P dkk, yang dilakukan pada anak
rata-rata kolesterol pada anak yang mendapat fenitoin 15.9% lebih
tinggi dibandingkan anak yang mendapat asam valproat yang
rata-rata TC lebih tinggi 5.5% dibanding kontrol . Anak yang mendapat
fenitoin lebih tinggi rata-rata kadar HDL-Cdan LDL-C dibandingkan
kontrol dan grup VA. Kadar TC, TC/HDL-C dan HDL-C/TC
sebanding pada ketiga grup. Korelasi yang signifikan secara
statistik diperoleh antara dosis fenitoin dan kadar serum TG ( r =
0,54, P < 0,001 ) serta kadar VLDL-C ( r = 0,55 , P < 0,001 ). Tidak
ada korelasi antara durasi pengobatan fenitoin dan fraksi serum
lipid. Proporsi masing-masing anak dengan serum TC yang
abnormal ( ≥ 200 mg / dL ) dan HDL ( ≥ 35 mg / dL ), secara
signifikan lebih tinggi pada kelompok fenitoin dibandingkan dengan
1,6-43,3 ), dan 18/25 vs 10/25 ( P = 0,012, OR = 4,4 , 95 % CI =
1,3-14,1). Tingkat serum alkali fosfatase pada anak-anak dalam
kelompok fenitoin secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok
kontrol ( P = 0,03 ).
Pada penelitian Yilma dkk, 2001 yang dilakukan pada anak
dijumpai karbamazepin peningkatan kadar yang signifikan
Trigliserida, total kolesterol, HDL, LDL setelah mengkonsumsi
setelah 3 bulan dengan p<0,05, pada fenobarbital dijumpai hanya
meningkat pada kadar trigliserida setelah mengkonsumsi 3 bulan,
sedangkan asam valproat tidak dijumpai peningkatan yang
signifikan baik setelah 3 bulan dan setelah 1 tahun.
I.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti
telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah efek pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi
terhadap kadar tes fungsi hati dan profil lipid pada pasien
epilepsi?
I.3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan :
I.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efek pemakaian jangka panjang obat anti
hati dan profil lipid pada pasien epilepsi di RSUP H.Adam
Malik dan jejaring.
I.3.2. Tujuan Khusus
I.3.2.1.Untuk mengetahui efek pemakaian jangka panjang obat anti
epilepsi monoterapi dan politerapi tehadap kadar tes fungsi
hati pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik dan
jejaring.
I.3.2.2.Untuk mengetahui efek pemakaian jangka panjang obat anti
epilepsi monoterapi dan politerapi terhadap kadar profil lipid
pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik dan jejaring.
I.3.2.3.Untuk mengetahui efek pamakaian jangka panjang dosis
obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi terhadap kadar
tes fungsi hati pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik
dan jejaring.
I.3.2.4.Untuk mengetahui efek pemakaian jangka panjang dosis
obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi terhadap kadar
profil lipid pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik dan
jejaring.
I.3.2.5.Untuk mengetahui efek pemakaian jangka panjang durasi
obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi terhadap kadar
tes fungsi hati pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam
I.3.2.6.Untuk mengetahui efek pemakaian jangka panjang durasi
obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi terhadap kadar
profil lipid pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik dan
jejaring.
I.3.2.7.Untuk mengetahui karakteristik demografi, variabel obat anti
epilepsi pada pasien epilepsi di RSUP H. Adam Malik dan
jejaring.
I.4. HIPOTESA
I.4.1.Terdapat efek antara pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi dengan fungsi hati
I.4.2.Terdapat efek antara pemakaian jangka panjang obat anti epilepsi monoterapi dan politerapi dengan profil lipid
I.5. MANFAAT PENELITIAN
I.5.1.Manfaat penelitian untuk ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara
keilmuwan tentang efek jangka panjang obat anti epilepsi terhadap
tes fungsi hati dan profil lipid pada pasien epilepsi, sehingga
diperlukan pemeriksaan tes fungsi hati dan profil lipid secara
I.5.2. Manfaat penelitian untuk penelitian
Penelitin ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk penelitian
penelitian selanjutnya tentang efek pemakaian jangka panjang obat
anti epilepsi terhadap tes fungsi hati dan profil lipid
I.5.3. Manfaat untuk masyarakat
Dengan mengetahui adanya efek jangka panjang obat anti epilepsi
dengan tes fungsi hati dan profil lipid bisa menjadi dasar
pertimbangan dalam pemilihan obat anti epilepsi dan efek samping
yang dapat ditimbulkannya sehingga pengobatan menjadi lebih