PENGARUH
KUMULATIF
ASAP
ROKOK
DAN
STRES
TERHADAP PENINGKATAN KADAR HORMON KORTISOL
MENCIT
Sumintarti S
Laboratorium Biologi Oral
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
Abstract
The aim of this study was to know the cumulative effect of cigarette smoke and stress to the Cortisol hormone increasing of mice. The Observe was done to 36 male mices BALB/C, that were separated into 4 groups which consist of 9 mices per group, that groups were control group, cigarette smoke group, electric foot shock group
-and combine of cigarette smoke -and electicfoot shock stress group. After they were given repeating and increasing dose stressor during seven days, Cortisol hormone of mices were measured. The result of this study showed that combine of cigarette smoke and electric foot shock stress group had increasing of Cortisol hormone was higher as significant difference (p<0.05) than control groups, cigarette smoke groups and electric foot shock group. Conclusion showed the cumulative effect of cigarette smoke stressor and electric foot shock stress more increasing Cortisol hormone of mice.
Keyword: Cigarette smoke, electric foot shock stress, Cortisol
PENDAHULUAN
Asap rokok mengandung bahan-bahan kimia lebih dari pada 4000
dihubungkan dengan kandungan asap rokok yang terdiri dari begitu banyak bahan kimia termasuk beberapa yang aktif secara farmakologik antigenik, sitotoksik, mutagenik dan karsinogenik.1,2
Berbagai hasil penelitian ilmiah baik secara pengaruh negatif, terutama pengaruh nikotin semakin dirasakan pada perokok tersebut. Kebutuhan akan nikotin yang merupakan salah satu komponen dalam asap rokok, diperkirakan yang menjadi penyebab dari kebiasaan merokok.5 Bermacam-macam penyakit dapat ditimbulkan oleh kebiasaan merokok, dan yang bertanggung jawab terhadap ketergantungan pada rokok adalah nikotin yang terdapat dalam tembakau.2-6 Nikotin dapat menyebabkan aktivasi neurohormonal yang mengakibatkan pelepasan hormon antara lain ACTH dan kortisol. Stresor fisik dan psikik yang diterima tubuh akan menyebabkan hyphotalamus-hipofisis anterior mensekresi ACTH. Sekresi ACTH dapat merangsang korteks adrenal mensekresi kortisol.Secara umum
sekresi ACTH dan kortisol ke dalam darah dikenal sebagai indikator stres tubuh.7" Pada keadaan stres terjadi peningkatan kortisol, demikian pula pemberian nikotin melalui merokok dapat meningkatkan hormon kortisol dalam darah. Akibat peningkatan kortisol ini akan menyebabkan penekanan respon imun atau penurunan ketahanan tubuh, sehingga terjadi kerentanan terhadap infeksi, kanker dan penyakit otoimun.2,6
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kumulatif asap rokok dan stres electric foot shock terhadap peningkatan kadar hormon kortisol mencit.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Dalam penelitian ini binatang percobaan yang digunakan adalah mencit jantan galur BALB/C umur 2-4 bulan.Sebanyak 9 ekor untuk masing-masing kelompok yang terdiri dari kelompok kontrol.
stresor asap rokok, stres electric foot shock dan kelompok perlakuan gabungan asap rokok dan stres electric foot shock. Sebelum digunakan untuk pengujian, mencit tersebut selama satu minggu di adaptasikan untuk hidup bersama-sama satu kandang. Kalau ada mencit yang bersifat agfesif, segera diganti dengan yang baru, sampai didapatkan mencit yang hidup rukun dalam kurungan.
Selama perlakuan bahan makanan yang dikonsumsi oleh binatang percobaan berupa pelet butiran BR 1 CP 511.Minuman yang diberikan untuk mencit adalah aqua. Pemberian perlakuan stresor asap rokok dengan alat yang dibuat menyerupai proses orang merokok terdiri dari motor sebagai penggerak pengisap rokok, pengisap rokok. saluran pengisap dan selang penyalur asap rokok ke kandang perlakuan. Pemaparan dilakukan selama 20 detik dengan interval 1 menit dan diulang sebanyak 5 kali kemudian diberi udara segar. Rata-rata waktu pemaparan dalam kandang 5-6 menit.Hari pertama
buli-buli dan penyakit jantung koroner.3-4 Pada umumnya orang merokok dengan alasan untuk menghilangkan stres, maka
semakin stres seseorang akan cenderung lebih banyak lagi rokok yang dihisap sehingga
Tabel 1. Perbandingan kadar hormon kortisol masing-masing kelompokperlakuan dankelompok kontrol.
No. Perbandingan Kelompok Rerata SB P 1. Kelompok kontrol 3.65 0.41
Kelompok asap rokok 6.87 0.56 0.000 2. Kelompok kontrol 3.65 0.41
Kelompok stres electric foot shock 5.26 0.62 0.000 3. Kelompok kontrol 3.65 0.41
Kelompok gabungan 8.14 0.81 0.000 Tabel 2. Perbandingan kadar kortisol antara perlakuan asap rokok dengan
kelompokGabungan
No. Perbandingan Kelompok Rerata SB P 1. Kelompok asap rokok 6.87 0.56
Kelompok stres electric foot shock 5.26 0.62 0.000 Kelompok gabungan 8.14 0.81
Kelompok asap rokok 6.87 0.56 0.000 Kelompok gabungan 8.14 0.81
Kelompok stres electric foot shock 5.26 0.62 0.002
dengan interval 4 menit untuk tiap sesion. Kandang percoba-an yang digunakan berukuran 30x22.5x15 cm.
Pemberian perlakuan selama tujuh hari dengan dosis pemberian perlakuan yang meningkat setiap
peningkatan kadar hormon kortisol mencit digunakan uji Manova.
HASIL
Dari hasil penelitian di dapatkan perbedaan pengaruh ketiga kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terhadap peningkatan kadar hormon kortisol dan signifikansi perbedaannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Hasil perhitungan pada kelompok perlakuan asap rokok, stres electric foot shock dan kelompok gabungan asap rokok dan stres electric foot shock diperoleh kadar kortisol yang lebih tinggi dari pada kelompok kontrol.
Dari hasil perhitungan statistik menunjukan bahwa kadar hormon kortisol pada kelompok gabungan menunjukkan peningkatan kadar hormon kortisol yang lebih tinggi secara bermakna (p<0.05) dari pada kelompok asap rokok dan kelompok stres electric foot shock
PEMBAHASAN
Stres adalah istilah yang biasanya
dihubungkan dengan perubahan fisik atau psikologik yang dapat mengganggu keseimbangan atau homeostasis.8 Stres digunakan juga untuk menggambarkan respon emosional dan biologik terhadap situasi yang mengancam.9 Kejadian apa saja yang dapat mengakibatkan peningkatan sekresi kortisol disebut stres.10,11
Pemberian rangsang fisik yang berulang pada sistem tubuh akan menyebabkan proses adaptasi yang mencerminkan peningkatan kemampuan fungsional. Tetapi jika besarnya rangsang tidak cukup untuk proses pembebanan tubuh, maka tidak akan terjadi proses adaptasi, sebabnya bila rangsang terlalu besar yang tidak dapat ditoleransi oleh tubuh akan mengganggu keadaan homeostasis pada sistem tubuh. Beban rangsang fisik yang demikian itu dinamakan stresor.
reseptor nikotinik menyebabkan aktivasi beberapa jalur neurohu-moral yang akan mengakibatkan pelepasan asetilkolin, norepi-nefrin, dopamin, serotonin, vasopresin, hormon pertumbuhan (GH) dan ACTH." Melalui nikotin dapat meningkatkan hormon kortisol dalam darah yang akan menekan respon imun. Nikotin dapat menye-babkan imunosupresif akibat dari pengaruh langsung pada limposit atau pengaruh tidak langsung melalui sistem neuroendokrin atau keduanya.2 Stres electric foot shock berupa stres fisik yang dapat menimbulkan pelepasan IL-1 di dalam otak yang selanjutnya merangsang CRH (Corticotropin Releasing Hormon) akan mengaktifkan hipofise untuk mengeluarkan ACTH, selanjutnya ACTH akan memacu korteks adrenal untuk menghasilkan kortisol.13 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kombinasi stres psikologik dan merokok menimbulkan efek aditif pada pelepasan kortisol.14
Peningkatan hormon kortisol
akibat ber-bagai stresor pada akhirnya akan menyebabkan imunosupresif. Bilamana stresor diperpanjang dan berat akan menimbulkan perubahan-perubahan fisiologik seperti yang digambarkan oleh Hans Selye bahwa bentuk respon adaptasi tubuh dapat berupa fenomena General Adaptation Syndrome (GAS), yang mendasari konsep respon fisiologis tubuh terhadap stres. Respon GAS meliputi tiga tahap yaitu, tahap shock (the alarm reaction), tahap adaptasi dan tahap kelelahan. Pada tahap kelelahan dibawah kondisi tertentu dapat terjadi gangguan-gangguan fisik yang kemudian stres dapat menyebabkan penyakit.13,15
kelompok asap rokok dan stres electric foot shock terdapat perbedaan peningkatan kadar hormon kortisol yang bermakna (p<0.05). Dalam hal ini tampaknya mencit lebih sensitif terhadap stresor asap rokok sehingga didapatkan kadar hormon kortisol yang lebih tinggi secara bermakna dari pada kelompok stres electric foot shock. Kelompok gabungan asap rokok dan stres electric foot shock menunjukan peningkatan kadar hormon kortisol yang lebih tinggi secara bermakna (p<0.05) dari pada kelompok asap rokok atau kelompok stres electric foot shock. Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa gabungan dua stresor akan menghasilkan efek aditif dalam pelepasan hormon kortisol.
KESIMPULAN
Pengaruh pemberian stresor mengakibatkan sekresi hormon kortisol dan menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan kelompok kontrol. Pemberian gabungan stresor asap rokok dan stres electric foot shock
menyebabkan efek aditif dalam peningkatan sekresi hormon kortisol. Sehingga gabungan dua stresor secara kumulatif lebih meningkatkan kadar hormonkortisol. Peningkatan hormon kortisol akibat berbagai stresor pada akhirnya akan menyebabkan imunosupresif dan hal ini merupakan faktor yang penting dalam perkembangan penyakit-penyakit keganasan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Palfai, T., and Jankiewicz, H., 1991. Drug ang Human Behavior. Syracuse University. Wm.C Brown Publisher, pp. 358.
2. Holbrook, J.H., 1994. Nicotine Addiction in Harrisons's Principles of Internal Medicine 13th edition, pp 2433-2437. 3. Suroso, S.J., 1984. Merokok
dan Kesehatan di Indonesia pada Lokakarya Merokok dan Kesehatan Jakarta, September. 4. Soedoko, R. dan Asmino, 1987.
Dampak
dan kehidupan.
5. Parrot, A.C., 1999. Does Cigarette Smoking Cause Stress?, APA Journal October Vol.54, No. 10,817-820.- - e 6. Henningfield, J.E., Schub, L.M.
and Jarvik, M.E., 1995. Pathophysiology of Tobacco Dependence. In (Bloom, F.E., and Kupfer, D.J., eds.). Psychoparmacology the fourth Generation of Progress, New York, Reven Press. Pp 1715-1727.
7. Fricchione, G.L., and Stephano, G.B., 1994. Stress Response Antoimmunoregulation. Adv.-Neuroimmunol, 4(1): 13-27. 8. Akil, H.A., and Morano, M.I.,
1995. Stres. In (Bloom, F.E., and Kupfer, D.J., eds.) Psycho-pharmacoligy the Fourth Generation of Progress. New York: Reven Press, pp. 773-785. imrx
9. Riley, V., 1981. Psychoneuroendocrine Influ-ences on Immunocompetence and Neoplasia.
10. Science, 212. 5th June :
1100-1109.
11. Sigal, L.H.. 1994. Immunology and Inflammation Basic Mechanicsms and Clinical Consequences : 470-471. 12. Vander, A.J., Sherman, J.H.,
Luciano, D.S.,
13. 1994. Human Physiology, 6th edition, New York. Mc-Graw Hill Book Co., pp. 751 -754.
14. Pomerleau, O.F., 1992. Nicotine and The Central Nervous Systems: Biobehavioral ef fects of cigarette smoking. Am J Med. 93 (Suppll A); 2S - 7S. 15. Sopori, M.L..and Kozak, W.,
1998.Immunomodulatory effects of cigarette smoke. Jurnal Neuroimmunol, 83 (1-2) :148-156.
16. Blalock, J.E., 1994. The Syntax of Immune Neuroendocrine
Communication, Immunology Today Vol. 15 No. 11. pp 503-552.
Smoking, Ciba Faund. Symp 152 :225- 235.
18. McManus, I.C., 1992. Physiologi In Medicine, Butterworth - Heinemann Ltd., London. Pp. 193-207;
225-232.