• Tidak ada hasil yang ditemukan

CALK 1 Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "CALK 1 Tahun 2013"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan

Laporan Keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumberdaya. Laporan Keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

Tujuan Laporan Keuangan Pemerintah disusun untuk menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:

a. menyajikan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran;

b. menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan; c. menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam

kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai;

d. menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan masyarakat;

e. menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman;

f. menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan Pemerintah Daerah, mengenai kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan pemerintah daerah menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas dana, dan arus kas pemerintah daerah.

1.2. Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Keuangan Pemerintah Daerah. Landasan hukum penyusunan Laporan Keuangan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta:

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ;

(2)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

2

e. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta;

f. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; g. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; h. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah;

i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

j. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007 Nomor 4) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008 Nomor 11); k. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2012 tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 Nomor 10);

l. Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarya Tahun 2013 Nomor 9);

m. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2013 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 Nomor 9);

n. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 44 Tahun 2009 tentang Kebijakan Akuntansi jo. Peraturan Gubernur Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Gubernur Nomor 44 Tahun 2009 tentang Kebijakan Akuntnansi.

o. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 22.2 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Barang Persediaan (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010 Nomor 22.2);

p. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 13 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 42 Tahun 2010 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011 Nomor 13); q. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 37 Tahun 2011 tentang

Pedoman Kapitalisasi Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2011 Nomor 37);

r. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 52 Tahun 2011 tentang Verifikasi, Klasifikasi dan Penilaian Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 tanggal 30 November 2011);

(3)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

3

Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 Nomor 78);

t. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 56 Tahun 2013 tentang Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 Nomor 56);

u. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 57 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 Nomor 57);

v. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 58 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Dana Keistimewaan (Lembaran Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013 Nomor 58).

1.3. Sistematika Penulisan Catatan atas Laporan Keuangan

Sistematika Penulisan Catatan atas Laporan Keuangan adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

1.1. Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan 1.2. Landasan Hukum Penyusunan Laporan Keuangan 1.3. Sistematika Penulisan Catatan atas Laporan Keuangan

Bab II Ekonomi Makro, Kebijakan Keuangan dan Pencapaian Target Kinerja APBD 2.1. Ekonomi Makro

2.2. Kebijakan Umum Pengelolaan Keuangan 2.3. Indikator Pencapaian Target Kinerja APBD Bab III Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan

3.1. Ikhtisar Realisasi Pencapaian Target Kinerja Keuangan Bab IV Kebijakan Akuntansi

4.1. Entitas Akuntansi/Pelaporan Keuangan Daerah

4.2. Basis Akuntansi yang mendasari Penyusunan Laporan Keuangan 4.3. Basis Pengukuran yang mendasari Penyusunan Laporan Keuangan

4.4. Penerapan Kebijakan Akuntansi Berkaitan Dengan Kententuan Yang Ada Dalam SAP pada SKPD

Bab V Penjelasan Pos-Pos Laporan Keuangan

5.1. Rincian dan Penjelasan Pos-Pos Pelaporan Keuangan 5.1.1.Pendapatan

5.1.2.Belanja dran Transfer 5.1.3.Pembiayaan Netto 5.1.4.Aset

5.1.5.Kewajiban 5.1.6.Ekuitas Dana

(4)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

4 BAB II

EKONOMI MAKRO, KEBIJAKAN KEUANGAN DAN PENCAPAIAN TARGET KINERJA APBD

2.1. Ekonomi Makro a. Visi Jangka Panjang

Visi pembangunan DIY yang akan dicapai dua puluh tahun mendatang adalah Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tahun 2025 sebagai Pusat Pendidikan, Budaya dan Daerah Tujuan Wisata Terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan Masyarakat yang Maju, Mandiri dan Sejahtera.

Filosofi yang mendasari pembangunan daerah DIY adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk mewujudkan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya. Hakekat budaya adalah hasil cipta, karsa dan rasa, yang diyakini masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan bermanfaat. Demikian pula budaya Jawa, yang diyakini oleh masyarakat DIY sebagai salah satu acuan dalam hidup bermasyarakat, baik ke dalam maupun ke luar. Ini berarti bahwa budaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat gemah ripah loh jinawi, ayom, ayem, tata, titi, tentrem, kerta raharja. Dengan kata lain, budaya tersebut akan bermuara pada kehidupan masyarakat yang penuh dengan kedamaian, baik ke dalam maupun ke luar.

Enam nilai dasar budaya (Hamemayu Hayuning Bawana, Sangkan Paraning Dumadi, Manunggaling Kawula Gusti, Tahta Untuk Rakyat, Golong-Gilig Sawiji Greget Sengguh Ora Mingkuh, Catur Gatra Tunggal dengan Sumbu Tugu-Krapyak, dan Pathok Negara) dalam konteks keistimewaan Yogyakarta didudukkan sebagai nilai rujukan deskriptif dan preskriptif, yang selanjutnya dijabarkan sebagai pemandu gerak nyata kehidupan di Yogyakarta.

Konsep Hamemayu Hayuning Bawana bermakna sangat luas, karena Bawana sendiri dipahami sebagai yang tangible dan intangible serta sebagai bawana alit dan bawana ageng. Dalam pemahaman seperti itu, maka konsep ini memiliki kapasitas luas menjadi rujukan hidup bermasyarakat baik bagi lingkungan keluarga, masyarakat maupun lingkungan yang lebih luas (negara). Konsep ini mengandung makna adanya kewajiban untuk melindungi, memelihara, serta membina keselamatan dunia dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi maupun kelompok.

Konsep Sangkan Paraning Dumadi berawal dari keyakinan bahwa Tuhan ialah asal-muasal dan tempat kembali segala sesuatu (sangkan paraning dumadi). Dunia yang tergelar dengan seluruh isinya termasuk manusia berasal dari Tuhan dan kelak akan kembali kepada Tuhan

(5)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

5

Dunia dengan segala isinya yang diciptakan Tuhan ini beraneka rupa wujudnya dan berjenjang-jenjang derajatnya. Namun demikian semua tertata dan terkait satu sama lain secara selaras, serasi, dan seimbang (harmonis). Masing-masing unsur atau komponen memiliki peran dan fungsi yang telah ditentukan secara kodrati oleh Tuhan, sehingga apabila terjadi ketidaktepatan posisi atau ketidaktepatan fungsi atas salah satu unsur atau komponen, maka terjadilah kekacauan (disharmoni). Kekacauan pada satu satuan kenyataan (unit realitas) akan mengguncangkan seluruh tatanan alam semesta (kosmos). Manunggaling Tuhan dengan Manusia akan mengakibatkan ketentraman.

Konsep ini menjadi inspirasi Manunggaling Kawula lan Gusti yang berdimensi vertikal dan horizontal. Manunggaling Kawula Gusti dapat dimaknai dari sisi kepemimpinan yang merakyat dan disisi lain dapat dimaknai sebagai piwulang simbol ketataruangan.

Manunggaling Kawula Gusti memberikan pengertian bahwa manusia secara sadar harus mengedepankan niat baik secara tulus ikhlas dalam kehidupannya. Dalam hal kepemimpinan, makna Manunggaling Kawula Gusti adalah mampu memahami dan sadar kapan kita memimpin dan kapan kita dipimpin. Ketika memimpin harus mementingkan kepentingan yang dipimpin, sedang pada saat dipimpin mengikuti kepemimpinan sang pemimpin.

Konsep Tahta Untuk Rakyat dari segi maknanya tidak dapat dipisahkan dari konsep

Manunggaling Kawula Gusti, karena pada hakekatnya keduanya menyandang semangat yang sama, yakni semangat keberpihakan, kebersamaan dan kemenyatuan antara penguasa dan rakyat, antara Kraton dan Rakyat. Sri Sultan HB X meneguhkan tekad Tahta Bagi Kesejahteraan Kehidupan Sosial-Budaya Rakyat, wujud komitmen Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang akan selalu membela kepentingan rakyat, dengan berusaha untuk bersama rakyat, dan memihak rakyat. Tekad ini melanjutkan tekad ayah beliau, Sultan HB IX, Tahta Untuk Rakyat. Tahta Untuk Rakyat harus dipahami dalam konteks keberpihakan Kraton terhadap rakyat dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran serta meningkatkan kualitas hidup rakyat. Oleh karena itu, Tahta Untuk Rakyat juga harus dipahami sebagai penyikapan Kraton yang diungkapkan dengan bahasa sederhana Hamangku, Hamengku, Hamengkoni. Dengan demikian, Tahta Untuk Rakyat menegaskan hubungan dan keberpihakan Kraton terhadap Rakyat, sebagaimana tertuang dalam konsep filosofis

Manunggaling Kawula Gusti. Keberadaan Kraton karena adanya rakyat, sementara rakyat memerlukan dukungan Kraton agar terhindar dari eksploitasi yang bersumber dari ketidakadilan dan keterpurukan. Kraton tidak akan ragu-ragu memperlihatkan keberpihakan terhadap Rakyat, sebagaimana pernah dilaksanakan pada masa-masa Revolusi dulu.

Falsafah Golong Gilig merupakan konsep pemikiran yang awalnya berperan untuk memberikan spirit perjuangan melawan penjajahan. Konsep ini melambangkan menyatunya cipta, rasa dan karsa yang dengan tulus ikhlas untuk memohon hidayah kepada Tuhan untuk kemakmuran rakyat. Selain itu juga melambangkan persatuan dan kesatuan antara pemimpin dengan yang dipimpin atau manunggaling Kawula-Gusti.

(6)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

6

antara komunitas, etos kerja, keteguhan hati, dan tanggungjawab sosial untuk membangun bangsa dan negara dan untuk menciptakan kesejahteraan bersama.

Catur Gatra Tunggal merupakan filosofi dan juga konsep dasar pembentukan inti kota. Catur Gatra Tunggal yang memiliki arti kesatuan empat susunan yang terdiri atas kraton, masjid, alun-alun, dan pasar merupakan elemen-elemen identitas kota atau jatidiri kota yang diletakkan sebagai unsur keabadian kota. Dengan perkataan lain, apabila elemen-elemen inti kota tersebut diabaikan, maka inti keistimewaan Yogyakarta secara tata ruang fisik akan terabaikan juga. Lebih ekstrimnya lagi apabila empat elemen ini ditiadakan atau tertiadakan maka Yogyakarta akan tertiadakan juga secara fisik.

Konsep ini tidak lepas dari keberadaan sumbu imajiner Gunung Merapi–Laut Selatan. Yogyakarta adalah kota yang mengambil rujukan tema perennial (abadi) berupa alam (gunung-laut) dan kemudian membangun filosofi humanism metaphoric di atasnya. Keberadaan sumbu imaginer dari Gunung Merapi–Laut Selatan dan sumbu filosofis antara Tugu-Kraton-Panggung Krapyak telah menghamparkan cultural landscape (pusaka saujana, sejauh mata memandang). Pathok Negara, adalah salah satu konsep penting yang memberikan nilai keistimewaan tata ruang Yogyakarta, yang tidak hanya sekedar ditandai dengan dibangunnya empat sosok masjid bersejarah (Mlangi, Ploso Kuning, Babadan, dan Dongkelan), melainkan juga memberikan tuntunan teritori spasial yang didalamnya secara implisit menyandang nilai pengembangan ekonomi masyarakat, pengembangan agama Islam, dan tentu saja pengembangan pengaruh politik kasultanan. Secara spasial, Pathok Negara telah membangkitkan satuan-satuan permukiman baru yang terus berkembang sampai saat ini.

Masjid Pathok Negara yang tersebar di empat penjuru pinggiran kota Yogyakarta berfungsi sebagai benteng pertahanan secara sosial kemasyarakatan. Hal ini dimungkinkan karena kawasan Masjid-masjid Pathok Negara tersebut berfungsi sebagai kawasan keagamaan sekaligus kawasan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Para ulama yang berada di Masjid Pathok Negara tersebut adalah para ahli di bidang agama dan perekonomian. Pengaruh sosial yang buruk dari luar dapat ditangkal oleh kawasan-kawasan tersebut, selaku garda depan terhadap anasir-anasir asing.

Hamemayu Hayuning Bawana mengandung makna sebagai kewajiban melindungi, memelihara, serta membina keselamatan dunia dan lebih mementingkan berkarya untuk masyarakat daripada memenuhi ambisi pribadi. Dunia yang dimaksud mencakup seluruh perikehidupan, baik dalam skala kecil (keluarga) maupun dalam skala lebih besar yang mencakup masyarakat dan lingkungan hidup, dengan mengutamakan darma bakti bagi kehidupan orang banyak dan tidak mementingkan diri sendiri.

Bertolak dari pemahaman di atas, serta dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) DIY dan perkembangan lingkungan strategis, maka perlu diwujudkan suatu kondisi dinamis masyarakat yang maju namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang adiluhung, sehingga dirumuskan Visi Pembangunan DIY yang akan dicapai selama lima tahun mendatang (2012-2017), yaitu Daerah Isti ewa Yogyakarta Ya g

Lebih Berkarakter, Berbudaya, Maju, Ma diri da “ejahtera Me yo gso g Peradaba Baru

(7)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

7

lebih berkarakter sebenarnya berkorelasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan berbudaya, karena kararkter akan terbentuk melalui budaya.

Daerah Istimewa Yogyakarta yang berbudaya dimaknai sebagai kondisi dimana budaya lokal mampu menyerap unsur-unsur budaya asing, serta mampu memperkokoh budaya lokal, yang kemudian juga mampu menambah daya tahan serta mengembangkan identitas budaya masyarakat setempat dengan kearifan lokal (local wisdom) dan keunggulan lokal (local genius). Berbudaya juga dimaknai sebagai upaya pemberadaban melalui proses inkulturasi dan akulturasi. Inkulturasi adalah proses internalisasi nilai-nilai tradisi dan upaya keras mengenal budaya sendiri, agar berakar kuat pada setiap pribadi, agar terakumulasi dan terbentuk menjadi ketahanan budaya masyarakat. Sedangkan akulturasi adalah proses sintesa budaya lokal dengan budaya luar, karena sifat lenturnya budaya lokal, sehingga secara selektif mampu menyerap unsur-unsur budaya luar yang memberi nilai tambah dan memperkaya khasanah budaya lokal.

Daerah Istimewa Yogyakarta yang maju dimaknai sebagai peningkatan kualitas kehidupan masyarakat secara lebih merata. Peningkatan kualitas kehidupan adalah kondisi dimana terjadi peningkatan mutu kehidupan masyarakat dari berbagai aspek atau ukuran dibanding daerah lain. Lebih merata dimaknai sebagai menurunnya ketimpangan antar penduduk dan menurunnya ketimpangan antar wilayah.

b. Misi Jangka Panjang

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka ditempuh melalui empat misi pembangunan daerah sebagai berikut:

1) Membangun peradaban yang berbasis nilai-nilai kemanusiaan;

2) Menguatkan perekonomian daerah yang didukung dengan semangat kerakyatan, inovatif dan kreatif;

3) Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik; 4) Memantapkan prasarana dan sarana daerah.

(8)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

8

pendapatan dan tingkat pengangguran, serta membangkitkan daya saing agar makin kompetitif.

Misi meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, dimaknai sebagai misi yang diemban untuk mendorong pemerintah daerah ke arah katalisator dan mampu mengelola pemerintahan secara efisien, efektif, mampu menggerakkan dan mendorong dunia usaha dan masyarakat lebih mandiri. Misi ini juga mengemban upaya untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Misi ini juga dimaknai sebagai upaya menjaga sinergitas interaksi yang konstruktif di antara domain negara, sektor swasta, dan masyarakat, meningkatkan efektivitas layanan birokrasi yang responsif, transparan, dan akuntabel, serta meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Misi memantapkan prasarana dan sarana daerah, dimaknai sebagai misi yang diemban dalam upaya meningkatkan pelayanan publik dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan kesesuaian Tata Ruang. Misi ini juga mengemban upaya dalam menyediakan layanan publik yang berkualitas yang sesuai dengan tata ruang, serta daya dukung dan daya tampung lingkungan.

c. Tujuan

Mengacu kepada misi yang telah ditetapkan, maka tujuan yang hendak dicapai atau dihasilkan dalam kurun waktu 5 tahun adalah, sebagai berikut:

1) Misi Membangun peradaban berbasis nilai-nilai kemanusiaan, dengan tujuan:

a) Mewujudkan peningkatan pengetahuan budaya, pelestarian dan pengembangan hasil budaya;

b) Mewujudkan pengembangan pendidikan yang berkarakter; c) Mewujudkan peningkatan derajat kualitas hidup;

2) Misi Menguatkan perekonomian daerah yang didukung dengan semangat kerakyatan, inovatif dan kreatif, dengan tujuan:

a) Memacu pertumbuhan ekonomi daerah yang berkualitas dan berkeadilan yang didukung dengan semangat kerakyatan, inovatif dan kreatif.

b) Mewujudkan peningatan daya saing pariwisata.

3) Misi Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, dengan tujuan: a. Mewujudkan pengelolaan pemerintahan secara efisien dan efektif. 4) Misi Memantapkan prasarana dan sarana daerah, dengan tujuan:

a. Mewujudkan pelayanan publik.

b. Menjaga kelestarian lingkungan dan kesesuaian Tata Ruang.

d. Sasaran

Mengacu kepada misi yang telah ditetapkan, maka sasaran yang hendak dicapai atau dihasilkan dalam kurun waktu 5 tahun adalah sebagai berikut:

1) Misi: Membangun peradaban yang berbasis nilai-nilai kemanusiaan, dengan sasaran: a) Peran serta dan apresiasi masyarakat dalam pengembangan dan pelestarian budaya

meningkat.

(9)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

9

2) Misi: Menguatkan perekonomian daerah yang didukung semangat kerakyatan, inovatif dan kreatif, dengan sasaran:

a) Pendapatan masyarakat meningkat. b) Ketimpangan antar wilayah menurun.

c) Kesenjangan pendapatan masyarakat menurun.

d) Kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara meningkat. e) Lama tinggal wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara meningkat. 3) Misi: Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, dengan sasaran:

a) Akuntabilitas kinerja pemerintah daerah meningkat. b) Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah meningkat.

4) Misi: Memantapkan prasarana dan sarana daerah, dengan sasaran:

a) Layanan publik meningkat, terutama pada penataan sistem transportasi dan akses masyarakat di pedesaan.

b) Kualitas lingkungan hidup meningkat. c) Pemanfaatan ruang terkendali.

e. Strategi

Strategi yang ditempuh untuk mencapai misi, adalah sebagai berikut:

1) Strategi untuk mencapai misi: Membangun peradaban yang berbasis nilai-nilai kemanusiaan, yaitu:

a) Memperkuat dan memperluas jejaring dan kerjasama dengan semua pihak dalam mengelola dan melestarikan aset budaya secara berkesinambungan.

b) Mengembangkan kerjasama dan jejaring dengan pendidikan tinggi, lembaga-lembaga riset, dunia usaha dan pemerintah untuk mewujudkan kemandirian masyarakat. c) Perluasan akses pendidikan dasar sampai pendidikan menengah termasuk akses

pembiayaan bagi penduduk miskin.

d) Meningkatkan kapasitas lembaga pendidikan dalam mengembangkan proses belajar mengajar berbasis multikultur dan nilai-nilai budaya luhur.

e) Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat secara adil dan merata, agar hidup dalam lingkungan sehat, serta berperilaku hidup bersih dan sehat.

2) Strategi untuk mencapai misi: Menguatkan perekonomian daerah yang didukung semangat kerakyatan, inovatif dan kreatif, yaitu:

a) Meningkatkan produktivitas rakyat, sehingga rakyat secara lebih konkret menjadi subyek dan aset aktif pembangunan.

b) Membangkitkan daya saing produk unggulan wilayah agar makin kompetitif. c) Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan merata.

d) Mengembangkan pariwisata berbasis budaya dan potensi lokal dengan mengedepankan peran serta masyarakat.

e) Meningkatkan inovasi, penajaman promosi, peningkatan aksesibilitas dan konektivitas, pengembangan SDM pariwisata, serta sinergisitas antar pelaku wisata.

3) Strategi untuk mencapai misi: Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu: a) Meningkatkan efektivitas kinerja birokrasi dan layanan publik yang responsif,

(10)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

10

b) Meningkatkan profesionalisme pengelolaan keuangan daerah, optimalisasi pemanfaatan aset daerah, perbaikan dan peningkatan kinerja BUMD, serta optimalisasi pendapatan daerah.

4) Strategi untuk mencapai misi: Memantapkan prasarana dan sarana daerah, yaitu:

a) Mengembangkan sarana dan prasarana untuk mengatasi disparitas antar wilayah dengan meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi.

b) Pelestarian fungsi lingkungan hidup menuju pembangunan yang berkelanjutan.

c) Pemanfaatan ruang mengacu rencana tata ruang, serta daya dukung dan daya tampung lingkungan.

2.1.1.Kondisi Ekonomi Makro Daerah Tahun 2013 a. Pertumbuhan Ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi DIY selama 2009-2013 cenderung mengalami kenaikan. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 sebesar 5,40 % mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 2012 yang besarnya 5,32%.

Tabel II.1

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi DIY, 2009-2013

Sumber: Berita Resmi Statistik Februari 2014, BPS DIY

Tingginya laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai selama tahun 2013 didorong oleh pertumbuhan positif di semua sektor perekonomian. Pertumbuhan yang tertinggi terjadi di sektor industri pengolahan, yang mampu tumbuh sebesar 7,81 persen, setelah pada tahun sebelumnya mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar 2,28 persen. Golongan industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil, produk tekstil, alas kaki dan kulit; dan industri furnitur memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan di sektor industri pengolahan. Produksi industri pengolahan tersebut sangat dipengaruhi oleh permintaan domestik melalui kegiatan pariwisata maupun permintaan ekspor.

Pertumbuhan tertinggi berikutnya dihasilkan oleh sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 6,54 persen dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 6,30 persen.

5,03

4,43

4,88 5,16

5,32 5,40

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6

(11)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

11

Sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa yang cukup dominan dalam struktur perekonomian DIY juga mampu tumbuh meyakinkan masing-masing sebesar 6,20 persen dan 5,57 persen. Sektor pertanian menjadi lapangan usaha yang memiliki laju pertumbuhan terendah, meskipun masih tumbuh positif sebesar 0,63 persen dan mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Besarnya andil atau sumbangan masing-masing sektor dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi di DIY didominasi oleh sektor-sektor yang memiliki nilai nominal besar, walaupun pertumbuhan sektor yang bersangkutan relatif kecil. Sektor yang memberi sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2013 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan andil 1,31 persen. Besarnya andil yang diberikan oleh sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa terhadap pertumbuhan ekonomi DIY masing-masing sebesar 0,98 persen, meskipun dari sisi pertumbuhan yang dihasilkan sektor industri pengolahan menjadi yang tertinggi. Andil yang terendah terhadap pertumbuhan ekonomi DIY diberikan oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,03 persen.

Tabel II.2

Pertumbuhan PDRB DIY Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013

Sektor Pertumbuhan (%)

2012

Pertumbuhan (%) 2013

Pertanian 4,19 0,63

Pertambangan dan Penggalian 1,98 4,92

Industri Pengolahan -2,28 7,81

Listrik, Gas dan Air Bersih 7,11 6,54

Bangunan 5,97 6,07

Perdagangan, Hotel-Restoran 6,69 6,20

Pengangkutan dan Komunikasi 6,21 6,30

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 9,95 6,23

Jasa-jasa 7,09 5,57

DIY 5,32 5,40

Sumber: Berita Resmi Statistik , 5Februari 2014, BPS DIY

Nilai PDRB di DIY tahun 2013 mencapai Rp. 63,690 trilyun atas harga berlaku atau sebesar Rp 24,36 trilyun atas harga konstan. Nilai tersebut meningkat sebesar Rp. 6,87 trilyun (atas harga berlaku) atau sebesar Rp. 1,051 trilyun (atas harga konstan). Empat sektor dengan kontribusi terbesar terhadap nilai PDRB DIY tahun 2013 adalah sektor perdagangan, jasa, pertanian dan sektor industri pengolahan.

Tabel II.3

Nilai PDRB DIY Menurut Lapangan Usaha, 2011-2013 (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha ADH Berlaku ADH Konstan

2013 2013

Pertanian 8,861,281 3.730.297

Pertambangan dan Penggalian 416,531 167.669

(12)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

12

Lapangan Usaha ADH Berlaku ADH Konstan

2013 2013

Listrik, Gas dan Air Bersih 796,704 229.640

Bangunan 6,908,381 2.459.172

Perdagangan, Hotel-Restoran 13,152,524 5.225.055

Pengangkutan dan Komunikasi 5,400,530 2.744.146

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 6,543,153 2.552.445

Jasa-jasa 12,840,026 4.316214

PDRB DIY 63,690,318 24,360,798

Sumber : Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2013

Kontribusi sektor pembentuk PDRB tahun 2013 di DIY tidak mengalami perubahan signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2012. Meskipun kontribusi beberapa sektor mengalami perubahan, namun masih didominasi oleh sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, Jasa-jasa, Pertanian dan Industri Pengolahan. Pada tahun 2013 kontribusi sektor Perdagangan Hotel Restoran menempati urutan tertinggi dengan nilai kontribusi sebesar 20,65%, kemudian diikuti oleh sektor Jasa 20,16%, sektor Pertanian 13,91% sektor Industri Pengolahan 13,77%, sektor bangunan 10,84%, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 10,27%, sektor pengangkutan dan komunikasi 8,47%, sektor listrik, gas dan air bersih 1,25% dan kontribusi paling kecil adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan nilai kontribusi 0,65%.

Tabel II.4

Kontribusi Sektor Terhadap PDRB di DIY, 2009-2013

Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013

Pertanian 15,38 14,50 14,23 14,65 13,91

Pertambangan dan Penggalian 0,71 0,67 0,70 0,67 0,65

Industri Pengolahan 13,35 14,02 14,36 13,35 13,77

Listrik, Gas dan Air Bersih 1,35 1,33 1,31 1,28 1,25

Bangunan 10,70 10,59 10,78 10,85 10,85

Perdagangan, Hotel-Restoran 19,72 19,74 19,79 20,09 20,65 Pengangkutan dan Komunikasi 9,20 9,03 8,83 8,60 8,48 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

9,88 9,98 9,96 10,30

10,27

Jasa-jasa 19,71 20,07 20,05 20,23 20,16

Sumber : Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2013

(13)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

13

berkontribusi sebesar 31,25% yaitu sebesar Rp 19.908,29 milyar atas dasar harga berlaku atau Rp 6.413,76 milyar atas dasar harga konstan.

Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2013 banyak disumbang oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 5,82 % dan 5,31 %.

Tabel II.5

Nilai dan Laju Pertumbuhan PDRB DIY Menurut Penggunaan Tahun 2011-2013

*)termasuk ekspor, impor, konsumsi lembaga nirlaba, perubahan inventori dan diskrepansi statistik (residual

Nilai PDRB per kapita di DIY atas dasar harga berlaku pada tahun 2013 mencapai Rp. 17,98 juta atau meningkat 9,95 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2012 yang besarnya Rp. 16,35 juta. Selanjutnya PDRB per kapita atas dasar harga konstan pada tahun 2013 mencapai Rp. 6,94 juta, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2012 yang besarnya Rp. 6,68 juta, atau ada peningkatan 3,78 persen.

Tabel II.6

Nilai PDRB Per Kapita DIY, 2009-2013 (Rupiah)

Tahun Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan

2009 12.083.874 5.855.379

(14)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

14

Tabel II.7

Laju Inflasi Kota Yogyakarta Tahun 2012-2013 Menuru Kelompok Pengeluaran

No Kelompok Pengeluaran Laju Inflasi

(%) 2012

Laju Inflasi (%) 2013

Umum 4,31 7,32

1 Bahan Makanan 8,10 12,31

2 Makanan Jadi, Minuman,Rokok & Tembakau

6,90 8,15

3 Perumahan 2,99 5,18

4 Sandang 3,56 0,00

5 Kesehatan 1,93 3,08

6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 1,43 3,17

7 Transpor dan Komunikasi 1,30 10,45

Sumber: Berita Resmi Statistik 2 Januari 2104, BPS DIY

c. Investasi

Perkembangan sektor Industri Kecil Menengah (IKM) DIY pada tahun 2013 sebanyak 84.234 unit usaha mengalami peningkatan 2,29 %, bila dibandingkan dengan tahun 2012 yang jumlahnya sebanyak 82.344 unit usaha. Unit usaha tersebut meliputi industri pangan, sandang dan kulit, kimia dan bahan bangunan, logam dan elektronika, dan industri kerajinan. Jumlah unit usaha terbanyak adalah industri pangan kemudian diikuti industri kerajinan.

Sektor Industri di DIY mempunyai peranan yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja, pada tahun 2013 dapat menyerap 303.227 orang dan pada tahun 2012 dapat menyerap tenaga kerja sejumlah 301.385 orang, atau mengalami peningkatan sejumlah 0,61%.

Tabel II.8

Perkembangan IKM di DIY, 2009-2013

IKM 2009 2010 2011 2012 2013

Unit usaha (UU) 77.851 78.122 80.056 82.344 84.234

Tenaga kerja (orang) 291.391 292.625 295.461 301.385 310,173

Nilai investasi (Rp 000) 871.110.097 878.063.496 1.003.678.054 1.151.820 1,064,180

Nilai produksi (Rp 000) 2.325.582.931 2.821.218.797 3.053.031.164 3.500.662 3,294.485

Nilai bahan (Rp 000) 1.321.234.176 1.358.293.612 1.352.479.088 1.369.114 1.449.435 Sumber : Disperindagkop UKM DIY

d. Angkatan Kerja dan Ketenagakerjaan

(15)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

15 Tabel II.9

Penduduk Berumur 15 tahun Keatas Menurut Kegiatan di DIY

Kegiatan 2010 2011 2012

Orang % Orang % Orang %

Angkatan Kerja 1.882.296 69,76 1.872.912 68,77 1.944.858 70,85 1. Bekerja 1.775.148 65,79 1.798.595 66,04 1.867.708 68,04

2. Pengangguran 107.148 3,97 74.317 2,73 77.150 2,81 Bukan Angkatan

Kerja 815.838 30,24 850.717 31,23 800.214 29,15 1. Sekolah 279.420 10,36 282.226 10,36 279.521 10,18 2. Mengurus

RumahTangga 437.630 16,22 429.555 15,77 412.624 15,03 3. Lainnya 98.788 3,66 138.936 5,10 108.069 3,94

Jumlah 2.698.134 100,00 2.723.629 100,00 2.745.072 100,00 Sumber: DIY Dalam Angka, 2011-2013 , BPS DIY

Selama periode 2010-2012 komposisi penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utamanya tidak banyak mengalami perubahan. Empat sektor yang relatif banyak menyerap tenaga kerja di DIY adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa-jasa dan sektor industri pengolahan. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 26,91%,sektor perdagangan, hotel dan restoran sebanyak 24,87%, sektor jasa-jasa sebanyak 18,76% dan sektor industri pengolahan sebanyak 15,13%.

Sedangkan sektor dengan jumlah tenaga kerja yang relatif rendah yaitu sektor konstruksi (7,11%), sektor pengangkutan dan komunikasi (3,28%) , sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan (3,06%) dan sektor lainnya (pertambangan, penggalian, listrik, gas dan air) sebanyak 0,87%.

Tabel II.10

Presentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2010-Agustus 2013

Lapangan Pekerjaan Utama

2010 2011 2012 2013

Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags

Pertanian 32,21 30,40 24,31 23,97 24,24 26,91 23,43 27,86

Industri Pengolahan 15,06 13,92 14,17 14,83 15,65 15,13 13,36 13,45

Konstruksi 4,73 6,19 5,61 7,40 5,88 7,11 6,63 5,55

Perdagangan, Hotel dan

Restoran

22,93 24,69 25,97 26,70 27,00 24,87 26,77 25,98

Pengangkutan dan Komunikasi

4,45 3,80 4,71 3,79 3,94 3,28 3,9 3,49

Keuangan, Real Estate dan

Jasa Perusahaan

2,18 2,18 2,18 2,78 2,75 3,06 3,36 2,9

Jasa - jasa 17,43 17,93 21,76 19,60 20,33 18,76 21,36 20,0

Lainnya (Pertambangan,

Penggalian , Listrik, Gas dan

Air)

1,01 0,89 1,30 0,93 0,21 0,87 1,19 0.76

(16)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

16

Sumber: Berita Resmi Statistik (BRS) 6November 2013, BPS DIY

Menurut status pekerjaan utamanya, penduduk yang bekerja di DIY sebagian bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai. Hal ini terlihat pada data Agustus tahun 2013, yaitu 39,88% penduduk bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai. Selanjutnya sebanyak 19,60% penduduk bekerja sebagai buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, 16,03% merupakan pekerja keluarga/tidak dibayar, 12,86% berusaha sendiri, 7,08% merupakan pekerja bebas, dan sebanyak 4,56% merupakan penduduk yang berusaha dibantu buruh tetap.

Tabel II.11

Presentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama, Februari 2010-Agustus 2013

Status Pekerjaan Utama

2010 2011 2012 2013

Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags Berusaha Sendiri 14,55 13,75 15,29 13,91 13,80 12,69 13,67 12,86

Berusaha dibantu Buruh Tidak

Tetap/Buruh Tidak Dibayar

24,54 24,35 17,49 19,35 20,51 18,78 19,66 19,60

Berusaha dibantu Buruh Tetap 3,49 3,90 4,27 4,27 3,96 4,38 4,05 4,56

Buruh/Karyawan/Pegawai 31,20 30,57 39,34 40,12 38,61 39,06 40,05 39,88

Pekerja Bebas 7,50 8,56 8,59 8,40 7,38 8,70 8,99 7,08

Pekerja Keluarga/tak Dibayar 18,73 18,87 15,02 13,95 15,73 16,38 13,59 16,03

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BRS 6 November 2013, BPS DIY

(17)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

17

Tabel II.12

TPAK di DIY, Agustus 2011-Agustus 2013

Sumber: BRS 6 November 2013, BPS DIY

Selama periode 2009-2013 Tingkat Pengangguran Terbuka di DIY cenderung mengalami penurunan. Pada Agustus 2009 tingkat pengangguran terbuka di DIY sebesar 6,00%, kemudian pada Agustus 2010 menurun menjadi 5,69%, pada Agustus tahun 2011 dan 2012 turun menjadi 3,97% selanjutnya pada tahun 2013 turun lagi menjadi 3,34%. Angka tingkat pengangguran terbuka DIY jika dibandingkan dengan nasional masih lebih baik, hal ini dapat dilihat selama periode 2009-2013 tingkat pengangguran terbuka DIY selalu lebih rendah dari tingkat pengangguran terbuka nasional.

Tabel II.13

Tingkat Pengangguran Terbuka di DIY dan di Tingkat Nasional Februari 2009-Agustus 2013 (%)

Sumber: BRS 6 November 2013, BPS DIY

(18)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

18

yaitu sebesar 6,57 persen dan terendah di kabupaten Kulon Progo yaitu 2,94 persen. Kabupaten Bantul dan kabupaten Gunung Kidul selama Agustus 2011-Agustus 2013 terus mengalami penurunan sementara kabupaten/kota yang lain bervariasi.

Tabel II.14

Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Kabupaten/Kota di DIY, Agustus 2011 dan Agustu 2013 (%)

Sumber: BRS 6 November 2013, BPS DIY

e. Penduduk Miskin

Jumlah penduduk miskin di DIY pada tahun 2012 menurut data BPS sebanyak 565.350 orang atau sebesar 15,88% dari total penduduk DIY. Jumlah penduduk miskin di DIY pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 0,80% dari tahun 2011 yang banyaknya ada 16,08%.

Jumlah penduduk miskin tahun 2012 di wilayah kota/urban sebanyak 305.340 orang atau 13,13%, sedangkan penduduk miskin di wilayah desa/rural sebanyak 259.550 ribu orang atau sebesar 21,76%.

Tabel II.15

Jumlah Penduduk Miskin di DIY Menurut Wilayah, 2005-2012

Tahun

Kota/Urban Desa/Rural Jumlah Total

Jumlah (000)

% thd penduduk

Kota

Jumlah (000)

% thd penduduk

Desa

Jumlah (000)

% thd penduduk

DIY

2005 340,30 16,02 285,50 24,23 625,80 18,95

2006 346,00 17,85 302,70 27,64 648,70 19,15

2007 335,30 15,63 298,20 25,03 633,50 18,99

2008 324,16 14,99 292,12 24,32 616,28 18,32

2009 311,47 14,25 274,31 22,60 585,78 17,23

2010 308,36 13,38 268,94 21,95 577,30 16,83

(19)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

19 Tahun

Kota/Urban Desa/Rural Jumlah Total

Jumlah (000)

% thd penduduk

Kota

Jumlah (000)

% thd penduduk

Desa

Jumlah (000)

% thd penduduk

DIY

2012 305,34 13,13 259,44 21,76 565,35 15,88

Sumber: DIY Dalam Angka 2013, BPS DIY

Tabel II.16

Grafik Persentase Penduduk Miskin DIY

Sumber: DIY Dalam Angka 2013, BPS DIY

Jumlah penduduk miskin di wilayah desa lebih tinggi dibanding di kota. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi penduduk miskin masih berada di wilayah perdesaan, dimana sebagian besar penduduk perdesaan merupakan penduduk dengan tingkat pendidikan yang relatif masih rendah dan bekerja di sektor pertanian. Karakteristik tersebut, secara umum menggambarkan bahwa penduduk perdesaan memiliki pendapatan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan penduduk perkotaan. Namun demikian, jika dilihat trendnya selama periode 2006-2012, jumlah penduduk miskin cenderung mengalami penurunan, baik itu di wilayah kota maupun desa.

2.1.2.Kondisi Ekonomi Daerah

Kondisi ekonomi suatu daerah dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu daerah. Adanya pertumbuhan ekonomi menunjukkan adanya peningkatan produksi di suatu daerah pada periode waktu tertentu. Adanya peningkatan produksi diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga juga terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(20)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

20 Sektor Unggulan

Penentuan sektor unggulan di DIY didasarkan pada kontribusi sektor terhadap perekonomian DIY. Ukuran yang digunakan adalah besarnya kontribusi sektor terhadap pembentukan PDRB DIY. Dikatakan sektor unggulan apabila kontribusinya terhadap nilai PDRB DIY dari waktu ke waktu secara konsisten relatif besar. Berikut adalah nilai PDRB DIY selama kurun waktu 2007-2013 berdasarkan lapangan usaha (sektor).

Tabel II.17

Grafik Nilai PDRB DIY Tahun 2007-2013

Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah)

Sumber: DIY Dalam Angka 2013 Diolah, BPS DIY

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa ada empat sektor yang mendominasi perekonomian DIY yaitu sektor jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian dan sektor industri pengolahan.

a. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR)

(21)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

21

Tabel II.18

Perkembangan Jumlah Wisatawan, MICE, dan Rata-rata Lama Tinggal di DIY, 2008-2013

Tahun Jumlah Wisatawan

(Orang)

Jumlah MICE (Kali)

Rata-rata lama Tinggal Wisatawan (Hari)

2008 1.284.757 4.512 1,82

2009 1.426.057 4.746 2,05

2010 1.456.980 4.509 1,78

2011 1.608.194 8.963 1,82

2012 2.215.832 12.904 1,96

2013 2.837.962 13.695 1,72

Sumber : Dinas Pariwisata DIY

Perdagangan DIY didorong kuat oleh perdagangan internasional dengan kegiatan ekspor dan impor. Dilihat dari besarnya nilai ekspor, komoditi unggulan DIY meliputi pakaian jadi tekstil, sarung tangan kulit, STK sintetis, mebel kayu, kerajinan kertas dan kerajinan batu.

Namun demikian lama tinggal wisatawan Tahun 2013 menurun menjadi 1,72 dari Taun 2012 sebesar 1,96 karena DTW di DIY dapat dikunjungi wisatawan dalam waktu yang singkat, sementara DTW di wilayah DIY seperti Kabupaten Guningkidul belum tergarap secara optimal.

Tabel II.19

Nilai Ekspor Berdasarkan Komoditi (Juta US $)

No Komoditi 2010 2011 2012 2013

1 Pakaian Jadi Tekstil 42,16 47,07 46,79 66,88

2 Sarung Tangan Kulit 17,24 21,75 19,63 22,19

3 STK Sintetis 14,64 16,21 16,39 13,07

4 Mebel Kayu 18,19 16,38 26,89 23,26

5 Minyak Atsiri 2,34 6,91 2,77 3,21

6 Kerajinan Batu 4,05 0,00 3,06 3,07

7 Kerajiinan Kertas 6,02 3,93 3,90 3,27

Sumber: Disperindakop dan UKM DIY

Sementara itu, lima komoditi impor terbesar yang masuk ke DIY dari tahun 2010 sampai dengan 2013 berupa tekstil, spare part mesin pertanian, kulit disamak, aksesoris garmen dan logo.

Tabel II.20

Nilai Impor Berdasarkan Komoditi (Juta US $)

No Komoditi 2010 2011 2012 2013

1 Spare Part Mesin Pertanian 0,47 55,34 4,25 148,34

2 Tekstil 16,00 12,74 5,88 3,48

3 Kulit Disamak 4,47 5,85 0,54 0,00

4 Logo 1,11 0,74 0,06 0,00

5 Aksesoris Garmen 0,37 0,69 0,28 0,16

6 Plastik 0,21 0,18 0,03 0,03

(22)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

22 b. Sektor Pertanian

Sektor pertanian tetap memberikan kontribusi yang besar, karena sebagian besar wilayah DIY khususnya di Kabupaten Kulon Progo, Bantul dan Sleman masih merupakan lahan pertanian dengan karakteristik yang berbeda. Jumlah tenaga kerja yang terserap dalam lapangan usaha pertanianpun cukup besar. Kabupaten yang secara konsisten memberikan perhatian besar terhadap perkembangan sektor pertanian adalah Kabupaten Bantul.

1) Tanaman Pangan

Tanaman pangan unggulan di DIY meliputi padi, jagung dan kedelai. Ketiga komoditas itu diunggulkan dengan pertimbangan: 1) merupakan bahan pangan pokok penduduk DIY; 2) menjadi bahan baku industri; dan 3) pengusahaannya banyak menyerap tenaga kerja. Gambaran luas panen dan produksi padi, jagung dan kedelai tahun 2009 sampai dengan 2013 disajikan pada gambar berikut ini.

Tabel II.21

Grafik Luas Panen Tanaman Pangan DIY Tahun 2013

Sumber: DIY Dalam Angka 2013 Diolah, BPS DIY Tabel II.22

Grafik Produksi Tanaman Pangan DIY Tahun 2013

Sumber: DIY Dalam Angka 2013 Diolah, BPS DIY 721,674

20,015 28,958 31,677

70,834 318 1,013,565

4,951 135

Pa di Sa wa h

Pa di La da ng

Ja gung

Kedela i

Ka ca ng Ta na h

Ka ca ng Hija u

Ubi Ka yu

Ubi Ja la r

(23)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

23

Produksi komoditas tanaman pangan unggulan DIY memiliki tingkat produksi yang tinggi. Khusus produksi padi, baik padi sawah maupun padi ladang terus mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Peningkatan produksi dan produktivitas merupakan hasil dari upaya-upaya terobosan penerapan teknologi budidaya, antara lain: Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), fasilitasi penyediaan sarana produksi berupa Bantuan Langsung Benih Unggul, subsidi pupuk anorganik dan penerapan pemupukan berimbang. Sementara di sisi lain, produksi komoditas tanaman pangan selain padi, selama empat tahun terakhir cenderung fluktuatif. Fluktuasi dalam produksi tanaman pangan sangat dipengaruhi oleh iklim yang tidak menentu.

Komoditas yang luas panen dan produksinya mempunyai kecenderungan meningkat adalah padi ladang. Padi ladang adalah komoditas tanaman pangan utama yang dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Gunungkidul. Seluruh kecamatan di Gunungkidul menghasilkan padi ladang. Hal ini didukung oleh lahan di kawasan Gunungkidul yang potensial untuk pengembangan tanaman pangan lahan kering karena kesesuaian agroekosistemnya.

2) Kelautan dan Perikanan

DIY memiliki wilayah pantai sepanjang ± 113 km yang meliputi tiga wilayah kabupaten yaitu Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo dengan potensi ikan yang dapat dihasilkan secara lestari mencapai 320.600 ton per tahun, sedangkan di Samudra Hindia potensi lestarinya sebesar 906.340 ton per tahun. Potensi serta pemanfaatan sumberdaya melalui perikanan tangkap masih terus dioptimalkan melalui pengembangan pelabuhan perikanan di Sadeng dan Glagah yang diharapkan mampu meningkatkan produksi perikanan tangkap khususnya komoditas ikan tuna yang menjadi produk unggulan baik untuk pasar lokal maupun pasar luar negeri.

Penangkapan ikan yang dilakukan selama ini jauhnya sudah melebihi 12 mil ke arah laut sesuai dengan kemampuan perahu yang sudah menggunakan kapal diatas 10 GT. Namun demikian, sebagai upaya optimalisasi produksi perikanan tangkap, maka telah dilakukan pengadaan kapal 30 GT yang nantinya diharapkan akan memiliki daerah operasi yang lebih luas. Hingga akhir tahun 2013 telah terdapat 13 unit kapal 30 GT yang akan mendukung perikanan tangkap di DIY. Selain itu, juga telah dilakukan pelatihan awak yang akan mengoperasionalkan kapal 30 GT tersebut. Hingga tahun 2012 tercatat 1.003 orang nelayan yang dapat diketahui berdasarkan kepemilikan Kartu Nelayan. Jumlah kapal perikanan di DIY dapat dirinci sebagai berikut:

Tabel II.23

Kapasitas Kapal Perikanan di DIY Tahun 2012 -2013

Kapasitas Kapal 2012 2013

< 10 GT 304 unit 304 unit

10 – 30 GT 5 unit 5 unit

> 30 GT 9 unit 13 unit

(24)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

24

Potensi ikan yang dapat diusahakan/dihasilkan dari perikanan budidaya sebesar lebih kurang 38.700,29 ton per tahun dengan luas lahan potensial lebih kurang 18.129,3 ha. Garis pantai yang cukup panjang dengan topografi lahan yang landai serta didukung oleh tersedianya air tawar dan air laut yang berkualitas menjadikan lahan pesisir juga dapat digunakan untuk kegiatan budidaya, baik untuk kegiatan pembesaran ikan/udang, maupun untuk usaha pembenihan/hatchery. Potensi sumberdaya lahan pesisir yang dapat dikembangkan untuk usaha budidaya tambak maupun kolam budidaya (terpal) seluas lebih kurang 650 Ha dengan potensi produksi kurang lebih sebesar 13.000 ton pertahun.

Pembangunan sektor kelautan dan perikanan menunjukkan laju pertumbuhan positif dari tahun ke tahun. Rata-rata pertumbuhan produksi perikanan tangkap dari tahun 2008 hingga tahun 2013 sebesar 13,23%. Sementara itu, produksi perikanan budidaya juga menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata pertumbuhan produksi perikanan budidaya tahun 2008 hingga tahun 2013 yang mengalami pertumbuhan cukup signifikan yaitu sebesar 34,24%. Laju pertumbuhan positif juga dapat dilihat dari peningkatan ketersediaan ikan perkapita dari tahun ke tahun. Ketersediaan ikan di DIY mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 7,01% dari tahun 2008 hingga 2013.

Produksi perikanan di DIY lebih didominasi oleh hasil perikanan budidaya. Perkembangan produksi perikanan budidaya meliputi budidaya tambak, kolam, sawah, karamba, jaring apung dan telaga. Peningkatan produksi maupun nilai produksi perikanan budidaya menggambarkan bahwa minat masyarakat terhadap perikanan budidaya semakin tinggi, serta dipengaruhi oleh harga pasar. Pelaksanaan kegiatan intensifikasi dan rehabilitasi budidaya ikan air tawar dengan prioritas pada komoditas unggulan yang mempunyai nilai lebih pada sistem produksi dan pemasaran.

Komoditas unggulan di DIY yang telah ditetapkan yaitu udang (galah, lobster tawar, vaname, windu/penaide), nila, gurami, dan lele (patin, lele dumbo, lele lokal). Pembinaan dan pengembangan perikanan melalui pendekatan kelembagaan dilaksanakan dengan mengutamakan pembudidaya ikan yang tergabung dalam wadah kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan). Disamping itu juga dilakukan dengan menumbuhkan kelompok-kelompok baru sehingga diharapkan dengan cara usaha bersama akan lebih berdaya dan lebih mampu bersaing.

Dalam rangka optimalisasi produksi perikanan budidaya, DIY telah mengembangkan Kawasan Sentra Produksi Perikanan (KSPP). Pengembangan KSPP juga untuk mengakomodasi kecamatan sebagai pusat pertumbuhan. KSPP tersebut diharapkan akan menjadi tempat konsentrasi usaha, pengaturan produksi pasar, pembinaan teknis, penyediaan sarana produksi, dan pengembangan kemitraan.

3) Hortikultura

(25)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

25

produksinya masing-masing adalah bawang merah di Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul; salak di Sleman dan Kulonprogo; serta jamur di Sleman dan Bantul Salah satu komoditas hortikultura unggulan berupa sayuran yang dihasilkan dari DIY adalah bawang merah varietas Tiron. Keunggulan bawang merah ini diantaranya tahan busuk ujung daun dan relatif tahan busuk umbi. Penanaman bawang merah Tiron berkembang luas hingga di kecamatan Sanden, Srandakan, Bambanglipuro dan Pundong. Bawang merah varietas Tiron dari Kabupaten Bantul ini juga telah dilepas sebagai varietas unggul oleh Kementerian Pertanian.

Salak Pondoh merupakan komoditas hortikultura buah-buahan dengan nilai ekonomi tinggi yang telah berkembang di DIY, khususnya Sleman. Salak Pondoh dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dataran rendah sampai pada ketinggian 900 meter di atas permukaan laut yang berarti sesuai dengan agroekosistem di daerah Sleman. Saat ini Salak Pondoh dikembangkan di Kecamatan Turi, Tempel dan Pakem.

Pemasaran salak pondoh untuk memenuhi kebutuhan domestik di Yogyakarta maupun kota-kota besar lain di Indonesia umumnya dilakukan melalui pedagang pengumpul yang ada di masing-masing desa dengan kapasitas 6-8 ton perhari. Sedangkan sebagai komoditas ekspor, salak pondoh telah dipasarkan hingga ke China. Salak Pondoh yang diekspor sudah tersertifikasi Prima-3 sehingga memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan.

Tabel II.24

Produksi Hortikultura Unggulan DIY Tahun 2009-2013

Jenis Tanaman Produksi

2009 2010 2011 2012 2013

Salak (ton) 62.572 57.793 25.807 22.364 100.009

Bawang Merah (ton) 19.763 19.950 14.408 12.326 9.211

Jamur - - 39.629 105 130

Sumber: Dinas Pertanian DIY, 2013

Tabel II.25

Produksi Komoditas Hortikultura di DIY Unggulan, 2012- 2013

No Komoditas Produksi

Satuan 2012 2013*

1. Cabe ton 16.555 16.040

2. Bawang merah ton 12.326 9.211

3. Salak ton 22.364 100.009

4. Jamur ton 105 130

5. Jahe ton 1.308 1.110

6. Pisang ton 35.568 41.543

Keterangan : * angka sementara

Sumber: Dinas Pertanian DIY, 2013

(26)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

26

normal dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan produksi cukup tajam untuk komoditas salak pondoh, berbeda untuk komoditas bawang merah yang terus mengalami penurunan, demikian pula untuk jamur yang masih fluktuatif, meski mengalami peningkatan pada tahun 2013 namun belum secara signifikan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembalikan produksi hortikultura unggulan, namun masih terkendala iklim yang tidak menentu.

4) Perkebunan

Berdasarkan kondisi saat ini, lahan yang berpotensi untuk dikembangkan seluas 176.000 ha. Luas areal perkebunan sampai dengan tahun 2010 tercatat 81.462,02 ha dengan luas areal tanaman tahunan 73.188,18 ha dan areal tanaman semusim 8.273,84 ha yang keseluruhan terdiri atas 22 komoditas. Dengan sistem pengusahaan perkebunan yang hampir secara keseluruhan dilaksanakan oleh petani dalam bentuk perkebunan rakyat, memungkinkan dilaksanakannya pengembangan komoditas tanaman perkebunan, terutama untuk tanaman semusim melalui pola perguliran tanaman. Agribisnis perkebunan ini telah menumbuhkan sentra-sentra produksi komoditas perkebunan yang selanjutnya dikembangkan melalui penanaman dan/atau pengutuhan populasi tanaman sesuai skala ekonomis usaha di tingkat lokasi melalui rehabilitasi dan intensifikasi. Operasionalisasinya dengan mengembangkan kebersamaan usaha perkebunan dalam satu wilayah secara kelompok atau koperasi dengan bermitra usaha dengan pihak lain yang lebih menguntungkan dalam pendekatan agribisnis utuh, berdaya saing dan berkelanjutan.

Komoditas unggulan perkebunan DIY adalah kelapa, kakao, kopi, jambu mete, dan tebu. Sentra produksi kelapa dan kakao berada di Kabupaten Kulon Progo dan jambu mete berada di Gunungkidul. Sedangkan sentra komoditas kopi berada di Kabupaten Sleman.

Tabel II.26

Produksi Komoditas Perkebunan DIY Tahun 2008-2013

No. Komoditas Produksi (ton)

2008 2009 2010 2011 2012 2013

1. Kelapa 52.792,53 53.108,22 55.317,77 56.148,83 54.711 55.752,71 2. Kopi 388,82 417,04 388,05 362,34 801,09 1073,09 3. Jambu mete 707,68 704,69 385,90 576,61 470 260,63 4. Kakao 1.184,46 1.193,43 1.289,19 1.142,63 1353 1.124,10 5. Tebu 15.785,31 18.089,14 17.031,34 15.812,18 17.649 15.960,80 Jumlah 70.858,80 73.512,52 74.412,25 74.042,59 74984,09 74171,33 Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, 2013 (diolah)

(27)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

27 5) Peternakan

Produksi peternakan mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan 2011. Peningkatan produksi tahun 2009 hingga tahun 2011 berturut-turut adalah 4,58%, 5,24%, 0,15%. Namun mengalamai penurunan pada tahun 2012 dan 2013 sebesar 6,6% dan 18,60%.

Kawasan sentra sapi potong berada di Kabupaten Gunungkidul yang memberikan kontribusi sebesar 43,46% dari total populasi sapi potong di DIY. Sedangkan Kabupaten Sleman, Bantul, dan Kulon Progo berkontribusi masing-masing sekitar 19% terhadap total populasi di DIY. Sejalan dengan fakta tersebut dapat diuraikan lanjut bahwa Gunungkidul juga mempunyai potensi sebagai daerah pembibitan ternak dan penyediaan bakalan untuk penggemukan. Sedangkan Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kulon Progo dapat dijadikan sebagai daerah untuk peternakan penggemukan.

Peluang pengembangan peternakan sapi potong masih sangat terbuka terkait dengan kebijakan Kementerian Pertanian untuk swasembada daging sapi pada tahun 2014. Secara nasional DIY masuk dalam kelompok I Provinsi pendukung pencapaian swasembada daging sapi tahun 2014. Hal ini didukung oleh letak geografis DIY yang strategis untuk memenuhi kebutuhan pasar Jawa Barat dan Jakarta.

Tabel II.27

Perbandingan Populasi Sapi Potong dengan Produksi Daging Sapi Potong DIY, 2009 -2013

Jenis Ternak 2009 2010 2011 2012 2013

Sapi potong (ekor) 283.043 290.949 292.881 272.374 221.026

Sapi perah (ekor) 5.495 3.466 2.955 3.934 3.877

Sumber: Dinas Pertanian DIY, 2013

Secara umum populasi ternak di DIY pada tahun 2013 mengalami penurunan populasi dibanding tahun 2012, terutama pada ternak sapi potong dan sapi perah. Penyebab turunnya populasi ternak pada tahun 2013 terutama untuk komoditas sapi potong, karena terjadinya pengeluaran ternak ke luar daerah (Jabodetabek). Padahal untuk komoditas sapi potong ini memiliki nilai minimal unit yang besar sehingga menyebabkan penurunan populasi di tahun 2013.

6) Kehutanan

Hutan negara di DIY seluas 18.715,0640 ha atau hanya sekitar 5,87% dari total luas seluruh DIY yaitu 3.185,18 km2. Dari luasan tersebut, kawasan hutan yang dikelola oleh Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta sebagai UPTD Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY seluas 16.358,6 ha yang terdiri dari Hutan Produksi (HP) seluas 13.411,70 ha. Hutan Lindung (HL) seluas 2.312,80 ha, dan Hutan Konservasi (Taman Hutan Raya) seluas 634,10 ha.

(28)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

28

demikian diantara keseluruhan jenis yang ditanam, hanya jati dan kayu putih saja yang ditanam dalam luasan yang besar kerana jenis lain hanya dengan luasan kecil dan bersifat sporadis. Hal ini berarti hutan DIY memiliki potensi kayu dan non kayu yang cukup tinggi.

Produksi hasil hutan kayu berupa kayu bulat baik jenis jati maupun rimba belum semuanya dilakukan secara langsung dalam pengelolaan hutan. Produksi kayu bulat ini pada dasarnya dari tebangan tak tersangka akibat adanya kegiatan yang membutuhkan pembukaan lahan atau akibat adanya pencurian yang barang buktinya dapat diselamatkan, kebakaran, dan bencana alam. Oleh karena itu, potensi unggulan dari sub sektor kehutanan justru berupa produksi hasil hutan bukan kayu, yaitu minyak kayu putih.

Potensi tanaman kayu putih seluas 4.603,72 ha atau 28% dari luas KPH Yogyakarta. Potensi tanaman kayu putih ini tersebar pada lima Bagian Daerah Hutan (BDH), yaitu BDH Karangmojo dengan luas 2.267,6 ha, BDH Playen dengan luas 1.616,37 ha, BDH Paliyan seluas 403,3 ha, BDH Kulon Progo-Bantul seluas 286,45 ha, dan BDH Panggang seluas 30 ha.

Tanaman kayu putih dipungut daunnya untuk bahan baku lima unit Pabrik Minyak Kayu Putih (PMKP), yaitu PMKP Sendangmole (BDH Playen), PMKP Gelaran (BDH Karangmojo), PMKP Dlingo, PMKP Kediwung, dan PMKP Sermo (BDH Kulon Progo-Bantul). Pada tahun 2011 kawasan hutan kayu putih di BDH Kulon Progo seluas 68 ha telah dialihkan menjadi Kawasan Konservasi dengan fungsi Suaka Margasatwa seluas 63 ha sehingga kayu putih pada Suaka Margasatwa ini tidak dapat dipungut. Hal ini juga berarti PMKP Sermo tidak memproduksi minyak kayu putih lagi sejak tahun 2011.

Pemanfaatan kayu putih ini telah lama dikelola secara kemitraan dengan masyarakat sekitar kawasan hutan. Pemungutan daun kayu putih dilaksanakan oleh pesanggem penggarap tanah yang kemudian diberikan kompensasi berupa upah pungutan. Selain itu, masyarakat sekitar hutan juga diberi kesempatan untuk melakukan tumpangsari di hutan kayu putih. Pemungutan daun kayu putih ini juga dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah konservasi.

Produksi minyak kayu putih pada tahun 2010-2013 selengkapnya disajikan dalam tabel berikut:

Tabel II.28

Produksi Minyak Kayu Putih Taun 2010-2013

Tahun Produksi (liter) PAD (Rp)

2010 43.352 5.028.309.000

2011 44.957 6.110.306.400

2012 46.321 7.581.090.000

2013 44.669 7.330.657.000

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY, 2013

(29)

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PER 31 DESEMBER 2013

29

penurunan sebesar -3,30% dibandingkan tahun 2012. Sementara itu bila dibandingkan dengan tahun 2010, baik produksi maupun PAD minyak kayu putih tahun 2011 maupun tahun 2012, mengalami peningkatan masing-masing sebesar 3,7% dan 21,52%. Hal ini berarti baik produksi maupun PAD selama tiga tahun sejak 2010 mengalami peningkatan, hanya pada tahun 2013 ini mengalami penurunan.

Hasil taksasi yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah pohon kayu putih per satua hektar seba yak . poho de ga rata‐rata produksi per satuan pohon sebesar 1,2 kg atau dalam satu hektar dapat memproduksi 1,2 ton. Hal ini berarti realisasi pengolahan daun kayu putih sebesar 4.865 ton/tahun. Peningkatan produksi daun kayu putih hingga dapat memenuhi kapasitas produksi PMKP dapat dilakukan melalui rehabilitasi dan peremajaan hutan kayu putih dengan intensifikasi jumlah tanaman hingga 3.330 pohon per hektar. Dengan upaya optimalisasi potensi tersebut diharapkan produksi daun kayu putih dapat meningkat menjadi 3 ton per ha.

2.1.3.Arah Kebijakan Daerah

a. Arah kebijakan daerah untuk mencapai Misi Pertama: Membangun peradaban berbasis nilai-nilai kemanusiaan, adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan derajat partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pelestarian budaya dari 30% menjadi 70%.

2) Meningkatkan Angka Melek Huruf dari 91,49% menjadi 95%.

3) Meningkatkan Rata-rata Lama Sekolah dari 9,2 menjadi 12, dan peningkatan Daya Saing Pendidikan.

4) Meningkatkan persentase satuan pendidikan yang menerapkan model pendidikan berbasis budaya dari 0% menjadi 40%

5) Meningkatkan Angka Harapan Hidup dari 73,27 menjadi 74,55.

b. Arah kebijakan daerah untuk mencapai Misi Kedua: Menguatkan perekonomian daerah yang didukung dengan semangat kerakyatan, inovatif dan kreatif, adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan pendapatan perkapita pertahun dari Rp. 6,8 juta menjadi Rp. 8,5 juta.

2) Meningkatkan pemerataan pembangunan yang ditandai dengan menurunnya Indeks Ketimpangan Antar Wilayah dari 0,4574 menjadi 0,4481.

3) Mengurangi kesenjangan pendapatan perkapita mayarakat yang ditandai dengan menurunnya Indeks Ketimpangan Pendapatan dari 0,3022 menjadi 0,2878.

4) Melestarikan budaya DIY sebagai benteng ketahanan budaya yang mampu menumbuh kembangkan kemandirian, keamanan dan kenyamanan yang turut berdampak pada peningkatan jumlah wisatawan nusantara dari 2.013.314 menjadi 2.437.614 dan jumlah wisatawan mancanegara dari 202.518 menjadi 245.198. 5) Melestarikan budaya DIY sebagai benteng ketahanan budaya yang mampu

Gambar

Tabel II.1
Tabel II.2
Tabel II.6
Tabel II.8
+7

Referensi

Dokumen terkait

03 Tanggal 20 Nopember 2012 secara online melalui LPSE Kabupaten Padang Lawas Utara dari pukul 10.00 s/d 11.00 Wib, dengan uraian sebagai berikut :. Demikian Berita Acara

Bagaimana apakah kalian punya komitmen untuk tidak membocorkan masalah apa pun yang akan kita bahas dalam bimbingan kelompok ini?” jadi kita tidak perlu takut untuk bercerita

Judul yang penulis ambil dalam Laporan Akhir ini adalah Pengaruh Sikap, Kesadaran Wajib Pajak, dan Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar

Rasa mual dan muntah serta perasaan yang tdk enak yg dialami ibu pada awal masa kehamilan sampai sekitar trimester 2 (umur kehamilan 20 minggu), secara.. berlebihan dlm waktu yg

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. © Resti Fauzi 2015 Universitas

ka pangarang novel Sabalakana, Dadan Sutisna. Téhnik wawancara dipaké dina nyalusur kahirupan Dadan Sutisna, pikeun ngadeudeulan data panalungtikan. 3) Téhnik

Berdasarkan standarisasi yang mengacu kepada Auckland Transportation, analisa shelter ditujukan agar melindungi pengguna stasiun terpadu manggarai melakukan proses

Dalam pembentukan Peraturan Daerah ini selain berpedoman pada peraturan perundangan dibidang Retribusi Daerah, juga memperhatikan dan dikaitkan dengan Peraturan Perundangan tain