• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Porlestabes Medan Dalam Pemberantasan Narkotika Dihubungkan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Porlestabes Medan Dalam Pemberantasan Narkotika Dihubungkan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang Chapter III V"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERAN POLRESTABES MEDAN DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (TPPU)

A. Polrestabes Medan

1. Sejarah Polrestabes Medan

Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Medan merupakan bagian dari kepolisian Republik Indonesia yang mana wilayah hukum mencakup seluruh kota Medan. Polrestabes Medan membawahi Kepolisian Sektor (Polsek) sebanyak 12 Polsek yaitu Polsek Medan Baru, Polsek Medan Timur, Polsek Medan Barat, Polsek Medan Area, Polsek Medan Kota, Polsek Sunggal, Polsek Deli Tua, Polsek Helvetia, Polsek Percut Sei Tuan, Polsek Patumbak, Polsek Pancur Batu dan Polsek Kutalimbaru.

Sebelum berubah nama menjadi Polrestabes Medan nama yang digunakan ialah Kepolisian Resor Kota (Polresta) Medan. Perubahan nama tersebut tidak dapat dipisahkan dari unsur sejarah yang melekat terhadap Polrestabes Medan sebagai salah satu institusi penegakan hukum yang ada di Indonesia.93

93

Sejarah bukan semata-mata merupakan kronologi gejala-gejala atau kejadian-kejadian saja akan tetapi lebih dari itu. Pentahapan atau kronologi harus disertai dengan analis yang mendalam mengenai kedudukan dan peranan hukum pada masa-masa tertentu. Soerjono Soekanto, Pengantar Sejarah Hukum, (Bandung: Alumni, 1979), hal. 14-15. Aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, advokat dan pengadilan) merupakan pilar penegakan hukum sehingga apabila penegakan hukum dapat terlaksana dengan baik, beberapa faktor dibawah ini harus difungsikanbenar-benar, sebagai berikut: a. Pemberian teladan kepatuhan hukum oleh para penegak hukum,

(2)

Sejarah perkembangan kepolisian di Kota Medan tak terlepas dari keberadaan

penjajahan Belanda dan Jepang. Selain itu, tak terlepas pula dari sejarah perjuangan

masyarakat kota Medan dalam melawan penjajahan Belanda maupun Jepang. Sejarah

mencatat, Kepolisian Kota Besar Medan dan sekitarnya yang semula disebut sebagai

Komtabes-21 MS terbentuk pada 1950. Terpilih sebagai Komtabes-21 MS yang

pertama adalah Komisaris Polisi I R Djojodirdjo. Kemudian berturut turut nama nama

penjabat selengkapanya, AKBP Hamzah, KP-I Sabaruddin,KP-I AJM Piter, KP-I Drs

Ali Mursalin, KP-I Drs Sumarko, AKBP Drs Hadi Saputro, KP-I Drs Oetaryo

Suryawinata, KP-I RM Srikendar, AKBP Drs Bismo Suyitno, AKBP Drs Sunarto,

AKBP Slamet SP, Kolonel Polisi Mangku Harjo, Kolonel polisi Darwo Sugondo,

Kolonel Drs Suhardi, Kolonel Polisi Drs Gandi, Kolonel Polisi Drs Muharsipin,

Kolonel Polisi Drs I.K.Ratta, Kolonel Polisi Drs H Sofjan Jacoeb, Kolonel Polisi Drs

Dewa Astika, Kolonel Polisi Drs Chairuddin Ismail, Kolonel Polisi Drs

M.D.Primanto, Kolonel Polisi Drs Nono Supriono, Sunior Super Intenden/Kolonel

Polisi Drs H.Hasyim Irianto,SH, Komisaris Besar Polisi Drs H Badrodin Haiti.

Komisaris Besar Polisi Drs Bagus Kurniawan,SH, Kolonel Polisi Drs H Irawan

Dahlan, Komisaris Besar Polisi Drs H Bambang Sukamto,SH, Komisaris Besar Polisi

Drs H Aton Suhartono, Komisaris Besar Polisi Drs Imam Margono, Komisaris Besar

Polisi Tagam Sinaga,SH, Komisaris Polisi H Monang Situmorang,SH,MSi,

c. Penyesuaian peraturan yang berlaku dengan perkembangan teknologi mutakhir, d. Penerangan dan penyuluhan mengenai peraturan yang berlaku terhadap masyarakat,

(3)

Komisaris Polisi Nico Afinta,SH.SIK,MH dan kini Komisari Besar Polisi H Mardiaz

Kusin Dwihananto,SIK,M.Hum tercatat sebagai pejabat ke 34.

94

Sejak terbentuk Komtabes-21 MS berkantor di Jl. Bali (kini Jl. Veteran)

Medan. Tahun 1981 sebutan Komtabes-21 berubah menjadi Kotabes-21 MS.

Bersamaan dengan itu markasnya pindah dari Jl. Bali ke Jl. Durian (kini Jl HM Said).

Saat itu Dantabes MS dijabat Kolonel Polisi Drs Suhardi. Komtabes-21 MS berkantor

di gedung berlantai dua yang refresentatif. Markas Kotabes-21 MS tersebut

diresmikan oleh Kapolri Jenderal Awaluddin Djamin. Dari tahun ke tahun

penambahan dan renovasi gedung dilakukan, sehingga markas kepolisian ini tertata

rapi. Saat Kapoltabes MS dijabat Kolonel Sofjan Jacoeb (1990-1992). Saat itu Sofjan

melakukan telaah staf dan studi banding pada perkembangan Polwiltabes Bandung.

Tim yang di bentuk Sofjan Jacoeb kemudian merumuskan perlunya perubahan status

atau pemekaran Poltabes MS menjadi Polwiltabes Medan. Ini dilakukan untuk

menjawab tantangan kepolisian Medan ke depan. Konsepnya, akan ada empat

Polresta di bawah Polwiltabes MS, yakni Polresta Medan Timur, Medan Barat,

Medan Selatan, dan Medan Utara. Sedangkan pada tingkat Polsek dan Polsekta akan

disesuaikan dengan jumlah kecamatan yang ada di kota Medan, yang jumlahnya

mencapai 22 kecamatan. Usul ini sudah disampaikan ke Mabes Polri tapi tidak

dikabulkan.

95

94 Baharuddin Saputra,

Sejarah Polrestabes Medan,

(4)

Sejak tahun 1985 sampai tahun 1996 sebutannya berubah lagi menjadi

Poltabes MS (Poltabes Medan dan Sekitarnya) Sebelas tahun kemudian, pada tahun

1996, semasa Kapoltabes Medan dijabat Kolonel Polisi Drs H Chairuddin Ismail

istilah Poltabes MS tidak digunakan lagi. Sebagai gantinya disebut Poltabes Medan

saja. Sebutan itu hanya bertahan sekitar setahun saja, sebab pada pertengahan 1997

saat Kapoltabes Medan dijabat Kolonel Polisi Drs MD Primanto, Kapolri Jenderal

Drs Dibyo Widodo melakukan kunjungan kerja ke Mapoltabes Medan. Dalam

sambutan lisannya saat apel di Mapoltabes, Kapolri menegaskan bahwa sebutan

“Poltabes Medan dan Sekitarnya” mengandung makna penting. Sebab, sebagian

wilayah hukum yang menjadi tanggung jawab Poltabes Medan adalah wilayah

Pemerintahan Daerah Kabupaten Deli Serdang. Selain itu sebutan tersebut juga

mengandung nilai historis. Dibyo Widodo sendiri pernah menjabat sebagai Kasat

Serse di Poltabes MS. Akhirnya, sebutan Poltabes MS digunakan lagi sampai tahun

2010 berubah nama menjadi Polresta Medan.

96

Sejak 1 Juli 2010 sebutannya Polresta Medan (Kepolisian Resort Kota

Medan) dipimpin oleh Kombes Pol Tagam Sinaga, SH Sebagai Anak Daerah yang

pertama memimpin Polresta Medan. Tagam bertekad menjadikan Mapolresta Medan

menjadi markas yang bersih, indah dan membanggakan. Dia memulai tugasnya

dengan melakukan renovasi besar besaran di kantornya dan semua Satuan Fungsi

serta Bagian yang ada di Mapolres. Sedikitnya menelan biaya kurang lebih 2 Miliyar.

Obsesinya mewujudkan markas yang bersih indah dan nyaman, kini terwujud.

(5)

Setelah itu Kombes Pol Monang Situmorang,SH,MH menjadi Kapolresta Medan

menggantikan Tagam Sinaga. Monang tercatat sebagai Putra daerah kedua yang

menjadi pimpinan tertinggi di Polresta Medan. Kombes Nico Afinta Karo karo

Sukapiring,SIK.SH.MH yang kemudian menggantikan Monang Situmorang, Nico

menjabat sekitar 2 tahun di dampingi AKBP Yusuf Hondawantri Naibaho,SH,MSi.

Sekarang Kombes Pol H Mardiaz Kusin Dwihananto,SIK,M.Hum mulai 18 Juni 2015

hingga kini menjabat Kapolresta Medan didampingi Wakapolresta AKBP Mahedi

Surindra,SH,SIK dan Kabag Ops Kompol Herwinsyah Putra,SH,MSi. Upaya pihak

Polresta Medan melakukan persiapan dan membuat telaahan staf kepada Pimpinan

Polri, mengusulkan Polresta Medan Menjadi Polrestabes Medan akhirnya di

kabulkan. Status Polresta Medan resmi berubah menjadi Polrestabes Medan sesuai

surat Keputusan Kapolri Jenderal Polisi Drs H. Tito Karnavian, MA, PhD nomor :

ST/2325/ /IX / 2016: tanggal 23 September 2016. Dalam surat keputusan tersebut

Kapolri tetap menunjuk Kombes Pol H Mardiaz Kusin Dwihananto,SIK,M.Hum

menjabat Kapolrestabes Medan dan AKBP Mahedi Surindra,SH,SIK menjabat

Wakapolrestabes Medan.

97

Upacara peresmian kenaikan status Polresta Medan menjadi Polresta Medan

di gelar besar besaran, bertindak selaku Inspektur Upacara ialah Gubernur Sumatera

Utara Ir H T Erry Nuradi,MSi ditandai dengan penyerahan surat Keputusan Kapolri

dan penyemanatan tanda kewilayahan Polrestabes Medan di lengan Kiri

Kapolrestabes Medan Kombes Pol H Mardiaz Kusin Dwihananto,SIK,M.Hum.

(6)

Gubernur dalam pengukuhan itu membacakan sambutan tertulis Kapolda Sumut Irjen

Pol Drs Raden Budi Winarso dan memberikan ucapan selanat, semoga Polrestabes

Medan lebih baik dimasa depan.

98

Upacara dihadiri Waka Polda Sumut Brigjen Pol Drs Adhi Prawoto,SH, Para Pejabat Utama Polda Sumut, Walikota Medan Drs T.Dzulmi Eldin MSi , Dandim 0201/BS Kolonel Inf Ridwan Maulana, SH, Para Kagab, kasat dan Kapolsek sejajaran, dan Ketua Cabang Bhayangkari Kota Medan Nyonya Hj Tasha Mardiaz serta pengurus Bhayangkari Ranting Polsek sejajaran. Kapolrestabes Medan ketika dikonfirmasi peningkatan status menjadi Polrestabes mengatakan, pertama tentunya mengucapkan terima kasih serta syukur karena peningkatan status ini mencerminkan kepercayaan dari Bapak Kapolri selaku pimpinan tertinggi Polri serta kepercayaan dari masyarakat Kota Medan. Alih status ini tentunya diharapkan akan meningkatkan profesionalisme seluruh personel Polrestabes Medan dalam rangka melayani masyarakat yang berada di wilayah hukumnya dan dengan alih status ini dibarengi juga dengan peningkatan sumber daya manusia serta sarana prasana yang dimiliki. Sampai saat ini Polrestabes Medan miliki 12 Polsek dengan kategori 11 Polsek tipe Urban yaitu Polsek Medan Area, Medan Kota, Medan Baru, Medan Barat, Medan Timur, Medan Helvetia, Percut Sei Tuan, Patumbak, Sunggal, Deli Tua, Pancur Batu dan 1 Polsek Tipe Rural yakni Polsek Kutalimbaru sehingga masih ada polsek yang melayani lebih dari 1 Kecamatan. Ke depan perlu adanya Kebijakan Pimpinan untuk menambah jumlah Kepolisian Sektor sesuai dengan jumlah kecamatan yang ada. Ratio polri di Polrestabes Medan yang 1: 1500 itu hanya mengacu kepada jumlah penduduk yang tercatat di Disdukcapil, sedangkan

(7)

di kota Medan ini banyak masyarakat yang beraktivitas baik dari luar Prov maupun luar Kota/ Kab sehingga dapat diprediksi bahwa penduduk di kota Medan hanpir capai 5,5 juta jiwa. Namun, demikian Polrestabes Medan tetap meningkatkan pelayanan publik dengan manfaatkan sumber daya manusia yang ada dan mengacu pada selektif prioritas.99

2. Visi Dan Misi Polrestabes Medan

Polretabes Medan memiliki fungsi yang merujuk kepada Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, berbunyi :

”Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.

Disamping itu, keberadaan Polrestabes Medan juga didasarkan kepada tujuan kepolisian Republik Indonesia yang didasarkan pada Pasal 4 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, berbunyi :

”Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia”.

99

(8)

Fungsi dan tujuan kepolisian Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia diimplementasikan oleh Polrestabes Medan dalam visi dan misinya.100

Visi Polrestabes Medan, yaitu :

Terwujudnya stabilitas keamanan dan ketertiban di wilayah hukum Polrestabes Medan dengan melaksanakan kemitraan dan kerjasama dengan Instansi terkait dan masyarakat.

Misi Polrestabes Medan, yaitu :

a. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah , tanggap dan tidak diskriminatif demi mewujudkan rasa aman melalui kerjasama dengan seluruh elemen masyarakat kota Medan.

b. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat sepanjang waktu di seluruh wilayah hukum Polresta Medan serta mengefektifkan fungsi Perpolisian Masyarakat dalam memelihara Kamtibmas di lingkungan masing-masing.

c. Memelihara keamanan dan ketertiban Lantas di wilayah hukum Polrestabes Medan untuk menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran arus orang dan barang.

d. Meningkatkan kerjasama Internal Polri dan kerjasama dengan aparat penegak hukum pada instansi terkait serta komponen masyarakat.

100

(9)

e. Mengembangkan Perpolisian Masyarakat (Polmas) di wilayah hukum Polrestabes Medan yang berbasis kepada masyarakat patuh hukum (Law Abiding Citizen).

f. Menegakkan hukum di wilayah hukum Polresta Medan secara profesional, objektif, proporsional, transparan dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan.

g. Mengelola sumber daya Polresta Medan secara profesional, proporsional, transparan, akuntabel dan modern guna mendukung operasional tugas Polresta Medan.

h. Membangun kemitraan dan kebersamaan (Partnership Building) dengan seluruh potensi masyarakat dan instansi pemerintah dalam memelihara keamanan dan ketertiban di wilayah hukum Polrestabes Medan.

(10)

B. Peran Polrestabes Medan Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika Yang Berhubungan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

1. Peran Polrestabes Medan Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika Yang Berhubungan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Dalam Konteks Penal Policy

Keberadaan Polrestabes Medan sebagai institusi penegak hukum merupakan salah satu penyebab yang dapat mempengaruhi penegakan hukum. Hal itu disebabkan karena penegak hukum merupakan golongan-golongan panutan dalam masyarakat yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sehingga sesuai dengan aspirasi masyarakat dimana panutan ini dapat pula memperkenalkan norma-norma atau kaidah-kaidah yang baru serta keteladanan yang baik.101

Salah satu keberhasilan penegak hukum dalam hal ini Polretabes Medan mewujudkan dirinya sebagai panutan ialah dengan cara melakukan penegakan hukum melalui sarana hukum pidana atau penal policy.

Sarana penal atau sarana hukum pidana dalam proses penerapannya harus melalui beberapa tahapan, yakni :102

a. Tahap formulasi yaitu tahap penegakan hukum in abstracto oleh badan pembuat undang-undang. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan legislatif,

b. Tahap aplikasi yaitu tahap penerapan hukum pidana oleh aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan yudikatif,

101

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), hal. 34

102

(11)

c. Tahap eksekusi yaitu tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat-aparat pelaksanaan pidana. Tahap ini disebut tahap kebijakan eksekutif atau administratif.

Bentuk sarana penal ialah tindakan repersif. Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindakan pidana.103

Tindakan represif yang dapat dilakukan Polrestabes Medan jika terjadi tindak pidana pencucian uang yang disebabkan kejahatan asal ialah tindak pidana narkotika ialah penyidikan terhadap pelaku tindak pidana dimana pihak yang dapat melakukan tindak pidana pencucian uang ialah pihak yang memperoleh keuntungan materi, yakni bandar narkotika (dapat dikatakan sebagai penyuplai narkotika), pengedar/kurir narkotika (yang mengedarkan narkotika kepada konsumen atau pengguna) atau pihak yang mem-back up (melindungi) peredaran narkotika (pihak berwenang yang melindungi peredaran narkotika atau organisasi masyarakat yang juga melindungi peredaran narkotika). Sesuai dengan kewenangan Polrestabes Medan yang merupakan bagian dari institusi kepolisian Republik Indonesia yang di atur didalam Pasal 74 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, berbunyi:

”Penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang ini”.

103

(12)

Polrestabes Medan merupakan penyidik tindak pidana asal dalam hal ini narkotika yang mana kewenangannya diperoleh dari Pasal 81 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yakni :

”Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini”.

Kewenangan Polrestabes Medan sangat jelas berdasarkan uraian di atas sehingga tindakan represif yang dapat dilakukan olehnya mengacu kepada Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tahapan mulainya tindakan represif yang dilakukan Polrestabes Medan terhadap tindak pidana pencucian uang dimana kejahatan asalnya ialah tindak pidana narkotika ialah Pasal 74 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di atas. Selanjutnya, Polrestabes Medan apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal, penyidik dapat menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dengan penyidikan tindak pidana pencucian uang dan melaporkannya kepada Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mana hal tersebut sesuai dengan bunyi Pasal 75 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu :

(13)

asal dengan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dan memberitahukannya kepada PPATK”.

Tindakan penyidik (Polrestabes Medan) yang dapat melakukan menggabungkan penyidikan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal dapat dipandang sebagai concursus realis yang artinya perbarengan (gabungan) beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri dan masing-masing perbuatan itu telah memenuhi rumusan tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Pidana. Dengan demikian, konsep dari tindak pidana pencucian uang juga serupa dengan konsep tindak pidana penadahan, yakni tidak perlu membuktikan terlebih dahulu, menuntut dan menghukum orang yang mencuri sebelum menghukum orang yang menadah.104 Kondisi tersebut jelas sama sekali tidak menggangu keberadaan tindak pidana pencucian uang sebagai independent crime karena pembuktiannya tetap dilakukan sendiri-sendiri. Selanjutnya, dalam Pasal 75 terdapat frase kalimat, ”memberitahukannya kepada PPATK” dimana perlu dipahami tidak ada ditemukan kata wajib yang menyertai kalimat tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa pemberitahuan kepada PPATK sifatnya hanya koordinasi atau tidak wajib.105

104

Supriyadi Widodo Eddyono & Yonatan Iskandar Chandra, Op.Cit, hal. 27

Hal tersebut ditegaskan pula oleh Bismar Nasution yang mengatakan, setiap penegak hukum (Polrestabes Medan) demi tegaknya Undang-Undang No. 8 Tahun

105

Ketidakwajiban melakukan pemberitahuan kepada PPATK juga dipertegas dengan tidak adanya PPATK di daerah yang mana pembentukan didaerah hanya jika mendesak sangat diperlukan sehingga jika harus dilakukan pemberitahuan ke PPATK pusat terlebih dahulu selanjutnya melakukan koordinasi terlebih dahulu maka akan menyebabkan pelaku tidak pidana pencucian uang akan sempat menghilangkan aset yang diperoleh dari tindak pidana asal. Pembentukan PPATK didaerah sesuai dengan Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 2010 Tentang Penceahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, berbunyi:

(14)

2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dapat melakukan tindakan berupa pelacakan dan melakukan koordinasi dengan PPATK untuk upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang.106

Proses penyidikan yang dilakukan oleh Polrestabes Medan terhadap tindak pidana pencucian uang dapat melakukan beberapa tindakan untuk keberhasilan proses tersebut, yaitu :

Selain, penyidikan sudah dapat dipastikan bahwa Polrestabes Medan juga berhak melakukan penangkapan dan penahanan sebagai sebuah rangkaian dari penyidikan.

a. Melakukan penundaan transaksi terhadap harta kekayaan yang diketahui dan patut diduga merupakan hasil tindak pidana. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 70 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian, berbunyi :

”(1) Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan Pihak Pelapor untuk melakukan penundaan Transaksi terhadap Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.

(2) Perintah penyidik, penuntut umum, atau hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai:

a. nama dan jabatan yang meminta penundaan Transaksi;

b. identitas Setiap Orang yang Transaksinya akan dilakukan penundaan; c. alasan penundaan Transaksi; dan

d. tempat Harta Kekayaan berada.

106

(15)

(3) Penundaan Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja.

(4) Pihak Pelapor wajib melaksanakan penundaan Transaksi sesaat setelah surat perintah/permintaan penundaan Transaksi diterima dari penyidik, penuntut umum, atau hakim.

(5) Pihak Pelapor wajib menyerahkan berita acara pelaksanaan penundaan Transaksi kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim yang meminta penundaan Transaksi paling lama 1 (satu) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan penundaan Transaksi”.

b. Melakukan pemblokiran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 71 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian, berbunyi : ”(1) Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan Pihak Pelapor

untuk melakukan pemblokiran Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dari:

a. Setiap Orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik; b. tersangka; atau

c. terdakwa.

(2) Perintah penyidik, penuntut umum, atau hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai: a. nama dan jabatan penyidik, penuntut umum, atau hakim;

b. identitas Setiap Orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, tersangka, atau terdakwa;

c. alasan pemblokiran;

(16)

(3) Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

(4) Dalam hal jangka waktu pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir, Pihak Pelapor wajib mengakhiri pemblokiran demi hukum.

(5) Pihak Pelapor wajib melaksanakan pemblokiran sesaat setelah surat perintah pemblokiran diterima dari penyidik, penuntut umum, atau hakim.

(6) Pihak Pelapor wajib menyerahkan berita acara pelaksanaan pemblokiran kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim yang memerintahkan pemblokiran paling lama 1 (satu) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan pemblokiran.

(7) Harta Kekayaan yang diblokir harus tetap berada pada Pihak Pelapor yang bersangkutan”.

c. Meminta pihak pelapor untuk untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai Harta Kekayaan seseorang yang diduga memiliki kekayaan dari hasil tindak pidana.107

107

Pihak pelapor adalah Setiap Orang yang menurut Undang-Undang ini wajib menyampaikan laporan kepada PPATK. Pihak pelapor terdiri dari a. penyedia jasa keuangan: 1. bank; 2. perusahaan pembiayaan; 3. perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi; 4. dana pensiun lembaga keuangan; 5. perusahaan efek; 6. manajer investasi; 7. kustodian; 8. wali amanat; 9. perposan sebagai penyedia jasa giro; 10. pedagang valuta asing; 11. penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu; 12. penyelenggara e-money dan/atau e-wallet; 13. koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam; 14. pegadaian; 15. perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi; atau 16. penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang. b. penyedia barang

dan/atau jasa lain: 1. perusahaan properti/agen properti; 2. pedagang kendaraan bermotor; 3. pedagang permata dan perhiasan/logam mulia; 4. pedagang barang seni dan antik; atau 5. balai lelang. Pasal 1 angka 11 dan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

(17)

”(1) Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana Pencucian Uang, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta Pihak Pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai Harta Kekayaan dari:

a. orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik; b. tersangka; atau

c. terdakwa.

(2) Dalam meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi penyidik, penuntut umum, atau hakim tidak berlaku ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur rahasia bank dan kerahasiaan Transaksi Keuangan lain.

(3) Permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dengan menyebutkan secara jelas mengenai:

a. nama dan jabatan penyidik, penuntut umum, atau hakim;

b. identitas orang yang terindikasi dari hasil analisis atau pemeriksaan PPATK, tersangka, atau terdakwa;

c. uraian singkat tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan; dan d. tempat Harta Kekayaan berada.

(4) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disertai dengan: a. laporan polisi dan surat perintah penyidikan;

b. surat penunjukan sebagai penuntut umum; atau c. surat penetapan majelis hakim.

(5) Surat permintaan untuk memperoleh keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) harus ditandatangani oleh:

a. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau kepala kepolisian daerah dalam hal permintaan diajukan oleh penyidik dari Kepolisian Negara Republik Indonesia;

(18)

c. Jaksa Agung atau kepala kejaksaan tinggi dalam hal permintaan diajukan oleh jaksa penyidik dan/atau penuntut umum; atau

d. hakim ketua majelis yang memeriksa perkara yang bersangkutan.

(6) Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditembuskan kepada PPATK”. 2. Peran Polrestabes Medan Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika Yang

Berhubungan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Dalam Konteks Non Penal Policy

Kebijakan non penal secara Internasional diakui keberadaannya oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai Kongres PBB mengenai the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders. Dalam Kongres PBB ke-6 di Caracas, Venezuela pada tahun 1980 antara lain dinyatakan, bahwa “Crime prevention strategies should be based upon the elimination of causes and conditions giving rise to

crime”.108 Selanjutnya dalam Kongres PBB ke-7 di Milan, Italia pada tahun 1985 juga dinyatakan bahwa “the Basic crime prevention must seek to eliminate the causes and conditions that favour crime”.109

108

Dodik Prihatin AN, Urgensi Non Penal Policy Sebagai Politik Kriminal Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Korupsi,

Kongres PBB ke-8 di Havana, Kuba pada tahun1990 menyatakan bahwa “the social aspects of development are an important factor in the achievement of the objectives of the strategy for crime prevention and criminal justice in the

(19)

context of development and should be given higher priority”.110 Dalam Kongres PBB ke-10 di Wina, Austria pada tahun 2000 juga ditegaskan kembali bahwa :111

Comprehensive crime prevention strategies at the international, national, regional, and local level must address the root causes and risk factors related to crime and victimization

through social, economic, health, educational, and justice policies”.

Sarana non penal dimunculkan sebagai alternatif untuk menanggulangi kejahatan. Muladi membedakan berbagai tipologi tindakan pencegahan atau non penal (prevention without punishment). Tipologi-tipologi tersebut antara lain sebagai berikut:112

a. Pencegahan primer (primary prevention) yang diarahkan baik pada masyarakat sebagai korban potensial maupun para pelaku-pelaku kejahatan yang masih belum tertangkap atau pelaku potensial,

b. Pencegahan sekunder (secondary prevention). Berbeda dengan yang pertama, pada bentuk pencegahan sekunder ini, tindakan diarahkan pada kelompok pelaku atau pelaku potensial atau sekelompok korban potensial tertentu. Sebagai contoh adalah dalam kaitannya dengan korban kejahatan perampokan nasabah bank, kejahatan perbankan kejahatan pencurian kendaraan bermotor,

c. Pencegahan tersier (tertiary prevention). Dalam hal ini pencegahan diarahkan pada jenis pelaku tindak pidana tertentu dan juga korban tindak pidana tertentu, misalnya recidivist offender maupun recidivist victim.

Upaya penerapan non penal dapat dilakukan dengan cara preventif (mencegah sebelum terjadinya kejahatan). Tidak hanya sebatas upaya preventif saja, di kepolisian saran non penal juga dikembangkan yang disebut dengan cara preemtif.

110 Ibid 111

Ibid 112

(20)

Sebelum membahas upaya preventif Polrestabes Medan dalam upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang kejahatan asalnya ialah tindak pidana narkotika akan diuraikan mengenai upaya preemtif yang merupakan pengembangan dari upaya non penal. Perlu dipahami bahwa dimana pihak yang dapat melakukan tindak pidana pencucian uang ialah pihak yang memperoleh keuntungan materi, yakni bandar narkotika (dapat dikatakan sebagai penyuplai narkotika), pengedar/kurir narkotika (yang mengedarkan narkotika kepada konsumen atau pengguna) atau pihak yang mem-back up (melindungi) peredaran narkotika (pihak berwenang yang melindungi peredaran narkotika atau organisasi masyarakat yang juga melindungi peredaran narkotika). Preemif adalah kebijakan yang melihat akar masalah utama penyebab terjadinya kejahatan dan menghilangkan unsur korelatif kriminogen dari masyarakat agar tidak berkembang menjadi gangguan (police hazard) atau berlanjut menjadi ancaman faktual (crime).113 Preemtif merupakan kebijakan yang muncul akibat pengembangan cummunity policing. Konsep Community Policing ke dalam ranah perpolisian, digagaslah reformasi kepolisian yang bersifat paradigmatik, yang kemudian menghadirkan:114

a. Problem Oriented Policing (POP)/ Problem Solving Policing, yaitu Perpolisian yang diselenggarakan dari dan oleh jajaran kepolisian untuk memecahkan permasalahan kamtibmas dan/atau kriminalitas yang didefinisikan oleh publik;

b. Community Oriented Policing, yaitu Perpolisian yang diselenggarakan dari dan oleh jajaran Kepolisian untuk kepentingan publik, dengan segala permasalahannya, tidak

113

114

(21)

hanya terbatas pada pemecahan permasalahan kamtibmas dan/atau kriminalitas yang didefinisikan oleh publik;

c. Community Based Policing, yaitu Perpolisian yang diselenggarakan dari publik, dalam hal ini permasalahan yang dihadapi oleh publik bisa saja didefinisikan oleh publik itu sendiri, akan tetapi dilaksanakan oleh dan untuk kepentingan jajaran kepolisian.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pelaksanaan comnunity policing dalam bentuk preemtif dilaksanakan oleh kepolisian dalam satuan tersendiri, yakni Bina Masyarakat (Binmas) dalam unit Bhayangkara Pembina Dan Keamanan Ketertiban Masyarakat (BHABINKAMTIBMAS). Secara umum bhabinkamtibmas memiliki tugas, sebagai berikut :115

a. Membina masyarakat agar tercipta kondisi yang menguntungkan bagi pelaksanaan tugas polri di desa/kelurahan.

b. Melakukan pembinaan terhadap warga masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya untuk dapat meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum dan ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

c. Melakukan upaya kegiatan kerjasama yang baik dan harmonis dengan aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh adat dan para sepuh yang ada di desa ayau kelurahan.

d. Melakukan pendekatan dan membangun kepercayaan terhadap masyarakat.

e. Melakukan upaya pencegahan tumbuhnya penyakit masyarakat dan membantu penanganan rehabilitasi yang terganggu.

f. Melakukan upaya peningkatan daya tangkal dan daya cegah warga masyarakat terhadap timbulnya gangguan Kamtibmas.

g. Membimbing masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam rangka pembinaan Kamtibmas secara Swakarsa di desa/kelurahan.

h. Melakukan kerjasama dan kemitraan dengan potensi masyarakat dan kelompok atau forum Kamtibmas guna mendorong peran sertanya dalam bhabinkamtibmas dan dapat mencari solusi dalam penanganan permasalahan atau potensi gangguan dan ambang gangguan yang terjadi dimasyarakat agar tidak berkembang menjadi gangguan nyata Kamtibmas.

i. Menumbuhkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan perundang-undangan.

115

(22)

j. Memberikan bantuan dalam rangka penyelesaian perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum.

k. Memberikan petunjuk dan melatih masyarakat dalam pengamanan lingkungan.

l. Memberikan pelayanan terhadap kepentingan warga masyarakat untuk sementara waktu sebelum ditangani pihak berwenang.

m. Menghimpun informasi dan pendapat dari masyarakat untuk memperoleh masukan atas berbagai isu atau kisaran suara yaang tentang penyelenggaraan fungsi dan tugas pelayanan Kepolisian serta permasalahan yang berkembang dalam masyarakat.

Polrestabes Medan unit bhabinkamtibmas yang melakukan kegiatan preemtif/himbauan dimana untuk tindak pidana pencucian uang bentuk tindakan yang diberikan ialah terhadap kejahatan asal terlebih dahulu selajutnya kepada kemungkinan kejahatan lain yang dapat timbul. Dalam hal ini secara khusus ialah tindak pidana pencucian uang yang kejahatan asalnya tindak pidana narkotika.116

Tindakan preemtif yang dilakukan oleh bhabinkamtibmas, sebagai berikut:

a. Memberikan Informasi Kepada Masyarakat

Bentuk pemberian informasi kepada masyarakat ini terhadap tindak pidana narkotika dilakukan dengan pembuatan brosur yang ditempel disetiap papan pengumuman kelurahan mengenai bahaya narkotika sekaligus tindak pidana yang dapat mengikuti tindak pidana tersebut. Misalnya, seorang pemakai narkotika lama-kelamaan jika ia kesulitan memperoleh uang akan melakukan pencurian kemudian seorang pengedar narkotika yang seolah-olah bisa dilihat memperoleh uang yang sangat banyak akan tetapi dampak dari hasil kejahatan tersebut ia dapat dipidan dengan tuduhan lain, yakni tindak pidana pencucian uang. Selain itu, setiap sebulan sekali juga dilakukan

116

(23)

penyuluhan dikantor kelurahan mengenai bahaya narkotika berserta tindak pidana yang mengikutinya yang mana keadaan tersebut jika sampai pada proses penyidikan maka pelaku tindak pidana beserta tindak pidana yang menikutinya secara khusus tindak pidana pencucian uang maka hukumannya menjadi berlapis.117

b. Pembentukan Siskamling (Sistem Keamanan Lingkungan)

Keberadaan siskamling diselenggarakan dengan tujuan, sebagai berikut:

1) Menciptakan situasi dan kondisi aman, tentram dan tertib dilingkungannya masing-masing. Artinya, dengan adanya siskamling ini masyarakat dapat ikut aktif menjaga dirinya sendiri beserta keluarganya sehingga pengedaran narkotika dapat dicegah keberlangsungannya disebuah daerah/kelurahan. Dampanknya ialah dengan pencegahan pengedaran narkotika tentu pengedar akan kesulitan untuk memperoleh penghasilan sehingga kemungkinan besar tindak pidana pencucian uang juga tidak terjadi.

2) Terwujudnya kesadaran warga masyarakat di lingkungannya dalam pencegahan dan penanggulangan terhadap setiap kemungkinan timbulnya gangguan Kamtibmas.118 Keberadaan siskamling tidak hanya dipergunakan untuk menjaga keamanan dimalam hari akan tetapi dapat dijadikan tempat pengaduan awal apabila masyarakat melihat penyalahgunaan narkotika secara khusus kegiatan pengedar

117

Hasil wawancara dengan Kasat Binmas Polrestabe Medan Widya Budi Hartati, 12 Desember 2016

118

(24)

atau bandar narkotika dengan melakukan koordinasi antara petugas siskamling dan masyarakat maka penjagaan keamanan akan lebih solid lagi.

c. Terlibat Dalam Pembinaan Remaja Atau Pemuda/Pemudi

Narkotika merupakan benda yang sangat mudah menyusup dikalangan para remaja atau pemuda/pemudi karena tidak jarang para pengedar melakukan bujuk rayu terhadap mereka dengan berbagi cara mulai dari narkotika dapat menghilangkan masalah yang dihadapi, pemberian secara gratis diawal, dapat terlihat kerena bahkan untuk remaja yang kekurangan uang jajan juga dilibatkan dalam pengedaran narkotika dengan iming-iming imbalan yang cukup besar. Keterlibatan anggota bhabinkamtibmas dalam membina para remaja dengan ikut terlibat dalam kegiatan remaja masjid dan karang taruna dapat menghalangi atau menghindarkan mereka dari pengaruh buruk narkotika. Dengan demikian maka para pengedar juga tidak akan memperoleh uang disekitaran daerah yang menjadi target operasinya dan juga berdampak dengan tidak adanya hail dari penjualan narkotika maka tindak pidana pencucian uang juga tidak akan terjadi.119

Selanjutnya, setelah upaya preemtif di atas dilaksanakan maka upaya preventif juga tetap dilakukan sebagai wujud maksimal dari upaya non penal agar tindak pidana pencucian uang yang kejahatan asalnya tindak pidana narkotika tidak berkembang dalam masyarakat. Tindakan preventif yang dilakukan oleh Polrestabes Medan dalam rangka mencegah tindak pidana pencucian uang yang kejahatan asalnya tindak pidana narkotika, yaitu :

119

(25)

a. Razia terhadap pengedaran narkotika dimana kegiatan ini sering dilaksanakan di malam hari baik dijalan raya maupun tempat hiburan malam. Dengan dilakukannya razia ini maka akan mencegah merebaknya pengedaran narkotika di kota Medan dan berakibat pula kejahatan lain yang mengikutinya dapat dicegah secara khusus tindak pidana pencucian uang.120

b. Melakukan kerjasama dengan forum kemitraan polisi dengan masyarakat, dengan terbentuknya forum tersebut maka jalinan kejasama antar polisi dengan masyarakat dapat terjalin dengan erat secara khusus Polrestabes Medan, yakni masyarakat dapat memberikan informasi terhadap pihak-pihak yang dicurigai sebagai bandar atau pengedar besar narkotika dimana biasanya bandar atau pengedar besar narkotika sangat mungkin melakukan tindak pidana pencucian uang.

121

Disamping itu, juga dilakukan pembentukan Satgas (satuan) tugas anti narkotika yang bertujuan tidak hanya menindaklanjuti permasalahan penggunaan narkotika tetapi juga permasalahan pengedar atau bandar narkotika dimana bandar narkotika yang sangat berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang.122

c. Melakukan kerjasama dengan organisasi kepemudaan di kota Medan, artinya denga melibatkan organisasi kepemudaan dikota medan yang sudah sangat jelas anggotanya berisi pemuda-pemuda yang sangat produktif juga dapat mencegah

120

Hasil Wawancara dengan Kasat Res Narkoba Polrestabes Medan Boy J. Situmorang, 12 Desember 2016

121

Hasil Wawancara dengan Kasat Res Narkoba Polrestabes Medan Boy J. Situmorang, 12 Desember 2016

122

(26)

terjadinya kejahatan secara khusus kejahatan narkotika yang sangat rentan diikuti kejahatan lainnya termasuk pencucian uang.123

d. Melakukan sosialisasi, maksudnya Polrestabes Medan melakukan sosialisasi terhadap masyarakat untuk terjadinya peredaran narkotika secara luas di masyarakat. Materi sosialisasi untuk para remaja biasanya meliputi agar pilih teman dan lingkungan yang baik, tolak bujukan orang untuk mencoba narkotika dan sejenisnya, tolak ajakan orang yang menawarkan pekerjaan sebagai kurir sesuatu barang yang belum jelas terlebih dengan imbalan yang menggiurkan, bila ingin berbagi pengalaman lakukan kepada orang yang dapa dipercaya tentunya teman yang diketahui memiliki predikat baik dalam kesehariannya. Untuk orang dewasa dalam hal ini orang tua bentuk sosialisasi biasanya diarahkan agar orang tua dapat menasehati anak dengan baik bukan dengan marah-marah dimana bentuk nasehat diarahkan kedalam wujud agar anak jangan sesekali ingin mencoba narkotika dengan alasan apapun misalnya diejek, disindir dan lain sebagainya karena akan berdampak besar untuk masa depannya, selanjutnya tentu secara akal, pikiran dan keberanian orang dewasa memiliki lebih dibandingkan anak ataupun remaja sehingga Polrestabes Medan juga mengarahkan atau mensosialisasikan agar masyarakat selalu meningkatkan pengawasan/kontrol terhadap anak diluar rumah, bila mengetahui ada indikasi terdapat penyalahgunaan narkotika dilingkungannya berani untuk memberikan laporan kepihak kepolisian terdekat dan orang tua harus mempunyai pengetahuan

123

(27)

tentang bahaya narkotika sehingga dapat menumbuhkan kesadaran akan bahaya narkotika sejak dini kepada anak. Dengan sempitnya ruang gerak narkotika maka tindak pidana lainnya secara khusus tindak pidana pencucian uang juga semakin sempit.124

124

(28)

BAB IV

PROBLEMATIKA POLRESTABES MEDAN DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PIDANA PENCUCIAN UANG (TPPU)

A. Problematika Polrestabes Medan Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika Yang Berhubungan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Kata problematika berasal dari kata problem yang artinya masalah atau persoalan dimana dapat dikatakan bersinonim dengan kata masalah yang artinya sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan.125

Polrestabes Medan merupakan bagian dari kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu unsur penegakan hukum di Indonesia dimana posisinya dapat mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia. Menurut Soerjono Soekanto terdapat 5 (lima) faktor utama yang dapat mempengaruhi penegakan hukum, yaitu faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan kebudayaan.

Dengan demikian, judul pembahasan pada bagian ini cenderung akan menguraikan masalah-masalah atau problem yang dihadapi Polrestabes Medan dalam pemberantasan tindak pidana narkotika yang berhubungan dengan tindak pidana pencucian uang sehingga dengan mengetahui masalah tentu juga akan dirumuskan upaya untuk menanggulangi masalah-masalah tersebut.

126

Upaya Polrestabes Medan untuk melakukan pemberantasan tindak pidana narkotika yang berhubungan dengan tindak pidana pencucian uang merupakan salah satu

125

Departemen Pendidikan Nasional. Op.Cit, hal. 1103 & 883 126

(29)

upaya untuk melakukan penegakan hukum yang mana tentu dalam pelaksanaanya memiliki problematika atau masalah dimana untuk melihatnya akan digunakan 5 (lima) faktor utama yang dapat mempengaruhi penegakan hukum. Namun, sebelumnya sebagai penegasan bahwa bentuk pencucian uang yang tindak pidana asal narkotika hanya dapat dilakukan oleh dimana pihak yang dapat melakukan tindak pidana pencucian uang ialah pihak yang memperoleh keuntungan materi, yakni bandar narkotika (dapat dikatakan sebagai penyuplai narkotika), pengedar/kurir narkotika (yang mengedarkan narkotika kepada konsumen atau pengguna) atau pihak yang mem-back up (melindungi) peredaran narkotika (pihak berwenang yang melindungi peredaran narkotika atau organisasi masyarakat yang juga melindungi peredaran narkotika).

1. Problematika Yuridis

Problematika yuridis disini mengandung maksud tidak hanya sebatas peraturan perundang-undangan saja akan tetapi lebih luas lagi yakni bagian dalam dari hukum itu sendiri terdiri atas penegak hukum, hukum atau aturan dan sarana serta fasilitas. Problematika yuridis yang dihadapi Polrestabes Medan dalam memberantas tindak pidana pencucian uang, sebagai berikut:

(30)

Faktor hukum yang dimaksud ialah hanya terbatas pada peraturan perundang-undangan saja.127 Keberadaan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantas Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan wujud terlengkap dalam upaya memberantas tindak pidana pencucian uang. Hal tersebut dapat dilihat dalam tujuan dibentuknya Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantas Tindak Pidana Pencucian, yaitu :128

“Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana Undang-Undang ini. Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.”

Kemunculan pengaturan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantas Tindak Pidana Pencucian Uang tetap saja mengalami polemik, yakni banyaknya penegak hukum yang dapat melakukan penyidikan sesuai dengan Pasal 74 Undang-Undang No. 10 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, berbunyi :

127

Ibid, hal. 8-11 128

(31)

”Penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang ini”.

Keadaan yang disebutkan dalam pasal di atas dalam 2 (dua) contoh putusan yang memiliki penyidik berbeda, yakni Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 425/Pid.Sus/2016/PN Mdn, Terdakwa Yusnur Paizin Alias Icang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang dimana penyidiknya ialah Polrestabes Medan dan Putusan Pengadilan Tinggi No. 320/Pid.Sus/2013/PT. BDG, Terdakwa Tjoe Mei Lan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang dimana penyidiknya ialah Badan Nasional Narkotika (BNN).

Seharusnya untuk tahapan penyidikan tidak perlu demikian karena untuk melakukan penyidikan tindak pidana asal sebenarnya cukup pihak kepolisian. Namun, jika hal tersebut tidak diterima maka cukup membentuk unit kerja khusus yang membidangi tindak pidana pencucian uang yang terdiri atas beberapa unsur penegak hukum sehingga akan lebih menunjukkan kepastian dan pelimpahan kewenangan yang lebih rapi.

(32)

Penegak hukum yang dimaksud disini hanya pihak kepolisian saja.129 Pihak kepolisian atau secara khusus Polrestabes Medan tahun lalu hanya berhasil mengungkap 1 (satu) tindak pidana pencucian uang yang kejahatan asal ialah narkotika. Hal itu terjadi disebabkan karena hanya ada 2 (dua) penyidik yang mampu menangani tindak pidana pencucian uang sehingga kurang maksimal dalam pengungkapan tindak pidana dilapangan padahal diketahui bahwa kasus tindak pidana narkotika yang ditangani oleh pada tahun 2016 Polrestabes Medan sebanyak 872 (delapan ratus tujuh puluh dua) kasus dimana yang menjadi pengedar narkotika sebanyak 418 (empat ratus delapan belas) kasus.130

Keadaan di atas menggambarkan kondisi Polrestabes Medan memang memiliki kekurangan sumber daya manusia dalam hal ini penyidik untuk tindak pidana pencucian uang dengan kejahatan asal narkotika. Kondisi Polrestabes Medan sama dengan pendapat Soerjono Soekanto yang menguraikan penyebab tidak maksimalnya pekerjaan penegak hukum disebabkan, yaitu :

Pengedar narkotika sebanyak 418 (empat ratus delapan belas) kasus yang berhasil diungkap Polrestabes Medan semua berpotensi juga dikenakan tuduhan tindak pidana pencucian uang karena sangat jelas bahwa seorang pengedar tentu kesehariannya untuk memperoleh penghasilan baik yang nantinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan sekunder atau tersiernya bersumber dari penjualan narkotika.

131

129

Ruang lingkup dari istilah penegak hukum adalah luas sekali oleh karena mencakup mereka secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung dibidang penegakan hukum. Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 19

130

Hasil Wawancara dengan Kasat Res Narkoba Polrestabes Medan Boy J. Situmorang, 12 Desember 2016

131

(33)

1) Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siap berinteraksi,

2) Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi,

3) Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan sehingga sulit untuk membuat suatu proyeksi,

4) Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu terutama kebutuhan material,

5) Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.

Kelima faktor penyebab tidak maksimalnya pekerjaan penegak hukum secara khusus Polrestabes Medan yang paling menonjol ialah keterbatasan kemampuan dan tingkat aspirasi yang belum tinggi. Hal tersebut disebabkan karena jumlah penyidik hanya ada 2 (dua) penyidik khusus untuk tindak pidana pencucian sehingga membuat pekerjaan pengungkapan tindak pidana pencucian uang belum maksimal.132 Keadaan tersebut tidak hanya terbatas pada sedikitnya jumlah penyidik tindak pidana pencucian akan tetapi ada kemungkinan keterlibatan kepolisian di Medan yang mem-back up peredaran narkotika133

c. Sarana dan fasilitas

sehingga tindak pidana narkotika untuk pengedar juga sangat besar jumlahnya, yakni 418 (empat ratus delapan belas) kasus di Polrestabes Medan tahun 2016 dimana keadaan tersebut juga dapat memposisikan polisi yang nantinya jika diketahui mem-back up peredaran narkotika tidak menutup kemungkinan sebagai tersangka pencucian uang karena perbuatan yang melindungi peredaran narkotika dapat dipastikan atas dasar penyuapan yang dilakukan oleh bandar atau pengedar narkotika (penyuapan juga merupakan salah satu tindak pidana asal dari tindak pidana narkotika).

132

Hasil Wawancara dengan Kasat Res Narkoba Polrestabes Medan Boy J. Situmorang, 12 Desember 2016

133

(34)

Tanpa adanya sarana atau fasilitas maka tidak akan mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan lain sebagainya.134

Polrestabes Medan jelas untuk beberapa unsur sarana dan fasilitas sudah baik. Hal tersebut tergambar dari keberhasilannya naik peringkat yang dahulu hanya sebagai Polresta Medan sekarang menjadi Polrestabes Medan. Keadaan tersebut menunjukkan kemapanan Polrestabes Medan dari sisi organisasi yang baik, peralatan yang memadai. Namun, dari sisi mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil cukup kurang secara khusus untuk penanganan tindak pidana pencucian uang akibatnya peroses pengungkapan kejahatan tersebut tidak berjalan maksimal. Hal tersebut ditambah dengan kondisi keuangan yang tidak cukup dimana dana yang digunakan pada tahapan penyidikan belum cukup karena untuk penyidikan tindak pidana pencucian uang sebenarnya tidak ada sehingga kecenderungan tindak pidana pencucian uang dilakukan penyidikan jika saat penyitaan ditemukan sejumlah barang atau kekayaan yang tidak wajar dimiliki oleh pengedar atau bandar narkotika.135. Dana yang tersedia ialah dana penyidikan untuk tindak pidana pidana asal, seperti narkotika berkisar Rp. 25.097.000,00 (dua puluh lima juta sembilan puluh tujuh ribu) tahun 2016 untuk 1 (satu) kasus dimana pembiayaan yang diberikan hanya untuk 47 (empat puluh tujuh) kasus per bulan.136

134

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 37

Keadaan tersebut jelas

135

Hasil Wawancara dengan Kasat Res Narkoba Polrestabes Medan Boy J. Situmorang, 12 Desember 2016

136

(35)

sangat kurang dari sesi jumlah kasus yang ditangani karena jika diakumulasi maka dalam setahun hanya 564 (lima ratus enam puluh empat) kasus yang dibiayai oleh negara sementara untuk tahun 2016 kasus yang terungkap ialah sebesar 872 (delapan ratus tujuh puluh dua) kasus. Selanjutnya, menurut Jenggel Nainggolan sebenarnya dana penyidikan perkasus sebesar Rp. 25.097.000,00 (dua puluh lima juta sembilan puluh tujuh ribu) tidaklah cukup karena proses penyidikan untuk tindak pidana narkotika cukup panjang dan memakan biaya yang cukup besar yang pada dasarnya sangat bergantung dari teknik penyidikan.137

Misalnya, untuk menangkap seorang bandar narkotika tentu tidak hanya mengandalkan keterangan dari pengedar narkotika yang telah tertangkap akan tetapi juga mengandalkan proses tertangkap tangan dimana polisi/penyidik Polrestabes Medan menyamar sebagai pengedar narkotika yang membutuhkan narkotika untuk diedarkan yang disebut undercover agent. Tentunya penyidik Polrestabes Medan sebagai undercover agent jelas untuk meyakinkan bandar narkotika tidak hanya sekali melakukan pembelian narkotika dan ini jelas membutuhkan biaya yang cukup besar (harga narkotika sangat tergantung pada pembelian undercover agent). Proses pembelian undercover agent disebut undercover buy.

138

137

Hasil Wawancara dengan Kepala Seksi Keuangan Bendahara Pengeluaran Jenggel Nainggolan, 12 Desember 2016

Masih banyak teknik penyidikan tindak pidana narkotika lainnya dan membutuhkan biaya yang cukup besar misalnya penyerahan yang dikendalikan (controlled delivery),

138

(36)

observasi, pembuntutan (surveillance), penggerebekan (execution) merupakan cara yang paling murah dan lain sebagainya.

2. Problematika Non Yuridis

Problematika non yuridis yang dihadapi oleh Polrestabes Medan dalam memberantas tindak pidana pencucian uang yang didasarkan tindak pidana narkotika, yakni cenderung dilihat dari faktor kebudayaan dan masyarakat.

Masyarakat merupakan subjek hukum kolektif. Artinya, masyarakat merupakan kumpulan subjek-subjek hukum yang awalnya bersifat individual selanjutnya menggabungkan diri kedalam satu kesatuhan yang utuh. Keberadaan masyarakat dalam pergaulan kehidupannya jelas membutuhkan rasa aman dan nyaman sehingga mereka akan saling menjaga satu sama (sisi internal). Namun dari sisi eksternal kenyamanan dan keamanan tentu memerlukan pihak lain untuk menjaganya yang mana bertugas untuk hal tersebut ialah pihak kepolisian secara khusus Polrestabes Medan.

(37)

ada juga kemungkinan terlibatnya kepolisian dalam melindungi peredaran narkotika serta organisasi masyarakat juga ada kemungkinan untuk turut dalam peredaran narkotika.139

Uraian di atas disebut dapat tergambar dari teori sebagai berikut :140

a. Good trust society ialah masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang baik terhadap hukum dan penegakan hukum dinegaranya. Dalam masyarakat yang bertipe good trust society maka eigenrichting atau street justice atau tindakan main hakim sendiri sangat jarang terjadi.

b. Bad trust society ialah masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang buruk terhadap hukum dan penegakan hukum dinegaranya. Dalam masyarakat yang bertipe bad trust society, eigenrichting atau street justice atau tindakan main hakim sendiri sangat sering terjadi.

Ketidakpercayaan terhadap hukum seperti contoh di atas menyebabkan masyarakat akan mengambil tindakan main hakim sendiri. Jika dilihat peristiwa lain sebagai contoh kegagalan penegakan hukum ialah para pencopet atau penjambret yang jika tertangkap oleh masyarakat akan langsung dihakimi oleh massa atau masyarakat sampai meninggal dunia. Dengan demikian pada akhirnya jika penegak hukum secara khusus Polrestabes Medan tidak mengembalikan rasa kepercayaan masyarakat maka budaya hukum yang buruk akan semakin mendarah daging didalam masyarakat Indonesia.

139

Hasil Wawancara dengan Kasat Res Narkoba Polrestabes Medan Boy J. Situmorang, 12 Desember 2016

140

(38)

B. Upaya Yang Dapat Dilakukan Polrestabes Medan Dalam Menghadapi Problematika Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika Yang Berhubungan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Polrestabes Medan sebagai bagian dari Kepolisian Republik Indonesia pada hakikatnya memiliki modal yang cukup kuat untuk mengatasi setiap problem yang dihadapi dalam rangka pemberantasan tindak pidana pencucian uang bahkan salah satu tindak pidana asalnya pun dengan cepat seharusnya dapat diberantas dengan cepat oleh Polrestabes Medan. Modal yang dimaksud ialah hubungan atau kedekatan dengan masyarakat. Kondisi tersebut merujuk dari pada Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, berbunyi :

”Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.

(39)

1. Upaya Internal Dari Polrestabes Medan

a. Menambah Personel Polrestabes Medan

Menambah personel Polrestabes Medan maksudnya ialah kekurangan penyidik yang menyebabkan tidak maksimal Polrestabes Medan dalam mengungkap tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya narkotika. Penambahan personel tentunya tidak harus melakukan perekrutan akan tetapi cukup melakukan pendidikan atau pelatihan terhadap penyidik umum yang telah ada sehingga mampu melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya secara khusus mengungkap tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya narkotika.

b. Pelaksanaan Pendidikan Terhadap Penyidik Di Polrestabes Medan

Kegunaan konsep ini agar kemampuan para penyidik meningkat sehingga tindak pidana pencucian uang yang diketahui cukup sulit dalam pengungkapannya dapat diatasi oleh mereka. Pada dasarnya para pencari keadilan atau seorang pelapor sangat tidak memperdulikan terkait dengan kemampuan seorang penyidik. Kepentingan seorang pelapor ialah agar laporannya segera ditindak lanjuti sehingga dengan bertambahnya pengetahuan para penyidik secara khusus tindak pidana pencucian uang karena narkotika maka upaya pemberantasannya juga dapat dilaksanakan secara maksimal.

c. Memperbanyak Personel Bhabinkamtibmas Di Kelurahan

(40)

dianggap kurang. Personel bhabinkamtibmas dapat dikatakan maksimal dalam melakukan pekerjaan berarti tingkat kejahatan diareal pengawasannya berkurang. Pada dasarnya bhabinkamtibmas memiliki sikap kepribadian yang cukup siap untuk mengatasi siap masalah yang dihadapi masalah.

Sikap kepribadian yang dimaksud, sebagai berikut :

1) Percaya diri adalah bersikap optimis terhadap kemampuannya, apa yang dilaksanakannya dan bagaimana melaksanakannya serta tidak takut untuk mengembangkan kemampuan diri,

2) Profesional adalah kemampuan profesionalisasi polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat khususnya kemampuan membangun kemitraan dengan warga masyarakat.

3) Disiplin adalah ketaatan kepada peraturan dan ketertiban diri dalam penggunaan waktu secara efektif untuk melaksanakan tugas maupun kehidupan sehari-hari.

4) Simpatik adalah selalu berpakai rapi, sikap menarik dan menunjukkan empati.

5) Ramah adalah selalu menunjukkan sikap berteman/bersehabat, murah senyum, medahului sapa dan membalas salam.

6) Optimis adalah bersikap positif, tidak ragu akan keberhasilan dalam setiap melakukan pekerjaan.

(41)

8) Cermat adalah teliti dalam mengumpulkan dan menganalisa fakta serta mempertimbangkan kosekuensi atas setiap pengambilan keputusan.

9) Tertib adalah selalu teratur dalam melaksanakan pekerjaan dan mampu menata/menyusun rencana kerja, dokumen, lingkungan kerja dan wilayah kerja.

10)Akurat adalah mampu menentukan tindakan yang tepat dalam mengantisipasi permasalahan, disertai dengan argumentasi yang jelas.

11)Tegas adalah mampu mengambil keputusan dan tindakan tegas tanpa keraguan serta melaksanakannya tanpa menunda-nunda waktu.

12)Peduli adalah peka terhadap situasi dan lingkungan tugasnya maupun terhadap kejolak dan potensi gangguan kamtibmas yang timbul di masyarakat.141

d. Pengawasan Internal Dan Eksternal Di Polrestabes Medan

Tidak menutup kemungkinan seorang penyidik kepolisian secara khusus penyidik Polrestabes Medan melakukan pelanggaran dalam penyidikan dan turut serta dalam tindak pidana terkait (melindungi pelaksanaan tindak pidana). Pelanggaran dalam penyidikan atau disebut pelanggaran administrasi atau mal administrasi.142

141

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Op.Cit, hal 7-8

Keadaan mal administrasi perlu dilakukan pengawasan dimana proses pelaporannya dari masyarakat atau masyarakat yang melapor jika laporannya terlalu lama untuk diproses atau dapat pula keluarga dari tersangka melakukan pelaporan jika anggota keluarga yang dijadikan tersangka terhadapnya misalnya terjadi penyelesaian berlarut-larut dan tidak sesuai prosedur dalam menangani perkara.

142

(42)

Bentuk laporan mal administrasi oleh penyidik Polrestabes Medan dapat dilakukan masyarakat kepada atau untuk pengawasan penyidik Polrestabes Medan dari sisi internal ialah pengawasan melekat (pengawasan dari atasan kepada bawahan), Propam dan Itwasda yang mana bentuk pengawasan internal tersebut didasari oleh Pasal 78 Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak pidana, berbunyi: ”subyek pengawasan dan pengendalian penyidikan meliputi: atasan penyidik dan pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan”.

Terakait proses pengawasan di atas apabila ditemukan penyidik melakukan pelanggaran kode etik maka akan diserahkan kepada Propam dan jika penyidik terikut dalam sebuah tindak pidana misalnya mem-back up maka hasil pemeriksaan pendahuluan diserahkan kepada Reskrim. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 92 Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak pidana, berbunyi:

”Dalam hal hasil pemeriksaan pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, telah menemukan petunjuk:

a. diduga telah terjadi pelanggaran disiplin atau pelanggaran kode etik profesi Polri, pemeriksaan selanjutnya diserahkan kepada fungsi Propam Polri paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dilaksanakan pemeriksaan pendahuluan; dan

b. diduga telah terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu dalam pelaksanaan penyidikan, proses penyidikannya diserahkan kepada fungsi Reskrim”.

Pengawasan eksternal dilakukan oleh Kompolnas, Komnas HAM, Komisi Ombudsman, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan lain sebagainya.

(43)

Kekurangan dana penyidikan di Polrestabes Medan menjadi salah satu kendala dalam mengungkap kasus tindak pidana pencucian uang. Akibatnya, terhadap penyidikan tindak pidana pencucian uang menjadi kurang maksimal. Keadaan yang sering terjadi ialah terungkap tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang dimana telah diketahui bahwa tindak pidana pencucian uang merupakan independent crime sehingga tidak mungkin dana tindak pidana asal digunakan untuk tindak pidana pencucian. Di Polrestabes Medan dana penyidikan tindak pidana asal (tindak pidana narkotika) dari tindak pidana pencucian uang sebenarnya sangat kekurangan karena yang dibiayai oleh negara hanya 47 (empat puluh tujuh) kasus untuk setiap bulannya di tahun 2016.

Upaya yang dapat dilakukan Polrestabes Medan dalam mengatasi kekurangan dana penyidikan, yaitu :

(44)

Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, berbunyi :

a) Pasal 5 huruf a : ”Hibah dapat diberikan kepada pemerintah pusat”.

b) Pasal 6 ayat (1) : ”Hibah kepada pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a diberikan kepada satuan kerja dari kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang wilayah kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan”.

2) Melakukan telaahan staf, Polrestabes Medan menyampaikan kekurangan dana penyidikan kepada Mabes Polri dalam bentuk saran yang lengkap melalui Poldasu. Bentuk saran ini harus memuat data dan analisis kekurangan dana yang dihadapi oleh Polrestabes Medan pada tahun anggaran yang sedang berjalan sebelum memasuki tahun anggara yang baru sehingga tahun anggaran mendatang kekurangan dana penyidikan dapat teratasi.

2. Upaya Eksternal Dari Polrestabes Medan

(45)

kota Medan yang sering menjadi korban dari para pengedar baik sebagai kurir, pemakai dan lain sebagainya.

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan terhadap ketiga permasalahan dalam penelitian ini, maka disimpulkan sebagai berikut:

1. Dasar kewenangan kepolisian dalam memberantas tindak pidana pencucian uang diakitkan dengan tindak pidana narkotika ialah Pasal 74 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dimana didalam pasal tersebut memuat penyidikan tindak pidana pencucian uang merupakan penyidik tindak pidana asal dimana sesuai pasal 81 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika maka penyidik tindak pidana narkotika ialah kepolisian dan badan narkotika nasional (BNN) dan dalam hal ini kepolisian berwenang.

(47)

kekayaan dari hasil tindak pidana. Peran Polrestabes Medan dalam konteks non penal, yaitu melalui tindakan preemtif meliputi memberikan informasi kepada masyarakat, pembentukan siskamling (sistem keamanan lingkungan) dan Terlibat Dalam Pembinaan Remaja Atau Pemuda/Pemudi. Tindakan preventif, meliputi : razia terhadap pengedaran narkotika, melakukan kerjasama dengan forum kemitraan polisi dengan masyarakat dan Satgas (satuan) anti narkotika, melakukan kerjasama dengan organisasi kepemudaan di kota Medan serta Melakukan sosialisasi.

(48)

B. Saran

Adapun saran sebagai masukan dari penelitian ini, yaitu :

1. Hendaknya kepolisian mengoptimalkan amanat peraturan perundang-undangan sebagai salah satu penyidik tindak pidana pencucian uang yang disebabkan tindak pidana narkotika sehingga tindak pidana tersebut dapat terungkap yang berarti akan semakin mempertegas posisi Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang bernilai kepastian hukum.

2. Hendaknya dalam peran yang dimiliki oleh Polrestabes Medan dalam pemberantasan tindak pidana narkotika yang berhubungan dengan tindak pidana pencucian uang juga dicantumkan dalam bentuk regulasi baik bersifat internal maupun eksternal agar semakin mempertegas posisi Polrestabes Medan secara khusus atau secara umum Kepolisian Republik Indonesia sebagai salah satu penegak hukum yang mempunyai kewenangan dalam melakukan penyidikan tindak pidana tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang yang berkaitan dengan Tindak Pidana Narkotika sebagai tindak pidana asalnya, hal

Hubungan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1) huruf a bahwa hasil tindak

Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang hendaknya lebih memperhatikan rasa keadilan masyarakat dengan memberikan hukuman yang

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang yang berkaitan dengan Tindak Pidana Narkotika sebagai tindak pidana asalnya, hal

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang yang berkaitan dengan Tindak Pidana Narkotika sebagai tindak pidana asalnya, hal

BAB II :KETENTUAN HUKUM ACARA PIDANA TENTANG KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA KORUPSI DAN KAITANNYA DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Kewenangan Komisi pemberantasan Korupsi dalam penyidikan dan penuntutan dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yang tindak pidana asalnya adalah korupsi sangat diperlukan

Hubungan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1) huruf a bahwa hasil tindak pidana