• Tidak ada hasil yang ditemukan

Validasi Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik PT. Socfindo Berdasarkan Marka SSR (Simple Sequence Repeats) Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Validasi Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik PT. Socfindo Berdasarkan Marka SSR (Simple Sequence Repeats) Chapter III VI"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE

Tempat Penelitian dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium DNA, Socfindo Seed

Production Laboratory (SSPL), Bangun Bandar dengan ketinggian ± 25 m dpl.

Penelitian ini dimulai pada bulan Maret - Mei 2016.

Bahan dan Alat Penelitian

Sampel yang digunakan objek penelitian berasal dari turunan kelapa sawit material genetik PT Socfindo terdiri atas :

1. SL 4642, turunan dari (BB 6295 D (SL 834) x BB 15325 T (PO 6144). 2. SL 4556, turunan dari (BB 5235 D (SL 725) x BB 8978 P (PO 5918). 3. SL 4543, turunan dari (BB 6776 D (SL 726) x BB 9164 P (SL 956). 4. SL 4544, turunan dari (BB 6920 D (SL 710) x BB 9164 P (SL 956). 5. SL 5332, turunan dari (BB 8619 T (LM 12108) x BB 6912 D (SL 710).

Bahan lain yang digunakan, nitrogen cair 0.1 g, buffer CTAB, buffer TAE, buffer TE, chloroform isoamilakohol (KIAA) dengan perbandingan 24 : 1,

NaCl, NaOH, Na-EDTA, HCl, dan 70% isopropanol dingin, β-mercaptoetanol

dingin 2%, primer oligonukleotida, Master Mix (Promega M7122), PCR

Bioladder III ukuran 100 bp, acrylamide, APS 10% dan temed., 6Mgel

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kertas tisu, timbangan digital, hot plate (biosan), mortar, centrifus (Eppendorf 5415), vortex,

freezer, microtube 2.0 ml dan 1.5 ml, mikropipet ukuran 1-50 µl, 100-500 µl, pinset, sarung tangan karet, tips pipet (warna putih, kuning dan biru), autoclave,

Agarose

(2)

kamera, water bath, pH meter elektrik, perangkat elektroforesis, pengaduk magnetik, alat-alat gelas (gelas ukur, gelas beker, erlemeyer), elektroforesis (Power PAC 3000, biorad), PCR (Thermal cycler) Applied Biosystem, Gel

Documentation System-UVP-DigiDoc-It 130 (Ultra-Violet Product Ltd.) masker

dan alat tulis, serta alat lain yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini dengan metode marka SSR dengan prinsip PCR yang menggunakan 4 primer SSR.

Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel Daun

Penelitian diawali dengan pengambilan sampel turunan kelapa sebanyak 10 sampel untuk 5 famili (total 50 sampel) (SL 4662, SL 4556, SL 4543, SL 4544 dan SL 5532) serta 1 sampel dari masing-masing tetua betina dan tetua jantan (total 10 sampel) ke-5 famili dimaksud. Selain itu juga ditambah 2 genotipe pembanding yaitu genotipe X dan Y. Maka jumlah seluruh sampel sebanyak 62 tanaman.

Analisis Molekuler

Isolasi DNA

Isolasi DNA dilakukan terhadap daun kelapa sawit kesatu. Daun yang digunakan adalah daun ke satu dari turunan kelapa sawit di lapang. Prosedur isolasi DNA diadaptasi dari metode CTAB oleh Orozco-Castilo (1994) dengan beberapa modifikasi pada polynillpolypirrolidane (PVPP) dan 2-merkaptoethanol

(3)

dilakukan dengan cara membuang tulang daun lalu dicuci dan dikeringkan dengan tisu. Sebanyak ± 0.5 g daun digerus menggunkan mortar sambil ditambahkan nitrogen cair PVPP. Setelah halus, sampel dimasukkan ke dalam sentrifus yang berisi 1 ml buffer ekstraksi CTAB dan 2-mercaptoethanol 10 µl kemudian diaduk

menggunakan vortex dan diinkubasi dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 65ºC. Setiap 10 menit sekali dibolak balik dengan perlahan-lahan. Setelah itu, diinkubasi pada suhu ruang 4-5 menit, kemudian ditambahkan 1 ml kloroform : isoamilalkohol (24:1).

Sampel disentrifius dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu ruang selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan pada tabung sentrifius lain, lalu ditambahkan 1 ml kloroform : isoamilalkohol (24:1) dikocok dengan vortex dan disentrifius lagi dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu 4ºC selama 10 menit. Supernatan yang telah diperoleh kemudian dipindahkan lalu ditambahkan 1 ml isopropanol dingin. Supernatan dihomogenkan dengan membolak-balik tabung, lalu disimpan dalam lemari es (4ºC) selama 30 menit, kemudian disentrifius lagi dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu 4ºC selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh dibuang kemudian pelet dikering-anginkan. Pelet yang sudah kering dilarutkan dengan buffer TE sebanyak 100 µl, kemudian dispin manual hingga homogen.

(4)

dikeringkan. Pelet DNA yang sudah kering dilarutkan dengan 100 µl buffer TE, kemudian simpan DNA dalam freezer (-20ºC).

Uji Kualitas DNA

Gel agarose 0.8 % dibuat dari 0.28 g agaros dan 35 ml larutan TAE 1x, kemudian dipanaskan hingga larut dengan menggunakan hot plate dan didinginkan pada suhu kamar hingga hangat. Selanjutnya, ditambahkan 0.5 µl EtBr dan dituang ke dalam cetakan gel elektroforesis yang telah dipasang sisir (cetakan sumur) hingga gel memadat. Gel yang sudah padat dipindahkan ke dalam bak elektroforesis. Sampel yang akan dielekstroforesis dicampur dengan loading

dye dengan perbandingan 5:1 (DNA: loading dye). Setelah dicampur maka

diinjeksi kedalam sumur gel agaros dengan menggunakan pipet mikro. Setelah semua sampel selesai diinjeksi maka alat elektroforesis dihubungkan ke power

supply 50 watt yang dialiri tegangan listrik 80 volt dengan amperemeter sebesar

400 mA selama 45 menit. Hasil elektroforesis diamati dengan bantuan lampu UV dalam transilluminator dan didokumentasikan dengan menggunakan gel

documentation.

Uji Kuantitas DNA

Pengujian kuantitas DNA dilakukan dengan metode spektrometer pada

panjang gelombang (λ) 260 dan 280 nm dengan menggunakan stok DNA hasil

(5)

Amplifikasi PCR-Pemilihan Marka Mikrosatelit (SSR)

Primer SSR yang digunakan sebanyak 4 primer yang telah terpilih mengacu pada Billotte et al.(2005). Primer yang digunakan adalah mCnCIR0038,

mEgCIR0894, mEgCIR3292 dan mEgCIR3663. Volume untuk setiap reaksi

produk PCR sebesar 25 ul yang terditi atas Go Taq PCR 12.5 μl, nuclease free

water 8.5 μl, forward primer 1 μl, referse primer 1 μl d an DNA sampel 2 μl.

Amplifikasi PCR dilakukan pada Eppendorf Mastercycler ep 384 (Eppendorf,

Wertbuy, New York, USA). Program running PCR didasarkan pada penelitian Putri (2010) yang terdiri atas siklus denaturasi awal 4 menit pada suhu 94ºC, diikuti 35 siklus denaturasi 94ºC, selama 30 detik, tahapan penempelan 52ºC selama 1 menit 15 detik, perpanjangan 72ºC selama 1 menit 30 detik, dan elongasi akhir pada 72ºC selama 8 menit.

Visualisai hasil amplifikasi DNA dengan marka SSR

Hasil amplifikasi DNA dilakukan dengan Elektroforesis Vertikal (Elektroforesis PAGE) dengan gel poliacrylamide 8% (29 : 1). Tahap pengujian

dilakukan dengan cara disiapkan gel plate, spacer dan comb dicuci dengan air dan

etanol teknis, kemudian dirangkai. Sebelum membuat gel, terlebih dahulu dibuat larutan acrylamide-bisacrylamide (29 : 1) yang dibuat dari 29 g acrylamide, 1 g

bisacrylamide dilarutkan dalam aquadest hingga 100 ml. Pembuatan gel acrylamide 8% dengan volume 30 ml, terdiri dari larutan acrylamide -bisacrylamide (29 : 1) sebanyak 8 ml, TAE 10X sebanyak 3 ml, aquadest steril

sebanyak 19 ml, Amonium persulfat 10% (APS) sebanyak 150 µl dan TEMED

(6)

Gel didiamkan memadat selama ± 60 menit. Gel polyacrylamide yang telah

memadat dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis vertikal dan dimasukkan buffer TAE 1X. Setelah siap, produk PCR sebanyak 4 µl dicampurkan dengan loading dye sebanyak 1 µl, campuran tersebut dimasukkan ke dalam sumur gel dan disertakan DNA marker 50 bp Ladder sebanyak 2 µl sebagai pembanding pada sumur pertama dan terakhir, untuk melihat panjang DNA. Elektroforesis vertikal dijalankan dengan 100 volt, 25mA selama 120 menit. Gel divisualisasi dengan pewarnaan etidium bromida. Gel diletakkan dan digoyang dalam baki berisi larutan etidium bromida selama 5 menit dan dicuci dengan ddH2O selama 10 menit. Hasil elektroforesis diamati dan didokumentasi dengan

UV-transilluminator (UV Doc-its) dan Gel-Doc (U Doc-its).

Analisis Data

Analisis data berdasarkan hasil skoring pita DNA pada gel acrylamide.

Pita diskor secara manual sebagai data biner dengan ada pita (1) atau tidak ada (0) pita. Analisis data untuk mengetahui kisaran panjang alel dilakukan dengan menggunakan UV-Tec Cambridge. Nilai polymorphic information content (PIC)

untuk marka SSR dihitung dengan menggunakan software Power Marker 3.25

(Liu, 2005). Botsein et al. (1980) mengklasifikasikan nilai PIC menjadi 3 kelas

yaitu: PIC > 0.5: sangat informatif; 0.25 > PIC < 0.5: sedang dan PIC < 0.25: rendah.

(7)

Gen Alex ver.6.501 (Peakall dan Smouse, 2012). Serta untuk membuat filogenetik UPGMA dan menghitung jarak genetik antar individu digunakan software

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Kualitas Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik PT Socfindo

Uji kualitas merupakan salah satu tahapan dari proses isolasi DNA. Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat kemurnian hasil isolasi DNA yang telah dilakukan. Pada tahapan ini juga akan diperoleh gambaran visualisasi hasil isolasi dengan menggunakan metode elektroforesis yang divisualisasikan dengan menggunakan gel dokumentasi. Gel dokumentasi akan memperlihatkan bagaimana visualisasi DNA dan senyawa kimia lain yang terbawa selama proses isolasi DNA .

Ketika proses isolasi DNA berlangsung stok DNA yang dihasilkan biasanya tidak 100% murni. Artinya bahwa ada senyawa kimia lain yang terbawa, senyawa tersebut dapat berupa senyawa metabolit sekunder, polisakarida, lipid, protein, karbohidrat dan senyawa-senyawa lain yang masih melekat pada DNA. Jika senyawa-senyawa ini berada dalam konsentrasi yang tinggi pada DNA stok maka akan dapat mengganggu proses amplifikasi saat proses PCR.

Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa dari 13 sampel DNA yang telah diuji (hasil uji visualisasi 49 sampel lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2), seluruhnya memperlihatkan adanya pita DNA. Keberadaan pita DNA tersebut diduga tercampur dengan senyawa lain selain DNA. Hal ini ditunjukkan oleh adanya smear yang mengikuti DNA hasil ekstraksi, keberadaan smear tersebut

(9)

INB INJ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 INB1 INJ1 11 12 13

Gambar 1. Visualisasi uji kualitas DNA kelapa sawit dari material genetik PT Socfindo

Keterangan : (1) Pita DNA hasil ekstraksi ; (2) Smear yang mengikuti hasil ekstraksi DNA, INB : Induk Betina, INJ : Induk Jantan

Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan hasil uji kualitas DNA material genetik PT. Socfindo yang memperlihatkan bahwa DNA telah berhasil diisolasi dari tanaman sampel yang ditunjukkan oleh lingkaran No.1. Keberhasilan hasil uji kualitas ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti umur tanaman sampel, bahan yang digunakan selama proses isolasi dan metode yang digunakan pada saat isolasi. Pada umumnya DNA tanaman dapat diisolasi pada jaringan yang masih muda yang ditandai oleh warna daun. Warna daun mengindikasikan senyawa yang terkandung didalam jaringan yang diisolasi, semakin berwarna hijau tua maka kandungan polisakarida, karbohidrat, dan lipid yang dikandung oleh individu tersebut semakin tinggi sehingga proses isolasi yang dilakukan akan semakin sulit.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemurniaan DNA hasil ekstraksi adalah metode yang digunakan pada saat proses isolasi. Sejauh ini metode yang paling umum digunakan adalah metode Doyle dan Doyle (1990) atau metode Orosco-Castilo, et al. (1994). Kedua metode ini lebih mudah dalam

pelaksanaannya dan sangat sesuai digunakan untuk pemula. Penelitian ini sendiri mengggunakan metode Orosco-Castilo, et al. (1994) dengan beberapa modifikasi

1

(10)

CTAB. CTAB berperan untuk melisis organel sel namun tidak merusak struktur DNA tanaman sedangkan nitrogen cair berfungsi untuk menjaga mencegah kerusakan pada DNA ketika dilakukan penggerusan.

Uji Kuantitas Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik PT Socfindo

Setelah dilakukan pengujian secara visual, maka langkah selanjutnya adalah uji kuantitas. Sama halnya dengan uji kualitas, uji kuntitas juga dilakukan untuk melihat tingkat kemurnian dan konsentrasi DNA hasil isolasi. Perbedaannya dengan uji kualitas yaitu uji kualitas dengan menggunakan metode elektroforesis maka uji kuantitas dengan menggunakan metode spektrometer.

Pengujian dengan menggunakan metode spektrometer adalah metode yang digunakan dengan melihat hasil perbandingan absorbansi pada panjang gelombang 260 Å dan 280 Å. Hasil uji kuantitas yang baik ditunjukkan oleh nilai absorbansi antara 1.80 sampai dengan 2.00. Hal ini terdapat pada Sambrook et.

al. (1980) yang menyatakan bahwa nilai absorbansi DNA terletak pada rasio

perbandingan panjang gelombang 260 Å dan 280 Å yaitu antara 1.80 hingga 2.00. Hasil uji kuantitas dari material genetik PT Socfindo pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 36. Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan nilai absorbansi 260 Å dan 280 Å terletak diantara 1.36 sampai dengan 2.11.

Kemurnian DNA yang sesuai dengan Sambrook et al. (2001) ditunjukkan

(11)

banyak mengandung RNA sedangkan nilai absorbansi dibawah 1.80 menunjukkan bahwa DNA yang telah diisolasi mengadung protein, lipid dan karbohidrat.

Konsentrasi DNA stok hasil ekstraksi menunjukkan hasil yang beragam, konsentrasi DNA tertinggi terdapat pada DNA pembanding yaitu pada genotipe X dengan konsentrasi 290 ng/uL sedangkan konsentrasi DNA terendah adalah

sebesar 15 ng/uL. Nilai absorbansi dan konsentrasi DNA juga akan mempengaruhi hasil gel dokumentasi dimana jika pita yang terdokumentasikan kelihatan tipis atau redup dapat disebabkan oleh konsentrasi DNA yang terlalu sedikit dan jika nilai absorbansi tidak berada pada kisaran 1.80 hingga 2.00 dapat menyebabkan terjadinya smear akibat tingginya kandungan polisakarida dan senyawa-senyawa

fenolik. Weeden et al. (1992) menjelaskan bahwa cetakan DNA yang

mengandung senyawa polisakarida dan senyawa fenolik serta konsentrasi DNA yang terlalu rendah akan memperlihatkan DNA amplifikasi yang kurang jelas. Selanjutnya Mulyani et al. (2011) menyebutkan bahwa smear merupakan sisa dari

senyawa pada larutan yang secara tidak sengaja terbawa setelah proses isolasi DNA dilakukan.

Profil Elektroforesis Pita Hasil Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik

PT Socfindo

(12)

50bp 200bp 1200bp

100bp

Primer SSR merupakan primer yang bersifat heterozigot, dimana primer ini mampu menunjukkan sepasang alel yang berasal dari induk yang berbeda, sehingga dengan menggunakan primer SSR dapat menunjukkan keberadaan alel dari induk betina dan induk jantan. Visualisasi hasil dari primer mCnCIR0038

pada sampel 1 sampai 6 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit Sampel 1-6 (Persilangan SL-4642) Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038

Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6925 D (SL-834), INJ :

Induk Jantan BB 15325 T (PO 6144).

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa sampel 1-6 adalah

persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6295 D (SL-834) dan BB 15325 T (PO-6144). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat

diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 6925 D (SL-834) terletak pada 105 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 15325 T (PO-6144) terletak pada 94 bp. Ukuran pita pada sampel 1-6 terletak pada ukuran 105 bp dan 94 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 3.

(13)

50bp 200bp 1200bp

100bp

Gambar 3. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit Sampel 7-10 (Persilangan SL-4642), 11-12 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primermCnCIR0038

Keterangan : L= PCRBIOLadder III, IND : Induk betina BB 5235 D (SL-725), INJ :

Induk Jantan BB 8978 P (PO 5918).

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa sampel 7-10 adalah persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6295 D (SL-834) dan BB 15325 T (PO-6144). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 7-10 terletak pada 105 bp dan 94 bp. Profil elektroforegram selanjutnya diamati pada sampel 11 dan 12 adalah persilangan SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D (SL-725) dan BB 8978 P (PO-5918). Berdasarkan hasil pengukuran sampel 11 dan 12 terletak pada 102 bp dan 94 bp. Pengukuran pada induk betina BB 5235 D (SL-725) yang terletak pada 102 bp dan induk jantan BB 8978 P (PO-5918) yang terletak pada 94 bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 4.

(14)

50bp 200bp 1200bp

100bp

50bp 200bp 1200bp

100bp

Gambar 4. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 13-20 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038

Keterangan : L= PCRBIOLadder III, IND : Induk betina BB 5235 D (SL-725), INJ :

Induk Jantan BB 8978 P (PO 5918).

Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa sampel 13-20 adalah persilangan SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D (SL-725) dan BB 8978 P (PO-5918). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 13-20 terletak pada 102 bp dan 94 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 21-26 (Persilangan SL-4543) Socfindo berdasarkan primermCnCIR0038

Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6776 D (SL-726), INJ :

Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)

Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa sampel 21-26 adalah persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D

L 13 14 15 16 17 18 19 20 L

(15)

50bp 200bp 1200bp

100bp

726) dan BB 6776 D (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 6776 D (SL-726) terletak pada 106 bp sedangkan ukuran induk jantan terletak BB 6776 D (PO-6144) terletak pada 96 bp. Ukuran pita pada sampel 21-26 terletak pada ukuran 106 bp dan 94 bp Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 27-30 (Persilangan SL-4543), 31-32 (Persilangan SL-4544) Socfindo berdasarkan primermCnCIR0038

Keterangan : L= PCRBIOLadder III, IND : Induk betina BB 6920 D (SL-710), INJ :

Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)

Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa sampel 27-30 adalah persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D (SL-726) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 27 – 30 terletak pada 106 bp dan 96 bp . Profil elektroforegram selanjutunya diamati pada sampel 31 dan 32 adalah persilangan SL-4544 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6920 D (SL-710) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil pengukuran sampel 31 terletak pada 105 sedangkan sampel 32 terletak pada 109 bp dan 105 bp. Pengukuran pada induk betina BB 6920 D (SL-710) yang terletak pada 105 bp dan induk jantan BB 9164

(16)

50bp 200bp 1200bp

100bp

P (SL-956) yang terletak pada 109 bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 33-40 (Persilangan SL-4544), Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038

Keterangan : L= PCRBIOLadder III, IND : Induk betina BB 6920 D (SL-710), INJ :

Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)

Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa sampel 33-40 adalah persilangan SL-4544 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6920 D (SL-710) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 33-40 terletak pada 105 bp dan 109 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 8.

(17)

50bp 200bp 1200bp

100bp

Gambar 8. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 41-46 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038

Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108),

INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710)

Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa sampel 41-46 adalah persilangan SL-5332 yang merupakan hasil persilangan antara BB 8619 T (LM-12108) dan SL-710. Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 8619 T (LM-12108) terletak pada 121 bp dan 112 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 6912 D (SL-710) terletak pada 108 bp. Ukuran pita pada sampel 41, 43, dan 45 terletak pada ukuran 112 bp dan 108 bp sedangkan sampel 42, 44 dan terletak pada ukuran 121 bp dan 108 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 9.

(18)

50bp 200bp 1200bp

100bp

Gambar 9. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 47-50 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038

Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108),

INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710), X : pembanding-I dan Y : Pembanding-II

Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui bahwa sampel 47-50 adalah persilangan (SL-5332) yang merupakan hasil persilangan antara BB 8619 T (LM-12108) dan BB 6912 D (SL-710). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 8619 T (LM-12108) terletak pada 121 bp dan 112 bp sedangkan ukuran induk jantan terletak BB 6912 D (SL-710) terletak pada 108 bp. Ukuran pita pada sampel 47 dan 50 terletak pada ukuran 121 bp dan 108 bp sedangkan sampel 48 dan 49 terletak pada ukuran 112 bp dan 108 bp. Sampel I (X) terletak pada 110 bp dan 96 bp sedangkan sampel pembanding-II (Y) terletak pada 111 bp dan 97 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 10.

(19)

50bp 200bp 1200bp

100bp

50bp 100bp 200bp 1200bp

Gambar 10. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 1-6 (Persilangan SL-4642) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257

Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND: Induk betina BB 6925 D (SL-834), INJ :

Induk Jantan BB 15325 T (PO 6144)

Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui bahwa sampel 1-6 adalah persilangan SL 4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6925 D (SL-834) dan BB 15325 T (PO-6144). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 6925 D (SL-834) terletak pada 293 bp dan 268 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 15325 T (PO-6144) terletak pada 268 bp dan 255 bp. Ukuran pita pada sampel 1-6 terletak pada ukuran 268 bp dan 255 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 7-10 (Persilangan SL-4642), 11-12 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257

Keterangan: L= PCRBIOLadder III, IND : Induk betina BB 5235 D (SL-725), INJ :

Induk Jantan BB 8978 P (PO 5918)

Berdasarkan Gambar 11 dapat diketahui bahwa sampel 7-10 adalah persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6295 D

L IND INJ 1 2 3 4 5 6 L

(20)

50bp 100bp 200bp 1200bp

834) dan BB 15325 T (PO-614). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 7-10 terletak pada 268 bp dan 255 bp. Profil elektroforegram selanjutunya diamati pada sampel 11 dan 12 adalah persilangan SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D (SL-725) dan BB 8978 P (PO-918). Berdasarkan hasil pengukuran sampel 11 dan 12 terletak pada 220 bp dan 207 bp. Pengukuran pada induk betina BB 5235 D (SL-725) yang terletak pada 102 bp dan 207 bp sedangkan induk jantan BB 8978 P (PO-5918) yang terletak pada 227 bp dan 220 bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 13-20 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primermEgCIR0257

Keterangan: L= PCRBIOLadder III

(21)

50bp 100bp 200bp 1200bp

Gambar 13. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 21-26 (Persilangan SL-4543) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257 0257

Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND: Induk betina BB 6776 D (SL-726), INJ :

Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)

Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui bahwa sampel 21-26 adalah persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D (SL-726) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 6776 D (SL-726) terletak pada 241 bp dan 219 bp sedangkan ukuran induk jantan terletak BB 9164 P (SL-956) terletak pada 234 bp dan 219 bp. Ukuran pita pada sampel 21, 25 dan 26 terletak pada ukuran 241 bp dan 234 bp, sampel 22 terletak pada ukuran 234 bp dan 219 bp sedangkan sampel 22 dan 23 terletak pada ukuran 227 bp dan 219 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 14.

(22)

50bp 100bp

200bp 1200bp

Gambar 14. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 27-30 (Persilangan SL-4543), 31-32 (Persilangan SL-4544) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257

Keterangan: L= PCRBIOLadder III, IND : Induk betina BB 6920 D (SL-710), INJ

: Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)

Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa sampel 27-30 adalah persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D (SL-726) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 27 dan 28 terletak pada 234 bp dan 219 bp, sampel 29 terletak pada 241 bp dan 234 bp sedangkan sampel 30 terletak pada 227 bp dan 219 bp. Profil elektroforegram selanjutunya diamati pada sampel 31 dan 32 adalah persilangan 4544 yang merupakan hasil persilangan antara SL-710 dan SL-956. Berdasarkan hasil pengukuran sampel 31 terletak pada 220 bp dan 205 bp sedangkan sampel 32 terletak pada 234 bp dan 220 bp. Pengukuran pada induk betina BB 6920 D (SL-710) yang terletak pada 234 bp dan 216 bp sedangkan induk jantan BB 9164 P (SL-956) yang terletak pada 220 bp dan 205 bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 15.

(23)

50bp 100bp 200bp 1200bp

50bp 100bp 200bp 1200bp

Gambar 15. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 33-40 (Persilangan SL-4544), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257

Keterangan: L= PCRBIOLadder III

Berdasarkan Gambar 15 dapat diketahui bahwa sampel 33-40 adalah persilangan SL-4544 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6920 D (SL-710) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 33 dan 36 terletak pada 234 bp dan 205 bp, sampel 35 terletak pada 220 bp dan 205 bp, sampel 36-39 terletak pada 234 bp dan 220 bp sedangkan sampel 40 terletak pada 216 bp dan 205 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 41-46 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257

Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108),

INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710)

L 33 34 35 36 37 38 39 40 L

(24)

50bp 100bp 200bp 1200bp

Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa sampel 41-46 adalah persilangan SL-5332 yang merupakan hasil persilangan antara BB 8619 T (LM-12108) dan BB 6912 D (SL-710). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 8619 T (LM-12108) terletak pada 235 bp dan 214 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 6912 D (SL-710) terletak pada 229 bp dan 224 bp. Ukuran pita pada sampel 41-46 terletak pada ukuran 224 bp dan 214 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 47-50 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257

Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108),

INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710), X : pembanding-I dan Y : Pembanding-II

Berdasarkan Gambar 17 dapat diketahui bahwa sampel 47-50 adalah persilangan 5332 yang merupakan hasil persilangan antara LM-12108 dan SL-710. Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina (LM-12108) terletak pada 235 bp dan 214 bp sedangkan ukuran induk jantan terletak (SL-710) terletak pada 229 dan 224 bp. Ukuran pita pada sampel 47-50 terletak pada ukuran 229 bp dan 214 bp. Sampel pembanding-I (X) terletak pada 227 bp dan 187 bp sedangkan sampel pembanding-II (Y) terletak pada 203 bp dan 183 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 18.

(25)

50bp 100bp 200bp 1200bp

50bp 100bp 200bp 1200bp

Gambar 18. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 1-6 (Persilangan SL-4642) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663

Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND: Induk betina BB 6295 D (SL-834), INJ:

Induk Jantan BB 15325 T (PO 6144)

Berdasarkan Gambar 18 dapat diketahui bahwa sampel 1-6 adalah

persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6295 D (SL-834) dan BB 15325 T (PO-6144). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat

diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 6295 D (SL-834) terletak pada 225 bp dan 215 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 15325 T (PO-6144) terletak pada 234 bp dan 211 bp. Ukuran pita pada sampel 1-6 terletak pada ukuran 225 bp dan 211 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 7-10 (persilangan SL-4642), 11-12 (persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663

Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 5235 D (SL-725),

INJ : Induk Jantan BB 8978 P (PO 5918)

Berdasarkan Gambar 19 dapat diketahui bahwa sampel 7-10 adalah persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6295 D

L IND INJ 1 2 3 4 5 6 L

(26)

100bp 200bp 1200bp

200bp

834) dan BB 15325 T (PO-614). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 7 dan 9 terletak pada 225 bp dan 211 bp sedangkan sampel 234 dan 225 terletak pada 234 bp dan 225 bp. Profil elektroforegram selanjutnya diamati pada sampel 11 dan 12 adalah persilangan SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D (SL-725) dan BB 8978 P (PO-918). Berdasarkan hasil pengukuran sampel 11 dan 12 terletak pada 212 bp dan 204 bp. Pengukuran pada induk betina BB 5235 D (SL-725) yang terletak pada 217 bp dan 212 bp sedangkan induk jantan BB 8978 P (PO-5918) terletak pada 204 bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 13-20 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663

Keterangan : L= PCRBIOLadder III

Berdasarkan Gambar 20 dapat diketahui bahwa sampel 13-20 adalah persilangan SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara SL-725 dan PO-5918. Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 13-20 terletak pada 212 bp dan 204 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 21.

(27)

100bp 200bp 1200bp

200bp

Gambar 21. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 21-26 (persilangan SL-4543) Socfindo berdasarkan primermEgCIR3663

Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6776 D (SL-726),

INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)

Berdasarkan Gambar 21 dapat diketahui bahwa sampel 21-26 adalah persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D (SL-726) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 6776 D (SL-726) terletak pada 212 bp dan 190 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 9164 P (SL-956) terletak pada 205 bp dan 198 bp. Ukuran pita pada sampel 21 terletak pada ukuran 212 bp dan 205 bp, sampel 22 terletak pada ukuran 198 bp dan 190 bp, sampel 23 terletak pada ukuran 198 bp dan 194 bp sedangkan sampel 24-26 terletak pada 198 bp dan 212 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 22.

(28)

L 27 28 29 30 INJ IND 31 32 L

100bp 200bp 1200bp

50 bp

Gambar 22. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 27-30 (Persilangan SL-4543), 31-32 (Persilangan SL-4544) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663

Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6920 D (SL-710),

INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)

(29)

100bp 200bp 1200bp

50 bp

100bp 200bp 1200bp

50 bp

Gambar 23. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 33-40 (Persilangan SL-4544), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663

Keterangan : L= PCRBIOLadder III

Berdasarkan Gambar 23 dapat diketahui bahwa sampel 33-40 adalah persilangan SL-4544 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6920 D (SL-710) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 33 terletak pada 217 bp dan 213 bp, sampel 34 terletak pada 241 bp dan 213 bp, sampel 35 terletak pada 241 bp dan 225 bp, sampel 36, 37 dan 40 terletak pada 217 bp dan 213 bp, sampel 39 terletak pada 225 bp dan 213 bp sedangkan sampel 40 terletak pada 217 bp dan 213 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 41-46 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663

Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108),

INJ : Induk Jantan BB 6912 (SL-710)

(30)

100bp 200bp 1200bp

50 bp

Berdasarkan Gambar 24 dapat diketahui bahwa sampel 41-46 adalah persilangan SL-5332 yang merupakan hasil persilangan antara BB 8619 T ( LM-12108) dan BB 6912 D (SL-710). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 8619 T (LM-12108) terletak pada 232 bp dan 209 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 6912 D (SL-710) terletak pada 226 bp dan 220 bp. Ukuran pita pada sampel 41 terletak pada ukuran 232 bp dan 226 bp, sampel 42-43 terletak pada 232 bp dan 209 bp, sedangkan sampel 44-46 terletak pada 220 bp dan 209 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 47-50 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663

Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108),

INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710), X : pembanding-I dan Y : Pembanding-II

Berdasarkan Gambar 25 dapat diketahui bahwa sampel 47-50 adalah persilangan SL-5332 yang merupakan hasil persilangan antara BB 8619 T (LM-12108) dan BB 6912 D (SL-710). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 8619 T (LM-12108) terletak pada 232 bp dan 209 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 6912 D (SL-710) terletak pada 226 dan 220 bp. Ukuran pita pada sampel 47-48 terletak pada ukuran 226 bp dan 209 bp, sampel 49 terletak pada 209 bp, sedangkan sampel 50 terletak pada 220 bp dan

(31)

100bp 200bp 1200bp

50 bp

209 bp. Sampel pembanding-I (X) terletak pada 122 bp dan 193 bp sedangkan sampel pembanding-II (Y) terletak pada 206 bp dan 193 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 1-6 (Persilangan SL-4642) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785

Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6295 D (SL-834),

INJ : Induk Jantan BB 15325 T (PO 6144)

Berdasarkan Gambar 26 dapat diketahui bahwa sampel 1-6 adalah persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara SL-834 dan PO-6144. Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 6295 D (SL-834) terletak pada 279 bp dan 270 bp sedangkan ukuran induk jantan terletak BB 15325 T (PO-6144) terletak pada 270 bp dan 260 bp. Ukuran pita pada sampel 1, 2, 4, 5 dan 6 terletak pada ukuran 279 bp dan 260 bp sedangkan sampel 3 terletak pada 270 bp dan 260 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 27.

(32)

100bp 200bp 1200bp

50 bp

Gambar 27. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 7-10 (Persilangan SL-4642), 11-12 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785

Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 5235 D (SL-725),

INJ : Induk Jantan BB 8978 P (PO 5918)

Berdasarkan Gambar 27. dapat diketahui bahwa sampel 7-10 adalah persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6295 D (SL-834) dan BB 15325 T (PO-614). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 7 dan 8 terletak pada 279 bp dan 260 bp sedangkan sampel 9 dan 10 terletak pada 270 bp dan 260 bp. Profil elektroforegram selanjutnya diamati pada sampel 11 dan 12 adalah persilangan SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D (SL-725) dan BB 8978 P (PO-918). Berdasarkan hasil pengukuran sampel 11 terletak pada 269 bp dan 259 bp sedangkan sampel 12 terletak pada 282 bp dan 259 bp. Pengukuran pada induk betina BB 5235 D (SL-725) yang terletak pada 282 bp dan 269 bp sedangkan induk jantan BB 8978 P (PO-5918) terletak pada 269 bp dan 259 bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 28.

(33)

100bp 200bp 1200bp

50 bp

100bp 200bp 1200bp

50 bp

Gambar 28. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 13-20 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785

Keterangan : L= PCRBIOLadder III

Berdasarkan Gambar 28 dapat diketahui bahwa sampel 13-20 adalah persilangan SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D (SL-725) dan BB 8978 P (PO-5918). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 13, 15 dan 17 terletak pada 282 bp dan 269 bp sedangkan sampel 14, 16, 18, 19 dsn 20 terletak pada 269 bp dan 259 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 21-26 (Persilangan SL-4543) Socfindo berdasarkan primer 3785

Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6776 D (SL-726),

INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)

L 13 14 15 16 17 18 19 20 L

(34)

L 27 28 29 30 INJ IND 31 32 L

100bp 200bp 1200bp

50 bp

Berdasarkan Gambar 29 dapat diketahui bahwa sampel 21-26 adalah persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D (SL-726) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 6776 D (SL-726) terletak pada 277 bp dan 267 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 9164 P (SL-956) terletak pada 267 bp dan 259 bp. Ukuran pita pada sampel 21 terletak pada ukuran 277 bp dan 259 bp, sampel 22 terletak pada ukuran 277 bp dan 267 bp, sedangkan sampel 23-26 terletak pada 267 bp dan 259 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 30.

Gambar 30. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 27-30 (Persilangan SL-4543), 31-32 (Persilangan SL-4544) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785

Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6920 D (SL-710),

INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)

(35)

100bp 200bp 1200bp

50 bp

merupakan hasil persilangan antara BB 6920 D 710) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil pengukuran sampel 31 terletak pada 280 bp dan 250 bp sedangkan sampel 32 terletak pada 269 bp dan 250 bp. Pengukuran pada induk betina BB 6920 D (SL-710) yang terletak pada 280 bp dan 269 bp sedangkan induk jantan BB 9164 P (SL-956) terletak pada 250 bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 31.

Gambar 31. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 33-40 (Persilangan SL-4544), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785

Keterangan : L= PCRBIOLadder III

Berdasarkan Gambar 31 dapat diketahui bahwa sampel 33-40 adalah persilangan SL-4544 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6920 D (SL-710) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 33, 36, 38 dan sampel 40 terletak pada 280 bp dan 250 bp sedangkan sampel 34, 35, 37 dan 39 terletak pada 269 bp dan250 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 32.

(36)

200bp 1200bp

50 bp 100bp

200bp 1200bp

50 bp 100bp

Gambar 32. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 41-46 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785 Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108), INJ : Induk Jantan BB

6912 D (SL-710)

Berdasarkan Gambar 32 dapat diketahui bahwa sampel 41-46 adalah persilangan SL-5332 yang merupakan hasil persilangan antara BB 8619 T (LM-12108) dan BB 6912 D (SL-710). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 8619 T (LM-12108) terletak pada 279 bp dan 270 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 6912 D (SL-710) terletak pada 270 bp dan 259 bp. Ukuran pita pada sampel 41-43 terletak pada ukuran 279 bp dan 259 bp, sampel 44 terletak pada 269 bp dan 259 bp, sedangkan sampel 45- 46 terletak pada 270 bp dan 259 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 33.

Gambar 33. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 47-50 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785 Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108), INJ : Induk Jantan BB

6912 D (SL-710), X : pembanding-I dan Y : Pembanding-II

Berdasarkan Gambar 33 dapat diketahui bahwa sampel 47-50 adalah persilangan 5332 yang merupakan hasil persilangan antara LM-12108 dan

L INJ IND 41 42 43 44 45 46 L

(37)

betina (LM-12108) terletak pada 232 bp dan 209 bp sedangkan ukuran induk jantan terletak (SL-710) terletak pada 226 dan 220 bp. Ukuran pita pada sampel 47-49 terletak pada terletak pada 270 bp dan 259 bp sedangkan sampel 50 terletak pada 279 bp dan 259 bp. Sampel pembanding-I (X) terletak pada 268 bp sedangkan sampel pembanding-II (Y) terletak pada 277 bp dan 268 bp.

Berdasarkan profil pita dari analisis elektroforesis dapat diketahui bahwa pola pita yang dibentuk oleh marka SSR menunjukkan pola pita homozigot dan heterozigot. Selain itu juga dapat diketahui bahwa pola pita yang telah dibentuk mampu untuk menjelaskan bagaimana kemurnian genetik antara hasil persilangan dengan tetua. Genotipe hasil persilangan akan menunjukkan pita yang berasal dari kedua induknya, pita SSR yang ditunjukkan akan membentuk pola pita kodominan. Inilah kelebihan dari marka SSR yang dapat menunjukkan sifat kodominan atau alel yang berisfat diploid. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zulhermana (2009) yang menyatakan bahwa marka SSR menunjukkan sifat kodominan dengan jumlah alel yang diperlihatkan pada tiap individu hanya 2 pita (sesuai genom kelapa sawit diploid 2n=32). Putri et al. (2010) juga menjelaskan

bahwa marka SSR bersifat polimorfis sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk menganalisis pola pita pada keragaman genetik kelapa sawit Pisifera.

Analisis berbasis marka dengan menggunakan SSR akan dapat menjelaskan bagaimana kemurnian genetik pada tanaman hasil persilangan. Jika alel yang terlihat pada elektroforegram masih menunjukkan pola alel yang mirip dengan tetuanya maka dapat dipastikan bahwa genotipe hasil persilangan tidak mengalami misslabelling sehingga hasil ini akan sangat bermanfaat untuk

(38)

selanjutnya. Asmono (1998) menjelaskan bahwa informasi molekuler yang telah didapatkan dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk kegiatan pemuliaan selanjutnya.

Melalui penanda SSR yang ditunjukkan oleh pola pita hasil elektroforegram akan diketahui bagaimana pola keragaman yang dihasilkan sehingga akan dperoleh informasi tingkat keragaman ditingkat genetik sehingga akan diperoleh kejelasan suatu individu yang sama secara penotip tetapi berbeda secara genetik yang merupakan manifestasi dari keragaman genetik. Indrawan et

al. (2007) menjelaskan bahwa keragaman antar spesies sebagai manifestasi dari

keragaman genetik. Analisis SSR di paragraph selanjutnya akan dilihat melihat bagaimana pola pita kuantitatif hasil keturunan kelapa sawit berdasarkan marka SSR.

Profil Kuantitatif Pola Pita Hasil Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik

PT Socfindo

Setelah dilakukan uji kuantitas dan kualitas DNA hasil isolasi, maka selanjutnya adalah melakukan proses PCR pada DNA tanaman yang telah berhasil diisolasi dari genom tanaman. Proses PCR merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menggandakan sekuen tertentu sesuai dengan dengan primer yang digunakan. Keberhasilan penggandaan sekuen tertentu untuk menempel pada DNA target dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kesesuaian primer dengan dengan DNA target, suhu anneling yang digunakan, dan kemurnian DNA hasil ekstraksi.

(39)

target sehingga dapat digandakan untuk diidentifikasi bagaimana pola pita yang dihasilkan. Jika sekuen nukleotida yang digunakan tidak sesuai maka proses penggandaan tidak akan akan terjadi. Surrahmann et al. (2007) menjelaskan

bahwa pemilihan primer yang sesuai dengan DNA target akan mempengaruhi keberhasilan proses amplifikasi, oleh sebab itu pengujian primer perlu dilakukan untuk mendapatkan primer-primer informatif. Primer yang informatif tersebut akan dapat menunjukkan adanya keragaman pada genotipe tanaman yang sedang diuji.

Keberhasilan proses PCR juga dipengaruhi oleh suhu annneling, hal ini sesuai dengan pernyataan Suryanto (2003) yang menjelaskan bahwa suhu berpengaruh pada penempalan enzim taq-polimerase. Pada proses anneling terjadi

penempelan oleh enzim taq-polimerase, jika suhu yang digunakan pada saat PCR

tidak sesuai maka proses amplifikasi tidak akan terjadi. Suhu anneling pada masing-masing DNA individu berbeda-beda, tergantung dari jenis spesies yang digunakan dan juga primer yang dipakai.

Kemurniaan DNA juga dapat mempengaruhi keberhasilan pada saat proses amplifikasi dimana jika DNA yang digunakan masih mengandung banyak zat lain (lipid, polisakarida, protein dan RNA) maka akan dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada saat penempelan DNA karena zat-zat ini akan mengganggu aktifitas enzim polymerase (Weising et al. 2005).

(40)

kuantitatif dari vertical polyacrilamide gel pada penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel. 1.

Tabel 1. Profil Kuantitatif hasil elektroforesis empat marka SSR pada kelapa sawit material genetik PT Socfindo

No. Primer Ukuran Alel (bp) N Na Ne Ho He PIC

1 mCnCIR0038 94-121 62 11.00 7.74 0.81 0.88 0.86

2 mEgCIR3785 250-282 62 11.00 7.93 0.97 0.87 0.86

3 mEgCIR3663 122-241 62 20.00 12.32 0.97 0.92 0.91

4 mEgCIR0257 183-293 62 17.00 11.05 1.00 0.91 0.90

Rataan 14.75 9.77 0.93 0.90 0.88

Keterangan : N : jumlah sampel; Na : Jumlah alel teramati; Ne : Jumlah alel efektif; Ho: nilai heterozigositas teramati; He : Nilai heterozigositas harapan; PIC : kandungan informasi polimorfisme

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa sebaran panjang fragmen hasil penelitian ini berkisar antara 94 sampai dengan 293 bp. Keberadaan ukuran fragmen alel tersebut merupakan gambaran secara keseluruhan bagaimana keragaman genetik dari sampel yang diuji. Semakin tinggi jumlah alel maka tingkat keragaman genetik akan semakin meningkat.

Nilai PIC merupakan kemampuan primer untuk dapat menunjukkan adanya polimorpisme pada materi genetik. Nilai PIC pada penelitian ini berkisar antara 0.86 sampai dengan 0.91. Dengan nilai PIC tertingginya adalah primer 3663 dengan nilai PIC 0.91 sedangkan nilai PIC terendah terletak pada primer 3785. Berdasarkan Botsein et al. (1980) dapat diketahui bahwa keempat primer

yang telah diuji termasuk kategori primer informatif. Primer informatif maksudnya adalah primer-primer yang dapat menunjukkan adanya perbedaan secara genetik antara individu yang satu dan lainnya.

Nilai PIC yang didapat pada penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Berdasarkan penelitian Billotte et al. (2001) menunjukkan

(41)

alel 4.71 dengan nilai PIC 0.60 dan Zulhermana (2009) dengan nilai PIC sebesar 0.68. Nilai PIC menggambarkan keragaman genetik, semakin tinggi nilai PIC maka akan semakin tinggi pula keragaman alel per lokus.

Analisis Faktoral Principal Coordinates Analysis (PCoA) Marka SSR

Analisis selanjutnya adalah analisis PCoA, analisis ini dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan primer dalam menunjukkan nilai keragaman molekuler. Nilai keragaman molekuler merupakan nilai yang menunjukkan bagaimana perbedaan genetik pada individu yang diuji. Adapun hasil perhitungan nilai keragaman molekuler pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

(42)

-.5 -.4 -.3 -.2 -.1 .1 .2 .3 .4 .5

Gambar 34. Analisis faktorial Principal Coodinates Analysis (PCoA) pada kelapa sawit material

genetik PT Socfindo berdasarkan marka SSR

Berdasarkan analisis PCoA dapat diperoleh informasi sebaran pada masing-masing indvidu. Jika diperhatikan pada Gambar 34 dapat diketahui bahwa primer yang telah digunakan pada penelitian ini telah mampu untuk mengelompokkan individu yang diamati sesuai dengan kelompok hasil

crossinngnya masing-masing. Hasil penelitian Putri (2010) menunjukkan nilai

keragaman molekuler sebear 31.64% pada Origin Avros, Ekona, La Me, Ghana dan Nigeria. Hasil penelitian ini memperlihatkan nilai keragaman molekuler yang

Aksis 1 (22.64%)

Aksis 2 (18.06%)

Kuadran I Kuadran II

(43)

lebih tinggi. Artinya bahwa kamampuan marka SSR yang telah diuji memiliki kemampuan untuk menunjukkan adanya keragaman molekuler.

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Okoye et al. (2016) pada tetua

yang digunakan oleh NIFOR (Nigerian Institute for Oil Palm Research) yang

terdiri atas NIFOR dura parents, NIFOR tenera parents dan Deli Dura Nifor menunjukkan nilai keragaman berdasarkan analisis PCoA sebesar 64.43%. Hal ini berarti nilai keragaman pada penelitian ini lebih rendah. Hal ini dapat dijelaskan bahwa genotipe yang telah mengalami proses persilangan akan mengalami erosi genetik sehingga menghasilkan nilai keragaman yang lebih rendah dari tetua asal. Syukur et al. (2012) menjelaskan bahwa penyerbukan sendiri menyebabkan

terjadinya tangkar dalam yang mengakibatkan peningkatan homozigositas dari generasi ke generasi. Hal ini sebagai akibat pasangan gen-gen heterozigot akan bersegregasi menghasilkan genotipe homozigot. Adanya erosi genetik akan dapat mengakibatkan berkurangnya tingkat keragaman genetik. Hal ini dijelaskan oleh Arias et al. (2012) yang menyatakan bahwa jumlah lokus polymorphic akan jauh

lebih tinggi pada tipe liar pada populasi. Namun akan terjadi pengurangan alel pada lokus akibat adanya proses persilangan.

Hasil analisis berdasarkan PCoA juga mampu untuk mengidentifikasi pengelompokan setiap genotipe berdasarkan kriiteria tertentu. Apakah pengelompokan tersebut bedasarkan letak geografis atau spasial (Sinaga et al.

2015), berdasarkan jenis atau aksesi (Tasma, et al. 2013), berdasarkan karakter

(44)

I

Analisis Kluster Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik PT Socfindo

Setelah dilakukan pengelompokkan berdasarkan keragaman molekulernya, maka selanjutnya adalah dilakukan pengklusteran dengan menggunakan analisis matrix dissimilarity simple matching. Adapun hasil analisis kluster dendogram

keturunan kelapa sawit material genetik PT.Socfindo disajikan pada Gambar 36.

Gambar 35. Dendogram matrix dissimilarity simple matching kelapa sawit material genetik PT

(45)

Berdasarkan Gambar 35 dapat diketahui bahwa setiap varietas hasil persilangan antar tetua telah sesuai dan mengelompok sesuai dengan induk yang digunakan pada saat persilangan. Berdasarkan dendogram matrix dissimliairity

simple matching telah dapat dibuktikan bahwa ada 5 kluster sampel yang diuji hal

ini sesuai dengan 5 kelompok persilangan yang telah dilakukan. Pada kluster I merupakan persilangan SL 4543 turunan dari hasil persilangan BB 6776 D (SL-726) dengan BB 9164 P (SL-956), pada kluster II merupakan persilangan SL 5332 turunan dari hasil persilangan BB8619 T (LM 12108) dengan BB 6912 D (SL710), pada kluster III merupakan persilangan SL-462 turunan hasil persilangan BB 6295 (SL-834) dengan BB 15325 T ( PO-6144), pada kluster IV merupakan persilangan SL-4544 turunan hasil persilangan BB 6920 D (SL-710) dengan BB 9164(SL-9560 dan pada kluster V merupakan persilangan SL-4556 turunan hasil persilangan BB 5235 D (SL-725) dengan BB 8978 P (PO-5918).

Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa penggunaan marka

mCnCIR0038, mEgCIR0257, mEgCIR3785 dan mEgCIR3663 telah mampu

menunjukkan pengelompokan hasil persilangan sesuai dengan tetuanya. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan marka SSR dapat menunjukkan asal tetua dari suatu hasil persilangan. Hal ini disebabkan oleh karena marka SSR bersifat kodominan sehingga mampu mendeteksi keragaman genetik pada tanaman. Smith

et al. (1997) menjelaskan bahwa marka SSR merupakan marka molekuler yang

bersifat kodominan, dapat mendeteksi keberadaan alel dengan variasi yang tinggi, mendeteksi keragaman pada tanaman yang berkerabat dekat dan relatif sederhana.

Selanjutnya, berdasarkan analisis matrix dissimiliarity simple matching

(46)

pembanding yang terdiri atas genotipe X dan Y. Genotipe yang dijadikan pembanding merupakan genotipe yang diperoleh secara acak. Penggunaan genotipe X dan Y untuk mengkonfirmasi bahwa tanaman dalam setiap populasi dalam persilangan telah mengelompok sesuai dengan tetua hasil persilangan.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa tidak ada satu pun dari genotipe hasil persilangan yang memiliki tingkat keragaman yang dekat dengan genotipe pembanding. Hal ini membuktikan bahwa genotipe yang digunakan dalam persilangan tidak terkontaminasi oleh genotipe X dan Y karena berdasarkan hasil dendogram filogenetik kluster dari genotipe X dan Y terletak pada cabang filogenetik yang berbeda. Hal ini berarti bahwa penggunaan marka SSR dapat mengkonfirmasi kebenaran suatu hasil persilangan sehingga marka SSR dapat digunakan untuk mengevaluasi plasma nutfah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Singh et al. (2007) yang menjelaskan bahwa

marka SSR dapat digunakan sebagai quality qontrol pada produksi massal

tanaman klon kultur jaringan. Lebih lanjut, Powell et al. (1996) menjelaskan SSR

memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi plasma nutfah pada tanaman.

(47)

SL-4556 turunan hasil persilangan BB 5235 D (SL-725) dengan BB 8978 P (PO-5918).

Kluster I, Kluster III dan Kluster V merupakan kluster yang seluruh individu dalam populasi memiliki tingkat kemiripan mencapai seratus persen dengan tetuanya. Hal ini menjelaskan bahwa genotipe tersebut berasal dari tetua yang sama sesuai dengan kelompok pesilangan induknya masing-masing sehingga menghasilkan sifat yang sama dengan induknya. Hal ini menjelaskan bahwa marka molekuler yang digunakan dapat menunjukkan hubungan genetik antar individu dalam kelompok persilangan. Zulhermana (2009) menyatakan bahwa analisis berbasis marka sangat diperlukan untuk melihat sejauh mana hubungan genetik antar invidu dalam populasi. Pengelompokan filogenetik pada penelitian ini berdasarkan hasil persilangan sesuai dengan tetuanya masing-masing. Artinya bahwa primer SSR dapat digunakan untuk menjelaskan pengelompokan individu berdasarkan hasil persilangan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sayekti et al. (2015) yang menjelaskan bahwa pada analisis

keragaman genetik aksesi plasma nutfah asal Kamerun yang mengelompokkan jenis kelapa sawit Kamerun berdasarkan aksesinya.

Karakteristik Pita Hasil Persilangan Kelapa Sawit Material Genetik PT.

Socfindo

(48)

karakterisasi tersebut akan memperlihatkan bagaimana gambaran biodiversitas genetik tanaman hasil persilangan material genetik PT.Socfindo. Adapun hasil perhitungan terhadap karakteristik pita DNA hasil persilangan kelapa sawit material genetik PT. Socfindo dapat dilihat pada Tabel. 2

Tabel. 2. Karakteristik hasil persilangan tanaman kelapa sawit PT Socfindo berdasarkan marka SSR

Keterangan : Pop1 : populasi persilangan SL-4642; pop2 : populasi persilangan 4556; pop3: populasi persilangan 4543; pop4 : populasi persilangan 4544 dan pop5 : populasi persilangan 5332; pop6 : populasi pembanding (X dan Y), N : Jumlah populasi, Na : jumlah alel teramati; Ne : jumlah alel harapan; Ho : heterozigositas teramati; He : nilai heterozigositas harapan

Berdasarkan Tabel 2. dapat diketahui bagaimana sebaran alel pada masing-masing varietas hasil persilangan material genetik tanaman kelapa sawit PT Socfindo. Pada Tabel 2. dapat diketahui bahwa populasi yang menunjukkan jumlah alel tertinggi terdapat pada populasi 5 yaitu pada persilangan SL-5332 (3.75) sedangkan jumlah alel terendah terdapat pada populasi 2 dan populasi 6 yang terdiri atas persilangan SL-4556 (2.75) dan SL (2.50). Nilai heterozigositas harapan tertinggi juga terdapat pada persilangan SL-5332 (0.656) sedangkan nilai heterozigositas harapan terendah terdapat pada persilangan SL-4556 (0.553).

(49)

0.892 dan He sebesar 0.603. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Bakome, et al. (2014) yang melakukan pengamatan terhadap 49 populasi alami

pada beberapa negara di Afrika (Senegal (Ho : 0.352, He:0.562), Nigeria (Ho : 0.526, He: 0.751), Zaire (Ho:0.461, He : 0.724), Cameroon (Ho:0.432, He :0.644) dan Angola (Ho : 0.460, He : 0.636). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Putri (2010) pada Origin kelapa sawit di Nigeria, Avros, Ekona, Yangambi, Ghana, Lá Mê menunjukkan nilai Ho sebesar 0.192 dan He sebesar 0.503. Penelitian Putri, et al. (2011) menunjukkan bahwa 10 tetua Dura yang berasal dari

Origin Chemara, terdeteksi 75 alel, nilai Ho 0.200 sedangkan nilai He 0.431. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa nilai Ho lebih tinggi dibandingkan dengan nilai He sedangkan jika dibandingkan dengan nilai Ho dan He pada penelitian untuk origin utama maka nilai He akan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai Ho. Hal ini disebabkan oleh adanya proses persilangan tanaman yang akan dapat menyebabkan terjadinya tekanan seleksi. Acquuah (2007) menyebutkan bahwa jika penyerbukan sendiri secara terus menerus maka akan terjadi tekanan seleksi. Tekanan seleksi akan menyebabkan terjadinya peningkatan homozigot sebaliknya akan menyebabkan menurunnya genotipe yang heterozigot.

Kemurnian Hasil Persilangan Kelapa Sawit Material Genetik PT Socfindo

(50)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Aishah, et al. (2013) menjelaskan

bagaimana penggunaan marka SSR untuk melihat kemurniaan benih pada tanaman padi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa primer SSR telah berhasil menganalisis kemurniaan benih pada populasi FI yang ditunjukkan oleh keberadaan 2 band yang berasal dari tetua donor. Hal ini dapat terjadi karena marka SSR merupakan marka yang bersifat kodominan yang menunjukkan alel berasal dari 1 alel tetua jantan dan satu alel dari tetua betina (Wu et al. 2001). Pembuktian

kemurnian benih juga pernah dilakukan oleh Gomez et. al (2008), pada benih kacang

hibrids dimana benih hibrida ditunjukkan oleh keberadaan pita dari tetua donor. Aplikasi pengujian untuk kemurnian benih juga dilaporkan oleh penelittian Elçi dan Hançer (2014) yang menunjukkan bahwa kemurnian genetik pada benih hibrida ditunjukkkan oleh tingkat homogenitas mencapai 98% dan nilai PIC mencapai 0.69.

Selain pada padi identifikasi kemurnian benih juga pernah dilakukan oleh Hipi et al. (2013) tentang kemurnian benih pada benih jagung hibrida. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa dari 5 marka SSR yang dicoba ada 3 primer SSR yang menunjukkan polimorpisme dan dapat digunakan sebagai marka untuk menditeksi tetua dari jagung hibrida. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hipi et al.

(2013) menunjukkan bahwa penggunaan marka SSR untuk mengidentifikasi kemurniaan lebih dianjurkan daripada observasi morphology (grow out test), dimana

persentase yang tidak murni berdasarkan marka SSR sebesar 20% sedangkan dengan

grow out test hanya mencapai 5%. Hal ini disebabkan oleh karena identifikasi

menggunakan grow out test bersifat subjektif dan dapat dipengaruhi oleh kondisi

(51)

Marka SSR merupakan marka yang sangat dianjurkan untuk digunakan sebagai alat berbasis molekuler untuk mendeteksi kemurniaan hasil persilangan. Hal ini disebabkan oleh marka SSR merupakan marka heterozigot sehingga dapat menunjukkan adanya pewarisan alel hasil persilangan. Adapun keragaman alel dan persentase kecocokan alel pada persilangan SL-4642 hasil persilangan antara tetua SL-834 dan SL-6144 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Keragaman alel dan persentase kecocokan alel dengan tetua pada persilangan SL-4642 berdasarkan 4 marka SSR

Genotipe mCnCIR0038 mEgCIR3785 Primer mEgCIR3663 mEgCIR0257 SL-4642_1 105 94 279 260 225 211 268 255

Jumlah sampel persilangan SL-4642 40

Jumlah sampel yang sesuai dengan induk 40

Persentase kecocokan sampel 100%

Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui bahwa ukuran fragmen pada persilangan SL-4642 berkisar antara 94 bp sampai dengan 293 bp. Ukuran fragmen terkecil teridentifikasi pada primer mCnCIR0038 sedangkan ukuran fragmen terbesar

teridentikasi pada primer mEgCIR0257. Persentase kecocokan sampel pada

(52)

dengan alel induk. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan SL-4642 tidak terkontaminasi oleh penyerbukan yang berasal dari tetua lain.

Uji kemurnian alel selanjutnya dilakukan juga pada persilangan SL-4556, adapun keragaman alel dan persentase kecocokan alel pada persilangan SL-4556 hasil persilangan antara tetua SL-725 dan PO-5918 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Keragaman alel dan persentase kecocokan alel dengan tetua pada persilangan SL-4556 berdasarkan 4 marka SSR

Genotipe Primer

mCnCIR0038 mEgCIR3785 mEgCIR3663 mEgCIR0257

SL-4556_11 102 94 269 259 212 204 220 207

Jumlah sampel persilangan SL-4556 40

Jumlah sampel yang sesuai dengan induk 40

Persentase kecocokan sampel 100%

Keterangan : * Alel tidak sesuai dengan kedua induk

Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa ukuran fragmen pada varietas SL-4556 berkisar antara 94 bp sampai dengan 282 bp. Ukuran fragmen terkecil teridentifikasi pada primer mCnCIR0038 sedangkan ukuran fragmen terbesar

teridentikasi pada primer mEgCIR3785. Persentase kecocokan sampel pada

(53)

dengan alel induk. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan SL-4642 tidak terkontaminasi oleh penyerbukan yang berasal dari tetua lain.

Uji kemurnian alel selanjutnya dilakukan pada persilangan SL-4543, adapun keragaman alel dan persentase kecocokan alel pada persilangan SL-4543 hasil persilangan antara tetua SL-726 dan SL-956 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Keragaman alel dan persentase kecocokan alel dengan tetua pada persilangan SL-4543 berdasarkan 4 marka SSR

Genotipe mCnCIR0038 mEgCIR3785 Primer mEgCIR3663 mEgCIR0257 SL-4543_21 106 96 277 259 212 205 241 227

Jumlah sampel persilangan SL-4543 40

Jumlah sampel yang sesuai dengan induk 40

Persentase kecocokan sampel 100%

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa ukuran fragmen pada persilangan SL-4543 berkisar antara 96 bp sampai dengan 277 bp. Ukuran fragmen terkecil teridentifikasi pada primer mCnCIR0038 sedangkan ukuran

fragmen terbesar teridentikasi pada mEgCIR3785. Persentase kecocokan sampel

(54)

tidak terkontaminasi oleh keberadaan kontaminan yang dapat mengubah susunan alel pada saat proses isolasi DNA dan amplifikasi DNA.

Uji kemurnian alel selanjutnya dilakukan juga pada persilangan SL-4544, adapun keragaman alel dan persentase kecocokan alel pada persilangan SL-4544 hasil persilangan antara tetua SL-710 dan SL-956 disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Keragaman alel dan persentase kecocokan alel dengan tetua pada persilangan SL-4544 berdasarkan 4 marka SSR

Genotipe Primer

mCnCIR0038 mEgCIR3785 mEgCIR3663 mEgCIR0257

SL-4544_31 105** 105** 280 250 217 213 220 216

Jumlah sampel persilangan SL-4544 40

Jumlah sampel yang sesuai dengan induk 38

Persentase kecocokan sampel 95%

Keterangan : * Alel tidak sesuai dengan induk betina ** Alel tidak sesuai dengan induk jantan

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa ukuran fragmen pada persilangan SL-4544 berkisar antara 105 bp sampai dengan 280 bp. Ukuran fragmen terkecil teridentifikasi pada primer mCnCIR0038 sedangkan ukuran fragmen terbesar

teridentikasi pada primer mCnCIR3785. Persentase kecocokan sampel pada

(55)

persentase sampel yang tidak sesuai dengan induk jantan juga (SL-956) mencapai 2.5% (sampel 34).

Uji kemurnian alel selanjutnya dilakukan juga pada persilangan SL-5332, adapun keragaman alel dan persentase kecocokan alel pada persilangan SL-4544 hasil persilangan antara tetua LM-12108 dan SL-710 disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Keragaman alel dan persentase kecocokan alel dengan tetua pada persilangan SL-5332 berdasarkan 4 marka SSR

Genotipe Primer

mCnCIR0038 mEgCIR3785 mEgCIR3663 mEgCIR0257

SL-5332_41 112 108 279 259 232 226 224 214

Jumlah sampel persilangan SL-5332 40

Jumlah sampel yang sesuai dengan kedua induk 39

Persentase kecocokan sampel 97.5%

Keterangan : *Alel hanya sesuai dengan alel tetua betina

Berdasarkan Tabel 7. dapat diketahui bahwa ukuran fragmen pada varietas SL-4544 berkisar antara 108 bp sampai dengan 279 bp. Ukuran fragmen terkecil teridentifikasi pada primer mCnCIR0038 sedangkan ukuran fragmen terbesar

teridentikasi pada primer mEgCIR3785. Persentase kecocokan sampel pada

(56)

Validasi Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik PT Socfindo

Berdasarkan Marka SSR

Validasi keturunan kelapa sawit material genetik PT Socfindo dilakukan dengan cara membandingkan antara pita yang dihasilkan oleh tetua dengan pita hasil keturunan. Adapun hasil visualisasi gel dokumentasi dengan menggunakan

polyacrilamid gel dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 32.

Penelitian dengan menggunakan marka SSR untuk validasi suatu benih hasil persilangan telah banyak diterapkan. Hal ini karena marka SSR merupakan marka yang bersifat kodominan, efktif dan relatif mudah dalam penggunaannya. Berdasasarkan hasil penelitian ini ada beberapa jenis alel yang berhasil diidentifikasi selain dari benih hasil persilangan. Artinya benih tersebut bukan dikelompokkan kedalam kelompok benih hasil persilangan.

Penggunaan marka SSR juga digunakan untuk mengkonfirmasi dari hasil

Grow Out Test (GOT) pada peneltian Kumar et al. (2014) tentang identifikasi dan

validasai untuk memastikan kemurnian benih brinjal (Solanum melongena L.)

hasilnya menunjukkan bahwa marka SSR dapat membuktikan kebenaran bahwa SSR dapat digunakan untuk membuktikan bahwa benih brinjal hibrida yang terkenal (PH-5, PH-9 dan Koshi Kamal). Berdasarkan hasil validasi diketahui bahwa varietas komersial PH-5 dan PH-9 telah tercampur dengan benih lain yang secara fisik sama. Validasi penggunaan marka SSR untuk mendeteksi kebenaran suatu kultivar atau varietas juga dilakukan oleh Pallavi et al. (2011) yang

(57)

Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa individu hasil persilangan yang menunjukkan bahwa alel berasal dari salah satu tetuanya. Hal tersebut teridentifikasi pada hasil keturunan SL-4544 pada hasil persilangan nomor 31 pada primer mEgCIR0257, hasil persilangan nomor 34 pada primer mCnCIR0038

dan pada primer mEgCIR3663 pada hasil persilangan nomor 49.

Analisis selanjutnya dilakukan pada keturunan SL-4544, berdasarkan hasil gel dokumentasi ada beberapa alel yang tidak menunjukkan pola atau ukuran alel yang tidak sama dengan induknya. Adapun visualisasi dari hasil keturunan SL-4544 dapat dilihat pada Gambar 36.

Gambar 6. Visualisasi alel hasil elektroforesis dengan menggunakan polyacrilamid gel pada hasil keturunan SL-4544 primer 0038

Keterangan : INB : induk betina, INJ : Induk Jantan ; 31-40 : nomor genotipe SL-4544

Gambar 36. Visualisasi alel hasil elektroforesis dengan menggunakan polyacrilamid gel pada hasil keturunan SL-4544 primer mCnCIR0038

Keterangan : INB : induk betina, INJ : Induk Jantan, Angka : nomor genotipe SL-4543, L: Ledder PCR Biosystem

Gambar

Gambar 3.  Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit Sampel 7-10 (Persilangan SL-4642), 11-12 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038 Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 5235 D (SL-725), INJ : Induk Jantan  BB
Gambar 5. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 21-26 (Persilangan SL-4543) Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038 Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6776 D (SL-726), INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)
Gambar 6.  Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 27-30 (Persilangan SL-4543), 31-32 (Persilangan SL-4544) Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038 Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6920 D (SL-710), INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)
Gambar 8. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 41-46 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038   Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108),  INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan dalam pengkajian keragaman genetik berdasarkan marka molekuler terhadap sumber plasma nutfah kelapa sawit pisifera Nigeria

Dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan dalam pengkajian keragaman genetik berdasarkan marka molekuler terhadap sumber plasma nutfah kelapa sawit pisifera Nigeria

berasal dari populasi yang sama sehingga hubungan kekerabatannya sangat dekat serta memiliki komposisi material genetik yang sama antar sampel pada masing-masing

Kelebihan marka ini yaitu bersifat kodominan sehingga tingkat heterozigositasnya tinggi yang berarti memiliki daya pembeda antar individu sangat tinggi serta dapat

Profil Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) dari 30 DNA Kelapa Sawit Varietas DxP Unggul Socfindo yang dianalisis berdasarkan yang dianalisis berdasarkan matrix

Analisis statistik data kodominan dengan 5 primer SSR pada tiga populasi progeni, tetua betina, dan tetua jantan diketahui bahwa rata-rata jumlah alel efektif (Ne) 7,160

Tujuan dari studi ini adalah untuk seleksi primer SSR yang polimorfik, mencari primer SSR yang memiliki alel spesifik untuk Pisifera dan mengevaluasi keragaman genetik

Hal ini sesuai dengan pernyataan Zulfahmi (2013) yang menyatakan bahwa perbedaan pola pita pada masing-masing primer akan dapat memberikan informasi terkait dengan