TINJAUAN PUSTAKA
Botani tanaman
Kelapa sawit berasal dari daerah yang terletak di antara Guinea dan
Angola di Afrika Barat. Tanaman kelapa sawit diintroduksi di Indonesia pada
Tahun 1848. Sebanyak empat bibit kelapa sawit ditanam di Kebun Raya Bogor.
Dari keempat bibit tersebut, dua bibit ditanam oleh Bourbon atau Mauritius pada
Februari 1848 dan dua bibit yang lain diperoleh dari Amsterdam pada Maret 1848
(Pamin, 1998). Saat ini, kelapa sawit sudah berkembang pesat, khususnya di
Indonesia dan Malaysia. Secara bersamaan, saat ini Indonesia dan Malaysia
menguasai lebih dari 95% produksi kelapa sawit di dunia (Bakar, 2003).
Tanaman kelapa sawit termasuk dalam famili Arecaceae, subfamili
Cocoideae, tribe Cocoineae, dan genus Elaeis. Genus Elaeis terdiri dari dua sepesies yaitu E. guineensis Jacq. yang dikenal sebagai kelapa sawit dari Afrika dan E. oleifera Cortez yang dikenal juga dengan kelapa sawit asal Amerika Latin. (Rival, et al. 1997). Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 berdasarkan pengamatan pohon–pohon kelapa sawit yang tumbuh di
Martinique, kawasan Hindia Barat, Amerika Tengah. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak, sedangkan kata Guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa sawit berasal dari Guinea (Pahan, 2008).
Tanaman kelapa sawit tumbuh tegak lurus dan dapat mencapai ketinggian
pohon sampai 20 m. Akar yang pertama muncul dari biji yang telah berkecambah
adalah radikula yang panjangnya 15 cm. Batang kelapa sawit tumbuh tegak
mempunyai diamter 45 cm - 60 cm pada tanaman dewasa. Daun kelapa sawit
terdiri atas rachis (pelepah daun), pinnae (anak daun) dan spines (lidi). Panjang pelepah daun bervariasi dengan rataan pada tanaman dewasa bisa mencapai 9 m.
Pelepah daun pada batang menurut spiral, ada yang ke arah kiri (bagian atas kiri
ke kanan bawah) dan umumnya ke arah kanan (bagian atas kanan ke kiri bawah).
Letak susunan daun ini disebut phyllotaxis. Tanaman kelapa sawit setelah ditanam di lapangan mulai berbunga pada umur 12-14 bulan tergantung dari varietas dan
tipe umur bibit yang ditanam serta kondisi lingkungan. Pada satu pohon kelapa
sawit dari setiap ketiak pelepah daun akan keluar tandan bunga jantan atau bunga
betina (Soehardjo, 1999).
Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga dan akan pecah jika
akan anthesis. Tandan bunga yang sedang anthesis akan berbau khas. Setiap
tandan bunga jantan, sesuai dengan umurnya dapat menghasilkan tepung sari
sebanyak 25-60 gram dan jumlah ini dihasilkan dalam waktu 2-3 hari. Setelah
anthesis selesai seluruh tandan bunga akan berwarna agak abu-abu dan ditumbuhi
cendawan. Tandan bunga betina dibungkus oleh seludang bunga yang akan pecah
15-30 hari sebelum anthesis. Satu tandan bunga betina akan anthesis secara
bertahap dan umumnya memerlukan waktu 3-5 hari. Bunga betina yang siap
diserbuki pada waktu mekar berwarna putih dan hari kedua akan menjadi kuning
gading, hari ketiga berwarna jingga dan hari keempat berwarna merah kehitaman.
Selama bunga anthesis, bunga berbau harum dan mengeluarkan lendir untuk
menarik serangga (Soehardjo, 1999).
Buah akan matang 5-6 bulan setelah penyerbukan. Buah tersusun pada
lebih kecil dan kurang sempurna bentuknya dibandingkan buah yang terletak di
bagian luar (Soehardjo, 1999).
Pemuliaan Kelapa Sawit
Pemuliaan dan seleksi kelapa sawit berkaitan erat dengan pengembangan
dura Deli berdasarkan empat pohon kelapa sawit yang diintroduksikan di Bogor
tahun 1848. Kelapa sawit memiliki siklus pemuliaan yang panjang, sekitar 10
tahun, seperti : satu tahun untuk polinasi, dua hingga tiga bulan untuk persiapan
dan germinasi benih, tiga tahun di lapangan sebelum panen dan empat hingga
enam tahun untuk evaluasi panen. Jika ditambahkan dengan uji progeni, waktu
yang dibutuhkan mendekati 20 tahun untuk mengembangkan progeni yang telah
teruji. Pemuliaan kelapa sawit memiliki beberapa tujuan utama: (1) meningkatkan
hasil minyak, (2) tanaman yang pendek, (3) peningkatan kualitas minyak, (4)
ketahanan terhadap penyakit, (5) sifat-sifat fisiologis (indeks tandan, jumlah bobot
kering dan bunch dry matter), (6) eksploitasi interaksi genotipe dan lingkungan (Rajanaidu et al. 2000).
Secara umum, ada beberapa pendekatan yang diadopsi untuk pemuliaan
kelapa sawit. Pendekatan yang umum digunakan adalah Reciprocal Recurrent
Selection (RRS) dan Family and Individual Selection (FIS). RRS bertujuan untuk mengembangkan kelompok pisifera dan dura secara terpisah dan saling
melengkapi untuk sifat tertentu dimana vigor hibrida dieksploitasi ketika
disilangkan. Uji lanjut dilakukan pada progeni sebelum pengembangan
selanjutnya untuk memperoleh nilai pemuliaan. FIS digunakan untuk
mengidentifikasi famili terbaik dan kemudian tetua terbaik dari generasi
Untuk membantu memotong siklus pemuliaan yang panjang, metode
seleksi berbasis DNA digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan presisi dalam
studi gen (Collard dan Mackill 2008). Seleksi berbasis DNA lebih dapat
diandalkan daripada seleksi konvensional yang berbasis fenotipe, karena fenotipe
dipengaruhi oleh lingkungan dan genotipe. Penggunaan marka berbasis DNA
dalam pemuliaan disebut Marker-Assisted Selection (MAS). MAS dapat
dilakukan pada tahap awal tanaman (plantlet) sehingga berpotensi mengurangi
jumlah individu yang diuji dan juga mereduksi biaya. Persyaratan untuk prosedur
klasik MAS adalah marka DNA dan analisis pautan yang akan mengidentifikasi
marka yang terpaut dengan gen-gen yang mengendalikan karakter-karakter yang
diamati. Kualitas dan jumlah marka menentukan kesuksesan MAS. Kualitas
marka berhubungan dengan karakteristik markanya, biaya dan efisiensi proses
genotyping. Jumlah marka mempengaruhi reliabilitas keterpautan antara marka dan gen. Dengan kata lain, seleksi marka dalam jumlah besar memiliki potensi
untuk identifikasi pautan yang dekat dan dapat dipercaya antara marka dan gen
yang diinginkan (Ben-Ari dan Luvi 2012).
Marka Simple Sequence Repeats (SSR)
SSR atau mikrosatelit tersebar merata di genom eukariot. Polimorfisme
SSR menggambarkan variasi jumlah unit berulang di daerah tertentu dalam
genom. Frekuensi pengulangan yang lebih dari 20 bp diperkirakan muncul setiap
33 kb di tanaman. Sekuen nukleotida yang mengapit pengulangan tersebut
digunakan untuk mendesain primer untuk amplifikasi berbagai unit pengulangan
di berbagai varietas. Primer-primer ini sangat berguna untuk deteksi cepat dan
membangun peta fisik berdasarkan sekuen tag tersebut. Tipe polimorfisme ini sangat reprodusibel (Varshney et al. 2004).
Seleksi menggunakan marka molekuler merupakan alternatif yang menarik
karena memiliki potensial untuk mengurangi waktu yang diperlukan untuk
menghasilkan varietas baru dan melepasnya ke pasar. Hal ini dikarenakan
kemampuan untuk menyeleksi di tahap awal (terutama pada tahap pembibitan)
akan memberikan efek yang besar dalam mengurangi waktu dan sumber lain yang
dibutuhkan untuk perbaikan varietas (Singh et al. 2007).
Marka SSR pada kelapa sawit pertama kali dikembangkan oleh Billote et
al. (2001) dengan menskrining pustaka SSR yang kaya (GA)n, (GT)n dan (CCG)n hingga karakterisasi akhir 21 lokus SSR. Estimasi kisaran ukuran alel dan
heterozigositas yang diharapkan di E. guineensis dan spesies yang berkerabat dekat E. oleifera juga dipublikasikan sekuen primer, dimana penggunaan optimal dari marka SSR dilakukan. Analisis data multivariat menunjukkan kemampuan
marka SSR secara efisien mengungkapkan struktur keragaman genetik genus
Elaeis sesuai dengan asal geografis dan hubungan genetiknya berdasarkan studi molekuler sebelumnya. Tingginya tingkat variabilitas alelik mengindikasikan
bahwa SSR E. guineensis merupakan alat yang kuat untuk studi genetik genus
Elaeis, termasuk identifikasi varietas dan pemetaan genetik intra atau inter spesifik.
Selain hal tersebut penggunaan SSR telah secara luas digunakan untk
meneliti tanaman kelapa sawit. Tasma dan Arumsari (2013) menunjukkan bahwa
SSR dapat digunakan untuk melihat tingkat diversitas genetik aksesi kelapa sawit
plasma nutfah kelapa sawit pada tiga jenis kelapa sawit komersial. Hasil
penelitian tersebut menyimpulkan bahwa marka SSR dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan hasil persilangan pada empat kelas dan marka SSR dapat
melihat keragaman genetik.
Penelitian yang dilakukan oleh Billotte et al.(2005) menunjukkan bahwa marka SSR merupakan marka yang dapat digunakan untuk melihat adanya
linkage-groups pada tanaman kelapa sawit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Zaki et al. (2010) menunjukkan hasil bahwa marka SSR merupakan marka
molekuler yang dapat dimanfaatkan untuk mempelajari struktur populasi dan
konsevasi pada populasi E. oleifera. Ajambang et al. (2012) menunjukkan penggunaan marka SSR sangat tepat untuk mengungkap keragaman genetik dan
distribusi genetik tanaman kelapa sawit asal Kamerun. Varietas liar tanaman
kelapa sawit asal Kamerun dapat sangat bermanfaat sebagai sumber gen baru dan
dapat digunakan untuk mempelajari keberadaan gen-gen baru. Kesimpulan
selanjutnya menyarankan bahwa untuk tujuan pemuliaan dan konsevasi Ajambang
et al. (2012) menyarankan untuk menyeleksi pada tingkat famili. Putri (2010) telah menggunakan marka SSR untuk menganalis keragaman alel pada kelapa
BAHAN DAN METODE
Tempat Penelitian dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium DNA, Socfindo Seed
Production Laboratory (SSPL), Bangun Bandar dengan ketinggian ± 25 m dpl. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret - Mei 2016.
Bahan dan Alat Penelitian
Sampel yang digunakan objek penelitian berasal dari turunan kelapa sawit
material genetik PT Socfindo terdiri atas :
1. SL 4642, turunan dari (BB 6295 D (SL 834) x BB 15325 T (PO 6144).
2. SL 4556, turunan dari (BB 5235 D (SL 725) x BB 8978 P (PO 5918).
3. SL 4543, turunan dari (BB 6776 D (SL 726) x BB 9164 P (SL 956).
4. SL 4544, turunan dari (BB 6920 D (SL 710) x BB 9164 P (SL 956).
5. SL 5332, turunan dari (BB 8619 T (LM 12108) x BB 6912 D (SL 710).
Bahan lain yang digunakan, nitrogen cair 0.1 g, buffer CTAB, buffer
TAE, buffer TE, chloroform isoamilakohol (KIAA) dengan perbandingan 24 : 1, NaCl, NaOH, Na-EDTA, HCl, dan 70% isopropanol dingin, β-mercaptoetanol
dingin 2%, primer oligonukleotida, Master Mix (Promega M7122), PCR
Bioladder III ukuran 100 bp, acrylamide, APS 10% dan temed., 6Mgel
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kertas tisu,
timbangan digital, hot plate (biosan), mortar, centrifus (Eppendorf 5415), vortex, freezer, microtube 2.0 ml dan 1.5 ml, mikropipet ukuran 1-50 µl, 100-500 µl,
kamera, water bath, pH meter elektrik, perangkat elektroforesis, pengaduk
magnetik, alat-alat gelas (gelas ukur, gelas beker, erlemeyer), elektroforesis
(Power PAC 3000, biorad), PCR (Thermal cycler) Applied Biosystem, Gel
Documentation System-UVP-DigiDoc-It 130 (Ultra-Violet Product Ltd.) masker dan alat tulis, serta alat lain yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini dengan metode marka SSR dengan prinsip PCR yang
menggunakan 4 primer SSR.
Prosedur Penelitian
Pengambilan Sampel Daun
Penelitian diawali dengan pengambilan sampel turunan kelapa sebanyak
10 sampel untuk 5 famili (total 50 sampel) (SL 4662, SL 4556, SL 4543, SL 4544
dan SL 5532) serta 1 sampel dari masing-masing tetua betina dan tetua jantan
(total 10 sampel) ke-5 famili dimaksud. Selain itu juga ditambah 2 genotipe
pembanding yaitu genotipe X dan Y. Maka jumlah seluruh sampel sebanyak 62
tanaman.
Analisis Molekuler
Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan terhadap daun kelapa sawit kesatu. Daun yang
digunakan adalah daun ke satu dari turunan kelapa sawit di lapang. Prosedur
isolasi DNA diadaptasi dari metode CTAB oleh Orozco-Castilo (1994) dengan
dilakukan dengan cara membuang tulang daun lalu dicuci dan dikeringkan dengan
tisu. Sebanyak ± 0.5 g daun digerus menggunkan mortar sambil ditambahkan
nitrogen cair PVPP. Setelah halus, sampel dimasukkan ke dalam sentrifus yang
berisi 1 ml buffer ekstraksi CTAB dan 2-mercaptoethanol10 µl kemudian diaduk menggunakan vortex dan diinkubasi dalam waterbath selama 30 menit pada suhu
65ºC. Setiap 10 menit sekali dibolak balik dengan perlahan-lahan. Setelah itu,
diinkubasi pada suhu ruang 4-5 menit, kemudian ditambahkan 1 ml kloroform :
isoamilalkohol (24:1).
Sampel disentrifius dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu ruang selama
10 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan pada tabung sentrifius lain, lalu
ditambahkan 1 ml kloroform : isoamilalkohol (24:1) dikocok dengan vortex dan
disentrifius lagi dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu 4ºC selama 10 menit.
Supernatan yang telah diperoleh kemudian dipindahkan lalu ditambahkan 1 ml
isopropanol dingin. Supernatan dihomogenkan dengan membolak-balik tabung,
lalu disimpan dalam lemari es (4ºC) selama 30 menit, kemudian disentrifius lagi
dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu 4ºC selama 10 menit. Supernatan yang
diperoleh dibuang kemudian pelet dikering-anginkan. Pelet yang sudah kering
dilarutkan dengan buffer TE sebanyak 100 µl, kemudian dispin manual hingga
homogen.
Selanjutnya, ditambahkan dengan etanol absolut dingin, lalu dibolak –
balik hingga homogen. Lalu, dinkubasi dalam freezer (-20ºC) selama 30 menit
kemudian disentrifius lagi dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu 4ºC selama 10
dikeringkan. Pelet DNA yang sudah kering dilarutkan dengan 100 µl buffer TE,
kemudian simpan DNA dalam freezer (-20ºC).
Uji Kualitas DNA
Gel agarose 0.8 % dibuat dari 0.28 g agaros dan 35 ml larutan TAE 1x,
kemudian dipanaskan hingga larut dengan menggunakan hot plate dan
didinginkan pada suhu kamar hingga hangat. Selanjutnya, ditambahkan 0.5 µl
EtBr dan dituang ke dalam cetakan gel elektroforesis yang telah dipasang sisir
(cetakan sumur) hingga gel memadat. Gel yang sudah padat dipindahkan ke dalam
bak elektroforesis. Sampel yang akan dielekstroforesis dicampur dengan loading
dye dengan perbandingan 5:1 (DNA: loading dye). Setelah dicampur maka diinjeksi kedalam sumur gel agaros dengan menggunakan pipet mikro. Setelah
semua sampel selesai diinjeksi maka alat elektroforesis dihubungkan ke power
supply 50 watt yang dialiri tegangan listrik 80 volt dengan amperemeter sebesar 400 mA selama 45 menit. Hasil elektroforesis diamati dengan bantuan lampu UV
dalam transilluminator dan didokumentasikan dengan menggunakan gel
documentation.
Uji Kuantitas DNA
Pengujian kuantitas DNA dilakukan dengan metode spektrometer pada
panjang gelombang (λ) 260 dan 280 nm dengan menggunakan stok DNA hasil
isolasi dan pemurnian. DNA mempunyai kemurnian tinggi jika ratio nilai
absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm berkisar antara 1,8 – 2,0
Amplifikasi PCR-Pemilihan Marka Mikrosatelit (SSR)
Primer SSR yang digunakan sebanyak 4 primer yang telah terpilih
mengacu pada Billotte et al.(2005). Primer yang digunakan adalah mCnCIR0038,
mEgCIR0894, mEgCIR3292 dan mEgCIR3663. Volume untuk setiap reaksi produk PCR sebesar 25 ul yang terditi atas Go Taq PCR 12.5 μl, nuclease free
water 8.5 μl, forward primer 1 μl, referse primer 1 μl d an DNA sampel 2 μl. Amplifikasi PCR dilakukan pada Eppendorf Mastercycler ep 384 (Eppendorf, Wertbuy, New York, USA). Program running PCR didasarkan pada penelitian
Putri (2010) yang terdiri atas siklus denaturasi awal 4 menit pada suhu 94ºC,
diikuti 35 siklus denaturasi 94ºC, selama 30 detik, tahapan penempelan 52ºC
selama 1 menit 15 detik, perpanjangan 72ºC selama 1 menit 30 detik, dan elongasi
akhir pada 72ºC selama 8 menit.
Visualisai hasil amplifikasi DNA dengan marka SSR
Hasil amplifikasi DNA dilakukan dengan Elektroforesis Vertikal
(Elektroforesis PAGE) dengan gel poliacrylamide 8% (29 : 1). Tahap pengujian dilakukan dengan cara disiapkan gel plate, spacer dan comb dicuci dengan air dan etanol teknis, kemudian dirangkai. Sebelum membuat gel, terlebih dahulu dibuat
larutan acrylamide-bisacrylamide (29 : 1) yang dibuat dari 29 g acrylamide, 1 g
bisacrylamide dilarutkan dalam aquadest hingga 100 ml. Pembuatan gel acrylamide 8% dengan volume 30 ml, terdiri dari larutan acrylamide -bisacrylamide (29 : 1) sebanyak 8 ml, TAE 10X sebanyak 3 ml, aquadest steril
sebanyak 19 ml, Amonium persulfat 10% (APS) sebanyak 150 µl dan TEMED
sebanyak 20 µl. Dicampurkan semua bahan pembuatan gel tersebut, lalu
Gel didiamkan memadat selama ± 60 menit. Gel polyacrylamide yang telah memadat dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis vertikal dan dimasukkan
buffer TAE 1X. Setelah siap, produk PCR sebanyak 4 µl dicampurkan dengan
loading dye sebanyak 1 µl, campuran tersebut dimasukkan ke dalam sumur gel
dan disertakan DNA marker 50 bp Ladder sebanyak 2 µl sebagai pembanding
pada sumur pertama dan terakhir, untuk melihat panjang DNA. Elektroforesis
vertikal dijalankan dengan 100 volt, 25mA selama 120 menit. Gel divisualisasi
dengan pewarnaan etidium bromida. Gel diletakkan dan digoyang dalam baki
berisi larutan etidium bromida selama 5 menit dan dicuci dengan ddH2O selama
10 menit. Hasil elektroforesis diamati dan didokumentasi dengan
UV-transilluminator (UV Doc-its) dan Gel-Doc (U Doc-its).
Analisis Data
Analisis data berdasarkan hasil skoring pita DNA pada gel acrylamide. Pita diskor secara manual sebagai data biner dengan ada pita (1) atau tidak ada (0)
pita. Analisis data untuk mengetahui kisaran panjang alel dilakukan dengan
menggunakan UV-Tec Cambridge. Nilai polymorphic information content (PIC) untuk marka SSR dihitung dengan menggunakan software Power Marker 3.25 (Liu, 2005). Botsein et al. (1980) mengklasifikasikan nilai PIC menjadi 3 kelas yaitu: PIC > 0.5: sangat informatif; 0.25 > PIC < 0.5: sedang dan PIC < 0.25:
rendah.
Berdasarkan pola pita yang muncul untuk memvalidasi turunan dengan
tetua, dihitung persentase turunan yang sesuai dengan tetua. Untuk menghitung
jumlah alel (Na), jumlah alel efektif (Ne), frekuensi alel, heterozigositas
Gen Alex ver.6.501 (Peakall dan Smouse, 2012). Serta untuk membuat filogenetik
UPGMA dan menghitung jarak genetik antar individu digunakan software
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Kualitas Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik PT Socfindo
Uji kualitas merupakan salah satu tahapan dari proses isolasi DNA.
Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat kemurnian hasil
isolasi DNA yang telah dilakukan. Pada tahapan ini juga akan diperoleh gambaran
visualisasi hasil isolasi dengan menggunakan metode elektroforesis yang
divisualisasikan dengan menggunakan gel dokumentasi. Gel dokumentasi akan
memperlihatkan bagaimana visualisasi DNA dan senyawa kimia lain yang
terbawa selama proses isolasi DNA .
Ketika proses isolasi DNA berlangsung stok DNA yang dihasilkan
biasanya tidak 100% murni. Artinya bahwa ada senyawa kimia lain yang terbawa,
senyawa tersebut dapat berupa senyawa metabolit sekunder, polisakarida, lipid,
protein, karbohidrat dan senyawa-senyawa lain yang masih melekat pada DNA.
Jika senyawa-senyawa ini berada dalam konsentrasi yang tinggi pada DNA stok
maka akan dapat mengganggu proses amplifikasi saat proses PCR.
Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa dari 13 sampel DNA yang
telah diuji (hasil uji visualisasi 49 sampel lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2),
seluruhnya memperlihatkan adanya pita DNA. Keberadaan pita DNA tersebut
diduga tercampur dengan senyawa lain selain DNA. Hal ini ditunjukkan oleh
adanya smear yang mengikuti DNA hasil ekstraksi, keberadaan smear tersebut dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan penempelan primer pada saat proses
INB INJ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 INB1 INJ1 11 12 13
Gambar 1. Visualisasi uji kualitas DNA kelapa sawit dari material genetik PT Socfindo
Keterangan : (1) Pita DNA hasil ekstraksi ; (2) Smear yang mengikuti hasil ekstraksi DNA, INB : Induk Betina, INJ : Induk Jantan
Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan hasil uji kualitas DNA material
genetik PT. Socfindo yang memperlihatkan bahwa DNA telah berhasil diisolasi
dari tanaman sampel yang ditunjukkan oleh lingkaran No.1. Keberhasilan hasil uji
kualitas ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti umur tanaman sampel,
bahan yang digunakan selama proses isolasi dan metode yang digunakan pada saat
isolasi. Pada umumnya DNA tanaman dapat diisolasi pada jaringan yang masih
muda yang ditandai oleh warna daun. Warna daun mengindikasikan senyawa yang
terkandung didalam jaringan yang diisolasi, semakin berwarna hijau tua maka
kandungan polisakarida, karbohidrat, dan lipid yang dikandung oleh individu
tersebut semakin tinggi sehingga proses isolasi yang dilakukan akan semakin
sulit.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemurniaan DNA hasil ekstraksi
adalah metode yang digunakan pada saat proses isolasi. Sejauh ini metode yang
paling umum digunakan adalah metode Doyle dan Doyle (1990) atau metode
Orosco-Castilo, et al. (1994). Kedua metode ini lebih mudah dalam
pelaksanaannya dan sangat sesuai digunakan untuk pemula. Penelitian ini sendiri
mengggunakan metode Orosco-Castilo, et al. (1994) dengan beberapa modifikasi
1
CTAB. CTAB berperan untuk melisis organel sel namun tidak merusak struktur
DNA tanaman sedangkan nitrogen cair berfungsi untuk menjaga mencegah
kerusakan pada DNA ketika dilakukan penggerusan.
Uji Kuantitas Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik PT Socfindo
Setelah dilakukan pengujian secara visual, maka langkah selanjutnya
adalah uji kuantitas. Sama halnya dengan uji kualitas, uji kuntitas juga dilakukan
untuk melihat tingkat kemurnian dan konsentrasi DNA hasil isolasi. Perbedaannya
dengan uji kualitas yaitu uji kualitas dengan menggunakan metode elektroforesis
maka uji kuantitas dengan menggunakan metode spektrometer.
Pengujian dengan menggunakan metode spektrometer adalah metode yang
digunakan dengan melihat hasil perbandingan absorbansi pada panjang
gelombang 260 Å dan 280 Å. Hasil uji kuantitas yang baik ditunjukkan oleh nilai
absorbansi antara 1.80 sampai dengan 2.00. Hal ini terdapat pada Sambrook et.
al. (1980) yang menyatakan bahwa nilai absorbansi DNA terletak pada rasio perbandingan panjang gelombang 260 Å dan 280 Å yaitu antara 1.80 hingga
2.00. Hasil uji kuantitas dari material genetik PT Socfindo pada penelitian ini
dapat dilihat pada Lampiran 36. Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini
menunjukkan nilai absorbansi 260 Å dan 280 Å terletak diantara 1.36 sampai
dengan 2.11.
Kemurnian DNA yang sesuai dengan Sambrook et al. (2001) ditunjukkan oleh sampel Y (1.87), No.38 (1.94), No. 34 (1.82), dan sampel No.13 (1.89).
Kelima sampel tersebut merupakan sampel yang memiliki nilai absorbansi yang
paling baik jika dibandingkan dengan nilai absorbansi pada sampel lainnya. Nilai
banyak mengandung RNA sedangkan nilai absorbansi dibawah 1.80 menunjukkan
bahwa DNA yang telah diisolasi mengadung protein, lipid dan karbohidrat.
Konsentrasi DNA stok hasil ekstraksi menunjukkan hasil yang beragam,
konsentrasi DNA tertinggi terdapat pada DNA pembanding yaitu pada genotipe X
dengan konsentrasi 290 ng/uL sedangkan konsentrasi DNA terendah adalah
sebesar 15 ng/uL. Nilai absorbansi dan konsentrasi DNA juga akan mempengaruhi
hasil gel dokumentasi dimana jika pita yang terdokumentasikan kelihatan tipis
atau redup dapat disebabkan oleh konsentrasi DNA yang terlalu sedikit dan jika
nilai absorbansi tidak berada pada kisaran 1.80 hingga 2.00 dapat menyebabkan
terjadinya smear akibat tingginya kandungan polisakarida dan senyawa-senyawa
fenolik. Weeden et al. (1992) menjelaskan bahwa cetakan DNA yang
mengandung senyawa polisakarida dan senyawa fenolik serta konsentrasi DNA
yang terlalu rendah akan memperlihatkan DNA amplifikasi yang kurang jelas.
Selanjutnya Mulyani et al. (2011) menyebutkan bahwa smear merupakan sisa dari senyawa pada larutan yang secara tidak sengaja terbawa setelah proses isolasi
DNA dilakukan.
Profil Elektroforesis Pita Hasil Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik
PT Socfindo
Hasil identifikasi genetik tanaman kelapa sawit dianalisis dengan
menggunakan metode elektroforesis yang akan menunjukkan adanya pola pita.
Pola pita tersebut merupakan DNA yang akan menunjukkan bagaimana keadaan
genom berdasarkan primer yang telah diamplifikasi pada saat proses PCR. Pada
penelitian ini telah diuji empat primer SSR. Hasil dari pengujian dari keempat
50bp 200bp 1200bp
100bp
Primer SSR merupakan primer yang bersifat heterozigot, dimana primer
ini mampu menunjukkan sepasang alel yang berasal dari induk yang berbeda,
sehingga dengan menggunakan primer SSR dapat menunjukkan keberadaan alel
dari induk betina dan induk jantan. Visualisasi hasil dari primer mCnCIR0038 pada sampel 1 sampai 6 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit Sampel 1-6 (Persilangan SL-4642) Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6925 D (SL-834), INJ : Induk Jantan BB 15325 T (PO 6144).
Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa sampel 1-6 adalah
persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6295 D
(SL-834) dan BB 15325 T (PO-6144). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat
diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 6925 D (SL-834) terletak pada 105
bp sedangkan ukuran induk jantan BB 15325 T (PO-6144) terletak pada 94 bp.
Ukuran pita pada sampel 1-6 terletak pada ukuran 105 bp dan 94 bp. Visualisasi
selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 3.
50bp 200bp 1200bp
100bp
Gambar 3. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit Sampel 7-10 (Persilangan SL-4642), 11-12 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primermCnCIR0038
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 5235 D (SL-725), INJ : Induk Jantan BB 8978 P (PO 5918).
Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa sampel 7-10 adalah
persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6295 D
(SL-834) dan BB 15325 T (PO-6144). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat
diketahui bahwa ukuran pita pada sampel 7-10 terletak pada 105 bp dan 94 bp.
Profil elektroforegram selanjutnya diamati pada sampel 11 dan 12 adalah
persilangan SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D
(SL-725) dan BB 8978 P (PO-5918). Berdasarkan hasil pengukuran sampel 11 dan 12
terletak pada 102 bp dan 94 bp. Pengukuran pada induk betina BB 5235 D
(SL-725) yang terletak pada 102 bp dan induk jantan BB 8978 P (PO-5918) yang
terletak pada 94 bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis selanjutnya dapat
dilihat pada Gambar 4.
50bp 200bp 1200bp
100bp
50bp 200bp 1200bp
100bp
Gambar 4. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 13-20 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 5235 D (SL-725), INJ : Induk Jantan BB 8978 P (PO 5918).
Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa sampel 13-20 adalah
persilangan SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D
(SL-725) dan BB 8978 P (PO-5918). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 13-20 terletak pada 102 bp dan 94 bp. Visualisasi
selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 21-26 (Persilangan SL-4543) Socfindo berdasarkan primermCnCIR0038
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6776 D (SL-726), INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)
Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa sampel 21-26 adalah
persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D
L 13 14 15 16 17 18 19 20 L
50bp 200bp 1200bp
100bp
726) dan BB 6776 D (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita induk betina BB 6776 D (SL-726) terletak pada 106 bp
sedangkan ukuran induk jantan terletak BB 6776 D (PO-6144) terletak pada 96
bp. Ukuran pita pada sampel 21-26 terletak pada ukuran 106 bp dan 94 bp
Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 27-30 (Persilangan SL-4543), 31-32 (Persilangan SL-4544) Socfindo berdasarkan primermCnCIR0038
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6920 D (SL-710), INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)
Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa sampel 27-30 adalah
persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D
(SL-726) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 27 – 30 terletak pada 106 bp dan 96 bp . Profil
elektroforegram selanjutunya diamati pada sampel 31 dan 32 adalah persilangan
SL-4544 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6920 D (SL-710) dan BB
9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil pengukuran sampel 31 terletak pada 105
sedangkan sampel 32 terletak pada 109 bp dan 105 bp. Pengukuran pada induk
betina BB 6920 D (SL-710) yang terletak pada 105 bp dan induk jantan BB 9164
50bp 200bp 1200bp
100bp
P (SL-956) yang terletak pada 109 bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis
selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 33-40 (Persilangan SL-4544), Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6920 D (SL-710), INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)
Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa sampel 33-40 adalah
persilangan SL-4544 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6920 D
(SL-710) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 33-40 terletak pada 105 bp dan 109 bp.
Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 8.
50bp 200bp 1200bp
100bp
Gambar 8. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 41-46 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108), INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710)
Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa sampel 41-46 adalah
persilangan SL-5332 yang merupakan hasil persilangan antara BB 8619 T
(LM-12108) dan SL-710. Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa
ukuran pita induk betina BB 8619 T (LM-12108) terletak pada 121 bp dan 112 bp
sedangkan ukuran induk jantan BB 6912 D (SL-710) terletak pada 108 bp.
Ukuran pita pada sampel 41, 43, dan 45 terletak pada ukuran 112 bp dan 108 bp
sedangkan sampel 42, 44 dan terletak pada ukuran 121 bp dan 108 bp. Visualisasi
selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 9.
50bp 200bp 1200bp
100bp
Gambar 9. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 47-50 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mCnCIR0038
Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108), INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710), X : pembanding-I dan Y : Pembanding-II
Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui bahwa sampel 47-50 adalah
persilangan (SL-5332) yang merupakan hasil persilangan antara BB 8619 T
(LM-12108) dan BB 6912 D (SL-710). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita induk betina BB 8619 T (LM-12108) terletak pada 121 bp dan
112 bp sedangkan ukuran induk jantan terletak BB 6912 D (SL-710) terletak pada
108 bp. Ukuran pita pada sampel 47 dan 50 terletak pada ukuran 121 bp dan 108
bp sedangkan sampel 48 dan 49 terletak pada ukuran 112 bp dan 108 bp. Sampel
I (X) terletak pada 110 bp dan 96 bp sedangkan sampel
pembanding-II (Y) terletak pada 111 bp dan 97 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada
Gambar 10.
50bp 200bp 1200bp
100bp
50bp 100bp 200bp 1200bp
Gambar 10. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 1-6 (Persilangan SL-4642) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257
Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND: Induk betina BB 6925 D (SL-834), INJ : Induk Jantan BB 15325 T (PO 6144)
Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui bahwa sampel 1-6 adalah
persilangan SL 4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6925 D
(SL-834) dan BB 15325 T (PO-6144). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita induk betina BB 6925 D (SL-834) terletak pada 293 bp dan
268 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 15325 T (PO-6144) terletak pada 268
bp dan 255 bp. Ukuran pita pada sampel 1-6 terletak pada ukuran 268 bp dan 255
bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 7-10 (Persilangan SL-4642), 11-12 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257
Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 5235 D (SL-725), INJ : Induk Jantan BB 8978 P (PO 5918)
Berdasarkan Gambar 11 dapat diketahui bahwa sampel 7-10 adalah
persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6295 D
L IND INJ 1 2 3 4 5 6 L
50bp 100bp 200bp 1200bp
834) dan BB 15325 T (PO-614). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 7-10 terletak pada 268 bp dan 255 bp. Profil
elektroforegram selanjutunya diamati pada sampel 11 dan 12 adalah persilangan
SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D (SL-725) dan BB
8978 P (PO-918). Berdasarkan hasil pengukuran sampel 11 dan 12 terletak pada
220 bp dan 207 bp. Pengukuran pada induk betina BB 5235 D (SL-725) yang
terletak pada 102 bp dan 207 bp sedangkan induk jantan BB 8978 P (PO-5918)
yang terletak pada 227 bp dan 220 bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis
selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 13-20 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primermEgCIR0257
Keterangan: L= PCRBIO Ladder III
Berdasarkan Gambar 12 dapat diketahui bahwa sampel 13-20 adalah
persilangan SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D
(SL-725) dan BB 8978 P (PO-5918). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 13-20 terletak pada 220 bp dan 207 bp.
50bp 100bp 200bp 1200bp
Gambar 13. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 21-26 (Persilangan SL-4543) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257 0257
Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND: Induk betina BB 6776 D (SL-726), INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)
Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui bahwa sampel 21-26 adalah
persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D
(SL-726) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita induk betina BB 6776 D (SL-726) terletak pada 241 bp dan
219 bp sedangkan ukuran induk jantan terletak BB 9164 P (SL-956) terletak pada
234 bp dan 219 bp. Ukuran pita pada sampel 21, 25 dan 26 terletak pada ukuran
241 bp dan 234 bp, sampel 22 terletak pada ukuran 234 bp dan 219 bp sedangkan
sampel 22 dan 23 terletak pada ukuran 227 bp dan 219 bp. Visualisasi selanjutnya
dapat dilihat pada Gambar 14.
50bp 100bp
200bp 1200bp
Gambar 14. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 27-30 (Persilangan SL-4543), 31-32 (Persilangan SL-4544) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257 Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6920 D (SL-710), INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)
Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa sampel 27-30 adalah
persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D
(SL-726) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 27 dan 28 terletak pada 234 bp dan 219 bp,
sampel 29 terletak pada 241 bp dan 234 bp sedangkan sampel 30 terletak pada
227 bp dan 219 bp. Profil elektroforegram selanjutunya diamati pada sampel 31
dan 32 adalah persilangan 4544 yang merupakan hasil persilangan antara
SL-710 dan SL-956. Berdasarkan hasil pengukuran sampel 31 terletak pada 220 bp
dan 205 bp sedangkan sampel 32 terletak pada 234 bp dan 220 bp. Pengukuran
pada induk betina BB 6920 D (SL-710) yang terletak pada 234 bp dan 216 bp
sedangkan induk jantan BB 9164 P (SL-956) yang terletak pada 220 bp dan 205
bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis selanjutnya dapat dilihat pada
Gambar 15.
50bp 100bp 200bp 1200bp
50bp 100bp 200bp 1200bp
Gambar 15. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 33-40 (Persilangan SL-4544), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257
Keterangan: L= PCRBIO Ladder III
Berdasarkan Gambar 15 dapat diketahui bahwa sampel 33-40 adalah
persilangan SL-4544 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6920 D
(SL-710) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 33 dan 36 terletak pada 234 bp dan 205 bp,
sampel 35 terletak pada 220 bp dan 205 bp, sampel 36-39 terletak pada 234 bp
dan 220 bp sedangkan sampel 40 terletak pada 216 bp dan 205 bp. Visualisasi
selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 41-46 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257
Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108), INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710)
L 33 34 35 36 37 38 39 40 L
50bp 100bp 200bp 1200bp
Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa sampel 41-46 adalah
persilangan SL-5332 yang merupakan hasil persilangan antara BB 8619 T
(LM-12108) dan BB 6912 D (SL-710). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita induk betina BB 8619 T (LM-12108) terletak pada 235 bp dan
214 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 6912 D (SL-710) terletak pada 229 bp
dan 224 bp. Ukuran pita pada sampel 41-46 terletak pada ukuran 224 bp dan 214
bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 47-50 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR0257
Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108), INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710), X : pembanding-I dan Y : Pembanding-II
Berdasarkan Gambar 17 dapat diketahui bahwa sampel 47-50 adalah
persilangan 5332 yang merupakan hasil persilangan antara LM-12108 dan
SL-710. Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk
betina (LM-12108) terletak pada 235 bp dan 214 bp sedangkan ukuran induk
jantan terletak (SL-710) terletak pada 229 dan 224 bp. Ukuran pita pada sampel
47-50 terletak pada ukuran 229 bp dan 214 bp. Sampel pembanding-I (X) terletak
pada 227 bp dan 187 bp sedangkan sampel pembanding-II (Y) terletak pada 203
bp dan 183 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 18.
50bp 100bp 200bp 1200bp
50bp 100bp 200bp 1200bp
Gambar 18. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 1-6 (Persilangan SL-4642) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663
Keterangan: L= PCRBIO Ladder III, IND: Induk betina BB 6295 D (SL-834), INJ: Induk Jantan BB 15325 T (PO 6144)
Berdasarkan Gambar 18 dapat diketahui bahwa sampel 1-6 adalah
persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6295 D
(SL-834) dan BB 15325 T (PO-6144). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat
diketahui bahwa ukuran pita induk betina BB 6295 D (SL-834) terletak pada 225
bp dan 215 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 15325 T (PO-6144) terletak
pada 234 bp dan 211 bp. Ukuran pita pada sampel 1-6 terletak pada ukuran 225 bp
dan 211 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 7-10 (persilangan SL-4642), 11-12 (persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663 Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 5235 D (SL-725), INJ : Induk Jantan BB 8978 P (PO 5918)
Berdasarkan Gambar 19 dapat diketahui bahwa sampel 7-10 adalah
persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6295 D
L IND INJ 1 2 3 4 5 6 L
100bp 200bp 1200bp
200bp
834) dan BB 15325 T (PO-614). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 7 dan 9 terletak pada 225 bp dan 211 bp
sedangkan sampel 234 dan 225 terletak pada 234 bp dan 225 bp. Profil
elektroforegram selanjutnya diamati pada sampel 11 dan 12 adalah persilangan
SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D (SL-725) dan BB
8978 P (PO-918). Berdasarkan hasil pengukuran sampel 11 dan 12 terletak pada
212 bp dan 204 bp. Pengukuran pada induk betina BB 5235 D (SL-725) yang
terletak pada 217 bp dan 212 bp sedangkan induk jantan BB 8978 P (PO-5918)
terletak pada 204 bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis selanjutnya
dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 13-20 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III
Berdasarkan Gambar 20 dapat diketahui bahwa sampel 13-20 adalah
persilangan SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara SL-725 dan
PO-5918. Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita pada
sampel 13-20 terletak pada 212 bp dan 204 bp. Visualisasi selanjutnya dapat
dilihat pada Gambar 21.
100bp 200bp 1200bp
200bp
Gambar 21. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 21-26 (persilangan SL-4543) Socfindo berdasarkan primermEgCIR3663
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6776 D (SL-726), INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)
Berdasarkan Gambar 21 dapat diketahui bahwa sampel 21-26 adalah
persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D
(SL-726) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita induk betina BB 6776 D (SL-726) terletak pada 212 bp dan
190 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 9164 P (SL-956) terletak pada 205 bp
dan 198 bp. Ukuran pita pada sampel 21 terletak pada ukuran 212 bp dan 205 bp,
sampel 22 terletak pada ukuran 198 bp dan 190 bp, sampel 23 terletak pada
ukuran 198 bp dan 194 bp sedangkan sampel 24-26 terletak pada 198 bp dan 212
bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 22.
L 27 28 29 30 INJ IND 31 32 L
100bp 200bp 1200bp
50 bp
Gambar 22. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 27-30 (Persilangan SL-4543), 31-32 (Persilangan SL-4544) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663 Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6920 D (SL-710), INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)
Berdasarkan Gambar 22 dapat diketahui bahwa sampel 27-30 adalah
persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 (SL-726)
dan BB 8978 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa
ukuran pita pada sampel 27 dan 30 terletak pada 198 bp dan 209 bp, sampel 28
terletak pada 198 bp dan 214 bp sedangkan sampel 29 terletak pada 212 bp dan
205 bp. Profil elektroforegram selanjutnya diamati pada sampel 31 dan 32 adalah
persilangan 4544 yang merupakan hasil persilangan antara 710 dan
SL-956. Berdasarkan hasil pengukuran sampel 31 dan 32 terletak pada 217 bp dan
213 bp. Pengukuran pada induk betina BB 6920 D (SL-710) yang terletak pada
241 bp dan 213 bp sedangkan induk jantan BB 9164 P (SL-956) terletak pada
225 bp dan 217 bp. Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis selanjutnya dapat
100bp 200bp 1200bp
50 bp
100bp 200bp 1200bp
50 bp
Gambar 23. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 33-40 (Persilangan SL-4544), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III
Berdasarkan Gambar 23 dapat diketahui bahwa sampel 33-40 adalah
persilangan SL-4544 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6920 D
(SL-710) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 33 terletak pada 217 bp dan 213 bp, sampel 34
terletak pada 241 bp dan 213 bp, sampel 35 terletak pada 241 bp dan 225 bp,
sampel 36, 37 dan 40 terletak pada 217 bp dan 213 bp, sampel 39 terletak pada
225 bp dan 213 bp sedangkan sampel 40 terletak pada 217 bp dan 213 bp.
Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 41-46 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108), INJ : Induk Jantan BB 6912 (SL-710)
100bp 200bp 1200bp
50 bp
Berdasarkan Gambar 24 dapat diketahui bahwa sampel 41-46 adalah
persilangan SL-5332 yang merupakan hasil persilangan antara BB 8619 T (
LM-12108) dan BB 6912 D (SL-710). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita induk betina BB 8619 T (LM-12108) terletak pada 232 bp dan
209 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 6912 D (SL-710) terletak pada 226 bp
dan 220 bp. Ukuran pita pada sampel 41 terletak pada ukuran 232 bp dan 226 bp,
sampel 42-43 terletak pada 232 bp dan 209 bp, sedangkan sampel 44-46 terletak
pada 220 bp dan 209 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 25.
Gambar 25. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 47-50 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3663
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108), INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710), X : pembanding-I dan Y : Pembanding-II
Berdasarkan Gambar 25 dapat diketahui bahwa sampel 47-50 adalah
persilangan SL-5332 yang merupakan hasil persilangan antara BB 8619 T
(LM-12108) dan BB 6912 D (SL-710). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita induk betina BB 8619 T (LM-12108) terletak pada 232 bp dan
209 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 6912 D (SL-710) terletak pada 226 dan
220 bp. Ukuran pita pada sampel 47-48 terletak pada ukuran 226 bp dan 209 bp,
sampel 49 terletak pada 209 bp, sedangkan sampel 50 terletak pada 220 bp dan
100bp 200bp 1200bp
50 bp
209 bp. Sampel pembanding-I (X) terletak pada 122 bp dan 193 bp sedangkan
sampel pembanding-II (Y) terletak pada 206 bp dan 193 bp. Visualisasi
selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 1-6 (Persilangan SL-4642) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6295 D (SL-834), INJ : Induk Jantan BB 15325 T (PO 6144)
Berdasarkan Gambar 26 dapat diketahui bahwa sampel 1-6 adalah
persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara SL-834 dan
PO-6144. Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk
betina BB 6295 D (SL-834) terletak pada 279 bp dan 270 bp sedangkan ukuran
induk jantan terletak BB 15325 T (PO-6144) terletak pada 270 bp dan 260 bp.
Ukuran pita pada sampel 1, 2, 4, 5 dan 6 terletak pada ukuran 279 bp dan 260 bp
sedangkan sampel 3 terletak pada 270 bp dan 260 bp. Visualisasi selanjutnya
dapat dilihat pada Gambar 27.
100bp 200bp 1200bp
50 bp
Gambar 27. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 7-10 (Persilangan SL-4642), 11-12 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785 Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 5235 D (SL-725), INJ : Induk Jantan BB 8978 P (PO 5918)
Berdasarkan Gambar 27. dapat diketahui bahwa sampel 7-10 adalah
persilangan SL-4642 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6295 D
(SL-834) dan BB 15325 T (PO-614). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 7 dan 8 terletak pada 279 bp dan 260 bp
sedangkan sampel 9 dan 10 terletak pada 270 bp dan 260 bp. Profil
elektroforegram selanjutnya diamati pada sampel 11 dan 12 adalah persilangan
SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D (SL-725) dan BB
8978 P (PO-918). Berdasarkan hasil pengukuran sampel 11 terletak pada 269 bp
dan 259 bp sedangkan sampel 12 terletak pada 282 bp dan 259 bp. Pengukuran
pada induk betina BB 5235 D (SL-725) yang terletak pada 282 bp dan 269 bp
sedangkan induk jantan BB 8978 P (PO-5918) terletak pada 269 bp dan 259 bp.
Visualisasi pengamatan hasil elektroforesis selanjutnya dapat dilihat pada
Gambar 28.
100bp 200bp 1200bp
50 bp
100bp 200bp 1200bp
50 bp
Gambar 28. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 13-20 (Persilangan SL-4556), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III
Berdasarkan Gambar 28 dapat diketahui bahwa sampel 13-20 adalah
persilangan SL-4556 yang merupakan hasil persilangan antara BB 5235 D
(SL-725) dan BB 8978 P (PO-5918). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 13, 15 dan 17 terletak pada 282 bp dan 269 bp
sedangkan sampel 14, 16, 18, 19 dsn 20 terletak pada 269 bp dan 259 bp.
Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 29.
Gambar 29. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 21-26 (Persilangan SL-4543) Socfindo berdasarkan primer 3785
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6776 D (SL-726), INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)
L 13 14 15 16 17 18 19 20 L
L 27 28 29 30 INJ IND 31 32 L
100bp 200bp 1200bp
50 bp
Berdasarkan Gambar 29 dapat diketahui bahwa sampel 21-26 adalah
persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D
(SL-726) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita induk betina BB 6776 D (SL-726) terletak pada 277 bp dan
267 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 9164 P (SL-956) terletak pada 267 bp
dan 259 bp. Ukuran pita pada sampel 21 terletak pada ukuran 277 bp dan 259 bp,
sampel 22 terletak pada ukuran 277 bp dan 267 bp, sedangkan sampel 23-26
terletak pada 267 bp dan 259 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada
Gambar 30.
Gambar 30. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 27-30 (Persilangan SL-4543), 31-32 (Persilangan SL-4544) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785 Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 6920 D (SL-710), INJ : Induk Jantan BB 9164 P (SL-956)
Berdasarkan Gambar 30 dapat diketahui bahwa sampel 27-30 adalah
persilangan SL-4543 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6776 D
(SL-726) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 27, 28 dan 30 terletak pada 267 bp dan 259 bp,
sedangkan sampel 29 terletak pada 277 bp dan 259 bp. Profil elektroforegram
100bp 200bp 1200bp
50 bp
merupakan hasil persilangan antara BB 6920 D 710) dan BB 9164 P
(SL-956). Berdasarkan hasil pengukuran sampel 31 terletak pada 280 bp dan 250 bp
sedangkan sampel 32 terletak pada 269 bp dan 250 bp. Pengukuran pada induk
betina BB 6920 D (SL-710) yang terletak pada 280 bp dan 269 bp sedangkan
induk jantan BB 9164 P (SL-956) terletak pada 250 bp. Visualisasi pengamatan
hasil elektroforesis selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 31.
Gambar 31. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 33-40 (Persilangan SL-4544), Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785
Keterangan : L= PCRBIO Ladder III
Berdasarkan Gambar 31 dapat diketahui bahwa sampel 33-40 adalah
persilangan SL-4544 yang merupakan hasil persilangan antara BB 6920 D
(SL-710) dan BB 9164 P (SL-956). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita pada sampel 33, 36, 38 dan sampel 40 terletak pada 280 bp dan
250 bp sedangkan sampel 34, 35, 37 dan 39 terletak pada 269 bp dan250 bp.
Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 32.
200bp 1200bp
50 bp 100bp
200bp 1200bp
50 bp 100bp
Gambar 32. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 41-46 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785 Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108), INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710)
Berdasarkan Gambar 32 dapat diketahui bahwa sampel 41-46 adalah
persilangan SL-5332 yang merupakan hasil persilangan antara BB 8619 T
(LM-12108) dan BB 6912 D (SL-710). Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui
bahwa ukuran pita induk betina BB 8619 T (LM-12108) terletak pada 279 bp dan
270 bp sedangkan ukuran induk jantan BB 6912 D (SL-710) terletak pada 270 bp
dan 259 bp. Ukuran pita pada sampel 41-43 terletak pada ukuran 279 bp dan 259
bp, sampel 44 terletak pada 269 bp dan 259 bp, sedangkan sampel 45- 46 terletak
pada 270 bp dan 259 bp. Visualisasi selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 33.
Gambar 33. Elektroforegram amplifikasi DNA kelapa sawit sampel 47-50 (Persilangan SL-5332) Socfindo berdasarkan primer mEgCIR3785 Keterangan : L= PCRBIO Ladder III, IND : Induk betina BB 8619 T (LM-12108), INJ : Induk Jantan BB 6912 D (SL-710), X : pembanding-I dan Y : Pembanding-II
Berdasarkan Gambar 33 dapat diketahui bahwa sampel 47-50 adalah
persilangan 5332 yang merupakan hasil persilangan antara LM-12108 dan
SL-710. Berdasarkan hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa ukuran pita induk
L INJ IND 41 42 43 44 45 46 L
betina (LM-12108) terletak pada 232 bp dan 209 bp sedangkan ukuran induk
jantan terletak (SL-710) terletak pada 226 dan 220 bp. Ukuran pita pada sampel
47-49 terletak pada terletak pada 270 bp dan 259 bp sedangkan sampel 50 terletak
pada 279 bp dan 259 bp. Sampel pembanding-I (X) terletak pada 268 bp
sedangkan sampel pembanding-II (Y) terletak pada 277 bp dan 268 bp.
Berdasarkan profil pita dari analisis elektroforesis dapat diketahui bahwa
pola pita yang dibentuk oleh marka SSR menunjukkan pola pita homozigot dan
heterozigot. Selain itu juga dapat diketahui bahwa pola pita yang telah dibentuk
mampu untuk menjelaskan bagaimana kemurnian genetik antara hasil persilangan
dengan tetua. Genotipe hasil persilangan akan menunjukkan pita yang berasal dari
kedua induknya, pita SSR yang ditunjukkan akan membentuk pola pita
kodominan. Inilah kelebihan dari marka SSR yang dapat menunjukkan sifat
kodominan atau alel yang berisfat diploid. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Zulhermana (2009) yang menyatakan bahwa marka SSR menunjukkan sifat
kodominan dengan jumlah alel yang diperlihatkan pada tiap individu hanya 2 pita
(sesuai genom kelapa sawit diploid 2n=32). Putri et al. (2010) juga menjelaskan bahwa marka SSR bersifat polimorfis sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk
menganalisis pola pita pada keragaman genetik kelapa sawit Pisifera.
Analisis berbasis marka dengan menggunakan SSR akan dapat
menjelaskan bagaimana kemurnian genetik pada tanaman hasil persilangan. Jika
alel yang terlihat pada elektroforegram masih menunjukkan pola alel yang mirip
dengan tetuanya maka dapat dipastikan bahwa genotipe hasil persilangan tidak
selanjutnya. Asmono (1998) menjelaskan bahwa informasi molekuler yang telah
didapatkan dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk kegiatan pemuliaan
selanjutnya.
Melalui penanda SSR yang ditunjukkan oleh pola pita hasil
elektroforegram akan diketahui bagaimana pola keragaman yang dihasilkan
sehingga akan dperoleh informasi tingkat keragaman ditingkat genetik sehingga
akan diperoleh kejelasan suatu individu yang sama secara penotip tetapi berbeda
secara genetik yang merupakan manifestasi dari keragaman genetik. Indrawan et
al. (2007) menjelaskan bahwa keragaman antar spesies sebagai manifestasi dari keragaman genetik. Analisis SSR di paragraph selanjutnya akan dilihat melihat
bagaimana pola pita kuantitatif hasil keturunan kelapa sawit berdasarkan marka
SSR.
Profil Kuantitatif Pola Pita Hasil Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik
PT Socfindo
Setelah dilakukan uji kuantitas dan kualitas DNA hasil isolasi, maka
selanjutnya adalah melakukan proses PCR pada DNA tanaman yang telah berhasil
diisolasi dari genom tanaman. Proses PCR merupakan salah satu upaya yang
dilakukan untuk menggandakan sekuen tertentu sesuai dengan dengan primer
yang digunakan. Keberhasilan penggandaan sekuen tertentu untuk menempel pada
DNA target dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kesesuaian
primer dengan dengan DNA target, suhu anneling yang digunakan, dan kemurnian
DNA hasil ekstraksi.
Primer yang dipilih merupakan primer yang sesuai dengan nukleotida
target sehingga dapat digandakan untuk diidentifikasi bagaimana pola pita yang
dihasilkan. Jika sekuen nukleotida yang digunakan tidak sesuai maka proses
penggandaan tidak akan akan terjadi. Surrahmann et al. (2007) menjelaskan bahwa pemilihan primer yang sesuai dengan DNA target akan mempengaruhi
keberhasilan proses amplifikasi, oleh sebab itu pengujian primer perlu dilakukan
untuk mendapatkan primer-primer informatif. Primer yang informatif tersebut
akan dapat menunjukkan adanya keragaman pada genotipe tanaman yang sedang
diuji.
Keberhasilan proses PCR juga dipengaruhi oleh suhu annneling, hal ini
sesuai dengan pernyataan Suryanto (2003) yang menjelaskan bahwa suhu
berpengaruh pada penempalan enzim taq-polimerase. Pada proses anneling terjadi penempelan oleh enzim taq-polimerase, jika suhu yang digunakan pada saat PCR tidak sesuai maka proses amplifikasi tidak akan terjadi. Suhu anneling pada
masing-masing DNA individu berbeda-beda, tergantung dari jenis spesies yang
digunakan dan juga primer yang dipakai.
Kemurniaan DNA juga dapat mempengaruhi keberhasilan pada saat proses
amplifikasi dimana jika DNA yang digunakan masih mengandung banyak zat lain
(lipid, polisakarida, protein dan RNA) maka akan dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada saat penempelan DNA karena zat-zat ini akan mengganggu
aktifitas enzim polymerase (Weising et al. 2005).
Pada penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa proses PCR
telah berhasil dilakukan artinya bahwa dari empat primer yang digunakan,
kuantitatif dari vertical polyacrilamide gel pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel. 1.
Tabel 1. Profil Kuantitatif hasil elektroforesis empat marka SSR pada kelapa sawit material genetik PT Socfindo
No. Primer Ukuran Alel (bp) N Na Ne Ho He PIC
1 mCnCIR0038 94-121 62 11.00 7.74 0.81 0.88 0.86
2 mEgCIR3785 250-282 62 11.00 7.93 0.97 0.87 0.86
3 mEgCIR3663 122-241 62 20.00 12.32 0.97 0.92 0.91
4 mEgCIR0257 183-293 62 17.00 11.05 1.00 0.91 0.90
Rataan 14.75 9.77 0.93 0.90 0.88
Keterangan : N : jumlah sampel; Na : Jumlah alel teramati; Ne : Jumlah alel efektif; Ho: nilai heterozigositas teramati; He : Nilai heterozigositas harapan; PIC : kandungan informasi polimorfisme
Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa sebaran panjang fragmen
hasil penelitian ini berkisar antara 94 sampai dengan 293 bp. Keberadaan ukuran
fragmen alel tersebut merupakan gambaran secara keseluruhan bagaimana
keragaman genetik dari sampel yang diuji. Semakin tinggi jumlah alel maka
tingkat keragaman genetik akan semakin meningkat.
Nilai PIC merupakan kemampuan primer untuk dapat menunjukkan
adanya polimorpisme pada materi genetik. Nilai PIC pada penelitian ini berkisar
antara 0.86 sampai dengan 0.91. Dengan nilai PIC tertingginya adalah primer
3663 dengan nilai PIC 0.91 sedangkan nilai PIC terendah terletak pada primer
3785. Berdasarkan Botsein et al. (1980) dapat diketahui bahwa keempat primer yang telah diuji termasuk kategori primer informatif. Primer informatif
maksudnya adalah primer-primer yang dapat menunjukkan adanya perbedaan
secara genetik antara individu yang satu dan lainnya.
Nilai PIC yang didapat pada penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan
alel 4.71 dengan nilai PIC 0.60 dan Zulhermana (2009) dengan nilai PIC sebesar
0.68. Nilai PIC menggambarkan keragaman genetik, semakin tinggi nilai PIC
maka akan semakin tinggi pula keragaman alel per lokus.
Analisis Faktoral Principal Coordinates Analysis (PCoA) Marka SSR
Analisis selanjutnya adalah analisis PCoA, analisis ini dilakukan untuk
melihat sejauh mana keberhasilan primer dalam menunjukkan nilai keragaman
molekuler. Nilai keragaman molekuler merupakan nilai yang menunjukkan
bagaimana perbedaan genetik pada individu yang diuji. Adapun hasil perhitungan
nilai keragaman molekuler pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Berdasarkan hasil analisis PCoA dapat telah diperoleh hasil bahwa nilai
aksis 1 sebesar 23.23% dan aksis 2 sebesar 18.45%. Dengan demikian maka nilai
keragaman molekuer pada penelitian ini adalah sebesar 41.68 %. Artinya bahwa
kemampuan primer untuk membedakan genotipe secara molekuler antara satu
-.5 -.4 -.3 -.2 -.1 .1 .2 .3 .4 .5
Gambar 34. Analisis faktorial Principal Coodinates Analysis (PCoA) pada kelapa sawit material genetik PT Socfindo berdasarkan marka SSR
Berdasarkan analisis PCoA dapat diperoleh informasi sebaran pada
masing-masing indvidu. Jika diperhatikan pada Gambar 34 dapat diketahui bahwa
primer yang telah digunakan pada penelitian ini telah mampu untuk
mengelompokkan individu yang diamati sesuai dengan kelompok hasil
crossinngnya masing-masing. Hasil penelitian Putri (2010) menunjukkan nilai keragaman molekuler sebear 31.64% pada Origin Avros, Ekona, La Me, Ghana
dan Nigeria. Hasil penelitian ini memperlihatkan nilai keragaman molekuler yang
Aksis 1 (22.64%)
Aksis 2 (18.06%)
Kuadran I Kuadran II
lebih tinggi. Artinya bahwa kamampuan marka SSR yang telah diuji memiliki
kemampuan untuk menunjukkan adanya keragaman molekuler.
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Okoye et al. (2016) pada tetua yang digunakan oleh NIFOR (Nigerian Institute for Oil Palm Research) yang terdiri atas NIFOR dura parents, NIFOR tenera parents dan Deli Dura Nifor
menunjukkan nilai keragaman berdasarkan analisis PCoA sebesar 64.43%. Hal ini
berarti nilai keragaman pada penelitian ini lebih rendah. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa genotipe yang telah mengalami proses persilangan akan mengalami erosi
genetik sehingga menghasilkan nilai keragaman yang lebih rendah dari tetua asal.
Syukur et al. (2012) menjelaskan bahwa penyerbukan sendiri menyebabkan
terjadinya tangkar dalam yang mengakibatkan peningkatan homozigositas dari
generasi ke generasi. Hal ini sebagai akibat pasangan gen-gen heterozigot akan
bersegregasi menghasilkan genotipe homozigot. Adanya erosi genetik akan dapat
mengakibatkan berkurangnya tingkat keragaman genetik. Hal ini dijelaskan oleh
Arias et al. (2012) yang menyatakan bahwa jumlah lokus polymorphic akan jauh lebih tinggi pada tipe liar pada populasi. Namun akan terjadi pengurangan alel
pada lokus akibat adanya proses persilangan.
Hasil analisis berdasarkan PCoA juga mampu untuk mengidentifikasi
pengelompokan setiap genotipe berdasarkan kriiteria tertentu. Apakah
I
Analisis Kluster Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik PT Socfindo
Setelah dilakukan pengelompokkan berdasarkan keragaman molekulernya,
maka selanjutnya adalah dilakukan pengklusteran dengan menggunakan analisis
matrix dissimilarity simple matching. Adapun hasil analisis kluster dendogram keturunan kelapa sawit material genetik PT.Socfindo disajikan pada Gambar 36.
Berdasarkan Gambar 35 dapat diketahui bahwa setiap varietas hasil
persilangan antar tetua telah sesuai dan mengelompok sesuai dengan induk yang
digunakan pada saat persilangan. Berdasarkan dendogram matrix dissimliairity
simple matching telah dapat dibuktikan bahwa ada 5 kluster sampel yang diuji hal ini sesuai dengan 5 kelompok persilangan yang telah dilakukan. Pada kluster I
merupakan persilangan SL 4543 turunan dari hasil persilangan BB 6776 D
(SL-726) dengan BB 9164 P (SL-956), pada kluster II merupakan persilangan
SL 5332 turunan dari hasil persilangan BB8619 T (LM 12108) dengan BB 6912
D (SL710), pada kluster III merupakan persilangan SL-462 turunan hasil
persilangan BB 6295 (SL-834) dengan BB 15325 T ( PO-6144), pada kluster IV
merupakan persilangan SL-4544 turunan hasil persilangan BB 6920 D (SL-710)
dengan BB 9164(SL-9560 dan pada kluster V merupakan persilangan SL-4556
turunan hasil persilangan BB 5235 D (SL-725) dengan BB 8978 P (PO-5918).
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa penggunaan marka
mCnCIR0038, mEgCIR0257, mEgCIR3785 dan mEgCIR3663 telah mampu menunjukkan pengelompokan hasil persilangan sesuai dengan tetuanya. Hal ini
membuktikan bahwa penggunaan marka SSR dapat menunjukkan asal tetua dari
suatu hasil persilangan. Hal ini disebabkan oleh karena marka SSR bersifat
kodominan sehingga mampu mendeteksi keragaman genetik pada tanaman. Smith
et al. (1997) menjelaskan bahwa marka SSR merupakan marka molekuler yang bersifat kodominan, dapat mendeteksi keberadaan alel dengan variasi yang tinggi,
mendeteksi keragaman pada tanaman yang berkerabat dekat dan relatif sederhana.
pembanding yang terdiri atas genotipe X dan Y. Genotipe yang dijadikan
pembanding merupakan genotipe yang diperoleh secara acak. Penggunaan
genotipe X dan Y untuk mengkonfirmasi bahwa tanaman dalam setiap populasi
dalam persilangan telah mengelompok sesuai dengan tetua hasil persilangan.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa tidak ada satu pun
dari genotipe hasil persilangan yang memiliki tingkat keragaman yang dekat
dengan genotipe pembanding. Hal ini membuktikan bahwa genotipe yang
digunakan dalam persilangan tidak terkontaminasi oleh genotipe X dan Y karena
berdasarkan hasil dendogram filogenetik kluster dari genotipe X dan Y terletak
pada cabang filogenetik yang berbeda. Hal ini berarti bahwa penggunaan marka
SSR dapat mengkonfirmasi kebenaran suatu hasil persilangan sehingga marka
SSR dapat digunakan untuk mengevaluasi plasma nutfah. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Singh et al. (2007) yang menjelaskan bahwa
marka SSR dapat digunakan sebagai quality qontrol pada produksi massal
tanaman klon kultur jaringan. Lebih lanjut, Powell et al. (1996) menjelaskan SSR memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk
mengevaluasi plasma nutfah pada tanaman.
Berdasarkan dendogram filogenetik pada Gambar 35 dapat juga
dipahami bagaimana tingkat kedekatan antara genotipe. Berdasarkan hasil kluster
dapat diketahui bahwa individu yang memiliki tingkat keragaman yang sangat
rendah terdapat pada kluster I merupakan persilangan SL 4543 turunan dari hasil
persilangan BB 6776 D (SL-726) dengan BB 9164 P (SL-956), pada kluster III
merupakan persilangan SL-462 turunan hasil persilangan BB 6295 (SL-834)