BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan bertambahnya populasi manusia dan terus meningkatnya kebutuhan
masyarakat saat ini menempatkan Notaris dalam posisi yang cukup penting untuk
mengiringi kebutuhan masyarakat dalam hal ini kebutuhan akan pelayanan hukum. Hal
ini sesuai dengan eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum yang secara tegas
disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya disingkat UUD 1945) mengatakan bahwa “Indonesia ialah Negara yang
berdasar atas Hukum”. Mengingat dalam wilayah Hukum privat/perdata, Negara
menempatkan Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang dalam hal pembuatan Akta
otentik, untuk kepentingan pembuktian/alat bukti berupa Akta otentik sebagai alat bukti
yang terkuat dan terpenuh yang mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan
Hukum dalam kehidupan masyarakat.
Notaris adalah salah satu Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta
Otentik.1 Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 angka 1 Undang- Undang No. 2 tahun 2014
tentang perubahan Undang- Undang No 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris, bahwa;
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.2Notaris sebagai pejabat umum maksudnya adalah seseorang yang diangkat, diberi wewenang dan kewajiban oleh Negara untuk melayani
publik dalam hal tertentu.Notaris merupakan pejabat publik yang menjalankan profesi
dalam pelayanan Hukum kepada masyarakat.
1Habibi Adjie, Sanksi Perdata AdministrativeTerhadap Notaris Sebagai Pejebat Public, Refika Aditama
Bandung, 2013, hlm. 102.
2 Undang- Undang No. 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang - Undang No. 30 Tahun 2004, Pasal 1
Notaris memiliki kewenangan membuat akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 16
ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris
harus bertindak jujur, amanah, saksama bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak
berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Dalam
kewenangan membuat akta otentik seperti yang di jelaskan di atas, Notaris memiliki
tugas dalam pembuatan, penyimpanan, penyerahan Protocol Notaris. Hal tersebut
tercantum dalam Pasal 58 ayat (1) dan ( 2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, bahwa;
(1) Notaris membuat daftar akta, daftar surat di bawah tangan yang disahkan, daftar surat di bawah tangan yang dibukukan, dan daftar surat lain yang diwajibkan oleh Undang-Undang ini.
(2) Dalam daftar akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris setiap hari mencatat semua akta yang dibuat oleh atau di hadapannya, baik dalam bentuk Minuta Akta maupun originali, tanpa sela-sela kosong, masing-masing dalam ruang yang ditutup dengan garis-garis tinta, dengan mencantumkan nomor unit, nomor bulanan, tanggal, sifat akta, dan nama semua orang yang bertindak baik untuk dirinya sendiri maupun sebagai kuasa orang lain.
Dengan bertumpu pada Pasal 58 ayat (2) Undang UndangNomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, maka nampak ada kewajiban Notaris untuk setiap hari mencatat akta
yang dibuatnya atau dibuat dihadapannya dalam suatu buku daftar akta yang lebih dikenal
dengan buku Repotorium. Pencatatan tersebut dilakukan untuk mengetahui berapa banyak
akta yang dibuat Notaris untuk setiap hari, bulan dan tahun, guna tertib administrasi, karena
akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris akan merupakan arsip negara yang perlu
diperhatikan keamanan dan pemeliharaannya. Disamping kewajiban utnuk mencatatkan akta
yang dibuat oleh atau dihadapan notaris dalam buku Repotorium, Pasal 16 point d
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa notaris
mempunyai kewaiban untuk menjilid akta yang dibuatnya dalam satu bulan yang memuat
tidak lebih dari 50 akta serta mencatat jumlah minut akta, bulan dan tahun pembuatannya
dalam setiap sampul setiap buku. Ini menunjukan betapa pentingnya akta yang dibuat oleh
Akibat dari kelalaian tersebut, maka nomor akta tidak ditemukan dalam buku
Repotorium. Lebih jauh lagi jumlah akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris tidak sama
dengan nomor akta yang dicatatkan dalam buku repotorium. Hal ini juga akan berpengaruh
terhadap akta yang dijilid dalam satu buku sebagaimana kewajiban dalam Pasal 16 point d
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Kelalaian tersebut juga
merupakan pelanggaran kewajiban sebagaimana dituangkan dalam Pasal 58 ayat (2) Undang
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Buku daftar akta Notaris merupakan bagian administrasi kantor Notaris yang
mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting agar Notaris dapat menjalakan jabatan
yang baik dan benar. Oleh karena itu buku daftar akta Notaris sebagai arsip Negara harus di
tata dan dikelola dengan baik.Buku daftar akta Notaris diatur dengan Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris. Buku daftar akta Notaris (Reportorium) tersebut wajib dirawat dan disimpan
dengan baik oleh Notaris yang bersangkutan atau oleh Notaris pemegang protokol dan akan
tetapi berlaku selama dan sepanjang jabatan Notaris masih tetap diperlukan oleh
Negara.Dengan demikian notaris yang lalai dengan tidak mencatat akta pada buku daftar
akta Notaris (Reportorium) menurut penulis merupakan suatu tindakan yang dikemudian hari
dapat merugikan pihak pembuat akta (klien), karena pembuat akta (klien) harus kembali lagi
kepada Notaries untuk membuat akta baru untuk di catatkan pada buku daftar akta Notaris
(Reportorium) agar tercatat kembali dalam pencatatan penomeran daftar akta (Reportorium)
sehingga dari para pihak akan mengetahui pencatatan kembali telah di lakukan oleh Notaris
Dalam kenyataannya ditemukan fakta bahwa ada beberapa notaris yang lalai untuk
mencatatkan nomor akta yang dibuatnya dalam buku Repotorium, pada hari yang sama
dengan saat pembuatan akta. Sebagaimana yang terjadi di Kantor Notaris Haryati, S.H,
untuk satu atau dua akte setiap bulannya. Jika terjadi kelalian seperti yang telah dikemukakan
diatas, maka yang dilakukan adalah dengan menyusulkan pencatatan nomor akte tersebut
dalam buku repotorium dengan menambahkan nomor tambahan angka 1 dibelakang nomor
yang seharusnya untuk akta tersebut.3
Demikian juga kelalaian pencatatan nomor akta dalam buku repotorium juga terjadi
pada kantor Notaris Alfred Yutson S.H, M.K. Diperoleh informasi bahwa kelalaian
pencatatan nomor akte dalam buku Repotorium terjadi paling banyak dua nomor akte dalam
setiap tahunya.Guna menyelesaikan permasalahan tersebut dilakukan dengan menambahkan
huruf a dan 1 dibelakang angka yang seharusnya dituliskan nomor akta yang lalai untuk
didaftarkan dalam buku repotorium tersebut. Perubahan penomoran diinformasikan kepada
kepada para pihak . Pernah juga dilakukan dengan memanggil para pihak untuk
menginformasikan kelalian tersebut, serta meminta kepada para pihak untuk membuat akte
yang baru. Selanjutnya beliau menyatakan bahwa dengan tidak dicatatnya nomor akte dalam
buku Repotorium, akan mengakibatkan akan tetap sah, akan tetapi menjadi akta dibawah
tangan4
Pada Kantor Notaris Silvy Novitasary SH, MKn diperoleh informasi bahwa jika
terjadi kelalian dalam menuliskan nomor akte pada buku repotorium, maka yang dilakukan
adalah : jika akte belum diberikan kepada para pihak, maka ia akan memanggil para pihak
para pihak untuk membuat nomor baru sesudah membuat berita acara. Selanjutnya jika ada
kelalian demikian, maka akta dapat dilaksanakan, akan tetapi akan berubahstatus menjadi
akte dibawah tangan.5
3 Wawancara di kantor Haryaty Endang S.H., M.Kn, tgl 15 januari 2017. Surabaya Jawa Timur
Wawancara dengan Notaris Haryaty S.H, M.Kn tgl 1 februari 2017
Dari informasi Notaris Silvy Novitasary SH, MKn maupun Notaris Alfred Yutson
S.H, M.Kn, kelalaian pencatatan nomor akta notaris dalam Buku Repotorium perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut, mengingat dengan berubahnya akata notaris yang merupakan akta
otentik menjadi akta dibawah tangan akan mempunyai implikasi hukum jika akte yang
bersangkutan dipakai sebagai alat bukti di Pengadilan.
Agak berbeda yang dilakukan pada kantor Notaris Wiwik Indirany. Diperoleh
informasi bahwa jika terjadi kelalaian dalam pencatatan nomor akta yang dibuat oleh atau
dihadapan notaris, maka yang dilakukan adalah dengan jalan mencoret nomor pada Buku
Repotorium dan mengulang mencatatnya kembali sesuai dengan urutan nomor akta yang
dibuat pada hari tersebut, dengan menambahkan catatan dan paraf bahwa telah terjadi
kesalahan penomoran dalam lembar buku repotorium pada hari pencatatan akta yang
bersangkutan. Dengan demikian tidak memberikan angka 1 atau huruf a dibelakang nomor
yang ada dalam buku repotorium.
Dari paparan beberapa contoh diatas, nampak bahwa ada tindakan yang berbeda yang
dilakukan para notaris jika terjadi kelalaian dalam menuliskan nomor akta notaris dalam buku
Repotorium. Tindakan tersebut tentu ada akibat yuridisnya baik bagi notaris sendiri maupun
bagi akte yang tidak dicatatkan dalam Buku Repotorium.
Sehubung dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis
permasalahan tersebut dalam penulisan skripsi yang berjudul PROBLEMATIKA
PENCATATAN NOMOR AKTA NOTARIS DALAM BUKU DAFTAR AKTA NOTARIS
(REPORTORIUM)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Masalah apa yang muncul berkaitan dengan kelalian notaris dalam mencatat nomor
akta dalamBuku Reportorium ?
2. Bagaimana pertanggung jawaban Notaris terkait kelalaian akta Notaris yang tidak
dicatatkan nomor akta pada Buku Repertorium ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui masalah yang berkaitan dengan kelalaian pencatatan nomor akta
notaris pada buku Reportorium dan akibat yuridisnya.
2. Untuk mengetahui akibat yuridis bagi notaris yang lalai dalam menulis nomor akta dalam
buku Repotorium.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penilitian ini adalah sebagai berikut :
a) Manfaat teoritis
a. untuk memberikan sumbangan pemikiran secaraumumbagi pengembangan ilmu
hukum, khususnya hukumKenotariatan, yang terkait dengan Notaris dalam
membuat Nomor akte pada buku daftar Reportorium Notaris.
b. Sebagai bahan informasi yang berguna bagi masyarakat mengenai prosedur
pembuatan akta Notaris yang sesuai dengan Peraturan jabantan Notaris yang
benar.
b) Manfaat secara praktis
a. Masyarakat khususnya bagi para pihak yang membutuhkan pelayanan
hukum dari Notaris, dalam hal pencatatan pendaftaran Nomor akte pada
(Reportorium) Notaris
b. Pejabat Notaris dalam melaksanakan tugasnya untuk membuat akta Notaris
dalam pencatatan buku daftar akta (Reportorium) Notaris
E. METODE PENELITIAN
1. Penelitian deskriptif adalah suatu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan
gambaran lengkap mengenai seting social atau dimaksud juga untuk eksplorasi dan
klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan social dengan jalan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah.
2. Pendekatan Empiris adalah yaitu cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan
masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian
dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.
3. jenis data ialah;
a. Data primer yaitu data yang di peroleh langsung dari Responden,dalam penulisan
ini penulis mewawancara atau memperoleh informasi dari 5 Notaris sebagai
Responden ;
1. Notaris Haryati, S.H, M.Kn
2. NotarisAlfred Yutson, S.H, M.Kn
3. Notaris Wiwik Indriany, S.H, S.Pn
4. Notaris Selvy S.H, M.Kn
5. Notaris Bernadeta Retno Dewanty S.H, M.Kn
Penulis memilih kelima Notaris tersebut sebagai responden dikarenakan, hanya
pencatatan penomeran dalam buku daftar akta (Reportorium) Notaris. Dalam praktek
kerja Notaris masih sangat tertutup terkait tentang hal tersebut, karena akan
berpengaruh pada prifasiNotaris. Penulis memperoleh informasi dari Notaris di
berbagai daerahyakni Kupang, Solo, Salatiga dan Surabaya, mengingat selain sifat
kertebukaan Notaris yang bersangkutan juga pertimbangan bahwa
pelaksanaanUUJN juga tidak terikat pada wilayah.
b. Data Sekunder yaitu data yang di peroleh melalui, berbagai literatur yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti penulis yakni Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata), Undang - Undang Nomor.30 Tahun2004 tentang jabatan
Notaris, Undang -Undang Nomor. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang –Undang Nomor. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Peraturan
Menteri Dan Hak Asasi Manusia RI No.M .01. –HT.03.01 Tahun2016 tentang
Syarat Dan Tatacara Pengangkatan Dan Pemindahan, Dan Tatacara Pemberhentian
Notaris.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulis ini terdiri dari tiga bab, dimana masing- masing bab, memiliki keterkaitan
antara sub bab satu dengan sub bab yang lain. Gambaran yang lebih jelas mengenai penulisan
hukum ini akan diuraikan sistematika sebagai berikut
Bab I di awali dengan pendahuluan,bab ini berisi tentang gambaran umum
permasalahan yang akan di jabarkan dalam bab- bab berikutnya, sub bab ini terdiri dari latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metode penelitian dan pertanggung jawaban sistematika penulisan.
Bab II Hasil Penelitian dan Analisi. Bbab ini teridiri dari tiga substansi yaki tinjauan
yang merupakan uraian tentang bahan pustaka, yang berkaitan dengan judul dan
perumusan masalah untuk mencapai tujuan penelitian. Atas hasil penelitian, penulis
menganalisis tentang masalah yang muncul berkaitan dengan Pencatatan Nomor akta Notaris
pada buku daftar ( Reportorium),dan akan di analisis pertanggung jawaban Notaris mengenai
kelalaiaan dalam mencatat Nomor akta pada buka daftar (Reportorium) Notaris,
Bab III Penutup merupaka akhir dari skripsi, yang sesuai dengan judulnya, merupakan
penutup rangkaian penulisan peneilitian ini secara keseluruhan memuat kesimpulan dan saran