BAB II PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris di dalam Pasal 1
angka 1 memberikan definisi Notaris sebagai berikut : “Notaris adalah Pejabat Umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini”. Istilah dari Pejabat Umum sendiri ialah terjemahan dari
openbare ambtenaren yangterdapat pada Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris, dan Pasal 1868
Burgerlijk Wetboek.Menurut kamushukum, salah satu arti dari ambtenaren adalah Pejabat.Dengan demikianopenbare ambtenaren adalah pejabat yang mempunyai tugas yang bertaliandengan kepentingan masyarakat.Openbare ambtenaren diartikan sebagai
Pejabatyang diserahkan tugas untuk membuat akta otentik yang melayani
kepentinganmasyarakat dan kualifikasi seperti itu diberikan kepada Notaris.1
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa Notaris sebagai Pejabat
Umum ialah Pejabat yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik dengan
melayani kepentingan masyarakat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Notaris sebagai
Pejabat Umum membuat akta otentik bersifat umum, sedangkan wewenang Pejabat lainnya
merupakan pengecualian, artinya wewenang itu tidak lebih dari pada pembuatan akta otentik
yang secara tegas ditugaskan kepada mereka oleh Undang-Undang. Selain Notaris, pejabat
umum yang berwenang membuat akta otentik adalah pegawai pencatatan jiwa burgelijke
stand, jurusita deuwaa rder, Hakim, Panitera Pengadilan dan lain sebagainya.
Produk hukum dari Notaris ialah akta otentik berupa akta Notaris, yang hanya dibuat oleh
Notaris dan tidak semua pejabat umum memiliki kewenangan demikian, kecuali memang
secara tegas dikecualikan kepada dan menjadi wewenang pejabat lain atau oleh Peraturan
Umum, ditegaskan juga diberikan wewenang untuk itu (membuat akta otentik) kepada
pejabat lain. Dalam hal ada peraturan umum atau Undang-Undang yang juga memberikan
wewenang kepada pejabat atau orang lain untuk membuat akta otentik, bukanlah berarti
bahwa mereka itu kemudian menjadi Pejabat Umum.
Karakteristik Notaris sebagai suatu jabatan Publik dapat dijelaskan sebagaiberikut;
a. Sebagai Jabatan
UUJN merupakan unifikasi dibidang pengaturan Jabatan Notaris yang
artinyasatu-satunya aturan hukum dalam bentuk Undang-Undang yang mengaturJabatan Notaris di
Indonesia.Segala hal yang berkaitan dengan Notaris diIndonesia harus mengacu kepada
UUJN.Jabatan Notaris merupakan suatulembaga yang diciptakan oleh
negara.Menempatkan Notaris sebagai jabatanmerupakan suatu bidang pekerjaan atau
tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu
(kewenangan tertentu) sertabersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan
pekerjaan tetap.2
b. Notaris mempunyai kewenangan tertentu.
Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukum yang
mengaturnya sebagai suatu batasan supaya jabatan tersebut dapat berjalan dengan baik
dan tidak berbenturan dengan wewenang jabatan lainnya.Dengan demikian jika seorang
pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan diluar dari wewenang yang telah ditentukan,
maka pejabat tersebut dapat dikategorikan telah melakukan suatu perbuatan melanggar
wewenang.3
c. Diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris,
“Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri”. Dalam hal ini Menteri yang
membidangi hukum (Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris).
d. Tidak menerima gaji/pensiun dari yang mengangkatnya. Pemerintah yang mengangkat
Notaris dalam hal ini adalah Menteri Hukum.Notaris hanya menerima honorarium atas
jasa hukum yang diberikan kepada masyarakat berdasarkan kewenangannya.
Hononarium seorang Notaris diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Jabatan Notaris.4
e. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat.
Notaris mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat atas akta yang
dibuatnya.Masyarakat berhak menggugat Notaris apabila ternyata akta yang dibuatnya
bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.5
2. Kewenangan Notaris
Notaris sebagai Pejabat Umum memiliki kewenangan sebagaimana yang diaturdalam
Pasal 15 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 yaitu sebagai berikut;
1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan,perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangandan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
3 Selly Masdalia Pratiwi, Op Cit.h.51. 4Ibid.
5Ibid, hlm.52.
untuk dinyatakan dalam Akta otentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatanAkta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan Akta,semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga
ditugaskan ataudikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan olehUndang-Undang.
2.kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris
berwenang pula:
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus
b. Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus
c. Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang
d. memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan
e. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya
f. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta
g. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan
h. Membuat Akta risalah lelang.
2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam Peraturan
Perundang-Undangan Nomor 2 tahun 2014 ayat (16);
Menurut Pasal 16 ayat (1) huruf (a) - (n) UUJN Nomor 2 tahun 2014:
a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihakyang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian
dari ProtokolNotaris;
c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;
d. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan
Minuta Akta;
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,
kecuali adaalasan untuk menolaknya;
f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yangdiperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji
jabatan, kecuali Undang-Undangmenentukan lain;
g. Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat
tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat
dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan
mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul
setiap buku;
h. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya
surat berharga;
i. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan Aktasetiap bulan;
j. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil
yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang
menyelenggarakanurusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima)
k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir
bulan;
l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambing Negara Republik Indonesia
dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat
kedudukan yang bersangkutan;
m. Membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2
(dua) orangsaksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta
wasiat di bawah tangan, danditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap,
saksi, dan Notaris; dan
n. Menerima magang calon Notaris.6
5. Kode Etik Notaris
Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan di sebut Kode Etik adalah kaidah moral
yang di tentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya disebut
perkumpulan dan / di tentukan oleh atau di atur dalam Peraturan Perundang-Undanagan
yang mengatur tentang hal itu dalam menjalankan tugas Jabatan sebagai Notaris, termasuk
di dalam para Pejabat sementara Notaris, Notaris penganti saat menjalankanya.7 a. Kewajiban Etika Bagi Notaris;
Kewajiban adalah sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang harus atau wajib
dilakukan oleh Notaris dalam menjaga, memelihara citra serta wibawa, lembaga
kenotariatan dan menjunjung tinggi keluhuran harkat dan martabat jabatan Notaris;
Menurut Undang- Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014hanya ada satu poin
terkait kewajiban etika profesi Notaris yaitu dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a yang
berbunyi:a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
6 Undang-Undang Kode Etik Notaris Banten, 29 -30 2015 , Bab 1- 7
http://arkokanadianto.com/2016/12/mengenal-peran-dan-kewenangan-notaris/
7 Undang-Undang Kode Etik Notaris Banten, 29 -30 2015 , Bab 1- 7
kepentinganpihak yang terkait dalam perbuatan hukum;Sedangkan menurut Kode Etik Notaris tahun 2015, kewajiban Etika Profesi Notaris cukup banyak diatur yaitu
dalam Pasal 3 mengenai Kewajiban Notaris yang berisi sebagai berikut:
Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan jabatan Notaris)
wajib:
1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik;
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notaris;
3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan;
4. Berperilaku jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama, penuh rasa tanggung
jawab, berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan dan isi sumpah Jabatan
Notaris;
5. Menghormati, mematuhi, melaksanakan Peraturan-peraturan dan
Keputusan-Keputusan Perkumpulan;
6. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status
ekonomi dan/atau status sosialnya;
7. Membuat akta dalam jumlah batas kewajaran untuk menjalankan Peraturan
Perundang-Undangan, khususnya Undang-Undang tentang Jabatan Notaris dan
Kode Etik.8
b. Larangan Etika Bagi Notaris
Larangan adalah sikap, perilakudan perbuatan atau tindakan apapun yang tidak boleh dilakukan oleh anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, yang dapat menurunkan citra,
8 Undang- Undang Kode Etik Notaris Bab 1-8, Banten 29 -30 2015 dan Undang-Undang Kode Etik Notaris
Banten, 29 -30 2015 , Bab 1- 7
serta wibawa lembaga kenotariatan ataupun keluhuran harkat dan martabat jabatan Notaris.
Dalam Undang- Undang Jabatan Notaris Nomor 2 tahun 2014 hanya ada satu poin
terkait larangan Etika profesi Notaris yaitu dalam Pasal 17 ayat (1) huruf (i) yang
berbunyi: Notaris dilarang : “Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma
agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat
jabatan Notaris.”
c. Sanksi Terhadap Notaris
Sanksi adalah suatu hukum yang di jatuhkan oleh Dewan Kehormatan yang
dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin Anggota
Perkumpulan maupun orang lain yang memangku menjalankan Jabatan Notaris.
1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik
dapat berupa;
a. Teguran;
b. Peringatan;
c. Pemberhentian sementara dari keanggotaan perkumpulan;
d. Pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan perkumpulan;
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.
2. Penjatuhan sanksi sebagimana terurai diatas terhadap anggota yang melanggar
Kode Etik di sesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggaran yang di
lakukan anggota tersebut
3. Dewan Kehormatan pusat berwewenang untuk memutuskan dan menjatuhkan
sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota biasa (dari Notaris
merendahkan harkat dan martabat Notaris, atau perbuatan yang dapat mengurangi
perbuatan masyarakat terhadap Notaris
4. Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh orang lain (yang sedang dalam
menjalankan Jabatan Notaris) dapat di jatuhkan sanksi teguran dan/ peringatan
5. Keputusan Dewan Kehormatan berupa teguran berupa peringatan tidak dapat
diajukan banding.
6. Keputusan dewan kehormatan daerah /dewan kehormatan wilayah berupa
pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian tidak hormat dari
keanggotaan perkumpulan dapat di ajukan banding ke dewan kehormatan
pusat.
7. Keputusan dewan kehormatan tingkat pertama berupa pemberhentian sementara
atau pemberhentiang dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak
hormat dari perkumpulan keanggotaan dapat di ajukan banding ke kongres.
8. Dewan kehormatan pusat berwewenang pula untuk memberikan rekomendasi
disertai ulasan, pemecatan debagai Notaris kepada Mentri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia.
9. Selanjutnya mengenai tanggung jawab Notaris apabila melanggar ketentuan Pasal 58
Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dilihat dalam
ketentuan Pasal 65A UUJN Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris berupa
sanksi administratif yang meliputi peringatan tertulis; pemberhentian sementara;
pemberhentian dengan hormat; atau pemberhentian dengan tidak hormat. Namun juga
sesuai dengan apa yang ada dalam Pasal 16 ayat (12) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Jabatan Notaris para pihak yang menderita kerugian untuk menuntut
e. Tata Cara Penegakkan Kode Etik
Menurut Peraturan Kode Etik Notaris Tahun 2015 Pasal (7) sebagai berikut:
a. Pada tingkat kabupaten / kotaoleh pengurus Daerah dan Dewan kehormatan Daerah;
b. Pada tingkat provinsi oleh pengurus wilayah dan dewan kehormatan wilayah;
c. Pada tingkat Nasional oleh pengurus pusat dan dewan kehormatan pusat.9
f. Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi
Maksudnya dari pemeriksaan dan penjatuhan sanksi adalah pengawas daerah atau
biasa di singkat MPD akan memeriksa Notaris mengenai problematika pencatatan Nomor
akta ke Reportorium Notaris, yang telah ada fakta dugaan pelanggaran.Menurut Pasal 8
Kode Etik Notaris Tahun 2015 sebagai berikut:
1. Dewan kehormatan daerah /dewan kehormatan wilayah/ dewan kehormatan pusat
dapat mencari fakta atas dugaan pelanggaran Kode Etik oleh anggota perkumpulan
atas prakarsa sendiri atau setelah menerima pengaduan secara tertulis dari anggota
perkumpulan atau orang lain disertai bukti-bukti yang meyakinkan bahwa
telah terjadi dugaan pelanggaran kode etik oleh anggota perkumpulan,
2. Pelanggaran ataupun penerimaan pengaduan yang terlebi dahulu diperiksa oleh satu
dewan kehormatan, tidak boleh lagi di periksa oleh dewan kehormatan lainya.
Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Pertama
Menurut Peraturan Kode Etik Notaris Pasal 9 tahun 2015:
1. Dewan kehormatan daerah daerah/ dewan kehormatan wilayah/ dewan kehormatan
pusat setelah menemukan fakta atas dugaan pelanggaran kode etik sebagaimana
dimaksud pada Pasal 8 di atas, selambat–lambatnya dalam waktu 14 hari (empat
belas ) hari kerja dewan kehormatan yang memeriksa wajib memanggil secara tertulis
anggota yang bersangkutan untuk memastikan terjadinya pelanggaran kode etik oleh
anggota perkumpulan dan memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk
memberikan penjelasan dan pembelaan. Pemangilan tersebut dikirimkan
lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sebelum tanggal pemeriksaan.
2. Dalam hal anggota yang di panggil tidak hadir pada tanggal yang telah ditentukan, maka
dewan kehormatan yang memeriksa akan memangil kembali untuk yang kedua kali
selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah pemanggilan
pertama
3. Dalam hal anggota yang di panggil tidak hadir pada pemanggilan kedua, maka dewan
kehormatan yang memeriksa akan memanggil kembali untuk yang ketiga kali
selambat- lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah pemangilan kedua
4. Apabila setelah pemangilan ketiga ternyata masi juga tidak hadir, maka dewan
kehormatan yang memeriksa tetap bersidang dan menetukan keputusan dan/ penjatuhan
sanksi sebagaimana diatur dalam pasal 6 kode etik
5. Berdasarkan hasil pemeriksaan hasil tersebut dibuat berita acara pemeriksaan yang
ditandatangani oleh anggota yang bersangkutan dan dewan kehormatan yang
memeriksa dalam hal anggota yang bersangkutan tidak bersedia menandatangani berita
acara pemeriksaan cukup ditandatangani oleh dewan kehormatan yang memeriksa
6. Dewan kehormatan yang memeriksa, selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari kerja setelah tanggal sidang terakhir, diwajibkan untuk mengambil keputusan
atas hasil pemeriksaan tersebut sekaligus menetukan sanksi terhadap pelanggaran
apabila terbukti ada pelanggaran sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 6 kode etik
7. Apabila anggota yang bersangkutan tidak terbukti melaukan pelanggaran, maka anggota
tersebut dipulihkan namanya dengan surat keputusan dewan kehormatan yang
memeriksa
8. Dewan kehormatan yang memeriksa wajib mengirimkan surat keputusan tersebut kepada
anggota yang di periksa dengan surat tercatatdan tembusannya kepada pengurus
pusat, dewan kehormatan pusat, pengurus wilayah, dewan kehormatan wilayah,
pengurus daerah dan dewankehormatan daerah
9. Dalam hal keputusan sanksi diputuskan oleh dan dalamkongres, wajib diberitahukan
oleh kongres kepada anggota yang diperiksa dengan surat tercatat dan tembusan
nya kepada pengurus pusat, dewan kehormatan pusat, pengurus wilayah, daerah
kehormatan wilayah, pengurus daerah dan dewan kehormatan daerah
10.pemeriksaan dan pengambilan keputusan sidang dewan kehormatan yang memeriksa
harus;
a. Tetap menghormati dan menjunjung tinggi martabat anggota yang bersangkutan
b. Selalu menjaga suasana kekeluargaan ;
c. Merahasiakan segala hal yang ditemukan
11.Sidang pemeriksaan dilakukan secara tertutup, sedangkan pembacaan keputusan
dilakukan secara terbuka
12.Sidang dewan kehormatan yang memerika sah jika dihadiri oleh lebih dari ½ ( satu
perdua) jumlah anggota. Apabila pada pembukaan sidang jumlah korum tida tercapai,
maka sidang diundur selama 30 (tiga puluh) menit. Apabila setelah pengunduran
waktu tersebut korum belum juga tercapai, maka sidang dianggap sah dan dapat
menga mengambil putusan yang sah
13.setiap angota dewan kehormatan yang memeriksa memepunyai hak untuk mengeluarkan
14. apabila pada tingkat kepengurusan daerah belum dibentuk dewan kehormatan daerah,
maka tugas dan kewenangan dewan kehormatan daerah di limpahkan kepada dewan
kehormatan wilayah.10
Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat banding
Menurut Peraturan Kode Etik Notaris Pasal 10 tahun 2015 sebagai berikut:
1. Permohonan banding dilakukan oleh anggota yang bersangkutan dalam waktu 30 (tiga
pulu) hari kerja, setelah tanggal penerimaan surat keputusan penjatuhan sanksi dari
dewan kehormatan daerah / dewan kehormatan wilayah
2. Permohonan banding dikirim dengan surat tercatat, atau dikirim langsung oleh anggota
yang bersangkutan kepada dewan kehormatan pusat dan tembusannya kepada
pengurus pusat, pengurus wilayah dewan kehormatan wilyah pengurus daerah
dan dewan kehormatan daerah
3. Dewan kehormatan yang memutus sanksi selambat-lambat dalam waktu 14 ( empat
belas) hari kerja setelah menerima surat tembusan permohonan banding wajib mengirim
semua salinan fotocopy berkas pemeriksaan kepada dewan kehormatan pusat
4. Setelah menerima permohonan banding, dewan kehormatan pusat wajib memanggil,
anggota yang mengajukan banding, selambat- lambatnya dalam waktu 14 ( empat
belas hari kerja setelah menrima permohonan tersebut di dengar keterangan dan
diberi kesempatan untuk membela diri dalam sidang dewan kehormatan pusat
5. Dewan kehormatan pusat wajib memutuskan permohonan banding selambat-lambatnya
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah anggota yang bersangkutan di periksa
pada sidang terakhir
6. Apabila anggota yang di panggil tidak hadir, maka dewan kehormatan pusat tetap akan
memutuskan dalam waktu yang di tetukan pada ayat (5) di atas
7. Dewan kehormatan pusat wajib mengirimkan surat keputusan tersebut kepada anggota
yang diperiksa dengan surat tercatat dan tembusannya kepada pengurus pusat,
pengurus wilayah, dewan kehormatan wilayah pengurus daerah, selambat-lambatnya
dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah tanggal surat keputusan
8. Dalam hal permohonan banding diajukan kepada kongres, maka permohonan banding
dilakukan oleh anggota yang bersangkutan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
sebelum diselengarakan
9. Permohonan banding dengan surat tercatat dikirim langsung oleh anggota yang
bersangkutan kepada presidum kongres melalui sekretariat pengurus pusat dan
tembusannya kepada pengurus pusat, dewan kehormatan pusat, pengurus wilayah,
dewan kehormatan wilayah, pengurus daerah dan dewan kehormatan daerah
10.Dewan kehormatan yang memutus sanksi selambat-lambatanya dalam waktu 14 (empat
belas) hari kerja setelah menerima surat tebusan permohonan banding wajib mengirim
semua salinan copy berkas pemeriksaan kepada presidium kongres melalui sekretariat
pengurus pusat
11.Kongres wajib mengagendakan pemeriksaan terhadap anggota yang mengajukan
banding untuk di dengar keteranganya dan diberi kesempatan untuk membela diri
dalam kongres
12.kongres wajib memutuskan permohonan banding dalam kongres tersebut
13.Apabila anggota yang mengajukan banding tidak hadir dalam kongres, maka kongres
tetap akan memutuskan permohonan banding tersebut
14.Kongres melalui dewan kehormatan pusat wajib mengirimkan surat keputusan tersebut
pusat, pengurus wilayah, dewan kehormatan wilayah, pengurus daera, dan dewan
kehormatan daerah
15.keputusan sanksi sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1) mempunyai kekuatan
hukum tetap;
a. Anggota dikenakan sanksi berupa teguran dan peringatan
b. Anggota dikenakan sanksi berupa pemberhentian denga hormat atau pemberhentian
dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan, menerima putusan
tersebut dan tidak mengajukan banding dalam waktu yang telah ditentukan
c. Dewan kehormatan pusat/kongres telah mengeluarkan banding dalam waktu yang
telah ditentukan
16.Merubah pasal 11 sehingga bunyinya sebagai berikut;
1. Ketentuan dan tata cara pemeriksaan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan
oleh anggota dan orang lain (yang sedang dalam menjalankan Jabatan Notaris)
akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Dewan Kehormatan Pusat
2. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran kode etik pada pasal 3 dan pasal 4 akan
diatur lebih lanjut dalam peraturan dewan kehormatan pusat.11
B. Tentang Akta Notaris
1. Pengertian Akta Notaris
Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut “acte” atau ”akta” dan
dalam bahasa Inggris disebut “act”atau“deed”. Menurut pendapatumum, mempunyai dua
arti yaitu12 :
1.Perbuatan (handling) atau perbuatan hukum (rechtshandeling).
11 Undang-Undang Kode Etik Notaris, Banten, 29-30 thun 2015, Bab 1-8
http://arkokanadianto.com/2016/12/mengenal-peran-dan-kewenangan-notaris/
2.Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau untuk digunakan sebagai perbuatan hukum
tertentu yaitu berupa tulisan yang ditunjukkan kepada pembuktian tertentu.
Pada pasal 165 Staatsblad Tahun 1941 Nomor 85 dijelaskan pengertian tentang akta yaitu
sebagai berikut:
Akta adalah surat yang diperbuat demikian oleh atau dihadapan pegwai yang
berwenang untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah
pihak dan ahli warisnya maupun berkaitan dengan pihak lainnya sebagai
hubungan hukum, tentang segala hal yang disebut didalam surat itu sebagai
pemberitahuan hubungan langsung dengan perihal pada akta itu.
Menurut ketentuan Umum Bab I Pasal 1 angka 7 dalam Undang-Undang Republik
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris (UUJN), Akta Notaris adalah Akta Otentik
yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
Undang-Undang. Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo juga memberikan pengertian
tentang akta yaitu: “surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang memuat
peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak
semuladengan sengaja untuk pembuktian.13 Dengan demikian arti kata otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dapat pula ditentukan bahwa siapa pun terikat dengan
akta tersebut, sepanjang tidak bisa dibuktikan bukti sebaliknya berdasarkan putusan
pengadilan yag mempunyai kekuatan hukum tetap.14
Akta memiliki 2 (dua) fungsi penting, yaitu fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi alat bukti (probationis causa).Fungsi formil (formalitas causa) berarti bahwa untuk lengkapnya atau sempurnanya (bukan untuk sahnya) suatu perbuatan hukum haruslah dibuat
suatu akta.Fungsi alat bukti (probationis causa) akta itu dibuat semula dengan sengaja untuk
13 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2006, h.149.
pembuktian dikemudian hari, sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta itu tidak
membuat sahnya perjanjian, tetapi agar dapat digunakan sebagai alat bukti dikemudian hari.15
2. Macam-Macam Akta
Berdasarkan bentuknya terdapa 2 jenis akta yakni akta otentik dan akta dibawah
tangan,berikut penulis akan menjelaskan secara lebih rinci :
2.1.Akta Otentik
Menurut R. Soegondo, “akta otentik adalah akta yang dibuat dan diresmikan dalam
bentuk menurut hukum, oleh atau dihadapan penjabat umum, yang berwenang untuk berbuat sedemikian itu, di tempat dimana akta itudibuat”16
Dalam Pasal 1868 BW memberikan batasan secara unsur yang dimaksud dengan akta
otentik yaitu :
a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang Pejabat Umum.
b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Pegawai Umum (Pejabat Umum) oleh-atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.17
Akta yang dibuat oleh Notaris dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis yaitu18 :
1. Akta yang dibuat “oleh” (door) Notaris atau yang dinamakan pula “akta relaas” atau
“akta pejabat” (ambetlijke aktem); yaitu misalnya berupa berita acara rapat umum
pemegang sahan dalam Perseroan Terbatas dimana Notaris dalam aktanya menerangkan
mengenai segala sesuatu yang ia lihat, ia dengar dan dialaminya dalam rapat dengan
dituangkan dalam pengertian bahwa Notaris tersebut harus menuliskan segala sesuatu
yang dikenal dengan risalah rapatnya.
15Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramitha, Jakarta,2005, h.25.
16R. Soegondo, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita , Jakarta, 1991, h. 89. 17 Habib Adjie,Kebatalan dan Pembatalan Akta Notais...Op.Cit, h. 5-6.
2. Akta yang dbuat “dihadapan” (ten averstaan) Notaris atau yang dinamakan “akta patrij”
(patrij aktem). Misalnya akta kerja sama,akta sewa menyewa. Dimana didalam akta ini dicantumkan secara jelas mengenai keterangan-keterangan dari para pihak yang hadir di
hadapan notaris yang bertindak sebagai pihak-pihak dalam akta tersebut mengenai apa
yang hendak mereka cantumkan dalam akta. Para pihak dalam akta bersifat aktif, artinya
bahwa akta itu tidak dibuat oleh Notaris melainkan berdasarkan kesepakatan para pihak
sendiri mengenai yang akan dimasukkan ke dalam akta tersebut Notaris hanya
membantuk mengkonstrasir keterangan-keterangan dari para pihak untuk disisin dalam
bentuk akta.
Perbedaan di atas sangat penting dalam kaitannya dengan pembuktian sebaliknya
terhadap isi akta, dengan demikian terhadap kebenaran isi akta pejabat atau akta relaas tidak
dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta tersebut palsu, sedangkan pada akta partij
atau pihak kebenaran, isi akta partij dapat digugat tanpa menuduh kepalsuannya dengan
menyatakan bahwa keterangan dari pihak tidak benar. Pembuatan akta, baik akta relaas
maupun akta pihak, yang menjadi dasar utama atau inti dalam pembuatan akta otentik, yaitu
harus ada keinginan atau kehendak (wilsvorming) dan permintaan dari para pihak, jika
keinginan dan permintaan para pihak tidak ada, maka Pejabat Umum tidak akan membuat
akta yang dimaksud.
2.2. Akta Dibawah Tangan
Pasal 1869 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu akta yang dibuat dihadapan
pejabat yang tidak berwenang bukanlah suatu akta otentik melainkan hanya berlaku sebagai
akta dibawah tangan apabila para pihak telah menandatangani.Akta dibawah tangan dibuat
oleh para pihak yang berkepentingan tanpa bantuan dari seorang pejabat umum.Jadi akta
Perdata) namun menurut Pasal tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan bukti
tertulisitu.19
Didalam Pasal 1902 KUH Perdata dikemukakan mengenai syarat-syarat bilamana
terdapat bukti tertulis, yaitu:
a. Harus ada akta
b. Akta itu harus dibuat oleh orang terhadap siapa dilakukan tuntutan atau dari orang
yang diwakilinya
Akta itu harus memungkinkan kebenaran peristiwa yang bersangkutan.
Jadi suatu akta dibawah tangan untuk dapat menjadi bukti yang sempurna dan lengkap dari
permulaan bukti tertulis itu masih harus dilengkapi dengan alat-alat bukti lainnya. Oleh
karena itu dikatakan bahwa akta dibawah tangan merupakan bukti tertulis (begin van
schriftelijk bewijs). Ditinjau dari segi hukum pembuktian agar suatu tulisan bernilai sebagai akta dibawah tangan, diperlukan beberapa persyaratan pokok. Persyaratan pokok tersebut
antara lain: “surat atau tulisan itu ditandatangani, isi yang diterangkan didalamnya
menyangkut perbuatan hukum (rechtshandeling) atau hubungan hukum (rechts betrekking)
dan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti dari perbuatan hukum yang disebut didalamnya.20 3. Protokol Notaris
Protokal Notaris ialah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang wajib disimpan
& dipelihara oleh Notaris.21Dalam Penjelasan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, jo UUJN Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, disebutkan bahwa sebagai
berikut:
a. Minuta Akta;
19Selly Masdalia Pratiwi, Op Cit.h.66.
20http://www.negarahukum.com/hukum/ akta-otentik-dan-akta-bawah-tangan.html, diakses pada
tanggal 2 Februari 2017 pada pukul 21.09.
Minuta akta adalah asli akta Notaris, dimana di dalam minuta akta ini terdiri dari
(dilekatkan) data diri para penghadap dan dokumen lain yang diperlukan untuk
pembuatan akta tersebut. Setiap bulannya minuta akta harus selalu dijilid menjadi satu
buku yang memuat tidak lebih dari 50 akta.Pada sampul setiap buku tersebut dicatat
jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya.
b. Buku daftar akta atau (Repertorium) adalah pelaporan tiap bulan oleh Notaris kepada Majelis
Pengawas Daerah Notaris sesuai dengan daerah kerja Notaris yang dalam Repertorium ini,
setiap hari Notaris mencatat semua akta yang dibuat oleh atau dihadapannya baik dalam
bentuk minuta akta maupun Originali dengan mencantumkan nomor urut, nomor
bulanan,hari, tanggal, sifat akta dan nama para penghadap.
c. Buku daftar akta di bawah tangan yang pernah datanganannya dilakukan di hadapan Notaris
atau akta di bawah tangan yang didaftar; Notaris wajib mencatat surat-surat di bawah tangan,
baik yang disahkan maupun yang dibukukan dengan mencantumkan nomor urut, tanggal, sifat
surat dan nama semua pihak.
d. Buku daftar nama penghadap atau Klapper adalah Salah satu buku wajib yang dipergunakan
untuk Notaris, buku dengan format pengisian blanko, berguna untuk mencatat laporan transaksi
para penghadap di hadapan Notrais, buku ini hanya di pergunakan oleh Notaris dan PPAT.
Notaris wajib membuat daftar Klapper yang disusun menurut abjad dan dikerjakan setiap bulan,
dimana dicantumkan nama semua orang/pihak yang menghadap, sifat dan nomor akta.
e. Buku daftar protes;
Setiap bulan Notaris menyampaikan Daftar Akta Protes dan apabila tidak ada, maka tetap wajib
dibuat dengan tulisan “NIHIL”.
f. Buku daftar wasiat; dan
Notaris wajib mencatat akta-akta wasiat yang dibuatnya dalam Buku Daftar Wasiat.Selain itu,
wasiat atas wasiat-wasiat yang dibuat pada bulan sebelumnya.Apabila tidak ada wasiat yang
dibuat, maka Buku Daftar Wasiat tetap harus dibuat dan dilaporkan dengan tulisan “NIHIL”.
g. Buku daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-Undangan. Salah satunya adalah Buku daftar perseroan terbatas, yang mencatat kapan Pendiriannya
dan dengan akta nomor dan tanggal berapa, Perubahan anggaran atau perubahan susunan anggota
direksi, anggota dewan komisaris atau pemegang sahamnya.
Di samping Buku Daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris yang telah disebutkan di
atas, seorang Notaris yang baik mengadministrasikan dan membuat tata kearsipan terhadap
hal-hal sebagai berikut:
1. Buku Daftar Akta Harian ;
2. Map khusus yang berisikan minuta-minuta akta sebelum dijilid menjadi Buku setiap
bulannya
3. File Arsip Warkah Akta ;
4. File Arsip yang berisikan copy Surat Di Bawah Tangan Yang Disahkan ;
5. File Arsip yang berisikan copy Surat Di Bawah Tangan Yang Dibukukan ;
6. File Arsip yang berisikan copy Daftar Protes ;
7. File Arsip Copy Collatione (yaitu copy dari surat di bawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan) ;
8. File Arsip Laporan Bulanan Notaris kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD) yang
dilampiri dengan tanda terima dari MPD ;
9. File Arsip yang berisikan Laporan Wasiat kepada Direktur Perdata cq Balai Harta
Peninggalan Sub Direktorat Wasiat;
10.File Arsip yang berisikan tanda terima salinan Akta;
12.File Arsip Surat Masuk Notaris ;
13.File Arsip copy Surat Keluar Notaris ;
14.Buku Daftar tentang Badan Hukum Sosial dan Badan Usaha yang bukan badan
hukum yang dibuat di kantornya.
Setiap bulan, selambat-lambatnya tanggal 15, Notaris wajib menyampaikan secara tertulis
salinan yang telah disahkannya dari daftar Akta dan daftar lain yang dibuat pada bulan
sebelumnya kepada Majelis Pengawas Daerah ( Laporan Bulanan).
4. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris
Akta otentik merupakan bukti sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta
sekalian orang yang mendapatkan hak dari padanya.Apa yang tersebut di dalamnya perihal
pokok masalah dan isi dari akta otentik itu dianggap tidak dapat disangkal kebenarannya,
kecuali jika dapat dibuktikan bahwa apa yang oleh pejabat umum itu dicatat sebagai hal
benar tetapi tidaklah demikian halnya.
Daya bukti sempurna dari akta otentik terhadap kedua belah pihak, dimaksudkan jika
timbul suatu sengketa dimuka hakim mengenai suatu hal dan salah satu pihak mengajukan
akta otentik, maka apa yang disebutkan di dalam akta itu sudah dianggap terbukti dengan
sempurna. Jika pihak lawan menyangkal kebenaran isi akta otentik itu, maka ia wajib
membuktikan bahwa isi akta ituadalah tidak benar.
Dalam suatu proses perkara perdata apabila pihak penggugat mengajukan akta otentik
sebagai alat bukti, sedangkan pihak tergugat menyatakan bahwa isi dari akta itu tidak benar,
maka beban pembuktian beralih kepada pihak tergugat yaitu pihak tergugat wajib
membuktikan ketidakbenaran dari akta tersebut. Kekuatan pembuktian sempurna
mengandung arti bahwa isi akta itu dalam pengadilan dianggap benar sampai ada bukti
Apabila suatua akta tidak memiliki unsur sebagaimana dimaksud dengan ketentuan akta
otentik maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta
di bawah tangan atau akta tersebut didegradasi kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
B.Hasil Penelitian
Untuk mendapatkan informasi sesuai dengan rumusan masalah yang penulis paparkan di Bab
I penulis melakukan penelitian dengan wawancara terhadap 5 Notaris seperti di bawah ini:
1. Notaris Alfred. Yutson siki, S.H, M.Kn.yang beralamat di Jln. Printis kemerdekaan,
Kelapa Lima, Kota Kupang ( NTT). Di kantor Notaris Alfred Yutson ternyata pernah
terjadi kelalaian pencatatan Nomor akta ke buku (Reportorium) Notarisdikarenakan adanya kelalaian dari pegawai kantor.Disampaikan bahwa sekurangnya terdapat 1-2 akta
yang lalai dicatat dalam buku Repotorium dalam setahun.Terhadap hal ini Notaris
menjelaskan tentang peran mereka dalam proses pemembuatan akta. Dimana proses
tersebut dimulai dengan tahapan menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta dan memberikan kepastian tanggal pembuatan akta sebagaimana kewajiban
pembuat akta otentik. Adapun untuk menyelesaikan kelalaian pencatatan akta tersebut
oleh Notaris dijelaskan langkah yang diambil adalah memanggil kembali para pihak
untuk menyampaikan kelalaian penomeran tersebut. Langkah tersebut merupakan bentuk
tanggung jawab sikap Notaris sesuai UUJN dan Kode Etikyaitu dalam pencatatan akta
dilakukan tersebut dimaksudkan untuk menjaga, memelihara citra serta wibawa, lembaga
kenotariatan dan menjunjung tinggi keluhuran dan martabat Jabatan Notaris.Lebih lanjut
dijelaskan bahwa tujuan dari pencatatan Nomor akta di atas menurut Notaris ini adalah
sebagai bukti bahwa akta tersebut sudah tercatat ke buku (Reportorium) untuk
pembuktian di pengadilan. Pencatatan akte notaris dalam ke buku (Reportorium) Notaris,
menurut Notaris tersebut dilakukan setiap hari setelah di keluarkannya salinan atau
minuta, atau disaat penandatanganan akta.Dengan demikian merupakan kewajiban
Notaris untuk mencatatkan Nomor akta dalam buku (Reportorium) Notaris pada hari
yang sama denganhari pembuatan akta atau penandatanganan atau penomeran akta. Jika
terjadi kelalaian dalam mencatatkan nomor akta dalam buku repotorium akan
mengakibatkan akta tersebut akan tetap sah berlaku bagi para pihak dan akta akan
menjadi akta di bawa tangan. Dengan demikian kelalian dalam mencatatkan nomor akta
dalam buku repotorium memberikanakibat yuridisaktatetap sah namun mengenai
administratif akte harus di perbaiki setelah di sampaikan kepada para pihak.Oleh karena
itu jika terjadi kelalaian dalam mencatatkan nomor akta dalam buku repotorium,
makaNotaris menyampaikan kepada para pihak untuk merubah Nomor, dan tanggal akta,
tersebut setelah ada kesepakatan dari para pihak. Namun tetap dilakukan pencatatan
dalam Reportorium walaupuntelah lewat waktu.Secara tehnis mereka menyampaikan
kelalian pencatatan nomor akta dalam buku repotorium kepada para pihak dengan cara
memanggil kembali para pihak dengan melihat Nomor telpon di buku daftar tamu untuk
menghubungi mereka agar datang kembali ke kantor untuk menyampaikan kelalaian
tersebut. Selanjutnya dinformasikan bahwa berkaitan dengan kelalaian mencatatkan
nomor akta dalam buku repotorium tidak ada sanksi terhadap Notaris. Tindakan yang
dilakukan jika ia lupa atau lalai mencatat Nomor akta pada buku ReportoriumNotaris,
pencatatan nomor akta dalam buku Repotorium belum pernah ada gugatan ke Pengadilan.
22
2. Notaris Bernadeta Retno Dewanti S.H, M.Kn yang beralamat di Jln. Printis
Kemerdekaan, Kelapa Lima Kota Kupang ( NTT). Informasi yang didapatkan dari Ibu
Bernadeta Retno Dewanti Sh MKn, tidak jauh berbeda dengan apa yang telah
dipaparkan oleh Alfred. Yutson siki, S.H, M.Kn. Diperoleh informasi bahwa di kantor
notaris Bernadeta Retno Dewanti Sh MKnpernah terjadi kelalaian pencatatan nomor akta
ke buku (Reportorium) karena kelalaian dari karyawan kantor. Tercatat bahwa terdapat
1-2 akta yang mereka lalai dalam setahun.Selanjutnya diinformasikan bahwa kewajiban
Notaris untuk mencatat Nomor akta ke buku (Reportorium) Notaris adalah mereka
mengikuti aturan Undang- Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris wajib sikap,
perilaku, perbuatan atau tindakan yang harus atau wajib dilakukan oleh, dalam menjaga,
memelihara citra serta wibawa lembaga kenotariatan dan menjunjung tinggi keluhuran
dan martabat Jabatan Notaris. Adapun tujuan dari pencatatan Nomor akta dalam buku
Repotorium adalah sebagai bukti bahwa akta tersebut sudah tercatat ke buku
(Reportorium) untuk pembuktian di pengadilan. Kewajiban Notaris untuk mencatat
Nomor akta dalam ke buku (Reportorium) Notaris yakni setiap hari setelah di
keluarkannya salinan atau minuta, atau disaat penandatanganan akta, setelah itu mereka
mencatakan ke buku (Reportorium) Notaris. Sebagaimana ketentuan yang ada bahwa
kewajiban notaris untuk memnatatkan nomor akta dalam buku repotorium adalah hari
yang sama dengan hari pembuatan atau penanda tangan akte notaris. Dengan demikian
akte yangdibuat pada hari itu harus dicatatakn nomor aktenya pada hari itu juga.
22 Hasil wawancara dengan Notaris ALFRED YUTSON SIKI S.H., M.Kn, tgl 1 februari 2017, jam 1:00 siang.
Jika terjadi kelalaian dalam pencatatan nomor akte dalam buku Repotorium, maka Notaris
akan memanggil kembali para pihak untuk menyampaikan kelalaian pencatatan nomor akta
dalam buku Repotorium.Selanjutnya solusi Notaris terhadap kelalaian dalam mencatakan
Nomor akta ke buku (Reportorium) tersebut adalah dengan caramereka menyampaikan
kepada para pihak untuk merubah Nomor, dan tanggal akta, tersebut setelah ada
kesepakatan dari para pihak. Pemanggilan secara tehnis dilakukan dengan mencari nomor
dan alamat para pihak utnuk dihubungi dan meminta kepada para pihak untuk datang ke
kantor pada waktu yang telah disepakati.
Diinformasikan bahwa tidak ada sanksibagi Notaris jika tidak melakukan penomeran
dalam buku (Reportorium) Notaris. Namun tindakan yang dilakukan Notaris jika ia lupa
atau lalai mencatat Nomor akta yang sah ke (Reportorium) Notaris menurut Notaris
tersebut mereka biasanya membuat Nomor tambahan seperti 1.1, 1a. Dalam masalah
inimenurut Notaris diatas belum pernah sampai ke pengadilan, namun hanya sebatas di
kantor.23
2. Notaris Selvie Novitasary S.H, M.Kn yang beralamat di Jln. Karanganyar Ringroad Solo
Jawa Tengah. Pernah terjadi kelalaian dalam pencatatan Nomor akta ke buku
(Reportorium) Notaris karena volume pekerjaan sangat tinggi di kantor. Tercatat terdapat
1-2 akta yang mereka lalai dalam setahun.Mengenai hal ini Notaris juga menjelaskan tentang
perannya dalam proses pemembuatan akta. Pertama mereka menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta dan memberikan kepastian tanggal pembuatan akta, dan
menurut Notaris diatas mereka mengikuti kewajiban pembuat akta otentik.
Selanjutnya yang dilakukan Notaris jika ia lupa mencatat Nomor akta pada buku
(Reportorium) Notaris adalah ia akan membuat berita acara sebelum akta di
keluarkan.Kemudian baru ia menyampaikan perubahan penomeran tersebut kepada para
pihak. disamping itu ada juga kewajiban Notaris untuk mencatat Nomor akta ke buku
(Reportorium) Notaris adalah mereka mengikuti aturan Undang- Undang Jabatan Notaris
dan Kode Etik. Tujuan dari pencatatan Nomor akta di atas menurut Notaris ini adalah
sebagai bukti bahwa akta tersebut sudah tercatat ke buku (Reportorium) untuk pembuktian
di pengadilan. Notaris seharusnya Notaris mencatat nomor akta yang dibuat ke buku
(Reportorium) Notaris menurut Notaris tersebut bahwa setiap hari setelah di keluarkannya
salinan atau minuta, atau disaat penandatanganan akta, setelah itu mereka mencatatkan ke
buku (Reportorium) Notaris. Di samping itu karna dalam ketentuan pembuatan akta adalah
penandatanganan atau penomeran para pihak pada tanggal tersebut wajib di catatkan pada
saat itu juga. Akibat yuridis terhadap akta yang tidak dicatatkan pada buku repotorium
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundangan, diperoleh informasin bahwa akta
menjadi akta di bawa tangan, namun tetap berlaku bagi para pihak.
Jika terjadi kelalian dalam mencatatkan nomor akta dalam buku repotorium, Notaris akan
menyampaikan kepada para pihak untuk mencatat nomor, dan tanggal akta, tersebut setelah
ada kesepakatan dari para pihak. Namun tetap dilakukan pencatatan ke Reportorium
walaupun telah lewat waktu yang sebelumnya, mereka menyampaikan para pihak dan
caranya mereka memanggil kembali para pihak untuk kembali ke kantor untuk
menyampaikan berkaitan dengan permasalahan yang terjadi atau kelalaian
tersebut.Terhadap Notaris jika tidak di catat penomeran dalam buku (Reportorium) Notaris
menurut Notaris tersebut bahwa sanksi terhadap Notaris tidak ada, namun berkaitan
dengan administratif akta tersebut cacat administrasi saja. Namun tindakan yang dilakukan
menurut Notaris tersebut mereka biasanya membuat nomor tambahan seperti 1.1, 1a.
Dalam hal ini menurut Notaris diatas belum pernah samapi ke pengadilan.24
3. Notaris Haryati Endang S.H, M.Kn yang beralamat di Jln. Ngangel Jaya utara no. 118, RT
09, RW 02. Jawa Timur. Mengenai hal ini diketahui bahwa fakta pernah terjadi kelalaian
atau lupa pencatatan Nomor akta ke buku (Reportorium) Notaris alasan mengenai
terjadinya kelalaian adalahlalai atau lupanya pegawai kantor sehingga tercatat bahwa
terdapat 1-2 akta yang Notaris ini lalai dalam sebulan. Hal ini Notaris juga menjelaskan
tentang peran mereka dalam proses pemembuatan akta, dijelaskan bahwa pertama Notaris
menyimpan akta, memberikan grosse,dan menurut Notaris diatas mereka mengikuti
kewajiban pembuat akta otentik. Selanjutnya yang dilakukan Notaris jika ia lupa mencatat
nomor akta yang sah ke buku (Reportorium) Notaris adalah ia memanggil kembali para
pihak untuk menyampaikan perubahan pencatatan penomeran tersebut. disamping itu
kewajiban Notaris untuk mencatat nomor akta ke buku (Reportorium) Notaris adalah
mereka mengikuti aturan mainnya UUJN dan Kode Etik selanjutnya di jelakan tujuan dari
pencatatan nomor akta di atas menurut Notaris ini adalah sebagai bukti bahwa akta
tersebut sudah tercatat ke buku (Reportorium) untuk pembuktian di pengadilan, agar suatu
saat nanti jika ada pihak yang menyagkal pembuatan akta tersebut sudah ada buktinya.
Namun ada juga waktu dan seharusnya Notaris mencatat Nomor akta yang dibuat ke buku
(Reportorium) Notaris menurut Notaris tersebut bahwa setiap hari setelah di keluarkannya
salinan atau minuta, atau disaat penandatanganan akta, setelah itu mereka mencatakan ke
buku (Reportorium) Notaris. di samping itu ada juga alasan Notaris untuk mencatatkan
nomor akta ke buku (Reportorium) Notaris pada hari yang sama menurut Notaris
tersebut karna dalam ketentuan pembuatan akta adalah penandatanganan, atau penomeran
para pihak pada tanggal tersebut wajib di catatkan pada saat itu juga. Namun akibat
yuridis terhadap akta tersebut menurut mereka bahwa akta menjadi akta di bawa tangan,
namun tetap sah bagi para pihak.mengenai administratif akte tersebut catcat administratif
dalam artian harus di perbaiki setelah di sampaikan kepada para pihak. Selanjutnya solusi
Notaris terhadap kelalaian atau lupa dalam mencatakan nomor akta ke buku (Reportorium)
tersebut caranya Menurut Notaris di atas bahwa mereka menyampaikan kepada para
pihak untuk mencatat nomor, dan tanggal akta, tersebut setelah ada kesepakatan dari para
pihak. Namun tetap dilakukan pencatatan ke (Reportorium) walaupun telah lewat waktu
yang sebelumnya, Notaris menyampaikan kepada para pihak dan caranya mereka
memanggil kembali para pihak untuk mereka menyampaikan berkaitan dengan
permasalahan yang terjadi atau kelalaian tersebut. Dan sanksi Notaris jika tidak di catat
penomeran dalam buku (Reportorium) Notaris menurut Notaris tersebut bahwa sanksi
terhadap Notaris tidak ada, namun berkaitan dengan sanksi administratif Notaris
memanggil kembali para pihak untuk pemberitahuan mengenai hal tersebut. Namun
tindakan yang dilakukan Notaris jika ia lupa atau lalai mencatat nomor akta yang sah ke
(Reportorium) Notaris menurut Notaris tersebut mereka biasanya membuat nomor
tambahan seperti 1.1, 1a. mengenai kasus seperti ini menurut Notaris diatas belum
pernah samapi ke pengadilan, namun hanya sebatas di kantor.25
4. Notaris Wiwik Indriany S.H, S.Pn yang beralamat di Jln. ayani No.50 Salatiga Jawa
Tengah. Diketahui bahwa ternyata pernah terjadi kelalaian atau lupa pencatatan Nomor akta
ke buku (Reportorium) Notaris.Tercatat bahwa terdapat 1-2 akta yang mereka lalai dalam
setahun.Selanjutnya Notaris juga menjelaskan tentang peran mereka dalam proses
pemembuatan akta.26 Dijelaskan bahwa pertama mereka menyimpan akta, memberikan
grosse , salinan dan kutipan akta dan memberikan kepastian tanggal pembuatan akta dan
menurut Notaris diatas mereka mengikuti kewajiban pembuat akta otentik menurut
Undang-Undang Jabatan Notarisdan Kode Etik Notaris. Selanjutnya yang dilakukan
Notaris jika ia lupa mencatat Nomor akta yang sah ke buku (Reportorium) Notaris maka ia
akanmencoret penomeran yang lalai atau salah tadi dan Notaris tersebut akan mencatakan
kembali Nomor baru. Disamping itu ada juga kewajiban Notaris untuk mencatat Nomor
akta ke buku (Reportorium) Notaris adalah mereka mengikuti aturan Undang- Undang
Jabatan Notaris dan Kode Etik dan tujuan dari pencatatan nomor akta di atas menurut
Notaris ini adalah sebagai bukti bahwa akta tersebut sudah tercatat ke buku (Reportorium)
untuk pembuktian di pengadilan. Seharusnya Notaris mencatat Nomor akta yang dibuat ke
buku (Reportorium) Notaris setiap hari setelah di keluarkannya salinan atau minuta, atau
disaat penandatanganan akta, setelah itu mereka mencatakan ke buku (Reportorium)
Notaris. Di samping itu ada juga alasan Notaris untuk mencatatkan Nomor akta ke buku
(Reportorium) Notaris pada hari yang sama menurut Notaris tersebut karna dalam
ketentuan pembuatan akta adalah penandatanganan atau penomeran para pihak pada
tanggal tersebut wajib di catatkan pada saat itu juga. Ada juga dicatat di hari yang berbeda
dengan pembuatan akta, namun akibat yuridis terhadap akta menurut Notaris tersebut
bahwa akta tetap otentik berlaku bagi para pihak akta tetap sah. Dan solusi Notaris
terhadap kelalaian atau lupa dalam mencatakan Nomor akta ke buku (Reportorium) tersebut
caranya Menurut Notaris di atas bahwa ia akan membuat Nomor baru dalam pencatatan
ke (Reportorium) Notaris walaupun telah lewat waktu yang sebelumnya. Maka sanksi
Notaris jika tidak di catat penomeran dalam buku (Reportorium) Notaris menurut Notaris
tersebut bahwa sanksi terhadap Notaris tidak ada, namun aka ada pemeriksaan dari MPD
sehingga akan ada sanksi administratif Notarisdari MPD sehingga akan adanya peneguran
langsungterhadap Notaris mengenai hal tersebut. Namun tindakan yang dilakukan Notaris
jika ia lupa atau lalai mencatat nomor akta yang sah ke (Reportorium) Notaris, menurut
Notaris tersebut iaakan menghapus kelalaian tadi dan mencatat nomor baru seperti nomor 1,
2 dan seterusnya mengikuti peraturan dalam Undang- Undang Jabatan Notaris.
a. Analisis
Masalah yang muncul adalah dibuatnya akta baru dan nomor baru oleh Notaris sedangkan
dalam UUJN Nomor 30 Tahun 2004 jo UUJN Nomor 2 Tahun 2014 dan Kode Etik Tahun
2015 tidak memuat peraturan dengan jelas jika Notaris lalai dalam mencatatkan nomor akta
dalam (Reportoriu), akan membuat lagi akta baru jadi menurut penulis akan adanya implikasi
hukum pada lalainya hak dan kewajiban Notaris.
1. Hak dan kewajiban Notaris terhadap akta
a. Hak Notaris
Selain berbagai macam hak yang disebutkan sebelumnya27, terkait dengan kelalaian pencatatan akta tersebut bersebrangan dengan kewenangan notaris pada pasal 15 ayat 1
UUJN Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa:
“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian,
dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.
Berdasarkan rumusan diatas, kelalaian pencatatan akta oleh notaris terlihat sebagai bentuk
kesewenang-wenangan notaris atas tindakannya dalam membuat akta otentik. Dalam
27 Hak notaris yang dimaksudkan penulis diatas sejalan dengan kewenangan notaris yang disampaikan penulis
rumusan tersebut notaris diberikan wewenang untuk “menjamin kepastian tanggal tanggal
pembuatan akta otentik.” Kata-kata ini mengandung arti lebih dalam yaitu notaris harus
memberikan kepastian status akta yaitu sebagai akta otentik. Hal ini menjadi relefan karna
berdasarkan hasil penelitian dan (wawancara) yang penulis sebelumnya didapati bahwa para
notaris lalai dalam melakukan pencatatan akta, sehingga mengakibatkannya kepatian status
akta yaitu apakah otentik atau bawa tangan.
Akta yang tidak dicatatkan nomor dalam buku reportoriun berdasarkan pasal 15 di
atas bukan merupakan akta otentikkelalaian notaris dalam pencatatan tersebut mengakibatkan
gugurnya otentifikasi akta yaitu yang seharusnya kewenangan notaris mengharuskan untuk
menjadi akta otentik berubah menjadi akta dibawah tangan. Situasi demikian tentu tidak
sesuai dengan kewenangan notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat Negara
dalam rana authentic.
b. Kewajiban Notaris
Lalainya notaris mencatatkan nomor akta bertentangan dengan kewajiban Notaris
menurut UUJN Nomor 2 Tahun 2014 “Pasal 16 ayat (1) yaitu: huruf a Dalam menjalankan
jabatannya28, Notaris wajib:
“a) bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
“b) membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;
“e) memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
“k) mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
setiap akhir bulan;
Kewajiban yang dilanggar poin a UUJN yang menurut penulis bahwa tidak dibenarkan karna
bertantangan dengan bertindak jujurnya seoran pejabat notaris dalam menjalankan
28 Sekurangnya terdapat 14 kewajiban seorang notaris namun penulis membatasi analisis pada 4
kewajibanya untuk menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum artinya
dalam mencatat nomor akta tersebut.
Selanjutnya kelalaian sebagaimana dimaksud di poin a juga ikut melanggar di poin b.
hal ini terlihat pada kata ”membuat akta dalam bentuk minuta .., sebagai bagian dari
protocol notaris.” notaris diberikan kewajiban untuk membuat akta sebagaimana dan
menyimpannya sebagimana mesti di atur oleh undang-undang. Atas hal ini lebih jauh
berdasarkan protocol notaris itu akta harus di lakukan pencatatn nomor akta dalam
reportorium. Maka kelalaian pencatatan tersebut mengandung arti bahwa notaris gagal
menjalankan kewajibanya berdasarkan Undang- Undang Jabatan Notaris.
Kegagalan yang dimaksud diatas lebih ditegaskan dengan kewajiban huruf k yaitu
notaris harus mencatatkan nomor dalam reportorium. Rumusan pasal ini menitik beratkan
pada tanggal pengiriman daftar wasiat yang nota benenya tidak diulas dalam analisis ini
namun melalui frase ini ingin menegaskan kewajiban utama notaris mencatat dalam buku
reportorium. Hal ini pararel dengan pasal
58 ayat 1 dan 2 Undang- Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 Jo Undang-
Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Pasal 58 ayat (1) dan (2) sebagai berikut;
“Notaris wajib membuat daftar akta, daftar surat di ba wa tangan yang di sahkan, daftar surat lain yang di wajibkan oleh Undang- Undang ini, dan selanjutnya ayat
Dalam daftar akta sebagaimana di maksud pada ayat (1), Notaris setiap hari mencatat semua akta yang di buat oleh ataudi hadapanya, baik dalam bentuk minuta akta, maupun
originali, tanpa sela-sela kosong, masing- masing dalam ruang yang di tutup dengan garis- garis tinta, dengan mencantumkan Nomor unit, Nomor akta, Nomor bulanan, tanggal, sifat akta, dan nama semua orang yang bertindak baik untuk diri sendiri maupun sebagai kuasa orang lain.”
2. Status akta lama
Dalam rangka menelusuri eksistensi akta lama terhadap akta baru dalam tulisan ini.
dan akta baru, hal ini dimaksudkan untuk dicarinya kebenaran hukum yaitu apakah akta lama
yang memiliki hukum atau digantikan kedudukannya dengan akta baru sebagai berikut.
a. Proses keluarnya akta lama
1. Para pihak datang ke kantor Notaris untuk membuat akta, para pihak bawa saksi
kurang lebih 2 saksi
2. Perjanjian antara para pihak untuk membuat akta yang di inginkan
3. notaris menyaksikan
4. Para pihak pulang
5. Notaris menyimpan akta tetapi lupa untuk mencatatkan nomor akta ke reportorium
b. Mekanisme Keluranya Akta Baru
Berdasarkan hasil penelitian melalaui metode wawancara di beberapa kota setelah
terjadinya kelalaian sebagaimana di sebutkan di aats (proses keluarnya akta lama),
notaris selanjutnya Notaris memanggil kembali para pihak kembali kekantor, dengan
cara melihat nomor kontak di buku kontak kantor. untuk mencatat nomor akta dan
membuat akta baru sesudah membuat berita acara
Melihat kedua mekanisme diatas yaitu baik proses keluarnya akta lama maupun akta
baru maka pertanyaan yang munul adalah bagaimanakah eksistensi dan kedudukan dari pada
akta lama. Apakah akta baru menggantikan akta lama?
Akta baru berdasarkan Undang-Undang hadir sebagai pengganti akta lama. Hal ini adalah
mutatis mutandis dengan eksistensi kewajiban notaris yaitu melakukan pencatatan nomor
akta di reportorium. Artinya ketika akta lama tidak dicatatkan dibuku (Reportorium) tersebut
(nomornya) dan oleh Notaris para pihak dipanggil kembali dan mereka sepakat untuk
bahwa akta lama secara consensus dan legal digantikan kedudukannya dengan akata yang
baru. Akta lama tidak lagih berkekuatan hukum melainkan digantikan oleh akta baru.
Selanjutnya jika terjadi kelalaian yang bertentangan dengan Undang-Undang Jabatan
Notaris ataupun Kode Etik Notris maka Notaris hendaklah bertanggung jawab atas segala hal
yang disebabkan olehnya, maka sanksi Notaris jika tidak di catat penomeran dalam buku
(Reportorium) Notaris menurut Notaris tersebut bahwa sanksi terhadap Notaris tidak ada,
namun aka ada pemeriksaan dari MPD sehingga akan ada sanksi administratif Notaris dari
MPD sehingga akan adanya peneguran langsung terhadap Notaris mengenai hal tersebut.
Di smping itu ada juga cara tanggung jawab Notaris memanggil kembali para pihak
dalam pembuatan akta untuk membuat akta baru dengan kembali mencatatnya dalam buku
(Repertorium). Hal ini dikarenakan (Repertorium) merupakan buku pertanggung jawaban
dari Notaris dan merupakan kumpulan dokumen yang merupakan arsip Negara yang harus