• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2 752014010 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T2 752014010 BAB III"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL LAPANGAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Situasi Letak Geografis

Kecamatan Rungan dengan ibu kota Jakatan Raya. Jakatan adalah tempat persinggahan, sedangkan raya artinya orang banyak/khalayak ramai. Jadi, Jakatan Raya adalah suatu tempat persinggahan yang menampung masyarakat banyak dari berbagai tempat dan berbagai suku yang tinggal bersama di tempat itu, sehingga membuat suasana menjadi maju dan menjadi ramai. Kecamatan Rungan diberi Moto “RUNGAN RIA,” artinya Rungan adalah nama sungai di mana Jakatan Raya dan banyak desa-desa di bangun disepanjang alur Sungai Rungan. RIA (R = Ramah, I = Indah, A = Aman). Kecamatan Rungan terdiri dari penduduk atau masyarakat yang ramah dan santun, mempunyai lingkungan alam yang indah dan tanahnya subur cocok untuk berbagai tanaman.1

Letak Kecamatan Rungan berada di kisaran pada : LS = 100o – 200o dan BT = 113o00 – 114o00. Ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 50-100 meter, dengan keadaan tanah terdiri dari tanah dataran rendah, rawa-rawa, dan bukit.2 Kecamatan Rungan sebagai Kecamatan Induk yang ada di Kabupaten Gunung Mas. Menurut data yang ada sementara memiliki luas wilayah ± 704 Km2 dengan jumlah Desa dan Kelurahan

1 Profil Kecamatan Rungan, edisi Juni 2015.

(2)

sebanyak 14 Desa dan Kelurahan terdiri dari Desa sebanyak 13 Desa dan 1 Kelurahan dengan rincian luas wilayah sebagai berikut:3

a. Kelurahan Jakatan Raya dengan luas ± 40 Km2 b. Desa Bereng Malaka dengan luas ± 37 Km2 c. Desa Parempei dengan luas ± 52 Km2 d. Desa bereng Baru dengan luas ± 27 Km2 e. Desa Talangkah dengan luas ± 23 Km2 f. Desa Luwuk Langkuas dengan luas ± 88 Km2 g. Desa Tumbang Kajuei dengan luas ± 118 Km2 h. Desa Luwuk Kantordengan luas ± 62 Km2 i. Desa Tumbang Malahoi dengan luas ± 30 Km2 j. Desa Tumbang Baringei dengan luas ± 86 Km2 k. Desa Linau dengan luas ± 45 Km2

l. Desa Tumbang Jutuh dengan luas ± 22 Km2 m. Desa Tumbang Bunut dengan luas ± 34 Km2 n. Desa Karya Bakti dengan luas ± 40 Km2

Secara geografis, bagian utara Kecamatan Rungan berbatasan Kecamatan Rungan Hulu, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kurun, Kecamatan Mihing Raya dan Kecamatan Sepang. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Rakumpit (Kabupaten

(3)

Madya Palangka Raya), dan Kecamatan Manuhing. Serta bagian Barat berbatasan dengan Kecamatan Rungan Barat dan Kecamatan Manuhing Raya.

2. Pekerjaan

(4)

melewati alur sungai rungan dan sungai kajuei. Selain transportasi air ada juga transportasi darat melewati jalan Negara yaitu:4

1. Palangka Raya - Tangkiling - Tumbang Talaken - Jakatan Raya

2. Palangkaraya – Tangkiling – Desa Bereng Jun – Parempei – Jakatan Raya.

3. Akses jalan Jakatan Raya - Tumbang Rahuyan - Tewah - Kuala Kurun.

4. Akses Jalan Jakatan Raya – Linau – Kuala Kurun

Pekerjaan penduduk ini juga ditunjang dari diberbagai bidang seperti bidang perkebunan, pertanian, pertambangan, kehutanan, peternakan, perdagangan barang dan jasa serta wisata yang peluangnya cukup terbuka dan menjanjikan untuk peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat pada masa yang akan datang. Selain itu, terdapat juga potensi Sumber Daya Alam yang terdapat di wilayah ini, baik yang sudah dan belum di eksploitasi yaitu di bidang:5

a. Bidang perkebunan meliputi: karet, rotan dan kelapa sawit. Khusus untuk kepala sawit telah dibuka secara luas, baik oleh perkebunan besar, swasta, maupun oleh masyarakat secara individual. Dengan lokasi tersebar di wilayah Rungan Hilir yang meliputi wilayah desa Bereng Malaka hingga wilayah Desa Karya Bhakti.

b. Bidang pertanian meliputi: padi dan palawija, di mana dalam bidang pertanian padi terdapat di daerah dan gohong rawai yang meliputi 2 desa, yaitu desa

4 Profil Kecamatan Rungan, edisi 2015.

(5)

Tumbang Bunut dan desa Karya Bhakti. Sedangkan untuk pertanian palawija tersebar merata hampir diseluruh desa yang berada di Kecamatan Rungan. Akan tetapi masih bersifat pekerjaan sampingan penduduk sekitar, karena pertanaman dilakukan pada saat membuka ladang.

c. Bidang pertambangan meliputi: batu bara, pasir zirkon, dan emas.

d. Bidang kehutanan meliputi: kayu, damar, gaharu, getah jelutung, buah tengkawang, madu, kulit gemur, anggrek hutan, serta flora dan fauna.

e. Bidang peternakan meliputi: ayam buras maupun ayam kampung, sapi, kerbau, babi, dan ikan.

f. Bidang perdagangan barang dan jasa meliputi: mini market, jasa angkutan air dan darat, sektor Perbankan, dan kantor Pos.

g. Bidang wisata: Betang Tayoi di Tumbang Malahoi, Riam Gohong Rawai di Jakatan Raya, serta Dam irigasi di Desa Tumbang Bunut/ Karya Bhakti.

Adapun jenis tanah yang dominan di wilayah Kecamatan Rungan yaitu podsolik merah kuning, sehingga tanaman karet dan kelapa sawit sangat cocok dikembangkan dalam usaha perkebunan. Untuk bidang perikanan dan peternakan sangat cocok dikembangkan karena terdapat Dam di daerah Gohong Rawai dan sungai yang mengalir.6 Disamping potensi tersebut dapat juga dikembangkan obyek wisata alam/hutan lindung, Wisata Budaya

(6)

seperti Betang Tayoi Tumbang Malahoi serta Riam Gohong Rawai yang masih belum dikembangkan secara maksimal.7

Berikut adalah data yang dihimpun berdasarkan laporan data pada Mei 2015 mengenai pekerjaan masyarakat Kecamatan Rungan:

No. Desa/Kelurahan

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

PNS Pedagang Petani Dll Jumlah

1 Desa Bereng Malaka 9 10 92 280 391

2 Desa Parempei 10 2 50 182 270

3 Desa Bereng Baru 4 5 243 199 451

4 Desa Talangkah 3 2 115 153 273

5 Desa Luwuk Langkuas 23 25 486 392 926

6 Desa Tumbang Kajuei 15 10 575 215 815

7 Desa Luwuk Kantor 2 3 205 75 285

8 Desa Karya Bhakti 19 25 597 167 808

9 Desa Tumbang Bunut 15 7 388 61 470

10 Kelurahan Jakatan Raya 135 113 180 976 1.404

(7)

11 Desa Tumbang Jutuh 4 6 284 705 999

12 Desa Linau 2 3 296 499 800

13 Desa Tumbang Baringei 13 10 321 534 878

14 Desa Tumbang Malahoi 40 14 695 1.451 2.200

JUMLAH 294 235 4.527 5.889 10.970

3. Perekonomian

Meskipun kebutuhan di era sekarang ini menuntut peningkatan dalam bidang perekonomian, masyarakat di wilayah Kecamatan Rungan ini banyak yang berprofesi sebagai petani karet. Harga karet yang menurun menambah sulitnya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga ada pula para petani yang melakukan usaha sampingan dengan menanam sayuran dan berternak. Sebagian masyarakat juga berpenghasilan dari usaha perdagangan. Barang-barang yang diperdagangkan seperti sembako, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, lauk pauk, pakaian, barang elektronik, lemari, emas apotek, perbengkelan, dan bahkan ada yang membuka percetakan dan penyediaan air galon. Selain itu, banyak pula PNS yang bekerja di wilayah ini. 8

Jika di desa-desa, mayoritas masyarakat banyak menekuni pekerjaan menjadi petani karet. Meskipun pemerintah setempat telah mengeluarkan larangan untuk menambang emas secara ilegal dengan alasan untuk menjaga kelestarian alam dan tidak meneyebabkan

(8)

pencemaran air sungai, namun ada sebagian dari masyarakat yang masih mendirikan lanting untuk menambang emas. Di samping itu, ada juga masyarakat yang memelihara babi, beternak ayam, dan memelihara ikan. Mereka akan mengkonsumsi dan menjual hasil ternaknya dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan harga pasar. Akan tetapi, hal yang menghambat bagi para peternak ini yaitu modal dan waktu dalam memelihara hewan ternaknya. Mereka harus menunggu sampai siap untuk diperjual belikan. Ini yang menyebabkan hanya beberapa masyarakat saja yang menjadi peternak.9

Pemerintah Kecamatan Rungan juga menyediakan beberapa lembaga perekonomian yang bertujuan untuk membantu masyarakat. Lembaga tersebut bertujuan untuk membantu masyarakat lebih optimal dalam berurusan dan terjamin kenyamanannya bagi masyarakat setempat. Lembaga tersebut di antaranya menyediakan BANK dan CU Betang Asi untuk membantu masyarakat dalam urusan keuangan, dan Swalayan KPD sebagai pusat perbelanjaan yang lebih murah, Kantor Pos yang membantu masyarakat dalam urusan kirim dan terima barang. Meskipun demikian, lembaga ini terletak di ibukota Kecamatan Rungan yakni di Jakatan Raya.10

4. Pendidikan

Sarana pendidikan memang cukup menunjang di wilayah Kecamatan Rungan ini. Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama tersebar di setiap desa, kecuali di wilayah Jakatan Raya memiliki dua Taman Kanak-Kanak, tiga Sekolah Dasar, dan

9 Ibid.

(9)

dua Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan SMA hanya ada dua yakni berada di Jakatan Raya dan desa Tumbang Malahoi.11 Jadi, jika anak-anak didik yang ada di desa-desa lain dan ingin melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Atas akan melanjutkan di dua Sekolah Menengah Atas ini.

Anak-anak sering berangkat dengan berjalan kaki, jika ada yang menggunakan alat tranformasi seperti sepeda motor atau sepeda kaki hanya sebagian saja. Meskipun tersedianya sarana pendidikan, ada banyak anak-anak yang putus sekolah dan bahkan tidak sekolah karena alasan kurang mampu dan jarak yang jauh. Bagi yang lulus dari Sekolah Menengah Atas pula ada yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, ada yang menikah muda, lebih memilih bekerja, dan juga keterbatasan biaya. Di sisi lain, di wilayah Kecamatan Rungan ini presentasi buta huruf berkurang atau bisa dikatakan minim.12

5. Keagamaan

Berdasarkan tinjauan lapangan, setiap wilayah yang dinaungi oleh Kecamatan Rungan ini memiliki fasilitas tempat ibadah yang memadai. Misalnya agama Muslim memiliki Mesjid, umat Kristiani memiliki Gereja, bahkan umat Kaharingan pun memiliki dua Balai Kaharingan. Bagi umat Kaharingan sendiri, mereka selalu melaksanakan sambayang Basarah pada hari Jumat. Masyarakat dalam menyebut agama Kaharingan yakni Hindu Kaharingan. Ria yang merupakan tokoh adat menjelaskan babagaimana perubahan ini.13 Kaharingan dulu diperjuangkan pada saat Djilik Riwut masih menjabat menjadi Gubernur Kalimantan Tengah.

11

Wawancara dengan Aldeno, 17 Oktober 2015, Pukul 13.00 WIB.

12 Ibid.

(10)

Ketika kongres di Rabaung tahun 1973, Kaharingan diusulkan menjadi agama yang diakui oleh Negara. Usulan ini kemudian disampaikan ke pusat di Jakarta, akan tetapi usulan ini kemudian ditolak dengan alasan memenuhi syarat. Maka disarankanlah, Kaharingan bisa menjadi agama jika berintegrasi dengan Hindu. Oleh sebab itu, pada tanggal 30 Maret 1980, Kaharingan diintgrasikan ke agama Hindu dan dinyatakan sah oleh pemerintah pusat. Tetapi dalam pelaksanaan ibadah dan sebagainya tetap seperti aturan Kaharingan. Agama Hindu sendiri memiliki beberapa sekte, yaitu Hindu Sikh, Hindu Kajawen, Hindu Bali, Hindu Dharma, dan Hindu Kaharingan. Maka, sampai sekarang Kaharingan dikenal dengan Hindu Kaharingan.

B. Masyarakat Dayak Ngaju

Masyarakat Dayak Ngaju mendominasi daerah Kecamatan Rungan. Oleh karena itu, dalam kesehariannya masyarakat lokal maupun pendatang yang menetap banyak yang berkomunikasi menggunakan bahasa Dayak Ngaju. Agama asli Suku Dayak Ngaju adalah

Kaharingan, menurut mithologi Kaharingan yang merupakan satu-satunya sumber bagi orang

Dayak Ngaju dalam menceritakan asal-usul mereka, dikatakan bahwa mereka berasal dari dunia sana dan datang di Kalimantan setelah diturunkan dengan Palangka yaitu sejenis kendaraan yang hanya dipergunakan oleh kekuatan-kekuatan suci.14 Ada beberapa pemahaman masyarakat Dayak Ngaju yang beragama Kaharingan:

14 Depertemen Pendidikan dan Kebudayaa Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional bagian Proyek

(11)

Kitab Suci, diuraikan bahwa dahulu kala Yang Maha Kuasa menghimpunkan seluruh bangsa serta suku dan menyerahkan kepada mereka masing-masing sebuah Kitab Suci dalam bahasanya masing-masing. Golongan-golongan lain menyimpan Kitab tersebut dan memeliharanya sampai sekarang. Tetapi bagi suku Dayak yang harus kembali ke daerah asal usul mereka dengan melalui gunung dan hutan , laut dan sungai, maka demi keutuhan Kitab Suci itu, telah ditelan bulat-bulat. Dengan perlakuan ini maka ia menguasai seluruh isi Kitab tersebut dan hapal selengkap-lengkapnya dengan sempurna. Pengetahuan inilah yang diteruskan turun menurun dan kemudian penerusnya diwakili oleh para Balian dan kepala-kepala adat.15

Tuhan Yang Maha Esa atau Ranying Hatalla Langit Jata Balawang Bulau, gambaran

terhadap Tuhan dalam agama Hindu Kaharingan yaitu sebagai Tuhan yang Maha Tinggi, Maha Kuasa dan pencipta segala sesuatu di bumi. Arti dari Ranying Hatalla langit Jata Balawang Bulau diceritakan bahwa pada saat Ranying seorang diri, Dia menengok ke bawah dan melihat ada seseorang, padahal seseorang yang Dia saksikan sebenarnya adalah bayangannya sendiri. Lalu Ranying memberi nama bayangannya itu dengan sebutan Jata.16 Kata Jata dalam bahasa Sangen berarti wujud atau bayangan dari Ranying Hatalla Langit. Bayangan tersebut nampak di bawah Tasik Tambanteran Bulan, Laut Bapatag Intan.17 Dalam danau inilah bayangan Ranying Hatalla Langit itu muncul. Sehingga dipahami bahwa tinggal atau berdiam di bawah air di atas langit, Basuhun Bulau, Samaramai Rabia18

15 Fridolin Ukur, Tantang-Djawab Suku Dayak, (BPK Gunung Mulia, Jakarta: 1971), 23-24.

16

Sudianto, Tesis: Studi Sosio-Historis Perubahan Ranying menjadi Tuhan Yang Maha Esa dalam Agama Kaharingan, Salatiga: 2008, 65.

17 Suatu danau yang berkilauan emas, laut yang menjembatankan intan.

(12)

Jiwa atau Hambaruan, menurut Hardeland, jiwa dalam tubuh manusia dalam kepercayaan Dayak Ngaju ada tiga macam:19

1. Hambaruan, dapat juga dipahami selaku daya hidup. Setelah manusia itu meninggal

dunia, maka hambaruan ini kembali langsung kepada keilahian. Oleh Ilah Pencipta

hambaruan ini kemudian diolah dan dicampur dengan tujuh macam zat sehingga dapat

menjadi manusia kembali.

2. Panjalupuk liau, yang disebut juga dengan liau pertama. Panjalupuk liau ini setelah

manusia mati lalu pergi ke Lewu Liau (negeri roh/alam baka).

3. Liau karahang, disebut liau kedua. Dan merupakan jiwa dari tulang-tulang, rambut dan

kuku. Liau kedua ini tinggal berdiam di peti mati, sampai diadakannya upacara kematian.

Akan tetapi menurut Zimmermann berpendapat bahwa jiwa dalam tanggapan Suku Dayak Ngaju bukan hanya tiga melainkan lima:20

1. Hambaruan, pada saat kematian ia segera meninggalkan tubuh kilau riwut kembali

kepada pencipta. Hambaruan ini kemudian dicampur dengan tujuh macam zat yakni kapas, parei, sanaman, salaka (perak), bulau, hintan, dan bakal bereng itah (bahan tubuh) supaya kelak menjadi manusia baru. Sifat, bakat, dan kemampuan seseorang bergantung pada banyak atau tidaknya, lebih atau kurangnya suatu zat diwaktu pencampuran dan pengadukan ketujuh bahan tersebut.

2. Panjalupuk liau, yang seterusnya disebut selaku liau pertama yang tinggal bersama

tubuh dalam peti mati. Tapi ia bebas bergerak dan tinggal di hutan-hutan, sampai

(13)

terlaksananya upacara kematian lengkap. Liau pertama ini yang biasanya dianggap dapat mengganggu dan sebab itu sangat ditakuti oleh manusia.

3. Liau Pantong Lawin Balau Silo (Jiwa dari ujung rambut dan ujung kuku), disebut juga

liau kedua. Liau kedua ini pergi ke bukit pasahan raung (gunung peristirahatan/tumpukan peti mati) yang diperintah oleh Sangiang Tinggi Tingang. Di sini liau kedua itu tinggal sampai diadakannya upacara kematian.

4. Liau karahang tulang (jiwa dari pemerasan semua tulang), liau ini lebih bersifat

materiil dan berkepribadian yang dapat dianggap menetap dalam tubuh mayat dalam keadaaan tidak sadar, sampai upacara kematian diadakan. Pada waktunya, dengan percikan danum kaharingan (air kehidupan) ia hidup kembali dan pulang ke alam atas ke Mahatara.

5. Liau hampatong mate yang disebut selaku Panjalompok mate, sering dilukiskan selaku

“sarangan hambaruan ije eleh buli akan Hatalla” (tempat jiwa yang sudah kembali ke

Mahatara). Liau hampatong mate ini dengan diantar oleh Tempon Telon pulang ke Mahatara, setelah melalui suatu penyucian di laut api.

Meskipun ada pandangan tokoh mengenai hambaruan di atas memiliki sedikit perbedaan pandangan, dalam ritual Manyangiang sendiri sering mencari hambaruan yang dianggap hilang. Sebagi contoh, pada 30 Oktober 2015 Indu Tabuk melaksanakan ritual Manyangiang karena pada hari sebelumnya ada salah satu anggota keluarga dari desa Bunut membutuhkan bantuannya, karena anaknya yang masih balita dianggap tidak memiliki

hambaruan atau hambaruannya hilang. Penyakit yang disampaikan tersebut memiliki ciri

(14)

ritual Manyangiang. Di dalam ritual Manyangiang ini, peran Indu Tabuk adalah sebagai seorang pemimpin. Oleh sebab itulah ia kemudian menulis syarat-syarat dan juga bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan ritual Manyangiang, dan harus disediakan pada saat Manyangiang nanti. Pemimpin ritual Manyangiang seperti Indu Tabuk inilah yang secara luas dikenal sebagai Tukang Sangiang.

C. Tukang Sangiang

Tukang Sangiang tidak asing bagi oleh masyarakat Dayak Ngaju, terutama bagi masyarakat yang memeluk agama Hindu Kaharingan. Sehari-harinya Tukang Sangiang berbaur dengan masyarakat pada umumnya. Akan tetapi, meskipun dalam wilayah yang cukup luas hanya terdapat beberapa saja orang yang menjadi Tukang Sangiang namun keberadaan mereka begitu menonjol. Seperti Tukang Sangiang yang berada di Kecamatan Rungan, mereka tidak tinggal di wilayah yang sama, melainkan tersebar di desa-desa yang dinaungi oleh Kecamatan Rungan.

1. Asal Usul Tukang Sangiang

Tidak ada data resmi secara tertulis mengenai keberadaan Tukang Sangiang. Mereka hanya dianggap sebagai seorang terpilih yang memiliki jamba21 dengan sang dewa yakni Sangiang. Menurut Ria yang merupakan tokoh agama Kaharingan sekaligus tokoh adat masyarakat yang menganut agama Kaharingan, Tukang Sangiang merupakan seseorang yang

(15)

istimewa sekaligus seseorang yang mampu berkomunikasi langsung dengan Sangiang. Sangiang tidak sembarangan bisa berkomunikasi dengan manusia, jika tidak melewati Tukang Sangiang. Karena itu, dapat dikatakan bahwa Tukang Sangiang ini adalah manusia yang dipilih langsung oleh Sangiang sebagai perantaranya di dunia.22

Di samping itu, Tukang Sangiang merupakan nyame Sangiang seperti yang diungkapkan oleh Lia.23 Nyame merupakan mulut, maksudnya adalah Tukang Sangiang merupakan penyampai pesan dari Sangiang kepada manusia. Karena Sangiang tidak terlihat maka Sangiang menggunakan perantara untuk mengungkapkan maksudnya, yakni melewati mulut Tukang Sangiang. Namun, pada kehidupan sehari-hari Tukang Sangiang hidup seperti masyarakat pada umumnya. Tukang Sangiang dapat berkomunikasi pada saat melakukan ritual Manyangiang saja. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa tidak ada catatan resmi mengenai asal usul Tukang Sangiang. Maka, Penulis menggali informasi dari objek langsung yakni Tukang Sangiang dan tokoh adat. Informasi yang dihimpun ini mengenai asal usul mereka menjadi Tukang Sangiang dari pengalaman hidup mereka sebelum menjadi Tukang Sangiang hingga kemudian menjadi Tukang Sangiang. Berikut ini merupakan kisah masing-masing pengalaman beberapa Tukang Sangiang dan pemahaman tokoh adat terhadap Tukang Sangiang:

22 Wawancara dengan Ria, 16 Oktober 2015, pukul 16.17 WIB, 2015.

(16)

1.1. Tukang Sangiang

a. Indu Palau dari Desa Tumbang Malahoi

Kehidupan Indu Palau pada awalnya sama seperti masyarakat pada umumnya. Ia dan keluarganya tinggal di desa Malahoi. Mereka bekerja sebagai seorang penyadap karet dan berkebun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Ketika anak pertamanya lahir, mereka sering masan24 di ladang. Namun, ketika ia berumur 29 tahun Indu Palau mengalami demam tinggi, sehingga ia berobat kepada bidan kampung. Mulai dari demam biasa inilah, dari hari ke hari ia merasakan semakin parah dan mulai merasakan hal yang tidak wajar pada dirinya. Lalu ia kembali memeriksa dirinya ke bidan kampung. Oleh bidan kampung maka Indu Palau dirujuk ke puskesmas yang berada di Jakatan Raya. Merasa sakitnya tidak kunjung sembuh, maka beberapa hari kemudian Indu Palau berangkat bersama suaminya untuk memeriksa kesehatannya di Puskesmas Jakatan Raya seperti yang disarankan bidan kampung. Diagnosa dokter pada saat itu hanya sakit biasa, dan dianjurkan untuk beristirahat sambil meminum obat yang didosiskan.

Setelah memeriksa dirinya di Puskesmas, Indu Palau dan suaminya kembali ke Malahoi. Namun, selama beberapa minggu sakitnya tidak kunjung sembuh, atas anjuran keluarga maka ia memeriksakan dirinya kembali. Pemeriksaan ini hasilnya sama dengan pemeriksaan pertama yaitu hanya sakit biasa. Ia pun menerima obat dengan dosis yang sama oleh dokter yang menangani. Sekitar sebulan Indu Palau sakit, menurut saudaranya mulai menunjukkan suatu keanehan. Ia seperti orang yang kehilangan akal sehatnya, ia sering

24 Masan atau tidur di pondok yang berada di ladang, hal ini sering dilakukan oleh masyarakat yang

(17)

mencari pohon beringin dan naik ke atas pohon itu kemudian bergumam sendiri, berteriak seperti orang kerasukan, atau menceburkan dirinya ke dalam air dan menenggelamkan dirinya untuk waktu yang cukup lama. Sehingga keluarganya merasakan khawatir dengan keadaan Indu Palau dan memutuskan berobat lagi ke dokter. Pada awalnya mereka mengira Indu Palau tertular penyakit malaria, namun hasil pemeriksaan dokter Indu Palau tidak mengalami sakit apa-apa.

Sekitar dua sampai tiga bulan ia mengalami hal demikian, ini menyebabkan warga sekitar mengira Indu Palau sakit jiwa. Oleh salah satu anggota keluarga, maka disarankan Indu Palau menjalankan pengobatan tradisional. Ia diobati dengan cara digumul oleh pamannya dari desa Jangkit. Pada saat itulah ia diketahui menjadi orang yang terpilih oleh Sangiang. Ternyata yang selama ini ia gumamkan adalah kata-kata dari bahasa Sangiang. Setelah dilaksanakan ritual gumul itulah Indu Palau mulai membaik. Pada suatu hari, salah satu keponakannya sakit dan Indu Palau datang bersama suaminya untuk menjenguk. Tiba-tiba saja Indu Palau dapat mengetahui bahwa hambaruan keponakannya itu tersesat dan harus dilakukan ritual Manyangiang. Ritual itupun langsung dilaksanakann sendiri oleh Indu Palau pada malam harinya. Ternyata keesokan harinya keponakannya yang sakit mulai membaik dan dapat beraktifitas kembali. Sejak saat itulah, Indu Palau sering diundang oleh masyarakat yang membutuhkan bantuannya.

b. Indu Garinda dari Desa Tumbang Malahoi

(18)

atas pohon. Kanyaring ini kemudian berhenti pada suatu saat ia mengalami kesurupan, yaitu Sangiang merasuki tubuhnya pada saat di gumul oleh salah satu kerabatnya. Setelah kesurupan itulah Indu Garinda langsung merasakan ia sudah sembuh dan merasa tubuhnya sehat kembali. Ia mengatakan bahwa, selama ia mengalami kanyaring, jantungnya terasa berdetak sangat cepat dan suhu tubuhnya terasa panas dan ia mengatakan ini disebabkan karena Sangiang mempersiapkan jamba untuk masuk ke tubuhnya. Semenjak ia dirasuki untuk pertama kalinya itulah Indu Garinda kemudian menjadi Tukang Sangiang.

Selama ia menjadi Tukang Sangiang, namanya menjadi cukup terkenal di kalangan orang yang menganut agama Hindu Kaharingan maupun masyarakat yang beragama lain. Seperti contohnya, ia pernah didatangi oleh seorang Dosen dari Fakultas ternama di Palangkaraya karena anaknya kasarungan atau keseurupan yang disertai demam. Selain itu, ia juga pernah pergi jauh ke wilayah Sampit untuk membantu orang yang ingin melaksanakan ritual bahajat. Di Tumbang Malahoi sendiri, Indu Garinda dikenal sebagai Tukang Sangiang yang sering membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan untuk menyembuhkan, menolak bala, ngumul, ataupun bahajat. Namun, sekarang ini Indu Garinda mulai membatasi aktivitasnya karena merasa dirinya sudah tua. Tenaga dan kekuatan fisiknyapun dirasakannya tidak seperti muda dulu. Sehingga, ia hanya dapat membantu orang-orang sekitar dengan permohonan atau bantuan yang tidak terlalu berat.

c. Indu Nari dari Jakatan Raya

(19)

jawab adalah hal terpenting untuk menunjukkan kasih sang Ilahi. Ia juga merupakan seorang yang dianggapnya sendiri cukup spiritual dalam keagamaannya. Dahulu, sebelum ia menjadi Tukang Sangiang ia mengalami kanuahan. Hidup susah dan harus mencari nafkah menjadi petani karet dan masan jauh ke dalam hutan di wilayah desa Batu Puter. Untuk makanpun mereka hanya mengandalkan singkong dan kupu. Pada saat masan itulah, anaknya mengalami sakit, tiba-tiba pada sore hari ia mendengar suara seorang laki-laki yang mengatakan bahwa Indu Nari harus merebus telur dan kemudian memberikannya untuk anaknya. Pada saat itu ia sedang tidur, namun seperti orang yang tidak tidur karena mendengarkan suara itu. Lalu ia bangun dan kemudian melakukan apa yang dikatakan kepadanya. Indu Nari merasa senang sekali sekaligus terkejut, karena ia melihat anaknya seperti minum obat karena anaknya berkeringat dan sembuh.

Tidak hanya itu, beberapa saat kemudian suaminya jatuh sakit dan tidak bisa ke desa untuk berobat karena mereka tidak memiliki uang untuk membeli obat. Sekitar hampir sebulan suaminya mengalami sakit, sehingga suaminya terlihat kurus dan lemah. Tiba-tiba kejadian seperti yang ia alami sebelumnya terjadi kembali. Pada suatu saat di seore hari, ia mendengar suara laki-laki yang sama. Laki-laki itu menyuruhnya untuk membuat tambak

hambaruan, merebus satu telur ayam, membuat satu ketupat, sipa ruku, dan menyuruh Indu

(20)

Setelah mengalami peristiwa yang dianggapnya luar biasa itu, Indu Nari kemudian mengalami sakit dan kemudian kasarungan. Karena melihat istrinya tidak kunjung sembuh maka suaminya membawanya ke desa, namun di desa Batu Puter waktu itu tidak ada bidan kampong ataupun dokter. Maka dianjurkan oleh keluarganya Indu Nari berobat secara tradisional yakni dengan mangumul, maka pasa saat di gumul itulah Sangiang merasuknya dan kemudian sembuh dari sakitnya.

d. Indu Tabuk dari Jakatan Raya

Dari semua Tukang Sangiang yang Penulis gali informasinya, Indu Tabuk merupakan Tukang Sangiang yang paling terkenal. Selain di wilayah Kuluk Guhung25, namanya hampir dikenal oleh masyarakat yang berada di desa lainnya. Cerita Indu Tabuk bermula sebelum mengalami sakit keras sekitar dua bulan lamanya, Indu Tabuk sering bermimpi mengenai alam atas tempat para dewa. Ia merasakan dirinya terbang ke atas langit, mengikuti kegiatan para dewa, bahkan belajar cara manawur. Setelah ia sering bermimpi itu, tiba-tiba pada suatu hari ia mengalami demam tinggi. Ia pergi ke bidan kampung namun tidak juga membaik. Selama dua bulan ia merasakan demam tinggi, maka ia dibawa ke rumah Bapak Ual untuk di gumul. Bapak Ual merupakan paman dari Indu Tabuk dan juga menjadi seorang yang memiliki kemampuan untuk mangumul. Pada saat Bapak Ual mangumul, maka disampaikan bahwa Indu Tabuk memiliki jamba Sangiang dan harus dirasuk supaya sembuh dari sakitnya.

Setelah di gumul oleh Bapak Ual, maka Induk Tabuk sembuh dari sakitnya. Namun, ketika sembuh Indu Tabuk tidak menjadi Tukang Sangiang. Selama tujuh tahun berselang semenjak ia sembuh dari demam tingginya itu, barulah ia menjadi Tukang Sangiang. Menjadi

25 Kuluk Guhung merupakan nama sebuah tempat di Jakatan Raya, letak Kuluk Guhung berada di

(21)

Tukang Sangiang diawali pada saat saudaranya yang tinggal di Kahayan dan juga seorang Tukang Sangiang meninggal dunia karena diguna-guna, dan menyerahkan tugas itu kepadanya. Saudaranya itu mengetahui bahwa Indu Tabuk juga memiliki jamba Sangiang, itulah mengapa ia meminta Indu Tabuk menggantikannya, supaya menjadi penerus untuk membantu keluarga yang kesulitan. Semenjak itulah Indu Tabuk menjadi Tukang Sangiang, ia terkenal dengan pengobatan yang ampuh dan menguasai segala ritual yang ia jalani. Sampai saat ini, ia masih menjalani profesinya menjadi Tukang Sangiang dan menolong orang di beberapa wilayah di Kalimantan Tengah.

1.2. Tokoh Adat

a. Lia

(22)

nahunan, tiwah, termasuk juga manyangiang, serta tata cara ritual agama orang Kaharingan yang lain. Jadi tata cara ini sudah di ijapa oleh Ranying Hatalla dan tercantum di dalam kitab suci Panaturan.

b. Juli Noman

Berikut ini merupakan kisah asal ditemukannya Tukang Sangiang menurut Bapak Juli Noman berdasarkan kisah turun temurun dari nenek moyangnya;

(23)

Mangku Amat, ‘Tikas ketun due tuh ih je ulih supa aku, amun butuh raja langen dia ulih nyundau hetuh’. Jadi kua hinai, ‘Awi ketun due ulih nyundau hetuh nah en narai auh kahandakmu?’ Palus ih ewen due mander jalana nah. Au kuan ewen due, ‘Bapa ku tuh haban karas.’Kuan mangku Amat hinai, ‘Palus buli ih ketun due kau, awi keleh ndai bapam.’ Dia kuan due, dia tau amun dia Mangku Amat dumah. Iyoh ih kuan Mangku Amat, palus buli ih ewen telu nalih ah, ayu esu itah telu nalih ah. Palus tulak sambil ningkang jara jarang bara sakapuk sampai lewu telo, tege due telu tingkang paluh sampai ewen telu. He kuan ewen due..kai-kai ampi ampi kagana bue je dia tau hongko jia tau bakas uras duhung nantiring bitim harang pipih kua. Sana sampai langsung pakeleh ih. Baleh raja ka hapan gahan garu limbah a te. Te au tamparan uluh kasene je Tukang Sangiang kau.

Cerita Tukang Sangiang berasal dari Mangku Amat dan Nyai Jaya Nyangiang yang tinggal di Sakapuk, yaitu suatu tempat yang sulit dijangkau oleh orang lain, tempat itu merupakan tempat gaib dan tidak terlihat. Mangku Amat dan istrinya memelihara kamalit garu merupakan benda gaib yang mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Pada suatu hari, raja Kampulan Hawun di lewu Telo sakit keras dan hampir mati. Raja ini memiliki dua anak yang gagah perkasa dan sakti yang bernama Rawing Tempun Telun dan Raja Duhung Bulau Tempun Buang Penyang. Karena melihat ayahnya sakit keras, mereka berdua membicarakan bagaimana cara menyembuhkan sang ayang yang hampir mati. Maka teringatlah oleh salah satu anaknya tentang seorang yang mampu menyembuhkan segala macam penyakit, yaitu Mangku Amat dengan Ongko Nyai Jaya yang memelihara kamalit garu. Maka berangkatlah meraka berdua mencari Mangku Amat dan istrinya dengan membawa bekal sakti. Rima Rawing Tempun Telun membawa duhung kurik tutuk jalan

tabarirang dan Duhung Bulau Tempun Buang Penyang membawa duhung papan benteng

duhung tandarung. Karena keinginan yang kuat akan kesembuhan sang ayah, maka dengan

(24)
(25)

2. Manyangiang

Manyangiang merupakan ritual penyembuhan terhadap penyakit yang diakibatkan oleh hal gaib. Selain itu, ritual manyangiang juga bisa digunakan untuk ngumul26, bahajat, meminta pertolongan atau palaku, dan juga memohon perlindungan.27 Ritual manyangiang terbagi menjadi dua macam yaitu manyangiang dan sangiang bisu. Sangiang bisu sangat jarang terjadi, sangiang bisu ini artinya pada saat Sangiang merasuk Tukang Sangiang dan Tukang Sangiang itu tidak berkata apa-apa tapi Tukang Sangiang hanya menghentakkan kakinya keras-keras ke lantai sebagai tanda ia merasuk. Kemudian, untuk berkomunikasi maka ia juga menghentakkan kakinya sebagai tanda ia menjawab. Namun proses kerasukan dalam sangiang bisu ini tidak membutuhkan waktu yang lama.28 Berikut ini merupakan contoh proses ritual

3. Nampung tawar syarat, syarat-syarat di tampung tawar lalu salah satu logam di ambil

dan di celupkan ujungnya ke dalam darah semudian nyaki syarat-syarat dan orang akan di sembuhkan.

26 Ngumul atau Mangumul terbagi atas dua kategori penyembuhan, yaitu mangumul manta dan

mangumul. Mangumul manta ialah sebuah proses penyembuhan tanpa menggunakan syarat atau ketentuan, proses penyembuhan semacam ini hanya menggunakan tangan yang menerawang dimana letak sakit seseorang yang berada di dalam tubuhnya secara mistis. Sedangkan mangumul, sebuah proses penyembuhan yang lebih rumit. Di mana ada syarat atau ketentuan di dalam proses pelaksanaannya. Minimal syarat yang ada ialah behas tawur dan panyaki.

27 Wawancara dengan Indu Nari, 17 Oktober pukul 09.02 WIB.

28Wawancara dengan Lia, 17 Oktober pukul 18.30 WIB

(26)

4. Orang yang sakit duduk/berbaring di dekat tukang Sangiang.

5. Tukang Sangiang kemudian mengambil Paduduk lalu mengadahkan di atas kepala orang yang sakit dan kemudian di kelilingi.

6. Setelah itu, tukang Sangiang memakan sipa dan mulai menyanyikan kutak sangiang. Maka orang yang menjadi pembantu tukang Sangiang akan mengibaskan asap kemenyan dengan tangannya yang ada di parepen ke arah tukang Sangiang.

7. Tukang Sangiang kemudian mengambil behas tawur, lalu melemparkan behas tawur itu ke atas tiga kali dan ke bawah tiga kali.

8. Setelah itu, tukang Sangiang menutup kepalanya dengan kain sambil mengucapkan syair-syair Paturun Sangiang dan diselingi dengan ucapan maksud dan tujuan memanggilnya.

9. Setelah beberapa lama, tukang Sangiang akan kesurupan.

10.Basir Pengampu30 akan menterjemahkan apa yang disampaikan Sangiang kepada manusia.

11.Jika Sangiang ingin pulang kembali ke asalnya, maka ia akan menyampaikan itu. Lalu, Basir Pengampu tadi akan menghamburkan behas tawur ke arah tukang Sangiang yang kesurupan.

12.Tanda ketika Sangiang sudah pulang ke asalnya dan keluar dari tukang Sangiang, maka tukang Sagiang akan mengalami cegukan tiga kali. Jika tukang Sangiang tidak mengalami cegukan, berarti Sangiang masih berada dalam tubuhnya.

13.Jika tukang Sangiang sudah sadar, maka tukang Sangiang mengambil hambaruan dan membukanya dari bungkusan kain putih dan menyimpannya di atas kepala orang yang

30 Basir Pengampu ialah orang yang menjadi pembantu tukang Sangiang dan bertugas sebagai

(27)

sakit. Setelah itu nampung tawar dan manyaki dengan darah ayam dengan menggunakan uang logam, dan setelah itu mengigit pisau atau besi.

3. Bahasa Sangiang sebagai Sarana Komunikasi

Sebagai penghubung antara manusia dan Sangiang, maka yang paling penting yang harus dikuasai oleh Tukang Sangiang adalah bahasa yang dimengerti oleh Sangiang. Bahasa inilah yang kemudian menjadi suatu alat komunikasi yang membantu dalam proses ritual

manyangiang. Menurut Fridolin Ukur, bahasa Sangiang merupakan bahasa kudus (sejenis

bahasa sastra) yang jauh berbeda dengan bahasa Dayak Ngaju sehari-hari.31 Menurutnya, bahasa Sangiang memiliki persamaan kata dalam Hinduisme. Hinduisme mengenal kata Sang

Hyang dan dalam mitologi Dayak Ngaju mengenal kata Sangumang atau Sang Umang.

Sehingga ia menganalisa:32

Sang : Bahasa Sangsekerta dan pengertian dalam Hindu berarti Yang Mulia

Umang : Sangat mendekati kata UHM, dalam mitologi Hindu menunjuk kepada

kuasa semesta Trimurti yakni Brahma, Wisnu, dan Siwa.

Kemudian Fridolin Ukur menganalisa kata Iang dari Sangiang menunjuk kepada kesamaan di atas yang dapat diartikan sebagai Ilah, Yang Mulia, dan dapat diartikan pula sebagai nenek moyang atau tato hiyang. Di jelaskan lebih lanjut oleh Natan Ilun bahwa dalam bahasa melukiskan legenda, legenda melahirkan lambang, lambang menterjemahkan menjadi ungkapan-ungkapan yang siap dipakai. Demikian juga bahasa dalam Dayak Ngaju seperti

(28)

sejarah bahasa Sangiang. Bahasa Sang En Sang Hiang merupakan bahasa asli yang bercorak kiasan, yakni bahasa yang paling awal dikenal oleh suku Dayak Ngaju sejak prasejarahnya.

Sarita Sang En atau Sang Apa atau Prasejarah adalah irama manyangen yang menjadikannya

salah satu bentuk seni yaitu bahasa yang banyak melukiskan ragam cerita purba. Bahasa Sang En yang diperkaya dengan bahasa periode zaman Sang Hiang, dan kemudian diperkaya hingga zaman berikutnya. Sehingga sadar atau tidak sadar, bahasa ini semakin diperkaya dan secara berlahan punah karena terpengaruh oleh suasana periode zaman.33 Corak legenda yang menjadi patokan periode zaman yaitu:

1. Periode pertama, periode jaman Sang En yang artinya en yaitu apa yang merupakan kata tanya. Sang En artinya jaman apa atau jaman awal atau jaman pralegenda. Periode ini ditandai dengan pewarisan corak bahasa yang disebut bahasa Sang En, bersamaan dengan warisan legenda tua yang disebut dengan Panaturan. Ditunjang dengan ragam versi cerita rakyat jaman itu, dan diiringi dengan irama lagu yang disebut Manyangen. Iramanya mirip dengan lagu Hanteran dalam inti upacara Tiwah. Legenda yang melukiskan awal kejadian dunia manusia.34

2. Periode kedua, periode jaman Sang Hiang atau nenek moyang. Ditandai dengan sebutan

Bahasa Sangan Sangiang yang dikenal sebagai bahasa tua yang diwarisi sekarang.

Selain itu, periode ini ditandai pula dengan sebutan Karak Tungkup yang ditunjang dengan ragam cerita rakyat. Melukiskan tentang kegaiban dan keajaiban, adat dan corak kepercayaan, tuntunan, binaan secara kiasan.35

33

Y. Nathan Ilun, Tampang Buhul Warisan Purba , (Kuala Kapuas: 18 Juni 1987), 85.

34

Y. Nathan Ilun, 1987: 122.

35

(29)

3. Periode ketiga, ditandai dengan ciri periode jaman yang disebut dengan Tetek Tatum, yaitu jamannya Tambun Bungai. Menampilkan bayangan suasanan pada periode jamannya, disajikan melalui seni irama lagu yang disebut dengan Manatum. Melukiskan versi peristiwa yang menarik bagi para pendengarnya dengan bahasa khusus.36

4. Periode keempat, ditandai dengan pewarisan legenda atau ragam riwayat yang disebut dengan Sansana Bandar. Melukiskan ciri dari jaman itu, dan disajikan dengan seni suara yang disebut Karungut. Dalam rangkaian legenda ini, sudah ada uang ringgit, sultan Banjar, sultan Brunai, damar dan rotan sudah menjadi mata dagang.37

Di dalam ritual Manyangiang tidak menggunakan bahasa Dayak Ngaju sehari-hari namun bahasa yang digunakan adalah bahasa Sangiang atau Kutak Sangiang atau dikenal dengan Nyanyin Sangiang, Sebelum Tukang Sangiang dirasuki oleh Sangiang, Tukang Sangiang akan memanggil Sangiang dengan Nyanyin Sangiang. Ketika Tukang Sangiang memulai kalimat maka ia mengucapkan I i i i i i yang artinya IA yang maha Kuasa, awal dari segala-galanya dan IA pula yang menjadi akhir segala-galanya itu. IA Yang Maha Besar, Maha Pencipta dan Maha Menjauhkan segala hal-hal yang sifatnya tidak baik dari kehidupan manusia, serta ucapan tersebut membuka pintu langit dan memuji nama-Nya.38 Setelah itu dilanjutkan dengan Nyanyin Sangiang dengan contoh kutak:

Jadi turun nyaliauan tanduk, dinu tanggaran bulan jahawen.

(30)

Salandewen luhing, angkul timpung. Bumbung lunuk basalauh dawe.

Tapakalung jujung sangkulau dare, daren tingang hapintih dandan.

Artinya:

Sudah merasuk meliputi nyaliawan tanduk, bagaikan bulan timbul enam hari. Meliputi lawung, singkap antang, indah berharga delapan orang budak. Terlindung kain ikat kepala, bagaikan rimbunnya daun beringin. Meliputi ujung sampulau dare, dibuat dan diayam oleh banyak tangan.

4. Basir Pengampu

Dalam setiap proses pelaksanaan ritual Nyangiang, selain tukang Sangiang, ada pula orang yang menjadi pembantu tukang Sangiang yang disebut Basir Pengampu. Ia bertugas sebagai penterjemah pada saat tukang Sangiang dirasuki oleh Sangiang.39 Basir pengampu ini hanya sebagai penterjemah bahasa Sangiang yang diucapkan oleh Tukang Sangiang pada saat di rasuk oleh Sangiang, karena bahasa Sangiang ini berbeda dari bahasa Dayak Ngaju sehari-hari. Pada umumnya, Basir pengampu ini bisa dari kerabat yang melaksanakan ritual Manyangiang, atau bisa ditunjuk oleng Tukang Sangiang sendiri untuk membantunya. Basir pengampu juga harus memiliki pendengaran yang baik dalam mendengar yang diucapkan oleh Tukang Sangiang pada saat dirasuk, sebab yang diucapkan oleh Tukang Sangiang terkadang bahasanya terlalu cepat dan tidak bisa diulang. Oleh sebab itulah, Basir pengampu memiliki peran penting sebagai interpretasi dalam sebuah pelaksanaan ritual Manyangiang.

(31)

5. Upah

Upah atau hasil yang diterima oleh Tukang Sangiang ketika membantu seseorang yaitu

panyewut Sangiang iyete uju ratus, uju puluh, uju turu, uju suku. Jika upah dengan nominal

uang rupiah tidak bisa ditentukan, karena itu sukarela yang diberikan dari pihak yang dibantu. Bagi Indu Nari, tidak etis jika meminta dan menentukan upah uang, karena kemampuan perekonomian setiap keluarga yang dibantu tidak sama semua.40 Jika keluarga yang dibantu tidak memberikan uang sebagai upah, mereka sebagai Tukang Sangiang tidak akan memprotes atau memaksa supaya diberikan uang. Bagi mereka menolong seseorang lebih penting dan terutama, sedangkan upah dan lainnya seperti bagin sangiang hal kedua.41 Meskipun demikian, jika pendeng lunuk atau pendeng meja untuk bayar hajat itu bisa ditentukan upah pelaksanaannya. Paling mahal upah yang diterima oleh Tukang Sangiang yaitu satu juta setengah hingga dua juta rupiah. Bayar hajat ini biasanya dilakukan oleh orang yang perkekonomiannya menengah ke atas. Meskipun tidak sanggup dibayar oleh orang yang bayar hajat maka upahnya diganti dengan sadadia piring nyuang behas, sanaman, jika sampai pada

bayar hajat yang besar maka dilaksanakan pendeng meja dua puluh dua ekor ayam dan dua

ekor babi.42

40 Wawancara dengan Indu Nari, 17 Oktober pukul 09.02 WIB .

41Wawancara dengan Indu Tabuk, 29 Oktober pukul 10.15 WIB.

(32)

5. Basir dan Tukang Sangiang

Ada banyak orang yang kurang mengetahui terutama orang yang beraga di luar agama Hindu Kaharinga bahwa Basir dan Tukang Sanging berbeda. Di agama Hindu Kaharingan, pembawa Auh Ranying Hatalla Langit, Jatha Balawung Bulau di sebut dengan Basir atau ulama. Basir merupakan Upu,43 dialah orang yang menjadi pembawa kutak dan sekaligus menyanyikan Nyanyian Sangiang dalam upacara ritual. Ada pula orang-orang yang bisa membantu Basir dalam melaksanakan tugasnya yaitu Basir Pengampu. Jumlah Basir tergantung dari besar kecilnya upacara yang dilaksanakan. Jumlah Basir ini selalu ganjil, misalnya 1 (satu), 3 (tiga). 5 (lima), 7 (tujuh), 9 (Sembilan) dan paling banyak 11 (sebelas) orang.44 Basir menghafal seluruh tata cara dan adat istiadat agama yang mencakupi keseluruhan pelaksanaannya di dalam Hindu Kaharingan. Selain itu ada yang menjadi Mantir Kandayu yaitu orang yang membawa nyanyian pada saat Basarah di Balai.

Sedangkan Tukang Sangiang, ia hanya sebagai tokoh penyembuh dan dianggap sebagai orang yang memiliki ilham atau wahyu dari Hatalla. Tukang Sangiang tidak berperan dalam peribadatan di Balai Basarah atau ngandayu, ia hanya sebagai umat dan bukan salah satu bagian dari peribadatan itu. Akan tetapi dalam susunan dalam organisasi keagamaan, Tukang Sangiang termasuk di dalam tokoh masyarakat. Meskipun sebagai orang yang menerima wahyu, Tukang Sangiang tidak pernah meminta posisi yang tinggi di dalam organisasi keagamaan. Mereka hanya menuruti setiap keputusan yang dibuat oleh aturan Balai sebagaimana umat lainnya.45

43

Disebut yang tertua.

44

Drs. Rangkap I Nau, Buku Pelajaran Agama Hindu Kaharingan untuk Tingkat SMTP kelas II, 50-51.

(33)

6. Tukang Sangiang sebagai Seorang Penyembuh

Salah satu hal yang menarik dari Tukang Sangiang adalah kemampuannya untuk menolong seseorang yang sedang membutuhkan. Pertolongannya bisa berupa mangumul, menyembuhkan penyakit, bahajat, dan bisa juga membuang sial. Untuk menolong seseorang yang sakit, Tukang Sangiang bisa memeriksa pasiennya dengan cara disentuh supaya mengetahui apakah penyakit itu sakit biasa atau sakit keras. Jika hanya sakit biasa maka Tukang Sangiang hanya mangumul, namun jika seseorang itu sakit keras maka diadakanlah ritual manyangiang. Namun, jika seseorang ingin bahajat dan membuang sial maka harus dilaksanakan ritual manyangiang. Hal ini disebabkan karena, bahajat dan membuang sial biasanya memiliki syarat-syarat tertentu, dan melewati ritual manyangiang lah mereka dapat mengetahui pantangan apa saja yang tidak bisa dilakukan. Sebagai contoh, jika seorang ayah yang bahajat supaya anaknya 3 tahun yang akan datang anaknya lulus tes polisi, dan dalam ritual manyangiang dikatakan melewati Tukang Sangiang bahwa ayah dan anak tersebut tidak boleh menunduk melewati tali jemuran atau tidak boleh memakan ikan yang tidak bersisik, maka hal itu harus dilaksanakan.

Menurut Bapak Lia, cerita Tukang Sangiang dan asal usul bagaimana ia menolong seseorang tidak ada tercantum dalam buku apapun. Namun, diperkirakan tata cara pelaksanaanya hampir sama dengan cara yang diajarkan oleh Bawi Ayah pertama kalinya pada zaman dahulu.46 Ia mengatakan bahwa tata cara pelaksanaannya hampir mirip dengan Balian dan kemungkinan itulah cara mereka dapat berhubungan langsung dengan Sangiang. Hanya saja, yang membedakannya ialah mereka yang menjadi Tukang Sangiang ini adalah

(34)

orang yang memiliki ilham dari Sangiang sehingga ia menjadi orang yang terpilih. Maka, dalam kitab Panaturan diceritakan bagaimana Bawi Ayah mengajarkan tata cara Balian seperti yang difirmankan Ranying Hatalla dalam Kitab Panaturan Pasal 32 halaman 227-263:

(35)

7. Peran Tukang Sangiang

Di dalam kehidupan sehari-hari, Tukang Sangiang melakukan aktivitasnya seperti masyarakat pada umumnya. Selain sebagai ibu rumah tangga, mereka juga sering mengikuti kegiatan di tengah masyarakat. Beberapa hal yang Tukang Sangiang lakukan yakni:

a. Tokoh Adat dalam Struktur Kepemerintahan

Tidak semua Tukang Sangiang memiliki peran yang sah dalam kepemerintahan, hanya Indu Tubuk yang memiliki peran dalam keanggotaan sebagai Tokoh Adat dalam struktur organisasi kemasyarakatan di Resort Dahirang wilayah Kuala Kurun, Kabupaten Gunung Mas. Tugasnya sebagai pembimbing jika ada kegiatan seni budaya daerah. Selain itu, ia juga merupakan tokoh yang penting dalam struktur keagamaan yaitu agama Kaharingan di Kuluk Guhung. Ia terpilih menjadi orang yang bertanggung jawab dalam mengurus Balai dan organisasi keagamaan di dalamnya.

b. Membantu Masyarakat yang Mengalami Kesulitan

Indu Nari mengatakan bahwa menjadi Tukang Sangiang itu merupakan sebuah tanggung jawab, karena tanggung jawab tersebut berasal dari sang Ilahi. Oleh sebab itulah, jika ada seseorang yang meminta pertolongan selama Tukang Sangiang mampu untuk menolong maka orang tersebut harus ditolong.47 Setiap orang yang meminta bantuan dari Tukang Sangiang bermacam-macam, diantaranya ada yang memohon bantuan untuk menyembuhkan sakit penyakit, bahajat, atau bahkan membuang sial. Akan tetapi, yang meminta pertolongan kepada Tukang Sangiang ini dari masyarakat yang menganut agama

(36)

Hindu Kaharingan. Jika ada yang dari penganut agama lain seperti Kristen mungkin hanya satu atau dua orang dalam sebulan.

Di dalam membantu masyarakat yang mengalami kesulitan ini ada pula syarat-syarat yang harus disediakan. Syarat-syarat tersebut bervariasi sesuai dengan kategori permintaan yang diinginkan. Jika seseorang hanya sakit demam biasa, maka tidak perlu menyiapkan apa-apa. Namun jika sakit keras maka harus pendeng lunuk pendeng meja yang berisi berbagai macam keperluan yang dibutuhkan oleh kehendak Sangiang. Jika bahajat maka syarat-syarat yang disediakan hanya pedeng meja. Setiap Tukang Sangiang tidak pernah menentukan imbalan yang harus dibayar kepadanya. Indu Tabuk mengatakan bahwa, jika zaman dahulu Sangaing perna menyebutkan harga yang harus di bayar, yakni uju ratus uju puluh uju taru uju

suku.48 Namun sekarang ini, pemberian berdasarkan kemampuan pihak keluarga. Dari semua

Tukang Sangiang yang diwawancari oleh penulis hanya Indu Tabuk yang pernah dibayar dua juta rupiah ketika menyembuhkan anak salah satu dosen di kota Palangkaraya.

c. Menjadi Perantara antara Sangiang dan Manusia

Hal yang sangat penting dari peran Tukang Sangiang yaitu ia mampu menjadi perantara antara yang Ilahi dan manusia. Hal yang sulit dipahami dengan nalar yakni keajaiban yang terjadi seperti kesembuhan dan hasil yang selalu baik. Oleh sebab itulah Tukang Sangiang dianggap oleh masyarakat sebagai seorang yang spesial. Aldeno mengatakan49 bahwa meskipun dirinya adalah seorang yang menganut agama Kristen, namun ia mengenal Tukang Sangiang sebagai orang yang menerima ilham atau wahyu dari yang kuasa. Ia berbeda dengan masyarakat biasa meskipun ia bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya.

48 Wawancara dengan Indu Tabuk, 29 Oktober pukul 10.15 WIB.

(37)

Sebagai perantara, tubuh Tukang Sangiang menjadi objek yang digunakan sebagai sarana yang digunakan Sanginga untuk dirasuki. Cara merasuknya yakni melalui ritual

Manyangiang. Pada zaman dahulu, pada saat Sangiang merasuk ke tubuh Tukang Sangiang

jika Tukang Sangiang itu tidak sanggup menerima roh sangiang merasuk dirinya maka Tukang Sangiang tersebut tidak sadar diri atau pingsan. Contoh lain, jika Sangiang yang merasuk memiliki kekuatan yang luar biasa maka orang-orang yang lemah hambaruan dalam mengikuti ritual manyangiang akan kesurupan karena tidak sanggup menahan dampak dari kuasa Sangiang yang datang. Itulah sebabnya, tubuh Tukang Sangiang harus bersih dari segala benci dan dendam sebelum melaksanakan ritual manyangiang.

d. Peran Tukang Sangiang dalam Masyarakat

Tidak ada peran yang menonjol dalam kehidupan bermasyarakat dari Tukang Sangiang, namun sosok mereka sering dianggap orang yang bajenta bajurah.50 Tukang Sangiang sering berbaur dan sering ikut serta dalam setiap kegiatan di desa yang ia tempati. Kegiatan yang sering mereka lakukan seperti membantu masyarakat yang menanam padi, berkebun, atau bahkan membuka lahan. Selain itu, Tukang Sangiang bersama masyarakat yang lainya terkadang ngabehu sungei dan danau. Ini mengangtikan bahwa, meskipun Tukang Sangiang merupakan seseorang yang dianggap spesial dari masyarakat pada umumnya, namun Tukang Sangiang tidak membatasi dirinya menjadi seorang yang superior di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Indu Tabuk, bahwa menjadi Tukang Sangiang bukanlah kehendaknya. Ia merupakan manusia biasa yang sama seperti masyarakat yang lain.

(38)

Pada sore hari, di rumah Indu Garinda setiap harinya banyak warga yang bertamu meskipun hanya sekedar bercerita sambil menikmati sipa dan ruku. Indu Garinda dan masyarakat tidak membatasi diri karena ada perbedaan yang secara signifikan tidak terlihat. Namun, meskipun demikian jika ada hal yang memerlukan nasehat atau bahkan masukan maka terkadang ada masyarakat meminta nasehat atau masukan meskipun di dalam forum yang tidak formal itu.

e. Peran Tukang Sangiang di Tegah Keluarga

Anak Indu Palau megatakan bahwa ia merasa bangga akan keberadaan ibunya yang menjadi Tukang Sangiang. Bahkan ia berharap, suatu saat nanti Sangiang memilihnya menjadi Tukang Sangiang.51 Menjadi seorang yang dianggap spesial di dalam pandangan masyarakat, tidaklah membatasi relasi yang ada antara Tukang Sangiang dan keluarganya. Tukang Sangiang hidup seperti seorag ibu rumah tangga pada umumnya. Di dalam kehidupan beragama, anak-anak diajarkan untuk menaati setiap yang diajarkan oleh Ranying Hatalla langit meskipun keadaan manusia itu terbatas. Oleh sebab itu, anak-anak dan suami dari Tukang Sangiang tidak ada yang merasa terganggu dengan profesi yang diembannya. Tukang Sangiang juga menjalankan berbagai macam kegiatan di dalam rumas, seperti memasak, membersihkan rumah, mencuci, dan semua pekerjaan yang perlu dilakukan. Di dalam pengamatan penulis, kehidupan Tukang Sangiang di dalam keluarga terlihat harmonis dan saling menasehati.

Akan tetapi, hal yang mejadi tantangan bagi Tukang Sangiang ialah pada saat mereka harus meninggalkan keluarga ketika membantu orang yang sedang membutuhkan di daerah yang jauh. Terkadang mereka harus meninggalkan suami dan anak-anak selama berhari-hari.

(39)

Karena hal inilah, suami dari Indu Palau selalu menemaninya setiap pergi ke tempat yang jauh. Hal ini mencegah jika terjadi hal yang tidak diharapkan yang dapat mengganngu pekerjaan Indu Palau dalam menjalankan tugasnya sebagai Tukang Sangiang.

f. Peran Tukang Sangiang dalam Ritual Manyangiang

Tukang Sangiang menjadi tokoh utama yang memimpin ritual manyangiang dan sepenuhnya berperan dalam ritual ini. Sebagai pelaku utama dalam ritual ini, maka Tukang Sangiang bertanggung jawab atas semua yang dilaksanakannya. Sebagai contoh, untuk mengatur syarat-syarat, persiapan, dan waktu dimulainya ritual manyangiang diatur oleh Tukang Sangiang. Apapun yang disampaikan oleh Tukang Sangiang ketika ia kerasukan oleh Sangiang harus diingat oleh orang yang mengikuti ritual ini, khususnya bagi yang disembuhkan. Karena Tukang Sangiang tidak mengingat apapun ketika tubuhnya dirasuki oleh Sangiang. Meskipun dalam kondisi kerasukan, tidak ada seorangpun yang berani untuk mengganggu Tukang Sangiang dalam keadaan tersebut atau mengambil alih ritual ini.

Referensi

Dokumen terkait

Upaya-upaya yang telah ditempuh itu diantaranya adalah kesepakatan Jenewa antara Korea Utara dengan Amerika Serikat, dikeluarkannya sejumlah resolusi oleh Dewan Keamanan

Pada sistem DRP pembelian bahan baku dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pusat distribusi pada jaringan multiekselon, sedangkan sistem persediaan dengan jumlah pesanan

Hal ini sesuai dengan penelitian Basu dan Van (1998) dalam teori “Luxury Axiom” menyatakan bahwa rumah tangga mengirim anak-anak mereka untuk bekerja hanya ketika didorong

Maka pengadilan dapat menjual aset-aset berharga milik perusahaan (bersama) jika tidak menutupi maka bisa diambil dari pribadi. Pihak yang ingin memiliki harta

[r]

Dengan adanya interpersonal skill diharapkan perawat bisa bekerjasama dengan orang lain dan melakukan sinergi untuk membuahkan hal-hal yang positif termasuk bentuk

merupakan bahan yang dijadikan dasar untuk refleksi berikut. Pada tindakan berikutnya akan diadakan perbaikan- perbaikan atas kelemahan-kelemahan yang terjadi selama

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian kombinasi fraksi etil asetat akar Pasak Bumi dan doxorubicin pada tikus betina Sprague Dawley yang telah