Dalam pembukaan Undang - Undang 1945 alinea keempat terdapat tujuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia meliputi 4 (empat) aspek pelayanan pokok
aparatur terhadap masyarakat , yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteran umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 1 Dimana ini merupakan
tanggung jawab Pemerintah dan dilaksanakan oleh instansi Pemerintah, baik itu di
pusat maupun di daerah.
Pemerintah pada awalnya dibentuk untuk menghindari keadaan dimana
sebuah wilayah yang dihuni oleh masyarakat serba mengalami kekacauan.
Aktifitas pemerintah dalam upaya memelihara kedamaian dan keamanan suatu
wilayah menjadi kewenangan utama baik secara internal maupun eksternal.
Sebagaimana tujuan utama dibentuknya pemerintah adalah untuk menjaga suatu
sistem ketertiban dimana masyarakat bisa menjalani kehidupannya secara wajar.
Dengan kata lain, pada hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat yang
merupakan fungsi utama atau primer dari pemerintah.
Dalam mengahadapi era globalisasi yang penuh tantangan dan peluang,
aparatur negara sebagai pelayan masyarakat dituntut untuk memberikan pelayanan
yang sebaik – baiknya menuju Pemerintahan yang baik ( Good Governance ).
1
Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat setiap waktu itu seperti pelayanan
publik yang berkualitas dari birokrat yang dilakukan secara transparan dan
akuntabilitas.
Fungsi utama pemerintah daerah menurut Undang Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yakni sebagai pelayan masyarakat.
Berdasarkan paradigma tersebut aparat pemerintah daerah khususnya aparat
pemerintah Kecamatan dituntut untuk dapat memberikan pelayanan optimal
kepada masyarakat. Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Otonomi Daerah
terlebih setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, dimana Pemerintah Daerah diberikan kewenangan yang
demikian luas oleh Pemerintah Pusat untuk mengatur rumah tangga daerahnya
sendiri, termasuk didalamnya adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat di
daerahnya.2
Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan
publik yang prima bagi semua penduduknya sesuai yang telah diamanatkan dalam
Undang-Undang. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik disebutkan pengertian pelayanan publik sebagai berikut :
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan Perundang - undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan / atau pelayanan
2
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.3Pelayanan
publik berbentuk pelayanan barang publik maupun pelayanan jasa.
Pelayanan Publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor Kep/25/M.PAN/2/2004 yaitu “Segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan,maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan Perundang –Undangan”. 4Pelayanan publik merupakan tanggung jawab
pemerintah dan dilaksanakan oleh instansi Pemerintah, baik itu di pusat, di
daerah, maupun dalam Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ). Oleh karena itu
pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan
meskipun hasilnya tidak terikat.5
Pelayanan publik dipilih sebagai cara tepat untuk mewujudkan Good
Governance dikarenakan dalam penyelenggaraan pelayanan publik melibatkan
kepentingan semua unsur yaitu pemerintah, masyarakat sipil dan mekanisme
pasar, sehingga dianggap memiliki pengaruh besar terhadap aspek-aspek fungsi
pemerintah lainnya. Pelayanan publik yang baik adalah pelayanan yang tidak
menghasilkan kesenjangan antara apa yang dilihat dan diharapkan oleh
masyarakat dengan apa yang diberikan oleh pemerintah sebagai penyelenggara
pelayanan publik seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25
3
Undang – Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
4
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa Pemerintah wajib untuk
membangun kepercayaan masyarakat melalui penyelenggaraan pelayanan publik
yang baik seiring dengan harapan dan tuntutan masyarakat. Namun hingga saat ini
pelayanan publik yang ada di Indonesia penuh dengan ketidakpastian waktu,
biaya, dan prosedur pelayanannya. L.P Sinambela menyatakan :
“Bahwa masyrakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan public yang berkualitas dari apaarat pemerintah, meskipun tuntutan tersebut seringkali tidak sesuai dengan harapan, sebab pelayanan public selama ini masih bercirikan : berbelit-belit, lambat, mahal, dan melelahkan. Kecenderungan seperti ituy terjadi karena masyrakat masih diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan dilayani”.6
Dalam konteks negara modern, pelayanan publik telah menjadi lembaga
dan profesi yang semakin penting. Ia tidak lagi merupakan aktivitas sambilan,
tanpa payung hukum, gaji dan jaminan sosial yang memadai, sebagaimana terjadi
di banyak negara berkembang pada masa lalu.
Pelayanan publik yang merupakan salah satu kebutuhan dalam rangka
pemenuhan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan sepertinya masih
menjadi impian, dan jauh dari harapan. Rendahnya tingkat produktivitas aparatur
Negara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta munculnya
praktek KKN dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang mampu
memunculkan pelayanan yang bersifat diskriminatif. Pengaduan masyarakat
merupakan bentuk ungkapan ketidakpuasan masyarakat atas kualitas pelayanan
yang diterima yang sering berujung lahirnya tuntutan publik, seringkali dipandang
sebagai hal yang buruk bagi kehidupan suatu organisasi, termasuk birokrasi.7
6
L.P. Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik, Bumi Aksara, Jakarta, 2006, hal.4
7
Pentingnya pelayanan publik bagi masyarakat guna memenuhi kebutuhan
mereka setiap hari, mendorong Pemerintah sebagai penyedia layanan untuk terus
menciptakan pelayanan yang berkualitas sesuai harapan masyarakat. Hal yang
paling penting dalam peningkatan kualitas pelayanan publik yang diselenggarkan
oleh pemerintah adalah adanya kesetaraan posisi antara masyarakat sebagai
pengguna layanan dengan pemerintah atau aparatur penyedia pelayanan publik..
Dwiyanto menyatakan bahwa tersedianya ruang untuk menyampaikan
aspirasi (voice) dalam bentuk pengaduan dan protes terhadap jalannya
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan publik akan sangat penting
peranannya bagi upaya perbaikan kinerja tata pemerintahan secara
keseluruhan.8Dalam KEPMENPAN Nomor 63 tahun 2003, untuk menampung
pengaduan, unit pelayanan wajib menyediakan saluran pengaduan misalnya :
kotak pengaduan, loket pengaduan, bisa juga melalui call center, hotline, atau
melalui media massa seperti radio, koran, dll. Namun selama ini mekanisme
pengaduan masyarakat di beberapa instansi pemerintah hanya diberi “ruang”
dalam bentuk kotak pengaduan atau saran dan pesan singkat melalui SMS yang
tidak diintegrasikan dalam sebuah mekanisme atau pengelolaan pengaduan yang
efektif dan transparan. Ketiadaan informasi tentang prosedur penyampaian dan
penyelesaian pengaduan, serta aparat yang bertanggung jawab, menjadikan
masyarakat tidak mampu untuk mengawasi proses penanganan pengaduan serta
menyulitkan instansi pemerintah untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat,
8
mengetahui kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, dikarenakan
masyarakat enggan untuk menyampaikan keluhannya.
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat
dipisahkan dari tata kehidupan makhluk hidup, oleh karena itu tanah mempunyai
fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Setiap manusia memerlukan
tanah sebagai tempat tinggalnya maupun untuk mencari nafkah bagi kelangsungan
hidupnya. Hubungan manusia dengan tanah merupakan hubungan yang sangat
erat dan bersifat abadi, dimulai sejak manusia lahir hingga akhir hayatnya
manusia selalu berhubungan dengan tanah.
Kebutuhan akan tanah dari hari ke hari semakin meningkat, antara lain
disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan,
sedangkan luas tanah terbatas atau tetap. Dengan meningkatnya pembangunan di
segala bidang, dan adanya tuntutan akan adanya mutu kehidupan yang lebih baik
sebagi dampak positif dari keberhasilan pembangunan yang sedang dilaksanakan,
semuanya ini memerlukan tanah sebagai sarana dasarnya. Sehubungan dengan hal
tersebut, dalam pelaksanaan pembangunan nasional digariskan kebijakan nasional
di bidang pertanahan, sebagaiman dimuat dalam Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Seluruh wilayah Indonesia adalah merupakan suatu kesatuan tanah air
Indonesia yang merupakan milik bangsa Indonesia yang telah dikaruniakan oleh
kekayaan alam yang terkandung didalamnya mempunyai hubungan yang abadi
dengan bangsa Indonesia. Bumi, air dan ruang angkasa atau dalam arti sempit
disebut dengan tanah, harus benar-benar dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat Indonesia, yang berarti tidak dapat dialihkan kepada bangsa
lain dalam bentuk apapun juga.
Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak – hak yang
disediakan oleh UUPA, adalah untuk digunakan atau dimanfaatkan. Diberikannya
dan dipunyainya tanah dengan hak – hak tersebut tidak akan bermakna jika
penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai permukaan bumi saja. Untuk
keperluan apapun tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga penggunaan sebagian
tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya. Oleh
karena itu dalam ayat (2) dinyatakan bahwa hak – hak atas tanah bukan hanya
memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi
yang bersangkutan, yang disebut “tanah”, tetapi juga tubuh bumi yang ada
dibawahnya dan air serta ruang yang ada di atasnya.
Dengan demikian maka yang dipunyai dengan hak atas tanah itu adalah
tanahnya dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi. Tetapi wewenang
menggunakan yang bersumber pada hak tersebut diperluas hingga meliputi juga
penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada di bawah tanah dan air serta ruang
yang ada di atasnya. Tubuh bumi dan air serta ruang yang dimaksudkan itu bukan
kepunyaan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Ia hanya diperbolehkan
menggunakannya. Dan itupun ada batasannya seperti yang dinyatakan dalam
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas – batas menurut
undang – undang ini ( yaitu UUPA ) dan Peraturan – peraturan lain yang lebih
tinggi.9
Masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah tersebut masih beranggapan
bahwa pelayananan di bidang pertanahan masih terlalu sulit dan berbelit – belit
dalam prosedur, lamanya waktu pemrosesan serta biaya yang tinggi. Penyebabnya
bisa dikarenakan pelayanan kantor pertanahan yang kurang optimal. Hal ini
menunjukkan adanya tuntutan masyarakat akan perlunya keterbukaan dalam
pelaksanaan tugas, prosedur pembayaran yang sederhana, kepastian waktu dan
biaya yang harus dibayar oleh masyarakat dalam penyelesaian urusan hak atas
tanahnya, serta berbagai kemudahan dalam pelayanan maupun perlindungan hak –
hak dan kepentingan masyarakat.
Dilandasi oleh amanat yang terkandung dalam pasal 33 ayat (3) Undang –
undang Dasar Tahun 1945, sebagai kelanjutannya maka telah disusun Undang –
undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – pokok Agraria (
UUPA ) yang berarti bahwa telah diletakkan dasar yang kokoh bagi pelaksanaan
pembangunan pertanahan guna terwujudnya tujuan pembinaan hukum pertanahan
nasional dan menyelenggarakan administrasi pertanahan guna terwujudnya tujuan
pembangunan nasional.
Sebagaimana kita ketahui salah satu lembaga yang menjalankan tugas
sebagai pelayanan dalam bidang pertanahan adalah BPN ( Badan Pertanahan
Nasional ) yang mempunyai fungsi melaksanakan pelayanan pertanahan kepada
9
masyarakat. Oleh sebab itu kiranya wajar apabila pelaksanaan tugas Badan
Pertanahan Nasional akan selalu menjadi pusat perhatian masyarakat. Dimana
salah satu yang menjadi faktor penting yang mendorong munculnya krisis
kepercayaan masyarakat kepada lembaga pemerintahan adalah pelayana
masyarakat yang diberikan oleh aparatur pemerintah seringkali cenderung rumit
seperti :
a) Tata cara pelayanan
b) Rendahnya pendidikan aparat
c) Disiplin kerja. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan
lembaga tersebut.
Jadi tidak heran lagi sering mendengarkan tuntutan perubahan sering
ditujukan kepada aparatur pemerintah, menyangkut pelayanan publik khususnya
bidang pertanhanan yang di berikan kepada masyarakat. Rendahnya mutu
pelayanan pertanahan merupakan citra buruk pemerintah di tengah masyarakat.
Dan bagi masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi selalu
mengeluhkan, dan kecewa terhadap tidak layaknya aparatur dalam memberikan
pelayanan.
Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan perhatian terhadap
upaya-upaya untuk lebih meningkatkan pelayanan pertanahan tersebut. Upaya
peningkatan pel a yanan pert anahan kepada masyarakat mempunyai aspek
yang sangat luas, dari tingkat kebijakan termasuk penerbitan ketentuan peraturan
yang diperlukan sampai tingkat pelaksanaannya. Dalam upaya meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam pengelolaan dan pengembangan pembangunan
pertanahan.
Oleh karena BPN (Badan Pertanahan Nasional) merupakan bagian internal dari
komponen pembangunan bangsa, sebagaimana dengan komponen pembangunan bangsa
yang lainnya maka peran dan posisi BPN dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat , baik sebagai penegak kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia maupun dalam peran membangun bangsa (nation building) dengan
mengedepankan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum,
lingkungan hidup, dan prinsip hidup berdampingan secara damai. Keberadaan
organisasi BPN menjangkau sampai kedaerah pedesaan diseluruh wilayah
Indonesia maka kegiatan dibidang Pertanahan akan dapat memberikan konstribusi
konstruktif dalam pembangunan bangsa bila bentuk dan implementasi kegiatan
dapat disinkronisasikan dengan kegiatan pemerintah daerah Kabupaten/Kota
salah satunyadalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang sering
disebut dengan pelayanan publik.
Implementasi Undang – undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah jo Undang – undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah
kedepan salah satunya adalah bagaimana dapat meningkatkan kualitas pelayanan
publik berdasarkan Undang- undang Nomor 25 tahun 2009 sesuai dengan asas –
asas umum penyelenggaraan negara dan sekaligus merupakan perwujudan dari
prinsip utama kebijakan desentralisasi yaitu demokratisasi, akuntabilitas publik
Berdasarkan pertimbangan ini penulis tertarik untuk mengetahui pelayanan
publik khususnya di bidang pertanahan di Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Deli Serdang sehingga memilih judul dan mengkhusukan penelitian tentang “
Tinjauan Hukum tentang Pelayanan Publik di Bidang Pertanahan ( Studi Di
Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang )”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan – permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan Pelayanan Publik di bidang Pertanahan?
2. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan Pelayanan Publik pada Kantor
Badan Pertanahan Nasional ( BPN ) Kabupaten Deli Serdang ?
3. Apa hambatan dalam Pelaksanan Pelayanan Publik tersebut dan
bagaimana solusi atau upaya yang dilakukan dalam mengatasi
Permasalahan Pelayanan Publik dalam bidang Pertanahan pada Kantor
Badan Pertanahan Nasional ( BPN ) Kabupaten Deli Serdang ?
C. Tujuan Penelitian
Selain untuk melengkapi persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara, tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan memahami prosedur Pelayanan Publik dalam
Bidang Pertanahan
2. Untuk mengetahui dan melihat bentuk Badan Pertanahan Nasional di
3. Untuk mengetahui apakah Pelayanan Publik di Badan Pertanahan Nasional
Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan standar Pelayanan Publik di Badan
Pertanahan Nasional Pusat
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan di atas, maka diharapkan
penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan
manfaat dibidang pengetahuan baik melalui pengembangan teori dan
analisisnya untuk kepentingan penelitian dimasa yang akan datang
khususnya mengenai Pelayanan Publik di Bidang Pertanahan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat memperluas wawasan peneliti serta
menambah ilmu pengetahuan di bidang Pemerintahan dan di bidang
Penyelenggara Tugas dan Peran BPN dalam Pelayanan Publik.
b. Bagi Kantor Badan Pertanahan Nasional ( BPN ) Kabupaten Deli
Serdang
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pelaksanaan
Pelayanan Publik di Bidang Pertanahan baik secara teori maupun
c. Bagi Universitas Sumatera Utara
Untuk menambah koleksi pustaka dan bahan bacaan bagi mahasiswa
program studi Administrasi Negara pada khusunya, mengenai
kontribusi peran BPN dalam Pelayanan Publik dan mahasiswa
Universitas Sumatera Utara pada umumnya .
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelusuran penulis di
Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan di perpustakaan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis tidak menemukan adanya
judul skripsi mengenai “ Tinjauan Hukum tentang Pelayanan Publik di
Bidang Pertanahan pada Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Kabupaten Deli Serdang”. Sehingga penulis dapat menjamin keaslian
penulisan yang dilakukan oleh penulis.
F. Tinjauan Kepustakaan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan judul yaitu “Tinjauan
Hukum Tentang Pelayanan Publik di Bidang Pertanahan”.
Sebelum penulis melanjutkan pembahasan, terlebih dahulu penulis
mencoba memberikan beberapa penjelasan, pengertian, secara umum dari judul
skripsi ini, sekaligus memberikan penegasan demi mencegah kesimpangsiuran
atau kekaburan dalam memahami tulisan ini.
1. “Pelayanan Publik” Istilah Pelayanan berasal dari kata “layani” yang artinya menolong menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain
pelayanan, bahkan secara ekstrem dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak
dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.10 Dan Publik itu sendiri
adalah orang banyak, umum, masyraka, semua orang yang datang untuk
menonton. Di dalam Hukum Administrasi Negara, istilah “pelayanan publik” diartikan sebagai segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
oleh instansi pemerintah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan orang,
masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum maupun sebagai
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.11.
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefenisikan
sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik
maupun jasa publikyang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan oleh instansi pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah,
dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Untuk itu, diperlukan konsepsi sistem pelayanan publik yang berisi
nilai, persepsi, dan acuan perilaku yang mampu mewujudkan hak asasi
manusia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik serta aturan pelaksananya dapat diterapkan
sehingga masyarakat memperoleh pelayanan sesuai dengan harapan dan
10
Prof. Dr. Lijan Poltak Sinambela, dkk., Reformasi Pelayanan Publik, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2006,hal.3
11
cita-cita tujuan nasional. Dengan mempertimbangkan hal di atas,
diperlukan peraturan Perundang - undangan di daerah yang mengatur
mengenai penyelenggaraan Pelayanan Publik yang akan dipergunakan
sebagai pedoman bagi aparatur pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Ditinjau dari bidang hukumnya maka terdapat beberapa Dasar –
dasar Hukum dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik :
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diperbaharui dengan
diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (untuk selanjutnya
disingkat UU Nomor 23 Tahun 2014), sejak ditetapkan tanggal 30
September 2014;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik, dsb.12
12
Lampiran I Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 34 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik,
Selanjutnya terkait dengan pengertian tentang pelayanan
publik diatas, maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa pelayanan
publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang
publik maupun jasa publik yang menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan oleh Institusi Pemerintah Pusat maupun Daerah dalam
rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang – undangan.
Berkaitan dengan pengaturan hukum pelayanan publik yang
telah dikemukakan diatas, maka apapun yang berkenan dengan
pelayanan publik seharusnya bertujuan untuk memberikan kemudahan
bagi masyarakat sebagai subyek penerima pelayanan. Selanjutnya,
apabila aturan tersebut benar – benar diaplikasikan secara baik dan
benar diyakini akan menjadikan suatu penyelenggaraan pemerintahan
daerah (otonomi) lebih efisien dan efektif dalam memberikan
pelayanan kepada publik, meskipun pada saat yang sama harus
didukung oleh kemampuan pemerintah (daerah).
2. “Pertanahan” Sebutan tanah dalam bahasa kita dapat dipakai dalam
berbagai arti. Maka dalam penggunannya perlu diberi batasan, agar
diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan. Dalam Hukum Tanah
kata sebutan “tanah” dipakai dalam arti Yuridis, sebagai suatu pengertian
yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA bahwa atas dasar hak menguasai
dari Negara ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi
orang-orang. Dengan demikian jelaslah, bahwa tanah dalam pengertian yuridis
adalah permukaan bumi (ayat 1).13
Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan
sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan. Hal ini memberikan
pengertian bahwa merupakan tanggung jawab nasional untuk mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sebagaimana dalam Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan : ”Bumi air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut maka
disusunlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok Agraria. Salah satu tujuan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
adalah untuk memberikan kepastian hukum berkenaan dengan hak-hak atas
tanah yang dipegang oleh masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui salah satu lembaga atau organisasi
penyelenggara yang menjalankan tugas sebagai pelayanan dalam bidang
pertanahan adalah BPN ( Badan Pertanahan Nasional ) yang mempunyai
fungsi melaksanakan pelayanan pertanahan kepada masyarakat. Dimana
Organisasi Penyelenggara tersebut berkewajiban menyelenggarakan
pelayanan publik sesuai dengan tujuan. Pembentukan meliputi pelaksanaan
pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi,
pengawasan internal, penyuluhan kepada masyarakat dan pelayanan
konsultasi.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden
dan dipimpin oleh Kepala Badan Pertanahan Nassional (BPN). BPN diatur
melalui Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional. (Sesuai pasal 2 Perpres No. 10 Tahun 2006) Badan
Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral
Badan Pertanahan Nasional adalah lembaga pemerintah non
departemen yang mempunyai bidang tugas dibidang pertanahan dengan unit
kerjanya, yaitu kantor wilayah BPN ditiap-tiap Provinsi dan di daerah
Kabupaten atau Kota yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan
pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah. Lembaga tersebut dibentuk
untuk membantu presiden dalam mengelola dan mengem bangkan
administrasi pertanahan, baik berdasarkan UUPA maupun peraturan
perundang-undangan lain yang meliputi pengaturan penggunaan,
penguasaan dan pemilikan tanah, penguasaan hak-hak tanah, pengukuran
dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah
pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh presiden.
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu tugas pokok Badan Pertanahan
Nasional sekaligus merupakan salah satu fungsi kantor pertanahan
masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan upaya untuk lebih
meningkatkan pelayanan pertanahan, upaya peningkatan pelayanan
pertanahan kepada masyarakat mempunyai aspek yang sangat luas, dari
tingkat kebijakan termasuk penerbitan ketentuan peraturan yang diperlukan
sampai tingkat pelaksanaannya.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2006
tentang Badan Pertanahan Nasional. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia adalah :
1) Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
2) Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.
G. Metode Penelitian
Untuk menulis atau menyusun Skripsi ini digunakan data baik primer
maupun sekunder. Guna memperoleh data tersebut perlu diadakan penelitian atau
research, yaitu kegiatan mencari dan mengumpulkan keterangan, data yang masih
tersimpan dan pengetahuan baru yang lebih mendekati kebenaran. Adapun metode
penelitian yang dilakukan penulis dengan berbagai cara, yaitu :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian yuridis
normatif.Pada penelitian Yuridis Normatif itu sendiri adalah penelitian
yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah
perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini14. Pendekatan ini
dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari
buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penelitian ini Pendekatan ini dilakukan demi
memperoleh data sekunder.
2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis melakukan riset di Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Kabupaten Deli Serdang. Dimana penelitian ini tujuannya
adalah untuk mengetahui bagaimana BPN dalam melaksanakan perannya
dalam memberikan Pelayanan Publik atau sebagai Penyelenggara Publik
dan sejauhmana peran tersebut dapat memberikan kontribusi bagi
kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan siapa yang
menyelenggarakan fungsi serta tugas tersebut sebagaimana yang diatur
dalam organisasi BPN .
3. Sumber Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan Data Sekunder.
Data sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan
(library research) yang diperoleh dari berbagai literature yang terdiri dari
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil penelitian yang
mempunyai hubungan erat terhadap objek permasalahan yang diteliti. Data
yang diambil dari bahan pustaka tersebut terdiri dari 3 sumber bahan
hukum, yaitu bahan hukum primer,sekunder dan tersier.
14
Untuk lebih jelasnya penulis akan mengemukakan sebagai berikut:
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang
membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang–undangan,
dan putusan hakim. Bahan Hukum Primer yang penulis gunakan adalah :
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang –
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Undang –
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok
Agraria,Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak
mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang
merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang
mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan
petunjuk ke mana peneliti akan mengarah. Yang dimaksud dengan bahan
sekunder disini oleh penulis adalah doktrin–doktrin yang ada di dalam
buku, jurnal hukum dan internet.
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam hal ini penulis menggunakan dua instrumen atau alat
dalam memperoleh data-data yang diperlukan sehingga isi skripsi ini
dapat terungkap dengan jelas, yakni dengan studi pustaka untuk
mendapatkan data sekunder serta wawancara dan informan untuk
melengkapi data. Berikut cara yang dimaksud:
a. Penelitian Kepustakaan (library research)
Pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai literatur hukum,
himpunan peraturan peraturan-peraturan hukum, teori-teori ilmiah
dan sejumlah tulisan serta peraturan pemerintah terutama yang
menyangkut mengenai judul penulis. Dalam rangka pengumpulan
data-data melalui penelitian kepustakaan maka penulis meneliti
melalui sumber bacaan yang berhubungan dengan judul skripsi ini,
yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar
dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi.
Penelitian yang dilakukan dengan membaca serta menganalisa
peraturan perundang-undangan maupun dokumentasi lainnya seperti:
karya ilmiah para sarjana, majalah, surat kabar, internet maupun
sumber teoritis lainnya yang berkaitan dengan materi skripsi yang
diajukan.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Kegiatan ini penulis lakukan dengan cara turun langsung ke
untuk memperoleh data yang akurat, diperlukan informasi langsung
dengan melakukan : Wawancara (interview) yaitu, mengadakan
tanya jawab dengan informan yakni pejabat-pejabat instansi/kantor
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Deli Serdang yang ada
hubungannya dengan penelitian ini.
4. Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganilisis data adalah analisis kualitatif,
yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan
selanjutnya dianilisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah
yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana bab – bab tersebut
disesuaikan dengan isi dan maksud dari tulisan skripsi ini, secara garis besar
pembahasannya dibagi lagi dalam sub-sub bab sesuai dengan penulisan skripsi.
Adapun kelima bab tersebut dapat dilihat dari gambaran sebagai berikut :
Bab I. Pendahuluan
Dalam bab ini merupakan materi dasar mengenai masalah dan uraian
pembahasannya yang berisikan tentang Latar Belakang penulisan skripsi,
Perumusan Masalah yang akan di teliti, diuraikan pula Tujuan Penulisan dan
Manfaat Penulisan baik secara praktis maupun secara teoritis, Kaslian
Penulisan bahwa tulisan ini adalah karya Penulis, Tinjauan Kepustakaan,
Bab II. Pengaturan Pelayanan Publik dalam Bidang Pertanahan.
Dalam bab ini penulis memaparkan mengenai Pengertian dan Landasan
Hukum Pelayanan Publik, , Standar Pelayanan Publik, selanjutnya
membahas Instansi Penyelenggara Pelayanan Publik.
Bab III. Pelaksanaan Pelayanan Publik di Kantor Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Deli Serdang.
Bab ini menjelaskan tentang bagaimana Gambaran Umum Kantor Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deli Serdang, selanjutanya apa saja
Jenis – Jenis Pelayanan Publik di Kantor BPN tersebut dan Bagaimana
Pelaksanaan Pelayanan Publik di Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang .
Bab IV. Hambatan dan Solusi dalam Pelaksanaan Pelayanan Publik di
Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Deli Serdang.
Dalam bab ini di uraikan tentang apa saja Hambatan dalam Pelaksanaan
Pelayanan Publik dikantor BPN dan bagaimana Solusi dalam menghadapi
Hambatan Pelaksanaan Pelayanan tersebut serta Strategi apa yang
dibutuhkan Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang dalam Peningkatan
Pelayanannya.
Bab V. Kesimpulan dan Saran
Sebagai bab terakhir, disini penulis akan menguraikan tentang kesimpulan
dan saran yang kemudian diakhiri dengan daftar pustaka serta lampiran yang