• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Onan Hasang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku

Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau

aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) mempunyai bentangan yang sangat luas,

seperti: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, membaca, menulis dan sebagainya. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dari uraian ini dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

Skinner (1938), dalam Notoatmodjo (2007), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar)

karena terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon. Skinner membedakan adanya dua respon dalam proses terjadinya perilaku, yaitu:

1. Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut elicting stimulation

(2)

emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta dan sebagainya. 2. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforces, karena memperkuat respon,

misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas kesehatan akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

Berdasarkan teori Skinner yang menyatakan perilaku sebagai respon maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam

bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.

2. Perilaku terbuka (Overt Behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar.

Dari penjelasan di atas dapat disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:

a. Faktor eksternal

(3)

b. Faktor internal

Yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri seseorang, antara lain: perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya.

Faktor eksternal merupakan faktor yang memiliki peran yang sangat besar dalam bentuk perilaku manusia karena dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya

dimana seseorang itu berada (Notoatmodjo, 2007). 2.2. Domain Perilaku

Perilaku merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang

yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Bloom (1908) membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan yaitu

kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotorik (psychomotorik). Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktik/tindakan (practice)

(Notoatmodjo, 2007). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

2.2.1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil „pengindraan‟ manusia atau hasil „tahu‟ seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

(4)

1. Tahu (Know)

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, „tahu‟ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan atau menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan atau

mengaplikasikan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang lain. 4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan atau memisahkan

materi, mecari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau merangkum atau menghubungkan bagian- bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

(5)

kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan persepsi masyarakat tentang pemanfaatan atau penggunaan puskesmas dan konsep sehat sakit masyarakat atau pengertian masyarakat

tentang penyakit.

Indikator yang dapat digunaakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi:

1. Pengetahuan tentang sehat dan penyakit meliputi: 1) Penyebab penyakit

2) Gejala dan tanda-tanda penyakit

3) Bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan 4) Bagaimana cara penularannya

5) Bagaimana cara pencegahannya 2. Pengetahuan tentang cara hidup sehat 1) Jenis-jenis makanan yang bergizi

2) Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatan 3) Pentingnya olahraga bagi kesehatan

4) Penyakit-penyakit atau bahaya merokok, minum-minuman keras dan sebagainya

5) Pentingnya istirahat cukup, rekreasi dan lain sebagainya bagi kesehatan

(6)

2) Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk kotoran dan sampah 3) Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah sehat

4) Akibat polusi bagi kesehatan

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat terhadap

kesehatan. Jika masyarakat tahu apa saja pelayanan puskesmas, maka kemungkinan masyarakat akan menggunakan fasilitas kesehatan juga akan berubah seiring dengan pengetahuan seperti apa yang diketahuinya.

2.2.2. Sikap (Attitude)

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu

stimulus atau objek. Jadi manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, namun hanya dapat ditafsirkan. Dalam Notoatmodjo (2012) sikap mempunyai tiga komponen pokok yang bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude), yaitu :

1. Kepercayaan, ide dan konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak

Sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Sikap dibentuk dan diperoleh sepanjang perkembangan seseorang dalam

hubungannya dengan objek tertentu

2. Sikap dapat berubah sesuai dengan keadaan dan syarat-syarat tertentu terhadap suatu kelompok.

(7)

4. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dari segi-segi perasaan

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo, 2007):

1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespons (Responding), diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (Valuing), diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan

dan mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya dengan segala risiko. 2.2.3. Tindakan atau Praktek (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Tindakan adalah

realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007), tindakan memiliki 4 tingkatan yaitu: 1. Persepsi (Perception)

Persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan

(8)

2. Respon Terpimpin (Guided Response)

Respon terpimpin adalah dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (Mechanism)

Mekanisme adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu melakukan sesuatu

dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. 4. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik,

artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung dan langsung. Secara langsung dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran secara langsung dengan

mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmotmodjo, 2007). 2.3. Teori Perilaku

1. Teori Lawrence Green

Grenn mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor

perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), faktor-faktor yang dapat

(9)

tersebut terhadap apa yang dilakukan, yang terwujud dalam pegetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Misalnya, perilaku ibu untuk memeriksakan kehamilannya akan dipermudah apabila ibu tersebut tahu apa

manfaat dari periksa hamil, tahu siapa yang memeriksa dan dimana periksa hamil tersebut dilakukan.

b. Faktor-faktor pendukung atau factor pemungkin (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana atau prasarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku

seseorang atau masyarakat. Misalnya, untuk terjadinya perilaku ibu memeriksakan kehamilannya, maka diperlukan bidan atau dokter, fasilitas periksa hamil seperti

puskesmas, rumah sakit, klinik, posyandu dan sebagainya. Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut. Dari segi

kesehatan masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku sehat harus terakses (terjangkau) sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Faktor-faktor pendorong (reforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia

kadang-kadang belum menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Sering terjadi, bahwa masyarakat sudah tahu manfaat keluarga berencana (KB) dan juga telah tersedia di lingkungannya fasilitas pelayanan KB, tetapi mereka belum ikut

(10)

jelas bahwa Toma (tokoh masyarakat) merupakan faktor penguat (Reinforcing factors) bagi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.

Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan :

B = Behavior

PF = Predisposing Factors

EF = Enabling Factors RF = Reinforcing Factors

F = Fungsi

Disimpulkan bahwa perilaku sesorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan

perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Misalnya, seseorang yang tidak mau

mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya (predisposing factors). Barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat

mengimunisasikan anaknya (enabling factors). Sebab lain, mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lainnya disekitarnya tidak pernah

(11)

2. Teori WHO

WHO mengatakan bahwa seseorang berprilaku karena adanya 4 alasan pokok (determinan), yaitu:

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)

Modal awal untuk bertindak dan berprilaku adalah hasil pemikiran dan perasaan

seseorang yang menghasilkan pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, yakni dalam bentuk kepercayaan, sikap, persepsi dan nilai-nilai seseorang terhadap suatu objek dalam hal ini khususnya objek kesehatan.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dapat dipercaya (personnal references).

3. Sumberdaya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.

4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap

terbentuknya perilaku seseorang.

Teori dari tim WHO ini dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut:

B = Behavior

F = Fungsi

Tf = Thgougts and feeling Pr = Personnal references

(12)

2.4. Perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Skinner (1938), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.

Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007), membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan dan membedakannya ke dalam 3 yaitu:

1. Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah perilaku – perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan

kesehatannya yang mencakup antara lain :

a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet)

b. Kegiatan fisik secara teratur dan cukup (olahraga teratur)

c. Tidak merokok dan tidak minum minuman keras dan menggunakan narkoba

d. Istirahat yang cukup

e. Mengendalikan dan memanajemen stress

f. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan

2. Perilaku Sakit (Illness Behaviour)

Perilaku sakit ini mencakup respon atau tindakan atau kegiatan seseorang terhadap sakit dan penyakit.

(13)

Orang sakit (pasien) mempunyai hak dan kewajiban sebagai orang sakit yang harus diketahui oleh orang lain (terutama keluarganya). Perilaku ini disebut perilaku peran sakit (the sick role) yang meliputi :

a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

b. Tindakan mengenal atau mengetahui fasilitas/sarana pelayanan atau

penyembuhan penyakit yang layak

c. Melakukan kewajiban sebagai pasien dan memperoleh haknya yaitu memperoleh perawatan

d. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhan

e. Melakukan kewajiban supaya penyakitnya tidak kambuh (Notoatmodjo,

2007).

2.5 Perilaku Pencegahan Penyakit

Kurt Lewin 1951 (dalam buku Azwar, 2007) mengatakan suatu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variable, antara lain motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan

faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menetukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih

besar daripada karakteristik individu.

Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya

(14)

1. Perilaku lebih banyak ditentukan oleh sikap yang spesifik daripada oleh sikap yang umum terhadap sesuatu.

2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-norma subjektif

yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. 3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu

niat untuk berperilaku tertentu.

Jadi, teori ini secara sederhana mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan percaya bahwa orang

lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif dan

pada kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi niat/intensi yang pada gilirannya akan mementukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak (Azwar, 2007).

2.6. Perilaku Sakit

Suchman dalam Notoatmodjo (2007) membagi lima tahap kejadian yang menganalisa bagaimana proses seseorang di dalam membuat keputusan sehubungan

dengan pencarian atau pemecahan masalah perawatan kesehatannya yaitu: 1. Tahap pengalaman/pengenalan gejala (The symptom experience)

(15)

2. Tahap asumsi peran sakit (The assumption of sick role)

Pada tahap ini individu membuat keputusan bahwa ia sakit dan memerlukan pengobatan, ia mencari informasi dan pengakuan dari anggota keluarga lain,

tetangga atau rekan kerja.

3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan (The medical care contact)

Pada tahap ini individu mulai berhubungan dengan fasilitas/pelayanan kesehatan sesuai dengan pengetahuan, pengalaman, informasi yang ada pada dirinya tentang jenis-jenis pelayanan kesehatan.

4. Tahap ketergantungan pasien (The dependent patient stage)

Pada tahap ini individu memutuskan bahwa dirinya karena perbuatannya sebagai

pasien, maka untuk kembali sehat harus tergantung dan pasrah kepada fasilitas pengobatan.

5. Tahap penyembuhan atau rehabilitasi (The recovery of rehabilitation)

Pada tahap ini pasien atau individu memutuskan untuk melepaskan diri dari peran pasien. Ini ada dua kemungkinan yaitu: pertama karena ia pulih kembali sebelum sakit dan kedua karena ia menjadi cacat.

2.7. Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Salah satu model penggunaan pelayanan kesehatan adalah model sistem

kesehatan (health system model). Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2007) menggambarkan model sistem kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan yang menggambarkan 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan, yakni: karakteristik

(16)

2.7.1. Karakteristik predisposisi (Predisposing characteristic)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang

berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan kedalam tiga kelompok sebagai berikut :

a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur

b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras dan sebagainya

c. Manfaat-manfaat kesehatan (kepercayaan), seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit.

Karakteristik predisposisi ini tidak serta merta berpengaruh langsung terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tetapi sebagai faktor pendorong untuk menimbulkan hasrat guna memanfaatkan pelayanan kesehatan.

2.7.2. Karakteristik pendukung (Enabling charateristic)

Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun individu mempunyai predisposisi untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan namun beberapa faktor harus

tersedia untuk menunjang pelaksanaannya seperti faktor kemampuan (penghasilan, simpanan, askes, dll) dan dari komunitas (fasilitas pelayanan kesehatan).

2.7.3. Karakteristik kebutuhan (Need characteristics)

Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan

(17)

2.8. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan

Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) tentu tidak bertindak apa-apa terhadap

penyakit tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha, antara lain:

1. Tidak bertindak/kegiatan apa-apa (no action) 2. Bertindak mengobati diri sendiri (self treatment)

3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan alternatif (traditional

remedy)

4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung obat (chemist shop)

dan sejenisnya termasuk tukang-tukang jamu

5. Mencari pengobatan dengan pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta yang

dikategorikan ke dalam pengobatan Puskesmas dan Rumah Sakit.

6. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter (private medicine) (Notoatmodjo, 2012).

2.9. Dukungan Keluarga

Menurut Suprajitno (2004) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap anggotanya atau penderita yang sakit. Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan dimana sifat dan jenis dukungannya berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan.

(18)

pencari penolong. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika di perlukan (Friedman, 1998).

Sudiharto (2007), menyatakan setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal, contohnya ayah mempunyai peran formal sebagai kepala

keluarga dan pencari nafkah. Struktur keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan keluarga saling berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri dan kemampuan menyelesaikan masalah.

Menurut Friedman (1998), support system (sistem dukungan) memainkan peran penting dalam mengintensifkan perasaan sejahtera, orang yang hidup dalam

lingkungan yang supportif kondisinya jauh lebih baik dari pada mereka yang tidak memilikinya. Dukungan tersebut akan tercipta bila hubungan interpersonal diantara mereka baik. Ikatan kekeluargaan yang kuat sangat membantu ketika keluarga

menghadapi masalah, karena keluarga adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan anggota keluarganya.

Menurut Friedman (1998), faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

yaitu anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian dari pada ank-anak dari keluarga yang besar (ukuran keluarga). Selain itu dukungan

dipengaruhi oleh umur ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris di banding ibu-ibu yang lebih tua. Selanjutnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial

(19)

Menurut Friedman (1998), fungsi keluarga adalah:

1. Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian): untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih serta saling menerima

dan mendukung.

2. Fungsi sosialisasi dan fungsi penempatan sosial: proses perkembangan dan

perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan.

3. Fungsi reproduktif: untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah

sumber daya manusia.

4. Fungsi ekonomis: untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan

dan papan.

5. Fungsi perawatan kesehatan: untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.

Bentuk dukungan keluarga terdiri atas empat, yaitu: a. Dukungan emosional (Emosional Support)

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan belajar serta

membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional ini meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,

perhatian, motivasi dan mendengarkan atau didengarkan saat mengeluarkan perasaannya

b. Dukungan penghargaan (Apprasial Assistance)

(20)

identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan perhatian.

c. Dukungan instrumental (Tangibile Assistance)

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat,

terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan ini juga mencakup bantuan secara langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu, memodifikasi lingkungan maupun menolong pekerjaan pada saat penderita mengalami stress.

d. Dukungan informasi (informasi support)

Keluarga berfungsi sebagai sebuah koletor dan disseminator (penyebar)

informasi tentang dunia, mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran atau umpan balik. Bentuk dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan semangat, pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makan

sehari-hari dan pengobatan. Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu yang mendapat perhatian, disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari masyarakat (Friedman, 1998).

Lima tugas keluarga dibidang kesehatan menurut Suprajitno (2004):

1. Mengenal masalah kesehatan, keluarga mengetahui pengertian, tanda dan gejala,

faktor penyebab serta persepsi keluarga.

2. Mengambil keputusan, keluarga mengetahui masalah yang dirasakan keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang

(21)

keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan

keluarga.

3. Merawat anggota keluarga yang sakit, keluarga mengetahui keadaan penyakit,

mengetahui sifat dan perawatan yang dibutuhka, mengetahui keberadaan fasilitas pelayanan kesehata, sikap keluarga terhadap yang sakit.

4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.

Memelihara lingkungan yang sehat, sumber-sumber keluarga yang dimiliki, keuntungannya memanfaatkan pemeliharaan lingkungan, pentingnya higien

sanitasi, kekompakan antar anggota keluarga.

5. Memanfaatkan fasilitas kesehtan yang ada, keberadaan fasilitas kesehatan,

keuntunngan yang dapat diperoleh dan fasilitas kesehatan terjangkau oleh keluarga. 2.10. Puskesmas

2.10.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat

pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah

tertentu (Mubarak, 2009).

2.10.2 Visi dan Misi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah

(22)

dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya (Trihono, 2005).

Menurut Mubarak (2009), mengatakan bahwa misi puskesmas sebagai pusat

pengembangan kesehatan yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain sebagai berikut:

1. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan sampai ke desa-desa

2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

3. Mengadakan peralatan dan obat-obatan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat

4. Mengembangkan pembangunan kesehatan masyarakat desa. 2.10.3 Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah

mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatnya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya (Trihono, 2005).

2.10.4 Fungsi Puskesmas

Mubarak dan Chayatin tahun 2009, fungsi pokok puskesmas antara lain: 1. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayahnya

2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan

(23)

3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya

2.10.5 Kegiatan puskesmas

Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), mengatakan bahwa terdapat 20 usaha pokok kesehatan yang dapat dilakukan oleh puskesmas. Namun, pelaksanaannya

sangat bergantung pada faktor tenaga, sarana dan prasarana, biaya yang tersedia serta kemampuan manajemen dari tiap-tiap puskesmas.

Berdasarkan buku kebijakan dasar PUSKESMAS yang disusun oleh Depkes

RI tahun 2003, terdapat tujuh kegiatan sebagai upaya kesehatan wajib, yakni: a. Upaya Promosi Kesehatan

b. Upaya Kesehatan Lingkungan

c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular f. Upaya Pengobatan

g. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)

Selain itu juga terdapat upaya kesehatan pengembangan yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas, yakni:

a. Upaya Kesehatan Sekolah b. Upaya Kesehatan Olahraga

c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

d. Upaya Kesehatan Kerja

(24)

f. Upaya Kesehatan Jiwa g. Upaya Kesehatan Mata h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut

i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional j. Upaya Kesehatan Remaja

k. Dana Sehat

2.11 Faktor yang Berhubungan Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Dalam Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas di Era Desentralisasi 2001 yang

tersusun oleh Tim Reformasi Puskesmas Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, disebutkan bahwa salah satu kelompok indikator pencapaian Kecamatan Sehat

2010 yang dipantau tahunan adalah indikator pelayanan kesehatan yang meliputi pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas dan mutu pelayanan (Depkes RI, 2005).

Ada beberapa faktor yang berhubungan terhadap pemanfaatan fasillitas kesehatan, seperti umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan berbagai faktor lainnya. Umur berkaitan dengan kelompok umur tertentu yang lebih banyak memanfaatkan

pelayanan kesehatan karena pertimbangan tingkat kerentanan. Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang eksponensial dengan tingkat kesehatan. Semakin tinggi

tingkat pendidikan, semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif dan berkesinambungan. Tingkat pendapatan mempunyai kontribusi yang besar dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, karena semakin tinggi tingkat pendapatan,

(25)

Menurut Azwar (1996), pemanfaatan seseorang terhadap pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi orang tersebut. Bila tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi baik, maka secara relatif

pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tinggi. Pemanfaatan pelayanan kesehatan melibatkan berbagai informasi, antara lain: status kesehatan saat ini, informasi tentang

status kesehatan yang membaik, informasi tentang berbagai macam perawatan yang tersedia dan informasi tentang efektivitas pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh interaksi antar konsumen dan penyedia layanan (provider) (Azwar, 1996).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan juga dipengaruhi kelas sosial, perbedaan suku bangsa dan budaya. Ancaman-ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan

secara klinik), tergantung dari variabel-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Koos (1954) misalnya telah menunjukkan bagaimana tingkah laku sakit berbeda secara menyolok sesuai dengan

kelas sosial dan ekonomi dalam populasi yang sekurang-kurangnya homogen. Ia menemukan bahwa para warga lapisan sosial atas dalam suatu masyarakat kecil di bilangan kota New York lebih cepat menginterpretasi gejala khusus sebagai indikasi

sakit, dibanding dengan warga kelas sosial bawah karena itu mereka akan lebih cenderung untuk segera mencari perawatan dokter (Anderson, 1986).

2.12 Karakteristik Masyarakat

Karakteristik individu berbeda dengan karakteristik masyarakat dimana karakteristik individu meliputi keahlian, pendidikan dan pengalaman kerja. Sedangkan

(26)

ini adalah faktor-faktor yang berkembang dalam masyarakat. Menurut Roucek & Warren (1962) dalam Ihromi (1999), masyarakat desa memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) peranan kelompok primer sangat besar; (2) faktor geografik sangat

menentukan pembentukan kelompok masyarakat; (3) hubungan lebih bersifat intim dan awet; (4) struktur masyarakat bersifat homogen; (5) tingkat mobilitas social

rendah; (6) keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi; (7) proporsi jumlah anak cukup besar dalam struktur kependudukan.

Pitirim A. Sorokin dan Carle C. Zimmerman dalam Koetjaraningrat (1993),

mengemukakan sejumlah faktor yang menjadi dasar dalam menentukan karakteristik desa dan kota yaitu mata pencaharian, ukuran komunitas, tingkat kepadatan penduduk,

lingkungan, diferensiasi sosial, stratifikasi sosial, interaksi sosial dan solidaritas sosial. 2.13 Kerangka Konsep Penelitian

(27)

Berdasarkan gambar diatas, kerangka konsep penelitian akan melihat bagaimana hubungan dari faktor predisposisi yang termasuk didalamnya karakteristik yaitu umur, jenis kelamin, pekerjaan dan pendapatan, pengetahuan dan sikap dan

faktor penguat (dukungan keluarga). Serta dari setiap pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga tersebut akan melihat bagaimana hubungannya terhadap

pemanfaatan atau tindakan pelayanan kesehatan di puskesmas. 2.14. Hipotesis Penelitian

Hipotesis sebagai jawaban sementara penelitian, patokan dugaan atau dalil

sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan maka hipotesis

dalam penelitian ini adalah:

Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan masyarakat terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas.

Ha : Ada hubungan antara pengetahuan masyarakat terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas.

Ho : Tidak ada hubungan antara sikap masyarakat terhadap pemanfaatan

pelayanan kesehatan di puskesmas

Ha : Ada hubungan antara sikap masyarakat terhadap pemanfaatan pelayanan

kesehatan di puskesmas.

Ho : Tidak ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas.

Referensi

Dokumen terkait

DAN PERUBAHAN SOSIAL PADA MASYARAKAT SAMIN DI BOJONEGORO.. Slamet Widodo Dosen Jurusan

Namun perlu diperhatikan juga kondisi geografis Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan negara lain, membuat Provinsi Kepulauan Riau harus seksama dalam menyikapi dan

Novita Intan Arovah Pcnata Muda Tingkat I, IIVb. 3

Demikian disampaikan, atas kehadirannya diucapkan terima kasih.. KELOMPOK KERJA ULP

Berdasarkan Surat Nomor : 23K/UN13.Satker PKUPT/PJL/TAP/2012 tanggal 7 Agustus 2012 tentang Penetapan Pemenang Seleksi Umum Penyedia Jasa Konsultan Pekerjaan Pengawasan

Meskipun dokumen ini telah dipersiapkan dengan seksama, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala konsekuensi hukum dan keuangan

Berdasarkan literatur penelitian diatas terhadap tumbuhan daun jambu air Syzygium aqueum (Burm. F), maka penulis tertarik untuk mengetahui kandungan metabolit

Alasan pemilihan struktur ini karena struktur pada bangunan ini tidak ditonjolkan dan konsep desain bangunan memiliki konfigurasi struktural yang umum sehingga