• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Terhadap Pengembangan UKM di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Terhadap Pengembangan UKM di Kota Medan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Corporate Social Responsibility 2.1.1. Definisi Corporate Social Responsibility

Suhandari M. Putri (2007) menyatakan CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan.

Seiring dengan makin kompleksnya kepemilikan sebuah usaha, konsep CSR menjadi meluas maknanya, salah satunya adalah niat baik dan komitmen dari perusahaan untuk memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat, keberlanjutan pengembangan masyarakat, ekonomi lokal sehingga memberikan kontribusi juga terhadap keberlanjutan perusahaan. Kegiatan tersebut dilakukan bekerjasama antara perusahaan dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal (masyarakat), dan lingkungan secara luas dalam. (Nurdizal M. Rachman, 2011).

Dalam bukunya, Elkington mengemas CSR yang bersifat sustainable

developmentke dalam tiga fokus atau 3P, sebagai singkatan dari profit, planet dan

(2)

(profit). Juga harus memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet)

dan kesejahteraan masyarakat (people). (Gambar 2.1)

Gambar 2.1. Triple Bottom Lines dalam CSR

Pada tahun 2002 Global Compact Initiative menegaskan kembali tentang

triple Psebagai tiga pilar CSR dengan menyatakan tujuan bisnis adalah untuk

mencari laba (profit), mensejahterakan orang (people), dan menjamin keberlanjutan kehidupan (planet). Ketiga aspek itu diwujudkan dalam kegiatan sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Profit

(Keuntungan Bersama)

People

(Kesejahteraan

Manusia/Masyarakat) Planet

(3)

Tabel 2.1. Kegiatan Corporate Social Responsibility

Aspek Muatan

1. Sosial Pendidikan, pelatihan, kesehatan, perumahan, penguatan kelembagaan (secara internal, termasuk kesejahteraan karyawan) kesejahteraan sosial, olahraga, pemuda, wanita, agama, kebudayaan dan sebagainya.

2. Ekonomi Kewirausahaan, kelompok usaha bersama/unit makro kecil dan menengah (KUB/UMKM), agrobisnis, pembukaan lapangan kerja, infrastruktur ekonomi dan usaha produktif lain.

3. Lingkungan Penghijauan, reklamasi lahan, pengelolaan air, pelestarian alam, ekowisata penyehatan lingkungan, pengendalian polusi, serta penggunaan produksi dan energi secara efisien.

Sumber: Hardinsyah dan Muhammad Iqbal, (2012)

Menurut Saidi dan Abidin (2003) ada 4 model atau pola CSR yang diterapkan di Indonesia, yaitu:

1. Keterlibatan langsung, yaitu perusahaan menjalankan program CSR

secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.

2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan, yaitu perusahaan

mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Biasanya perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin, atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. 3. Bermitra dengan pihak lain, yaituperusahaan menyelenggarakan CSR

melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas, atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. 4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium, yaitu

(4)

lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Pola ini lebih beriorentasi pada pihak pemberian hibah perusahaan yang bersifat hibah pembangunan. Pihak konsorsium yang dipercayai oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara proaktif mencari mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan program yang disepakati bersama.

2.1.2. Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan (TJSL) Berdasarkan (“UUPT”) sert

Mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dalam Pasal 74 UUPT dan penjelasannya. Pengaturan ini berlaku untuk perseroan. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT, Perseroan (Perseroan Terbatas) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

(5)

pada umumnya.Pasal 74 UUPT pada dasarnya mengatur mengenai hal-hal berikut ini:

a. TJSL ini wajib untuk perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.Sedangkan yang dimaksud dengan “perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.

b. TJSL ini merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

c. Mengenai sanksi, dikatakan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban TJSL akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait.

(6)

2.2. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) 2.2.1. Definisi Usaha Kecil dan Menengah

Di Indonesia terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UKM atau industri kecil, diantaranya:

a. Badan Pusat Statistik BPS mengungkapkan defenisi usaha kecil dan menengah adalah perusahaan atau industri dengan mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja, yaitu:

Tabel 2.2. Klasifikasi Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja No. Segmen Klasifikasi Industri Tenaga Kerja 1. Industri Rumah tangga 1-4 orang

2. Industri Kecil 5-9 orang

3. Industri Sedang/Menengah 10-99 orang 4. Industri Besar Lebih dari 100 orang

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013.

b. Bank Indonesia menyatakan perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa: (a) modalnya kurang dari Rp 20 juta; (b) untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp 5 juta; (c) memiliki aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan; dan (d) omzet tahunan ≤ Rp 1 miliar.

c. Departemen Perindustrian dan Perdagangan:

1) perusahaan memiliki aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung)

(7)

d. Departemen Keuangan menyatakan usaha kecil dan menengah adalah perusahaan yang memiliki omset maksimum Rp 600 juta per tahun dan atau aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan.

Menurut UU No. 20 Tahun 2008, pengertian Usaha Kecil Menengah dibagi kedalam dua pengertian, yakni:

• Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut:

-Kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

• Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut:

- Kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Sedangkan definisi UKM menurut lembaga dan beberapa negara asingdidasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut:

(8)

- Jumlah aset

World Bank membagi UKM ke dalam 3 jenis dengan kriteria-kriteria UKM di

negara-negara dan lembaga asing, yaitu: 1. Medium Enterprise, dengan kriteria:

- Jumlah karyawan maksimal 300 orang.

- Pendapatan setahun hingga sejumlah Rp 150.000.000.000,00. - Jumlah aset hingga sejumlah Rp 150.000.000.000,00.

2. Small Enterprise, dengan kriteria:

- Jumlah karyawan kurang dari 30 orang.

- Pendapatan setahun tidak melebihi Rp 30.000.000.000,00. - Jumlah aset tidak melebihi Rp 30.000.000.000,00.

3. Micro Enterprise, dengan kriteria :

- Jumlah karyawan kurang dari 10 orang.

- Pendapatan setahun tidak melebihi Rp 1.000.000.000,00. - Jumlah aset tidak melebihi Rp 1.000.000.000,00.

2.2.2. Konsep Pengembangan UKM

(9)

kontribusi yang besar terhadap kesempatan kerja dan pendapatan, khususnya di daerah perdesaan dan bagi keluarga berpendapatan rendah.

Menurut Hoselitz dalam Dwi Prasetyani (2006) menyebutkan bahwa kunci utama keberhasilan UKM dalam bertahan menghadapi berbagai krisis adalah karena karakteristik UKM yang cenderung berbiaya rendah. Selain itu letak dan produk UKM yang spesifik juga membuat para pelaku UKM berbeda serta memiliki pangsa pasar tersendiri. Dalam memproduksi barang maupun jasa lebih mudah beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Fleksibilitas inilah yang menyebabkan para pelaku mampu bertahan dalam jangka waktu yang relatif panjang.

Dari berbagai konsep mengenai pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi khususnya pemberdayaan UKM, Sriyana (2010) dalam jurnal ilmiahnya menyatakan ada beberapa pilihan strategi yangdilakukan dalam pemberdayaan UKM, yaitu:

1. Kemudahan dalam Akses Permodalan

Bank diharapkan tidak lagi hanya memburu perusahaan-perusahaan yang telah mapan, akan tetapi juga menjadi pelopor untuk mengembangkan potensi perekonomian dengan menumbuhkan wirausahawan melalui dukungan akses permodalan bagi pengembangan wirausaha barudi sektor UKM.

2. Bantuan Pembangunan Prasarana

(10)

akhirnya akan meningkatkan penerimaan petani dan pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah. Artinya, dari sisi pemberdayaan ekonomi, maka proyek pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal, sangatlah strategis.

3. Pengembangan Skala Usaha

Pemberdayaan ekonomi pada masyarakat lemah dilakukan dengan suatu pendekatan terhadap kelompok bukan melalui pendekatan individual. Karena pada masyarakat ekonomi lemah, sangat sulit mencapai akumulasi kapital sehinggaharus dilakukan bersama-sama dalam wadah kelompok atau usaha bersama. Pengelompokan dan pengorganisasian ekonomi dapat diarahkan pada kemudahan untuk memperoleh akses modal ke lembaga keuangan yang telah ada, dan untuk membangun skala usaha yang ekonomis.

4. Pengembangan Jaringan Usaha, Pemasaran dan Kemitraan Usaha Melakukan kontak dengan berbagai pusat-pusat informasi bisnis, asosiasi-asosiasi dagang baik di dalam maupun di luar negeri, pendirian danpembentukan pusat-pusat data bisnis UKM serta pengembangan situs-situs UKM di seluruh kantor perwakilan baik pemerintah di dalam negeri maupun luar negeri.

5. Pengembangan Sumber Daya Manusia

(11)

kesempatanuntuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan (Hafsah, 2004).

6. Peningkatan Akses Teknologi

Strategi yang perlu dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi pengembangan usaha kecil menengah adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi yang lebih berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UKM, pengembangan pusat inovasi desain sesuai dengan kebutuhan pasar, pengembangan pusat penyuluhan dan difusi teknologi yang lebih tersebar ke lokasi-lokasi Usaha Kecil Menengah dan peningkatan kerjasama antara asosiasi-asosiasi UKM dengan perguruan tinggi atau pusat-pusat penelitian untuk pengembangan teknologi UKM.

7. Mewujudkan iklim bisnis yang lebih kondusif

(12)

2.2.3. Pola Pemasaran

Yang menjadi prinsip dasar dari pemasaran yaitu menciptakan nilai bagi langganan (customer value), keunggulan bersaing (competitive advantages), dan fokus pemasaran. Tujuan pemasaran bukan mendapatkan langganan (get

customer), akan tetapi memperbaiki situasi bersaing (improve competitive

situation).

Kotler dan Armstrong (2008) mengemukakan pola pemasaran yaitu bauran pemasaran (marketing mix).Dalam bauran pemasaran terdapat variabel tersebut terdiri dari produk, harga (price), tempat atau saluran distribusi (place), dan promosi. Atau yang sering disebut 4”P”.

1. Produk

Produk merupakan barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan sebagai sesuatu yang dipasarkan. Produk menjadi tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan di mata konsumen. Hal ini sangat berkaitan erat dengan desain, merk, bentuk kemasan dari produk untuk dapat menarik konsumen.

2. Harga

(13)

3. Tempat atau Lokasi

Teori Lokasi dari August Losch dalam Muhammad (2008). Melihat persoalan dari sisi permintaan (pasar). Losch mengatakan bahwa,lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen semakin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal.

Lamb et al., (2001) menyatakan bahwa memilih tempat atau lokasi yang baik merupakan keputusan yang penting, karena:

a. Tempat merupakan komitmen sumber daya jangka panjang yang dapat mengurangi fleksibilitas masa depan usaha.

b. Lokasi akan mempengaruhi pertumbuhan di masa depan. Area yang dipilih haruslah mampu untuk tumbuh dari segi ekonomi sehingga ia dapat mempertahankan kelangsungan hidup usaha.

c. Lingkungan setempat dapat saja berubah setiap waktu, jika nilai lokasi memburuk, maka lokasi usaha harus dipindahkan atau ditutup.

4. Promosi

Defenisi promosi ialah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk mengomunikasikan manfaat dari produknya, membujuk, dan mengingatkan para konsumen sasaran agar membeli produk tersebut (Kotler, 2005).

(14)

a. Periklanan adalahbentuk presentasi dan promosi non pribadi tentang ide, barang, dan jasa yang dibayar oleh sponsor tertentu.

b. Personal selling adalahpresentasi lisan dalam suatu percakapan dengan satu

calon pembeli atau lebih yang ditujukan untuk menciptakan penjualan.

c. Publisitas adalahpendorong permintaan secara non pribadi untuk suatu produk, jasa atau ide dengan menggunakan berita komersial di dalam media massa dan sponsor tidak dibebani sejumlah bayaran secara langsung.

d. Promosi penjualan adalah kegiatan pemasaran selain personal selling, periklanan dan publisitas yang mendorong pembelian konsumen dan dengan efektifitas pengecer.

2.3. Peran UKM

2.3.1. Peran UKM dalam Pemerataan Pendapatan

(15)

pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengalokasikan sebagian besar dana APBD maupun APBN untuk diinvestasikan dalam usaha dalam usaha produktif UKM. Sementara itu, untuk menciptakan dan mendorong berbagai pihak swasta maupun swasta asing menginvestasikan dananya padaUKM perlu diberikan berbagai kemudahan dalam bentuk penyediaan database, penyediaan infrastruktur, kemudahan sistem administrasi birokrasi, dan kemudahan pajak. Pemanfaatan dana pinjaman luar negeri dalam bentuk loan bagi pengembangan UKM juga dapat dilakukan, disamping mengerahkan bantuan(hibah) luar negeri untuk memperkuat dan meningkatkan peran UKM.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pinjaman modal berupa kredit berbunga rendah. Untuk pelaksanaanya melibatkan pihak perbankan, khususnya perbankan milik pemerintah. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan aksesbilitas para pelaku UKM terhadap modal yang selama ini relative terbatas. Diperlukan pula ketegasaan dari pemerintah dalam bentuk peraturan perundangan ataupun peraturan pemerintah(PP) untuk mendorong pihak perbankan melakukan tugasnya dengan sungguh sungguh dan penuh tanggung jawab.

(16)

Konsep perhitungan pendapatan menurut Sukirno (2004) dapat dilakukanmelalui tiga pendekatan, yaitu.

1) Production approach (pendekatan produksi)adalah menghitung

seluruh nilai tambah produksi barang atau jasa yang dihasilkan dalam ukuran waktu tertentu.

2) Income approach (pendekatan pendapatan)adalah menghitung seluruh

nilai balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi dalam ukuran waktu tertentu.

3) Expenditure approach (pendekatan pengeluaran), adalah menghitung

seluruh pengeluaran dalam kurun waktu tertentu.

2.3.2. Peran UKM dalam Penyerapan Tenaga Kerja

Pengertian dari penyerapan itu sendiri diartikan cukup luas, menyerap tenaga kerja dalam maknanya menghimpun orang atau tenaga kerja di suatu lapangan usaha, untuk dapat sesuai dengan kebutuhan usaha itu sendiri.

Menurut Simanjuntak (2001) tenaga kerja dikelompokan menjadi dua yaituangkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

1) Angkatan kerja (labor force)

(17)

Jumlahyang bekerja dan pencari kerja disebutsebagai angakatan kerja. Mereka yang berumur 15 tahun keatas atau tidak bekerja dantidak mencari pekerjaan karena bersekolah, mengurus rumah tangga, secara fisik danmental tidak memungkinkan untuk bekerja tidak dimasukkan ke dalam angkatan kerja.

2) Bukan angkatan kerja

Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari tiga golongan, antara lain : a. Golongan yang masih bersekolah.

b. Golongan yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang mengurus rumahtangga tanpa memperoleh upah.

c. Golongan lain-lain, yang tergolong dalam lain-lain ini ada dua macam yaitu pertama, penerima pendapatan adalah mereka yang tidak melakukan suatu kegiatanekonomi tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atassimpanan di bank dan sewa milik. Kedua, mereka yang hidupnya tergantung dariorang lain misalnya karena lanjut usia, cacat, sakit kronis dan dalam penjara.

Dalam ilmu ekonomi seperti kita ketahui faktor-faktor produksi yang terdiri dari: tanah, modal, tenaga kerja, skill. Salah satu faktor tersebut adalah tenaga kerja yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki agar tenaga kerja yang dimiliki dalam sektor industri, modal utama yang dibutuhkan adalah sumber daya manusia.

(18)

a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan;

b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan

c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Penyerapan tenaga kerja melalui penciptaan usaha usaha industri kecilberdampak terhadap berkurangnya tingkat pengangguran yang ada di Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menyebutkan sampai pada tahun 2013, sudah ada sebanyak 55,2 juta UKM atau 99,98% dari total unit usaha di Indonesia. UKM saat ini telah menyerap sebanyak 101,72 juta tenaga kerja atau 97,3% dari total tenaga kerja Indonesia serta menyumbang 57,12% dari total produksi domestik bruto (PDB).

2.4. Hubungan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Pengembangan UKM

2.4.1. Pola Kemitraan dalam CSR

(19)

mengembangkan usaha kecil dan masyarakat pelanggannya, karena pada akhirnya hanya konsep kemitraan ini akan dapat menjamin eksistensi perusahaan besar, terutama untuk jangka panjang. Dalam UU tentang Usaha Kecil, konsep kemitraan dirumuskan dalam pasal 26 sebagai berikut:

1) Usaha menengah dan usaha besar melaksanakan hubungan kemitraan dengan usaha kecil, baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki keterkaitan usaha.

2) Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud, diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha.

3) Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.

4) Dalam melaksanakan hubungan kedua belah pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara.

Pembinaan Corporate Social Responsibility untuk pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah telah menjadi salah satu pilihan strategis agar memperkuat dan meningkatkan daya saing usaha mikro, kecil dan menengah. Perusahaan-perusahaan besar perlu bekerjasama satu sama lain agar memanfaatkan peluang-peluang demi pertumbuhan dan kemakmuran masyarakat.

Corporate Social Responsibility salah satu solusi dalam pengembangan

(20)

Dalam proses implementasinya, kemitraan yang dijalankan tidak selamanya ideal, karena dalam pelaksanaannya kemitraan yang dilakukan didasarkan pada kepentingan pihak yang bermitra. Menurut Wibisono (2007), kemitraan yang dilakukan antara perusahaan dengan pemerintah maupun komunitas/ masyarakat dapat mengarah ketiga skenario, diantaranya:

1. Pola Kemitraan Kontra Produktif

Pola ini akan terjadi jika perusahaan masih berpijak pada pola konvensional yang hanya mengutamakan kepentingan pemilik modal (shareholders) yaitu mengejar keuntungan (profit) sebesar-besarnya. Fokus perhatian perusahaan memang lebih tertumpu pada bagaimana perusahaan bisa meraup kentungan secara maksimal, sementara hubungan dengan pemerintah dan komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka.

2. Pola Kemitraan Semi Produktif

(21)

atau public relation dimana pemerintah dan komunitas atau masyarakat masih lebih dianggap sebagai objek.

3. Pola Kemitraan Produktif

Pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai subjek dan dalam paradigma kepentingan umum (common interest). Prinsip saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) sangat kental pada pola ini. Perusahaan mempunyai kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi, pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan masyarakat memberikan support positif kepada perusahaan. Bahkan bisa jadi mitra dilibatkan pada pola hubungan berbasis sumber daya (resource-based partnership) dimana mitra diberi kesempatan menjadi bagian dari shareholders.

2.4.2. Kemitraan CSR suatu Alternatif Penguatan UKM

(22)

Dipta (2008) juga menyebutkan salah satu sinergitas yang telah banyak dilakukan di luar negeri, adalah kerjasama atau kemitraan antara UKM dengan usaha besar. Kemitraan yang ideal dilandasi adanya keterkaitan usaha, melalui prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Melalui pola kemitraan ini, diharapkan terjadinya alih teknologi dan manajemen dari perusahaan besar kepada yang lebih kecil. Di samping itu, pola kemitraan akan mendorong adanya peningkatan daya saing UKM. Kemitraan akan membangun adanya kepastian pasokan produk, karena semuanya diatur dalam kesepakatan dalam bentuk kontrak. Selain kemitraan yang didasarkan pada inter-relasi atau keterkaitan usaha, di banyak negara juga dikembangkan program kemitraan yang didorong karena kepedulian perusahaan besar untuk membina perusahaan kecil, khususnya usaha mikro dan kecil.

CSR sebagai salah satu solusi kemitraan dapat memperkuat daya saing UKM. Kemitraan antara UKM dengan perusahaan yang kuat akan mendorong UKM menjadi kuat juga. Dalam kaitan ini, kepedulian perusahaan besar akan memberi manfaat kepada kedua belah pihak, khususnya dalam rangka pengurangan dampak gejolak sosial sebagai akibat adanya kecemburuan sosial. Pengembangan program kemitraan dengan pola CSR ini dapat dilakukan dalam berbagai pola, seperti community development, peningkatan kapasitas, promosi produk, bahkan penguatan permodalan bagi usaha mikro dan kecil. Secara spesifik menyebutkan bahwa CSR bisa diarahkan agar UKM bisa dibantu dalam

inovasi packaging, inovasi branding, inovasi produk, serta penampilan produk.

(23)

adalah pengembangan lembaga layanan bisnis dan yayasan lain yang intinya diarahkan untuk pengembangan UKM (Ali, 2007).

2.5. Penelitian Terdahulu

Parapat (2012), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) TerhadapPertumbuhan Pendapatan Usaha Kecil Dan Mikro (UKM) Binaan P.T.Telekomunikasi Indonesia Tbk. CDC Area Medan. Hasil penelitianParapat (2012) menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan pemilik UKM,jangkauan pemasaran hasil produksi UKM, pembinaan melalui kegiatanpelatihan (training) dan seminar, serta pemberian pinjaman dari TelkomCDC Area Medan kepada UKM binaannya berpengaruh positif dansignifikan terhadap peningkatan pendapatan UKM. Namun kegiatanpameran yang dilakukan atau disponsori Telkom CDC Area Medankepada UKM binaannya serta jumlah tenaga kerja yang dipekerjakanUKM berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap peningkatanpendapatan UKM, selain itu walaupun harga jual produksi UKMberpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan UKM namun tidaksignifikan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan UKM.

(24)

meningkatkan keuntungan yang diperoleh oleh mitra binaan. Namun terdapat kendala seperti aspek manajemen terhadap usaha yang kurang baik, perluasan pemasaran hasil usaha yang tidak bertambah, tidak adanya pengembangan tekhnik produksi, serta kurangnya kemauan dan motivasi dari mitra binaan untuk memajukan dan mengembangkan usahanya. Sehingga menyebabkan mitra binaan kurang berhasil dalam mengembangkan usahanya.

Fitriyah(2013), dalam penelitiannya yang berjudul “Peran Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan PT. Pertamina (Persero) Medan Dalam Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah (Studi Pada Mitra Binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan)”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa bantuan permodalan, penyediaan aset berperan positif dalam pengembangan UKM yang diberikan oleh mitra binaan PKBL PT. Pertamina (Persero) Medan. Terkhusus bahwa dengan adanya bantuan ini dapat menciptakan lapangan pekerjaaan baru bagi masyarakat sekitarnya.

(25)
(26)

T-test

Gambar 2.6.1. Kerangka Konseptual

Tenaga kerja sesudah mitra

binaan Tenaga

Kerja

Pelaku UKM mitra binaan PTPN III

Usaha Dagang

Usaha Jasa

Usaha Manufaktur

Sebelum menjadi mitra binaan PTPN III

Sesudah menjadi mitra binaan PTPN III

Pola Pemasaran UKM

4P (Product, Price, Place, Promotion)

(27)

2.7. Hipotesis Penelitian

Dilihat dari kerangka pemikiran pada penelitian ini, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

1. Ada perbedaan yang signifikan terhadap jumlah pendapatan usaha sebelum dan sesudah menjadi mitra binaan PTPN III Kota Medan.

Gambar

Gambar 2.1. Triple Bottom Lines dalam CSR
Tabel 2.1. Kegiatan Corporate Social Responsibility Aspek  Muatan
Gambar 2.6.1. Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu faktor pendorong kenakalan siswa dalam belajar di sekolah adalah kurangnya perhatian dari orang tua, yang mana keluarga harus memberikan kasih sayang dan

Tujuan pemberian kuesioner ini sekadar untuk tujuan ilmiah dimana pendapat dan biodata Saudara/i dijamin kerahasiaannya dan akan saya pergunakan dalam rangka penyusunan

Dalam peraturan tersebut mewajibkan semua bank umum agar melakukan penilaian sendiri ( self assesment ) Tingkat Kesehatan Bank menggunakan pendekatan risiko ( Risk-bassed

Green IT refers to environmentally sound information technologies and systems, applications and practices and encompasses three complementary IT-enabled approaches to

Untuk keperluan tersebut Penyedia diharapkan membawa berkas Penawaran Asli dan Copy beserta dokumen pendukungnya. Demikian undangan ini disampaikan, atas perhatian dan

Untuk keperluan tersebut Penyedia diharapkan membawa berkas Penawaran Asli dan Copy beserta dokumen pendukungnya. Demikian undangan ini disampaikan, atas perhatian dan

Atas partisipasinya dalam penyelenggaraan Ujian Tulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (sNMprN) universitas Negeri. Yogyakarta tahun

[r]