• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA TULIS ILMIAH MATEMATIKA. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KARYA TULIS ILMIAH MATEMATIKA. docx"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH MATEMATIKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting karena pendidikan merupakan suatu hal penentu kemajuan suatu bangsa, dan satu penentu kemampuan sumber daya manusia di suatu Negara. Dimana pada masa saat ini kemajuan suatu bangsa tidak dilihat dari kekayaan sumber daya alamnya saja tetapi pada saat ini juga dilihat dari kemampuan sumber daya manusianya sendiri bagaimana memanfaatkan suatu sumber daya alam yang ada di negaranya. Namun permasalahannya saat ini ialah banyak siswa-siswi yang kurang mencintai pendidikan terutama yang paling disorot ialah pelajaran Matematika. Kebanyakan Siswa-siswi sekolah jenuh terhadap pelajaran Matematika disebabkan karena belum ada sesuatu hal yang mampu membangkitkan minat para siswa-siswi sekolah untuk menyukai mata pelajaran matematika bahkan untuk sekedar membaca dan membolak-balik buku yang bersangkutan dengan Matematika.

Belajar matematika sebenarnya tidaklah terlalu susah, karena sebenarnya setiap pelajaran yang memang kita mau pelajari pasti semuanya akan mudah diterima dan dimengerti, tetapi kebanyakan dari siswa selalu menganggap matematika itu ialah sebagai momok yang sangat menakutkan.

Terkait dengan rasa apriori berlebihan terhadap matematika ditemukan beberapa penyebab siswa-siswi jenuh matematika di antaranya adalah yang mencakup penekanan belebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan atau berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar-mengajar matematika, dan penekanan berlebihan pada prestasi individu. Oleh sebab itu, untuk mengatasi hal ini, peran guru sangat penting. Karena begitu pentingnya peran guru dalam mengatasi siswa-siswi jenuh matematika, maka pengajaran matematika pun harus dirubah. Jika sebelumnya, pengajaran matematika terfokus pada hitungan aritmetika saja, maka saat ini, guru-guru harus meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar dengan menggunakan logika matematis. Karena itu, materi matematika bukan lagi sekadar aritmetika tetapi beragam jenis topik dan persoalan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari.

B. MASALAH PENELITIAN

Masalah Penelitian yang akan dibahas dalam karya tulis ilmiah ini ialah:  Mengatasi Kejenuhan Mempelajari Mata Pelajaran Matematika.

(2)

C. TUJUAN PENULISAN

Kegiatan Penyusunan Karya Ilmiah ini mempunyai Tujuan yang sangat penting yaitu :

 Tujuan Umum: Membangkitkan minat siswa-siswa dalam menekuni dunia pendidikan khususnya mata pelajaran matematika, menghilangkan kejenuhan siswa-siswi dalam mempelajari pelajaran matematika, dan menyadarkan bahwa matematika bukan hanya sekadar aktivitas penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian karena bermatematika di zaman sekarang harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup modern.

D. LANDASAN TEORI

 Siswa dibawa untuk mengamati dan memahami persoalan terlebih dahulu. Selanjutnya perkenalkan beberapa definisi penting yang harus dipahami agar siswa memiliki bekal untuk memahami fenomena-fenomena yang mereka temukan di lapangan.

 Ajak siswa untuk melakukan eksplorasi, mencoba-coba, dan biarkan mereka melihat apa yang terjadi. Di sini akan ada proses memunculkan ide-ide kreatif yang boleh jadi diluar dugaan guru. Di sinilah ruang kreatifitas terbentuk. Siswa akan lebih menikmati proses pembelajaran yang dilakukan.

 Biarkan siswa membuat hipotesis/dugaan atas apa yang mereka lakukan.

 Guru bersama siswa membahas kegiatan yang dilakukan. Berikan kesempatan pada para siswa untuk mempresentasikan hasil pengamatan mereka. Kemudian baru dilakukan proses verifikasi, meluruskan apa yang sudah dilakukan sehingga muncul formula atau rumus atau model yang dapat dijadikan rujukan ketika siswa menemukan persoalan serupa.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN MASALAH

A. MENGATASI KEJENUHAN DALAM BELAJAR MATEMATIKA

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku secara sadar sebagai akibat dari interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber atau objek belajar, baik yang sengaja dirancang. ataupun tidak sengaja dirancang namun dimanfaatkan. Proses belajar tidak hanya terjadi karena adanya interaksi antara peserta didik dengan guru, tetapi dapat pula diperoleh lewat interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber belajar lainnya.

Pembelajaran matematika, salah satu diantara tujuannya adalah membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta

kemampuan bekerjasama.

Untuk mencapai tujuan tersebut memang tidaklah mudah. Berbagai persepsi awal yang dimiliki siswa terhadap pelajaran matematika, telah membentuk sikap yang beragam. Ada yang memiliki minat yang tinggi terhadap matematika, namun tidak sedikit yang bersikap jenuh terhadap matematika. Hal ini tentu dikarenakan pengalaman belajar

yang pernah mereka rasakan.

Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap persepsi negatif siswa terhadap matematika adalah karena kejenuhan yang mereka alami selama belajar matematika. Sikap jenuh yang mereka rasakan bisa disebabkan karena ketidakmampuan mereka mengerjakan setiap soal yang diberikan, atau juga karena mereka sukar untuk memahami materi yang diajarkan. Kejenuhan ini juga sering ditimbulkan oleh guru pengajarnya. Karena guru kurang memiliki kemampuan dan tidak menguasai metoda, strategi dan pendekatan belajar yang dapat membuat suasana belajar menjadi menyenangkan dan membangkitkan minat.

(4)

1. PEMBERIAN MOTIVASI

Peranan guru yang sangat mendasar adalah membangkitkan motivasi dalam diri peserta didiknya agar semakin aktif belajar. Ada dua jenis motivasi, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik, ialah motivasi atau dorongan serta gairah yang timbul dari dalam peserta didik itu sendiri, misalnya ingin mendapat manfaat praktis dari pelajaran, ingin mendapat penghargaan dari teman terutama dari guru, ingin mendapat nilai yang baik sebagai bukti “mampu berbuat”. Motivasi ekstrinsik mengacu kepada faktor-faktor luar yang turut mendorong munculnya gairah belajar, seperti lingkungan sosial yang membangun dalam kelompok, lingkungan fisik yang memberi suasana nyaman, tekanan, kompetisi, termasuk fasilitas belajar yang

memadai dan membangkitkan minat.

Dalam pembelajaran matematika, motivasi itu sangat penting. Untuk membangkitkan motivasi intrinsik, siswa diingatkan akan pentingnya belajar matematika untuk memecahkan persoalan hidup sehari-hari, seperti perhitungan, pengukuran dan sebagainya. Apalagi bila siswa berkeinginan untuk melanjutkan belajar ke jenjang lebih tinggi lagi, maka pelajaran matematika akan terus diperoleh, sehingga pemahaman dan penguasaan materi pada tahap-tahap awal akan membantu untuk tahap-tahap selanjutnya. Motivasi ekstrinsik dapat dikondisi oleh guru, seperti dengan memberi pujian, hadiah dan sebagainya. Langkah-langkah berikut ini juga merupakan bentuk motivasi ekstrinsik.

2.MENCIPTAKAN SUASANA BELAJAR YANG MENYENANGKAN

Suasana belajarn yang menyenangkan dapat diciptakan oleh guru diantarnya menghindarkan suasana kaku, tegang apalagi menakutkan dalam belajar, menyisipkan humor-humor yang segar dan mendidik, tidak memberikan soal-soal yang terlalu sukar, dan lain-lain.

3. MEMBUAT LINGKUNGAN BELAJAR YANG NYAMAN

Lingkungan belajar yang menyenangkan dpat mempengaruhi sikap belajar siswa. Ciptakan suasana kelas yang nyaman, meja belajar dihiasi dengan sesuatu yang menyegarkan dan memberi semangat kepada siswa, dinding kelas ditempeli dengan gambar-gambar atau hiasan-hiasan yang mereka minati.

4. MENGADAKAN REFRESHING

Untuk menghilangkan rasa jenuh, bosan dan penat dalam belajar, siswa diberikan suasana refreshing, caranya bisa dengan menyertakan musik dalam ruangan belajar, memberikan permainan-permainan simulasi-simulasi yangterjait dengan materi belajar. Pada saat-saat tertentu, ajak siswa belajar diluar kelas, seperti di taman, di lapangan dan lain sebagainya.

(5)

Pembelajaran matematika secara formal umumnya diawali di bangku sekolah. Sementara itu, matematika di sekolah masih menjadi pelajaran yang menakutkan bagi para siswa. Di antara berbagai faktor yang memicu hal ini adalah proses pembelajaran yang kurang asyik dan menarik. Model pembelajaran yang sering di temui pada pembelajaran matematika adalah proses pembelajaran bercorak “teacher centered”, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru. Sehingga guru menjadi pemeran utama dan kehadirannya menjadi sangat menentukan. Pembelajaran menjadi tak dapat dilakukan tanpa kehadiran guru. Siswa cenderung pasif dan tidak berperan selama proses pembelajaran. Sehingga proses yang muncul adalah “take and give”. Dalam merangkai pembelajaran, guru pada umumnya terbiasa dengan model standar, yakni pembelajaran yang bermula dari rumus, menghapalnya, kemudian diterapkan dalam contoh soal. Model pembelajaran yang demikian tidak memberi ruang bagi siswa untuk melakukan observasi (mengamati), eksplorasi (menggali), inkuiri (menyelidiki), dan aktivitas-aktivitas lain yang memungkinkan mereka terlibat dan memahami permasalahan yang sesungguhnya. Model seperti ini yang mengakibatkan matematika bak kumpulan rumus yang menyeramkan, sulit dipelajari, dan nampak abstrak.

C. BAGAIMANA SEBAIKNYA MATEMATIKA DIAJARKAN ?

Sebagai contoh dalam pembelajaran mengenai perbandingan trigonometri . Pembelajaran trigonometri sering kali ditakuti karena yang nampak ke permukaan adalah simbol-simbol dan rumus-rumus yang abstrak. Adapun maknanya jarang diangkat dan dipahamkan kepada para siswa. Perbandingan trigonometri sesungguhnya berawal dari persoalan nyata. Berikut salah satu alternatif pengajaran yang dapat dilakukan:

1. Guru terlebih dahulu menjelaskan definisi-definisi penting sebagai bekal bagi mereka untuk melakukan observasi dilapangan.

2. Selanjutnya minta para siswa untuk mengukur tinggi benda-benda seperti tiang bendera, pohon, bangunan kelas, dan lain-lain. Biarkan mereka berekslporasi menemukan caranya sendiri. Dari sisni tentu akan ada beragam cara yang diusulkan siswa agar dapat mengukur tinggi benda-benda tersebut. Dalam hal ini guru bertugas mengakomodir berbagai respon yang muncul, membimbing, dan mencoba mengarahkan para siswa agar tidak terlalu keluar dari wilayah yang dijadikan tujuan. 3. Berikutnya guru dapat mengarahkan siswa untuk menerapkan perbandingan

(6)

4. Ajak siswa membandingkan efektifitas dan tingkat kemudahan berbagai macam cara yang diperoleh melalui kegiatan tersebut. Dari sini akan diperoleh gambaran bahwa matematika khususnya perbandingan trigonometri dapat mempermudah menyelesaikan permasalahan yang ada.

5. Kegiatan pembelajaran dapat diakhiri dengan meminta siswa menuliskan rangkaian kegiatan yang dilakukan hingga hasil akhir yang dicapai. Dengan ini, kemungkinan besar siswa dapat lebih memahami konsep perbandingan trigonometri.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Matematika adalah ilmu realitas, dalam artian ilmu yang bermula dari kehidupan nyata. Selayaknya pembelajarannya dimulai dari sesuatu yang nyata, dari ilustrasi yang dekat dan mampu dijangkau siswa, dan kemudian disederhanakan dalam formulasi matematis. Mengajarkan matematika bukan sekedar menyampaikan aturan-aturan, definisi-definisi, ataupun rumus-rumus yang sudah jadi. Konsep matematika seharusnya disampaikan bermula pada kondisi atau permasalahan nyata. Berikut tahapan pengajaran yang dapat dilakukan:

1. Siswa dibawa untuk mengamati dan memahami persoalan terlebih dahulu. Selanjutnya perkenalkan beberapa definisi penting yang harus dipahami agar siswa memiliki bekal untuk memahami fenomena-fenomena yang mereka temukan di lapangan.

2. Ajak siswa untuk melakukan eksplorasi, mencoba-coba, dan biarkan mereka melihat apa yang terjadi. Di sini akan ada proses memunculkan ide-ide kreatif yang boleh jadi diluar dugaan guru. Di sinilah ruang kreatifitas terbentuk. Siswa akan lebih menikmati proses pembelajaran yang dilakukan.

3. Biarkan siswa membuat hipotesis/dugaan atas apa yang mereka lakukan.

4. Guru bersama siswa membahas kegiatan yang dilakukan. Berikan kesempatan pada para siswa untuk mempresentasikan hasil pengamatan mereka. Kemudian baru dilakukan proses verifikasi, meluruskan apa yang sudah dilakukan sehingga muncul formula atau rumus atau model yang dapat dijadikan rujukan ketika siswa menemukan persoalan serupa.

5. Satu hal yang juga tidak kalah penting adalah proses mengapresiasi. Seandainya hipotesis yang diambil oleh siswa ternyata kurang tepat maka guru hendaknya tetap memberi apresiasi. Dengan seperti itu, maka siswa akan tetap terpacu motivasinya.

B. SARAN

(7)

diharapkan siswa-siswi juga menyukai pelajarannya, dan mulailah buat suatu kelompok belajar agar lebih banyak masukan-masukan yang bisa di dapat dari teman yang lain. Demikian saran dan kritik yang penulis harapkan agar bisa lebih baik untuk menulis karya ilmiah selanjutnya.

C. DAFTAR PUSTAKA

(8)

MENINGKATKAN PRESTASI

BELAJAR MATEMATIKA

Karya Tulis Ilmiah

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

DENGAN METODE PROBLEM-BASED LEARNING PADA POKOK BAHASAN LOGIKA MATEMATIKA DI KELAS X-1 SMA NEGERI 3 BLITAR

TAHUN PELAJARAN 2006 / 2007 ABSTRAK

Priyoananto,Lulus.2007. Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Dengan Metode

Problem-Based Learning Pada Pokok Bahasan Logika Matematika di Kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Pelajaran 2006 / 2007.

Kata kunci : Logika, Problem-Based Learning

Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran matematika perlu dicarikan upaya-upaya yang tepat dan efektif serta efisien. Salah satu upayanya adalah pemilihan strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas belajar siswa dan bukan pada aktifitas mengajar guru. Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika. Salah satunya adalah Problem-Based Learning. Dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam penyelesaian soal-soal logika dibanding dengan strategi pembelajaran lainnya, strategi Problem-Based Learning memiliki beberapa keunggulan, diantaranya siswa lebih aktif untuk berdiskusi dan berkolaborasi dalam

menyelesaikan masalah.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal – soal pada pokok bahasan Logika Matematika. (2) mengetahui prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Logika Matematika. (3) mengetahui dampak metode Problem-Based

Learning dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Logika Matematika.

Sedangkan manfaat hasil penelitian diharapkan antara lain bagi siswa: (1) Meningkatkan minat siswa dalam memahami Logika Matematika. (2) Memiliki rasa setia kawan, kerjasama dan tanggung jawab. (3) Memotifasi siswa untuk lebih mantap dalam belajar matematika terutama pada pokok bahasan Logika Matematika. (4) Siswa mengerti akan pentingnya belajar berkelompok. (5) Siswa dapat saling berinteraksi dalam kelompok untuk

menyampaikan pendapat atau mendiskusikan setiap soal pada pokok bahasan Logika Matematika. (6) Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah melalui pemberian tugas secara berkelompok. Bagi guru: (1) Mendorong untuk meningkatkan profesionalisme guru. (2) Memperbaiki kinerja guru. (3) Menumbuhkan wawasan berfikir ilmiah. (4) Mempermudah pelaksanaan pembelajaran. Bagi sekolah (1) Hasil pembelajaran sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran. (2) Meningkatkan kualitas atau mutu sekolah melalui peningkatan prestasi siswa dan kinerja guru

Waktu penelitian dilaksanakan mulai tanggal 3 April s/d 18 April 2007. penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus dan setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan dan refleksi tindakan. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes prestasi belajar, angket dan observasi. Untuk penyajian data disajikan dalam bentuk tabel agar lebih mudah untuk dibaca dengan teknik analisa diskriptif.

(9)

disimpulkan bahwa penggunaan metode Problem-Based Learning dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan logika matematika dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Pelajaran 2006-2007.

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, karena bimbinganNyalah penelitian ini dapat diselesaikan. Dalam penyusunan penelitian yang berjudul “Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Dengan Metode Problem-Based Learning Pada Pokok Bahasan Logika Matematika di Kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Pelajaran 2006 / 2007” Peneliti sadari masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan koreksi, kritik dan saran dari berbagai pihak untuk perbaikan dan penyempurnaannya.

Pada kesempatan yang baik ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Drs. Pratignyo Yitno Sutomo, M.Pd selaku Kepala Dinas Pendidikan Daerah Tingkat II Kota Blitar.

2. Bapak dan Ibu Guru Matematika SMA Negeri 3 Blitar.

3. Semua pihak yang telah ikut membantu dan mendukung kegiatan penelitian ini.

Harapan Peneliti semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi para pembaca.

(10)

Peneliti DAFTAR ISI Hal

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi DAFTAR LAMPIRAN vii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah 4 C. Tujuan Penelitian 5 D. Manfaat Penelitian 5 E. Batasan Masalah 7 F. Penegasan Istilah 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran 9 B. Prinsip-prinsip Belajar 10

C. Motivasi Belajar 11 D. Pendekatan Belajar 13 E. Masalah-masalah Belajar 14

F. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) 18 G. Logika Matematika 20

H. Penelitian Tindakan Kelas 25 I. Hipotesis 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Seting Penelitian 29 B. Siklus Penelitian 29 C. Instrumen Penelitian 33 D. Teknik analisa data 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Siklus I 38

1. Perencanaan 38 2. Pelaksanaan 38 3. Pengamatan 41

4. Refleksi Perbaikan dan Pengayaan 49 B. Siklus II 49

1. Perencanaan 49 2. Pelaksanaan 50 3. Pengamatan 52

(11)

A. Kesimpulan 66 B. Saran 67

DAFTAR PUSTAKA 68 DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Data Nilai Ulangan Harian PRA PTK Siswa Kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Pelajaran 2006-2007 39

Tabel 2. Nilai hasil ulangan Harian Siklus I 42

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data Perolehan Nilai Siswa pada Siklus I 46 Tabel 4. Keaktifan Siswa Mencatat pada Siklus I 46

Tabel 5. Keaktifan Siswa dalam Belajar Kelompok Siklus I 46 Tabel 6. Nilai Hasil Ulangan Harian Siklus II 53

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Data Perolehan Nilai Siswa pada Siklus II 56 Tabel 8. Keaktifan Siswa Mencatat pada Siklus II 57

Tabel 9. Keaktifan Siswa dalam Belajar Kelompok Siklus II 57 Tabel 10. Ringkasan Hasil Pengamatan Kolaborator pada Siklus II 58

Tabel 11. Hasil Angket tentang Metode Pembelajaran dengan Metode Problem-Based Learning (yang ditujukan dalam bentuk proses) 60

Tabel 12. Data Hasil Belajar Sebelum Diadakan Penelitian 61 Tabel 13. Data Hasil Kenaikan Nilai Ulangan Secara Keseluruhan 62 Tabel 14. Data Hasil Distribusi Frekuensi Perolehan Nilai dari Siklus I dan Siklus II 62

Tabel 15. Data Hasil Kreatifitas Siswa Mencatat Materi Pelajaran Siklus I dan Siklus II 63

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Silabus 69

2. Tes Evaluasi Siklus I 71

3. Kunci Jawaban Tes Evaluasi Siklus I 72 4. Tabel Monitoring Kolaborator Siklus I 74 5. Tes Evaluasi Siklus II 75

6. Kunci Jawaban Tes Evaluasi Siklus II 77 7. Tabel Monitoring Kolaborator Siklus II 79 8. Angket 80

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pembelajaran matematika banyak guru yang mengeluhkan rendahnya kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika. Hal ini terlihat dari banyaknya kesalahan siswa dalam memahami konsep matematika sehingga mengakibatkan kesalahan – kesalahan dalam mengerjakan soal sehingga mengakibatkan rendahnya prestasi belajar siswa (skor) baik dalam ulangan harian, ulangan semester, maupun ujian akhir sekolah, padahal dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas biasanya guru memberikan tugas (pemantapan) secara kontinu berupa latihan soal. Kondisi riil dalam pelaksanaannya latihan yang diberikan tidak sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

menerapkan konsep matematika. Rendahnya mutu pembelajaran dapat diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran. Penyebabnya dapat berasal dari siswa, guru maupun sarana dan prasarana yang ada, minat dan motivasi siswa yang rendah, kinerja guru yang rendah, serta sarana dan prasarana yang kurang memadai akan menyebabkan

pembelajaran menjadi kurang efektif. Saat sekarang ini sistem pembelajaran harus sesuai dengan kurikulum yang menggunakan sistem KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Jadi pendidikan tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif saja tetapi juga afektif dan psikomotorik.

Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa, sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik harus selalu meningkatkan kualitas

profesionalismenya yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran. Juga mengupayakan siswa untuk memiliki hubungan yang erat dengan guru, dengan teman – temannya dan juga dengan lingkungan sekitarnya.

Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran (Semiawan, 1985).Banyaknya teori dan hasil penelitian para ahli pendidikan yang

menunjukkan bahwa pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Atas dasar ini munculah istilah Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ). Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi CBSA adalah pembelajaran dengan pemberian tugas secara berkelompok.

Pembelajaran Berbasis Masalah dikembangkan dari pemikiran nilai – nilai demokrasi, belajar efektif perilaku kerja sama dan menghargai keanekaragaman dimasyarakat. Dalam

pembelajaran guru harus dapat menciptakan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki ciri proses demokrasi dan proses ilmiah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan jawaban terhadap praktek pembelajaran kompetensi serta merespon

perkembangan dinamika sosial masyarakat. Selain itu pembelajaran berbasis masalah pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari pembelajaran kelompok. Dengan demikian, metode pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.

Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000:2 dalam Nurhadi dkk,2004), “ Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Learning (Pembelajaran Proyek), Eksperience-Based Education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman), Authentic learning (Pembelajaran

(13)

dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat

memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukankan penyelidikan secara inkuiri. Terkait dengan kurikulum 2004, pembelajaran dengan pemberian tugas secaraberkelompok menjadi salah satu pendekatan yang sebaiknya di kuasai oleh guru baik secara teoritis maupun praktis. Berangkat dari pemikiran tersebut Peneliti memilih judul “Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Dengan Metoda Problem-Based Learning Pada Pokok Bahasan Logika Matematika Di Kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah dengan metode Problem-Based Learning dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal – soal latihan pada pokok bahasan Logika Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007?

2. Apakah dengan metode Problem-Based Learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas pada pokok bahasan Logika Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Tahun Ajaran 2006 – 2007?

3. Bagaimanakah dampak metode Problem-Based Learning dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Logika Matematika siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007?

C. Tujuan Penelitian

Untuk memberi arah yang jelas tentang maksud dari penelitian ini dan berdasar pada rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal – soal pada pokok bahasan Logika Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007 yang diajarkan dengan metode Problem-Based Learning.

2. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Logika Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007 yang diajarkan dengan metode Problem-Based Learning..

3. Untuk mengetahui dampak metode Problem-Based Learning dalam meningkatkan prestasi belajar siswa X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007 pada pokok bahasan Logika Matematika.

D. Manfaat Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat memberikan mamfaat bagi :

1. Bagi Siswa

a. Meningkatkan minat siswa dalam memahami Pokok Bahasan Logika Matematika. b. Memiliki rasa setia kawan, kerjasama dan tanggung jawab.

c. Memotivasi siswa untuk lebih mantap dalam belajar matematika terutama pada pokok bahasan Logika Matematika.

d. Siswa mengerti akan pentingnya belajar berkelompok.

e. Siswa dapat saling berinteraksi dalam kelompok untuk menyampaikan pendapat atau mendiskusikan setiap soal pada pokok bahasan Logika Matematika.

f. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah melalui pemberian tugas secara berkelompok

2. Bagi Guru

(14)

c. Menumbuhkan wawasan berfikir ilmiah d. Meningkatkan kualitas pembelajaran. 3. Bagi Sekolah

a. Hasil pembelajaran sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran.

b. Meningkatkan kualitas atau mutu sekolah melalui peningkatan prestasi siswa dan kinerja guru.

E. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Proses pembelajaran matematika dengan metode Problem-Based Learning untuk meningkatkan prestasi belajar matematika dilaksanakan di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar semester genap tahun pelajaran 2006 / 2007

2. Materi yang diajarkan adalah pada pokok bahasan Logika Matematika F. Penegasan Istilah

Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang ada dan untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka diberikan penegasan istilah sebagai berikut :

1. Prestasi belajar

“ Prestasi belajar adalah suatu nilai yang menunjukkan hasil tertinggi dalam belajar yang dicapai menurut kemampuan anak dalam mengerjakan sesuatu pada saat tertentu pula”. (Sumartono, 1971). Dalam penelitian ini yang dimaksud mengerjakan sesuatu adalah menyelesaikan soal – soal pokok bahasan Logika Matematika. Sedang yang dimaksud pada saat tertentu adalah pada saat dilakukan ulangan harian.

2. Logika Matematika

Logika Matematika adalah Pokok bahasan dalam pelajaran matematika yang diajarkan di kelas X SMA pada semester genap.

3. Pemberian Tugas Secara Berkelompok

Pemberian tugas secara berkelompok adalah pemberian tugas kepada siwa yang dikerjakan oleh dua orang siswa atau lebih, dimana siswa belajar dapat bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok . (Johnson, 1991 dalam Santoso, 1998 ).

4. Pengajaran Berbasis Masalah

(15)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran

Belajar pada prinsipnya adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara siswa dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik secara sengaja dirancang atau tanpa sengaja dirancang (Suliana,2005). Kegiatan belajar tersebut dapat dihayati (dialami) oleh orang yang sedang belajar. Selain itu kegiatan belajar juga dapat di amati oleh orang lain. Belajar yang di hayati oleh seorang pebelajar (siswa) ada hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar yang di alami oleh pebelajar terkait dengan pertumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang juga berupa perkembangan mental tersebut juga didorong oleh tindakan pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajar. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai dampak pengiring, selanjutnya, dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari tindakan pendidikan atau pembelajaran. Proses belajar siswa tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki, suatu hasil belajar sebagai dampak pengajaran. (Dimyati & Mudjiono, 2002)

B. Prinsip-prinsip Belajar

Para ahli meneliti gejala-gejala dari berbagai sudut pandang ilmu. Mereka telah menemukan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar. Diantara prinsip-prinsip belajar yang penting

berkenaan dengan :

1. Perhatian dan motivasi belajar siswa 2. Keaktifan belajar

3. Keterlibatan dalam belajar 4. Pengulangan belajar

5. Tantangan semangat belajar

6. Pemberian balikan dan penguatan belajar

7. Adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar

Perhatian dapat memperkuat kegiatan belajar, menggiatkan perilaku untuk mencapai sasaran belajar. Perhatian berhubungan dengan motivasi sebagai tenaga penggerak belajar. Motivasi dapat bersifat internal atau eksternal, maupun intrinsik atau ekstrinsik.

(16)

dipelajarinya. Sedang motivasi ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyertanya. Sebagai contoh, seorang siswa belajar sungguh-sungguh bukan disebabkan karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan untuk naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik kelas dan mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.

Dewasa ini para ahli memandang siswa adalah seorang individu yang aktif. Oleh karena itu, peran guru bukan sebagai satu-satunya pembelajar, tetapi sebagai pembimbing, fasilitator dan pengarah. Belajar memang bersifat individual, oleh karena itu belajar berarti suatu keterlibatan langsung atau pemerolehan pengalaman individual yang unik. Belajar tidak terjadi sekaligus, tetapi akan berlangsung penuh pengulangan berkali-kali, bersinambungan, tanpa henti. Belajar yang berarti bila bahan belajar tersebut menantang siswa. Belajar juga akan menjadi terarah bila ada balikan dan penguatan dari pembelajar. Betapapun

pembelajaran yang telah direkayasa secara pedagogis oleh guru, hasil belajar akan terpengaruh oleh karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifat individual pebelajar. C. Motivasi Belajar

Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi. Ada sebagian ahli psikologi pendidikan yang menyebut kekuatan mental yang

mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku pada individu belajar (Koeswara, 1989; Siagia, 1989; Sehein, 1991; Biggs & Telfer, 1987 dalam Dimyati & Mudjiono, 2002 ). Sebagai kekuatan mental, motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1. Motivasi Primer

Motivasi Primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. (Dimyati & Mudjiono, 2002)

2. Motivasi Sekunder

Motivasi Sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi primer. Sebagai ilustrasi seorang yang lapar akan tertarik pada makan dibanding belajar. Untuk memperoleh makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja dengan baik, orang harus belajar bekerja. “Bekerja dengan baik” merupakan motivasi sekunder. Bila orang bekerja dengan baik, maka ia akan memperoleh gaji berupa uang. Uang tersebut merupakan penguat motivasi sekunder. Uang merupakan penguat umum, agar orang bekerja dengan baik. Bila orang memiliki uang setelah ia bekerja dengan baik, maka ia dapat membeli makanan untuk menghilangkan rasa lapar.(Jalaludin Rahmad, 1991; Sumadi Suryabrata, 1991 dalam Dimyati & Mudjiono, 2002)

Berdasarkan sifatnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu : 1. Motivasi Intrinsik

Motivasi Intrinsik adalah motivasi yang dikarenakan orang tersebut senang melakukannya. (Dimyati & Mudjiono, 2002)

2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi Ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya. Orang berbuat sesuatu, karena dorongan dari luar seperti adanya hadiah dan menghindari hukuman.(Dimyati & Mudjiono, 2002)

D. Pendekatan Belajar

(17)

agar mampu mengelola berbagai pesan sehingga siswa terbiasa belajar sepanjang hayat. Pendekatan pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar. Dalam belajar tentang pendekatan belajar tersebut, orang dapat melihat pengorganisasian siswa, posisi guru-siswa dalam pengolahan pesan, dan pemerolehan kemampuan dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dengan pengorganisasian siswa dapat dilakukan dengan pembelajaran secara individual,

pembelajaran secara kelompok, dan pembelajaran secara klasikal. (Dimyati & Mudjiono, 2002)

E. Masalah-masalah Belajar

Dari sisi siswa yang bertindak belajar akan menimbulkan masalah-masalah internal belajar. Dari sisi guru, yang memusatkan perhatian pada pebelajar yang belajar maka akan muncul faktor-faktor eksternal yang memungkinkan terjadinya belajar.

Faktor internal yang dialamai oleh siswa meliputi hal-hal seperti; sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, kemampuan mengolah bahan belajar, kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar, kemampuan menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar dan cita-cita siswa. Faktor-faktor internal ini akan menjadi masalah sejauh siswa tidak dapat menghasilkan tindak belajar yang menghasilkan hasil belajar yang baik. (Dimyati & Mudjiono, 2002)

Faktor eksternal meliputi hal-hal sebagai berikut; guru sebagai pembimbing belajar,

prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan siswa di sekolah, dan kurikulum sekolah. Dari sisi guru sebagai pembelajar maka peranan guru dalam mengatasi masalah-masalah eksternal belajar merupakan prasyarat terlaksanannya siswa dapat belajar.(Dimyati & Mudjiono, 2002)

Sumadi Suryabrata (1984) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih lagi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu :

a. Faktor-faktor non-sosial

Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tidak terbilang jumlahnya, seperti misalnya : keadaan suhu, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang atau malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (alat tulis, buku, alat peraga, dan sebagainya yang dapat kita sebut sebagai alat pelajaran).

b. Faktor-faktor sosial

Yang dimaksud dengan faktor sosial disini adalah faktor manusia (semua manusia), baik manusia itu hadir maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Kehadiran orang atau orang-orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, banyak kali mengganggu belajar itu; misalnya kalau satu kelas murid sedang melaksanakan ujian, lalu banyak anak-anak lain bercakap-cakap di samping kelas, atau seseorang sedang belajar di kamar, satu atau dua orang hilir mudik keluar masuk kamar belajar itu dan sebagainya. Selain kehadiran yang langsung seperti yang dikemukakan di atas, mungkin juga orang lain itu hadir tidak secara langsung atau dapat disimpulkan kehadirannya; misalnya saja potret dapat merupakan representasi dari seseorang, suara nyanyian yang dihidangkan lewat radio maupun tape recorder juga dapat merupakan representasi bagi kehadiran seseorang.

2. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar, dan ini pun dapat lagi digolongkan menjadi dua golongan yaitu :

a. Faktor-faktor fisiologi

Faktor-faktor fisiologi ini masih dapat lagi dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) Keadaan tonus jasmani pada umumnya

(18)

(a) Nutrisi harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani, yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah dan lain sebagainya.

(b) Beberapa penyakit yang kronis sangat mengganggu belajar itu.

2) Keadaan fungsi-fungsi fisiologi tertentu terutama fungsi-fungsi alat indra. b. Faktor-faktor psikologi

Arden N. Frandsen (dalam S. Suryabrata, 1984) mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah sebagai berikut:

1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas

2) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman. 3) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan kooperasi maupun kompetensi

4) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran 5) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.

F. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)

Pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan masalah, serta untuk

memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2002:2 dalam Nurhadi dkk, 2004), “Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-based Teaching (pembelajaran proyek), Experience-Based Education (pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic learning (Pembelajaran

autentik), dan Anchored instructian (pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)”. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pembelajaran berbasis masalah terdiri dari penyajian kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

1. Ciri-ciri pengajaran berbasis masalah

Berbagai pengembangan pembelajaran berbasis masalah menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah b. Berfokus pada ketrampilan antar disiplin c. Penyelidikan autentik

d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya 2. Tujuan pembelajaran dan hasil pembelajaran

Pengajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri. (Nurhadi, Burhan & Agus, 2004)

3. Tahapan pembelajaran berbasis masalah

Pengajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah yang diakhiri dengan penyajian dan analisa hasil kerja siswa.

a. Tahap pertama adalah orientasi siswa terhadap masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

(19)

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

c. Tahap ketiga adalah membimbing penyelidikan individual dan kelompok. Guru

mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan penyelesaian masalahnya.

d. Tahap keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dengan laporan, video dan model serta membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.

e. Tahap kelima adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-peoses yang mereka gunakan.

G. Logika Matematika 1. Pernyataan

Pernyataan adalah suatu kalimat yang deklaratif yang bernilai benar saja atau salah saja, tetapi tidak sekaligus benar dan salah. Yang dimaksud benar atau salah adalah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Setiap pernyataan adalah kalimat tetapi tidak semua kalimat adalah pernyataan.

Contoh : a. 4 kurang dari 5 (benar) b. 6 adalah bilangan prima (salah)

Suatu pernyataan biasanya dilambangkan dengan memakai huruf kecil, seperti a,b,c, …….o,p,q, dan seterusnya.

Contoh : Pernyataan “4 kurang dari 5” Ditulis p : 4 kurang dari 5

Benar atau salah dari suatu pernyataan dapat ditentukan melalui dasar empiris dan tak empiris.

Dasar empiris yaitu menentukan benar atau salah dari suatu pernyataan berdasarkan fakta yang ada atau dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh : “ Ibu kota Indonesia adalah Jakarta”, merupakan pernyataan benar.

Dasar tak empiris yaitu menentukan benar atau salah dari suatu pernyataan dengan

memakai bukti atau perhitungan-perhitungan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh : “Akar persamaan 3X – 2 = 4 adalah 2”, merupakan pernyataan benar.

2. Kalimat Terbuka

Kalimat terbuka adalah kalimat yang mengandung variabel, dan jika variabel tersebut di ganti konstanta dengan semesta yang sesuai maka kalimat itu akan menjadi kalimat yang bernilai benar saja atau salah saja.

Variabel adalah simbol yang menunjukkan suatu anggota yang belum spesifik dalam semesta pembicaraan. Dan konstanta adalah simbol yang menunjukkan anggota tertentu (yang sudah spesifik) dalam semesta pembicaraan.

Contoh : a. 2 + x = 5, untuk nilai x variabel bilangan cacah. b. 4x+3>9, untuk nilai x variabel bilangan asli.

3. Ingkaran dan Negasi (~)

Ingkaran atau negasi adalah kebalikan dari suatu pernyataan. Jika pernyataan yang semula bernilai benar jika dinegasi maka akan menjadi bernilai salah, atau sebaliknya pernyataan yang semula bernilai salah bila dinegasi maka akan bernilai benar.Contoh : a bila dinegasi ~a (berarti bukan a). Adapun tabel kebenarannya adalah sebagai berikut:

p ~p B S S B

)Ù4. Konjungsi (

(20)

B B B B S S S B S S S S

)Ú5. Disjungsi (

Disjungsi adalah dua pernyataan bernilai benar jika salah satu komponennya bernilai benar atau bernilai salah bila kedua komponennya bernilai salah. Disjungsi adalah kata lain dari perangkai atau. Tabel kebenarannya adalah sebagai berikut:

p q pvq

Implikasi adalah dua pernyataan majemuk yang disusun dari dua buah pernyataan p q) pernyataan tersebut bernilaiÞdan q dengan bentuk jika p maka q (p salah jika p bernilai benar dan q bernilai salah dan yang lainnya bernilai benar. Tabel kebenarannya adalah sebagai berikut:

Biimplikasi adalah pernyataan yang dibentuk dari dua pernyataan p dan q dengan

menggunakan kata hubung “jika dan hanya jika”. Biimplikasi dua pernyataan akan bernilai benar jika komponen-komponennya memiliki kebenaran yang sama. Tabel kebenarannya adalah sebagai berikut:

8. Pernyataan Majemuk

Pernyataan majemuk adalah pernyataan yang dibentuk dari beberapa pernyataan tunggal (komponen) yang dirangkai dengan menggunakan kata hubung logika.

~q) !ÚContoh : tunjukkan dengan nilai kebenaran pernyataan majemuk ~(p ~q)ÚJawab : tabel kebenaran ~(p

Tautologi adalah suatu pernyataan majemuk yang selalu selalu benar untuk semua kemungkinan nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan komponennya.

10. Ekuivalen

(21)

11. Kuantor Universal

Kuantor universal adalah pernyataan yang menggunakan kata semua atau setiap pernyataan yang berkuantor universal “semua A adalah B”

12. Kuantor Eksistensi

Kuantor Ekstensial adalah pernyataan yang menggunakan kata “ada atau beberapa”. H. Penelitian Tindakan Kelas

1. Pengertian

Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) adalah suatu bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru yang hasilnya dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan keahlian mengajar peningkatan profesionalisme guru, pengembangan sekolah, pengembangan kurikulum dan lain – lain ( Mc. Niff ; 1992 : 1 dalam Djuweni, 2005 : 2 ). Jenis penelitian ini merupakan penelitian praktis yang dilakukan dikelas dan bertujuan untuk menemukan strategi pembelajaran yang tepat untukmemperbaiki praktik

pembelajaran yang ada. 2. Karakteristik PTK

Penelitian tindakan kelas mempunyai ciri yang nampak jelas yaitu:

a. Situasional artinya sesuai dengan diagnosa masalah dalam konteks tertentu yang diangkat dari praktik pembelajaran sehari-hari yang dirasakan oleh guru dan siswa. b. Bersifat self evaluatif yaitu dalam memodifikasi kegiatan praktis dilakukan sendiri secara kontinu dan dievaluasi hingga mencapai perbaikan yang nyata.

c. Kolaboratif artinya dalam pelaksanaan tindakan kelas guru dapat bekerja sama secara partisipatif dengan guru lain, kepala sekolah, peneliti ahli ataupun siswa sehingga perspektif terhadap obyek dan hasil penelitian objektif.

d. Penelitian tindakan kelas memanfaatkan data hasil pengamatan dan perilaku empiris yang bukan sekedar kesan impresionistik subjektif.

3. Manfaat PTK

Ditinjau dari segi akademik penelitian tindakan kelas bermanfaat untuk membantu guru menghasilkan pengetahuan yang valid dan relevan dengan kondisi kelas mereka untuk memperbaiki proses pembelajaran jangka pendek ( Raka Joni, 1995 dalam Djuweni, 2005 : 4 )

a. Pelaksanaan inovasi pembelajaran dari bawah ( bottom up) b. Pengembangan kurikulum ditingkat kelas dan sekolah

c. Meningkatkan profesionalisme guru yaitu melalui pengkajian dan pengembangan secara sistematik dan berkelanjutan.

4. Menurut model Kemis dan Mc. Taggart, pelaksanaan penelitian tindakan mencakup empat langkah :

a. Merumuskan masalah dan merencanakan tindakan. b. Melaksanakan tindakan dan melaksanakan monitoring. c. Refleksi hasil pengamatan.

d. Perubahan / revisi perencanaan untuk kegiatan selanjutnya. Mc. Kernan menyebutkan tujuh langkah dalam PTK

a. Analisis situasi atau mengenal medan b. Perumusan dan klasifikasi masalah c. Hipotesis tindakan

d. Perencanaan tindakan dan monitoring e. Implementasi tindakan dan monitoring f. Evaluasi hasil tindakan

g. Refleksi dan pengambilan keputusan untuk pengembangan selanjutnya. 5. Identifikasi dan Merumuskan Masalah

Untuk membantu pengidentifikasian masalah, ada beberapa sumber yang dapat dijadikan acuan : 1) Bacaan terutama yang berisi laporan penelitian, 2) Seminar, diskusi dan

(22)

I. Hipotesis

Keberhasilan pembelajaran, dalam arti tercapainya tujuan–tujuan pembelajaran, sangat bergantung pada kemampuan guru dalam mengolah Pembelajaran. Pembelajaran yang baik dapat menciptakan situasi yang memungkinkan anak belajar sehingga merupakan awal keberhasilan pembelajaran. Didalam kurikulum 2004 yaitu KBK siswa dituntut untuk lebih kreatif, imajinatif, mandiri, bekerja sama dan solider.

Pengalaman dan kegiatan pembelajaran menunjukkan aktifitas belajar yang perlu dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standart kompetensi. Pengalaman belajar yang diciptakan harus mampu mengembangkan ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik, Oleh karena itu keahlian guru dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan standart kompetensi yang akan dicapai sangat diperlukan. Model pembelajaran yang mungkin digunakan guru diantaranya adalah pembelajaran dengan metode Problem-Based Learning. Dimana didalam pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk lebih kreatif,

bertanggungjawab terhadap diri, kelompok dan lingkungannya.

Berdasarkan kerangka teoritik diatas, maka hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dengan metode Problem-Based Learning dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal – soal latihan pada pokok bahasan Logika Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007?

2. Dengan metode Problem-Based Learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas pada pokok bahasan Logika Matematika di kelas X-1 SMA Negeri 3 Tahun Ajaran 2006 – 2007?

3. Dampak metode Problem-Based Learning sangat baik dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Logika Matematika siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Ajaran 2006 – 2007?

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Seting Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 3 Blitar pada kelas X-1 semester genap tahun pelajara 2006/2007 dengan pokok bahasan Logika Matematika dengan Metode Problem-Based Learning.

SMA Negeri 3 Blitar adalah salah satu sekolah negeri yang berada dibawah Dinas Pendidikan Daerah Kota Blitar yang beralamatkan di Jl. Ahmad Yani No. 94A Telp (0342) 801525 Blitar. Jumlah siswa sebanyak 411 siswa terdiri dari 11 kelas yang terbagi menjadi 3 tingkatan yaitu tingkat X, XI dan XII adapun dari masing-maisng tingkat terbagi menjadi 4 kelas dan 3 kelas yaitu kelas X-1, X-2, X-3, X-4, XI-IA, XI IS-X-1, XI IS-2, XI IS-3,XII IA,XII IS-1 dan XII IS-2 jumlah guru sebanyak 37 orang.

(23)

B. Siklus Penelitian

Setelah persiapan dianggap cukup baru penelitian dimulai, Peneliti membagi penelitian menjadi dua siklus. Sedangkan waktunya mulai tanggal 3 April s/d 18 April 2007. Langkah – langkah yang di tempuh dalam penelitian ini adalah :

1. Siklus I

1. Perencanaan ( Planing )

Dalam tahap Perancanaan Peneliti bersama Kolaborator mempersiapkan : SilabusØ

Soal – soal ulangan harianØ Instrumen penelitianØ

Materi pelajaran yaitu Logika MatematikaØ 2. Pelaksanaan ( Acting )

Tahap pelaksanaan dilaksanakan didalam kelas dengan melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan silabus yang telah disediakan. Peneliti

membimbing siswa dalam menyelesaikan soal Logika Matematika dengan pendekatan Problem-Based Learning membentuk suatu diskusi kelompok kecil. Peneliti memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, Sementara Kolaborator mengamati proses pembelajaran sebagai bahan diskusi

selanjutnya.

3. Pengamatan ( Observing )

Kolaborator melakukan pengamatan terhadap kegiatan siswa, baik tentang sikap maupun tingkah laku selama kegiatan pembelajaran

4. Refleksi ( Reflecting )

Dalam tahap ini merupakan kegiatan menganalisa, mensintesa dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran pada siklus I berlangsung dan diadakan ulangan harian yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar baik secara individu maupun klasikal.

Bila ternyata pada tahap ini seluruh siswa telah mencapai standart ketuntasan minimal, maka langsung dilanjutkan dengan siklus II. e. Perbaikan dan Pengayaan

Jika pengamatan dan penilaian dari hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan hasilnya kurang sesuai dengan yang diharapkan, dengan pedoman ketuntasan belajar secara klasikal maupun individu maka dicari penyebab dan penyelesaian untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, kemudian dilakukan perbaikan dengan mengadakan ulangan kembali sebagai remedial dan pengayaan bagi siswa yang telah mendapat standart

ketuntasan minimal. 2. Siklus II

Pada siklus II merupakan tindak lanjut dari siklus I dengan memperhatikan hasil observasi, dan hasil diskusi dengan Kolaborator serta hasil belajar siswa juga mengetahui ketuntasan belajar siswa secara individu maupun klasikal, maka Peneliti bersama Kolaborator merencanakan proses pembelajaran selanjutnya. Adapun langkah – langkah pada siklus II adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan

Menyiapkan silabusØ

Menyiapkan soal – soal evaluasi IIØ Instrumen penelitianØ

Materi pelajaran yaitu Logika MatematikaØ 2. Pelaksanan Tindakan

Siswa melaksanakan kegiatan belajar sesuai dengan perencanaan

(24)

3. Pengamatan ( Observasi )

Ketika siswa melakukan kegiatan belajar pada siklus II, Kolaborator

mengamati perubahan sikap dengan memberikan instrumen (angket) yang harus diisi oleh siswa dan juga diamati pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan memperlihatkan hasil nilai ulangan II.

4. Refleksi

Dalam tahap ini merupakan kegiatan menganalisa, mensintesa dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran pada siklus II berlangsung, dan diadakan ulangan harian yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar baik secara individu maupun klasikal

e. Perbaikan

Jika dari hasil pengamatan dan penilaian dari hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan hasilnya kurang sesuai dengan yang diharapkan, sesuai dengan pedoman ketuntasan belajar secara klasikal maupun individu, maka dicari penyebab dan penyelesaian untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, kemudian dilakukan perbaikan dengan mengadakan ulangan kembali sebagai remedial dan pengayaan bagi siswa yang telah mencapai standart ketuntasan minimal.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan pada waktu melaksanakan penelitian dalam upaya mencari dan mengumpulkan data penelitian dalam masalah ini hasil ulangan harian pada pokok bahasan Logika Matematika pada kelas X-1 semester genap SMA Negeri 3 Blitar tahun pelajaran 2006 / 2007 dan respon kondisi pembelajaran dari siswa.

Untuk mencapai maksud tersebut di atas, peneliti dalam hal ini menggunakan metode pengumpulan data, yaitu :

Yang dimaksud dengan metode tes adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui pengetahuan yang dimiliki seseorang dengan

menggunakan soal – soal isian dengan batasan tertentu.

Tes digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok dan sebagainya yang telah dipilih dengan sempurna dan standart tertentu. Metode tes yang digunakan pada ini adalah ulangan harian yang dilakukan pada akhir siklus guna memperoleh data yang diinginkan.

b. Metode Angket

(25)

Didalam pengertian psikologi, observasi atau yang disebut dengan

pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap obyek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobservasi adalah pengamatan langsung melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap. Disini guru sebagai peneliti melakukan pengamatan terhadap segala fenomena yang muncul dalam setiap siklus. Kehadiran guru sebagai penelitidan kolaborator tidak diketahui obyek penelitian, karena observasi yang dilakukan adalah obserasi partisipasif dalam bentuk team teaching. Teknik observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi dengan menggunakan format yang sudah disiapkan (check list) pada

lembarÖsehingga kolaborator tinggal memberi tanda observasi.

D. Teknik analisa data

Teknik analisa data merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap kali melakukan penelitian. Semua data yang telah terkumpul tidak akan berarti kalau tidak diadakan penganalisaan. Hasil dari penganalisaan akan

memberikan gambaran, arah serta tujuan dan maksud penelitian.

Penelitian ini menggunakan analisa statistik sederhana, yaitu dengan analisa diskriptif. Analisa diskriptif adalah model analisa dengan cara

membandingkan rata-rata prosentasenya, kemudian kenaikan rata-rata pada setiap siklus. Disini yang dianalisa yaitu tentang hasil ulangan pada tiap siklus.

Dari hasil ulangan tersebut, dapat ditafsirkan tentang ketuntasan belajar siswa. Dalam penelitian ini untuk ketuntasan belajar siswa individu maupun klasiklal digunakan pedoman ketuntasan siswa, sebagai berikut.

1. Ketuntasan Perorangan.

Seorang siswa dikatakan berhasil (mencapai ketuntasan) belajar bila telah mencapai taraf penguasaan minimal 60% atau dengan nilai 60. Bagi siswa yang taraf penguasaannya kurang dari 60% diberikan remidi pada pokok bahasan yang belum dikuasai, sedangkan bagi siswa yang telah mencapai penguasaan 60% atau lebih dapat melanjutkan kepokok bahasan berikutnya. 2. Ketuntasan Klasikal

Suatu kelas dikatakan telah berhasil (mencapai ketuntasan belajar) jika paling sedikit 85% data jumlah siswa dalam kelas tersebut telah mencapai

ketuntasan perorangan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Apabila sudah terdapat 85% dari jumlah siswa keseluruhan dalam kelas yang mencapai tingkat ketuntasan belajar maka kelas tersebut dapat melanjutkan kegiatan pada satuan pembelajaran berikutnya.

b. Apabila jumlah siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar masih kurang dari 85% maka:

Ø Siswa yang taraf penguasaannya kurang dari 60% harus diberi program perbaikan mengenai bagian-bagian pelajaran yang belum dikuasai.

Siswa yang telah mencapai taraf penguasaan 60% atau lebih dapat diberikan program pengayaan.Ø

c. Untuk menentukan prosentase dari pencapaian ketuntasan siswa maupun kelas adalah sebagai berilut :

Prosentase ketuntasan siswa = x 100 %Ø Prosentase ketuntasan kelas = x 100 %Ø Keterangan : sp = skor perolehan

st = skor total

s = jumlah siswa yang mencapai ketuntasanS t = jumlah siswa total dalam kelasS

(26)

ketuntasan siswa kurang dari 85% maka pembelajaran yang dilaksanakan guru belum berhasil dan perlu diperhatikan mengenai metode dalam pembelajarannya.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Agar dalam penelitian ini Peneliti mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan maka Peneliti menggunakan metode siklus. Adapun pelaksanaan dari siklus-siklus tersebut adalah sebagai berikut :

A. Siklus I 1. Perencanaan

a. Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai yang direncanakan dengan Kolaborator dengan bentuk klasikal.

b. Siswa duduk berkelompok sesuai dengan tempat duduk yang berdekatan dalam satu garis bangku dengan anggota 4 – 5 orang.

c. Guru memberikan tugas secara berkelompok dan individu. d. Guru mengamati proses berlangsungnya belajar kelompok. e. Kolaborator membuat catatan pribadi (catatan lapangan). f. Guru memberikan tes kepada siswa.

2. Pelaksanaan

Siklus I ini merupakan tahap awal dari penelitian yaitu dengan mengambil data ulangan harian siswa yang terakhir sebelum diadakan penelitian, hal ini digunakan sebagai pembanding. Data ulangan harian kelas X-1 yang terakhir adalah sebagai berikut : Tabel 1. Data nilai ulangan harian PRA PTK siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Blitar Tahun Pelajaran 2006 – 2007.

No Nama Siswa Nilai Ulangan 1 Beny Purbo W. 50

2 Benny Candra Irawan 30 3 Adiwena Nugroho 30 4 Agiek Donaya 50

5 Ajeng Maretya Nur Utami 60 6 Aknes Dwi Anggraini 70 7 Andri Wibisono 70

(27)

9 Anik Imama 40

Pelaksanaan pembelajaran siklus I dilaksanakan pada tanggal 3 April 2007 yang pelaksanaannya sebagai berikut :

Setelah tanda pelajaran dimulai Peneliti masuk ke kelas X-1 yang dipilih untuk obyek

penelitian. Peneliti mengucapkan salam kemudian dibahas tentang pernyataan dan kalimat terbuka. Peneliti memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang pernyataan dan kalimat terbuka dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang

pernyataan dan kalimat terbuka. Selain diharapkan dapat membangkitkan kreativitas siswa dalam mengungkapkan pendapat dan apa yang siswa ketahui tentang pernyataan dan kalimat terbuka. Kemudian siswa disuruh menyebutkan contoh-contoh pernyataan dan kalimat terbuka dalam kehidupan sehari-hari.

Peneliti memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang apa yang belum difahami. Kemudian Peneliti menerangkan apa yang belum dimengerti oleh siswa sehingga siswa menjadi faham. Apabila siswa telah paham, maka Peneliti memberikan soal-soal untuk dikerjakan. Terlebih dahulu siswa disuruh membentuk kelompok secara heterogen yang beranggotakan 4 – 5 orang dan soal tersebut dikerjakan secara berkelompok. Peneliti mengamati dan berkeliling untuk memberikan bimbingan bagi siswa yang masih mengalami kesulitan. Selanjutnya Peneliti menunjuk siswa untuk mengerjakan kedepan dari hasil pekerjaan yang telah dikerjakan.

(28)

berjumlah 2 butir soal dengan nomor 1 (a sampai dengan e) dan nomor 2 (a sampai dengan e) dengan alokasi waktu 30 menit.

3. Pengamatan

Berdasarkan dari catatan lapangan, pada saat berlangsungnya belajar kelompok ada diantara salah satu kelompok yang dua anggotanya bercengkerama sendiri tentang hal diluar materi diskusi. Peneliti menegur dan menyuruh untuk aktif berinteraksi dengan kelompoknya dalam mendiskusikan masalah yang telah diberikan oleh Peneliti. Sementara itu ada seorang siswa yang makan makanan ringan didalam kelas kemudian ditegur oleh Peneliti. Pada setiap kelompok yang antusias membahas tugas yang diberikan rata-rata 2 atau 3 orang sedang anggota lain cukup aktif.

Pengamatan diluar proses belajar kelompok yaitu Peneliti memeriksa buku catatan masing-masing siswa setelah penyajian materi. Ternyata ada beberapa siswa yang tidak mencatat dengan berbagai alasan.

Ditinjau dari ketuntasan siswa, datanya dapat dilihat dari tabel 2 Tabel 2. Nilai Hasil Ulangan Harian Siklus I

ANALISA HASIL ULANGAN HARIAN SIKLUS Mata Pelajaran : Matematika

(29)

Tuntas

a. Ketuntasan belajar

Banyak siswa seluruhnya 40 siswa

Banyak siswa yang tuntas belajarnya 40 siswa Prosentase banyaknya siswa yang tuntas 100 % b. Kesimpulan

1) Tidak perlu diadakan perbaikan karena siswa tuntas semua 2) Perlu perbaikan pengajaran untuk soal no. 4, 5 dan 8

Dari analisa diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan telah berhasil sebab prosentase siswa yang tuntas belajar mencapari 100 % dari siswa kelas X-1. Suatu kelas dikatakan berhasil jika mencapai ketuntasan belajar minimal 85% dari jumlah siswa dalam kelas tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan

pembelajaran telah berhasil dan dapat dilajutkan ketahap pembelajaran berikutnya. Sedangkan dari soal yang diberikan, ternyata soal no. 4, 5 dan 8 perlu mendapatkan perbaikan karena dari skor yang tercapai ada 33% untuk soal no. 4, 48 % untuk soal no. 5 dan 35 % untuk soal no. 8. Nilai rata-rata secara klasikal adalah 69,3

Ditinjau dari perolehan nilai hasil tes datanya dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data Perolehan Nilai Siswa pada Siklus I Kelompok Nilai Itervsl nilai Siklus I Kualitas Nilai

F %

(30)

2 60 – 89 33 83% Cukup 3 90 – 100 7 17% Baik

Dari tabel 3. dapat dilihat bahwa siswa yang memperoleh nilai kurang tidak ada.

Ditinjau dari keaktifan siswa mencatat materi pelajaran, datanya dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Keaktifan Siswa Mencatat pada Siklus I

No Keaktifan Siswa Mencatat pada materi pelajaran Siklus I F %

1 Aktif 33 Orang 83% 2 Tidak Aktif 7 Orang 17% Jumlah 40 Orang 100%

Ditinjau dari keaktifan siswa dalam belajar kelompok melalui lembar catatan lapangan, datanya dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Keaktifan Siswa dalam Belajar Kelompok Siklus I No Keaktifan Siswa Siklus I

Hasil pengamatan kinerja pada bagian pendahuluan, penutup dan situasi kelas termasuk kategori cukup. Tetapi pada bagian tertentu misalnya ketrampilan mengarahkan siswa untuk menjawab soal, mengamati cara siswa menyelesaikan masalah masih perlu ditingkatkan lagi. Dari hasil pengamatan kinerja guru pada siklus I masih diperlukan upaya dalam memotivasi siswa, menghubungkan dengan pelajaran yang telah lalu dan memberikan waktu yang cukup kepada siswa yang belum selesai mengerjakan soal. Hasil pengamatan pada siklus I tentang kinerja dapat dilihat pada tabel berikut :

Table 5. Ringkasan Hasil Pengamatan Kolaborator Pada Siklus I No Aspek Yang Diamati Penilaian dan pengamatan

Kurang Cukup Baik 1 Pendahuluan

a. Memotivasi minat siswa

b. Menghubungkan dengan pelajaran yang lalu c. Menyampaikan tujuan pembelajaran

Ö Ö Ö

2 Kegiatan inti

a. Memberikan masalah Problem-Based Learning

b. Mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban dan cara menjawab soal dengan memberi bantuan seperlunya

c. Mengamati cara siswa menyelesaikan masalah secara bergiliran

d. Mengajak siswa membandingkan / mendiskusikan jawaban dengan jawaban temannya e. Mendorong siswa untuk mengemukakan pemikirannya atau menanggapi pendapat temannya.

f. Menghargai berbagai pendapat

g. Mengarahkan siswa menarik kesimpulan

h. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau menjawab pertanyaan Ö

(31)

Ö Ö Ö Ö Ö Ö

3. Penutup

a. Menegaskan kembali kesimpulan materi b. Memberi tugas pada siswa

Ö Ö

Ö4. Pengelolaan waktu

Ö5 Penampilan guru (ceria, bersih dan rapi) 6 Suasana kelas

a. Antusias siswa b. Antusias guru Ö

Ö

Kolaborator

4. Refleksi Perbaikan dan Pengayaan

Berdasarkan hasil pelaksanaan dan pengamatan pada siklus I ditemukan kegagalan yaitu : a. Dilihat dari perolehan nilai tes, siswa yang memperoleh nilai baik (90 – 100) adalah 7 orang (17%), yang memperoleh nilai cukup (60 – 89) adalah 33 siswa (83 %), tetapi yang memperolah nilai kurang (0 – 59) tidak ada (0 %).

b. Dilihat dari keaktifan mencatat materi yang diberikan, siswa yang tidak aktif mencatat ada 7 orang ( 17 %) dari 40 siswa.

c. Dilihat dari keaktifan siswa dalam belajar kelompok, siswa yang tidak aktif ada 7 siswa (17%) dari 40 siswa.

B. Siklus II 1. Perencanaan

Pada siklus II Peneliti lebih meningkatkan kegiatan pembelajaran dari apa yang telah dilakukan pada siklus I yaitu ingin meningkatkan kreatifitas siswa kelas X–1 SMA Negeri 3 Blitar dalam pembelajaran kelompok. Adapun perencanaannya adalah sebagi berikut : a. Peneliti menyajikan materi pelajaran yang telah dirancang bersama Kolaborator b. Siswa diminta belajar kelompok untuk membahas penyelesaian soal-soal Logika Matematika

c. Peneliti memberikan tugas secara berkelompok dan individu

d. Siswa diberi kesempatan secara kelompok untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas e. Peneliti memberikan bimbingan kepada setiap kelompok yang mengalami kesulitan menyelesaikan soal-soal logika matematika.

f. Kolaborator membuat catatan pribadi

g. Peneliti memberikan tes dan angket kepada siswa. 2. Pelaksanaan

(32)

Peneliti membagi semua siswa dalam kelompok heterogen yang tediri atas 4 – 5 orang tiap kelompok :

a. Tiap orang dalam masing-masing kelompok membuat soal-soal yang ada hubungannya dengan pokok bahasan seperti yang dicontohkan di papan tulis.

b. Membicarakan soal yang telah dibuat masing-masing orang dalam kelompok. c. Mendiskusikan soal yang dipilih sebagai soal kelompoknya

d. Masing-masing anggota kelompok mengerjakan soal berdasarkan pertanyaan hasil kesepakatan.

e. Membandingkan jawaban antar anggota kelompok.

Dengan tugas yang terstuktur tersebut diharapkan mereka belajar bagaimana

menggunakan pertanyaan untuk membantu mereka dalam merencanakan, memantau dan mengevaluasi pemecahan masalah yang mereka hadapi. Hal serupa dilakukan oleh

kelompok-kelompok lain dalam kelas tersebut.

Setelah masing-masing kelompok mendiskusikan kegiatan diatas, masing-masing anggota kelompok berusaha untuk menjawab soal berdasarkan pertanyaan hasil diskusi kelompok. Sedangkan siswa sedang membuat jawaban soal secara individu, Peneliti berkeliling memantau kemajuan siswa, antara lain memeriksa apakan siswa sudah bekerja sesuai dengan rencana atau belum. Jika Peneliti mendapati siswa menemui kesulitan, maka Peneliti perlu memberi bantuan antara lain mengingatkan langkah-langkah penyelesaiaan soal, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Jawaban masing masing kelompok didiskusikan dalam kelompok tersebut.

Secara acak Peneliti menunjuk salah satu anggota kelompok tersebut untuk

mempresentasikan penyelesaiaanya dan menjelaskan kepada semua siswa tentang proses penyelesaian soal yang dikerjakan. Peneliti membantu siswa yang menemui kesulitan dalam menyelesaikan soal.Sebelum kegiatan pembelajaran berakhir, peneliti memberikan soal-soal latihan (evaluasi 2) yang harus dikerjakan siswa dan selanjutnya diberikan angket untuk diisi oleh siswa.

3. Pengamatan

Berdasarkan catatan lapangan, pada saat berlangsungnya belajar kelompok pada awalnya setiap siswa kelihatan aktif dalam kelompoknya masing-masing. Hal ini disebabkan karena Peneliti berkeliling melihat-lihat cara kerja masing-masing kelompok, secara bergantian Peneliti membimbing bagai mana cara yang benar dalam menyelesaikan soal-soal logika yang diberikan. Pada saat bersamaan, sewaktu Peneliti memberikan bimbingan kepada kelompok III ada seorang dari kelompok I sedang makan makanan ringan dan Peneliti menegurnya supaya aktif berinteraksi dengan kelompoknya.

Adapun pengamatan diluar proses belajar kelompok yaitu Peneliti memeriksa catatan setiap siswa setelah materi diberikan. Ternyata ada seorang siswa yang tidak mencatat. Ditinjau dari keaktifan siswa dalam belajar kelompok melalui lembar catatan lapangan, dapat dilihat pada tabel 6.

Ditinjau dari ketuntasan siswa, datanya dapat dilihat dari table 6. Tabel 6. Nilai Hasil Ulangan Harian siklus II

ANALISA HASIL ULANGAN HARIAN SIKLUS II Mata Pelajaran : Matematika

(33)

Gambar

Tabel 2. Nilai Hasil Ulangan Harian Siklus IANALISA HASIL ULANGAN HARIAN SIKLUS
Tabel 4. Keaktifan Siswa Mencatat  pada Siklus INo    Keaktifan Siswa Mencatat  pada materi pelajaran    Siklus I

Referensi

Dokumen terkait

Laporan penelitian harus pula melampirkan (a) semua instrumen yang digunakan dalam penelitian, terutama lembar pengamatan, b) contoh- contoh hasil kerja dalam pengisian/

Yang paling menarik untuk disaksikan tidak ada alat-alat modern yang mendukung dalam pembuatan gerabah, tapi lapisa-lapisan tanah liat terus ditambahkan dari

UNTUK MENSEHATKAN MASA DEPAN ANAK INDONESIA: STUDI KASUS KEJADIAN STUNTING. PADA

Namun demikian potensi mereka sebagai hama nantinya perlu dimonitor dalam suatu kegiatan yang disebut pemantauan (monitoring). Secara garis besar hewan yang

Dilakukan untuk membuktikan ovulasi (pelepasan telur).Tindakan ini dilakukan dengan anggapan bahwa pada pemeriksaan dalam tidak dijumpai kelainan

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,

Peserta mengumpulkan file karya (data poster dalam dalam format JPG, BMP, GIF, atau TIFF, minimal 300 dpi), scan KTM, bukti pembayaran, dan lembar daftar riwayat hidup, yang

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif yaitu untuk memperoleh Gambaran Jumlah Eritrosit Pada