• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH (1)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA SIKLUS HAID IBU DENGAN KEJADIAN

INFERTILITAS PRIMER DI RSIA WIDIYANTI

TAHUN 2014

PROPOSAL

NAMA : NOVILASARI

NIM

: 08.12.036

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN

YAYASAN PEMBINA

PALEMBANG

(2)

HUBUNGAN ANTARA SIKLUS HAID IBU DENGAN KEJADIAN

INFERTILITAS PRIMER DI RSIA WIDIYANTI

TAHUN 2014

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Studi D-III Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pembina Palembang

NAMA : NOVILASARI

NIM

: 08.12.036

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN

YAYASAN PEMBINA

PALEMBANG

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil sesudah 12 bulan atau enam bulan pada wanita berusia lebih dari 35 tahun tanpa menggunakan kontrasepsi dan melakukan hubungan seksual aktif. Sebagian besar kasus infertilitas wanita di sebabkan oleh masalah dengan ovulasi. Tanpa ovulasi, tidak ada telur yang bisa dibuahi. Beberapa tanda-tanda bahwa wanita tidak berovulasi biasanya mencakup tidak teratur atau tidak adanya menstruasi (Kusmiran, 2013).

Berdasarkan catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di antaranya faktor tuba fallopi 36%, gangguan ovulasi 33%, endometriosis 6%, dan hal lain yang tidak di ketahui sekitar 40%. Ini berarti sebagian besar masalah infertilitas pada perempuan di sebabkan oleh gangguan pada alat reproduksi atau gangguan pada proses ovulasi (Kumalasari, 2012).

(4)

wanita, dan 10% dari pria dan wanita, 10% tidak diketahui penyebabnya. Pasangan usia subur (PUS) yang menderita infertilitas sebanyak 524 (5,1%) PUS dari 10205 PUS (Samsyiah, 2010).

Berdasarkan data Dinkes Sumatera Selatan tahun 2010, banyaknya pasangan infertil mencapai 40.000 pasangan per tahun. Sebagian data yang diperoleh dinkes Sumsel dari beberapa rumah sakit yang menangani khusus pasangan yang menginginkan anak itu mengatakan bahwa setiap tahunnya jumlah pasangan infertile semakin meningkat (Yulia, 2010).

Di Palembang jumlah pasangan infertil mencapai sekitar 21.000 pasangan suami istri yang telah menikah lebih dari satu tahun yang mengalami kegagalan reproduksi. Dari data yang diperoleh dinas kesehatan kota palembang setiap tahunnya jumlah pasangan infertil semakin meningkat (Paulina,2011).

Menurut penelitian Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Jakarta, 36% infertilas terjadi pada pria dan 64% terjadi pada wanita. Penelitian lain menunjukan di angka kejadian infertilitas wanita terjadi sekitar 15% pada usia produktif (30-34 tahun), meningkat sampai dengan 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun (PERSI, 2001).

(5)

masalah ovulasi. Beberapa tanda-tanda bahwa wanita tidak berovulasi biasanya mencakup tidak teratur atau tidak adanya menstruasi yang disebabkan oleh beberapa hal seperti Polycystic Ovarium Syndrome (PCOS) yaitu masalah ketidaksinambungan hormon yang dapat mengganggu ovulasi normal, dan adanya hambatan pada saluran tuba karena penyakit radang panggul, endometriosis, atau operasi pengangkatan kehamilan ektopik (Kusmiran, 2013). Menurut penelitian yang di lakukan oleh Dewi di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Widiyanti Palembang tahun 2012 di dapatkan hasil bahwa ibu yang berkunjung dan memeriksakan diri di ruang infertil yang (terdiagnosa infertilitas) sebanyak 175 orang (44,9%) dan yang tidak (tidak terdiagnosa infertilitas) sebanyak 215 orang (55,1%) Ibu yang usianya beresiko tinggi sebanyak 170 orang (43,6%) dan beresiko rendah sebanyak 220 orang (56,4%). Ibu yang mempunyai siklus haidnya tidak normal sebanyak 186 orang (47,7%) dan yang siklus haidnya normal sebanyak 204 orang (52,3%).

(6)

Berdasarkan dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Antara Siklus Haid Ibu Dengan Kejadian Infertilitas Primer di RSIA Widiyanti Palembang Tahun 2014”.

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara siklus haid dengan kejadian infertilitas primer di RSIA Widiyanti Palembang tahun 2014 ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk Mengetahui hubungan antara siklus haid ibu dengan kejadian infertilitas Primer di RSIA Widiyanti Palembang tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian infertilitas primer di RSIA Widiyanti Palembang tahun 2014.

(7)

2014.

3. Untuk mengetahui hubungan antara siklus haid dengan kejadian infertilitas primer di RSIA Widiyanti Palembang tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan dapat menjadi bahan bacaan bagi mahasiswi untuk menambah wawasan dan pengetahuan khususnya mengenai infertil.

1.4.3 Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tentang infertilitas sehingga dapat memberikan pelayanan yang efektif dan efisien kepada pasien infertil yang menginginkan anak.

1.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konseplainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2012). Variabel Independen (bebas) merupakan variable resiko atau sebab, sedangkan variable dependen (terikat) yaitu variabl akibat atau variable terpengaruh (Notoatmodjo, 2012).

(8)

adalah umur, stres, merokok, gangguan proses ovulasi dan hormonal atau siklus haid ibu, psikologis dan gangguan hubungan seksual (Kusmiran, 2013).

Karena terbatasnya waktu, biaya dan tenaga dalam penelitian maka variabel yang diteliti penulis adalah siklus haid ibu sebagai variable independen dan kejadian infertilitas pada usia subur sebagai variable dependen yang ditunjukkan pada gambar 1.1 di bawahini:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 1.1

Skema Kerangka Konsep Teoritis 1.6 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara siklus haid ibu dengan kejadian infertilitas primer di RSIA Widiyanti Palembang tahun 2014.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.7.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RSIA Widiyanti Palembang Tahun 2014.

1.7.2 Waktu Penelitian

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infertilitas

2.1.1 Definisi Infertilitas

Infertilitas merupakan masalah yang di hadapi oleh pasangan suami istri yang telah menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan senggama teratur, tanpa menggunakan kontrasepsi, tetapi belum berhasil memperoleh kehamilan (Wiknjosastro, 2011).

(10)

hubungan seksual secara teratur dan benar tanpa usaha pencegahan lebih dari satu tahun (Kumalasari, 2012)

Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil sesudah 12 bulan atau enam bulan pada wanita berusia lebih dari 35 tahun tanpa menggunakan kontrasepsi dan melakukan hubungan seksual aktif (Kusmiran, 2013).

Infertilitas adalah kurangnya atau hilangnya kemampuan menghasilkan keturunan.Satu dari beberapa jenis infertilitas yang dipercaya disebabkan adanya antibody di dalam tubuh wanita yang mengganggu fungsi sperma (Kamus Saku Kedokteran Dorland) .

Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin selama satu tahun, dengan kehidupan keluarga harmonis serta telah berhubungan seks selama satu tahun tapi belum dikaruniai keturunan atau hamil (Manuaba, 2009).

2.1.2 Klasifikasi Infertilitas

Infertilitas dibagi menjadi dua, yaitu:

(11)

yang telah menikah lebih dari satu tahun melakukan hubungan seksual secara teratur dan benar tanpa usaha pencegahan, tetapi belum juga terjadi kehamilan, atau belum pernah melahirkan anak hidup.

2. Infertrilitas sekunder adalah suatu keadaan ketika PUS yang sudah mempunyai anak, sulit untuk memperoleh anak lagi, walaupun sudah melakukan hubungan seksual secara tertur dan benar tanpa usaha pencegahan (Kumalasari, 2012).

2.1.3 Penyebab terjadinya infertilitas

Menurut Kumalasari, Andhyantoro (2012), kenyataan menunjukan 40% masalah yang membuat sulit mempunyai anak terdapat pada perempuan, 40% pada pria, dan 20% pada keduanya.

Sebagian besar kasus infertilitas wanita disebabkan oleh masalah dengan ovulasi. Tanpa ovulasi, tidak ada telur yang dapat dibuahi. Beberapa tanda-tanda bahwa wanita tidak berovulasi biasanya mencakup tidak teratur atau tidak adanya menstruasi (Kusmiran, 2013). Masalah ovulasi biasanya disebabkan oleh beberapa hal, sebagai berikut :

1. Polycystic Ovarium Syndrome (PCOS) yaitu masalah ketidakseimbangan hormon yang dapat mengganggu ovulasi normal. PCOS adalah penyebab paling umum pada infertilitas wanita.

(12)

wanita berhenti bekerja normal sebelum usia 40 tahun. POI tidak sama dengan menopouse dini.

3. Adanya hambatan pada saluran tuba karena penyakit radang panggul, endometriosis, atau operasi pengangkatan kehamilan ektopik.

4. Masalah fisik dari rahim.

5. Uterine fibroidyaitu gumpalan jaringan non-kanker dan penebalan otot pada dinding rahim.

2.1.4 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi infertilitas.

Menurut Kumalasari (2012) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi infertilitas adalah sebagai berikut :

1. Faktor suami dan istri Gangguan senggama

a. Gangguan kesehatan reproduksi yang dialami suami atau istri. b. Ketidaktahuan teknik senggama yang benar.

c. Pengaruh psikologis terhadap pasangan.

Ketidaktahuan pasangan suami istri pada siklus masa subur.

(13)

Hubungan intim tidak menghasilkan kehamilan apabila dilakukan pada waktu yang tidak tepat.

Reaksi imunologis (kekebalan).

1. Reaksi imun yang nonspesifik setelah berhubungan, misalnya timbul gatal-gatal, bercak merah pada kulit, atau keluar cairan yang berlebihan dari vagina.

2. Reaksi spesifik, yaitu timbul antibodi terhadap sperma suami, sehingga sperma tidak bergerak/tak mampu membuahi.

Adanya tumor otak.

Tumor ini mempengaruhi kerja hormon yang berhubungan dengan proses pematangan sel telur pada indung telur, sedang pada pria dapat menghambat produksi sel sperma pada testis.

Adanya gangguan fungsi kelenjar tiroid.

2. Faktor suami

a. Varikokel yaitu pelebaran pembuluh darah vena di sekitar skrotum (buah zakar), merupakan penyebab terbanyak infertilitas pria.

b. Sumbatan/obstruksi saluran sperma menyebabkan spermatozoa tidak dapat disalurkan, walaupun di produksi dengan baik.

(14)

kromosom gangguan hormon, pengaruh obat, gangguan ereksi, radiasi, keracunan pestisida, gangguan imunologi, operasi di daerah panggul, dan lain-lain.

3. Faktor istri

Berdasarkan catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di antaranya faktor tuba fallopi 36%, gangguan ovulasi 33%, endometriosis 6%, dan hal lain yang tidak di ketahui sekitar 40%. Ini berarti sebagian besar masalah infertilitas pada perempuan di sebabkan oleh gangguan pada alat reproduksi atau gangguan pada proses ovulasi.

Deteksi ovulasi merupakan bagian integral pemeriksaan infertilitas karena kehamilan tidak mungkin terjadi tanpa ovulasi. Ovulasi yang jarang terjadipun dapat menyebabkan infertilitas. Siklus haid yang teratur dan lama haid yang sama biasanya merupakan siklus haid haid yang berovulasi. Menurut ogino, haid berikutnya akan terjadi 14 + 2 hari setelah ovulasi. Siklus haid yang tidak teratur, dengan lama haid yang tidak sama, sangat mungkin di sebabkan oleh anovulasi (Wiknjosastro, 2009).

(15)

a. Umur

Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Jika dilihat dari sisi biologis, usia 18-25 tahun merupakan saat terbaik untuk hamil dan bersalin. Karena pada usia ini biasanya organ-organ tubuh sudah berfungsi dengan baik dan belum ada penyakit-penyakit degenerative seperti darah tinggi, diabetes, dan lainnya serta daya tahan tubuh masih kuat (Dini Kasdu, dkk, 2003).

Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35 tahun. Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase reproduksi wanita adalah masa sistem reproduksi wanita berjalan optimal sehingga wanita berkemampuan untuk hamil. Fase ini dimulai setelah fase pubertas sampai sebelum fase menopause.

Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita mengalami menarche sampai menopause, wanita mengalami menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur.Jadi, wanita dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun simpanan sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan hormon sehingga kesempatan wanita untuk bisa hamil menurun drastis (Kurniawan, 2009).

(16)

seorang wanita. Sekitar sepertiga dari pasangan dimana wanita berusia di atas 35 tahun memiliki masalah kesuburan. Faktor umur berisiko menurunkan kesuburan seperti kondisi seperti kondisi ovarium menurun untuk melepaskan sel telur, ovarium kiri mengeluarkan sedikit sel telur, dan kualitas sel telur menurun. Selain itu juga berisiko untuk mengalami masalah kesehatan yang menurunkan kesuburan dan terjadinya keguguran (Kusmiran, 2013).

b. Berat badan

Perempuan dengan indeks masa tubuh lebih dari 29, yang termasuk di dalam kelompok obesitas, terbukti mengalami keterlambatan hamil. Usaha yang paling baik untuk menurunkan berat badan adalah dengan cara menjalani olahraga teratur serta mengurangi asupan kalori di dalam makanan (Wiknjosastro, 2011).

(17)

4. Gaya hidup

Gaya hidup ternyata pegang peranan penting dalam menyumbang angka kejadian infertilitas, yakni sebesar 15-20%. Gaya hidup yang serba cepat dan kompetitif dewasa ini rentan membuat seseorang terkena stress. Padahal kondisi jiwa yang penuh gejolak bisa menyebabkan gangguan ovulasi, gangguan spermatogenesis, spasme tuba fallopii, dan menurunnya frekuensi hubungan suami istri (Kurniawan, 2008).

5. Alcohol

Pada perempuan tidak terdapat cukup bukti ilmiah yang menyatakan adanya hubungan antara minuman yang mengandung alcohol dengan peningkatan resiko kejadian infertilitas. Namun, pada lelaki terdapat sebuah laporan yang menyatakan adanya hubungan antara minum alcohol dalam jumlah yang banyak dengan penurunan kualitas sperma.

2.1.5 Pemeriksaan Pasangan Infertilitas

2.1.5.1 Adapun Syarat-syarat Pemeriksaan

(18)

Adapun syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertilitas adalah sebagai berikut:

1. Istri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha untuk mendapat anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat dilakukan lebih dini apabila:

a. Pernah mengalami keguguran berulang b. Diketahui mengidap kelainan endokrin

c. Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut d. Pernah mengalami bedah ginekologik

2. Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan pertama pasangan itu datang ke dokter.

3. Istri pasangan infertil yang berumur 36-40 tahun hanya dilakukan pemeriksaan infertilitas kalau belum mempunyai anak dari perkawinan ini.

4. Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah satu anggota pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahayakan kesehatan istri atau anaknya.

(19)

Menurut Aprillia (2010) dalam pemeriksaan infertilitas, kondisi istri dan suami harus diperiksa secara menyeluruh, untuk mengetahui secara pasti penyebab infertilitas tersebut dan pengobatan yang tepat. Saat ini ada beberapa metode yang bisa menjadi pilihan bagi pasangan suami istri yang mengalami kesulitan fertilisasi dan kehamilan secara alami, yaitu melalui cara rekayasa reproduksi Assisted Reproduction Techniques (ART) seperti berikut ini.

1. Intra Uterine Insemination (IUI), atau di Indonesia sering disebut Artificial Insemination Husband (AIH), donor sperma.

2. InVitro Fertilization (IVF) atau bayi tabung. 3. Cloning

Manuaba (2009) Pemeriksaan pasangan infertil di rancang dengan urutan seperti dibawah ini :

1. Anamnesa

Pada pengumpulan data dengan anamnesis (Tanya-jawab) akan diketahui tentang keharmonisan hubungan keluarga, lamanya kawin, hubungan seksual yang dilakukan (frekuensi dalam seminggu, tingkat kepuasan yang dicapai, teknik hubungan seksual).

2. Pemeriksaan fisik

(20)

3. Pemeriksaan laboratorium

Dilakukan pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin (darah, urine lengkap, fungsi hepar dan ginjal, gula darah).Pemeriksaan laboratorium pada suami meliputi pemeriksaan dan analisis sperma. Untuk pemeriksaan ini diperlukan syarat yaitu tidak boleh berhubungan seks selama 3-5 hari, di tampung dalam gelas, modifikasi dengan bersenggama memakai kondom yang telah dicuci bersih, dan bahkan yang ditampung harus mencapai laboratorium dalam waktu ½ sampai 1 jam, pemeriksaan setelah ejakulasi dalam waktu 2 jam di laboratorium. Jumlah spermatozoa di harapkan minimal 20 juta/ml. pemeriksaan sperma untuk mengetahui jumlah, volume, viskositas, bau, rupanya, fruktosa, kemampuan menggumpal dan mencair kembali.Pemeriksaan yang masih perlu dilakukan di antaranya uji kontak sperma, uji antibody imobilisasi, uji pasca senggama.Bila jumlah dan kemampuan gerak spermatozoa mengalami gangguan maka konsultasi suami dilakukan dilakukan pada ahli urologi (ginjal dan perkemihan).Bila kemampuan melakukan tugasnya mengalami gangguan maka dapat berkonsultasi dengan ahli andrologi. Sebelum melanjutkan pemeriksaan pada istri, factor suami yang menyebabkan infertilitas (sekitar 40%) harus diobati terlebih dahulu.

4. Pemeriksaan Sperma

(21)

ditampung setelah pasangan tidak melakukan coitus sekurang-kurangnya selama 3 hari dan sperma tersebut hendaknya diperiksa dalam satu jam setelah keluar (UNPAD, 1981).

Eyakulat yang normal sifatnya sebagai berikut : Volume : 2 – 5 cc

Jumlah spermatozoa : 100 – 200 juta per cc

Pergerakan : 60% dari spermatozoa masih bergerak selama 4 jam setelah dikeluarkan.

Bentuk abnormal : 25%.

Pria yang fertile spermatozoanya : 60 juta per ccatau lebih. Subfertil : 20 – 60 juta per cc

Steril : 20 juta per cc atau kurang

Sebab-sebab kemandulan pada pria : gizi, penyakit-penyakit, kelainan metabolis, keracunan, dysfungsi

hypofise, kelainan traktus genitalis (vas deferens, testes pada klinefelter

syndrome).

Untuk penilaian yang lebih lanjut perlu di periksa 17 ketosteroid, gonadotrofin dalam urine, dan biofsi dari testis (UNPAD, 1981).

Menurut Manuaba, 2009. Jika penyebab pasangan infertil terdapat pada wanita, rancangan pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan dalam

Dengan pemeriksaan dalam di peroleh gambaran umum tentang alat kelamin wanita yaitu liang senggama, kelainan mulut rahum (serviks uteri), kelainan pada rahim, kemungkinan kelainan pada saluran telur (tubafallopi) atau indung telur (ovarium). Sedangkan dengan pemeriksaan sonde (memasukan alat duga kedalam rahim) dapat diketahui dalamnya rahim dan kedudukan serta arah rahim, kelainan fungsi alat kelamin secara kasar, adanya perlekatan dengan organ sekitarnya, ( tumor terutama pada indung telur) atau rah mulut rahim.

(22)

Dilakukan untuk membuktikan ovulasi (pelepasan telur).Tindakan ini dilakukan dengan anggapan bahwa pada pemeriksaan dalam tidak dijumpai kelainan alat kelamin wanita.Untuk membuktikan terjadi ovulasi (pelepasan telur), dilakukan pemeriksaan suhu basal badan.Progesterone yang dikeluarkan oleh korpus luteum dapat meningkatkan suhu basal badan yang diukur segera setelah bangun tidur. Kapan sebenarnya terjadi ovulasi, apakah saat suhu basal badan rendah atau meningkat masih belum jelas.Dengan terjadinya pelepasan telur(ovulasi) suhu badan basal menjadi bifasik.

Waktu perubahan tersebut dianggap terjadi ovulasi, sehingga harus dimanfaatkan untuk melakukan hubungan seksual dengan kemungkinan hamil yang lebih besar.Rasa nyeri saat pertengahan siklus menstruasi karena ovulasi disebut “mittle schmer”. Uji lendir serviks dan sitologi vagina dilakukan untuk mempelajari pengaruh hormone estrogen dan progesterone pada lender serviks dan sel vagina. Lender serviks menjelang ovulasi lebih jernih, daya membenang bertambah, kondisi ini member kesempatan spermatozoa untuk menyerbu masuk kedalam rahim dan selanjutnya menuju sel telur (tuba).Perubahan lender serviks dan sitologi vagina, secara langsung dapat diketahui apakah telah terjadi ovulasi dan spermatozoa), zigot menjadi “desidua” yang lebih gembur dan siap menerima nidasi (implantasi) yaitu tertanamnya hasil konsepsi dalam rahim.

3. Pemeriksaan terhadap saluran telur

(23)

(pertemuan sel telur dan spermatozoa), tempat tumbuhnya dan berkembangnya hasil konsepsi, tempat saluran hasil konsepsi menuju rahim, untuk dapat bernidasi (menanamkan diri).

Saluran telur mempunyai ukuran sangat kecil sehingga sedikit saja terjadi gangguan karena infeksi atau desakan pertumbuhan keadaan patologi dapat menghalangi fungsinya.Gangguan fungsi saluran telur menyebabkan infertilitas, gangguan perjalanan hasil konsepsi menimbulkan kehamilan di luar kandungan (ektopik) utuh atau terganggu (pecah).Pemeriksaan untuk menentukan potensi tuba dilakukan dengan partubasi yaitu pemeriksaan dengan memasukan gas CO2 ke

dalam mulut rahim, rahim, dan selanjutnya kesaluran tuba tanpa tersumbat, tersumbat sebagian atau tersumbat total.

Gangguan saluran tuba dapat ditandai dengan keluranya cairan tersebut kembali keliang senggama. Dan pemeriksaan histerosalpingografi, adalah pemeriksaan dengan memasukan bahan kontras kedalam mulut rahim, rahim, dan selanjutnya ke saluran tuba dan diikuti dengan foto ronsen. Melalui seri foto ini dapat di buktikan dengan jelas tentang kelainan yang terdapat pada mulut rahim, kelainan pada ruangan rahim (apakah terdapat penyimpangan bentuk normal, terdapat polip, atau mioma uteri), kelainan pada saluran telur .kebocoran kontras menunjukan saluran mempunyai potensi yang baik.

4. Pemeriksaan Khusus

(24)

a. Histeroskopi

Pemeriksaan histeroskopi adalah pemeriksaan dengan melakukan alat optic kedalam rahim untuk mendapatkan keterangan tentang mulut saluran telur dalam rahim (normal, edema, tersumbat oleh kelainan dalam rahim), lapisan dalam rahim (situasi umum lapisan dalam rahim karena pengaruh hormone, polip atau mioma dalam rahim), dan keteranangan lain yang diperlukan.

b. Laparaskopi

Pemeriksaan lapaskopi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan memasukan alat optic kedalam rahim untuk mendapatkan keterangan tentang keadaan indung telur yang meliputi ukuran dan situasi permukaannya, adanya graaf folikel, korpus liteum atau korpus albikantes, abnormalitas bentuk, keadaan tubafallopi (yang meliputi, kelainan anatomi atau terdapat perlekatan).

c. Ultrasonografi

(25)

Pemeriksaan uji pasca semnggama di maksudkan untuk mengetahui kemampuan tembus spermatozoa dalam lender serviks. Pasangan dianjurkan melakukan hubungan seksual di rumah dan setelah dua jam datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Lender serviks di ambil dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan jumlah spermatozoa yang di jumpai dalam lendir tersebut. Pemeriksaan ini dilakukan sekitar perkiraan masa ovulasi yaitu hari ke 12,13 dan 14 dengan perhitungan menstruasi hari pertama di anggap ke-1.

e. Pemeriksaan hormonal

Setelah semua pemeriksaan dilakukan, bila belum dapat dipastikan penyebab infertilitas, dapat di lakukan pemeriksaan hormonal untuk mengetahui hubungan aksis hipotalamus, hipofise, dan ovarium.Hormone yang diperiksa adalah gonadotropin (follicle stimulatiom hormone (FSH), hormone luteinisasi (LH) dan hormone estrogen, progesterone, dan prolaktin).

Pemeriksaan hormonal ini dapat menetapkan kemungkinan infertilitas dari kegagalan melepaskan telur (ovulasi).Pemeriksaan harus selesai dalam waktu 3 siklus menstruasi, sehingga rencana pengobatan dapat dilakukan. 2.1.5.3 Menurut Wiknjosastro (2009), masalah-masalah infertilitas adalah:

1. Masalah air mani Penampungan air mani

(26)

mengandung zat spermatizid, akan mengelirukan penilaian mortilitas spermatozoa.

2. Karakteristik air mani

a. Koagulasi danlikuefaksi. Air mani yang diejakulasikan dalam bentuk cair akan segera menjadikan “agar” atau koagulum, untuk kemudian melikuefaksi lagi dalam 5-20 menit menjadi cairan yang agak pekat guna memungkinkan spermatozoa bergerak dengan leluasa. Proses koagulasi dan likuefaksi ini diatur oleh enzim.

b. Viskositas. Setelah berlikuefaksi, ejakulat akan menjadi cairan homogen yang agak pekat, yang dapat membenang kalau dicolek dengan sebatang lidi. Daya membenangnya dapat mencapai 3-10 cm. makin panjang membenangnya, makin tinggi viskositasnya. Pada umumnya viskositas tinggi tidak menimbulkan masalah infertilitas, kecuali kalau pada pemeriksaan tampak spermatozoa seperti bergerak dalam lumpur atau bergerak di tempat.

c. Rupa dan bau. Airmani yang baru diejakulasikan rupanya putih kelabu, seperti agar-agar. Setelah berlikuefaksi menjadi cairan kelihatannya jernih atau keruh, tergantung dari konsentrasi spermatozoa yang dikandungnya. Baunya langu seperti bau bunga akasia.

(27)

1,5 ml sesungguhnya baik untuk dilakukan inseminasi buatan suami (IBS) karena volum yang kurang itu tidak cukup untuk menggenangi lendir yang menjulur ke serviks, sehingga dapat merupakan masalah infertilitas.

e. Ph. Air mani yang baru diejakulasikan pH-nya berkisar antara 7,3-7,7, yang bila dibiarkan lebih lama, akan meningkat karena penguapan CO₂-nya. Apabila pH lebih dari 8, hal itu mungkin disebabkan oleh

peradangan mendadak klenjar atau saluran genital, sedangkan pH yang kurang dari 7,2 mungkin disebabkan oleh peradangan menahun kelenjar tersebut. Sekret kelenjar prostat pH-nya lebih rendah dari 7. f. Fruktosa. Fruktosa air mani adalah hasil vesikula seminalis yang

menunjukan adanya rangsangan androgen. Fruktosa terdapat pada semua air mani, kecuali pada:

1) Azoospermia karena tidak terbentuknya kedua vas deferens. Air maninya tidak berkoagolasi, segera ejakulasi karena vesikula seminalisnya pun tidak terbentuk.

2) Kedua duktus ejakulatoriusnya tertutup.

3) Kedaan luar biasa dari ejakulasi retrograd, dimana sebagian kecil ejakualat yang tidak mengandung spermatozoa sempat keluar.

(28)

Kemampuan menyampaikan air mani kedalam vagina sekitar serviks perlu untuk fertilitas. Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian ini adanya sumbatan atau peradangan.

4. Masalah Serviks

Terdapat berbagai kelainan anatomi serviks yang dapat berperan dalam infertilitas, yaitu cacat bawaan (atresia),polip serviks, stenosis akibat trauma, peradangan, sinekia setelah konisasi, dan inseminasi yang tidak adekuat.

5. Masalah Uterus

Masalah yang dapat mengganggu transportasi spermatozoa melalui uterus ialah distorsi kavum uteri karena sinekia, mioma, atau polip, peradangan endometrium dan gangguan kontraksi uterus.

6. Masalah Tuba

(29)

7. Masalah Ovarium

Deteksi ovulasi merupakan bagian integral pemeriksaan infertilitas kehamilan tidak mungkin terjadi tanpa ovulasi. Ovulasi yang jarang terjadipun dapat menyebabkan infertilitas. Deteksin tepat ovulasi kini tidak seberapa penting lagi setelah diketahui spermatozoa dapat hidup dalam lendir serviks sampai 8 hari. Deteksi tepat ovulasi baru diperlukan kalau akan dilakukan inseminasi buatan, menentukan saat senggama yang jarang dilakukan, atau kalau siklus haidnya sangat panjang. Bagi pasangan infertil yang bersenggama teratur, cukup dianjurkan senggama 2 hari sekali pada minggu dimana ovulasi diharapakan akan terjadi, dengan demikian nasehat senggama yang terlampau ketat tidak diperlukan lagi.

8. Masalah Peritoneum

(30)

Lebih terperinci lagi, Menurut Albano, indikasi untuk melakukan laparoskopi diagnostic adalah:

a. Apalagi selama 1 tahun pengobatan belum juga terjadi kehamilan b. Kalau siklus haid tidak teratur, atau suhu basal badan monofasik c. Apabila istri pasangan infertil berumur 28 tahun lebih, atau

mengalami infertilitas selama 3 tahun lebih d. Kalau terdapat riwayat laparotomi

e. Kalau pernah dilakukan histerosalpingografi dengan media kontras larut minyak

f. Kalau terdapat riwayat apendisitis g. Kalau pertubasi berkali-kali abnormal

h. Kalau disangka endometriosis dan kalau akan dilakukan inseminasi buatan.

2.1.6 Penatalaksanaan infertilitas

Suami sebaiknya di periksa terlebih dahulu dan dinyatakan sehat rohani dan jasmani. Penyebab infertilitas pada suami sekitar 40% sedangkan sisanya pada istri. Penyebab infertilitas yaitu pasangan infertil idiopatik artinya keduanya baik, tetapi belum juga terjadi kehamilan, factor alergi yang menyebabkan ketidakmampuan pasangan menjadi hamil, atau factor stress

(31)

atau hormone prolaktin yang terlalu tinggi sehingga menghalangi proses ovulasi. Setelah mengetahui factor penyebab pasangan infertil pada pihak wanita dapat dilakukan pengobatan berdasarkan penyebabnya (Manuaba, 2009).

2.1.7 Pengobatan Infertilitas

Menurut Gunawan (2010) cara mengatasi infertilitas:

Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi kemandulan, diantaranya menggunakan obat penyubur, pembedahan, dan inseminasi (bayi tabung). Namun, pada situasi tertentu bisa juga dilakukan gabungan dari semua tindakan yang merupakan gabungan dari tindakan di atas.

Umumnya sepertiga dari pasangan yang mandul biasanya bisa memperoleh keturunan setelah dilakukan pengobatan yang baik dan tepat.Pada umumnya sebagian besar dari kasus kemandulan ditangani dengan pemberian obat penyubur dan pembedahan.

Para dokter biasanya akan melakukan tindakan terhadap pasien yang kurang subur berdasarkan pada :

1. Hasil tes kesuburan

2. Usia dari pasangan mandul

3. Kondisi kesehatan pasangan secara umum 4. Keinginan pasien

Pada pria yang mandul, dokter akan melakukan langkah sebagai berikut :

1. Masalah seksual

(32)

dilakukan seorang dokter adalah berusaha mengatasinya sendiri terlebih dahulu. Jika sudah tidak bisa diatasi, selanjutnya akan diambil tindakan lebih lanjut.

2. Sel sperma yang terlalu sedikit

Jika seorang pria memiliki jumlah sel sperma yang terlalu sedikit, maka perlu dilakukan pemeriksaan penyebabnya. Beberapa kasus memerlukan operasi. Kasus lain menggunakan antibiotik untuk mengatasi infeksi yang menyebabkan terganggunya produksi sperma.

Pada wanita yang mandul, biasanya dokter akan melakukan tindakan sebagai berikut :

1. Memberi obat-obatan untuk mengatasi masalah ovulasi. Namun, perlu berhati-hati terhadap obat yang dijual bebas dipasaran. Sebagian dari obat-obat tersebut dapat menimbulkan efek samping. Kerena itu, perlu melakukan konsultasi dengan dokter agar tidak menjadi korban.

2. Selain dengan obat, dokter juga bisa melakukan tindakan pembedahan untuk mengatasi penyebab kemandulan pada wanita yang berhubungan dengan ovarium, tuba pallofi, dan rahim.

3. Inseminasi intra uterin merupakan alternatif lain yang dilakukan oleh dokter dalam menangani kasus infertil. Caranya dengan menyuntikkan sperma pilihan ke dalam rahim. Sebelum dilakukan tindakan inseminasi intra uterin, terlebih dahulu diberikan obat perangsang ovulasi pada wanita. Inseminasi ini akan dilakukan jika ditemukan masalah sebagai berikut :

(33)

c. Kemandulan yang tidak diketahui penyebabnya.

Nutrisi yang dapat membantu mengatasi masalah kemandulan pada wanita ( Vita Health, 2010):

1. Vitamin E membantu menormalkan produksi hormon dengan mempernaiki sistem endokrin.

2. Vitamin A meningkatkan kadar progesteron.

3. Vitamin C membantu meningkatkan sekresi progesteron, pertumbuhan folikel, korpus luteum.

4. Asam Folat (kelompok vitamin B) membantu proses pembuahan dan kehamilan.

5. Selenium dibutuhkan dalam produksi progesteron. Sangat penting menghambat infertilitas, abortus, dan retensio plasenta.

6. Seng (Zinc) dibutuhkan dalam produksi progesteron.

Difisiensi seng menyebabkan gangguan sintesa dan sekresi hormon FSH dan LH, perkembangan ovarium yang normal, gangguan siklus haid, abortus, waktu kehamilan(gestation) yang lama, kelainan janin, janin lahir mati, kesulitan saat persalinan, pre-eklamsi, toksemia, dan bayi lahir dengan berat badan rendah.

7. Tembaga

Sangat penting untuk mendukung kerja enzim yang menghasilkan jaringan elastin dan jaringan ikat yang membentuk arteri dan jaringan stuktural tubuh lainnya. Difisiensinya dapat menyebabkan abortus spontan.

(34)

2.2 Faktor-faktor yang diteliti dapat mempengaruhi infertilitas 2.2.1 Siklus Haid

Pada pengertian klinik, haid di nilai berdasarkan tiga hal. Pertama siklus haid yaitu jarak antara hari pertama haid dengan hari pertama haid berikutnya. Kedua, lama haid yaitu jarak dari hari pertama haid sampai perdarahan haid berhenti, dan ketiga jumlah darah yang keluar selama satu kali haid.

Haid dikatakan normal bila di dapatkan siklus haid, tidak kurang dari 21 hari, tetapi tidak melebihi 35 hari, lama haid 3-7 hari, dengan jumlah darah selama haid berlangsung tidak melebihi 80ml, ganti pembalut 2-6 kali per hari (Wiknjosastro, 2011).

(35)

2.3 Faktor-faktor yang tidak diteliti dapat mempengaruhi infertilitas 2.3.1 Psikologis

Faktor psokologis infertilitas, sekalipun tidak jelas tetapi dapat menghambat kehamilan. Perasaan tertekan karena masalah sosial ekonomi belum stabil, masih dalam pendidikan. Emosi karena didahului orang lain hamil (Manuaba, 2009).

2.3.2 Gangguan Hubungan Seks

Hubungan seks yang normal akan menghasilkan timbunan semen di vagina. Gangguan seksual yang menyebabkan infertilitas meliputi (Manuaba, 2009):

1. Kesalahan teknik senggama (penetrasi tidak sempurna ke vagina) 2. Gangguan psikososial (impotensi, ejakulasi prekoks, vaginismus) 3. Ejakulasi abnormal (kegagalan ejakulasi akibat pengaruh obat,

ejakulasi retrograd kedalam vesika urinaria pasca-prostatektomi) 4. Kelainan anatomi (hipospadia, epispadia, dan penyakit peyronie).

2.3.3 Usia Menikah

Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun, umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Dini Kasdu, dkk, 2003).

(36)

penyakit-penyakit degenerative seperti darah tinggi, diabetes, dan lainnya serta daya tahan tubuh masih kuat (Dini Kasdu, dkk, 2003).

Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35 tahun.Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang makin sedikit.Fase reproduksi wanita adalah masa sistem reproduksi wanita berjalan optimal sehingga wanita berkemampuan untuk hamil.Fase ini dimulai setelah fase pubertas sampai sebelum fase menopause.

Fase pubertas wanita adalah fase di saat wanita mulai dapat bereproduksi, yang ditandai dengan haid untuk pertama kalinya (disebut menarche) dan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder, yaitu membesarnya payudara, tumbuhnya rambut di sekitar alat kelamin, dan timbunan lemak dipinggul. Fase pubertas wanita terjadi pada umur 11-13 tahun. Adapun fase menopause adalah fase disaat haid berhenti.Fase menopause terjadi pada umur 45-55 tahun.

Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita mengalami menarche sampai menopause, wanita mengalami menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur.Jadi, wanita dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun simpanan sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan hormon sehingga kesempatan wanita untuk bisa hamil menurun drastis. Kualitas sel telur yang dihasilkan pun menurun sehingga tingkat keguguran meningkat.

(37)

sehingga wanita tidak menstruasi lagi alias tidak dapat hamil lagi. Pemeriksaan cadangan sel telur dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah atau USG saat menstruasi hari ke-2 atau ke-3 (Kurniawan, 2009).

2.4 Penelitian Terkait

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Dewi (2012) tentang hubungan antara usia menikah dan siklus haid ibu dengan kejadian infertilitas di RSIA Widiyanti Palembang, dari hasil penelitian di dapatkan hasil bahwa ibu yang berkunjung dan memeriksakan diri di ruang infertil yang ya (terdiagnosa infertilitas) sebanyak 175 orang (44,9%) dan yang tidak (tidak terdiagnosa infertilitas) sebanyak 215 orang (55,1%). Ibu yang mempunyai siklus haidnya tidak normal sebanyak 186 orang (47,7%) dan yang siklus haidnya normal sebanyak 204 orang (52,3%). Dari hasil pengolahan data menggunakan uji Chi-Square, didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara siklus haid dengan infertilitas pada ibu dengan p value = 0,000. Ini menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara siklus haid dengan kejadian infertilitas pada ibu.

(38)

dan yang siklus haidnya tidak normal sebanyak 2 responden (4,7 %). Siklus haid yang normal atau dianggap sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari. Hal ini berarti sebagian besar masalah infertilitas pada perempuan disebabkan oleh gangguan siklus haid atau proses ovulasi.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk penanggulangan selanjutnya, dilakukan pendataan mencakup tempat kejadian, tanggal, nama korban, umur, jenis kelamin, keracunan melalui apa (mulut, pernafasan, kulit),

Oleh karena itu berbagai tindakan lain yang mengarah pada terlaksananya pemecahan masalah tersebut (seperti pembuatan bahan ajar, penyiapan evaluasi, pengadaan

Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan

Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki

Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan

Pada diagnosa nyeri akut, Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan pada hari Senin 2 April 2012 masalah keperawatan belum teratasi karena

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan dan membandingkan potensi preventif dan kuratif divine kretek dalam proses karsinogenesis nasofaring (meliputi aktivitas

Sebelum dilakukan pembedahan perawat perlu memprioritaskan tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu dengan mengurangi nyeri, mencegah terjadinya komplikasi pre operatif, dan memberikan