• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Dalam Proses Ganti Kerugian Atas Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Yang Dilakukan Pemerintah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aspek Hukum Dalam Proses Ganti Kerugian Atas Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Yang Dilakukan Pemerintah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mungkin sering kali kita mendengar adanya konflik antara warga dan Pemda

serta Pengadilan. Hal itu disebabkan karena persoalan pencabutan hak atas tanah atau

dikarenakan pembebasan tanah. Namun penduduk tidak mau membebaskan tanah

mereka karena tanah mereka adalah lahan tempat mata pencaharian mereka dan

proses ganti kerugian yang tidak transparan serta nilai dari ganti kerugian yang

dianggap tidak sesuai oleh masyarakat.

Pada tahun 1960 dengan lahirnya UUPA pencabutan hak atas tanah diatur

secara tegas dalam pasal 18 UUPA. Disebutkan bahwa untuk kepentingan umum

termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat,

hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan memurut

cara yang diatur dengan Undang-Undang. Untuk merealisasikan sebagian dari bunyi

Pasal 18 UUPA No. 5 Tahun 1960 tersebut pemerintah telah mengeluarkan

Undang-undang No. 20 Tahun 1961, yang mengatur tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah

dan Benda-benda yang ada diatasnya, sedangkan sebahagian lagi yang diamanatkan

dalam Pasal 18 UUPA No. 5 Tahun 1960 tersebut mengenai Undang-undang ganti

rugi tanah sampai saat ini belum ada yang memberikan dampak positif terhadap

korban pengadaan tanah, yang dilakukan pemerintah maupun pihak swasta untuk

(2)

Peraturan Perundang-undangan di bidang pertanahan terutama yang

menyangkut ganti rugi tanah baik untuk kepentingan umum maupun untuk

kepentingan swasta, kurang akomodatif melindungi pemilik tanah dan yang

membutuhkan tanah (atau yang berkepentingan dengan tanah), karena belum

menyentuh langsung kepada persoalan agraria yang sebenarnya, sebagaimana

disebutkan dalam Pasaal 33 Ayat (3) UUD 1945 dan peraturan hukum yang ada lebih

banyak memperkuat posisi pemerintah dalam melakukan pembebasan tanah.

Korban dalam kasus pertanahan khususnya dalam ganti rugi tanah yang

berkaitan dengan pengadaan dan pembebasan tanah baik untuk kepentingan umum

dan untuk kepentingan swasta adalah suatu persoalan yang sangat menarik dan unik

untuk dikaji, karena sering menimbulkan masalah, sementara kebutuhan atas tanah

cukup tinggi sesuai dengan peningkatan pembangunan nasional.

Kewenangan Negara dalam pengambilan alih hak atas tanah untuk

kepentingan umum di Indonesia didasari dari hak menguasai Negara, memberikan

kewenangan pengaturan dan penyelenggaraan bagi negara serta dalam pengecualian

untuk kepentingan umum, baru dapat mengambil alih hak atas tanah milik rakyat

untuk menyelenggarakan kepentingan umum tersebut.2

22

Refhie, Pembebasan dan Pencabutan Hak Atas Tanah,

Satu persoalan hukum pertanahan yang tidak pernah selesai dibicarakan

adalah persoalan “Pembebasan Tanah” atau “Pencabutan Hak Atas Tanah”.

Berjalannya proses pembangunan yang cukup cepat dinegara kita secara langsung

(3)

tidak hanya memaksa harga tanah pada berbagai tempat untuk naik melambung akan

tetapi juga telah menciptakan suasana dimana tanah sudah menjadi “Komoditi

Ekonomi” yang pempunyai nilai sangat tinggi.3

Sudah menjadi rahasia publik bahwa dalam pelaksanaan suatu proyek umum

dan/atau pelaksanaan proyek pemerintah kadang kala mengejar target istimewa serta

terbatasnya jangka waktu berlakunya suatu anggaran yang sudah disediakan sehingga

menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam upaya pelancaran dari pembebasan tanah

tersebut. Para pimpinan proyek berusaha agar pembebasan tanah tersebut berjalan

mulus dan jika perlu dengan sedikit “pemaksaan” kepada masyarakat.4

3

Abdurrahman, Masalah Pembauran Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan tanah

DiIndonesia, PT. Cintra Aditia Bakti , Jakarta, 1991, hal. 1 4

A.P.Parlindungan, Pencabutan dan Pembebasan Hak Atas Tanah Suatu Studi

Perbandingan, Cv. Mandar Maju , Medan, 1993, hal. 3

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak Rakyat Indonesia,

untuk terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya secara

adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat ke arah penyelesaian

negara yang demokratis berdasarkan Pancasila.

Berdasarkan uraian diatas penulis berkeinginan mengupas persoalan seputar

aspek hukum dalam proses ganti rugi atas pengadaan tanah. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis mengangkat “Aspek Hukum dalam Proses Ganti Kerugian

Atas Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Yang Dilakukan Pemerintah sebagai

(4)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dibahas adalah:

1. Pihak manakah yang berhak memperoleh ganti rugi atas pengadaan tanah untuk

kepentingan pemerintah?

2. Bagaimanakah proses penilaian pembayaran ganti kerugian atas pengadaan hak

atas tanah untuk kepentingan pemerintah?

3. Bagaimanakah penyelesaian bagi pihak yang menolak ganti kerugian yang

diberikan kepada korban atas pengadaan tanah untuk kepentingan Umum yang

dilakukan pemerintah?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui pihak manakah yang berhak memperoleh ganti rugi atas

pengadaan tanah untuk kepentingan pemerintah.

2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pengadaan hak atas tanah untuk

kepentingan pemerintah.

3. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari ganti rugi yang diberikan

(5)

D. Manfaat Penulisan

manfaat dari penulisan ini adalah:

1. Secara teoritis, hasil penelitian dari skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan

kajian untuk:

a. Mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan khususnya mengenai hukum

pertanahan di Indonesia

b. Menambah informasi kepada para pembaca agar dapat mengetahui aspek

hukum dalam proses ganti kerugian atas pengadaan tanah di kota Medan

c. Memperkaya khasanah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai Hukum

Pertanahan khususnya berkenaan dengan aspek hukum ganti kerugian atas

pengadaan tanah untuk kepentingan pemerintah kota Medan

2. Secara praktis, hasil penelitian menjadi bahan masukan terhadap perkembangan

hukum positif dan memberikan sumbangan pemikiran untuk dijadikan sebagai

bahan masukan acuan hukum pertanahan khususnya tentang aspek hukum

dalam proses ganti kerugian atas pengadaan tanah untuk kepentingan

pemerintah kota Medan

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Jenis Penenlitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Penelitian yuridis Normatif.

(6)

dengan menggunakan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan

bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.5

5

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 41.

2. Data dan Sumber Data

Data dan sumber data yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah

bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum

yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dibidang hukum pertanahan, antara

lain dari Undang-Undang Hukum Perdata, dan Undang-Undang Pokok Agraria

Nomor 5 Tahun 1960.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer, yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku

dan pendapat-pendapat para sarjana yang berhubungan dengan pembahasan skripsi

ini.

Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang

memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer

dan/atau bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan data

Studi Pustaka, yaitu metode pengumpulan data yang digunakan untuk

memperoleh data sekunder dengan cara menggali sumber-sumber tertulis, baik dari

instansi, maupun buku literature yang ada relevasinya dengan masalah penelitian

(7)

4. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif yang digambarkan secara deskriptif,

rangkaian kegiatan analisis data dimulai dari terkumpulnya data sekunder, kemudian

menjadi sebuah pola dan dikelompokkan secara sistematis. Analisis data lalu

dilanjutkan dengan membandingkan data sekunder terhadap data primer untuk

mendapat penyelesaian permasalahan yang diangkat.

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Konsepsi Mengenai Tanah

Tanah merupakan salah satu komponen hak asasi manusia, maka setiap orang

harus diberi hak dan akses untuk memperoleh, memanfaatkan, dan mempertahankan

bidang tanah yang sudah atau yang akan dipunyainya.

Sebagai hak dasar, hak atas tanah sangat berarti bagi eksistensi seseorang,

kebebasan dan harkat dirinya sebagai manusia, sehingga pemenuhannya harus selalu

diupayakan, Setiap kebijakan dan tindakan pemerintah yang bermaksud untuk

mengurangi dan meniadakan hak atas tanah dan hak-hak lain yang ada di atasnya

milik warga masyarakat, akan mempengaruhi terhadap keberadaan dan keutuhan

HAM.6

Diatas sebidang tanah, manusia juga dapat membangun jalan, jembatan, dan

kepentingan umum lainnya. Mengingat sangat terbatasnya lahan menyediakan tata

ruang, kebutuhan akan lahan ini dapat menimbulkan pembenturan kepentingan

6

(8)

berbagai pihak, baik dalam hal kepemilikan maupun peruntukkannya.

Di Indonesia, pengertian tanah dipakai dalam arti juridis sebagai suatu

pengertian yang dibatasi dalam UUPA, yakni tanah hanya merupakan permukaan

bumi saja. Dengan demikian, jelas tanah dalam pengertian juridis adalah permukaan

bumi (Pasal 4 ayat 1). Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu

dari permukaan bumi yang memiliki batas dan dimensi. Jadi, tanah yang diberikan

dengan hak-haknya tersebut penggunaannya hanya terbatas pada permukaan bumi

saja.

Oleh karena itu,dalam pasal 4 ayat 2 UUPA dinyatakan bahwa hak-hak atas

tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk menggunakan sebagian tertentu

permukaan bumi yang bersangkutan yang disebut tanah, tetapi juga tubuh bumi yang

ada dibawahnya dan air serta ruang angkasa. 7

Dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dan Peraturan Presiden

Nomor 36 Tahun 2005 juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, pengadaan Maka yang mempunyai hak-hak atas

tanah tersebut adalah tanahnya sendiri.

Namun demikian, banyak pula warga masyarakat yang melakukan

penguasaan tanah secara tanpa hak, baik untuk mendirikan pemukiman maupun untuk

menggarap tanah tersebut sebagai tanah pertanian. Mereka ini melakukan tindakan

melawan hukum, akan tetapi dalam kenyataannya masih banyak yang dibiarkan

2. Pengertian Pengadaan Hak Atas Tanah

7

(9)

hak atas Tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak

atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas

dasar musyawarah. Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan unuk

mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada

yang berhak atas tanah tersebut.8

Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum ini diatur bahwa kepentingan umum adalah

kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah

dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Lebih lanjut, dalam

Pasal 10 diatur mengenai jenis pembangunan yang dapat dikategorikan sebagai

Kepentingan Umum, yaitu:

Mengenai besarnya ganti rugi, Panitia Pembebasan Tanah harus mengadakan

musyawarah dengan para pemilik/pemegang hak atas tanah dan/atau benda/ tanaman

yang ada di atasnya berdasarkan harga umum. Panitia Pembebasan Tanah berusaha

agar dalam menentukan besamya ganti rugi terdapat kata sepakat di antara para

anggota Panitia dengan memperhatikan kehendak dari para pemegang hak atas tanah.

Jika terdapat perbedaan taksiran ganti rugi di antara para anggota Panitia itu, maka

yang dipergunakan adalah harga rata-rata dari taksiran masing- masing anggota.

3. Pengertian Kepentingan Umum

9

8

Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan, Bab 1, Pasal 1 angka 3.

9

(10)

1. pertahanan dan keamanan nasional;

2. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan

fasilitas operasi kereta api;

3. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran

pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;

4. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;

5. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;

6. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;

7. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;

8. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;

9. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;

10.fasilitas keselamatan umum;

11.tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;

12.fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;

13.cagar alam dan cagar budaya;

14.Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;

15.penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta

perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;

16.prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;

17.prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan

(11)

Menurut UU Nomor 2 Tahun 2012 menjelaskan Kepentingan Umum

adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh

pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.10 Karena

kegiatan tersebut mempunyai sifat kepentingan umum, maka juga menyangkut

kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara untuk pembangunan.11

Kepentingan bangsa dan negara, setidaknya memberikan penjelasan dari UU

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, tercantum

dalam Penjelasan Umum butir 2 menyebutkan bahwa Negara/pemerintah bukanlah

subjek yang dapat mempunyai hak milik, demikian pula tidak dapat sebagai subjek

jual-beli dengan pihak lain untuk kepentingannya sendiri. Dalam arti bahwa Negara

tidak dapat berkedudukan sebagaimana individu. Menurut Prof. Dr. M. Yamin,

bahwa Negara sebagai organisasi kekuasaan dalam tingkatan-tingkatan tertinggu

diberi kekuasaan sebagai badan penguasa untuk menguasai bumi, air, dan ruang

angkasa dalam arti bukan memiliki. Dengan demikian,Negara hanya diberi hak untuk

menguasai dan mengatur dalam rangka kepentingan kesejahteraan rakyat secara

keseluruhan.12

10

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

11

Abdurrahman, H, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di

Indonesia, Jakarta, hal. 1. 12

Muhammad Yamin, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas

(12)

4. Pengertian Ganti Kerugian

Dalam Pasal 1 angka 10 UU No.2 Tahun 2012 “ganti kerugian adalah penggantian

yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan

tanah.sedangkan bentuk ganti ruginya beerupa:

a. Uang;

b. Tanah pengganti;

c. Pemukiman kembali;

d. Kepemilikan saham;atau

e. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Bentuk ganti rugi didaerah perkotaan pada umumnya pemilik tanah akan lebih

dominan berbentuk uang, karena pada umumnya semua pihak mencari yang mudah

dan cepat, kalau pemberian ganti rugi berupa relokasi atau tanah pengganti, maka

konsekunsinya setiap pengadaan tanah Panitian Pengadaan Tanah harus

mempersiapkan dua lokasi, satu sebagai rencana pembangunan kepentingan umum,

satu lagi sebagai tanah pengganti bagi para pemilik tanah.

Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, penentuan

besarnya ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada Tim Appraisal (Juru Taksir). Bagi

juru taksir sendiri tidak mempunyai acuan harga tanah, mungkin didasarkan harga

pasar dan perlu diketahui harga pasar itu sendiri tidak pasti. .13

13

(13)

G. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang penulis lakukan

sendiri. Penelitian ini dilakukan penulis dengan mengambil panduan dari beberapa

buku-buku dan sumber lainnya yang mempunyai hubungan dengan judul skripsi

penulis, Skripsi dengan judul “ASPEK HUKUM DALAM PROSES GANTI

KERUGIAN ATAS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN

PEMERINTAH KOTA MEDAN” telah diperiksa melalui Perpustakaan Universitas

Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Judul skripsi ini belum pernah

ditulis oleh siapapun di Fakultas Hukum dan jika ada kemiripan maupun hamper

sama, tetapi memiliki data yang berbeda dari substansi maupun bentuknya.

Penulisan skripsi ini memuat hal mengenai sejarah pengadaan tanah sebelum

dan setelah kemerdekaan, tinjauan umum pengadaan atas tanah untuk kepentingan

umum, pengaturan hukum mengenai proses ganti kerugian atas pengadaan tanah

menurut peraturan yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini

asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

H. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus

diuraikan secara sistematis. Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa tahapan

yang disebut dengan Bab dimana masing-masing Bab dibagi dalam beberapa Sub

Bab yang masing-masing bab diuraikan masalahnya secara tersendiri.

(14)

masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, dan

metode penelitian

Bab II merupakan bab yang membahas mengenai sejarah pengadaan tanah

sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia.

Bab III merupakan bab yang membahas mengenai tinjuan umum tentang

pengadaan tanah. Bab III ini meliputi definisi pengadaan tanah, azas dan tujuan

pengadaan tanah, karakteristik kepentingan umum dan tata cara pengadaan tanah.

Bab IV merupakan bab yang membahas mengenai pengaturan hukum

mengenai proses ganti kerugian atas pengadaan tanah menurut peraturan yang

berlaku di Indonesia. Bab IV ini mencakup ganti kerugian menurut peraturan yang

berlaku di Indonesia, penetapan besarnya ganti rugi, prosedur pembayaran ganti

kerugian atas pengadaan tanah, dan penyelesaian bagi yang menolak ganti kerugian.

Referensi

Dokumen terkait

redaksional yang diterapkan RRI Pro 1 Yogyakarta dalam menyiarkan berita.. terkait kasus sedang berkembang di tengah masyarakat seperti pada kasus penggusuran

pembahasan halaman 2 sampai hal 8 tentang pembaharuan kurikulum lama ke kurikulum baru dapat disimpulkan bahwa pembaharuan kurikulum Mentoring AIK didasarkan pada lima

Penyelenggaraan Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 342) sebagaimana telah

Adapun lokasi yang dipilih sebagai dasar dalam perancangan pembangkit listrik dengan kincir air sistem terapung ini adalah Sungai Cimanceuri, yaitu sebuah sungai di perbatasan

(3) Setiap pejabat yang terlibat di dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Pelayanan Pada Instalasi Gudang Farmasi dan Perlengkapan KesehatanProvinsi

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan bahwa metode yang digunakan dapat diterapkan pada jenis webcam yang berbeda dan dapat mengantisipasi jika webcam yang

Pelayanan dasar sendiri merupakan pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara yang meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan tata ruang, perumahan

melakukan diskusi hasil kegiatan pengamatan video/gambar lingkungan alam perdesaan yang subur dan masyarakat yang harmonis.. 3.4 Memahami pengertian dinamika interaksi