• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.1.1 Karakteristik Responden

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Perbedaan Tingkat stres pada Perawat Unit Gawat Darurat dengan Kamar Bedah di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

Karakteristik Responden Kategori jumlah %

4. Pendidikan Akademik PerawatD3 223 78,6%10,7%

S1 3 10,7%

5. Unit Kerja IGD 14 50%

Kamar Bedah 14 50%

Berdasarkan tabel 4.1 karakteristik responden perbedaan tingkat stres pada perawat instalasi gawat darurat dengan kamar bedah di rumah sakit islam jakarta cempaka putih, dari 28 orang responden didapatkan mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu 23 orang (82,1%) dan seluruh responden berkerja lebih dari dua minggu (100%). Berdasarkan usia sebagian besar responden berusia 45tahun yaitu 9 orang (32,1%). Pendidikan responden sebagian besar lulusan akademik keperawatan yaitu 22 orang (78,6%). Responden terbagi rata 14 orang (50%) berkerja di Instalasi Gawat Darurat dan 14 orang (50%) berkerja di Kamar Bedah .

4.1.2 Analisis Univariat

Tabel 4.2 Gambaran Tingkat Stres Perawat Instalasi Gawat Darurat

(2)

Berdasarkan tabel 4.2 gambaran tingkat stres perawat instalasi gawat darurat di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih diketahui bahwa sebanyak 4 orang (28,6) mengalami stres ringan.

Tabel 4.3 Gambaran Tingkat Stres Perawat Kamar Bedah

No Pengolahan Air Minum jumlah %

Berdasarkan tabel 4.3 gambaran tingkat stres perawat kamar bedah di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih dapat diketahui bahwa sebanyak 4 orang (28,6%) mengalami stres ringan dan 1 orang (7,1%) mengalami stres sedang.

4.1.3 Analisis Bivariat

Tabel 4.4 Perbedaan Tingkat Stres pada Perawat Instalasi Gawat Darurat dengan Kamar Bedah di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

Tingkat Stres

Berdasarkan tabel 4.4 Hasil analisa Perbedaan Tingkat Stres pada Perawat Instalasi Gawat Darurat dengan Kamar Bedah di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

(3)

H0 diterima dan H1 ditolak. Relative risk disini dihitung dengan perawat instalasi gawat darurat dengan perawat kamar bedah. Relative risk untuk perawat yang mengalami stres dihitung dengan membandingkan peluang perawat yang tidak mengalami stres. Relative risknya di SPSS yaitu 0,8. Artinya perawat unit gawat darurat memiliki peluang untuk mengalami stres 0,8 dari perawat kamar bedah yang mengalami stres. Dapat juga dikatakan perawat Instalasi Gawat Darurat 1,25 kali lebih kecil mengalami stres dibandingkan perawat kamar bedah. Selang kepercayaannya didapat [(0,270),(2,370)]. pada selang kepercayaan melewati angka 1 yang artinya tidak berpengaruh dan RR tidak bermakna.

4.2 Pembahasan

Hasil analisis tingkat stres perawat Instalasi Gawat Darurat dan Kamar Bedah Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih. Tingkat stres yang dialami oleh perawat Instalasi Gawat Darurat dan Unit Rawat Inap tidak memiliki perbedaan yang signifikan, yaitu perawat Instalasi Gawat Darurat mengalami stres lebih kecil daripada perawat Kamar Bedah. Berdasarkan uji statistik dengan menngunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% (α 0,05) diperoleh ρ=0,5; CI = [(0,270),(2,370)]. . Oleh karena itu, dapat disimpulkan tidak ada perbedaan tingkat stres perawat Instalasi Gawat Darurat dan Kamar Bedah Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

Berdasarkan gambaran tingkat stres perawat instalasi gawat darurat dan Kamar Bedah di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih didapatkan sebanyak 8 orang (28,6%) mengalami stres ringan dan 1 orang (3,6%) mengalami stres sedang.

(4)

berdasarkan riset yang menyeluruh diketahui bahwa kebosanan berkaitan dengan penurunan produktivitas Schultz Schultz, 2003.

Berdasarkan hasil peneliatan yang telah dilakukan di Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur tahun 2017 didapatkan responden yang tidak melakukan proses pengolahan air minum sebelum diminum didapatkan hasil paling banyak dibandingkan dengan yang mengolah air minumnya sebelum diminum. Hal ini sesuai dengan data Riskesdas 2013 yang menyatakan bahwa Jakarta (40%) merupakan salah satu provinsi terendah yang mengolah air minum sebelum diminum di indonesia. Daerah Jakarta yang merupakan daerah perkotaan yang menerapkan metode pengolahan air minum lebih sedikit karena masyarakat di daerah perkotaan cenderung lebih memilih menggunakan air kemasan / air isi ulang untuk minum. Secara keseluruhan memasak air dengan cara direbus sebelum diminum merupakan metode yang paling umum dilakukan (70%)

Penelitian ini dilakukan terhadap 100 balita di Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur pada tahun 2017. Hasil analisis data mengenai hubungan pengolahan air minum dengan status gizi balita nilainya p=0,01 (p<0,05), yang artinya didapatkan hubungan pengolahan air minum dengan status gizi balita. Responden yang mengolah air minumnya sebelum diminum mayoritas memiliki balita yang status gizi nya cukup. Beberapa Ibu dari balita yang memiliki status gizi cukup memiliki kebiasaan untuk merebus air minumnya sebelum diminum khususnya air yang akan digunakan untuk menyeduh susu formula. Hal ini sejalan dengan penelitian Tjetjep Syarif Hidayat (2012) dengan nilai p sebesar 0,001 (p<0,05) yang menyatakan balita yang tinggal dengan sanitasi lingkungan sehat serta menggunakan air minum yang dimasak lebih banyak yang status gizi nya baik. Berbeda sangat nyata dibandingkan dengan balita yang menggunakan air minum yang tidak dimasak. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Felly Philipus, et. Al (2008) yang menyatakan bahwa diperoleh nilai p sebesar 0,002 (p<0,05) dan menyatakan terdapat hubungan status morbiditas balita di daerah tertinggal dengan pengolahan air minum yang tidak dimasak.

(5)

memenuhi syarat untuk diminum adalah air yang tidak berasa, tidak berbau, tidak mengandung zat berbahaya dan jernih. Sumber air minum yang bersih juga merupakan faktor penting untuk kesehatan tubuh dan mengurangi risiko penyakit infeksi yang ditularkan melalui air (water born disease) seperti diare, kolera dan thypoid. Balita merupakan subjek yang rentan terhadap penyakit infeksi karena secara alami kekebalan anak tergolong rendah. Kematian dan kesakitan pada balita umumnya dikaitkan dengan air minum yang tercemar dan sanitasi yang tidak memadai. Beberapa penelitian dari berbagai negara menunjukan bahwa kualitas sumber air minum memiliki hubungan positif dengan pengurangan kejadian diare yang dapat mempengaruhi status gizi balita tersebut (Adewara, et al, 2011).

Gambar

Tabel 4.2 Gambaran Tingkat Stres Perawat Instalasi Gawat Darurat
Tabel 4.4 Perbedaan Tingkat Stres pada Perawat Instalasi Gawat Darurat dengan Kamar Bedah di

Referensi

Dokumen terkait

dengan tingkat stres kerja perawat Instalasi Gawat Darurat di RSUD. Untuk mengetahui hubungan antara beban kerja dengan tingkat

Mengetahui hubungan faktor pengulangan kerja dengan keluhan low back pain pada perawat di ruang instalasi gawat darurat (IGD) dan instalasi bedah sentral (IBS) RSUD

Tingkat stres kerja perawat pelaksana di ruang Instalasi Gawat Darurat RSU Anutapura Palu menunjukkan jumlah terbanyak adalah yang stres kerjanya tinggi sedangkan untuk

Tingkat stres kerja perawat pelaksana di ruang Instalasi Gawat Darurat RSU Anutapura Palu menunjukkan jumlah terbanyak adalah yang stres kerjanya tinggi sedangkan untuk

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan stres kerja antara perawat instalasi gawat darurat dan perawat di intensive care unit RSUD Sultan

Biaya Terapi Pasien Meliputi Biaya Penunjang di Kamar Bedah Emergency Instalasi Gawat Darurat Periode April 2016 – September 2016 RSUP... Biaya Terapi Pasien

Menurut peneliti, kemungkinan alasan yang melatarbelakangi perawat unit rawat inap memiliki tingkat stres kerja yang lebih besar dari perawat unit gawat darurat pada kedua

v PERBEDAAN TINGKAT STRES PADA PERAWAT INTENSIVE CARE UNIT ICU DENGAN PERAWAT RUANG RAWAT INAP DEWASA DI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH DITINJAU DARI KEDOKTERAN DAN ISLAM