• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab.1 Gambaran Umum Wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab.1 Gambaran Umum Wilayah"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 1

Bab.1

Gambaran Umum Wilayah

Sebagai suatu daerah kepulauan di Propinsi Kepulauan Riau dengan jumlah pulau sekitar 241 pulau, Kabupaten Bintan memiliki rentang wilayah pantai yang panjang yaitu sekitar 966,54Km garis pantai serta wilayah laut yang sangat luas yaitu 86.398,33 km2 atau 98,51% dari total wilayah Kabupaten Bintan. Oleh karena itu potensi ekonomi untuk sektor kelautan dan perikanan merupakan suatu prime mover yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi krisis ekonomi menuju Bintan yang Maju, Sejahtera dan Berbudaya.

Selaras dengan hal tersebut, sesungguhnya Bintan memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam. Mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti perikanan, terumbu karang, rumput laut, dan hutan mangrove. Kondisi ini juga ditunjang dengan posisi geografis yang berada di pertemuan antara Laut Natuna dengan laut pedalaman Indonesia (Laut Jawa dan Selat Malaka). Selat Malaka merupakan salah satu laut yang mempunyai produktivitas primer yang tinggi. Dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), Kabupaten Bintan memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang melimpah dan oleh karena itu Kawasan Perairan Laut di Kabupaten Bintan telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai Wilayah Pengelolaan Perikanan II (WPP II).

(2)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

(3)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 3

1.1. Geografis Daerah

Secara geografis wilayah Kabupaten Bintan terletak antara 006’17”-134’52” Lintang Utara dan 10412’47” Bujur Timur di sebelah Barat 108 02’27” Bujur Timur di sebelah Timur dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Natuna, Anambas dan Malaysia. Sebelah Selatan : Kabupaten Lingga.

Sebelah Barat : Kota Batam dan Kota Tanjungpinang. Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Barat.

1.2. Luas Wilayah

Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Bintan adalah 88.038,54 km2 terdiri atas wilayah daratan seluas 1.946,13 km2 (2,2%) dan wilayah laut seluas 86.092,41 km2 (97,8%). Tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Bintan melakukan pemekaran wilayahnya melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Toapaya Asri di Kecamatan Gunung Kijang, Desa Dendun, Desa Air Glubi di Kecamatan Bintan Timur, Kelurahan Tanjung Permai, Kelurahan Tanjung Uban Timur di Kecamatan Bintan Utara, Kelurahan Tembeling Tanjung di Kecamatan Bintan Teluk Bintan, Desa Kukup dan Desa Pengikik di Kecamatan Tambelan dan Kelurahan Kota Baru di Kecamatan Teluk Sebong.

Tabel. 1 .1 Kondisi Fisik dan Lingkungan Kabupaten Bintan

No. U r a i a n Nilai

1. Luas Wilayah 88.038,54 km2

1.1. Luas Daratan 1.946,13 km2

1.2. Luas Lautan 86.092,41 km2

2. Panjang Garis Pantai 966,54 km

3. Jumlah Pulau 241 pulau

3.1. Jumlah Pulau Berpenghuni 50 pulau

3.2. Jumlah Pulau Kosong 191 pulau

4. Jumlah Kecamatan 10 Kecamatan

4.1. Jumlah Desa 36 desa

4.2. Jumlah Kelurahan 15 kelurahan

Sumber : Bintan Dalam Angka, Tahun 2010 1.3. Administrasi Wilayah dan Kependudukan

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 Kabupaten Bintan telah memekarkan beberapa kecamatan yakni Kecamatan Toapaya, Kecamatan Mantang, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Seri Kuala Lobam. Dengan terjadinya pemekaran wilayah maka jumlah Kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Bintan bertambah dari 6 (enam) Kecamatan menjadi 10 (sepuluh) kecamatan, yaitu Kecamatan Teluk Bintan, Seri Kuala Lobam, Bintan Utara, Teluk Sebong, Bintan Timur, Bintan Pesisir, Mantang, Gunung Kijang, Toapaya, dan Tambelan.

(4)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 4

Tabel. 1.2 Luas Wilayah Administratif Kabupaten Bintan Pasca Pemekaran Wilayah Kecamatan Kelurahan Desa/ Darat (Ha) Laut (Ha) Total

Teluk Bintan 6 12456,4631 23,216.44 124,587,847

Seri Kuala Lobam 5 11612,7659 5,308.82 116,132,968

Bintan Utara 5 4556,9825 4,594.58 45,574,420 Teluk Sebong 7 28618,1729 31,785.62 286,213,515 Bintan Timur 4 9748,5825 1,641.07 97,487,466 Bintan Pesisir 4 11365,9810 86,703.03 113,746,513 Mantang 4 6254,8380 42753,45 62,548,380 Gunung Kijang 4 22155,0621 35,244.13 221,585,865 Toapaya 4 15076,0680 1,528.94 150,762,209 Tambelan 8 169,00 4258993,00 4,259,162

Sumber : Bintan Dalam Angka, Tahun 2010

Pada tahun 2011 penduduk Kabupaten Bintan sebesar 149.554 jiwa terdiri dari 36.598 rumah tangga. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 77.420 jiwa (51,77 persen) dan penduduk perempuan sebesar 72.134 jiwa (48,23 persen). Perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan (sex ratio) sebesar 107,33. Artinya setiap 100 perempuan berbanding dengan 107 laki-laki. Kecamatan yang terpadat penduduknya terdapat di kecamatan Bintan Timur dengan peringkat jumlah penduduk tertinggi 40.994 jiwa (40,99 persen) sedangkan yang terendah terdapat dikecamatan Mantang sebanyak 4,095 jiwa (9,08 persen).

Tabel. 1.3 Jumlah penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kabupaten Bintan, Tahun 2011

Kecamatan Penduduk Sex Ratio

Laki-laki Perempuan Jumlah

Bintan Timur 21.355 19.640 40.994 108,73

Gunung Kijang 6.910 5.709 12.619 121,04

Teluk Bintan 4.997 4.392 9.389 113,78

Toapaya 6.023 5.152 11.175 116.91

Teluk Sebong 8.962 7.874 16.836 113,81

Seri Kuala Lobam 8.438 10.093 18.531 83,61

Bintan Utara 11.186 11.088 22.273 100.88

Tambelan 2.699 2.530 5.229 106,69

Mantang 2.236 1.858 4.095 120,36

Bintan Pesisir 4.614 3.799 8.413 121,44

Jumlah 77,420 72.134 149.554 107,33

(5)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 5

Tabel. 1.4 Jarak Desa/Kelurahan dari Ibukota Kecamatan ke Desa/Kelurahan

Kecamatan Ibukota Desa/Kelurahan Jarak (km)

Teluk Bintan Teluk Bintan

Pangkil 43 Pengujan 46 Penaga 57 Tembeling 31 Bintan Buyu 24 Tembeling Tanjung 5

Seri Kuala Lobam Teluk Lobam

Kuala Sempang 16

Busung 7

Teluk Sasah 1

Teluk Lobam 0

Tanjung Permai 1

Bintan Utara Tanjung Uban

Lancang Kuning 5

Tanjung Uban Selatan 1

Tanjung Uban Kota 2

Tanjung Uban Utara 4 Tanjung Uban Timur 4

Teluk Sebong Sebong Lagoi

Sebong Pereh 5 Sebong Lagoi 10 Ekang Anculai 5 Sri Bintan 18 Pengudang 38 Berakit 50 Kota Baru 2

Bintan Timur Kijang

Kijang Kota 1

Sungai Enam 5

Gunung Lengkuas 7,3

Sungai Lekop 6,3

Bintan Pesisir Kelong

Mapur 60 Numbing 10 Kelong 1 Air Glubi 3 Mantang Mantang Mantang Lama 0,5 Mantang Besar 1,5 Mantang Baru 5 Dendun 5,6

Gunung Kijang Kawal

Gunung Kijang 15 Teluk Bakau 11 Malang Rapat 23 Kawal 2 Toapaya Toapaya Toapaya Utara 14 Toapaya 4,5 Toapaya Asri 0 Toapaya Selatan 8 Tambelan Tambelan Pulau Pinang 120 Pulau Mentebung 120 Kampung Melayu 1,5 Kampung Hilir 1 Teluk Sekuni 120 Batu Lepuk 2 Kukup 2 Pulau Pengikik 120

(6)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 6

1.4. Topografi

Secara keseluruhan kemiringan lereng di Kabupaten Bintan relatif datar, umumnya didominasi oleh kemiringan lereng yang berkisar antara 0-15% dengan luas mencapai 55,98 % (untuk wilayah dengan kemiringan 0-3% mencapai 37,83% dan wilayah dengan kemiringan 3-15% mencapai 18,15%). Sedangkan luas wilayah dengan kemiringan 15–40% mencapai 36,09% dan wilayah dengan kemiringan >40% mencapai 7,92%. Ketinggian wilayah beberapa tempat di Kabupaten Bintan dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel. 1.5 Ketinggian Wilayah Beberapa Tempat dari Permukaan Laut di Kabupaten Bintan

Kecamatan Kemiringan Lereng (km2) Jumlah (km2)

0-3 % 3-15 % 15-40% > 40 %

Teluk Bintan 103,60 46,15 31,45 3,80 185,00

Bintan Utara dan Tel Sebong 282,42 75,31 263,98 5,88 627,59

Gunung Kijang 84,74 196,56 252,79 14,03 548,12

Bintan Timur 271,58 16,55 116,66 11,21 416,00

Tambelan 25,41 33,88 67,77 42,36 169,42

Jumlah 767,75 368,45 732,65 77,28 1946,13

Sumber : RTRW Kabupaten Bintan, 2007

Wilayah Kabupaten Bintan terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang pada umumnya merupakan daerah dengan dataran landai di bagian pantai. Kabupaten Bintan memiliki topografi yang bervariatif dan bergelombang dengan kemiringan lereng berkisar dari 0-3% hingga di atas 40% mencapai 98,03% (1741,71 Km2). Sedangkan

untuk kemiringan > 40% hanya mencapai 1,97% dan tersebar di wilayah Gunung Bintan, Gunung Kijang dan Gunung Lengkuas. Jika diuraikan secara rinci, maka kemiringan lereng 0-3 % memiliki luas sebesar 742,34 Km2 (41,78%), kemiringan 3-15%

dengan luas wilayah 334,57 Km2 (18,83 %), sedangkan kemiringan 15- 40% sebesar

664,88 Km2 (37,42%) dan kemiringan > 40% dengan luas wilayah 34,92 Km2 (1,97%).

0-3% 39% 3-15% 19% 15-40% 38% >40% 4% 0-3% 3-15% 15-40% >40%

Gambar. Presentase Kimiringan Lereng di Kabupaten Bintan

Kemiringan lereng di Kecamatan Teluk Bintan didominasi oleh kemiringan 0-3 % dengan beda tinggi 3 meter di atas permukaan laut, dengan luas sebesar 103,60 Km2

(56%) luas daratan yang menyebar di seluruh wilayah Keacamatan Teluk Bintan baik di daerah daratan, sekitar pesisir pantai dan hutan bakau. Wilayah datar sampai

(7)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 7 berombak (>3-15 %) dengan beda tinggi mencapai 15 meter, luasnya sebesar 46,15 Km2,

menyebar di bagian selatan Kecamatan Teluk Bintan, terutama di wilayah kepulauan (Pulau Pengujan, Pulau Pangkil, dan pulau lainnya). Lereng >15 - 40% dengan beda tinggi mencapai 40 meter, merupakan daerah perbukitan yang penyebarannya terutama di bagian tengah dengan total luas sebesar 31,45 Km2. Sedangkan wilayah bergelombang

sampai berbukit (>40%) dengan beda tinggi antara 40-348 meter. Penyebarannya terutama di Wilayah Desa Tembeling dan Desa Bintan Buyu (Gunung Bintan) dengan luas 3,8 Km2.

Kecamatan Bintan Utara dengan kemiringan datar 0 - 3% mendominasi tingkat kemiringan terbesar yaitu 282,42 Km2 (45%) luas wilayah daratan, dominasi kedua

dengan kemiringan 3-15% sebesar 263,98 Km2 (42,06%), dan terkecil dengan

kemiringan >40% sebesar 5,88 Km2 (0,94%). Untuk wilayah Kecamatan Bintan Timur

terbesar pada prosentasi luas wilayah kemiringan 0-3% sebesar 271,58 Km2 (65,28%).

Wilayah Kecamatan Gunung Kijang mempunyai dominasi lahan datar sampai berombak (>3-15 %) dengan beda tinggi mencapai 15 meter, merupakan luas terbesar yaitu sebesar 208,29 Km2, menyebar di bagian Utara dan Timur Kecamatan Gunung

Kijang, terutama di wilayah Lomei, Kawal dan daerah pesisir pantai. Wilayah berombak sampai bergelombang (>15-40%) dengan beda tinggi mencapai 40 meter, merupakan daerah perbukitan yang penyebarannya terutama di bagian tengah dengan total luas sebesar 128,08 Km2. Wilayah bergelombang sampai berbukit (> 40%) dengan

beda tinggi antara 40-211 meter. Penyebarannya terutama di Wilayah Desa Gunung Kijang, yaitu di daerah Gunung Kijang seluas 7,5 Km2.

Untuk gugusan pulau Tambelan dominasi kemiringan pada kemiringan dijumpai datar 15-40% sebesar 67,77 Km2 (40%) dari luas daratan, sedangkan kemiringan lainnya

bervariasi antara kemiringan 0-3% sampai dengan kemiringan >40%, dengan prosentasi 15% sampai 25%.

1.5. Geologi

Kabupaten Bintan merupakan bagian dari paparan kontinental yang terkenal dengan nama “Paparan Sunda”. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini merupakan sisa erosi atau pencetusan daerah daratan pra tersier yang membentang dari Semenanjung Malaysia di bagian utara sampai dengan Pulau Bangka dan Belitung di bagian selatan. Proses pembentukan lapisan bumi di Kabupaten berasal dari formasi-formasi vulkanik, yang akhirnya membentuk tonjolan-tonjolan pada permukaan bumi yang disebut pulau, baik pulau-pulau yang ukurannya cukup besar, maupun pulau yang ukurannya relatif kecil.

Secara umum bentuk batuan di Pulau Bintan termasuk antara akhir poleozoikum dan tersier. Batuan tertua terdiri dari bahan senyawa yang berasal dari gunung api dan deposit sedimen plastis yang sedikit mengalami metamorfosa yang dapat dikorelasikan dengan pahang volkanik series di Malaysia. Batuan muda terdiri dari batuan pasir serpih konglomerat yang dapat dikorelasikan dengan plateau dari batu pasir Kalimantan dan terbentuk pada umur tersier bawah. Batu-batuannya kebanyakan merupakan

(8)

batuan-P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 8 batuan metamor dan batuan beku yang berumur dari pra tersier, sedangkan penyebaran batuan sedimen sangat terbatas.

Jenis batuan yang mendominasi di Pulau Bintan adalah Formasi Goungon dan Granit. Adapun dominasi formasi goungon kurang lebih sebesar 65% yang tersebar merata di seluruh wilayah Pulau Bintan. Untuk batuan granit dominasinya sebesar 34% dan batuan ini tersebar di daerah Berakit, Malang Rapat, Gunung Kijang, Gunung Lengkuas sampai dan juga terdapat di Pulau Mantang dan Pulau Siolong. Jenis batuan lain yang terdapat di Pulau Bintan adalah Andesit dan Aluvium, Andesit terdapat di daerah Teluk Bintan dan Aluvium terdapat di Daerah sungai Anculai dan sungai Bintan. Penyebaran jenis batuan geologi, dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel. 1.6 Jenis Batuan Geologi dan Penyebarannya di Pulau Bintan

Jenis Batuan Uraian % Penyebaran

Formasi

Goungon Batupasir tufan keputih-putihan, berbutir halus menengah, laminasi sejajar, batulanau umum dijumpai, tuf dasitan dan tuf litik felspatik berwarna putih, halus, setempat berselingan dengan batupasir tuf, tuf putih kemerahan dan batulanau kelabu agak karbonan mengandung sisa tanaman.

65  Hampir seluruh Kepulauan Bintan, yaitu bagian wilayah Pulau Bintan bagian selatan

 Sebagian Pulau Buton

 Pulau Kelong

 Pulau Gin Besar dan Kecil

Granit Granit kelabu

kemerahan-kehijauan, berbutir kasar, berkomposisi felspar, kuarsa, horenblenda dan biotit; mineral umumnya bertekstur primer dan membentuk suatu pluton batolit yang tersingkap luas.

34  Sepanjang daerah Berakit, Malang Rapat, Gunung Kijang, Gunung Lengkuas, sampai.

 Pulau Mantang dan Pulau Siolong.

Andesit Andesit, kelabu, berkomposisi plagioklas, horenblenda dan biotit, bertekstur perfiritik dengan massadasar mikro kristal felspar, agak terkekarkan dan umumnya segar.

0,5  Daerah Teluk Bintan

Aluvium Kerikil, pasir, lempung dan

lumpur. 0,5  Daerah sungai Ekang Anculai dan sungai Bintan Sumber : RTRW Kabupaten Bintan, 2007

1.6. Jenis Tanah

Persebaran jenis tanah di Pulau Bintan didominasi oleh komposisi jenis tanah

Hapludox-Kandiudult-Dystropets (46,4% dari luas daratan Pulau Bintan) yang

tersebar seluruh bagian Kabupaten Bintan. Dominasi kedua adalah jenis tanah dengan komposisi Hapludox-Kandiudults (27,6% luas daratan) dan tersebar di daerah Berakit dan Sungai Kawal. Sedangkan komposisi jenis tanah lainnya adalah

(9)

Sulfagquents-P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 9

Hydraquents-Tropaquepts (9,9% dari luas daratan Pulau Bintan) tersebar di pesisir

pulau dan terluas di pesisir daerah Teluk Bintan, Hapludox-Dystropets-Tropaquods (9,7%) tersebar di daerah Teluk Bintan, Tropaquets-Fludaquents (3,2%) tersebar di sekitar Sungai Kawal daerah Bintan Timur dan Gunung Kijang, dan komposisi tanah

Kandiudults-Dystropets-Tropaquets seluas 2,4% yang tersebar di daerah

pegunungan yaitu Gunung Kijang, Lengkuas dan Gunung Bintan. Sedangkan komposisi jenis tanah yang ada di gugusan Kepulauan Tambelan adalah

Dystropets-Tropudults-Paleudults, Tropudults-Dystropets Tropothods dan Kandiudults-Kandiudox.

Untuk lebih jelasnya mengenai prosentase dan penyebaran komposisi jenis tanah di wilayah Kabupaten Bintan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel. 1.7 Jenis Batuan Geologi dan Penyebarannya di Pulau Bintan

Wilayah Komposisi Tanah % Penyebaran

Kepulauan Bintan

Hapludox-Kandiudults-Dystropets 46,4 Menyebar merata di Pulau Bintan Hapludox-Kandiudults 27,6 Daerah berakit dan Sungai

Kawal

Sulfaquents-Hydraquents-Tropaquents 9,9 Pesisir Teluk Bintan

Hapludox-Dystropets-Tropaquents 9,7 Teluk Bintan

Tropaquents-Fludaquents 3,2 Sungai Kawal dan Gunung Kijang

Kandiudults-Tropaquents 2,4 Daerah pegunungan

Kepulauan Tambelan Dystropets-Tropudults-Paleudults 70,3 - Tropudults-Dystropets-Tropothods 10,5 - Kandiudults-Kandiudox 19,2 -

Sumber: RTRW Kabupaten Bintan, 2007

1.7. Klimatologi

Pada umumnya daerah Kabupaten Bintan beriklim tropis dengan temperatur rata rata terndah 23,90 dan tertetinggi rata-rata 31,80 dengan kelembaban udara sekitar 85%. Gugusan kepulauan di Kabupaten Bintan mempunyai curah hujan cukup dengan iklim basah, berkisar antara 2000–2500 mm/th. Rata-rata curah hujan per tahun ±2.214 milimeter, dengan hari hujan sebanyak ±110 hari. Curah hujan tertinggi pada umumnya terjadi pada bulan Desember (347 mm), sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus (101 mm). Temperatur rata-rata terendah 22,5oC dengan kelembaban udara 83%-89%. Kabupaten Bintan mempunyai 4 macam perubahan arah angin yaitu:

 Bulan Desember-Pebruari : Angin Utara

 Bulan Maret-Mei : Angin Timur

 Bulan Juni-Agustus : Angin Selatan

(10)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 10 Kecepatan angin terbesar adalah 9 knot pada bulan Desember-Januari, sedangkan kecepatan angin terendah pada bulan Maret-Mei. Kondisi angin pada umumnya dalam satu tahun terjadi empat kali perubahan angin; bulan Desember-Pebruari bertiup angin utara, bulan Maret–Mei bertiup angin timur, bulan Juni–Agustus bertiup angin selatan dan bulan September–November bertiup angin barat. Angin dari arah utara dan selatan yang sangat berpengaruh terhadap gelombang laut menjadi besar. Sedangkan angin timur dan barat terhadap gelombang laut yang timbul relatif kecil. Kecepatan angin terbesar adalah 9 knot pada bulan Desember–Januari sedangkan kecepatan angin terendah pada bulan Maret–Mei. Kondisi tiupan angin di atas perairan Pulau Bintan yang menyebabkan gelombang dan arus adalah angin utara dan barat laut dimana angin tersebut umumnya bertiup pada bulan Juni hingga Agustus. Gelombang di perairan Bintan Timur sebelah utara pada musim angin bisa mencapai ketinggian 2 meter.

1.8. Hidrologi

Sungai-sungai di Kabupaten Bintan kebanyakan kecil-kecil dan dangkal, hampir semua tidak berarti untuk lalu lintas pelayaran. Pada umumnya hanya digunakan untuk saluran pembuangan air dari daerah rawa-rawa tertentu. Sungai yang agak besar terdapat di Pulau Bintan terdiri dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Berdasarkan pembagian DAS untuk Pulau Bintan terdapat 197 buah dengan dua diantaranya DAS besar yaitu DAS DAS Kawal seluas 19,744 km² dan DAS Jago Bulan 15,883 Km2. DAS ditang ada di Kabupaten Bintan hanya digunakan sebagai sumber air minum. Selain itu terdapat sekitar 15 waduk, tampungan dan danau di Pulau Bintan dimana Danau SBP (Kecamatan Seri Koala Lobam) yang paling besar dengan luas 22,92 Ha dengan volume 1.146.000 m3. Untuk lebih jelas waduk tampungan dan danau yang terdapat di Pulau Bintan di sajikan pada Tabel berikut ini (Kementerian Pekerjaan Umum, 2010).

(11)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 11

Tabel. 1. 8 Danau/waduk dan Tampungan yang Terdapat di Pulau Bintan

Nama Waduk/Danau Kecamatan Luas (Ha) Volume (m3)

Dam Sekuning/Bintan Enam Teluk Bintan 21 735.000

Danau SBP Seri Koala Lobam 22,92 1.146.000

Tampungan Kawal 1 Gunung Kijang 10,5 600.000

Tampungan Kawal 2 Gunung Kijang 2,59 155.400

Danau Tembeling Teluk Bintan 8,67 502.000

Danau Beloreng Teluk Bintan 10 500.000

Kolam Keter Teluk Bintan 6 300.000

Danau Sei Timun Pinang 17,89 1.073.400

Tampungan Ekang-Anculai Teluk Bintan 396 1.073.400

Genangan Biru Gunung Kijang 16,69 751.050

Kolong Enam Bintan Timur 7,41 2.400.000

Waduk Sei Jago Bintan Utara 25 1.250.000

Waduk Sei Pulau Bintan Timur 752 18.800.000

Tampungan waduk Sei Jeram 1 Seri Koala Lobam 6,70 402.000

Waduk Sei Jeram Bintan Utara 1,01 60.600

Sumber : RTRW Kabupaten Bintan.

Gugusan Kepulauan Tambelan yang kondisi daerahnya perbukitan dengan kemiringan di atas 40% dan daerah datar di sepanjang/sempadan pantai. Pada umumnya sungai yang ada relatif kecil, karena daerah perbukitan ada alur dan anak sungainya. Berdasarkan pengamatan lapangan, umumnya hulu sungai dimanfaatkan sebagai sumber air bersih masyarakat, sedangkan pada bagian hilir sungai dimanfaatkan sebagai drainase makro.

1.9. Hidrogeologi

Pasang surut di perairan Pulau Bintan bertipe campuran cenderung semidiurnal atau mixed tide prevailing semidiurnal (wyrtki,1961). Dimana saat air pasang/surut penuh dan tidak penuh terjadinya dua kali dalam sehari, tetapi terjadi perbedaan waktu pada antar puncak air tinggi-nya. Hasil prediksi pasut menggunakan

Oritide-Global Tide Model di sekitar perairan pantai Trikora (Kecamatan Gunung Kijang)

pada bulan Juli memperlihatkan bahwa tinggi rata-rata air pasang tertinggi +73,48 cm, air surut terendah -121,31 cm, dengan tunggang maksimum sekitar 194,79 cm dan pada bulan September, tinggi ratarata air pasang tertinggi +75,69 cm, air surut terendah -101,06 cm dengan tunggang maksimum sekitar 176,75 cm. Secara umum tatanan air bawah tanah dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok berdasarkan keterdapatannya. Air bawah tanah tersebut terdapat dalam berbagai sistem akuifer dengan litologi yang berbeda-beda. Adapun air bawah tanah tersebut terdiri dari :

Air Bawah Tanah Dangkal

Air bawah tanah dangkal pada umumnya tersusun atas endapan aluvium dan kedudukan muka air bawah tanah mengikuti bentuk topografi setempat. Lapisan akuifer ini pada umumnya tersusun atas pasir, pasir lempungan, dan lempung pasiran

(12)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 12 yang bersifat lepas sampai kurang padu dari endapan aluvium dan hasil pelapukan granit. Kedudukan muka air bawah tanah akan menjadi semakin dalam di daerah yang topografinya tinggi dengan daerah sekitarnya. Kedalaman muka air bawah tanah pada umumnya sekitar 2m-3m. Air bawah tanah dangkal ini tersusun atas lapisan akuifer bebas (unconfined aquifer) yang di beberapa tempat bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air yang berupa lapisan lempung dan lempung pasiran. Ketebalan rata-rata lapisan akuifer air bawah tanah dangkal sekitar 13m dan pada umumnya akan menipis ke arah perbukitan.

Air Bawah Tanah Dalam

Air bawah tanah dalam di wilayah Kabupaten Bintan tersusun atas litologi berupa

pasir kompak, pasir, dan pasir lempungan dan tersusun atas sistem akuifer bebas (unconfined aquifer), walaupun di beberapa tempat terdapat lapisan kedap air yang

berupa lempung dan lempung pasiran yang tidak menerus atau hanya membentuk lensa-lensa, sehingga di beberapa tempat terbentuk sistem akuifer tertekan (confined

aquifer) atau semi tertekan (semi confined aquifer), sehingga secara umum sistem

akuifer yang berkembang di wilayah Pulau Bintan, Kabupaten Bintan tergolong multi-layer dimana antara satu lokasi dengan lokasi lain kedalaman lapisan akuifernya tidak berada pada level yang sama. Pada bagian bawah dari lapisan akuifer dalam dibatasi oleh granit yang bersifat kedap air sampai mempunyai sifat kelulusan terhadap air yang kecil tergantung adanya celah atau rekahan pada tubuh granit tersebut. Ketebalan rata-rata lapisan akuifer air bawah tanah dalam berkisar antara 26 m.

Mata air

Keterdapatan mata air muncul pada batuan sedimen yang terdapat dalam mata air bawah tanah perbukitan bergelombang. Tipe pemunculannya umumnya diakibatkan oleh pemotongan topografi pada tekuk lereng dengan dataran. Mata air tersebut dapat dimanfaatkan untuk air minum pedesaan.

(13)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 13

Bab.2

Kondisi Sosial Ekonomi Kabupaten Bintan

2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Adanya kesungguhan Pemerintah Kabupaten Bintan dan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholders mengubah paradigma pembangunan untuk mengutamakan manusia dengan menetapkan target IPM kedalam RPJMD Kabupaten Bintan periode 2010-2015 sebesar 75,19. Pada tahun 2011 capaian angka IPM Kabupaten Bintan sebesar 74,68 poin naik sebesar 0,24 poin dibandingkan dengan tahun 2010 yang tercatat 74,44 poin.

Tabel. 2.1 Perkembangan IPM Kabupaten Bintan Tahun 2010-2011 Tahun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

2010 74,44

2011 74,68

Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012

Dari data tabel diatas diperoleh gambaran capaian Angka Melek Huruf (AMH) penduduk 10 tahun ke atas mencapai 98,38 persen tahun 2010 dan hasil penghitungan sementara pada tahun 2011 angka melek huruf masih dalam kisaran yang sama yakni 98,38 persen.

Tabel. 2.2 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas yang Melek Huruf dan Buta Huruf di Kabupaten Bintan pada Tahun 2010-2011

Tahun Melek Huruf (%) Buta Huruf (%)

2010 98,09 1,91

2011 98,09*) 1,91*)

(14)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 14 Untuk angka harapan hidup walaupun terdapat peningkatan yang cukup signifikan, namun belum mampu mencerminkan bahwa kualitas kesehatan masyarakat Kabupaten Bintan seutuhnya. Menurut data Bappeda Kabupaten Bintan capaian Angka Harapan Hidup Kabupaten Bintan tahun 2010 mencapai 69,70 tahun dan pada tahun 2011 angka ini hanya mampu bergerak 69,75 tahun saja. Dari data ini tampaknya diperlukan upaya yang bersifat komprehensif dan lintas sektor agar perbaikan derajat kesehatan yang ditunjukkan dengan makin meningkatnya angka harapan hidup dan terus menurunnya angka kematian bayi secara baik dapat terwujud di masa mendatang.

Tabel. 2.3 Perkembangan Angka Harapan Hidup dan Indeks Kesehatan di Kabupaten Bintan Tahun 2010-2011

Tahun Angka Harapan Hidup Indeks Kesehatan

2010 69,70 74,50

2011 69,75 74,58

Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012 2.2. Indeks Daya Beli

Pencapaian daya beli (Purchasing Power Parity) masyarakat Kabupaten Bintan yang diukur dengan konsumsi per kapita/tahun menunjukkan adanya kenaikan. Pada tahun 2010 pendapatan riil perkapita masyarakat Bintan sebesar Rp.646.570,- dengan indeks daya beli sebesar 79,61 poin. Pada tahun 2011 pendapatan riil masyarakat meningkat menjadi Rp.648.140,- dan memiliki indeks daya beli sebesar 80,45 poin. Lambatnya peningkatan kemampuan daya beli masyarakat Bintan dewasa ini, kemungkinan lebih disebabkan oleh faktor eksternal Kabupaten Bintan seperti belum mantapkan kebijakan makro ekonomi Nasional. Belum stabilnya nilai tukar rupiah saat itu dan adanya isu kenaikan BBM di triwulan kedua tahun 2012 cukup menekan laju perkembangan daya beli masyarakat.

Tabel. 2.4 Pendapatan Riil Perkapita dan Indeks Daya Beli Masyarakat Kabupaten Bintan Tahun 2010-2011

Tahun Pendapatan Riil Perkapita (Rp) Indeks Daya Beli

2010 646.570,- 79,61

2011 648.140,- 80,45

Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012 2.3. Perkembangan Ekonomi

PDRB Kabupaten Bintan tahun 2011 atas dasar harga berlaku tercatat sebesar Rp.4,87 trilyun,- yang diukur dari sembilan sektor lapangan usaha yaitu sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan listrik, gas dan air bersih; bangunan/konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa. Sektor-sektor yang memiliki nilai kontribusi besar terhadap PDRB adalah sektor industri pengolahan sebesar 50,72 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 20,49 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 10,97 persen dan sektor pertanian sebesar 5,78 persen, sektor

(15)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 15 pengangkutan dan komunikasi sebesar 3,74 persen, sektor lain masing-masing hanya memberikan kontribusi kurang dari 3,73 persen.

Tabel. 2.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2011

Lapangan Usaha 2010 2011

1. Pertanian 255,65 281,88

2. Pertambangan & penggalian 487,81 534,90

3. Industri pengolahan 2.255,84 2.472,51

4. Listrik, gas dan air bersih 14,10 15,48

5. B a n g u n a n 165,12 183,65

6. Perdagangan, hotel dan restoran 893,39 999,03

7. Pengangkutan dan komunikasi 166,11 182,17

8. Keuangan, persewaan dan jasa 64,73 71,83

9. J a s a - j a s a 122,12 133,33

PDRB 4.424,87 4.874,79

Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012

Pada tahun 2011 baik nilai investasi maupun kontribusi investasi di Kabupaten Bintan mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Secara nominal, nilai investasi PMA meningkat dari US$744,95 ribu menjadi US$852,35 ribu. Sedangkan PMDN meningkat 251,18 persen dari Rp.67,06 milyar menjadi Rp235,53 milyar. Dengan peningkatan nilai investasi tersebut menjadikan kontribusi investasi terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bintan meningkat sebesar 6 persen. Wilayah Kabupaten Bintan memiliki beberapa industri besar, sehingga mesin dan alat-alat berat juga mempunyai peranan yang cukup besar.

Tabel. 2.6 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2011

Lapangan Usaha 2010 Distribusi PDRB (%) 2011

1. Pertanian 5,78 5,78

2. Pertambangan & penggalian 11,02 10,97

3. Industri pengolahan 50,98 50,72

4. Listrik, gas dan air bersih 0,32 0,32

5. B a n g u n a n 3,73 3,77

6. Perdagangan, hotel dan restoran 20,19 20,49

7. Pengangkutan dan komunikasi 3,75 3,74

8. Keuangan, persewaan dan jasa 1,46 1,47

9. J a s a - j a s a 2,76 2,74

PDRB 100 100

Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012

Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang diukur dari kenaikan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) berdasarkan harga konstan pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,18 persen, sementara PDRB Kepri tumbuh sebesar 6,67 persen sedangkan laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,6 persen. Selama periode tahun 2011 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di Kabupaten Bintan mencapai

(16)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 16 Rp.4,87 trilyun atau mengalami peningkatan sebesar 9,22 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp.4,42 trilyun. PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 juga mengalami peningkatan sebesar 6,18 persen, yaitu dari Rp.3,11 trilyun tahun 2010 naik menjadi Rp.3,30 trilyun pada tahun 2011.

Kelompok sektor sekunder masih mendominasi dalam penciptaan nilai tambah di Kabupaten Bintan. Total Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga berlaku dari kelompok sektor sekunder pada tahun 2011 mencapai Rp.2,67 trilyun atau meningkat sebesar 8,85 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada kelompok sektor tersier mengalami peningkatan sebesar 10,09 persen menjadi Rp1.386 trilyun di tahun 2011, dan kelompok primer meningkat sebesar 8,97 persen menjadi Rp.816,78 Milyar di tahun 2011.

Tabel. 2.7 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2011.

No Lapangan Usaha 2010 2011

1. Pertanian 175,37 189,48

2. Pertambangan & penggalian 325,84 346,03

3. Industri pengolahan 1.634,16 1.723,30

4. Listrik, gas dan air bersih 8,38 8,96

5. B a n g u n a n 96,9 103,89

6. Perdagangan, hotel dan restoran 615,25 660,75

7. Pengangkutan dan komunikasi 112,77 119,42

8. Keuangan, persewaan dan jasa 48,65 51,85

9. J a s a - j a s a 93,47 99,6

PDRB 3.110,79 3.302,99

LPE 5,56 6,18

Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012

Jika dilihat dari laju pertumbuhan untuk masing-masing sektor sangatlah bervariasi. Umumnya didorong beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan yang berarti terutama sektor pertanian tumbuh sebesar 8,05 persen pada tahun 2011. Sektor bangunan tumbuh sebesar 6,90 persen hal ini seiring dengan semakin meningkatnya nilai output sektor konstruksi. Lebih dari 90 persen nilai output sektor konstruksi merupakan pembentukan modal dalam bentuk bangunan. Pembentukan modal yang termasuk dalam komponen bangunan adalah pembangunan instalasi dan jaringan, jalan, jembatan, serta pembangunan infrastruktur lain yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan swasta. Sektor perdagangan, hotel dan resoran naik terus mengalami peningkatan menjadi 7,40 persen, meningkatnya jumlah kunjungan wisman ke Kabupaten Bintan khususnya melalui pintu masuk kawasan wisata Lagoi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan laju pertumbuhan sektor ini. Sektor listrik gas dan air bersih juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yakni sebesar 6,87 persen. Rasio elektrifikasi yang semakin meningkat di Kabupaten Bintan tampaknya sangat mempengaruhi laju pertumbuhan sub sektor lisrik. Upaya penambahan daya listrik melalui PLN dan pendistribusiannya ke masyarakat yang akan menikmati listrik mampu mempercepat laju pertumbuhan sub sektor listrik di Kabupaten Bintan. Sehingga semakin banyak masyarakat menikmati jaringan listrik di Kabupaten Bintan.

(17)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 17

Tabel. 2.8 Laju Pertumbuhan Persektor Kabupaten Bintan Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2011.

No Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan Sektor (%) 2010 2011

1. Pertanian 7,89 8,05

2. Pertambangan & penggalian 6,11 6,20

3. Industri pengolahan 4,61 5,45

4. Listrik, gas dan air bersih 4,1 6,87

5. B a n g u n a n 6,85 6,90

6. Perdagangan, hotel dan restoran 6,78 7,40

7. Pengangkutan dan komunikasi 5,84 5,90

8. Keuangan, persewaan dan jasa 6,28 6,58

9. J a s a - j a s a 6,12 6,56

LPE 5,56 6,18

Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012 2.4. Tingkat Kestabilan Harga (Inflasi)

Berdasarkan IHK Kota Tanjungpinang Laju inflasi tahun kalender (Januari– Desember) Tahun 2011 sebesar 3,32 persen, jauh lebih rendah dibanding laju inflasi periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 6,17 persen. Kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 129,83 pada Bulan November 2011 menjadi 129,86 pada Bulan Desember 2011 telah menyebabkan di Kota Tanjungpinang pada Bulan Desember 2011 terjadi inflasi sebesar 0,02 persen. Inflasi pada bulan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi pada bulan yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,26 persen. Terjadinya perubahan harga-harga pada 63 komoditi menjadi pemicu terjadinya Inflasi di Kota Tanjungpinang Bulan Desember 2011, dimana sebanyak 63 komoditi diantaranya mengalami kenaikan harga, antara lain : ikan tongkol, beras, tomat sayur, coklat bubuk, tomat buah, kentang, rokok kretek, cabe merah, jeruk, lada/merica, daun singkong, rokok kretek filter, martabak, udang basah, dan rokok putih. Sebaliknya, tercatat 20 komoditi lainnya mengalami penurunan harga, antara lain: bayam, ikan selar, kangkung, ikan kembung/gembung, kacang panjang, emas perhiasan, sotong, daging ayam ras, ikan kap merah, bawang merah, shampo, dan gula pasir.

(18)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 18

Tabel. 2.9 Inflasi (IHK) Kabupaten Bintan (berdasarkan IHK Kota Tanjungpinang) Tahun Dasar 2007, Tahun 2010-2011.

No Kebutuhan Pokok 2010 2011 1. Bahan Makanan 12,44 4,65 2. Makanan Jadi 4,43 3,62 3. Perumahan 6,55 2,38 4. Sandang 5,21 4,47 5. Kesehatan 0,74 4,11 6. Pendidikan 4,14 4,18 7. Transport -0,57 0.88 IHK 6,17 3,32

Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012 2.5. PDRB per Kapita

Angka PDRB perkapita Kabupaten Bintan memperlihatkan rata-rata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk dan dapat merepresentasikan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bintan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel. 2.10 Pendapatan Regional dan Angka Perkapita Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2011

No Rincian Tahun

2010 2011

1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga

Pasar (Milyar Rupiah) 3.110,79 3.302,98

2. Penyusutan Barang Modal (Milyar Rupiah) 218,08 231,55

3. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga

Pasar (Milyar Rupiah) 2.892,71 3.071,44

4. Pajak Tak Langsung Netto (Milyar Rupiah) 338,89 359,82

5. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga

Faktor (Milyar Rupiah) 2.553,83 2.711,61

6. Per Kapita Produk Domestik Regional Bruto (juta

Rupiah) 21,86 21,12

7. Per Kapita Pendapatan Regional (juta Rupiah) 17,95 18,64

Sumber : Bappeda Kabupaten Bintan, Tahun 2012

PDRB per kapita merupakan PDRB atas dasar harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Selang lima tahun terakhir ini PDRB per kapita Kabupaten Bintan atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan yang cukup berarti. Pada tahun 2009 PDRB per kapita Kabupaten Bintan sebesar Rp 31,79 juta dan pada tahun 2010 sedikit mengalami penurunan menjadi Rp.31,10 juta. Namun pada tahun 2011 kembali naik cukup signifikan yaitu sebesar Rp33,52 juta. Fakta ini menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk Kabupaten Bintan semakin membaik.

(19)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 19

Tabel. 2.11 Pendapatan Regional dan Angka Perkapita Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2010-2011

No Rincian Tahun

2010 2011

1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga

Pasar (Milyar Rupiah) 4.424,87 4.874,79

2. Penyusutan Barang Modal (Milyar Rupiah) 310,20 341,74

3. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga

Pasar (Milyar Rupiah) 4.114,67 4.533,04

4. Pajak Tak Langsung Netto (Milyar Rupiah) 482,04 531,05

5. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga

Faktor (MilyarRupiah) 3632,63 4001,99

5. Per Kapita Produk Domestik Regional Bruto (Juta

Rupiah) 31,10 33,52

6. Per Kapita Pendapatan Regional (Juta Rupiah) 25,30 27,52

(20)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 20

Bab.3

Hindro Oceanografi Kabupaten Bintan

Air merupakan media untuk kehidupan biota laut dan pertumbuhan plankton yang merupakan salah satu sumber makanan alami biota laut. Poduksi budidaya berbagai jenis biota laut yang memiliki nilai ekonomis penting sangat tergantung pada kualitas air dimana biota tersebut berada pada saat pertumbuhannya. Kualitas air yang sangat penting diperhatikan terutama kualitas faktor kimia, faktor fisika dan faktor biologis. Kedalaman laut di perairan wilayah Kabupaten Bintan berdasarkan peta kedalam laut dari Dinas Hidro-Oseanografi di bagi dalam 4 tingkat kedalaman, yaitu kedalaman 1-5 meter, 5-10 meter, 10-20 meter dan >20 meter. Di perairan Kabupaten Bintan kedalam 1-5 meter yaitu kedalaman yang ada di sekitar pantai dan tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bintan. Untuk kedalaman 5-10 meter adalah perairan antar pulau-pulau yang termasuk wilayah Kabupaten Bintan. Kedalaman 10-20 meter adalah perairan antara pulau di wilayah Kabupaten Bintan dengan wilayah lain. Sedangkan kedalaman lebih dari 20 meter adalah perairan laut bebas, seperti Laut Natuna dan Laut Cina Selatan.

Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa kedalaman 1–5 meter masuk dalam pengembangan wilayah pesisir, kedalaman 5-10 meter adalah pengembangan wilayah laut dangkal, dan kedalaman 10-20 serta >20 adalah pengembangan wilayah laut dalam. Perairan Teluk Bintan merupakan bagian perwilayahan laut dangkal dengan distribusi kedalaman berkisar antara 0-27 meter di bawah permukaan laut. Wilayah perairan terdalam berada di sebelah Timur Laut pulau Pangkil yang termasuk dalam perairan Selat Riau. Sedangkan kedalaman terendah ada di wilayah Teluk Bintan yang berkisar antara 0-5 meter, hal ini disebabkan karena adanya pergerakan sedimen dari sungai-sungai yang menuju teluk serta yang dibawa oleh air laut menuju teluk.

(21)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 21

Tabel. 3.1 Identifikasi Kegiatan Pengembangan di Wilayah Kelautan Wilayah Pesisir

(1-5 meter) (5 – 10 meter) Laut Dangkal (10 – 20 dan > 20 m) Laut Dalam

 Rawa Pesisir  Terumbu karang  Habitat Laut

 Mangrove  Jalur Pelayaran

Internasional dan Antar Pulau

 JalurPelayaran Internasional

 Satwa Liar yang dilindungi,

guapantai  Pelayaran Antar Pulau  Perikanan

 Renang/Senam/Olahraga Mancing, selancar air

 Perikanan  Pelabuhan  Pertambangan  Rambu Navigasi  Feri penumpang  Budidaya perikanan  Pertambangan

Sumber : Buku Perencanaan Wilayah Pesisir Terpadu, Tahun 1997

Kedalaman perairan antara Pulau Pangkil dan Pulau Lobam mencapai kedalaman 27 meter di bawah permukaan laut, kedalaman perairan Pulau Pangkil 14 meter. Kedalaman perairan di Selat Bintan (antara Tanjung Pisau dan Pulau Pengujan) mencapai 12 meter sedangkan kedalaman perairan Pulau Pengujan sekitar 9 meter dan kedalaman perairan selat antara Pulau Pengujan dan Pulau Kapal sebesar 8 meter.

Perairan Gunung Kijang merupakan bagian perwilayahan laut dangkal dengan distribusi kedalaman berkisar antara 0-47 m dengan wilayah terdalam sebelah Barat Daya Pulau Mapor yakni 47 m. Sedangkan kedalaman terendah ada di wilayah perairan pantai Gunung Kijang yang berkisar antara 0-5 m, kemungkinan besar ini disebabkan karena adanya pergerakan sedimen yang dibawa oleh ombak menuju daratan. Kedalaman terdalam perairan antara Teluk Bakau - Pulau Beralas Bakau sekitar 12 m, antara Pulau Beralas Bakau – Pulau Nikoi sekitar 11 m, antara Kawal–Pulau Mapor sekitar 9 m.

3.1. Fisik Perairan

3.1.1. Dasar Perairan/Batimetri

Substrat (dasar perairan) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan organisme yang dibudidayakan. Berdasarkan hasil penelitian rencaa kawasan minapolitan Kabupaten Bintan, bahwa substrat atau dasar perairan laut Kabupaten Bintan terdiri dari lumpur, pasir dan karang. Pada beberapa wilayah, didapatkan tipe substrat karang berpasir yang cocok untuk budidaya ikan-ikan karang seperti kerapu dan kakap. Bentuk morfologi dasar laut dan posisi daerah survei yang berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan dapat menimbulkan aktivitas gelombang terutama gelombang pasang yang cukup aktif sehingga menyebabkan adanya zona erosi dan abrasi yang luas, terutama pada daerah yang terbuka. Kondisi ini

(22)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 22 relatif minimal untuk Kawasan Bintan Timur, karena kawasan ini berada dalam teluk yang dilindungi oleh pulau-pulau di depannnya.

3.1.2. Pasir Laut dan Sebaran Sedimen

Aset sumberdaya pesisir yang dimiliki Kabupaten Bintan secara khusus perlu mendapat perhatian yang cukup besar mengingat Wilayah Kabupaten Bintan terdiri dari gugusan pulau-pulau dengan luas wilayah perairan 8.639.833 ha. Oleh karena itu kondisi fisik dasar kelautan dan karakteristik pantai alami merupakan hal penting dalam mengkaji potensi pengembangan wilayah di Kabupaten Bintan.

Penggunaan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, berkembang menjadi kawasan wisata, permukiman, industri, pertanian, perikanan, pertambangan, dan lain-lain. Karakteristik pantai eksisting adalah cerminan proses alam yang terjadi terhadap pantai yang merupakan hasil interaksi dinamis dari aspek-aspek geologi, geofisika dan ulah manusia. Faktor alamiah meliputi topografi, litologi, dan struktur sedangkan faktor geofisika (dinamika) meliputi angin, gelombang, arus, dan pasang surut. Ulah manusia meliputi pengambilan pasir pantai untuk keperluan bahan bangunan serta aktivitas pembangunan di wilayah pantai. Pantai di gugusan kepulauan umumnya memiliki topografi landai setempat, berupa tebing agak terjal.

Tabel. 3.2 Keadaan Substrat Pantai dan Laut di Kabupaten Bintan

Nama Tempat Jenis Substrat/ Muka laut Keterangan Pantai

Pulau Los Pasir putih Pantai pasir dan Bakau

Pulau Mantang Pasir putih Pantai pasir, Bakau, &

Terumbu karang

Pulau Berakit Pasir putih Pantai berpasir bersih

Sumber : RTRW Kabupaten Bintan 2010-2030

Sementara di latar belakang kawasan pantai topografinya merupakan perbukitan rendah bergelombang. Daerah landai umumnya merupakan pantai berpasir dengan ukuran sangat halus hingga sangat kasar, berwarna putih ke abu-abuan, serta putih kecoklatan; sedangkan pantai bertebing agak terjal tersusun oleh batuan metasedimen kompak dan intrusi, membentuk cliff dengan ketinggian sekitar 2-4 meter. Struktur geologi sebagian tersusun oleh aluvium (Qs): pasir, merah kekuningan, formasi Goungon (Qtg); Batupasir tufaan keputih-putihan, formasi Tanjung kerotang (Tmpt); Konglomerat aneka, Andesit; formasi Semarung (Kss); Batupasir arkosa, formasi Pancur (Ksp); Serpih kemerahan, granit, endapan rawa (Qs); Lumpur, lempung, dan gambut, formasi Tengkis (Kts); Batupasir kuarsa, formasi Tanjungdatuk (Jts); batupasir malih, komplek malihan Persing (PCmp); dan kuarsit Bukit dua belas (Pcmpk).

Pada umumnya wilayah pesisir terdiri dari substrat pasir, batuan dan lumpur. Ketiga karakteristik inilah yang mendominasi wilayah pesisir semua daerah dan pulau-pulau. Pulau berpasir putih banyak diminati oleh turis asing sebagai tempat berjemur, oleh karena itu beberapa pulau di Kabupaten Bintan cocok untuk tempat wisata seperti Pulau Mantang dan Pulau Berakit. Pasir putih yang bersih dan jauh dari endapan

(23)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 23 lumpur dan air yang jernih akan menambah nilai pesona pulau tersebut, apalagi di sekitar pulau terdapat terumbu karang yang indah. Karakteristik pantai yang terdapat di daerah Kabupaten Bintan dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :

3.1.3. Tipe pantai berpasir (sandy beach) dan berlumpur

Tipe pantai berpasir memiliki karakteristik berupa pantai berpasir berwarna putih hingga abu-abu kehitaman yang diperkirakan merupakan hasil rombakan batuan beku atau batuan metasedimen dan material berwarna putih merupakan hasil rombakan karang. Bentuk garis pantai lurus dan melengkung, sebagian berbentuk teluk dan membentuk gosong-gosong pasir dan lumpur. Pantai berlumpur terdiri atas lempung hitam dan sisa-sisa tumbuhan. Relief pantai tipe ini rendah serta membentuk morfologi dataran. Beberapa sungai aktif pendek-pendek bermuara di pantai tipe ini, selain terdapat beberapa sungai musiman berupa alur-alur. Tipe pantai ini dominan terdapat di Pantai Lagoi Pulau Bintan.

a. Tipe pantai bertebing

Pantai bertebing agak curam dengan kemiringan tegak 90 bentuk garis pantai lurus, sebagian berbentuk tanjung merupakan tipe pantai dominan terdapat di barat dan timur Pulau Bintan. Proses laut dominan berupa pukulan ombak yang menerpa tebing pantai diantaranya mengakibatkan abrasi hingga terbentuk gerowong seperti yang terdapat di sebelah timur Pulau Bintan sedangkan runtuhan tebing (rock fall) membentuk talus-talus.

b. Tipe pantai berpasir, berbatu dan terumbu karang

Pantai berkarakteristik berupa pantai berpasir, berbatu dan terumbu karang, dimana pasir didominasi oleh warna putih terang sampai kekuningan dan sedikit abu-abu kehitaman, bentuk garis pantai memanjang agak berkelok. Dengan relief rendah hingga sedang membentuk morfologi dataran bergelombang dan dibeberapa tempat terdapat endapan. Tipe pantai ini terdapat di Timur Pulau Bintan dan Pulau Mapur.

c. Pasir Laut dan Sebaran Sedimen Permukaan Air Laut

Secara umum pasir yang terdapat di Kabupaten Bintan terpilah dengan kondisi dari sedang sampai buruk, membundar tanggung dan menyudut dengan butiran penyusun didominasi oleh kuarsa rata-rata 50%, cangkang mikrofauna serta fragmen-fragmen batuan beku dan banyak terdapat butiran hitam yang merupakan mineral hitam dan sisa tumbuhan.

(24)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 24

Tabel. 3.3 Karakteristik Satuan Sedimen Dasar Laut di Kabupaten Bintan

Satuan Sedimen Kerikil Karakteristik Sedimen (%) Pasir Lanau Lempung Pasir lumpuran sedikit Kerikilan 21,6–0 81,1–19,2 68,8–15,7 12,0–1,3

Pasir Lanauan 0 72,9–37,8 55,9–23,9 6,7–2,8

Lanau Pasiran 0 47,1–12,0 75,7–44,9 12,9–6,7

Lumpur Pasiran sedikit Kerikilan 27,2 0 70,7–12,7 73,9–25,4 11,4–2,3

Kerikil Lumpuran 45,2–31,9 25,2–33,9 29,8–26,6 4,4–3,0

Sumber : Penyusunan Potensi Sumberdaya Kelautan Kabupaten Bintan 2003 3.1.4. Pola Pasang dan Gelombang

Pasang surut adalah salah satu faktor dasar dalam pengkajian arus dilaut. Kenaikan massa air laut samudera atau laut luas secara vertikal adalah gaya tarik benda-benda angkasa terutama bulan dan matahari. Massa air yang naik akan merambat dari samudera atau laut lepas secara horizontal ke perairan dalam seperti perairan Indonesia. Faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah posisi bulan dan matahari terhadap bumi serta situasi morfologi setempat seperti berkurangnya kedalaman, keadaan ini terjadi pada tempat-tempat yang sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan dominasi arus pasang surut.

Di Kabupaten Bintan hampir sebagian besar di pengaruhi oleh pasang surut air laut, tingkat muka air sungai bervariasi, atau terjadi banjir lokal oleh air laut. Pasang di perairan Bintan merupakan rambatan pasang dari Laut Cina Selatan yang identik dengan pasang di perairan Batam. Pola pasang surut cenderung semi diurnal (mixed

tide prevailing semidiurnal), terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari.

Namun dua pasang tersebut tidak sama besarnya.

Pasang surut di perairan Pulau Bintan bertipe campuran cenderung semidiurnal atau mixed tide prevailing semidiurnal (Wyrtki,1961). Dimana saat air pasang/surut penuh dan tidak penuh terjadinya dua kali dalam sehari, tetapi terjadi perbedaan waktu pada antar puncak air tinggi-nya. Hasil prediksi pasut menggunakan

Oritide-Global Tide Model di sekitar perairan pantai Trikora (kecamatan Gunung Kijang)

pada bulan Juli memperlihatkan bahwa tinggi rata-rata air pasang tertinggi +73,48 cm, air surut terendah -121,31 cm, dengan tunggang maksimum sekitar 194,79 cm dan pada bulan September, tinggi ratarata air pasang tertinggi +75,69 cm, air surut terendah -101,06 cm dengan tunggang maksimum sekitar 176,75 cm.

(25)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 25

Tabel. 3.4 Hasil Prediksi Tinggi Air Pasang Surut Dan Tunggang Maksimum

Elevasi Sekitar Pantai Trikora Sekitar Pulau Mantang

Juli September Juli September

Air pasang tertinggi +73,48 cm +75,69 cm +78,68 cm +98,18 cm Air surut terendah -121,31 cm -101,06 cm -135,84 cm -117,74 cm

Tunggang maksimum 194,79 cm 176,75 cm 214,52 cm 215,92 cm

Sumber : Kondisi Ekosistem pesisir Pulau Bintan, Desember 2003

Gelombang laut umumnya dibangkitkan oleh angin yang bertiup diatas permukaan laut. Bentuk gelombang yang dihasilkan tergantung pada faktor-faktor pembangkit gelombang itu sendiri seperti kecepatan angin, waktu dimana angin sedang bertiup, dan jarak rintangan yang dilalui. Pada saat pengamatan dilakukan terjadi pada musim selatan dimana kondisi angin rata-rata di bawah 5 fetch sehingga nilai tertinggi gelombang diperoleh 0,45 meter di Pulau Mantang sedang kelompok gelombang terendah 0,22 meter di Pulau Berakit sehingga rata-rata tinggi gelombang di perairan kabupaten kepulauan Riau mencapai 0,3 meter.

3.1.5. Pola Kecepatan Arus

Kecepatan arus yang terjadi di perairan dipengaruhi oleh angin yang bertiup. Menurut Bowden (1980) kecepatan arus di pesisir dipengaruhi oleh angin, refraksi gelombang, densitas, pasang surut dan aliran sungai. Selanjutnya Nurhayati dan Triantoro (2000) menjelaskan pola aliran arus akan memberikan informasi tentang karakteristik penyebaran materi seperti nutrient, transportasi sedimen, plankton, ekosistem laut dan geomorfologi pantai. Arus di perairan Kabupaten Bintan termasuk arus yang cukup kompleks sebagai hasil interaksi berbagai arus yang terdiri dari arus tetap musiman, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi arus seperti topografi perairan, situasi garis pantai dan sebagainya. Arus utama perairan Bintan dipengaruhi dan mengikuti pola arus Laut Natuna secara umum, yang sangat tergantung dari angin Muson.

Pergerakan pasang surut suatu daerah memegang peranan sangat penting dalam mempertahankan sumberdaya alam seperti terumbu karang, magrove, lamun, daerah estuaria dan sebagainya. Selain arus dan kecepatan arus serta pasang surut juga mempengaruhi pergerakan berbagai polutan kimia, pencemaran, minyak dan lain-lain. Posisi geografis wilayahnya yang terletak pada pertemuan perambatan pasang surut Samudera Hindia melalui Selat Malaka dan dari Samudera Pasifik melalui Laut Cina Selatan menyebabkan perairan Kepulauan Riau memiliki arus pasang surut dengan pola bolak-balik (revering tidak current). Berdasarkan data lapangan PT Transfera Infranusa pada tahun 2003, kecepatan arus maksimum 0,2 knot di pulau Berakit. Pasang surut dijadikan ukuran dalam mendesain beberapa kegiatan budidaya seperti pembangunan pelabuhan, yang harus berada dalam batas-batas daerah pasang surut

(26)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 26 dengan memperhatikan bahwa tinggi pasang surut saat pasang bulan purnama dan perbani harus berada dalam kondisi yang sesuai kebutuhan.

Berdasarkan hasil studi Agustinus et al., (2010) Pola arus di wilayah perairan Bintan pada bulan Nopember-Mei berarah Barat laut dan Tenggara, sementara pada bulan Juni-September berarah Tenggara dan Barat laut. Sementara dari hasil analisis progresif vector diagram di wilayah studi diperoleh data bahwa arus bergerak-Baratlaut dan Tenggara atau berosilasi hanya antara dua arah tersebut. Kekuatan arus tersebut tercermin dua osilasi yang kuat dan lemah dengan dua puncak dalam waktu 24 jam. Nampak bahwa massa air cenderung mengalir-Barat laut dan mencapai 10 km dalam waktu sekitar 24 jam.

(27)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

(28)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 28

3.1.6. Kecerahan

Kecerahan perairan merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan kondisi suatu perairan. Kecerahan perairan sangat tergantung pada kondisi sedimen tersuspensi, kepadatan alga, fitoplankton, dan bahan cemaran (polutan) serta arah datangnya cahaya pada perairan. Berdasarkan data pengamatan, dapat dijelaskan bahwa kondisi kecerahan masing-masing perairan berbeda-beda.

Daerah Pulau Bintan bagian barat menunjukkan tingkat kekeruhan paling tinggi bila dibandingkan dengan pulau lainnya yang ada di Kabupaten Bintan . Kekeruhan yang terjadi kemungkinan disebabkan padatnya pelayaran dan hasil cemaran limbah daratan dari 5 sungai besar. Sementara daerah lain umumnya menunjukkan kecerahan yang optimal, namun tidak satupun yang menunjukkan kecerahan yang mencapai 100%. Kecerahan perairan di wilayah perairan Gunung Kijang berkisar antara 4,5–6,9 m, kecerahan tertinggi dijumpai pada Pulau Beralas Bakau sedangkan kecerahan terendah pada Desa Malang Rapat. Rendahnya kecerahan di Desa Malang Rapat disebabkan daerahnya berada pada daerah muara sungai, dimana massa air dipengaruhi partikel-partikel dari hulu sungai. Sedangkan tingginya kecerahan di daerah pulau Beralas Bakau disebabkan karena perairanya terbuka yang banyak dipengaruhi massa air Laut Cina Selatan dan tipe perairan yang semi terbuka dengan sirkulasi air yang lancar.

3.1.7. Suhu

Berdasarkan peta Oseanografi wilayah perairan Indonesia (BRKP, 2002) temperatur air permukaan di perairan sekitar Bintan, pada Monsun Barat (Desember-Februari) berkisar 27-280C, Monsun peralihan dari barat ke timur (Maret-Mei) 29-29,50C, Monsun Timur (Juni-Agustus) 31-31,50C. Monsun peralihan dari timur ke barat (September–November) 29-29,50C. Variasi suhu air laut di perairan Kepulauan Riau masih termasuk kisaran suhu normal air laut. Perairan barat Indonesia termasuk Kepulauan Riau secara umum pada musim Barat memiliki kisaran suhu sekitar 280 C-290C, musim Timur mencapai kisaran antara 260C-290C, sedangkan musim selatan kisaran antara 29ºC-300C sedangkan data lain pada bulan Agustus berkisar antara 300C.

3.2. Kimia Perairan

Kondisi kimia perairan di wilayah Kabupaten Bintan meliputi pH, salinitas, DO, COD, Nitrat dan Phospat.

3.2.1 pH Air.

Nilai pH perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hydrogen dalam larutan. Sifat kesadahan (pH) sangat berkaitan dengan jumlah ion HCO3- yang terdisosiasi dalam perairan. Kondisi pH perairan berada dalam keadaan basah (>7) yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) kehidupan seluruh organisme lautan. Jumlah ion Hydrogen dalam suatu larutan

(29)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 29 merupakan salah satu tolok ukur keasaman larutan. Larutan yang bersifat basah banyak mengandung ion OH- dan sedikit mengandung ion H+. Sifat-sifat pH air laut bisa disebabkan kehadiran CO2 dengan sistem asam karbonat-bikarbonat dan sifat basah yang kuat dari ion natriun, kaliun, dan kalsium. Tingkat pH air dari pengamatan dan pengukuran semua stasiun rata-rata 7,9-8,1. Sebaran nilai pH masih berada dalam kondisi ideal untuk berbagai kepentingan budidaya dan sebagainya (RTRW Kabupaten Bintan 2010-2030). Hasil pengukuran tahun 2011 menunjukkan bahwa nilai derajat keasaman air di perairan Bintan berkisar antara 6,5 - 7,5.

3.2.2 Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut. Kondisi perairan kabupaten Bintan menujukkan salinitas rata-rata 30 ‰. Hasil ini menunjukkan sebaran salinitas yang hampir homogen dan masih berada dalam kisaran yang ideal untuk kegiatan budidaya dan pariwisata bahari (RTRW Kabupaten Bintan 2010-2030). Hasil pengukuran pada survei tahun 2011 menunjukkan bahwa nilai salinitas akan semakin tinggi jika menjauh dari pulau (daratan). Hal ini karena salinitas yang rendah dekat daratan akibat adanya masukan air tawar dari pulau (daratan). Pada pulau-pulau selain pulau Bintan menunjukkan bahwa nilai salinitas hampir sama di tiap wilayah tang berkisar antara 27-30‰.

3.2.3 Oksigen Terlarut

Kandungan oksigen (DO) di dalam air sangat diperlukan bagi seluruh mahluk hidup air, yaitu untuk pernafasan. Dari hasil pengukuran, kandungan oksigen terlarut di perairan laut Kabupaten Bintanberkisar antara 6,25-8,32 mg/l, sedangkan pada perairan Kawasan Mantang antara 6,66–8,32 mg/l dan dalam Teluk Mantang sendiri adalah 6,87-7,88 mg/l. Bila dilihat dari kandungan oksigen terlarut ini, maka kondisi perairan Kabupaten Bintan sangat baik untuk kehidupan biota laut. Kemudian kisaran ini adalah kisaran DO yang normal dan menunjukkan perairan berada dalam kondisi relatif baik. Dalam SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 dinyatakan bahwa oksigen terlarut untuk baku mutu perairan bagi biota laut adalah > 5 mg/l. Kemudian DJPB-Departemen Kelautan dan Perikanan RI (2003) menyatakan pula bahwa kandungan oksigen terlarut optimum untuk budidaya ikan Kerapu adalah 6,0-8,50 mg/l, budidaya udang dalam tambak adalah 5,0-7,0 mg/l, budidaya ikan bandeng dalam tambak > 5 mg/l (RTRW Kabupaten Bintan 2010-2030).

Kemudian Lee et al (1978) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut di suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan dan berdasarkan ini, maka perairan dapat dibagi dalam 4 (empat) kategori, yaitu : (a) Kategori tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan jika kadar oksigen terlarut lebih besar dari 6,5 mg/l (> 6,5 mg/l), (b) Kategori tercemar ringan jika kadar oksigen terlarut 4,5-6,4 mg/l, (c) Kategori tercemar sedang jika kadar oksigen terlarut 2,0-4,4 mg/l, (d) Kategori tercemar berat jika kadar oksigen terlarut lebih kecil dari 2,0 mg/l (< 2,0 mg/l). Bila dilihat dari kadar oksigen terlarut ini, maka perairan Kabupaten Bintan pada umumnya

(30)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 30 belum tercemar, dan hanya pada beberapa bagian atau stasiun saja yang tercemar ringan. Rendahnya kadar oksigen terlarut ini disebabkan ada limbah organik yang dibawa oleh sungai dari daratan ke laut, yang 3 (tiga) hari sebelum survey pengambilan sampel air telah terjadi hujan lebat selama dua hari, yang menyebabkan volume air sungai ke laut meningkat (RTRW Kabupaten Bintan 2010-2030). Hasil pengukuran tahun 2011 menunjukkan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan Bintan berkisar antara 5,98–8,37. Nilai yang tinggi ini karena adanya pengaruh arus dan gelombang yang menyebabkan terjadinya pergelokan air sepanjang waktu sehingga terjadi difusi oksigen dari udara ke air ataupun sebaliknya dan di dalam perairan akibat adanya pergolakan air menyebar sampai kedalaman tertentu.

3.2.4 COD (Chemical Oxygen Demand)

Keberadaan bahan organik di perairan dapat berasal dari alam ataupun dari aktifitas rumah tangga dan aktifitas peternakan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak bisa digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat mencapai lebih dari 200 mg/l dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP dalam Effendi, 2003). Hasil pengukuran dari 50 titik sampel atau stasiun ditemukan bahwa nilai COD di perairan Kabupaten Bintan berkisar antara 7,96–42,46 mg/l. Dari nilai COD ini dapat dikemukakan bahwa kondisi perairan Kabupaten Bintan berada pada kondisi mulai dari tidak tercemar sampai tercemar ringan. Untuk perairan di Kawasan Mantang nilai COD-nya adalah 15,56-42,46 mg/l dan didalam Teluk Mantang sendiri adalah 24,92-15,56-42,46 mg/l.

Bila dibandingkan nilai COD hasil pengukuran ini dengan baku mutu biota laut dari SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, maka perairan laut di Kabupaten Bintan masih dalam keadaan baik dan belum melewati nilai ambang batas maksimal, yaitu 80 mg/l. Ini berarti perairan Kabupaten Bintan umumnya dan perairan Kawasan Mantang khususnya, masih baik digunakan sebagai lokasi kegiatan budidaya perikanan. Hasil pengukuran COD pada tahun 2011 menunjukkan nilai COD yang masih dibawah baku mutu yakni berkisara antara 12,42 mg/l-19,26 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik di perairan laut Bintan adalah masih rendah.

3.2.5 Nitrat (NO3)

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Nutrient ini dihasilkan dari proses nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat. Proses ini penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Disamping itu nitrat juga dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan.

(31)

P R O F I L

KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BINTAN 2011

Hal. 31 Menurut Davis dan Cornwell dalam Effendi (2003), bila suatu perairan menunjukan kandungan nitratnya lebih dari 5 ppm, maka pada perairan tersebut telah terjadi pencemaran antropogenik yang berasal dari aktifitas manusia dan tinja hewan. Kemudian dikemukakannya lagi bahwa perairan yang menerima limpasan air dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kandungan nitratnya dapat mencapai 1.000 ppm. Selanjutnya Volenweider dan Wetzel dalam Effendi (2003) menyatakan bahwa kandungan nirat yang terdapat dalam suatu perairan dapat dikelompokan berdasarkan tingkat kesuburan yaitu perairan Oligotrofik yang memiliki kandungan nitrat antara 0–1 mg/l, perairan Mesotrofik yang memiliki kandungan nitrat antara 1–5 mg/l, dan perairan eutrofik yang memiliki kandungan nitrat antara 5–50 mg/l. Berdasarkan kategori ini, maka perairan laut Kabupaten Bintandapat digolongkan ke dalam perairan Mesotrofik (RTRW Kabupaten Bintan 2007-2017). Hasil pengukuran terhadap kandungan nitrat pada tahun 2011 di perairan Bintan menunjukkan nilai nitrat berkisara antara 0,145 mg/l-0,687 mg/l. Bila dilihat dari tingkat peranannya maka perairan bintan termasuk dalam kategori mesotrofik.

3.2.6 Phospat (PO4)

Phospat merupakan unsur essensial perairan yang terdaoat dalam bentuk senyawa phospat organik dan anorganik. Ortophospat (PO4) merupakan senyawa phospat anorganik, sedangkan phospat organik terdapat di dalam tubuh organisme. Phospat sangat berguna untuk pertumbuhan organisme hidup dan merupakan faktor yang menentukan produktifitas perairan. Phospat dapat dijadikan sebagai parameter untuk pencemaran perairan (Michael, 1994).

Kandungan phospat pada perairan tawar dan laut memiliki kisaran yang hampir sama yaitu 1–3 mg/l. Kadar phospat yang optimum bag pertumbuhan phytoplankton adalah 0,09–1,80 mg/l dan merupakan faktor pembatas apabila nilainya di bawah 0,02 mg/l. Berdasarkan kandungan phospat, maka perairan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu : (a) Perairan Oligotrofik, yang mengandung phospat 0,003–0,01 mg/l, (b) Perairan Mesotrofik, yang mangandung phospat 0,011-0,03 mg/l, dan (c) Perairan Eutrofik yang mengandung phospat 0,031-0,1 mg/l.

Kandungan posfat di perairan Bintan ditemukan berkisara antara 0,005 mg/l– 0,028 mg/l. Bila dilihat dari kandungan phospat ini, maka perairan laut Kabupaten Bintan tergolong perairan Oligotrofik – Mesotrofik, dan perairan di Kawasan Mantang sendiri tergolong Mesotrofik. Bila merujuk pada SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, maka kandungan phospat pada perairan laut di daerah ini telah melampaui standar baku mutu air laut, yaitu 0,015 mg/l. Tingginya kandungan phospat pada perairan laut tersebut, karena pengambilan sampel dilakukan pada musim hujan, sehingga terjadi peningkatan suplai phospat dari aliran air sungai yang masuk ke dalam perairan laut.

Kualitas perairan suatu wilayah menunjukkan seberapa besar tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari aktifitas manusia. Aktivitas manusia di Kepulauan

Gambar

Tabel . 4.2.  Rencana Pengembangan Sistem Kepelabuhanan
Gambar : Target Tingkat Konsumsi Ikan (kg/kap/thn)   Nasional

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menujukan bahwa literasi keuangan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku keuangan mahasiswa akan tetapi gender , usia, kemampuan akademis

Mengingat betapa pentingnya proses adaptasi peserta didik baru di lingkungan MAN Kota Palangka Raya, maka pihak madrasah sebagai penyelenggara pendidikan yang memfasilitasi

Komite pengawasan ketenagakerjaan merupakan lembaga non struktural terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemangku

Namun kecilnya perbedaan nilai korelasi antara promo Hypermart dengan keputusan membeli sebelum dan sesudah adanya status sosial ekonomi sebagai variabel

shell akan mengeksekusi instruksi1 , dan bila exit status instruksi1 adalah FALSE, maka hasil dari AND tersebut sudah pasti sama dengan FALSE, sehingga.. instruksi2 tidak

Dari hasil penelitian terhadap 30 sampel telah ditetapkan beberapa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengkonsumsi daging ayam yang berpengaruh juga terhadap

Pada penelitian ini dilakukan variasi perlakuan panas terhadap paduan Al-Si-Cu-Fe meliputi solid solution treatment dan.

perbuatan melawan hukum atau tindak pidana atau tidak, maka dapat dilihat dari.. unsur-unsur