• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-jenis tindak tutur dan makna pragmatik bahasa guru pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja Kabupaten Purbalingga tahun ajaran 2016/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jenis-jenis tindak tutur dan makna pragmatik bahasa guru pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja Kabupaten Purbalingga tahun ajaran 2016/2017"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. JENIS-JENIS TINDAK TUTUR DAN MAKNA PRAGMATIK BAHASA GURU PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA NEGERI 1 KARANGREJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN AJARAN 2016/2017. SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Oleh: Hanim Mawar Andini NIM: 131224069. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENIDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017. i.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ii.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. iii.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. MOTTO. “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, barang siapa yang menghendaki kehidupan Akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu.” {HR. Turmudzi}. “Mereka yang bermental kaya, mampu hidup dalam kesederhanaan.” {Anonim}. iv.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN Allhamdulilah, skripsi ini saya persembahkan kepada: ALLAH S.W.T Yang telah memberikan rahmat, berkah, kesabaran, kekuatan, dan karunia-Nya untuk mewujudkan doa-doa serta harapanku sehingga dapat mencapai keberhasilan ini. Kedua Orang Tuaku yang Tercinta Wartoyo, S.Pd. dan Tusmaenatun Yang dengan tulus memberikan doa-doa, motivasi, serta dukungan baik metal maupun materi, sehingga aku dapat sampai pada tahap ini. Adikku Tersayang Inayah Sukma Wardhani Terima kasih telah menghibur dikala jenuh dan memberikan semangat yang tiada batas, sehingga pada akhirnya mba dapat menyelesaikan skripsi ini Sahabat-sahabatku Terkasih Uswatun Khasanah, Antonius Mili, Anastasia Indriyati, Muhammad Fauzi Lestari, Devina Alianto, Jenilda Rosana Louis, F.X Dwi Pamungkas, Yulius Anggeh, Rosalina Ninda Karisa, Yusinta Muliati, Renita Tri Ekmawati, dan Gabriella Ayu Pertiwi. Terima kasih atas saran, semangat, bantuan, dan kesetiaan kalian sampai detik ini, esok, dan selamanya. Kekasihku Muhammad Fauzi Lestari Almamater Tercinta Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. v.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.. Yogyakarta, 20 November 2017 Penulis. Hanim Mawar Andini. vi.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS. Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Unuversitas Sanata Dharma: Nama. : Hanim Mawar Andini. Nomor Mahasiswa : 131224069. Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul:. JENIS-JENIS TINDAK TUTUR DAN MAKNA PRAGMATIK BAHASA GURU PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA NEGERI 1 KARANGREJA KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN AJARAN 2016/2017 Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistrbusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.. Dibuat di Yogyakarta, Pada tanggal, 20 November 2017. Yang menyatakan,. Hanim Mawar Andini. vii.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRAK Andini, Hanim Mawar. 2017. Jenis-jenis Tindak Tutur dan Makna Pragmatik Bahasa Guru pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 2016/2017. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. Penelitian ini memaparkan mengenai jenis-jenis tindak tutur bahasa guru serta makna pragmatik yang terdapat dalam tuturan guru pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja tahun ajaran 2016/2017. Sumber data dalam penelitian ini adalah guru pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja. Data penelitian berupa tuturan yang digunakan guru kepada siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia, yang terkumpul pada bulan Mei-Juni 2017 berjumlah 93 tuturan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik rekam dan catat. Peneliti mengumpulkan tuturan-tuturan guru pada pembelajaran Bahasa Indonesia dan kemudian melakukan klasifikasi atau pengelompokan berdasarkan jenis tindak tutur dan makna pragmatiknya. Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan teknik analisis padan ekstralingual, seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa. Hasil penelitian ini menemukan beberapa jenis tindak tutur yang digunakan dalam tuturan guru pada pembelajaran Bahasa Indonesia, yaitu tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung literal, dan tindak tutur tidak langsung literal. Adapun jenis tindak tutur yang paling dominan sering muncul dari tuturan guru adalah tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung literal. Kedua jenis tindak tutur ini paling menonjol dan banyak digunakan guru dalam pembelajaran untuk bertanya, memerintah, menginformasikan, serta bertanya dengan maksud memerintah, dan menginformasikan dengan maksud menyuruh kepada siswa. Makna pragmatik yang sering muncul dalam tuturan guru pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja, yaitu makna perintah. Selain itu makna pragmatik lainnya seperti sapaan biasanya diutarakan sebelum pembelajaran, teguran untuk siswa yang ribut di kelas, nasihat, klarifikasi, suruhan, pujian, peringatan, sindiran, dan saran juga muncul dalam tuturan guru. Kata kunci: jenis-jenis tindak tutur, pragmatik, bahasa guru.. viii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRACT Andini, Hanim Mawar. 2017. The Types of Speech Act and Teachers’ Language Pragmatic Meaning in Indonesian Language Learning in Senior High School 1 Karangreja School Year 2016/2017. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. This research explains about the types of teachers’ speech act along with pragmatic meaning implied in teachers’ speech during Indonesian language subject in Senior High School 1 Karangreja school year 2016/2017. The data source in this research is a teacher in the learning of Indonesian language in Senior High School 1 Karangreja. The data of this research is in the form of speeches that are used by the teacher to the students in Indonesian language learning. The collected data in May-June add up to 93 speeches. The type of this research is qualitative descriptive. The method of data-gathering in this research uses refer method. The recording technique was used rewrite an object in the froms of speech act used in the teacher’s speech in Indonesian language learning. The researcher collects the teacher’s speeches in Indonesian language learning and classifies or groups them based on the types of the speech act and their pragmatic meaning. To analyze the data, the researcher used extra-lingual comparing method, namely a method used to analyze extra-lingual element, such as connecting language matter with other matters outside language matter. Findings from this research found several types of speech act used in the teacher’s speech in Indonesian language learning, which are direct speech act, indirect speech act, literal speech act, literal direct speech act, and literal indirect speech act. As for the most dominant and often-showing speech act is the direct speech act and literal indirect speech act. These two types of speech act are the most prominent and the most often to be used by the teacher in the learning for asking, instructing, informing, and asking which intend to instruct, and informing which intend to order the students. Findings from this research found pragmatic meanings that often show in teacher’s speech act in Indonesian language learning in Senior High School 1 Karangreja is instructive meaning. Besides, other pragmatic meaning such as greetings are usually expressed before the learning activity, admonition for students who are noisy in the class, advice, clarification, errand, compliment, warning, sarcasm, and suggestion are also found in the teacher’s speech act as well. Keywords: types of speech act, pragmatic, teachers’ language.. ix.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah S.W.T Yang Mahakuasa atas berkah dan rahmat-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Jenis-jenis Tindak Tutur dan Makna Pragmatik Bahasa Guru pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 2016/2017 dengan baik dan lancar. Tugas akhir dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu dan meraih gelar sarjana pendidikan sesuai dengan kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan lancar berkat bantuan, doa, dukungan, dean kerja sama dengan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang berlimpah kepada: 1. Allah S.W.T 2. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah dengan setia mendampingi dan mendukung penulis secara akademis selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 4. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing, atas ketulusan hati meluangkan waktu untuk membimbing, memberi solusi dan masukan,. x.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. semangat, pengertian, kesabaran, serta membagikan ide-ide dan memotivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 5. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd., selaku triangulator yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Para dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah memberi dan mengajarkan banyak ilmu bahasa Indonesia kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. 7. Theresia Rusmiati, pegawai sekretariat Program Studi PBSI yang telah membantu dan melayani penulis dalam mengurusi berbagai hal yang berhubungan dengan skripsi ini. 8. Jokowi, S.Pd., selaku kepala SMA Negeri 1 Karangreja yang sudah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian, sehingga penulis dapat menyelesikan skripsi ini dengan lancar. 9. Mulasih Tary, S.Pd., M.Hum., dan Indra, S.Pd., selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia yang bersedia dijadikan sebagai objek penelitian oleh penulis, serta ikut mendukung, memberi saran dan motivasi kepada penulis dalam merampungkan penulisan skripsi ini. 10. Arisatun Manfangati, S.Pd., selaku guru BK di SMA Negeri 1 Karangreja yang selalu mendukung, membantu, dan menemani penulis selama penelitian di sekolah.. xi.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 11. Bapak, Ibu, Budhe, Uwa, adik dan semua keluarga yang telah mendukung dalam doa dan selalu memberi motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi dan sampai pada penyelesaian skripsi ini. 12. Teman-teman PBSI angkatan 2013 kelas A dan B yang telah memberi semangat, menyumbangkan ide-ide cemerlang, dan mendoakan bagi penulis dalam merampungkan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan. Akhirnya, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini di masa mendatang.. Yogyakarta, 20 November 2017 Penulis. Hanim Mawar Andini. xii.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... iii MOTO ................................................................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS .............................................................. vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................................................... vii ABSTRAK ......................................................................................................................... viii ABSTRACT ........................................................................................................................ ix KATA PENGANTAR ....................................................................................................... x DAFTAR ISI ...................................................................................................................... xii. BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 1 1.2.Rumusan Masalah ........................................................................................................ 5 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 6 1.5 Batasan Istilah .............................................................................................................. 7 1.6 Sistematika Penyajian .................................................................................................. 8. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 9 2.1Penelitian Relevan.......................................................................................................... 9 2.2 Landasan Teori .............................................................................................................. 11 2.2.1 Pragmatik ......................................................................................................... 11 2.2.2 Lingkup Pragmatik .......................................................................................... 12 2.2.2.1 Praanggapan ........................................................................................ 13 2.2.2.2 Tindak Tutur ........................................................................................ 14 2.2.2.3 Entailment ........................................................................................... 14 xiii.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.2.3 Tindak Tutur sebagai Bagian dari Lingkup Kajian Pragmatik ........................ 15. 2.2.4 Tindak Tutur .................................................................................................... 16 2.2.4.1 Tindak Lokusi ..................................................................................... 17 2.2.4.2 Tindak Ilokusi ..................................................................................... 18 2.2.4.3 Tindak Perlokusi ................................................................................. 19 2.2.5 Klasifikasi Tindak Tutur .................................................................................. 20 2.2.5.1 Asertif ................................................................................................... 21 2.2.5.2 Direktif ................................................................................................. 21 2.2.5.3 Komisif ................................................................................................. 21 2.2.5.4 Ekspresif ............................................................................................... 21 2.2.5.5 Deklaratif.............................................................................................. 21 2.2.6 Jenis-jenis Tindak Tutur .................................................................................. 22 2.2.6.1 Tindak Tutur Langsung ....................................................................... 22 2.2.6.2 Tindak Tutur Tidak Langsung ............................................................ 24 2.2.6.3 Tindak Tutur Literal ............................................................................. 25 2.2.6.4 Tindak Tutur Tidak Literal................................................................... 26 2.2.6.5 Tindak Tutur Langsung Literal ............................................................ 26 2.2.6.6 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal ................................................. 27 2.2.6.7 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal ................................................. 27 2.2.6.8 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal ...................................... 28 2.2.7 Fungsi Tindak Tutur ........................................................................................ 29 2.2.8 Konteks Pragmatik .......................................................................................... 30 2.2.9 Tindak Tutur dalam Interaksi Belajar Mengajar .............................................. 37 2.3 Kerangka Berpikir ........................................................................................................ 38. BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 42 3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................................. 42 3.2 Sumber Data, Data, dan Objek Penelitian..................................................................... 43 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 43 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ............................................................................... 44. xiv.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 3.5 Triangulasi Data ........................................................................................................... 46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................................. 48 4.1 Deskripsi Data .............................................................................................................. 48 4.2 Hasil Analisis Data........................................................................................................ 54 4.2.1 Jenis-jenis Tindak Tutur Bahasa Guru pada Pembelajaran Bahasa Indonesia ....................................................................................................................... 55 4.2.1.1 Tindak Tutur Langsung ....................................................................... 55 4.2.1.2 Tindak Tutur Tidak Langsung ............................................................ 58 4.2.1.3 Tindak Tutur Tidak Literal................................................................... 60 4.2.1.4 Tindak Tutur Langsung Literal ............................................................ 61 4.2.1.5 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal .................................................. 64 4.2.2 Makna Pragmatik dalam Tindak Tutur Bahasa Guru pada Pembelajaran Bahasa Indonesia ................................................................................................. 67 4.2.2.1 Perintah ............................................................................................... 68 4.2.2.2 Sapaan ................................................................................................. 69 4.2.2.3 Teguran ................................................................................................ 70 4.2.2.4 Suruhan ................................................................................................ 71 4.2.2.5 Pujian.................................................................................................... 72 4.2.2.6 Sindiran ............................................................................................... 73 4.2.2.7 Nasihat ................................................................................................. 74 4.2.2.8 Peringatan ............................................................................................. 75 4.2.2.9 Saran ..................................................................................................... 76 4.2.2.10 Klarifikasi ........................................................................................... 76 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................................................ 77 4.3.1 Jenis-jenis Tindak Tutur Bahasa Guru pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja .................................................................. 79 4.3.2 Makna Pragmatik dalam Bahasa Guru pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja .................................................................. 85. BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 92 5.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 92. xv.

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 5.2 Saran.............................................................................................................................. 93. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 95 LAMPIRAN ...................................................................................................................... 97 A. Triangulasi B. Surat Permohonan Izin Penelitian. xvi.

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan dipaparkan mengenai: a) latar belakang, b) rumusan masalah, c) tujuan penelitian, d) manfaat penelitian, e) batasan istilah, dan f) sistematika penyajian. Paparan selengkapnya disampaikan berikut ini. 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam berinteraksi dengan orang lain. Sehubungan dengan hal ini, Chaer dan Agustina (2004:11) berpendapat bahwa fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi. Melalui kegiatan berkomunikasi, setiap penutur hendak menyampaikan tujuan dan maksud tertentu kepada mitra tutur. Interaksi ini dilakukan oleh manusia untuk dapat menyampaikan ide, gagasan, ataupun sebagai alat bertukar pendapat dengan orang lain. Masyarakat menggunakan ragam bahasa yang bervariasi dalam proses interaksinya dengan orang lain. Pengertian ragam bahasa yaitu penelitian pada segi keistimewaan sebuah bahasa yang berbeda secara sistematis, sama ketika kita membandingkan group kelompok penutur yang berbeda atau penutur yang sama pada keadaan yang berbeda (Frank, 2005:134). Ragam bahasa itu sendiri dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi tiga jenis yaitu berdasarkan media, cara pandang tutur, dan topik pembicaraan. Pada saat ini, banyak masyarakat yang mengalami perubahan dan begitu juga dengan ragam bahasa. Agar banyaknya. 1.

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. ragam tidak mengurangi fungsinya, dalam bahasa timbul mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan (Sabariyanto, 2000). Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi juga sangat penting dalam penerapannya ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung di dalam kelas. Peran guru menggunakan bahasa dalam proses pembelajaran sangat mempengaruhi hasil penerimaan siswa terhadap materi yang disampaikan. Selain penggunaan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti oleh siswa, mengetahui tindak tutur yang disampaikan oleh guru juga sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Oleh karena itu, peran bahasa dalam pembelajaran tidak dapat dipisahkan karena interaksi belajar mengajar tidak bisa berjalan dengan lancar tanpa adaya fungsi bahasa. Komunikasi yang terjadi di dalam kelas harus berlangsung secara efektif dan efisien, sehingga siswa mudah menangkap maksud yang disampaikan oleh guru. Proses komunikasi ini akan menjadi tidak efektif dan efisien apabila bahasa yang digunakan oleh penutur tidak mampu dipahami oleh mitra tutur. Salah satu bentuk komunikasi dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan bahasa Indonesia dalam interaksi belajar mengajar. Melalui proses komunikasi ini, nantinya akan memunculkan peristiwa tutur dan tindak tutur. Tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Chaer dan Agustina, 2004:50). Situasi ini merupakan proses terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam.

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. suatu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, waktu, tempat dan situasi tertentu. Peran guru merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Hal ini menjadi kunci utama dalam tindak tutur yang dilakukan oleh guru. Guru sebagai input atau sumber pembelajaran dari siswa, baik untuk menyampaikan ataupun membimbing siswa dalam kegiatan pembelajaran dituntut untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran dengan jelas dan menarik kepada siswa, sehingga pada akhirnya akan tercipta kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan di dalam kelas. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa faktor kemampuan guru dalam melakukan tindak tutur di dalam kelas sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Oleh karena itu, guru harus mampu memahami semua karakteristik pembelajaran agar interaksi belajar mengajar berlangsung efektif, efisien, dan menyenangkan. Selain itu sebagai guru profesional, seorang guru harus mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang bersifat mendidik, berkepribadian, dan mampu menyelesaikan permasalahan yang mungkin muncul ketika proses kegiatan belajar mengajar berlangsung. Kemampuan guru dalam bertindak tutur memiliki peran penting dalam meningkatkan keterampilan berbahasa siswa dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis. Penggunaan bahasa Indonesia dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas merupakan realitas. komunikasi. yang. berlangsung. dalam. interaksi. memperlancar proses menyampaikan materi pembelajaran.. kelas. untuk.

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. Penggunaan bahasa ini, dibahas lebih jauh ke dalam keterampilan komunikasi dalam segala situasi yang mendasari interaksi kebahasaan antara manusia sebagai anggota masyarakat. Makna yang dikaji oleh pragmatik adalah makna yang terikat konteks. Dengan kata lain, keterampilan menggunakan bahasa dalam pembelajaran merupakan pijakan dasar terjalinnya sebuah komunikasi sehingga tujuan berkomunikasi tersebut akan tercapai. Jika (1) tindak tutur dan (2) teori prinsip-prinsip pragmatik dipakai sebagai basis keterampilan berbahasa, maka prinsip-prinsip dari kedua hal ini mampu menjadi pijakan dasar dalam menggunakan bahasa. Belajar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, merupakan hal yang sangat penting karena secara langsung melestarikan bahasa tersebut. Sehubungan dengan hal itu, melalui penelitian ini akan dikaji pemakaian tindak tutur dalam interaksi belajar mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia. Urgensi dari penelitian ini adalah memberikan gambaran bahwa, pemilihan bahasa yang digunakan guru pada setiap tingkatan pendidikan dapat berbeda karena disesuaikan dengan pemahaman siswa. Pemilihan kata yang digunakan untuk berinteraksi dengan siswa SD tentu akan berbeda dengan siswa SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Dengan demikian, seorang guru diharuskan untuk memiliki pengetahuan bahasa yang baik, ketika berinteraksi dengan siswa. Penulis memilih tempat penelitian di SMA N 1 Karangreja karena penulis bermaksud mengetahui secara langsung bagaimana pemakaian tindak tutur dalam interaksi belajar mengajar di sekolah tersebut..

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengangkat judul “Jenis-jenis Tindak Tutur dan Makna Pragmatik Bahasa Guru pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 2016/2017.” 1.2 Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Jenis-jenis tindak tutur apa saja yang terdapat dalam bahasa guru pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja tahun ajaran 2016/2017? 2. Makna pragmatik apa sajakah yang muncul dalam bahasa guru pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja tahun ajaran 2016/2017? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur yang terdapat dalam bahasa guru pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja tahun ajaran 2016/2017. 2. Mendeskripsikan makna pragmatik yang muncul dalam bahasa guru pada pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja tahun ajaran 2016/2017..

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat, baik manfaat secara teoretis maupun manfaat praktis. 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan teoretis untuk pembelajaran kesantunan tindak tutur guru dalam konteks proses pembelajaran bahasa Indonesia serta memberikan sumbangsih positif terhadap perkembangan keilmuan, khususnya dalam bidang pragmatik. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait, yaitu: a. Bagi guru bahasa Indonesia di SMA, sebagai bahan referensi pada pembelajaran dalam bertindak tutur di dalam kelas. b. Bagi penelitian bahasa, sebagai bahan rujukan dan bandingan untuk penelitian bahasa, khususnya pragmatik. c. Bagi pembaca umumnya, sebagai bahan tambahan wawasan dan pengetahuan dibidang bahasa, khususnya mengenai kemampuan penggunaan tindak tutur guru dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia..

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. 1.5 Batasan Istilah Penelitian ini menggunakan beberapa istilah yang sering muncul. Oleh karena itu, penting adanya pengertian dari setiap istilah yang mampu mencakup seluruh materi penelitian ini. Pembatasan istilah ini dimaksudkan supaya mampu memberikan definisi rinci yang jelas sehingga dalam penyajiannya dapat memberikan gambaran secara terperinci. Adapun beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Teori ini dikutip dari Yule (1996:3) yang mengatakan bahwa “Pragmatics is the study of contextual meaning”. 2. Tindak tutur adalah kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh manusia untuk menyampaikan makna dan tujuan penggunaan bahasa guna menghadapi situasi tertentu. 3. Jenis-jenis tindak tutur adalah jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran (Austin (1968:94-17). 4. Konteks adalah segenap informasi yang berbeda di sekitar pemakaian bahasa. 5. Guru adalah orang yang diserahi tanggung jawab sebagai pendidik di lingkungan sekolah (Purwanto, 1997:93). 6. Bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi. (dihasilkan. oleh. alat. ucap),. bersifat. arbitrer. konvensional, serta dipakai sebagai alat untuk berkomunikasi oleh.

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8. sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran (Wibowo, 2001:3). 1.6 Sistematika Penyajian Sistematika penyajian ini terdiri atas Bab I, II. III, IV, dan V. Bab I adalah pendahuluan. Bab ini mengkaji latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II adalah kerangka teori. Bab ini berisi seputar tinjauan terhadap penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dan landasan teori, dalam pembahasan landasan teori berisi teori yang mendasari penulisan dalam melakukan penelitian. Bab III adalah metode penelitian. Bab ini membahas tentang jenis penelitian, sumber data, data, objek penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, serta triangulasi data. Bab IV yaitu hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini berisi tentang analisis dan data pembahasan. Bab ini menguraikan deskripsi data dan pembahasan hasil data sesuai dengan rumusan masalah yang sudah ditentukan. Bab V berisi kesimpulan dan saran..

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab kajian teori ini akan dipaparkan: 1) penelitian yang relevan, 2) landasan teori meliputi: pragmatik, lingkup kajian pragmatik, tindak tutur sebagai bagian dari lingkup kajian pragmatik, tindak tutur, klasifikasi tindak tutur, jenis-jenis tindak tutur, fungsi tindak tutur, konteks, tindak tutur dalam interaksi belajar mengajar, dan 3) kerangka berpikir. Ketiga hal ini akan dipaparkan subbab berikut ini. 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutik Susmiati (2012) dengan judul Tindak Tutur Ekspresif Guru terhadap Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Negeri 7 Jember. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Iwan Khairi Yahya (2013) dengan judul Tindak Tutur Direktif Dalam Interaksi Belajar Mengajar Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Di SMA Negeri 1 Mlati Sleman Yogyakarta. Hasil penelitian yang didapatkan dari penelitian Sutik Susmiati (2012) adalah ditemukannya fungsi tindak tutur ekspresif guru antara lain: fungsi sapaan, fungsi mengungkapkan rasa marah, fungsi menegur, fungsi menyindir, fungsi mengeluh, fungsi menyalahkan, fungsi mengkritik, fungsi mencurigai,. fungsi. memuji,. fungsi. mengucapkan. selamat,. fungsi. mengucapkan terima kasih, dan fungsi mengungkapkan kekecewaan. Selain itu ditemukan juga perlokusi yang ditimbulkan oleh tindak tutur ekspresif. 9.

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10. guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ditemukan 6 efek perlokusi, antara lain: modus deklaratif, modus optative, modus imperative, modus interogatif, modus obligatif, dan modus desiratif. Hasil penelitian yang didapatkan dari penelitian Iwan Khairi Yahya (2013) menunjukkan bahwa penggunaan jenis pertanyaan dan fungsi bertanya lebih banyak digunakan, apabila dibandingkan dengan penggunaan jenis dan fungsi tindak tutur direktif yang lain dengan jumlah 315 tuturan dari jumlah 826 tuturan direktif. Jenis tindak tutur direktif yang ditemukan meliputi jenis permintaan, pertanyaan, larangan, pemberian izin, nasihat, sedangkan fungsi tindak tutur direktif yang ditemukan meliputi fungsi meminta, memohon, berdoa,. bertanya,. menginterogasi,. mengisntruksikan,. menghendaki,. menuntut, mengarahkan, membolehkan, melarang, membataasi, menyetujui, menganugrahi, memaafkan, membolehkan, menyarankan, meminta, dan menuntut. Penelitian yang dilakukan oleh Sutik Susmiati (2012) dan Iwan Khairi Yahya (2013) meneliti tindak tutur dengan kajian pragmatik. Hal yang membedakan dua pihak tersebut dengan penelitian ini terletak pada objek penelitian. Sutik Susmiati menekankan pada jenis ekspresif tindak tutur guru, sedangkan Iwan Khairi Yahya menekankan pada jenis direktif tindak tutur guru. Oleh karena itu, peneliti mencoba melakukan penelitian yang lebih mendalam terkait dengan penggunaan tindak tutur guru secara menyeluruh, tidak hanya mengacu pada satu jenis tindak tutur sehingga mampu.

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11. mendeskripsikan secara jelas makna dan jenis tindak tutur apa sajakah yang digunakan guru dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia. 2.2 Landasan Teori Untuk mendukung pembuatan skripsi ini, maka perlu dikemukakan hal- hal atau teori-teori yang berkaitan dengan permasalah dan ruang lingkup pembahasan sebagai landasan dalam penyususnan skripsi. Pada Bab ini akan dijelaskan beberapa pengertian mengenai teori pragmatik dan teori pendukung lainnya menurut para pakar dari berbagai sumber. 2.2.1 Pragmatik Pembelajaran bahasa yang digunakan dalam komunikasi, dan bagaimana menyelidiki makna sebagai konteks, bukan sebagai suatu yang abstrak. dalam. komunikasi. merupakan. pengertian. pragmatik. yang. dikemukakan oleh Leech (1993:5). Hal senada dikemukakan oleh Nadar (2009:2) pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu. Berbicara mengenai pragmatik, erat hubungannya dengan konteks. Hal ini diperjelas oleh Rohmadi (2004:2) yang menyatakan bahwa pragmatik merupakan studi kebahasaan yang terikat konteks. Konteks memiliki peran yang kuat dalam menentukan maksud penutur dalam berinteraksi dengan lawan tutur. Sehubungan dengan hal tersebut, Yule (2006:3) mendefinisikan pragmatik sebagai studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca). Studi ini berhubungan dengan analisis–analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan.

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12. tuturan–tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Dalam tujuan penerapannya, pragmatik merupakan telaah secara umum mengenai bagaimanakonteks mempengaruhi cara untuk menafsirkan kalimat, Tarigan (1986:34). Hal ini diperjelas lagi dengan pendapat Wijana (1996:2) yang menjelaskan bahwa pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana suatu kebahasaan digunakan dalam komunikasi. Sehingga makna yang dikaji dalam pragmatik adalah makna yang terikat konteks atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur. Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa secara garis besar definisi pragmatik sangat berkaitan erat dengan bahasa dan konteks. Selain itu, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji penutur untuk menyesuaikan kalimat yang diujarkan sesuai dengan konteksnya, sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Dalam hal ini, perlu dipahami bahwa kemampuan berbahasa yang baik tidak hanya terletak pada kesesuaian aturan gramatikal tetapi juga aturan secara pragmatik. 2.2.2 Lingkup Kajian Pragmatik Sebelum mengenal kajian pragmatik lebih detail yang berhubungan dengan tindak tutur sebagai aspek utama penelitian yang dilaksanakan, perlu juga mempelajarai dan memahami lingkup kajian pragmatik, yaitu: (a).

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13. Praanggapan, (b) Tindak tutur, (c) Entailment. Adapun di bawah ini definisi dari beberapa ahli mengenai tiga lingkup pragmatik tersebut. 2.2.2.1 Praanggapan Wijana (1996:63) dalam buku Dasar-dasar Pragmatik mengatakan sebuah kalimat dapat mempresuposisikan kalimat lain jika ketidakbenaran kalimat yang kedua (yang dipresuposisikan) mengakibatkan kalimat yang pertama (yang mempresuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. Pendapat Wijana ini lebih menekankan pada posisi kalimat yang kedua adanya kebenaran atau tidak, guna memosisikan kebenaran kalimat pertama. Ida Bagus (2014;16) dalam buku Pragmatik mengatakan praanggapan adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan tuturan. Adapun Rahardi (2003:83) dalam buku Berkenalan dengan Ilmu Bahasa. Pragmatik. mengatakan. sebuah. tuturan. dapat. dikatakan. presuposisikan atau mempraanggapkan tuturan yang lainnya, apabila ketidak benaran tuturan yang dipraanggapkan itu mengakibatkan kebenaran kebenaran atau ketidakbenaran tuturan tidak dapat dikatakan sama sekali. Pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur, perihal yang dikatakannya sudah diketahui oleh mitra tutur..

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14. 2.2.2.2 Tindak Tutur Chaer (1995) menyatakan tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Tindakan dalam tuturan akan terlihat dari makna tuturan (Rohmadi, 2010:13). Suwito (1983) dalam Ida Bagus (2014:84) mengatakan tindak tutur sebagai gejala individu, bersifat psikologis, dan ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Selanjutnya, Searle (dalam Rohmadi, 2010:32) mengemukakan bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari kombinasi linguistik yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan perintah atau yang lainnya. Pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian tindak tutur adalah perilaku seseorang dalam bertutur bersifat psikologis yang dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa. 2.2.2.3 Entailment Rahardi (2003:36) berpendapat bahwa entailment adalah hubungan antara tuturan dan maksudnya bersifat mutlak atau menjadi keharusan. Tururan yang berbunyi Asti hamil muda, mengindikasikan bahwa wanita yang bernama Asti itu pernah berhubungan sebadan dengan seorang pria tertentu, sehingga dia sekarang dalam keadaan hamil muda. Dengan demikian, Rahardi menegaskan bahwa hubungan antara tuturan dengan.

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15. maksud tuturan pada entailment itu bersifat mutlak dan harus ada (necessary consequence). Bertolak dari pendapat Rahardi di atas, Ida Bagus (2014:83) juga berpendapat serupa dengan Ragardi yakni entailment dalam hubungan antara tuturan dan maksudnya bersifat mutlak atau menjadi keharusan. Ida Bagus mengatakan bahwa penafsirannya harus didasarkan pada latar belakang pengetahuan yang sama (the same background knowledge) antara penutur dan mitra tutur terkait esuatu yang sedang diperbincangkan. Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa entailment adalah hubungan antara tuturan dan. maksud tuturan bersifat. mutlak atau menjadi keharusan. 2.2.3 Tindak Tutur sebagai Bagian dari Lingkup Kajian Pragmatik Tindak tutur merupakan salah satu lingkup pragmatik yang mengkaji bahasa dengan aspek pemakaian aktualnya. Tindak tutur pertama kali diperkenalkan oleh Austin seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1965. Kumpulan makalahnya yang dibukukan oleh J.O. Umson pada tahun 1965 dengan judul How To Do Thing with Word. Teori ini baru berkembang dan dikenal dalam dunia linguistic setelah Searle pada tahun 1969 menerbitkan buku dengan judul Speech Act and Essay in the Philosophy of Language. Leech (1983: 5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan). Menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur, dan mengaitkan makna.

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16. dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bilamana dan bagaimana. Lebih jauh lagi, Mey menyatakan tentang pragmatik sebagai berikut. Pragmatik is the study of the conditions of human language uses as these are determined by the context of society (Mey dalam Rahardi 2003:15). Dari pengertian yang disampaikan di atas, pragmatik mempunyai arti sebagai ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian atau penggunaan bahasa, pada dasarnya selalu harus ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat dan wahana kebudayaan yang mewadahi serta melatarbelakanginya. Tindak tutur dianggap sebagai hal pokok di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti peranggapan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama, dan prinsip kesantunan. Tindak tutur merupakan suatu perbuatan tutur yang lebih mengacu terhadap makna dan arti dari ucapan yang dimaksudkan oleh penutur. 2.2.4 Tindak Tutur Cunningsworth (dalam Tarigan, 1990:41) teori tindak tutur merupakan teori yang memusatkan perhatian pada cara penggunaan bahasa dalam mengkomunikasikan maksud dan tujuan sang pembicara dan juga dengan maksud penggunaan bahasa yang dilaksanakannya. Lebih jauh lagi, tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala berbahasa yang terjadi pada suatu proses komunikasi..

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17. Tindak tutur merupakan sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian dari interaksi sosial. Hal ini disampaikan oleh Sumarsono (2009:323). Sedangkan hal serupa juga disampaikan oleh Chaer dan Agustina (2004:50) yang mendefinisikan tindak tutur sebagai gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur ini lebih menekankan pada makna atau arti tindakan dalam suatu tuturan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur yang digunakan oleh seseorang sangat ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor bahasa, lawan bicara, situasi, dan struktur bahasa yang digunakan. Dengan kata lain, tindak tutur merupakan kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh manusia untuk menyampaikan makna dan tujuan penggunaan bahasa guna menghadapi situasi tertentu. Searle di dalam bukunya Speech Acts Essay in The Philosophy of Language (1969, 23-24) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidaktidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act). Berikut penjelasan ketiga tindak tutur tersebut: 2.2.4.1 Tindak Lokusi Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying Something (Wijana, 1996:17). Tindak tutur lokusi merupakan jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu.

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18. dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami (Chaer dan Agustina, 2004:53). Selanjutnya menurut Yule (2006:83) tindak lokusi merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik ysng bermakna. Lebih jauh lagi Searle (dalam Rahardi, 2005:35) menyatakan tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpukan bahwa pada dasarnya dalam bentuk lokusi ini tidak dipermasalahkan lagi fungsi tuturannya karena makna yang dimaksudkan adalah memang benar makna yang terdapat pada kalimat yang diujarkan. Sebagai contoh adalah kalimat berikut: 1. Universitas Sanata Dharma terletak di Yogyakarta. 2. Chairil Anwar adalah seorang penulis puisi. Kalimat (1) dan (2) diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Informasi yang diutarakan adalah dimana letak Universitas Sanata Dharma, dan siapa Chairil Anwar. 2.2.4.2 Tindak Ilokusi Nadar (2009:14) Ilokusi adalah tindakan apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan berjanji, minta maaf, mengancam, meramalkan, memerintah, meminta dan lain sebagainya. Hal senada juga diungkapkan oleh Wijana (1996:18) tindak ilokusi merupakan sebuah tuturan selain berfungsi untuk.

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19. mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga digunakan untuk melakukan sesuatu disebut sebagai The Act of Doing Something. Tindak tutur ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan (Chaer dan Agustina, 2004:53). Selanjutnya Searle (dalam Rahardi, 2003:72) menggolongkan tindak tutur ilokusi dalam aktifitas bertutur itu ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing–masing memiliki fungsi komunikatifnya sendiri-sendiri antara lain asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. Dengan demikian dapat diartikan bahwa tindakan ilokusi tidak hanya bermakna untuk menginformasukan sesuatu tetapi juga mengacu untuk melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara seksama. Contoh: 1. Minggu depan UKK Kalimat (1) bila diucapkan oleh seorang guru kepada siswanya, tidak hanya berfungsi untuk membawa informasi, tetapi untuk memberi perintah agar lawan tuturnya (siswa) mempersiapkan diri. 2.2.4.3 Tindak Perlokusi Wijana (1996:20) tindak tutur perlokusi merupakan sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force), atau efek bagi yang mendengarkannya. Hal yang sama juga disampaikan oleh Chaer dan Agustina (2004:53) tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non-linguistic dari orang lain. Pendapat yang lain mengenai tindak perlokusi menurut Darmansyah.

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20. (1989:89) tindak perlokusi menyangkut konsekuensi atau efek yang mungkin ditimbulkan oleh tindak ucap pembicaraan terhadap pikiran, perasaan, dan kepercayaan pendengar. Lebih jauh lagi, dilihat dari tujuan pengutaraannya. Rohmadi (2004:31) berpendapat bahwa tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang memiliki makna untuk mempengaruhi pendengarnya atau dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur. Untuk jelasnya perhatikan contoh kalimat 1. Ban motornya bocor. Kalimat (1) diutarakan oleh mahasiswa kepada doesennya karena terlambat masuk kelas, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf, dan perlokusi. (efek). yang diharapkan adalah dosen. dapat. memakluminya. 2.2.5 Klasifikasi Tindak Tutur Bertolak dari pengertian tindak tutur dari beberapa ahli bahasa mengenai tiga jenis tindak tutur, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi di atas, ada beberapa jenis lagi tindak tutur menurut Sarle dalam Leech (1963: 163) mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan pada beberapa kriteria sebagai berikut:.

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21. 2.2.5.1 Asertif Tindak tutur ini melibatkan pembicara pada kebenaran proposisi yang diekspresikan,. misalnya:. menyatakan,. memberitahukan,. menyarankan,. membanggakan, mengeluh, menuntut, atau melaporkan. 2.2.5.2 Direktif Tindak tutur ini dimaksudkan untuk menimbulkan beberapa efek melalui tindakan sang penyimak, misalnya: memesan, memerintahkan, memohon, meminta, menyarankan, menganjurkan, menasehati. 2.2.5.3 Komisif Tindak tutur ini melibatkan pembicara pada beberapa tindakan yang akan datang, misalnya: menjanjikan, bersumpah, menawarkan, memanjatkan (doa). 2.2.5.4 Ekspresif Tindak tutur ini mempunyai fungsi mengekspresikan, mengungkapkan, atau memberitahukan sikap psikologis sang pembicara menuju suatu pernyataan keadaan yang diperkirakan oleh ilokusi, misalnya: mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, menyalahkan, memuji, menyatakan belasungkawa, dan sebagainya. 2.2.5.5 Deklaratif Tindak tutur deklaratif adalah ilokusi yang bila performasinya berhasil akan menyebabkan korespondensi yang baik antara proposisional dengan realitas, misalnya: menyerahkan diri, memecat, membebaskan, membaptis,.

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22. memberi nama, mengucilkan, menunjuk, menentukan, menjatuhkan hukuman, memvonis dan sebagainya. 2.2.6 Jenis Tindak Tutur Bertolak dari pengertian tindak tutur dari beberapa ahli bahasa mengenai tiga jenis tindak tutur, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi di atas, Wijana (1996: 31-35) membagi tindak tutur berdasarkan kesesuaian maksud pembicara dengan kata-kata yang menyusunya, yang dimaksud di sini adalah tindak tutur literal dan non literal. Terdapat juga berbagai macam tindak tutur lainnya yang timbul karena adanya persinggungan atau keterkaitan antara tindak tutur langsung-tidak langsung dengan tindak tutur literal-tidak lietaral. Berikut ini penjelasan dari berbagai bentuk tindak tutur. 2.2.6.1 Tindak Tutur Langsung Tindak tutur langsung adalah kalimat berita yang difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, dan memohon (Wijana, 1996:31). Adapun Yule (2006:95) berpendapat bahwa tindak tutur langsung memiliki hubungan langsung antara struktur dengan fungsi dalam berkomunikasi. Struktur yang dimaksud adalah bahasa dan fungsi adalah tujuan penuturan. Rahardi (2003:74) berpendapat bahwa dari berbagai macam suruhan dapat disimpulkan adanya dua hal yang amat mendasar dalam pembicaraan tindak tutur ini, yakni: (1) adanya tuturan yang bersifat langsung dan (2) adanya tuturan yang pada hakikatnya memang berciri tidak langsung. Tingkat.

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23. sebuah kelangsungan sebuah tuturan dapat diukur berdasarkan besar kecilnya jarak tempuh. Adapun yang dimaksud dengan jarak tempuh dalam hal ini adalah jarak antara titik ilokusi yang secara konseptual berada di dalam diri si penutur, dengan titik tujuan ilokusi yang terdapat dalam diri si mitra tutur. Semakin jauh jarak tempuhnya, akan semakin tidak langsunglah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin dekat jarak tempuhnya akan semakin langsunglah tuturan tersebut. Berdasarkan pendapat Rahardi, tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang memiliki jarak tempuh yang dekat antara titik tolak ilokusi dan titik tujuan ilokusi. Selain itu, Rahardi (2003:75) berpendapat bahwa tingkat kelangsungan sebuah tuturan dapat pula diukur berdasarkan kejelasan pragmatiknya. Adapun kejelasan pragmatiknya adalah kenyataan bahwa semakin tembus pandang maksud sebuah tuturan akan semakin. langsunglah. maksud. tuturan. yang. dimunculkan.. Rahardi. menegaskan kembali bahwa kelangsungan dan tidak langsung sebuah tuturan tergantung kejelasan pragmatik, yaitu semakin tembus pandang maksud, semakin langsunglah sifat tuturan tersebut. Sementara semakin tidak tembus pandang maksud sebuah tuturan, semakin tidak langsunglah sifat tuturan tersebut. Berdasarkan pendapat para ahli di atas tentang tindak tutur langsung dapat disimpulkan bahwa tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang dalam pengungkapannya secara langsung tanpa mengandung kata-kata tersirat seperti perumpamaan, peribahasa atau kata yang mengandung kiasan dalam bertutur..

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24. Contoh: Konteks: dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya pada saat selesai makan. Ibu : “Nak, bawa piring-piringnya ke belakang!” Anak : “Iya, Bu.” Tuturan seorang ibu kepada anaknya di atas, tergolong sebagai tindak tutur langsung karena dalam pengungkapannya secara langsung tanpa mengandung makna-makna tersirat. 2.2.5.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Tindak tutur tidak langsung adalah tuturan yang diutarakan secara tidak langsung biasanya tidak dijawab secara langsung, tetapi harus segera dilaksanakan maksud dan terimplikasi di dalamnya (Wijana, 1996:31). Berdasarkan pendapat Wijana, tindak tutur tidak langsung adalah suatu tuturan yang tidak serta merta dapat dijawab langsung, harus memerhatikan konteks untuk menangkap maksud dan impilkasinya. Yule (2006:95) mengatakan tindak tutur tidak langsung adalah apabila ada hubungan tidak langsung antara struktur dengan fungsi. Berdasarkan pendapat Yule, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung adalah tidak adanya hubungan struktur dan fungsi. Struktur yang dimaksud adalah bahasa dan fungsi adalah tujuan penuturan. Tindak tutur tidak langsung itu harus dimaknai dengan sesuatu yang tersirat atau yang terimplikasi di dalamnya. Makna yang demikian itu dapat diperoleh hanya dengan melibatkan konteks situasi (Rahardi dan Cummings dalam Ida Bagus, 2014:92)..

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25. Berdasarkan pendapat para ahli di atas tentang tindak tutur tidak langsung dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung merupakan tindak tutur yang dalam pengungkapannya secara tidak langsung dan mengandung kata-kata tersirat seperti menggunakan peribahasa, kiasan, atau perumpamaan dalam bertutur, sehingga mitra tutur tidak serta-merta bisa menangkap langsung maksud tuturan dari penutur. Contoh: Konteks: dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya pada saat melihat ruang tamu berantakan. Ibu : “Apa tidak malu jika nanti temanmu datang ke rumah?” Tuturan seorang ibu kepada anaknya di atas, tergolong sebagai tindak tutur tidak langsung karena dalam pengungkapannya menggunakan kalimat tanya, tetapi maknanya tidak sekedar untuk bertanya melainkan secara tidak langsung memerintah anaknya untuk membersihkan ruang tamu. 2.2.5.3 Tindak Tutur Literal Wijana (1996:32) mengatakan tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang dimaksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Contoh: Konteks: dituturkan oleh seorang guru kepada siswanya pada saat siswa selesai menyapu kelas. Guru : “Wah, kelasnya bersih sekali.” Maksud tuturan guru di atas memang untuk memuji kelas yang bersih setelah disapu oleh siswanya..

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26. Berdasarkan pendapat Wijana mengenai tindak tutur literal, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur literal adalah tindak tutur yang di dalamnya memiliki kesamaan antara maksud dan makna kata yang menyusunya. 2.2.5.4 Tindak Tutur Tidak Literal Wijana (1996:32) mengatakan tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Contoh: Konteks: dituturkan oleh seorang guru kepada siswanya pada saat melihat banyak kertas berserakan di dalam kelas. Guru : “Wah, kelasnya bersih sekali.” Maksud tuturan guru di atas ingin mengatakan bahwa kelasnya sangat kotor. Berdasarkan pendapat Wijana mengenai tindak tutur tidak literal, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur antara maksud dan makna kata-kata yang menyusunnya tidak sama. Wijana (1996:33) berpendapat bahwa bila tindak tutur langsung dan tidak langsung disinggungkan (diinterseksikan) dengan tindak tutur literal dan tidak literal, akan didapatkan tindak tutur berikut ini: 2.2.5.5 Tindak Tutur Langsung Literal Wijana (1996:33) berpendapat bahwa tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Contoh: (a) Orang itu sangat pandai. Maksudnya memberitakan orang itu sangat pandai. (b) Buka mulutnya! Maksudnya menyuruh lawan tuturnya membuka mulut. (c) Jam berapa sekarang? Maksudnya menanyakan pukul berapa ketika itu..

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27. Wijana menekankan pada kesamaan antara modus tuturan dan makna dan maksud pengutaraannya. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur langsung literal adalah adanya kesesuaian antara modus tuturan, makna dan maksud pengutaraannya. 2.2.5.6 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal Wijana (1996:34) berpendapat bahwa tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah tindak tutur yang diucapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan yang dimaksudkan penutur. Contoh: (a) Lantainya kotor sekali. Maksudnya tuturan ini tidak hanya sekedar menginformasikan tetapi terkandung maksud memerintah yang secara tidak langsung dengan kalimat berita. (b) Dimana sepatunya? Maksudnya memerintah untuk mengambil sepatu diungkapkan dengan kalimat tanya. Wijana menekankan tindak tutur langsung tidak literal pada modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sama dengan maksud tuturan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung literal merupakan tuturan yang dituturkan dengan bentuk yang tidak sesuai dengan tindakan yang diharapkan tetapi ada kesamaan antara makna literal dengan tindakan yang diharapkan. 2.2.5.7 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal Wijana (1996:34) berpendapat bahwa tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speedh act) adalah tindak tutur yang diutarakan.

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28. dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Contoh: (a) Suaramu bagus kok. Maksudnya suara lawan tuturnya tidak bagus. (b) Kalau makan biar kelihatan sopan, buka saja mulutmu! Maksudnya menyuruh lawan tuturnya yang mungkin dalam hal ini anak, atau adiknya untuk menutup mulut sewaktu makan agar terlihat sopan. Wijana membalikan dari arti tindak tutur tidak langsung literal, yaitu jika tindak tutur tidak langsung literal tidak sesuai antara modus tuturan dan maksud tetapi makna kata-katanya sama dengan maksud tuturan. Sebaliknya tindak tutur langsung tidak literal, yaitu kesesuaian antara modus tuturan dengan maksud. Namun, makna kata-kata yang menyusunnya tidak sama dengan maksud. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diungkapkan sesuai dengan tindakan, tetapi mempunyai maksud lain dari ungkapan yang dituturkan. 2.2.5.8 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal Wijana (1996:35) berpendapat bahwa tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan. Contoh: (a) lantainya bersih sekali. Maksudnya menyuruh membersihkan. (b) Radionya terlalu pelan, tidak kedengaran. Maksudnya menyuruh mengecilkan volume atau mematikan radionya supaya tidak berisik. Wijana menekankan pada ketidaksesuaian antara modus kalimat.

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29. dan makna kalimat dengan maksud pengutaraannya. Maksudnya kebalikan dari apa yang dituturkan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang tidak sesuai antara bentuk dan makna literal dengan tindakan atau maksud yang diharapkan. 2.2.6 Fungsi Tindak Tutur Adapun fungsi dari tindak tutur menurut Ibrahim terbagi menjadi enam jenis, kemudian dari tiap-tiap jenis tindak tutur direktif dibagi menjadi beberapa fungsi yang lebih spesifik sebagai berikut: 1. Fungsi permintaan antara lain meminta, memohon, mendoa, menekan dan mengajak. Fungsi ini digunakan untuk mengungkapkan permintaan supaya mitra tutur ikut atau turut serta. 2. Fungsi pertanyaan antara lain bertanya dan mengintrogasi. Fungsi ini merupakan ungkapan meminta keterangan atau penjelasan tentang suatu hal. 3. Fungsi perintah antara lain menghendaki, mengomando, menuntut,. mendikte,. mengarahkan,. menginstruksikan,. mengatur, dan mensyaratkan. Hal ini berfungsi untuk mengekspresikan perintah atau aturan mengerjakan sesuatu. 4. Fungsi larangan antara lain melarang dan membatasi. Hal ini berfungsi untuk mengekspresikan larangan agar mitra tutur tidak melakukan sesuatu yang tidak diinginkan penutur..

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30. 5. Fungsi pemberian izin antara lain menyetujui, membolehkan, menganugerahi, dan memaafkan. Fungsi ini digunakan penutur untuk menyatakan sepakat, setuju, dan sependapat tentang apa yang diungkapkan oleh mitra tutur. 6. Fungsi nasihat antara lain menasehati, mengkonseling, dan menyarankan. Ini berfungsi mengekspresikan pemberian nasehat atau petuah terhadap kesalahan yang dilakukan oleh mitra tutur. 2.2.7 Konteks Pragmatik Kleden (dalam Sudaryat, 2009:141) mengatakan konteks adalah ruang dan waktu yang spesifik yang dihadapi seseorang atau kelompok orang. Halliday (1994:6) mengemukakan bahwa konteks adalah teks yang menyertai teks. Artinya konteks itu hadir menyertai teks. Kemudian, Kridalaksana (2011:134) mengartikan konteks adalah (1) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait mengait dengan ujaran tertentu, (2) pengetahuan yang samasama memiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham apa yang dimaksud pembicara. Lebih jauh lagi, menurut Brown & Yule (1983) konteks adalah lingkungan atau keadaan tempat bahasa digunakan. Halliday & Hasan (1994) mengatakan secara harfiah konteks berarti “something accompanying text”, yaitu sesuatu yang inheren dan hadir bersama teks, sehingga dapat diartikan konteks sebagai situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Kemudian, menurut Mulyana (2005: 21) konteks dapat dianggap sebagai sebab dan.

(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31. alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Pentingnya konteks dalam pragmatik ditekankan oleh Wijana (1996: 2) menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji makna yang terkait konteks, sementara Searle, Kiefer dan Bierwich dalam Nadar (2009: 5) menegaskan bahwa pragmatics is concerned with the way in which the interpretation of syntactically defind expression depend on the particular conditions of their use in the context (Pragmatik berkaitan dengan interpretasi suatu ungkapan yang dibuat mengikuti aturan sintaksis tertentu dan cara menginterpretasi ungkapan tersebut tergantung pada kondisi-kondisi khusus pengguna ungkapan tersebut dalam konteks). Jadi, dalam melakukan studi pragmatik ataupun bidang kajian pragmatik harus diperhatikan antara penutur, mitra tutur, dan konteks. Ketiga hal ini tidak dapat dipisahkan dalam studi pragmatik. Dari berbagai pendapat di atas, tampak peran konteks dalam kajian pragmatik. Analisis pragmatik sangat bergantung pada konteks. Dengan konteks, petutur dapat menafsirkan tuturan penutur dalam sebuah situasi tutur karena konsep merupakan hal yang dinamis karena pada kenyataannya dunia selalu berubah, dalam arti luas yang memungkinkan partisipan berinteraksi dalam proses komunikasi dan ekpresi linguistik serta interaksi mereka yang dapat dimengerti..

(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32. Dalam buku Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik (Rahardi, 2003:18) menyatakan konteks situasi tuturan yang dimaksud menunjuk pada aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh si penutur maupun oleh mitra tutur, serta aspek-aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai, mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah penuturan tertentu. Maka dengan mendasarkan pada gagasan Leech tersebut, Wijana (1996) dengan tegas menyatakan bahwa konteks yang semacam itu dapat disebut juga konteks situasi pertuturan (speech situational context). Konteks situasi penuturan menurut Geoffrey N. Leech sebagaimana dikutip oleh Wijana (1996:10) seperti yang dikatakan di depan, dapat mencakup aspek-aspek luar kebahasaan seperti berikut ini: (1) Penutur dan lawan tutur, (2) Konteks tuturan, (3) Tujuan tuturan, (4) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, (5) Tuturan sebagai produk tindak verbal. 1. Penutur dan Lawan Tutur Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dsb (Wijana, 1996:10). Rahardi (2003:19) menambahkan bahwa aspek-aspek yang mesti dicermati pada diri penutur maupun mitra tutur di antaranya adalah jenis kelamin, umur, daerah asal, dan latar belakang keluarga serta latar belakang sosial-budaya lainnya yang dimungkinkan menjadi penentu hadirnya makna.

(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33. sebuah tuturan. Dari kedua pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penutur dan lawan tutur dalam berkomunkasi tidak terlepas oleh latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban. Walaupun tidak menutup kemungkinan dapat juga aktivitas komunikasi tidak terikat dari tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban. Tergantung situasi tuturan pada saat itu. 2. Konteks Tuturan Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks bersifat fisik lazim disebut koteks, sedangkan konteks seting sosial disebut konteks. Dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur (Wijana, 1996:11). Wijana menekankan bahwa konteks tuturan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan. Maksudnya, latar belakang pengetahuan memengaruhi kelancaran sebuah komunikasi. Adapun Rahardi (2003:20) menambahkan dengan menyatakan konteks tuturan dapat pula diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (beckground knowledge) yang diasumsikan bersama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu dalam keseluruhan proses bertutur. Geoffrey N. Leech (1983) dalam Rahardi (2003:20) telah menyatakan pandangannya sebagai berikut. “I shall consider context to be any background knowledge assumed to be shared.

(50) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34. by S dan H and which contributes to H’s interpretation of what S mean by a given uterance.” Pengetahuan dan pemahaman jati dirinya adalah semua latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh pelibat pertuturan, jelasjelas akan dapat membantu para pelibat pertuturan itu untuk menafsirkan kandungan pesan atau maksud yang hendak disampaikan di dalam setiap pertuturan. Maksud dari pendapat Rahardi adalah kelancaran dalam interpretasi dari sebuah tuturan baik dari penutur kepada mitra tutur maupun mitra tutur kepada penutur, dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan masing-masing. Mey dalam Nadar (2009) dan Cummings (2005) dikutip oleh Ida Bagus (2014:94) mengemukakan bahwa konteks adalah situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat di pahami. Maksud dari pendapat Mey adalah bahwa konteks merupakan aspek penting bagi penutur dan mitra tutur dalam berinteraksi untuk membantu pemahaman terhadap ujaran masing-masing. Berdasarkan pengertian dari konteks tuturan di atas dapat disimpulkan bahwa konteks tuturan adalah salah satu aspek yang mendukung pemahaman atau penangkapan maksud dari sebuah tindak tutur antara penutur dan mitra tutur dengan melihat latar belakang yang melatari peristiwa tutur antara penutur dan mitra tutur..

(51) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35. 3. Tujuan Tuturan Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama atau sebaliknya. Di dalam pragmatik berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities) (Wijana, 1996:11). Berdasarkan pendapat Wijana, Rahardi (2003:21) menambahkan dengan menyatakan ikhwal tujuan tutur berkaitan sangat erat dengan bentuk-bentuk tuturan yang digunakan seseorang. Dikatakan demikian, pada dasarnya tuturan dari seseorang akan dapat muncul karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tutur yang sudah jelas dan amat tertentu sifatnya. Berdasarkan pendapat Wijana dan Rahardi menekankan pada sebuah maksud. Adanya sebuah tuturan pasti dilatarbelakangi oleh maksud dari tuturan tersebut. Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan tuturan adalah buah atau produk akhir dari sebuah tuturan yang didasari oleh maksud. Tidak mungkin seseorang bertutur tanpa adanya tujuan dan tujuannya pun bermacam-macam. 4. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik. Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya.

(52) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36. yang lebih kongkret dibandingkan dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya. (Wijana, 1996:12).Rahardi (2003:21) menambahkan bahwa tuturan sebagai bentuk tindakan atau wujud dari sebuah aktivitas linguistik, merupakan bidang pokok yang dikaji di dalam ilmu bahasa pragmatik. Karena pragmatik mempelajari tindak verbal yang sungguh-sungguh terdapat dalam situasi dan suasana pertuturan tertentu, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya yang dibicarakan di dalam ilmu bahasa pragmatik bersifat konkret-aktual. Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebuah tuturan menghasilkan tindakan atau sebuah tuturan merupakan bentuk tindakan karena ketika seorang penutur dan lawan tutur dalam bertutur pasti menghasilkan tindakan, baik secara suara, mimik, dan gaya tubuh. 5. Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal Tuturan yang digunakan dalam rangka pragmatik seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenannya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal (Wijana, 1996:12). Berdasarkan pendapat Wijana tersebut, Rahardi (2003:22) menambahkan bahwa tuturan dapat dipandang sebagai produk tindak verbal di dalam aktivitas bertutur sapa. Dapat dikatakan demikian karena pada dasarnya tuturan yang muncul di dalam sebuah proses penuturan itu adalah hasil atau produk dari tindakan verbal dari para pelibat tuturnya, dengan berbagai macam pertimbangan konteks situasi sosial-kultural dan.

(53) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37. aneka. macam. kendala. konteks. yang. melingkupi,. mewarnai,. dan. mewadahinya. Bertolak dari pendapat kedua ahli di atas tersebut dapat disimpulkan bahwa tuturan sebagai produk tindak verbal seperti memerintah, menyuruh, memperingatkan, memberitahu, menyindir, dan menyarankan. Adanya tindak verbal, penutur dan mitra tutur telah melakukan selayaknya aktivitas berkomunikasi. 2.2.8 Tindak Tutur dalam Interaksi Belajar Mengajar Tindak tutur merupakan produk tindak verbal yang terlihat dalam setiap percakapan lisan maupun tertulis antara penutur dnegan lawan tutur, Rohmadi (2004:26). Pendapat tersebut sesuai dengan interaksi yang terjadi antara guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Adanya interaksi antara guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran harus dimanfaatkan dengan baik agar interaksi tersebut dapat menarik minat dan dirasakan bermanfaat bagi siswa. Seorang siswa harus dapat menyadari bahwa dalam bertutur kata dengan orang lain tentunya ada perbedaan antara bertindak tutur kepada temannya atau gurunya. Demikian halnya sebagai seorang guru seharusnya memiliki kecenderungan yang baik dalam bertindak tutur terutama dalam interaksi belajar mengajar, sehingga siswa dapat menginterpretasikan tindak tutur yang dimaksudkan oleh guru secara tepat dan proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan lancar..

Gambar

Tabel 1. Jenis-jenis dan Jumlah Tindak Tutur Bahasa Guru pada  Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karangreja
Tabel  2.  Makna  Pragmatik  Secara  Keseluruhan  dari  Jenis-jenis  Tindak  Tutur Bahasa Guru pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1  Karangreja

Referensi

Dokumen terkait

Semakin tinggi penambahan konsentrasi garam dan konsentrasi asam cuka makanilai pH rusip semakin turun.Kedua perlakuan mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat yang

Sehingga begitu banyak upaya yang dapat dilakukan yaitu mengiventariasi Ruang terbuka hijau privat dan publik untuk dapat diketahui seberapa besar daya serap karbon dalam

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel upah, usia anak terakhir, dan pengeluaran rumah tangga berpengaruh

Dengan segala kesabaran dan usaha yang telah dilakukan selama ini maka skripsi dengan judul Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage, dan Reputasi Underwriter

[r]

16 Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Penjelasan,.... “Takutlah akan kemurkaan Allah kepadamu bila engkau tidak bersabar, dan janganlah panik agar engkau mendapatkan

Karena standar panjang gelombang alat fototerapi untuk penanganan Neonatal Jaundice adalah 460-490 nm, maka panjang gelombang yang dihasilkan LED telah memenuhi syarat

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dengan teknik wawancara, angket, observasi dan dokumentasi kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik deskeriftif