• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ANALISIS DATA"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

ANALISIS DATA

Deskripsi hasil penelitian dalam Bab II ini merupakan analisis data dan pembahasan tentang bentuk dan kelas kata homonimi, kelompok homonimi, jenis homonimi dalam bahasa Jawa.

1. Bentuk Homonimi dalam Bahasa Jawa A. Bentuk Tunggal (Morfem Tunggal)

Bentuk tunggal (morfem tunggal) yaitu bentuk yang tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil dan sudah mampu berdiri sendiri serta memiliki makna.

Berikut adalah homonimi yang berbentuk tunggal. 1) Data 1 (SA)

tata (dirapikan) tata (atur)

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Kamare Andi ketok kemproh merga jarang di tata ‘Kamare Andi kelihatan berantakan karena jarang dirapikan’.

(b) Bocah kok ora isa di tata nakal banget ‘Bocah kok tidak bisa diatur nakal sekali’.

Tata ‘tata’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan merapikan sedangkan tata ‘atur’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan mengarahkan atau memberi petunjuk, dengan demikian tata mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

(2)

Homonimi Tata merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

2) Data 2 (J) pethik ‘petik’

pethik ‘menarik kesimpulan/ intisari’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Kembang mawar kuwi di pethik Gita ‘Bunga mawar itu dipetik Gita’. (b) Bu guru ngendikan supaya buku cerita Malin Kundang di pethik

amanate ‘Bu guru berkata supaya buku cerita Maling Kundang di ambil intisari / amanatnya.

Pethik ‘petik’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan mengambil (pada buah atau bunga) sedangkan petik ‘menarik kesimpulan’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan menyimpulkan, dengan demikian pethik mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi pethik ‘petik’ merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

3) Data 3 (MA)

saka ‘tiang’ saka ‘dari’

(3)

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Pak Darto entuk sepeda motor saka kantore ‘Pak Darto mendapat sepeda motor dari kantornya’.

(b) Omah joglo duwe saka cacahe papat ‘Rumah joglo mempunyai tiang berjumlah empat’.

Saka ‘dari’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan asal sedangkan saka ‘tiang’ pada contoh kalimat kedua menyatakan benda peyangga, dengan demikian saka mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi saka merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

4) Data 4 (SN)

bledug ‘anak gajah’ bledug ‘debu’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Platarane disapu supaya ora bledug ‘Terasnya disapu agar tidak debu’.

(b) Bledug sing cilik kuwi lagi turu ‘Anak gajah yang kecil itu sedang tidur’.

Bledug ‘debu’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan debu sedangkan bledug ‘anak gajah’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan sebutan untuk anak gajah, dengan demikian bledug

(4)

mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi bledug merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

5) Data 5 (RO)

kalong ‘sebutan untuk kelelawar’ kalong ‘kurang’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Katese entek dipangan kalong ‘Pepayanya habis dimakan kelelawar’. (b) Duitku kalong sepuluh ewu kanggo mangan mau ‘Uangku berkurang

sepuluh ribu untuk makan tadi’.

Kalong ‘kelelawar’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen sebuah sebutan untuk kelelawar sedangkan kalong ‘kurang’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan referen keadaan mulai habis atau berkurang, dengan demikian kalong mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi kalong merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

6) Data 6 (SN)

golek ‘jenis wayang dari kayu’ golek ‘cari’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(5)

(b) Anto lungo golek es degan ‘Anto pergi mencari es degan’.

Golek ‘jenis wayang dari kayu’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan jenis dari wayang sedangkan golek ‘cari’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan referen keadaan untuk menemukan atau membeli, dengan demikian golek mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi golek merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

7) Data 7 (Art)

papan ‘lembaran kayu’ papan ‘tempat’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Bapak tumbas papan ning peken ‘Bapak membeli papan (lembaran kayu) dipasar’.

(b) Mangga para tamu sumangga lenggah ing papan ingkang sampun di sediaaken ‘Silahkan para tamu diharapkan duduk di tempat yang sudah disediakan’.

Papan ‘lembaran kayu’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan kayu yang dibelah tipis sedangkan papan ‘tempat’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan referen bagian tertentu dari suatu ruang, dengan demikian papan mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi papan merupakan bentuk tunggal

(6)

sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

8) Data 8 (EY)

luput ‘salah’

luput ‘tidak tercapai’ luput ‘lepas’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Soal sepuluh sing luput pitu ‘Soal sepuluh yang salah tujuh’

(b) Cita-citane dadi polisi luput amarga kurang duwur ‘Cita-citanya menjadi polisi tidak tercapai karena kurang tinggi’

(c) Welute luput amarga lunyu ‘Belutnya lepas karena licin’.

Luput ‘salah’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan ketidakbenaran sedangkan luput ‘tidak tercapai’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan ketidakberhasilan atau kegagalan, serta luput ‘lepas’ pada contoh kalimat ketiga menyatakan lolos, dengan demikian luput mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi luput merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

9) Data 9 (EP)

(7)

jagang ‘menghadiri undangan’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Kene lho jagang karo aku! ‘Sini lho duduk denganku’.

(b) Jenengan di aturi jagang enjing-enjing ‘Anda diminta menghadiri undangan besok pagi’.

Jagang ‘duduk’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan tidak berdiri sedangkan jagang ‘undangan’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan ajakan untuk menghadiri sebuah acara, dengan demikian jagang mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi jagang merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

10) Data 10 (R)

mumet ‘sakit kepala’ mumet ‘bingung’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Jono ora sekolah amarga mumet ‘Jono tidak masuk sekolah karena sakit kapala’.

(b) Aku mumet yen njawab pitakonmu ‘Aku bingung jika menjawab pertanyaanmu’.

(8)

Mumet ‘sakit kepala’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan ketidaksehatan pada kepala sedangkan mumet ‘bingung’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan tidak dapat memahami keterangan atau penjelasan petunjuk, dengan demikian mumet mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.Homonimi mumet merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

11) Data 11 (EP) manuk ‘burung’

manuk ‘kelamin laki-laki’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Pakdhe tuku manuk meneh ‘Pakdhe membeli burung lagi’.

(b) Sesok manuke adik disunat ‘Besok burungnya (kelaminnya) disunat’. Manuk ‘burung’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan binatang burung sedangkan manuk ‘kelamin laki-laki’ pada contoh kalimat kedua menyatakan jenis kelamin laki-laki, dengan demikian manuk mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi manuk merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

12) Data 12 (R) kene ‘sini’ kene ‘kita’

(9)

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Ning kene aku nunggu kowe ‘Disini aku menunggu kamu’.

(b) Sak durunge, kene wis tau ketemu to? ‘Sebelumnya, kita sudah pernah ketemu kan?’.

Kene ‘sini’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan tempat sedangkan kene ‘kita’ pada contoh kalimat kedua menyatakan kesertaan, dengan demikian kene mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi kene merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

13) Data 13 (SB)

ciri ‘tanda’ ciri ‘cacat’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Kancamu kui cirine kaya apa? ‘Temanmu itu tandanya seperti apa?’. (b) Motore Budi kuwi wis ciri aja dituku ‘Motornya Budi itu sudah rusak

jangan di beli’.

Ciri ‘tanda’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan isyarat atau pengenal sedangkan ciri ‘cacat’ pada contoh kalimat kedua menyatakan suatu yang kurang baik, dengan demikian ciri mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi ciri

(10)

merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

14) Data 14 (R)

kaya ‘seperti’ kaya ‘harta’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Rupane Andi sing kaya artis ‘Wajahnya Andi yang seperti artis’. (b) Andi wis budhal golek kaya ‘Andi sudah berangkat mencari harta’.

Kaya ‘seperti’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan kemiripan sedangkan kaya ‘harta’ pada contoh kalimat kedua menyatakan kekayaan, dengan demikian kaya mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi kaya merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

15) Data 15 (RO)

kaca ‘cermin’ kaca ‘halaman’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(11)

(b) Bu Guru ngutus nyinauni kaca sepuluh ‘Bu Guru menyuruh mempelajari halaman sepuluh’.

Kaca ‘cermin’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan alat untuk memantulkan gambar atau bentuk asli sedangkan kaca ‘halaman’ pada contoh kalimat kedua menyatakan urutan muka dari lembaran-lembaran buku, dengan demikian kaca mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi kaca merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

16) Data 16 (Art)

waja ‘gigi’ waja ‘besi / baja’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Simbah priksa ning Puskesmas amarga gerah waja ‘Simbah pergi ke Puskesmas karena sakit gigi’.

(b) Bapak ndandake waja ning tukang las ‘Bapak memperbaiki besi di tukang las’.

Waja ‘gigi’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan organ pencernaan yang berada di rongga mulut berupa tulang-tulang keras sedangkan waja ‘besi / baja’ pada contoh kalimat kedua menyatakan jenis logam yang keras, dengan demikian waja mempunyai

(12)

kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi waja merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

17) Data 17 (Art)

sepet ‘sabut kelapa’ sepet ‘nama rasa’

Kemudian dari data ini diperluas menjadi:

(a) Adik entuk tugas kerajinan gawe sapu saka sepet ‘Adik mendapat tugas kerajinan membuat sapu dari sabut kelapa’.

(b) Salak kuwi rasane sepet ‘Salak itu rasanya sepat’.

Sepet ‘sabut kelapa’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan kulit pelindung pada buah kelapa sedangkan sepet ‘nama rasa’ pada contoh kalimat kedua menyatakan rasa pada indera pengecap, dengan demikian sepet mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi sepet merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

18) Data 18 (Art)

catur ‘empat’

catur ‘jenis permainan’

(13)

(a) Catur wulan kui artine patang sasi ‘Catur wulan itu artinya empat

bulan’.

(b) Bapak lagi maen catur karo Pakdhe ‘Bapak sedang main catur dengan Paman’.

Catur ‘empat’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan bilangan sedangkan catur ‘nama permainan’ pada contoh kalimat kedua menyatakan permainan yang menggunakan bidak diatas papan berwarna hitam dan putih, dengan demikian catur mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi catur merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

19) Data 19 (SB)

onthel ‘sepeda’

onthel ‘kembang kluih’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Aku di tumbaske bapak onthel kanggo mangkat sekolah ‘Saya dibelikan bapak sepeda untuk berangkat sekolah’ dan

(b) Dik Ima nglumpuke onthel kanggo dolanan masak-masakan ‘Dik Ima mengumpulkan bunga kluih untuk bermain masak-masakan’.

Onthel ‘sepeda’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan alat transportasi beroda dua tanpa mesin sedangkan

(14)

onthel ‘kembang kluih’ pada contoh kalimat kedua menyatakan bunga dari pohon kluih, dengan demikian onthel mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi onthel merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

20) Data 20 (SN)

ngasta ‘membawa’ ngasta ‘mengajar’

Kemudian dari data ini diperluas menjadi:

(a) Ibu ngansta jajanan saka pasar ‘Ibu membawa jajanan dari pasar’. (b) Bu Umi saiki ngasta ning kelas lima ‘ Bu Umi sekarang mengajar kelas

lima’.

Ngasta ‘membawa’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan memungut atau memegang kemudian mengangkat sedangkan ngasta ‘mengajar’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan memberikan pengajaran atau memberikan pendidikan, dengan demikian ngasta mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi ngasta merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.

(15)

Bentuk kompleks (morfem kompleks) yaitu bentuk kata yang sudah mengalami perubahan bentuk yang disebabkan melekatnya imbuhan atau afiksasi. Berikut adalah homonimi yang berbentuk kompleks.

1) Data 21 (GA)

mancing ‘mengail ikan’ mancing ‘memprovokasi’

Kemudian dari data ini diperluas menjadi:

(a) Andi mancing ning waduk ‘Andi memancing di waduk’.

(b) Deni kuwi gaweane mancing kerusuan ‘Deni itu kesukaannya memicu kerusuhan’.

Mancing ‘mengail ikan’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan berburu atau menangkap ikan dengan kail sedangkan mancing ‘memprovokasi’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan usaha untuk menimbulkan kericuhan, dengan demikian mancing mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

Dari segi bentuk, homonimi mancing (mengail ikan atau memprovokasi) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (m) dan pancing. Ternyata homonimi mancing ‘memancing’ mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, mancing adalah homonimi yang berbentuk kompleks.

2) Data 22 (GA) ngukur ‘menggaruk’

(16)

ngukur ‘mengukur’

Kemudian dari data ini diperluas menjadi:

(a) Bapak lagi ngukur sirahe ‘Bapak sedang menggaruk kepalanya’. (b) Bapak lagi ngukur dalan ‘Bapak sedang mengukur jalan’.

ngukur ‘menggaruk’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan usaha untuk menghilangkan rasa gatal sedangkan ngukur ‘mengukur’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan membandingkan ukuran (panjang, lebar, luas, tinggi dsb) dengan alat, dengan demikian ngukur mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

Dari segi bentuk, homonimi ngukur (menggaruk dan mengukur) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (ng) dan kukur ‘garuk’ serta nasal (ng) dan ukur. Ternyata homonimi ngukur (menggaruk dan mengukur) mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, ngukur adalah homonimi yang berbentuk kompleks.

3) Data 23 (J) methik ‘memetik’

methik ‘menarik intisari/ kesimpulan’ Kemudian dari data ini diperluas menjadi:

(a) Poppy lagi methik kembang mawar ‘Poppy sedang memetik bunga’. (b) Aku bisa methik isine cerkak ning Jayabaya ‘saya bisa mengambil

(17)

Methik ‘memetik’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan mengambil buah atau bunga beserta tangkainya sedangkan methik ‘menarik kesimpulan’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan kegiatan merangkum untuk mendapatkan pokok bahasan, dengan demikian methik mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

Dari segi bentuk, homonimi methik (memetik dan mengambil kesimpulan) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (m) dan pethik ‘petik’. Ternyata homonimi methik (memetik dan mengambil kesimpulan) mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, methik adalah homonimi yang berbentuk kompleks.

4) Data 24 (J)

nyekel ‘memegang’ nyekel ‘menguasai’

Kemudian dari data ini diperluas menjadi:

(a) Sing nyekel watu kuwi jenenge Supri ‘Yang memegang batu itu bernama Supri’.

(b) Kawasan terminal iki sing nyekel Bang Jarot ‘Kawasan terminal ini yang menguasai Bang Jarot’.

(18)

Nyekel ‘memegang’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan menggenggam sedangkan nyekel ‘menguasai’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan posisi teratas atau pemimpin, dengan demikian nyekel mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

Dari segi bentuk, homonimi nyekel (memegang dan menguasai) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (ny) dan cekel ‘pegang’. Ternyata homonimi nyekel (memegang dan menguasai) mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nyekel adalah homonimi yang berbentuk kompleks.

5) Data 25 (Art) ngelih ‘lapar’ ngelih ‘memindah’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Ayo madang, aku wis ngelih ‘Ayo makan, aku sudah lapar’. (b) Bapak lagi ngelih meja ‘Bapak sedang memindah meja’.

Ngelih ‘lapar’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan perut kosong berasa ingin makan sedangkan ngelih ‘memindah’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan usaha untuk merubah posisi benda ke tempat yang berbeda, dengan demikian ngelih mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

(19)

Homonimi ngelih, pada contoh diatas adalah homonimi yang terjadi pada kata berimbuhan (kompleks) dan kata dasar. Kata ngelih yang bermakna lapar adalah bentuk kata dasar yang bentuknya sama dengan kata ngelih yang merupakan kata berimbuhan yang dibentuk dari kata elih yang mendapat imbuhan nasal ‘ng’ yang bermakna pindah.

6) Data 26 (AH)

nggarap ‘mengerjakan’

nggarap ‘mengerjai/ menjahili’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Adik lagi nggarap PR ning kamar ‘Adik sedang mengerjakan PR di kamar’.

(b) Amarga ulang taun aku karo kanca-kanca nggarap Heru ‘Karena ulang tahun, aku dan teman-teman mengerjai Heru’.

Nggarap ‘mengerjakan’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan usaha untuk menyelesaikan atau membuat sedangkan nggarap ‘menjahili’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan perbuatan mengganggu, dengan demikian nggarap mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

Dari segi bentuk, homonimi nggarap (mengerjakan dan mengerjai/menjahili) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (ng) dan garap ‘olah’. Ternyata homonimi nggarap (mengerjakan dan mengerjai/menjahili) mempunyai

(20)

bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nggarap adalah homonimi yang berbentuk kompleks. 7) Data 27 (RJ)

nembak ‘menembak’

nembak ‘mengutarakan/ menyatakan cinta’ Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Budi nembak manuk ning alas ‘Budi menembak burung di hutan’. (b) Budi lara ati amarga Rudi wis nembak Rita disik ‘Budi sakit hati karena

Rudi sudah menyatakan cinta kepada Rita terlebih dahulu’.

Nembak ‘menembak’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan berburu dengan alat senapan sedangkan nembak ‘mengutarakan/ menyatakan cinta’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan memberitahukan perasaan kepada mitra tutur, dengan demikian nembak mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

Dari segi bentuk, homonimi nembak (menembak dan menyatakan isi hati) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (n) dan tembak ‘tembak’. Ternyata homonimi nembak mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nembak adalah homonimi yan berbentuk kompleks. 8) Data 28 (SN)

mundhut ‘membeli’ mundhut ‘mengambil’

(21)

(a) Joko lunga mundhut sega pecel ‘Joko pergi membeli nasi pecel’. (b) Adik diutus Ibu mundhut sendok ‘Adik disuruh Ibu mengambil sendok’.

mundhut ‘membeli’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan menukar barang dengan sejumlah uang sedangkan mundhut ‘mengambil’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan memungut suatu benda, dengan demikian mundhut mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

Dari segi bentuk, homonimi mundhut (membeli dan mengambil) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah perfiks nasal (m) dan pundhut (beli dan ambil). Ternyata homonimi mundhut (membeli dan mengambil) mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, mundhut adalah homonimi yang berbentuk kompleks.

C. Kelas kata

1. Kelas kata benda (nomina)

Kelas kata benda (nomina) yaitu suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda atau tidak dapat diikuti dengan kata ora ‘tidak’dan rada ‘agak’ serta dapat diikuti kata sifat (ajektiva).

(22)

Omah joglo sing duwe saka cacahe papat ‘Rumah joglo mempunyai tiang berjumlah empat’.

Saka termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

2) Data 4 (SN)

Platarane disapu supaya ora bledug ‘Terasnya disapu agar tidak debu’

Bledug sing cilik kuwi lagi turu ‘Anak gajah yang kecil itu sedang tidur’.

Bledug termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

3) Data 5 (RO)

Katese entek dipangan kalong ‘Pepayanya habis dimakan kelelawar’

Kalong termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

4) Data 6 (SN)

Anto lungo nonton golek ‘Anto pergi menonton golek’.

Golek termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

(23)

5) Data 7 (Art)

Bapak tumbas papan ning peken ‘Bapak membeli papan (lembaran kayu) dipasar’.

Papan termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

6) Data 8 (EY)

Soal sepuluh sing luput pitu ‘Soal sepuluh yang salah tujuh’.

Luput termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

7) Data 9 (EP)

Kene lho jagang karo aku! ‘Sini lho duduk denganku’

Jenengan di aturi jagang enjing-enjing ‘Anda diminta menghadiri undangan besok pagi’.

Jagang termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

8) Data 11 (EP)

Pakdhe tuku manuk meneh ‘Pakdhe membeli burung lagi’.

(24)

Manuk termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

9) Data 13 (SB)

Kancamu kuwi duwe ciri kaya apa? ‘Temanmu itu punya tanda seperti apa?’.

Ciri termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

10) Data 14 (R)

Rupane sing kaya artis ‘Wajahnya yang seperti artis’

Kaya termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

11) Data 15 (RO)

Aku lagi ning ngarep kaca ‘Saya sedang di depan cermin’

Kaca termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

12) Data 16 (Art)

Simbah priksa ning puskesmas amarga gerah waja ‘Simbah pergi ke puskesmas karena sakit gigi’.

(25)

Bapak ndandake waja ning tukang las ‘Bapak memperbaiki besi di tukang las’.

Waja termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

13) Data 17 (Art)

Adik entuk tugas kerajinan gawe sapu saka sepet ‘Adik mendapat tugas kerajinan membuat sapu dari sabut kelapa’.

Sepet termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

14) Data 18 (Art)

Bapak lagi maen catur karo Pakdhe ‘Bapak sedang main catur dengan Paman’.

Catur termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

15) Data 19 (SB)

Aku di tumbaske bapak onthel kanggo mangkat sekolah ‘Saya dibelikan bapak sepeda untuk berangkat sekolah’.

Dik Ima nglumpuke onthel kanggo dolanan masak-masakan ‘Dik Ima mengumpulkan bunga kluih untuk bermain masak-masakan’.

(26)

Onthel termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

16) Data 25 (AH)

Ayo madang, aku wis ngelih ‘Ayo makan, aku suda lapar’.

Ngelih termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’ dan rada ‘agak’.

2. Kelas kata kerja (verba)

Kata kerja (verba) yaitu jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda, atau dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan tidak dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’serta dapat diikuti kata sifat (ajektiva).

1) Data 2 (J)

Kembang mawar kuwi di pethik Gita ‘Bunga mawar itu dipetik Gita’. Bu guru ngendikan supaya buku cerita Maling Kundang di pethik amanate ‘Bu guru berkata supaya buku cerita Maling Kundang di ambil intisari amanatnya.

Pethik adalah kelas kata kerja (verba) karena jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’.

(27)

Kamare Andi ketok kemproh merga jarang di tata ‘Kamare Andi kelihatan berantakan karena jarang dirapikan’.

Bocah kok ora isa di tata nakal banget ‘Bocah kok tidak bisa diatur nakal sekali’.

Tata adalah kelas kata kerja (verba) karena jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’.

3) Data 6 (SN)

Anto lungo golek es degan ‘Anto pergi mencari es degan’.

Golek adalah kelas kata kerja (verba) karena jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’.

4) Data 9 (EP)

Jenengan di aturi jagang enjing-enjing ‘Anda diminta menghadiri undangan besok pagi’.

Jagang adalah kelas kata kerja (verba) karena jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’.

5) Data 20 (SN)

(28)

Bu Umi saiki ngasta ning kelas lima ‘ Bu Umi sekarang mengajar kelas lima’.

Ngasta adalah kelas kata kerja (verba) karena jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’.

6) Data 21 (GA)

Andi mancing ning waduk ‘Andi memancing di waduk’.

Deni kuwi gaweane mancing kerusuan ‘Deni itu kesukaannya memicu kerusuhan’.

Mancing adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’.

7) Data 22 (GA)

Bapak lagi ngukuri sirahe ‘Bapak sedang menggaruk kepalanya’. Bapak lagi ngukuri dalan ‘Bapak sedang mengukur jalan’.

Ngukuri adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’.

8) Data 23 (J)

(29)

Aku bisa methik isine cerkak ning Jayabaya ‘Saya bisa mengambil kesimpulan isi cerkak di Jayabaya’.

Methik adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’.

9) Data 24 (J)

Sing nyekel watu kuwi jenenge Supri ‘Yang memegang batu itu bernama Supri’.

Kawasan terminal iki sing nyekel Bang Jarot ‘Kawasan terminal ini yang

memegang Bang Jarot’.

Nyekel adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’.

10) Data 25 (AH)

Bapak lagi ngelih meja ‘Bapak sedang memindah meja’.

Ngelih adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’.

11) Data 26 (AH)

(30)

Amarga ulang taun aku karo kanca-kanca nggarap si Heru ‘Karena ulang tahun, aku dan teman-teman mengerjai si Heru’.

Nggarap adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’.

12) Data 27 (RJ)

Budi nembak manuk ning alas ‘Budi menembak burung di hutan’.

Budi lara ati amarga Rudi wis nembak Rita disik ‘Budi sakit hati karena Rudi sudah mengutarakan isi hati kepada Rita terlebi dahulu’.

Nembak adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’.

3. kelas kata sifat (ajektiva)

Kata sifat (ajektiva) merupakan kata yang menyatakan keadaan, dapat diikuti kata banget ‘banget’ dan rada ‘agak’.

1) Data 5 (RO)

Duitku kalong sepuluh ewu kanggo mangan mau ‘Uangku berkurang sepuluh ribu untuk makan tadi’.

Kalong adalah kelas kata sifat (ajektiva) karena merupakan kata yang menyatakan keadaan, serta dapat diikuti kata rada dan banget.

(31)

Soal sepuluh sing luput pitu ‘Soal sepuluh yang salah tujuh’.

Luput adalah kelas kata sifat (ajektiva) karena merupakan kata yang menyatakan keadaan, serta dapat diikuti kata rada dan banget.

3) Data 10 (R)

Jono ora sekolah amarga mumet ‘Jono tidak masuk sekolah karena sakit kapala’.

Aku mumet yen Jawab pitakonmu ‘Aku bingung jika menjawab pertanyaanmu’.

Mumet adalah kelas kata sifat (ajektiva) karena merupakan kata yang menyatakan keadaan, serta dapat diikuti kata rada dan banget.

4) Data 13 (SB)

Motore Budi kuwi wis ciri aja dituku ‘Motornya Budi itu sudah rusak jangan di beli’.

Ciri adalah kelas kata sifat (ajektiva) karena merupakan kata yang menyatakan keadaan, serta dapat diikuti kata rada dan banget.

5) Data 17 (Art)

Salak kuwi rasane sepet ‘Salak itu rasanya sepat’.

Sepet adalah kelas kata sifat (ajektiva) karena merupakan kata yang menyatakan keadaan, serta dapat diikuti kata rada dan banget.

4. Kelas kata tugas

Kata Tugas merupakan kata yang bisa menjelaskan atau memberi keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata sifat, atau kata tugas itu sendiri.

(32)

1) Data 3 (MA)

Pak Darto entuk sepeda motor saka kantore ‘Pak Darto mendapat sepeda motor dari kantornya’.

Saka adalah kelas kata tugas karena bisa menjelaskan atau memberi keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata sifat, atau kata tugas itu sendiri.

2) Data 7 (Art)

Mangga para tamu sumangga lenggah ing papan ingkang sampun di sediaaken ‘Silahkan para tamu diharapkan duduk di tempat yang sudah disediakan’.

Papan adalah kelas kata tugas karena bisa menjelaskan atau memberi keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata sifat, atau kata tugas itu sendiri.

3) Data 8 (EY)

Citane dadi polisi luput amarga kurang duwur ‘Cita-citanya menjadi polisi tidak tercapai karena kurang tinggi’.

Luput adalah kelas kata tugas karena menjelaskan atau memberi keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata sifat, atau kata tugas itu sendiri.

4) Data 12 (R)

(33)

Kene adalah kelas kata tugas karena menjelaskan atau memberi keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata sifat, atau kata tugas itu sendiri.

5) Data 14 (R)

Andi wis budhal golek kaya ‘Andi sudah berangkat mencari harta’.

Kaya adalah kelas kata tugas karena menjelaskan atau memberi keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata sifat, atau kata tugas itu sendiri.

5. Kelas kata bilangan

Kelas kata bilangan merupakan suatu jenis kata yang menunjukkan suatu jumlah, tingkatan, atau urutan.

1) Data 18 (Art)

Catur wulan kui artine patang sasi ‘Catur wluan itu artinya empat bulan’.

Catur adalah kelas kata bilangan karena menunjukkan suatu jumlah, tingkatan, atau urutan.

2) Data 15 (RO)

Bu Guru ngutus nyinauni kaca sepuluh ‘Bu Guru menyuruh mempelajari halaman sepuluh’.

Kaca adalah kelas kata bilangan karena menunjukkan suatu jumlah, tingkatan, atau urutan.

(34)

Seperti halnya sinonimi dan antonimi, maka relasi homonimi berlaku dua arah. Disamping itu homonimi juga dapat dikelompokan menjadi empat jenis yaitu:

A. Homonimi antarmorfem 1) Data 29 (AS)

tukua ‘belilah’ tukua ‘umpama beli’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Tukua obat ning apotik! ‘Belilah obat di apotik!’.

(b) Tukua sing anyar sisan ‘Seumpama beli yang baru sekalian.

Pada contoh kalimat pertama tukua menyatakan perintah untuk membeli karena tidak unsur pernyataan untuk memilih, sedangkan tukua pada contoh kalimat kedua merupakan opsi atau pilihan untuk membeli karena terdapat pernyataan pilihan antara baru dan bekas.

2) Data 30 (AS)

bukune ‘bukunya’ (buku orang itu)

bukune ‘bukunya’ (buku tertentu/ buku itu) Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Bukune Hendra keri nang kelas ‘Bukunya Hendra ketinggalan di meja’.

(b) Arep sinau tapi bukune urung ana ‘Mau belajar tapi bukunya belum ada’.

Pada contoh kalimat pertama kata bukune menyatakan makna kepemilikan dari buku tersebut karena diikuti dengan subjek, sedangkan bukune pada

(35)

kalimat kedua bermakna buku tertentu karena tidak terdapat subjek dalam kalimat tersebut.

3) Data 31

sapine ‘sapinya’ (sapi orang itu) sapine ‘sapinya’ (sapi tertentu)

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Sapine Ujang manak telu ‘Sapinya Ujang beranak tiga’.

(b) Sapine mangan suket ning lapangan ‘Sapinya memakan rumput

dilapangan’.

Pada contoh kalimat pertama kata sapine menyatakan makna kepemilikan karena diikuti dengan subjek, sedangkan sapine pada kalimat kedua bermakna sapi tertentu karena tidak terdapat subjek dalam kalimat tersebut.

4) Data 32 (AS)

gawake‘bawakan’ (bawakan)

gawake ‘bawakan’ (umpama membawa) Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Yen rene gawake bukuku ya! ‘Jika kesini bawakan bukuku ya!’.

(b) Gawake apa penake ya? ‘Seumpama bawa apa enaknya ya?’

Pada contoh kalimat pertama gawake ‘bawakan’ menyatakan perintah untuk membawa karena tidak ada unsur pilihan dalam kalimat tersebut, sedangkan gawake ‘bawakan’ pada contoh kalimat kedua merupakan opsi

(36)

atau pilihan untuk membawa karena pada kalimat tersebut tidak terdapat kepastian apa yang akan dibawa.

5) Data 33 (AS)

tukokna ‘belikan’ (belikan)

tukokna ‘belikan’(umpama membeli)

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Tukokna es campur ning warung ‘Belikan es campur di warung’. (b) Tukokna hape Cina wae luwih murah ‘Umpama beli hape Cina saja

lebih murah’.

Pada contoh kalimat pertama tukokna menyatakan perintah untuk membeli karena dalam kalimat tersebut tidak terdapat unsur pilihan, sedangkan tukokna pada contoh kalimat kedua merupakan opsi atau pilihan untuk membeli karena mengandung pernyataan murah dan mahal.

B. Homonimi antarkata 1) Data 5 (RO)

kalong ‘kurang’

kalong ‘nama jenis binatang’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Duitku kalong limangewu ‘Uang saya berkurang lima ribu’. (b) Katese entek dipangan kalong ‘Pepayanya habis dimakan kalong’.

Kalong ‘kurang’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan mulai habis sedangkan kalong ‘nama jenis

(37)

bintang’ pada contoh kalimat kedua menyatakan binatang kelelawar, dengan demikian kalong mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. 2) Data 34 (Art)

serat ‘surat’

serat ‘garis-garis pada daging buah atau binatang’ Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Budhe Wati lagi maos serat saking mbak Yanti ‘budhe Wati sedang membaca surat dari mbak Yanti’.

(b) Nanas kuwi akeh ngandung serat ‘Nanas itu banyak mengandung serat’.

Serat ‘surat’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan sebuah pesan yang ditulis pada kertas sedangkan serat ‘garis-garis pada daging buah atau binatang’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan jaringan berupa benang pada binatang dan tumbuhan, dengan demikian serat mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

3) Data 35 (AH) pedhot ‘putus’

pedhot ‘sudah tidak berhubungan’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Benang layangane pedhot ‘Benang layangannya putus’

(b) Rudi wis pedhot karo pacare ‘Rudi sudah tidak berhubungan dengan pacanya’.

(38)

Pedhot ‘putus’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan lepas sedangkan pedhot ‘sudah tidak berhubungan’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan yang tanpa adanya ikatan, dengan demikian pedhot mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

4) Data 36 (DA) duka ‘marah’ duka ‘tidak tahu’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Mengko yen ibu duka kepriye, mbak? ‘nanti kalau ibu marah bagaimana mbak?’.

(b) Bocah ditakoni kok mung duka wae ‘anak di tanya kok tidak tahu terus’. Duka ‘marah’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan emosi tidak senang sedangkan duka ‘tidak tahu’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan ketidaktahuan, dengan demikian duka mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

5) Data 37 (F)

pandung ‘pangling’ pandung ‘maling’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Kula rade pandung panjenengan punika sinten? ‘Saya sedikit pangling anda itu siapa?

(39)

(b) Mrika punika kathah pandung, mila kedah ngantos-atos ‘Disana itu banyak maling, makanya yang hati-hati’.

Pandung ‘pangling’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menunjukkan keadaan lupa atau tidak mengenal lagi sedangkan pandung ‘maling’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan mengambil milik orang lain tanpa ijin, dengan demikian pandung mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

6) Data 38 (SB)

kowe ‘sebutan untuk anak monyet’ kowe ‘kamu’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Kowe kuwi buntute dawa ‘Kowe (anak monyet) itu ekornya panjang’. (b) Kowe aja nakal ‘Kamu jangan nakal’.

Kowe ‘anak monyet’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan anak dari binatang monyet sedangkan kowe ‘kamu’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan anda atau pihak kedua, dengan demikian kowe mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

7) Data 39 (Art) enggal ‘cepat’ enggal ‘baru’

(40)

(a) Mangga ingkang dereng gadhah enggal tumbas ‘Silahkan yang belum punya cepat beli’.

(b) Sendale Bapak ingkang enggal klintu kaliyan sendale tiyang ‘Sendal Bapak yang baru tertukar dengan sandal orang’.

Enggal ‘cepat’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan waktu yang terbatas sedangkan enggal ‘baru’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan hal yang belum pernah ada, dengan demikian kowe mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

C. Homonimi antarfrasa 1) Data 40 (RJ)

wong pinter ‘ orang yang cerdas’ wong pinter ‘paranormal’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Adik di utus Bapak sinau supaya dadi wong pinter ‘Adik disuruh Bapak belajar agar jadi orang yang cerdas’.

(b) Budi di gawa marang wong pinter amarga kesurupan ‘Budi dibawa ke paranormal karena kesurupan’.

Wong pinter ‘orang yang cerdas’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan orang yang terpelajar dan wong pinter ‘paranormal’ pada contoh kalimat kedua menyatakan orang yang berpengetahuan atau paham dengan hal klenik, dengan demikian wong pinter mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

(41)

wong tua ‘ayah dan ibu’

wong tua ‘orang yang berusia lebih tua’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Amarga kecelakaan kuwi Budi saiki ora duwe wong tua ‘Karena kecelakaan itu Budi sekarang tidak punya ayah dan ibu’.

(b) Kita kudu ngormati wong tua ‘Kita harus menghormati orang yang berusia lebih tua’.

Wong tua ‘ayah dan ibu’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan orang yang melahirkan kita dan wong tua ‘orang yang berusia lebih tua’ pada contoh kalimat kedua menyatakan rentang usia yang lebih tua dari kita, dengan demikian wong tua mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

3) Data 42 (EY)

kandhang menjangan ‘kandang binatang menjangan’

kandhang menjangan ‘sebutan untuk markas kopasus di Solo’ Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Bapak lagi nggawe kandhang menjangan ‘Bapak sedang membuat kandang menjangan’.

(b) Wingi ana konser ning kandhang menjangan ‘Kemarin ada konser di markas kopasus Solo’.

Kandang menjangan ‘kandang binatang menjangan’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan kandang dari binatang menjangan dan kandhang menjangan ‘markas Kopasus’ pada

(42)

contoh kalimat kedua menunjukkan sebutan yang dikenal untuk markass Kopasus di Solo, dengan demikian kandhang menjangan mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

4) Data 43 (FH)

lukisan Luki ‘lukisan wajah Luki’ lukisan Luki ‘lukisan karya Luki’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Pak Karta lagi gawe lukisan Luki ‘Pak Karta sedang membuat lukisan Luki’.

(b) Lukisan Luki wis payu wingi ‘Lukisan Luki sudah laku kemarin’.

Lukisan Luki ‘lukisan Luki’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan gambaran dari wajah Luki dan lukisan Luki ‘lukisan Luki’ pada contoh kalimat kedua menyatakan lukisan tersebut adalah karya dari Luki, dengan demikian lukisan Luki mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

5) Data 44 (DC)

buntut urang ‘ekor udang’

buntut urang ‘sebutan bagian rambut’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Ibu lagi mbuang buntut urang ‘Ibu sedang membuang buntut urang’. (b) Rambute adik ana buntut urange ‘Rambutnya adik ada rambut yang

(43)

Buntut urang ‘ekor udang’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan bagian ekor dari binatang (udang) dan buntut urang ‘sebutan bagian rambut’ pada contoh kalimat kedua menyatakan bagian rambut yang memanjang di belakang kepala, dengan demikian buntut urang mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. 6) Data 45 (DC)

kandhang sapi ‘kandhang binatang sapi’ kandhang sapi ‘nama tempat di Solo’

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Pakdhe lagi ana ning kandhang sapi ‘Paman sedang berada dikandhang sapi’.

(b) Pakdhe ajeng priksa ning Dokter Oen Kandhang sapi ‘paman akan periksa di Dokter Oen Kandhang sapi’.

Kandhang sapi ‘kandang binatang sapi’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan kandang dari binatang sapi dan kandhang sapi ‘nama daerah’ pada contoh kalimat kedua menyatakan nama tempat atau daerah di Solo, dengan demikian kandhang sapi mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.

D. Homonimi antarkalimat 1) Data 46 (DC)

(44)

(a) Bapak lagi ana ning kandhang sapi ‘Bapak sedang berada di kandang sapi’, dengan parafrasa menjelaskan bahwa Bapak sedang berada di kandang Binatang sapi

(b) Bapak lagi ana ning Kandhang sapi ‘Bapak sedang berada di kandang sapi’, dengan parafrasa menerangkan bahwa Bapak sedang di daerah yang bernama Kandhang sapi.

Dengan demikian kalimat ini memiliki kegandaan makna atau berhomonimi.

2) Data 47 (DC)

Bojone tentara sing nakal kui lunga ‘Istinya tentara yang nakal itu pergi’ (a) Bojone tentara sing nakal kui lunga ‘Istinya tentara yang nakal itu

pergi’, dengan parafrasa bahwa yang nakal adalah istri tentara.

(b) Bojone tentara sing nakal kuwi lunga ‘istrinya tentara yang nakal itu pergi’, dengan parafrasa bahwa yang nakal adalah tentaranya.

Dengan demikian kalimat ini mempunyai kegandaan makna atau berhomonimi.

3) Data 48 (DC)

Motor Lurah sing anyar ‘Motor Kepala Desa yang baru’

(a) Motor Lurah sing anyar ‘Motor Kepala Desa yang baru’, dengan parafrasa motor baru milik Kepala desa.

(b) Motor Lurah sing anyar ‘Motor Kepala Desa yang baru’, dengan parafrasa Kepala Desa yang baru saja di angkat.

(45)

Dengan demikian kalimat ini memiliki kegandaan makna atau berhomonimi.

4) Data 49 (GA)

Santi duwe duwit sepuluh ewunan ‘Santi mempunyai uang sepuluh ribuan’ (a) Santi duwe duwit sepuluh ewunan ‘Santi mempunyai uang sepuluh

ribuan’, dengan parafrasa uang Santi sejumlah sepuluh ribu.

(b) Santi duwe duwit sepuluh ewunan ‘Santi mempunyai uang sepuluh ribuan’, dengan parafrasa uang Santi sepuluh lembar pecahan seribuan. Dengan demikian kalimat ini memiliki kegandaan makna atau berhomonimi.

5) Data 50 (GA)

Pidato Presiden sing terakir ‘pidato Presiden yang terakhir’.

(a) Pidato Presiden sing terakir ‘pidato Presiden yang terakhir’, dengan parafrasa pidato yang terakhir dari Presiden.

(b) Pidato Presiden sing terakir ‘pidato Presiden yang terakhir’, dengan parafrasa pidato dari presiden yang terakhir.

Dengan demikian kalimat ini memiliki kegandaan makna atau berhomonimi.

3 Jenis Homonimi

Disamping homonimi adapula istilah homofoni dan homografi. Ketiga istilah ini biasanya dibicarakan bersama karena ada kesamaan objek pembicaraan. Berikut adalah beberapa contoh bentuk homofoni dan homografi.

(46)

Homofoni adalah dua leksem yang atau lebih yang pelafalan dan pengucapannya sama, tulisan berbeda, arti leksikalnya berbeda.

1) Data 51 (SN) pang dan punk

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Manuk kuwi lagi menclok ning pang ‘Burung itu sedang hinggap di ranting’.

(b) Bocah punk kuwi lagi ngamen ‘Anak punk itu sedang ngamen’.

Pang dan punk memiliki pelafalan yang sama namun cara penulisannya berbeda, dan makna leksikalnya juga berbeda, kata pang yang bermakna ranting yang berasal dari bahasa Jawa dan kata punk yang bermakna orang yang ingin menunjukkan jatidiri dan hidup dengan cara mereka sendiri adalah kata serapan dari bahasa asing. Dengan demikian pang dan punk berhomofoni.

2) Data 52 (SN) dewe dan dhewe

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi: (a) Toni lagi makan dewe ‘Toni sedang makan sendiri. (b) Toni awake gedhe dhewe ‘Toni tubuhnya paling besar’.

Dewe dan dhewe memiliki pelafalan yang sama namun cara penulisannya berbeda, dan makna leksikalnya juga berbeda, kata dewe yang

(47)

bermakna sendiri dan kata dhewe yang bermakna paling. Dengan demikian pang dan punk berhomofoni.

3) Data 53 (EP) rok dan rock

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Anin ditumbaske ibuk rok anyar ‘Anin dibelikan ibu rok baru’.

(b) Amir lagi ngrungoke musik rock ‘Amir sedang mendengarkan musik rock’.

Rok dan rock memiliki pelafalan yang sama namun cara penulisannya berbeda, dan makna leksikalnya juga berbeda, kata rok yang bermakna busana wanita yang berasal dari bahasa Jawa dan kata rock yang bermakna sebuah aliran bermusik adalah kata serapan dari bahasa asing. Dengan demikian rok dan rock berhomofoni.

4) Data 54 (EP) kopi dan copy

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Bapak lagi ngunjuk kopi ‘Bapak sedang minum kopi’. (b) Pilme lagi tak copy telu ‘Pilmnya baru saya copy tiga’.

Kopi dan copy memiliki pelafalan yang sama namun cara penulisannya berbeda, dan makna leksikalnya juga berbeda, kata kopi yang bermakna minuman berwarna hitam dan kata copy yang bermakna memperbanyak adalah kata serapan dari bahasa asing. Dengan demikian kopi dan copy berhomofoni.

(48)

5) Data 55 (DA) ben dan band

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi: (a) Adusa sik ben wangi ‘Mandilah dulu agar wangi’. (b) Sesuk ayo latiyan band ‘Besok ayo berlatih band’.

Ben dan band memiliki pelafalan yang sama namun cara penulisannya berbeda, dan makna leksikalnya juga berbeda, kata ben yang bermakna biar atau supaya dan kata band yang bermakna sebuah grub musik adalah kata serapan dari bahasa asing. Dengan demikian ben dan band berhomofoni. B. Homografi

Homografi adalah dua leksem atau lebih yang sama tulisannya sama, pelafalannya berbeda, dan arti leksikalnya berbeda.

1) Data 56 (LD)

pêthêl dan pêthèl

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Bejo kui nek mergawe Pêthêl ‘Bejo itu kalau bekerja rajin’.

(b) Bejo mecah kayu nganggo Pêthèl ‘ Bejo membelah kayu dengan kampak’.

Pada kata pêthêl vokal (e) dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada Pêthèl kosa kata kedua vokal (e) pengucapannya sama dengan kata bebek pada suku kata kedua, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda yaitu pêthêl bermakna

(49)

rajin karena memiliki fitur semantik giat dan semangat sedangkan Pêthèl bermakna sejenis kapak karena memiliki fitur semantik alat dan kayu. Dengan demikian pêthêl dan Pêthèl berhomografi.

2) Data 57 (LD) gêgêr dan gègèr

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Bapak lagi ngukuri gêgêr ‘Bapak sedang menggaruk punggung’.

(b) Dik Raka karo Nana gègèr amarga rebutan yoyo ‘Dik Raka sama Nana ribut karena rebutan yoyo’.

Pada kata gêgêr vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada gègèr vokal (e) pengucapannya sama dengan kata bebek, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda, yaitu gêgêr pada bermakna punggung karena memiliki fitur semantik bagian tubuh sedangkan gègèr bermakna ribut karena memiliki fitur semantik ramai dan ricuh. Dengan demikian gêgêr dan gègèr berhomografi.

3) Data 58 (LD)

lêmpêr dan lèmpèr

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Simbah lagi dahar lêmpêr ‘Simbah sedang makan lemper’.

(b) Ibu ngulek sambel nganggo lèmpèr ‘Ibu sedang menghaluskan sambal memakai lemper’.

(50)

Pada kata lêmpêr vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada lèmpèr vokal (e) pengucapannya sama dengan kata bebek, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehinga maknanya menjadi berbeda. Pada kata lêmpêr bermakna makanan kecil dari ketan karena karena memiliki fitur semantik sejenis makanan sedangkan lèmpèr bermakna alat dapur karena memiliki fitur semantik alat buatan manusia dan penghalus bumbu. Dengan demikian lêmpêr dan lèmpèr berhomografi.

4) Data 59 (LD)

kêsêt, kèsèt dan kêsèt

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Piringe dikumbah nganti kêsêt ‘Piringnya dicuci sampai tidak keset (tidak licin)’.

(b) Sak durunge melbu omah kèsèt disik ‘Sebelum masuk rumah keset dulu’.

(c) Anto kuwi bocahe kêsèt ‘Anto itu ananknya malas’.

Pada kata kêsêt vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada kèsèt vokal (e) pengucapannya sama dengan kata bebek, sedangkan untuk kata kêsèt vokal (e) pada suku kata pertama pengucapannya sama dengan kata bedak, dan (e) pada suku kata kedua pengucapannya sama dengan kata bebek, ketiganya mempunyai tulisan

(51)

persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda. Pada kata kêsêt bermakna tidak licin karena memiliki fitur semantik kering dan kasar dan kèsèt bermakna pengesat kaki karena memiliki fitur semantik alat dan pembersih sedangkan kêsèt bermakna malas karena memiliki fitur semantik lemas dan tidak semangat. Dengan demikian kêsêt, kèsèt dan kêsèt berhomografi.

5) Data 60 (DC)

gêndhêng dan gêndhèng

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Joko gêndhêng amarga kalah judi ‘Joko gila karena kalah judi’ (b) Joko mecahke gêndhèng telu ‘Joko memecahkan genting tiga’.

Pada kata gêndhêng vokal (e) pengucapanya sama dengan kata bedak, sedangkan pada gêndhèng vokal (e) pengucapannya sama dengan kata bebek pada suku kata kedua, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda. Pada kata gêndhêng bermakna gila karena memiliki fitur semantik gangguan pada jiwa sedangkan gêndhèng bermakna genting memiliki fitur semantik benda buatan manusia dan atap rumah. Dengan demikian gêndhêng dan gêndhèng berhomografi.

6) Data 61 (Art)

cêmêng dan cêmèng

(52)

(a) Tiyang punika ngagem busana cêmêng ‘Orang itu memakai busana hitam’.

(b) Aku sowan budhe arep nyuwun cêmèng loro ‘Saya mengunjungi budhe akan meminta anak kucing dua’.

Pada kata cêmêng vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada cêmèng pada vokal (e) pengucapannya sama dengan kata bebek pada suku kata kedua, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda. Pada kata cêmêng bermakna hitam karena memiliki fitur semantik warna sedangkan cêmèng bermakna anak kucing karena memliki fitur semantik nama hewan. Dengan demikian cêmêng dan cêmèng berhomografi.

7) Data 62 (Art)

mêri dan mèri

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Yen duwe mêri kudu dikandhangake ‘Jika mempunyai anak bebek harus di kandangkan’.

(b) Kowe ora perlu mèri karo adhimu ‘Kamu tidak perlu iri dengan adikmu’.

Pada kata mêri vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada mèri vokal (e) pengucapannya sama dengan kata bebek, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda. Pada kata mêri bermakna itik atau anak bebek

(53)

karena memiliki fitur semantik nama hewan sedangkan mèri bermakna iri karena memiliki fitur semantik sifat manusia dan tidak adil. Dengan demikian mêri dan mèri berhomografi.

8) Data 63 (DA)

êmut dan émut

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Permene adik di êmut kancane ‘ permennya adik di kulum temannya’. (b) Simbah mboten émut yen sakniki dinten senen ‘Simbah tidak ingat jika

sekarang hari senin’.

Pada kata êmut vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada émut vokal (e) pengucapannya sama dengan kata becak, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda. Pada kata êmut pada bermakna kulum karena memiliki fitur semantik melakukan kegiatan dan mulut sedangkan émut bermakna lupa karena memiliki fitur semantik hilang. Dengan demikian êmut dan émut berhomografi.

9) Data 64 (DA)

ndêrês dan ndèrès

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Sing ndêrês ning masjid kuwi pak kyai ‘Yang mengaji di masjid itu pak kyai’.

(54)

(b) Pakdhe lagi ndèrès siwalan kanggo gawe gula ‘Pakdhe sedang mengambil nira siwalan untuk membuat gula’.

Pada ndêrês vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada ndèrès vokal (e) pengucapannya sama dengan kata bebek, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda. Pada kata ndêrês bermakna mengaji karena memiliki fitur semantik religi, membaca atau mengahafalkan sedangkan ndèrès bermakna mengambil nira karena memiliki fitur semantik perbuatan dan air nira. Dengan demikian ndêrês dan ndèrès berhomografi.

10) Data 65 (GA)

kêcap dan kécap

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Wong kuwi yen mangan kêcape banter ‘Orang itu saat makan bersuara keras’.

(b) Aku di utus ibu tumbas kécap s disuruh ibu membeli kecap’.

Pada kata kêcap vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada kécap vokal (e) pengucapannya sama dengan kata becak, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda. Pada kata Kêcap bermakna suara yang dihasilkan ketika makan karena memiliki fitur semantik suara dan mulut sedangkan kécap bermakna bumbu masakan karena memiliki fitur semantik

(55)

benda buatan manusia bumbu. Dengan demikian Kêcap dan kécap berhomografi.

11) Data 66 (GA)

kêcapi dan kécapi

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Jumari dolanan kêcapi ning kamar ‘Jumari bermain kecapi dikamar’. (b) Lele bakare dikécapi supaya gurih ‘Lelenya diberi kecap supaya gurih’.

Pada kata kêcapi vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan kata bedak, sedangkan pada kécapi vokal (e) pengucapannya sama dengan kata becak, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda. Pada kata kêcapi bermakna alat musik dan bunyi karena memilik fitur semantik benda buatan manusia sedangkan kécapi bermakna memberi kecap atau bumbu masakan karena memiliki fitur semantik melakukan perbuatan dan kecap. Dengan demikian Kêcapi dan kécapi berhomografi.

12) Data 67 (DC)

sabên dan sabén

Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:

(a) Sabên dina senen wajib upacara ‘Setiap hari senin wajib upacara’.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Prinsip kerja dari densitometer yang dibuat adalah dari lampu LED yang menembus film radiografi ditangkap oleh sensor photodioda, tegangan yang terbentuk pada

Contoh penerapan modelling dalam bimbingan dan konseling yaitu pada studi yang dilakukan oleh Kris- phianti, Hidayah, & Irtadji (2016) yang membuktikan bahwa teknik storytelling

Besarnya tarif retribusi jasa pengelolaan pasar tradisional disesuaikan dengan kelas pasarnya, sebagaimana yang tertuang pada Peraturan Bupati Bogor Nomor 12 Tahun

Pengembangan penelitian roket di Indonesia sedikit demi sedikit telah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan Dengan perkembangan teknologi roket yang cukup dewasa ini,

Untuk itu, para ahli CBT (NACBT, 2007) menganggap bahwa aspek kognitif harus menjadi aspek yang utama dalam melakukan terapi. Hal ini dikarenakan suatu kondisi psikis

Pengertian lain mengenai merek yang dipandang lebih lengkap yaitu pengertian merek menurut Philip kotler (1997) bahwa merek sebenarnya merupakan janji dari penjual untuk

Dengan memperhatikan berbagai pendapat yang berkaitan dengan penelitian hadis, baik yang berkaitan dengan penelitian sanad maupun penelitian matan, dapat disimpulkan

Kerangka aksial (sumbu) yang terdiri dari tengkorak, tulang belakang, dan iga pada hewan yang memilikinya; dan kerangka apendikular (tambahan) yang disusun oleh