• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS TERAPI MENGGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HIDUP WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS TERAPI MENGGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HIDUP WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA YOGYAKARTA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1

EFEKTIVITAS TERAPI MENGGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HIDUP WARGA BINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA YOGYAKARTA

ZUL CHAIRANI

Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Email: nha_ran@yahoo.com

INTISARI

Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas dari terapi menggambar untuk meningkatkan kebermaknaan hidup warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, berstatus narapidana, yang terdiri dari wanita dan pria. Subjek dipilih berdasarkan randomisasi yang diukur dengan menggunakan skala kebermaknaan hidup berdasarkan aspek-aspek kebermaknaan hidup dari Frankl, dkk (Koeswara, 1992). Subjek dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, kelompok eksperimen berjumlah 4 orang dan kelompok kontrol berjumlah 5 orang. rancangan penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest control group design. Subjek diberi perlakuan berupa terapi menggambar yang terdiri dari tiga tahapan antara lain adalah warm up, mindfulness, dan drawing. Terapi menggambar ini dilakukan sebanyak 6 kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi menggambar efektif meningkatkan kebermaknaan hidup warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Yogyakarta. Aspek-aspek kebermaknaan hidup yang terpengaruh oleh terapi menggambar yaitu, makna hidup, kepuasan hidup, sikap terhadap kematian, pikiran tentang bunuh diri dan kepantasan untuk hidup. Meskipun begitu, hanya dua aspek yang memberikan sumbangan skor terbesar yaitu, makna hidup 29% dan kepuasan hidup 26%. Dengan demikian, makna hidup dan kepuasan hidup berpengaruh terhadap meningkatnya kebermaknaan hidup secara bersama-sama sebesar 55%.

(2)

2

EFECTIVENESS OF DRAWING THERAPY TO INCREASE THE MEANING OF LIFE PRISONERS IN NARCOTICS PRISON OF CLASS IIA

YOGYAKARTA

ZUL CHAIRANI

Faculty of Psychology. Ahmad Dahlan University, Yogyakarta Email: nha_ran@yahoo.com

ABSTRACT

This research purposed to know the effectiveness of drawing therapy to increase the meaning of life prisoners in Narcotics Prison of Class IIA Yogyakarta. Subjects in this research is prisoners in Narcotics Prison of Class IIA Yogyakarta, inmates status, consisting of women and men. Subjects were selected with random assignment and measured using the meaning of life scale by aspects of the meaning of life from Frankl, et al (Koeswara, 1992). The subject is divided into two groups of experimental and control group, experimental group consists of 4 people and a control group consist of 5 people. The research design is pretest-posttest control group design. Subjects were treated by drawing therapy which consists from three stages include warm up, mindfulness, and drawing. Drawing therapy is done as much 6 meetings. The results showed that drawing therapy efectively increases the meaning of life prisoners in Narcotics Prison of Class IIA Yogyakarta. The meaning of life aspects affected by drawing therapy is meaning of life, life satisfaction, attitudes toward death, thoughts about suicide, and suitability for life. Even so, only two aspects that contributed the largest score that is, the meaning of life 29% and life satisfaction 26%. Thus, meaning of life and life satisfaction effect on increasing the meaning of life together by 55%.

(3)

3 Pendahuluan

Persoalan makna hidup berubah-ubah pada setiap tahap kehidupan. Anak-anak berusaha menemukan arti alam raya pada satu tahap. Selama masa remaja, pertanyaan baru tentang makna mulai muncul. Para remaja yang sehat mempertanyakan nilai-nilai yang mereka anut, tertantang untuk menemukan sumber nilai-nilai penghayatannya sendiri, dan memandang berbagai ketidakkonsistenan dalam dunianya secara kritis. Mereka bergulat untuk menemukan keunikannya sendiri. Orang-orang yang beranjak tua menghadapi krisis lain dalam hidupnya sejalan dengan menurunnya vitalitas hidup dan terselesaikannya sebagian besar proyek hidupnya (Corey, 2009).

Frank (2004) mengartikan gejala yang terkait dengan kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhannya akan makna hidup sebagai bentuk kevakuman eksistensial atau frustrasi eksistensial. Terdapat banyak bentuk-bentuk dari kevakuman eksistensi atau frustrasi eksistensial, seperti penggunaan obat-obatan terlarang, alkoholisme, seks bebas, kasus bunuh diri, keinginan berlebihan pada kekuasaan, sikap masa bodoh terhadap hidup ataupun pesimis terhadap masa depan.

Salah satu bentuk frustrasi eksistensial yang marak di Indonesia adalah penggunaan obat-obatan terlarang. Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN), di tahun 2013 jumlah pengguna narkoba di Indonesia mencapai angka 3,8 juta orang yang meningkat dari tahun sebelumnya dengan jumlah 3,6 juta orang. Khususnya untuk Daerah

(4)

4

Istimewa Yogyakarta sendiri mencapai 87.473 orang, meningkat dari tahun sebelumnya 78.064 orang. Daerah Istimewa Yogyakarta masuk prevalensi pengguna narkoba urutan lima besar di Indonesia (Kedaulatan Rakyat Online, 26 Juni 2013).

Para pengguna obat-obatan terlarang ini, selain mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis, para pemakai dan pengedarpun bisa berhubungan dengan jalur hukum dengan konsekuensi masuk lapas atau ditangani lembaga rehabilitas. Orang-orang yang terjerat kasus hukum akibat penyalahgunaan obat-obatan terlarang sangat rentan terhadap kondisi ketidakbermaknaan. Salah satu contoh yaitu, menjadi narapidana. Komunitas narapidana ini sangat rentan terhadap rasa bersalah, putus asa, dan gejala neurotik lainnya, yang dampaknya bisa mempengaruhi kondisi kejiwaan mereka (Nurdin & Hastjarjo, 2006).

Corey (2009) mengatakan bahwa orang-orang yang mengalami frustrasi eksistensial sebagai akibat kegagalan ketika mencari makna dalam hidup akan lebih membatasi kesadaran dan menutup kemungkinan-kemungkinan yang merupakan manifestasi dari rasa “ada”. Oleh karenanya, mereka akan cenderung menarik diri dari perjuangan dalam mengembangkan dan mengaktualkan potensi-potensi mereka yang unik dan bermakna. Potensi-potensi yang penuh makna akan dirinya direpres oleh berbagai permasalahan hidup yang dialami, sehingga menimbulkan perasaan hampa dan putus asa akan hidup.

(5)

5

Salah satu terapi psikologis yang mampu mengeksplorasi alam bawah sadar individu untuk merefleksikan masa lalunya serta hal yang mempengaruhinya pada saat ini dan pada masa depan adalah terapi menggambar. Terapi menggambar mendorong individu membuat karya seni yang melibatkan proses berpikir serta perasaannya. Setiap karya seni yang diciptakan membuat kesadaran individu semakin berkembang terhadap pengalaman-pengalaman hidup yang berupa reaksi emosional terhadap setiap kejadian hidup yang dilalui, sehingga akan bermanfaat dalam meningkatkan potensi positif dirinya dalam mencegah atau menghadapi permasalahan nantinya (Wylie, 2007).

Svensk, dkk (2009) mencoba menggunakan terapi seni melalui media menggambar dalam meningkatkan kualitas hidup penderita kanker payudara. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa terapi seni melalui media menggambar mampu mereduksi kecemasan, depresi, serta perasaan tertekan atau stres pada pasien karena mereka mampu mengekspresikan perasaan negatifnya melalui seni. Hal ini membuat pasien mampu menilai hidupnya secara positif serta memiliki pegangan dan tujuan hidup sehingga kualitas hidupnya menjadi lebih baik dibandingkan sebelum pemberian terapi.

Terapi menggambar dirancang untuk membantu klien mengenali suara-suara dari alam bawah sadarnya, sehingga mereka dapat menemukan jalan mereka dengan jelas dan bernegosiasi dengan sukses tanpa perasaan terancam. Petunjuk-petunjuk yang diperoleh dari alam

(6)

6

bawah sadar tentang potensi positif dari dirinya akan memberikan bimbingan yang tepat untuk kehidupan yang lebih berkualitas dan produktif. Oleh karena itu, terapi menggambar ini butuh kepekaan dari setiap klien untuk mampu mendengarkan dengan baik setiap petunjuk positif yang diperoleh dari alam bawah sadar. Hal ini mendorong klien dapat menyembuhkan jiwanya melalui kreativitas dari terapi menggambar (Synder, 1995).

Kurakin (2010) juga mencoba menghubungkan nilai-nilai seni dengan pencapaian kebermaknaan hidup. Kurakin menemukan ada hubungan antara kehidupan yang bermakna dengan sumber-sumber seni seperti menggambar, menulis sastra, musik, atau melukis. Seseorang yang mendalami seni, akan merasakan keterlibatan emosionalnya yang pada akhirnya akan direspon dengan berbagai cara. Respon positif seperti merasa gembira, berbagi hal positif dengan orang lain, berkerja/bertindak mewujudkan harapannya bisa menjadi sumber akan makna hidupnya.

Menurut Bastaman (2007) ada tiga faktor yang didalamnya terdapat nilai-nilai yang bisa menjadi sumber makna hidup, salah satunya nilai-nilai kreatif. Nilai-nilai kreatif ini merupakan kegiatan kreatif dalam menciptakan suatu karya seni, melakukan suatu pekerjaan, serta menjalankan tugas ataupun suatu kewajiban yang diberikan kepadanya sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Melalui karya dan kerja seseorang dapat menemukan tujuan hidup dan mampu menghayati kehidupan secara bermakna.

(7)

7

Gambar 1. Bagan kerangka berpikir penelitian

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode true experimental, yaitu adanya kelompok kontrol dan sampel dipiilih secara random, (Sugiyono, 2007). Desain true experimental dalam penelitian ini yaitu pretest-posttest control group design. Desain ini menggunakan dua kelompok yang dipilih secara random, yang kemudian diberi pre test untuk mengetahui keadaan awal dan diberi post test setelah perlakuan untuk mengetahui apakah ada

Permasalahan hidup

Repression

Hidup tidak bermakna

De-repression

Proses katarsis melalui terapi menggambar mampu mereduksi perasan, emosi, pikiran negatif sehingga membuat kesadaran akan potensi positif diri meningkat.

Meningkatnya kebermaknaan hidup: Mampu memaknai setiap

kejadian sebagai suatu pelajaran, memiliki tujuan

hidup, puas akan hidup, optimis.

Frustrasi eksistensial:

Penggunaan obat-obatan terlarang, alkoholisme, seks bebas, kasus bunuh diri, keinginan berlebihan pada kekuasaan, sikap masa bodoh terhadap hidup ataupun pesimis terhadap masa depan, putus asa, dan perasaan hampa.

(8)

8

perbedaan antara kedua kelompok tersebut. Penelitian ini menggunakan skala kebermaknaan hidup berdasarkan teori dari Frankl, dkk (Koeswara, 1992), yaitu makna hidup, kepuasan hidup, kebebasan, sikap terhadap kematian, pikiran tentang bunuh diri dan kepantasan untuk hidup. Jumlah aitem dari skala kebermaknaan hidup ini sebanyak 30 aitem (15 aitem favorable dan 15 aitem unfavorable). Skala kebermaknaan hidup ini disusun berdsarkan modifikasi dari skala likert. Semakin tinggi total skor yang diperoleh semakin tinggi kebermaknaan hidup, semakin rendah total skor yang diperolah semakin rendah kebermaknaan hidup.

Pada saat uji coba skala kebermaknaan hidup tidak menggunakan subjek yang memiliki karakteristik yang sama, yaitu sebagai warga binaan di lapas dikarenakan adanya keterbatasan subjek di tempat penelitian. Pada akhirnya penelitian ini menggunakan 60 orang mahasiswa untuk uji coba skala kebermaknaan hidup. Hasil analisis butir menunjukkan bahwa hanya 24 aitem valid dan 6 aitem gugur yaitu 1, 16, 17, 21, 24, dan 26. Terdapat 24 aitem yang valid dengan indeks korelasi aitem total bergerak dari 0,321 sampai 0,724 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,903 sehingga dapat dikatakan bahwa skala kebermaknaan hidup memiliki reliabilitas yang tinggi meskipun sulit untuk digeneralisasikan karena proses uji cobanya tidak menggunakan karakteristik subjek yang sama.

Pada hasil pre test yang diberikan pada 22 orang warga binaan, diperoleh 12 orang subjek yang memiliki tingkat kebermaknaan hidup sedang. Selanjutnya hanya 10 orang subjek yang menyatakan bersedia

(9)

9

mengikuti intervensi. Selanjutnya subjek penelitian dibagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompk kontrol. Pada awalnya jumlah subjek pada kelompok eksperimen 5 orang, tetapi pada pelaksanaannya terdapat satu orang subjek yang mengundurkan diri dari pelaksanaan intervensi terapi menggambar. Sehingga total jumlah subjek untuk kelompok eksperimen 4 orang dan kelompok kontrol berjumlah 5 orang.

Modul terapi menggambar disusun berdasarkan teori dari Bulchalter (2009), terapi menggambar tersebut dimodifikasi dari berbagai pendekatan yang didalamnya terdapat tiga tahapan, yaitu tahap warm up, mindfulness dan drawing. Pada pelaksanaannya, terapi menggambar akan dilakukan tiga kali seminggu yang terbagi dalam 6 kali pertemuan. Setiap pertemuan terdapat tiga sesi utama yaitu relaksasi, menggambar dan refleksi. Terapi menggambar dalam penelitian ini dilakukan secara berkelompok dengan pertimbangan agar subjek merasa nyaman karena mengalami permasalahan yang sama dengan subjek lain. Kegiatan terapi dalam kelompok juga diharapkan memberi efek positif karena terdapat proses saling menguatkan dan menerima informasi baru yang positif dari setiap subjek yang ada di dalam kelompok.

Hasil dan Pembahasan

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisa data nonparametrik dengan uji Mann Whitney dan Wilcoxon.

(10)

10 Tabel 1

Rangkuman Hasil Uji Mann Whitney

Hasil uji Mann Whitney pada skor pre test dan post test antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan nilai Z = -2,481 dengan nilai p = 0,016 (p<0,05), dengan kata lain ada perbedaan yang signifikan tingkat kebermaknaan hidup antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan tingkat kebermaknan hidup yang sangat signifikan pada kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan berupa terapi menggambar dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Selanjutnya menggunakan uji Wilcoxon untuk menguji perbedaan skor kebermaknaan hidup antara pre test dan post test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Tabel 2

Rangkuman hasil uji Wilcoxon pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

Mean Rank Z Sig

Eksperimen Kontrol 4,50 5,50 -2,527 -2,807 0,012 0,005 Hasil analisis uji Wilcoxon menunjukkan pada kelompok eksperimen ada perbedaan yang signifikan tingkat kebermaknaan hidup antara skor pre test dan post test yang memiliki nilai Z = -2,527 dan nilai p

Mean Rank Z Sig

Eksperimen Kontrol

(11)

11

= 0,012 (p<0,05). Uji perbedaan kebermaknaan hidup juga dilakukan pada skor pretest dan posttest pada kelompok kontrol. Skor pre test dan post test dengan nilai Z = -2,807 dan nilai p = 0,005 (p<0,05). Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kebermaknaan hidup antara skor pre test dan post test meskipun begitu peningkatannya kurang berarti.

Penelitian ini juga menggunakan uji Mann Whitney untuk mengetahui aspek-aspek mana saja yang terpengaruh oleh terapi menggambar. Penjelasan mengenai uji Mann Whitney terhadap aspek-aspek kebermaknaan hidup dapat dilihat pada Tabel 3:

Tabel 3

Rangkuman hasil uji Mann Whitney untuk aspek-aspek kebermaknaan hidup kelompok eksperimen

Tabel 4

Skor aspek-aspek kebermaknaan hidup kelompok eksperimen

Aspek Pre test Post test Gain score

Makna hidup 30 59 29

Kepuasan hidup 31 57 26

Kebebasan 53 55 2

Sikap terhadap kematian 42 55 13

Pikiran tentang bunuh diri 40 51 11

Kepantasan untuk hidup 37 56 19

Aspek Mean Rank Z Sig

Pre test Post test

Makna hidup Kepuasan hidup Kebebasan

Sikap terhadap kematian Pikiran tentang bunuh diri Kepantasan untuk hidup

2,50 2,50 4,12 2,50 2,50 2,50 6,50 6,50 4,88 6,50 6,50 6,50 -2.397 -2.397 -0.438 -2,337 -2,477 -2,381 0,017 0,017 0,661 0,019 0,013 0,017

(12)

12

Hasil uji Mann Whitney tersebut menunjukkan bahwa dari enam aspek kebermaknaan hidup hanya lima aspek yang memiliki perbedaan yang signifikan antara skor pre test dan post test. Aspek makna hidup dan kepuasan hidup sama-sama memiliki nilai Z = -2,397 dengan p = 0,017 (p<0,05). Aspek sikap terhadap kematian memiliki nilai Z = -2,337 dengan p = 0,019 (p<0,05), aspek pikiran tentang bunuh diri memiliki nilai Z = -2,477 dengan nilai p = 0,013 (p<0,05) dan aspek kepantasan untuk hidup memiliki nilai Z = -2,381 dengan p = 0,017 (p<0,05). Sedangkan untuk aspek kebebasan memiliki nilai Z = -0,438 dengan nilai p = 0,661 (p>0,05) yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pre test dan post test.

Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa lima aspek dari kebermaknaan hidup sama-sama terpengaruh oleh pemberian terapi menggambar. Meskipun begitu, jika dilihat dari gain score yang diperoleh tiap aspek, hanya aspek makna hidup, dan kepuasan hidup yang memberikan sumbangan terbesar pada skor kebermaknaan hidup, yaitu aspek makna hidup 29% dan aspek kepuasan untuk hidup 26%. Dengan demikian, aspek makna hidup dan aspek kepuasan hidup terpengaruh oleh terapi menggambar secara bersama-sama sebesar 55%. Penjelasan mengenai besarnya skor dari setiap aspek kebermaknaan hidup dapat dilihat pada Gambar 2:

(13)

13

Gambar 2. Diagram pie perolehan skor aspek-aspek kebermaknaan hidup di lihat dari Gain Score pre test dan post test kelompok

eksperimen

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi menggambar terbukti efektif meningkatkan skor kebermaknaan hidup yang diukur dengan menggunakan skala kebermaknaan hidup. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen memiliki perbedaan yang signifikan antara tingkat kebermaknaan hidup pada warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Yogyakarta berdasarkan dari hasil skor pre test dengan skor post test. Pada kelompok kontrol, hasil analisis data juga menunjukkan perbedaan tingkat kebermaknaan hidup antara skor pre test dan post test meskipun begitu peningkatannya kurang berarti.

Pada proses terapi menggambar, para subjek menunjukkan perubahan yang berbeda satu sama lain. Pada tahap warm up para subjek masih membutuhkan waktu yang lama untuk memulai

(14)

14

menggambar. Secara keseluruhan para subjek mulai menemukan insight bahwa dengan mengeskpresikan emosi, perasaan, pikiran mereka tentang suatu kejadian yang tidak menyenangkan, bisa membuat mereka menjadi lebih tenang dan beban masalah yang mereka pendam menjadi berkurang. Sesuai dengan tahapan chaotic discharge pada proses menggambar menurut Djiwandono (2005), tahap ini merupakan kegiatan menggambar bebas yang memungkinkan proses emosi yang ingin bebas, yang berusaha dikendalikan atau tanda dari kehilangan kontrol. Hal ini bisa diinterpretasikan sebagai cara untuk membebaskan emosi di dalam proses terapeutik yang aman sehingga individu bisa merasa lebih tenang dan nyaman.

Pada tahap mindfulness, para subjek masih membutuhkan waktu untuk memulai menggambar dan terjadi penolakan untuk mau terbuka tentang kondisi dirinya kepada orang lain. Meskipun begitu, pada tahapan ini para subjek mulai menemukan insight bahwa dengan menerima apapun kondisi dirinya dan orang lain mampu merubah keyakinan, perasaan, dan pikirannya sehingga bisa menjadi lebih tenang dan nyaman dibandingkan sebelumnya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hughes (2010) bahwa menggambar mampu membantu individu untuk mendapatkan kembali keyakinan dirinya meskipun pada prosesnya hanya menggunakan gambar sederhana serta kata-kata untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan perasaannya. Terapi menggambar bisa menunjukkan kepada individu tentang bagaimana berpikir dan merasa serta mengakui

(15)

15

dan memahami apa yang mungkin tersembunyi bagi dirinya sendiri ataupun orang lain.

Pada tahap drawing, subjek menjadi lebih mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, kekhawatiran, ataupun harapannya secara mendalam dengan cara yang tidak mengancam. Secara keseluruhan subjek menjadi lebih sadar (de-repression) tentang potensi-potensi positif dari dirinya yang selama ini terabaikan. Hal ini menguatkan pendapat dari Moon (Jim & Alfor, 1995) tentang kegiatan menggambar merupakan salah satu cara terbaik untuk bisa masuk kedalam alam bawah sadar manusia. Proses menggambar merupakan media untuk mengekspresikan masalah-masalah hidup yang direpres sehingga mampu memunculkan kembali nilai-nilai dan potensi positif yang bermakna yang telah di pendam oleh berbagai permasalahan hidup sebelumnya.

Secara keseluruhan terapi menggambar dalam penelitian ini efektif untuk meningkatkan kebermaknaan hidup. Ada lima aspek yang paling terpengaruh oleh terapi menggambar yaitu makna hidup, kepuasan hidup, sikap terhadap kematian, pikiran tentang bunuh diri, dan kepantasan untuk hidup. Aspek makna hidup merupakan segala sesuatu yang dianggap penting dan berharga bagi kehidupan individu, memberi nilai yang spesifik, serta dapat dijadikan sebagai tujuan hidup bagi individu tersebut. Pencapaian makna hidup pada subjek ditunjukkan dengan adanya tujuan hidup untuk merubah diri menjadi lebih baik dari sebelumnya serta harapan untuk bekerja keras ketika keluar dari lapas

(16)

16

agar bisa membahagiakan keluarga. Adanya harapan dan tujuan hidup inilah yang mendorong munculnya sikap positif terhadap masa depan, menjadi termotivasi dan optimis untuk meraih kehidupan yang lebih baik lagi dan mampu membantu subjek untuk memaknai hidupnya.

Aspek kepuasaan hidup merupakan penilaian seseorang terhadap hidup yang dijalani, sejauh mana individu mampu menikmati dan merasakan kepuasan dalam hidup dan segala aktivitas yang telah dilakukannya. Kepuasan hidup subjek ditunjukkan dengan sikap menerima kondisi mereka saat ini. Menjadi warga binaan di lapas tetap membuat subjek merasakan perasaan optimis terhadap hidup, hal ini dikarenakan mereka mendapatkan dukungan dari orang-orang yang dicintainya seperti keluarga ataupun pasangannya.

Aspek kepantasan hidup merupakan penilaian seseorang terhadap hidupnya, sejauh mana bisa merasa bahwa apa yang telah dialami dalam hidup adalah sebagai sesuatu hal yang wajar. Subjek mampu memetik hikmah dari kondisinya saat ini sebagai warga binaan di lapas. Bagi subjek, lapas memberikan banyak pelajaran hidup.

Aspek sikap terhadap kematian dalam penelitian ini juga memberikan pengaruh terhadap peningkatan kebermaknaan hidup karena seseorang yang memiliki makna hidup akan mampu memaknai kematian sebagai motivasi untuk mempersiapkan diri dalam menyediakan bekal pada kehidupan setelah kematian dengan berbagai cara yaitu, meningkatkan ketaatan beribadah kepada Tuhan dan menjaga amal

(17)

17

kebaikan terhadap sesama umat manusia. Hal ini ditunjukkan oleh perilaku subjek yang kembali melaksanakan shalat dan puasa. Shalat dan puasa adalah wujud ketataan beribadah kepada Tuhan.

Aspek pikiran tentang bunuh diri juga menunjukkan terjadinya perubahan skor yang diperoleh subjek pada saat pre test dan post test. Menurut Frankl (2004) ketika seseorang gagal dalam memenuhi kebutuhannya atas makna hidup akan lebih rentan mengalami suatu frustrasi eksistensial yang ditandai dengan berbagai bentuk, salah satunya adalah kasus bunuh diri. Hal ini berbeda dengan yang dialami subjek, mereka mampu mengambil hikmah dan memaknai hidupnya meskipun berada dalam situasi yang menderita sekalipun. Sikap positif subjek terhadap penderitaan yang mereka alami inilah yang membentengi diri subjek terhadap pikiran ataupun keinginan untuk melakukan tindakan bunuh diri ketika mengalami permasalahan.

Aspek kebebasan dalam penelitian ini memang kurang mendapatkan pengaruh dari pemberian terapi menggambar. Hal ini di dukung dengan keberadaan subjek di lapas, mereka merasa kebebasannya tersita dengan berbagai aturan-aturan yang telah ditetapkan sebagai seorang warga binaan. Meskipun begitu, terapi menggambar mampu mendorong munculnya insight bahwa para subjek masih memiliki kesempatan untuk merubah kondisi hidupnya jauh lebih baik dari sebelumnya dengan cara selektif dalam memilih teman agar tidak terpengaruh untuk menggunakan obat-obatan terlarang lagi. Hal ini

(18)

18

menunjukkan bahwa subjek mampu mengendalikan kebebasan hidupnya untuk menentukan sikap terhadap kondisi lingkungan ataupun kondisi dirinya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi menggambar yaitu, modul penelitian, peserta dan terapis. Modul penelitian ini disusun melalui pengembangan dari konsep-konsep terapi menggambar dari Bulchalter (2009) yang telah diuji cobakan dan telah dilakukan professional judgement. Keberhasilan terapi ini juga memiliki peran andil terhadap keaktifan dan kemauan diri subjek untuk terus mengikuti kegiatan terapi hingga pertemuan terakhir. Kemampuan terapis dalam menyampaikan materi, memberi refleksi, serta peka terhadap kondisi subjek juga memberikan sumbangsi yang besar dalam keberhasilan kegiatan terapi ini.

Selain itu kegiatan terapi menggambar yang dilakukan secara kelompok juga memberikan efek positif bagi subjek. Adanya feedback dari subjek lainnya menjadi penguat dan meningkatkan perasaan optimis bahwa mereka tidak sendiri dalam mengalami permasalahan ini. Hal ini diperkuat oleh Pfeifer (2010) bahwa kegiatan terapi menggambar secara kelompok memberikan kesempatan kepada individu untuk yakin bahwa mereka tidak sendirian dalam hal pengalaman. Keyakinan individu terhadap anggota kelompok lain menjadi sumber besar yang bisa membantu mereka mengurangi perasaan sendiri dan terisolasi. Terapi menggambar pada umumnya mengadopsi pendekatan yang mendukung,

(19)

19

menawarkan empati dan dorongan seperti dinamika yang terjadi dalam pendekatan kelompok.

Ada banyak keterbatasan dalam penelitian ini yaitu subjek yang digunakan pada saat pelaksanaan uji coba alat ukur tidak menggunakan subjek dengan karakteristik yang sama dengan subjek penelitian sehingga sulit untuk bisa digeneralisasikan. Selanjutnya, keterbatasan penelitian ini yaitu peneliti bertindak sebagai co terapis dan observer pada saat pelaksanaan kegiatan terapi. Hal ini memungkinkan kurang pekanya peneliti dalam menilai dan menangkap informasi-informasi penting yang ditunjukkan baik dari perilaku atau perkataan subjek pada saat jalannya terapi. Keterbatasan lain dalam penelitian ini yang mampu mempengaruhi hasil skor dari skala kebermaknaan hidup yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berada dalam lingkungan yang sama sehingga ada kemungkinan terjadinya pertukaran informasi tentang kegiatan terapi yang dapat mempengaruhi hasil skor dari skala kebermaknaan hidup.

Hambatan yang dirasakan oleh peneliti pada saat penelitian yaitu tidak tersedianya ruangan yang kondusif untuk pengambilan data dan pelaksanaan terapi. Pada saat pengambilan data pre test tidak tersedianya ruangan kosong sehingga pada pelaksanaannya dilakukan di ruangan kantor yang warga binaan lain pun ikut berinteraksi dengan calon subjek penelitian. Hal ini membuat calon subjek penelitian merasa tidak nyaman dan kurang konsentrasi. Sedangkan pada saat pelaksanaan terapi, ruangan yang diberikan oleh pihak lapas berada dalam satu

(20)

20

bangunan dengan poliklinik, dan pintu ruangan tidak bisa di kunci. Warga binaan yang sedang melakukan pemeriksaan di poliklinik sering mengintip masuk melalui pintu dan suara di luar ruangan cukup ramai sehingga mengganggu konsentrasi para subjek yang sedang melakukan terapi. Selain itu proses pemanggilan subjek untuk mengikuti kegiatan dibutuhkan prosedur yang panjang sehingga mempengaruhi durasi pelaksanaan kegiatan terapi.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa terapi menggambar terbukti efektif untuk meningkatkan kebermaknaan hidup warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA di Yogyakarta. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis data yang ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan secara signifikan kebermaknaan hidup para subjek sebelum pemberian terapi dan setelah pemberian terapi. Dengan demikian, hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Ada lima aspek kebermaknaan hidup yang terpengaruh oleh terapi menggambar yaitu, aspek makna hidup, kepuasan hidup, sikap terhadap kematian, pikiran tentang bunuh diri, dan kepantasan untuk hidup. Terdapat dua aspek yang memberikan sumbangan paling besar terhadap peningkatan skor kebermaknaan hidup, yaitu aspek makna hidup dan kepuasan hidup. Sedangkan aspek kebebasan tidak terpengaruh oleh

(21)

21

terapi menggambar. Hal ini ditinjau dari kondisi subjek yang menjadi warga binaan di lapas narkotika, mereka merasa tidak memiliki kebebasan seperti orang lain serta segala hal dibatasi dengan berbagai aturan-aturan yang telah ditetapkan. Meskipun begitu, subjek masih memiliki keyakinan bahwa mereka mampu untuk mengendalikan kebebasan hidupnya dalam mengambil sikap untuk meraih kehidupan yang lebih berkualitas dari sebelumnya.

Peningkatan kebermaknaan hidup subjek juga ditunjukkan dengan meningkatnya kesadaran diri terhadap potensi-potensi positif dalam dirinya yang berdampak pada perubahan sikap, perubahan pandangan dan nilai terhadap dirinya dan masalahnya. Munculnya harapan dan pandangan tentang tujuan hidup, mendorong munculnya sikap positif terhadap masa depan, merasa optimis dan penuh percaya diri untuk meraih kehidupan yang berkualitas. Meskipun begitu tujuan hidup dan harapan saja tidak cukup untuk memaknai hidup, karena pada dasarnya semua manusia juga butuh nilai-nilai yang dapat menjadi panutan dan penguat dirinya dalam meraih makna dalam hidupnya. Hal inilah yang dialami oleh para subjek, mereka menemukan kembali nilai-nilai yang menjadi pegangan untuk kembali memaknai hidupnya.

Berdasarkan pelaksanaan penelitian dan hasil yang diperoleh maka peneliti memiliki beberapa saran untuk berbagai pihak, yaitu:

1. Bagi subjek diharapkan untuk terus bisa mengembangkan potensi positif yang dimiliki dalam melakukan suatu pekerjaan, ataupun

(22)

22

menjalankan tugas yang diberikan oleh petugas lapas dengan penuh tanggung jawab. Melalui karya dan kerja bisa mendorong seseorang untuk menemukan tujuan hidup dan mampu menghayati kehidupannya secara bermakna. Selain itu tetap memegang teguh nilai-nilai positif seperti rasa syukur, sabar, ikhlas akan membuat subjek merasa tenang meskipun dalam situasi yang menderita. Sehingga nilai-nilai ini bisa menjadi suatu cara yang akan membuat subjek sadar akan arti kehidupan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya:

a. Modul terapi menggambar dalam penelitian ini masih kurang efektif untuk mempengaruhi semua aspek dalam kebermaknaan hidup. Masih ada satu aspek yang kurang memiliki pengaruh atas pemberian terapi menggambar, yaitu aspek kebebasan. Oleh karena itu perlu adanya penyempurnaan dari modul penelitian ini dengan menambahkan materi-materi dalam terapi menggambar tentang aspek kebebasan. Sehingga modul terapi menggambar efektif mempengaruhi semua aspek kebermaknaan hidup.

b. Pemberian uji coba skala penelitian harus disesuaikan dengan karakteristik dari subjek penelitian agar hasil penelitiannya bisa digeneralisasikan.

c. Pengambilan subjek untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebaiknya berada dalam lingkungan atau tempat yang

(23)

23

berbeda sehingga tidak terjadinya pertukaran informasi tentang intervensi yang diberikan.

3. Bagi keluarga diharapkan tetap memberikan dukungan dan perhatian kepada subjek selama berada di lapas. Hal ini untuk meningkatkan nilai-nilai pengalaman subjek dalam mengalami perasaan cinta kasih dari keluarganya. Perasaan cinta kasih merupakan salah satu dari nilai-nilai pengalaman yang mampu menjadi sumber untuk subjek memaknai hidupnya.

4. Bagi masyarakat diharapkan bisa memberikan tanggungjawab sosial kepada para mantan warga binaan lembaga pemasyarakatan atau narapidana dengan memberikan dukungan positif seperti memberikan kesempatan subjek mengikuti kegiatan sosial di lingkungan masyarakat. Melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan tanggung jawab mampu menjadi sumber makna hidup bagi subjek.

5. Bagi pihak lapas perlu menjalin kerjasama dengan ahli psikologi dalam mengadakan kegiatan-kegiatan lain yang memiliki unsur katarsis, seperti kegiatan konseling kelompok, psikoedukasi ataupun intervensi psikologi yang lain. Hal ini akan membantu warga binaan dalam meminimalis tekanan psikologis yang mereka rasakan selama berada dalam lingkup lapas.

(24)

24 Daftar Pustaka

Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi : Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Buchalter, S.I. (2009). Art therapy techniques and applications. London and Philedelphia: Jessica Kingsley Publishers.

Corey, G. (2009). Teori dan praktek: Konseling & psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Djiwandono, S.E.W. (2005). Konseling dan terapi dengan anak dan orang tua. Jakarta: Grasindo.

Frankl, V.E. (2004). Man’s search for meaning: Mencari makna hidup. Bandung: Nuansa.

Hughes, E.G. (2010). Art therapy as a healing tool for sub-fertile women. Springer, 31,27-36.

Jim, L., & Alfor, K. (1995). Art in existential psychotherapy with couples and families. Contemporary family therapy, 17(3), 331-342.

Koeswara, E. (1992). Logoterapi psikoterapi Victor Frankl. Yogyakarta: Kanisius.

Kurakin, D. (2010). Literature as a meaningful life laboratory. Springer: Integr psych behav, 44, 227-234.

Nurdin, M.N.H., & Hastjarjo, T.D. (2006). Kebermaknaan hidup narapidana ditinjau dari konsep diri dan kecerdasan adversity. Tesis (tidak diterbitkan). Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Pfeifer, N. (2010). Group art therapy with sexually abused girls. South

African journal of psychological, 40(1), 63-73.

Sugiyono. (2007). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sujatmiko, T. (2013). 2014 Pengguna narkoba DIY tembus 97.432 orang.

http://krjogja.com/read/177964/2014-pengguna-narkoba-diy-tembus-97432-orang.kr. 2 September 2013.

Svensk, dkk. (2009). Art therapy improves experienced quality of life among women undergoing treatment for breast cancer: A randomized controlled study. European Journal Of Cancer Care, 18, 69-77.

Synder & Beverly, A. (1995). Expressive art therapy techniques: Healing the soul through creativity. Journal of Humanistic Education & Development, 36, 74-82.

Wylie, B. (2007). Self and social function: Art therapy in a therapeutic community prison. Brand management, 14, 324-334.

Gambar

Gambar 1. Bagan kerangka berpikir penelitian
Gambar 2. Diagram pie perolehan skor aspek-aspek kebermaknaan  hidup di lihat dari Gain Score pre test dan post test kelompok

Referensi

Dokumen terkait

Subjek penelitian ini adalah Warga Binaan Pemasyarakatan yang tergolong usia pemuda (16-30) tahun. Jenis sumber data yang digunakan ialah data primer dan data sekunder, dengan

Dari hasil penelitian juga subjek melalui tahap yang tidak menyenangkan dalam menemukan makna hidup.. Subjek memiliki kesadaran penuh terhadap kematian, tetapi subjek

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan penerimaan diri terhadap peningkatan kebermaknaan hidup remaja tunadaksa karena kecelakaanG.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) Pelaksanaan pelatihan keterampilan pertukangan kayu bagi warga binaan di LP Klas IIA Yogyakarta, 2) Kendala dalam

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mengetahui tingkat religiusitas narapidana; 2) mengetahui tingkat kebermaknaan hidup narapidana; 3) mengetahui pengaruh

Sebagian besar lembaga pemasyarakatan di Indonesia menggunakan metode rehabilitasi sosial therapeutic community (TC). Maka masalah yang dapat ditarik dari permasalahan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran yaitu: (1) Dalam pelaksanaan pembinaan metode penyampaian materi yang dilakukan sudah cukup baik

Hasil penelitian: Distribusi harga diri responden yang terbanyak adalah harga diri tinggi dengan jumlah 110 orang (82,7%), distribusi kualitas hidup responden yang