• Tidak ada hasil yang ditemukan

pembelajaran inovatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "pembelajaran inovatif"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Pembelajaran Inovatif Apa Artinya?

Pembelajaran Inovatif Apa Artinya?

Oleh Suyatno

Oleh Suyatno

Saat ini, di kalangan guru, senantiasa berdengung istilah pembelajaran inovatif. Di Saat ini, di kalangan guru, senantiasa berdengung istilah pembelajaran inovatif. Di mana-mana, inovatif menjadi barang

mana, inovatif menjadi barang yang diburu guru untuk diketahui, dipelajari, dan dipraktikkanyang diburu guru untuk diketahui, dipelajari, dan dipraktikkan di kelas. Seolah-olah, tanpa

di kelas. Seolah-olah, tanpa inovatif, dunia guru tidak harum namanya. Sebenarnya,inovatif, dunia guru tidak harum namanya. Sebenarnya,  pembelajaran inovatif itu apa?

 pembelajaran inovatif itu apa? Inovatif (

Inovatif (innovativeinnovative) yang berarti) yang berarti new ideas or techniquesnew ideas or techniques, merupakan kata sifat dari inovasi, merupakan kata sifat dari inovasi ((innovationinnovation) yang berarti pembaharuan, juga berasal dari kata ker) yang berarti pembaharuan, juga berasal dari kata kerjaja innovateinnovate yang berarti yang berarti make change atau introduce new thing (ideas or techniques) in oerder to make progress make change atau introduce new thing (ideas or techniques) in oerder to make progress.. Pembelajaran, merupakan terjemahan dari learning yang artinya belajar,ata

Pembelajaran, merupakan terjemahan dari learning yang artinya belajar,ata u pembelajaran.u pembelajaran. Jadi, pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang dikemas oleh pebelaj

Jadi, pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang dikemas oleh pebelaj ar atas doronganar atas dorongan gagasan barunya yang merupakan produk dari

gagasan barunya yang merupakan produk dari learning how to learnlearning how to learn untuk melakukanuntuk melakukan langkah-langkah belajar, sehingga memperoleh kemajuan hasil belajar.

langkah-langkah belajar, sehingga memperoleh kemajuan hasil belajar.

Pembelajaran inovatif juga mengandung arti pembelajaran yang dikemas oleh guru atau Pembelajaran inovatif juga mengandung arti pembelajaran yang dikemas oleh guru atau instruktur lainnya yang merupakan wujud gagasan atau

instruktur lainnya yang merupakan wujud gagasan atau teknik yang dipandang baru agarteknik yang dipandang baru agar mampu memfasilitasi siswa untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar. mampu memfasilitasi siswa untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar. Berdasarkan definisi secara harfiah pembelajaran inovatif tersebut, tampak di dalamnya Berdasarkan definisi secara harfiah pembelajaran inovatif tersebut, tampak di dalamnya terkandung makna pembaharuan. Gagasan pembaharuan muncul sebagai akibat

terkandung makna pembaharuan. Gagasan pembaharuan muncul sebagai akibat seseorangseseorang merasakan adanya anomali atau krisis pada paradigma

merasakan adanya anomali atau krisis pada paradigma yang dianutnya dalam memecahkanyang dianutnya dalam memecahkan masalah belajar. Oleh sebab itu, dibutuhkan paradigma baru yang diyakini mampu

masalah belajar. Oleh sebab itu, dibutuhkan paradigma baru yang diyakini mampu

memecahkan masalah tersebut. Perubahan paradigma seyogyanya diakomodasi oleh semua memecahkan masalah tersebut. Perubahan paradigma seyogyanya diakomodasi oleh semua manusia, karena manusia sebagai individu adalah makhluk kreatif. Namun, perubahan sering manusia, karena manusia sebagai individu adalah makhluk kreatif. Namun, perubahan sering dianggap sebagai pengganggu kenyamanan diri,karena pada hakikatnya seseorang se

dianggap sebagai pengganggu kenyamanan diri,karena pada hakikatnya seseorang se caracara alamiah lebih mudah terjangkit virus rutinitas.

alamiah lebih mudah terjangkit virus rutinitas.

Padahal, di dalam pendidikan, banyak kalangan mengakui bahwa

Padahal, di dalam pendidikan, banyak kalangan mengakui bahwa pekerjaan rutin cenderungpekerjaan rutin cenderung tidak merangsang, membuat pendidikan ketinggalan zaman, dan akan mengancam eksistensi tidak merangsang, membuat pendidikan ketinggalan zaman, dan akan mengancam eksistensi negara dalam perjuangan dan persaingan hidup. Rutinitas kinerja dapat bersumber dari

negara dalam perjuangan dan persaingan hidup. Rutinitas kinerja dapat bersumber dari  beberapa faktor yang dianggap

 beberapa faktor yang dianggap menghambat inovasi. Faktor-faktor yang dapat dikategorikanmenghambat inovasi. Faktor-faktor yang dapat dikategorikan sebagai penghambat inovasi, adalah: keunggulan inovasi relatif sulit untuk dijelaskan dan sebagai penghambat inovasi, adalah: keunggulan inovasi relatif sulit untuk dijelaskan dan dibuktikan, sering dianggap time dan cost

dibuktikan, sering dianggap time dan cost consumming, pelaksanaan cenderung partial,consumming, pelaksanaan cenderung partial, complexity innovation

complexity innovation sering menghantui orang untuk diam di jalan rutinitas, dansering menghantui orang untuk diam di jalan rutinitas, dan simplification paradigm dalam innovation disse

simplification paradigm dalam innovation dissemination berpotensi mengurangi keyakinanmination berpotensi mengurangi keyakinan dan pemahaman bagi para praktisi terhadap inovasi.

dan pemahaman bagi para praktisi terhadap inovasi.

Inovasi pembelajaran muncul dari perubahan paradigma pembelajaran. Perubahan paradigma Inovasi pembelajaran muncul dari perubahan paradigma pembelajaran. Perubahan paradigma  pembelajaran berawal dari hasil refleksi terhadap eksistensi paradigma lama

 pembelajaran berawal dari hasil refleksi terhadap eksistensi paradigma lama

yang mengalami anomali menuju paradigma baru yang dihipotesiskan mampu memecahkan yang mengalami anomali menuju paradigma baru yang dihipotesiskan mampu memecahkan masalah. Terkait dengan perkuliahan di

masalah. Terkait dengan perkuliahan di perguruan tinggi, paradigma pembelajaran yangperguruan tinggi, paradigma pembelajaran yang dirasakan telah mengalami anomali, adalah (1) kecenderungan guru untuk berperan lebih dirasakan telah mengalami anomali, adalah (1) kecenderungan guru untuk berperan lebih sebagai transmiter, sumber pengetahuan, mahatahu, (2) kuliah terikat dengan jadwal sebagai transmiter, sumber pengetahuan, mahatahu, (2) kuliah terikat dengan jadwal yangyang ketat, (3) belajar diarahkan oleh kurikulum, (4)kecenderungan fakta, isi pelajaran, dan teori ketat, (3) belajar diarahkan oleh kurikulum, (4)kecenderungan fakta, isi pelajaran, dan teori sebagai basis belajar, (5)

sebagai basis belajar, (5) lebih mentoleransi kebiasaan latihan menghafal, (6) cenderunglebih mentoleransi kebiasaan latihan menghafal, (6) cenderung kompetitif, (7) kelas menjadi fokus utama, (8) komputer lebih dipandang sebagai obyek, (9) kompetitif, (7) kelas menjadi fokus utama, (8) komputer lebih dipandang sebagai obyek, (9)  penggunaan media statis lebih mendominasi, (10) k

(2)

 bersifat normatif. Paradigma tersebut diduga kurang mampu memfasilitasi siswa untuk siap  bersifat normatif. Paradigma tersebut diduga kurang mampu memfasilitasi siswa untuk siap

terjun di masyarakat. terjun di masyarakat.

Paradigma pembelajaran yang merupakan hasil gagasan baru adalah (1) peran guru lebih Paradigma pembelajaran yang merupakan hasil gagasan baru adalah (1) peran guru lebih sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan, dan kawan belajar, (2) jadwal fleksibel,terbuka sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan, dan kawan belajar, (2) jadwal fleksibel,terbuka sesuai kebutuhan, (3) belajar diarahkan oleh siswa sendiri, (4) berbasis masalah,proyek, dunia sesuai kebutuhan, (3) belajar diarahkan oleh siswa sendiri, (4) berbasis masalah,proyek, dunia nyata, tindakan nyata, dan refleksi, (5) perancangan dan penyelidikan, (6)kreasi dan

nyata, tindakan nyata, dan refleksi, (5) perancangan dan penyelidikan, (6)kreasi dan

investigasi, (7) kolaborasi, (8) fokus masyarakat, (9) komputer sebagai alat,(10) presentasi investigasi, (7) kolaborasi, (8) fokus masyarakat, (9) komputer sebagai alat,(10) presentasi media dinamis, (11) penilaian kinerja yang komprehensif. Paradigma pembelajaran ter media dinamis, (11) penilaian kinerja yang komprehensif. Paradigma pembelajaran ter sebutsebut diyakini mampu memfasilitasi

diyakini mampu memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kecakapan hidup dan siap terjunsiswa untuk mengembangkan kecakapan hidup dan siap terjun di masyarakat.

di masyarakat.

Dalam proses pembelajaran, paradigma baru pembelajaran sebagai produk inovasi Dalam proses pembelajaran, paradigma baru pembelajaran sebagai produk inovasi

seyogyanya lebih menyediakan proses untuk mengembalikan hakikat siswa ke fitrahnya seyogyanya lebih menyediakan proses untuk mengembalikan hakikat siswa ke fitrahnya sebagai manusia yang memiliki segenap potensi untuk mengalami

sebagai manusia yang memiliki segenap potensi untuk mengalami becoming processbecoming process dalam dalam mengembangkan kemanuasiaanya. Oleh sebab itu, apapun fasilitas yang dikreasi untuk mengembangkan kemanuasiaanya. Oleh sebab itu, apapun fasilitas yang dikreasi untuk memfasilitasi siswa dan si

memfasilitasi siswa dan siapapun fasilitator yang akan menemani siswa belajar, apapun fasilitator yang akan menemani siswa belajar, seyogyanyaseyogyanya  bertolak dari dan berorientasi pada apa yang menjadi tujuan belajar siswa. Tujuan b

 bertolak dari dan berorientasi pada apa yang menjadi tujuan belajar siswa. Tujuan belajarelajar yang orisinal muncul dari dorongan hati (mode = inrtinsic motivation).

yang orisinal muncul dari dorongan hati (mode = inrtinsic motivation). Paradigma pembelajaran yang mampu mengusik hati

Paradigma pembelajaran yang mampu mengusik hati siswa untuk membangkitkan modesiswa untuk membangkitkan mode mereka hendaknya menjadi fokus pertama dalam mengembangkan fasilitas belajar. mereka hendaknya menjadi fokus pertama dalam mengembangkan fasilitas belajar. Paradigma hati tersebut akan membangkitkan sikap positif terhadap belajar,

Paradigma hati tersebut akan membangkitkan sikap positif terhadap belajar, sehinggasehingga siswa siap melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam menjalani ivent belajar.

siswa siap melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam menjalani ivent belajar.

Marzano et al (1993), memformulasi dimensi belajar menjadi lima tingkatan, (1)sikap dan Marzano et al (1993), memformulasi dimensi belajar menjadi lima tingkatan, (1)sikap dan  persepsi yang positif terhadap belajar, (2) perolehan dan pengintegrasian peng

 persepsi yang positif terhadap belajar, (2) perolehan dan pengintegrasian pengetahuan baru,etahuan baru, (3) perluasan dan penyempurnaan pengetahuan, (4)

(3) perluasan dan penyempurnaan pengetahuan, (4) penggunaan pengetahuan secarapenggunaan pengetahuan secara  bermakna, dan (5) pembiasakan berpikir efektif dan prod

 bermakna, dan (5) pembiasakan berpikir efektif dan produktif. Limauktif. Lima

dimensi belajar tersebut akan terinternalisasi oleh siswa apabila mereka mampu melakukan dimensi belajar tersebut akan terinternalisasi oleh siswa apabila mereka mampu melakukan oleh pikir, rasa, dan raga dalam belajar

oleh pikir, rasa, dan raga dalam belajar yang semuanya bersumber dariyang semuanya bersumber dari dorongan hati yang paling dalam. Asas quantum

dorongan hati yang paling dalam. Asas quantum teaching (Bobbi de Porter teaching (Bobbi de Porter et al.,2001;Bobbiet al.,2001;Bobbi dePorter,2000)yang menyatakan:“bawalah dunia mereka ke dunia kita

dePorter,2000)yang menyatakan:“bawalah dunia mereka ke dunia kita dan hantarkan duniadan hantarkan dunia kita ke dunia mereka”,

kita ke dunia mereka”, mungkin perlu diterjemahkan oleh para mungkin perlu diterjemahkan oleh para guru dalam mengembangkanguru dalam mengembangkan fasilitas belajar

fasilitas belajar yang mampu mengusik hati siswa untuk lebih bertanggung jawab terhadapyang mampu mengusik hati siswa untuk lebih bertanggung jawab terhadap  belajarnya. Kompetensi tanggung jawab merupakan

 belajarnya. Kompetensi tanggung jawab merupakan salah satu kompetensi sikap yangsalah satu kompetensi sikap yang  potensial dalam membangun komp

 potensial dalam membangun kompetensi-kompetensi lainya,etensi-kompetensi lainya,

seperti berpikir kreatif-produktif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar seperti berpikir kreatif-produktif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar  bagaimana belajar, kolaborasi, pengelolaan dan/atau pengendalian d

 bagaimana belajar, kolaborasi, pengelolaan dan/atau pengendalian diri.iri.

Kompetensikomepetensi tersebut mutlak diperlukan oleh siswa agar mampu menjadi manusia Kompetensikomepetensi tersebut mutlak diperlukan oleh siswa agar mampu menjadi manusia yang

yang adatable, flexibleadatable, flexible, dan versatil dalam segala , dan versatil dalam segala aspek kehidupan yang senantiasa berubah.aspek kehidupan yang senantiasa berubah.

I. Pendahuluan I. Pendahuluan A. Latar Belakang A. Latar Belakang

Pendidikan yang di selenggarakan dalam rangka

Pendidikan yang di selenggarakan dalam rangka memenuhi amanat UUD 1945, yaitumemenuhi amanat UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, adalah proses yang sangat kompleks. Sebagai suatu sub mencerdaskan kehidupan bangsa, adalah proses yang sangat kompleks. Sebagai suatu sub sistem dalam pembangunan bangsa, di dalamnya terintegrasi komponen siswa, pengajar, sistem dalam pembangunan bangsa, di dalamnya terintegrasi komponen siswa, pengajar,

(3)

 bersifat normatif. Paradigma tersebut diduga kurang mampu memfasilitasi siswa untuk siap  bersifat normatif. Paradigma tersebut diduga kurang mampu memfasilitasi siswa untuk siap

terjun di masyarakat. terjun di masyarakat.

Paradigma pembelajaran yang merupakan hasil gagasan baru adalah (1) peran guru lebih Paradigma pembelajaran yang merupakan hasil gagasan baru adalah (1) peran guru lebih sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan, dan kawan belajar, (2) jadwal fleksibel,terbuka sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan, dan kawan belajar, (2) jadwal fleksibel,terbuka sesuai kebutuhan, (3) belajar diarahkan oleh siswa sendiri, (4) berbasis masalah,proyek, dunia sesuai kebutuhan, (3) belajar diarahkan oleh siswa sendiri, (4) berbasis masalah,proyek, dunia nyata, tindakan nyata, dan refleksi, (5) perancangan dan penyelidikan, (6)kreasi dan

nyata, tindakan nyata, dan refleksi, (5) perancangan dan penyelidikan, (6)kreasi dan

investigasi, (7) kolaborasi, (8) fokus masyarakat, (9) komputer sebagai alat,(10) presentasi investigasi, (7) kolaborasi, (8) fokus masyarakat, (9) komputer sebagai alat,(10) presentasi media dinamis, (11) penilaian kinerja yang komprehensif. Paradigma pembelajaran ter media dinamis, (11) penilaian kinerja yang komprehensif. Paradigma pembelajaran ter sebutsebut diyakini mampu memfasilitasi

diyakini mampu memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kecakapan hidup dan siap terjunsiswa untuk mengembangkan kecakapan hidup dan siap terjun di masyarakat.

di masyarakat.

Dalam proses pembelajaran, paradigma baru pembelajaran sebagai produk inovasi Dalam proses pembelajaran, paradigma baru pembelajaran sebagai produk inovasi

seyogyanya lebih menyediakan proses untuk mengembalikan hakikat siswa ke fitrahnya seyogyanya lebih menyediakan proses untuk mengembalikan hakikat siswa ke fitrahnya sebagai manusia yang memiliki segenap potensi untuk mengalami

sebagai manusia yang memiliki segenap potensi untuk mengalami becoming processbecoming process dalam dalam mengembangkan kemanuasiaanya. Oleh sebab itu, apapun fasilitas yang dikreasi untuk mengembangkan kemanuasiaanya. Oleh sebab itu, apapun fasilitas yang dikreasi untuk memfasilitasi siswa dan si

memfasilitasi siswa dan siapapun fasilitator yang akan menemani siswa belajar, apapun fasilitator yang akan menemani siswa belajar, seyogyanyaseyogyanya  bertolak dari dan berorientasi pada apa yang menjadi tujuan belajar siswa. Tujuan b

 bertolak dari dan berorientasi pada apa yang menjadi tujuan belajar siswa. Tujuan belajarelajar yang orisinal muncul dari dorongan hati (mode = inrtinsic motivation).

yang orisinal muncul dari dorongan hati (mode = inrtinsic motivation). Paradigma pembelajaran yang mampu mengusik hati

Paradigma pembelajaran yang mampu mengusik hati siswa untuk membangkitkan modesiswa untuk membangkitkan mode mereka hendaknya menjadi fokus pertama dalam mengembangkan fasilitas belajar. mereka hendaknya menjadi fokus pertama dalam mengembangkan fasilitas belajar. Paradigma hati tersebut akan membangkitkan sikap positif terhadap belajar,

Paradigma hati tersebut akan membangkitkan sikap positif terhadap belajar, sehinggasehingga siswa siap melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam menjalani ivent belajar.

siswa siap melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam menjalani ivent belajar.

Marzano et al (1993), memformulasi dimensi belajar menjadi lima tingkatan, (1)sikap dan Marzano et al (1993), memformulasi dimensi belajar menjadi lima tingkatan, (1)sikap dan  persepsi yang positif terhadap belajar, (2) perolehan dan pengintegrasian peng

 persepsi yang positif terhadap belajar, (2) perolehan dan pengintegrasian pengetahuan baru,etahuan baru, (3) perluasan dan penyempurnaan pengetahuan, (4)

(3) perluasan dan penyempurnaan pengetahuan, (4) penggunaan pengetahuan secarapenggunaan pengetahuan secara  bermakna, dan (5) pembiasakan berpikir efektif dan prod

 bermakna, dan (5) pembiasakan berpikir efektif dan produktif. Limauktif. Lima

dimensi belajar tersebut akan terinternalisasi oleh siswa apabila mereka mampu melakukan dimensi belajar tersebut akan terinternalisasi oleh siswa apabila mereka mampu melakukan oleh pikir, rasa, dan raga dalam belajar

oleh pikir, rasa, dan raga dalam belajar yang semuanya bersumber dariyang semuanya bersumber dari dorongan hati yang paling dalam. Asas quantum

dorongan hati yang paling dalam. Asas quantum teaching (Bobbi de Porter teaching (Bobbi de Porter et al.,2001;Bobbiet al.,2001;Bobbi dePorter,2000)yang menyatakan:“bawalah dunia mereka ke dunia kita

dePorter,2000)yang menyatakan:“bawalah dunia mereka ke dunia kita dan hantarkan duniadan hantarkan dunia kita ke dunia mereka”,

kita ke dunia mereka”, mungkin perlu diterjemahkan oleh para mungkin perlu diterjemahkan oleh para guru dalam mengembangkanguru dalam mengembangkan fasilitas belajar

fasilitas belajar yang mampu mengusik hati siswa untuk lebih bertanggung jawab terhadapyang mampu mengusik hati siswa untuk lebih bertanggung jawab terhadap  belajarnya. Kompetensi tanggung jawab merupakan

 belajarnya. Kompetensi tanggung jawab merupakan salah satu kompetensi sikap yangsalah satu kompetensi sikap yang  potensial dalam membangun komp

 potensial dalam membangun kompetensi-kompetensi lainya,etensi-kompetensi lainya,

seperti berpikir kreatif-produktif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar seperti berpikir kreatif-produktif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar  bagaimana belajar, kolaborasi, pengelolaan dan/atau pengendalian d

 bagaimana belajar, kolaborasi, pengelolaan dan/atau pengendalian diri.iri.

Kompetensikomepetensi tersebut mutlak diperlukan oleh siswa agar mampu menjadi manusia Kompetensikomepetensi tersebut mutlak diperlukan oleh siswa agar mampu menjadi manusia yang

yang adatable, flexibleadatable, flexible, dan versatil dalam segala , dan versatil dalam segala aspek kehidupan yang senantiasa berubah.aspek kehidupan yang senantiasa berubah.

I. Pendahuluan I. Pendahuluan A. Latar Belakang A. Latar Belakang

Pendidikan yang di selenggarakan dalam rangka

Pendidikan yang di selenggarakan dalam rangka memenuhi amanat UUD 1945, yaitumemenuhi amanat UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, adalah proses yang sangat kompleks. Sebagai suatu sub mencerdaskan kehidupan bangsa, adalah proses yang sangat kompleks. Sebagai suatu sub sistem dalam pembangunan bangsa, di dalamnya terintegrasi komponen siswa, pengajar, sistem dalam pembangunan bangsa, di dalamnya terintegrasi komponen siswa, pengajar,

(4)

kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana, tata kelola penyelenggaraan, dan kurikulum dan pembelajaran, sarana dan prasarana, tata kelola penyelenggaraan, dan

keuangan. Keberhasilan mewujudkan amanat tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu keuangan. Keberhasilan mewujudkan amanat tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu dukungan secara integratif dari sub sistem lain. Amanat yang sekaligus merupakan cita-cita dukungan secara integratif dari sub sistem lain. Amanat yang sekaligus merupakan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa itu sulit dicapai bila fenomena yang berlawanan luhur mencerdaskan kehidupan bangsa itu sulit dicapai bila fenomena yang berlawanan dengan praktek pendidikan terus mengemuka di dalam

dengan praktek pendidikan terus mengemuka di dalam masyarakat. Perilaku politik masyarakat. Perilaku politik yangyang mengatasnamakan demokrasi namun menampilkan kekerasan dan kekasaran, perilaku mengatasnamakan demokrasi namun menampilkan kekerasan dan kekasaran, perilaku ekonomi yang belum mensejahterakan tetapi masih menampilkan kemiskinan, perilaku ekonomi yang belum mensejahterakan tetapi masih menampilkan kemiskinan, perilaku hukum yang menampilkan ketidakadilan dan tidak mampu melindungi masyarakat hukum yang menampilkan ketidakadilan dan tidak mampu melindungi masyarakat daridari  penganiayaan, pertahanan negara yang m

 penganiayaan, pertahanan negara yang menampilkan ketidak mampuan melindungi wilayah,enampilkan ketidak mampuan melindungi wilayah, dan praktek-praktek lain yang secara keseluruhan tidak mampu mengangkat citra dan harga dan praktek-praktek lain yang secara keseluruhan tidak mampu mengangkat citra dan harga diri bangsa, adalah contoh fenomena yang berlawanan tersebut. Dengan fenomena seperti itu diri bangsa, adalah contoh fenomena yang berlawanan tersebut. Dengan fenomena seperti itu  pendidikan acapkali ditempatkan sebagai tumpuan harap

 pendidikan acapkali ditempatkan sebagai tumpuan harapan untuk mengatasi masalahan untuk mengatasi masalah kehidupan bangsa tersebut.

kehidupan bangsa tersebut.

Di dunia internasional pendidikan nasional kita dipandang masih ketinggalan dan tidak Di dunia internasional pendidikan nasional kita dipandang masih ketinggalan dan tidak

mampu bersaing. Besarnya jumlah masyarakat yang masih buta huruf dan tidak menamatkan mampu bersaing. Besarnya jumlah masyarakat yang masih buta huruf dan tidak menamatkan  pendidikan dasar 9 tahun, masih rendahny

 pendidikan dasar 9 tahun, masih rendahnya daya tampung perguruan tingga daya tampung perguruan tinggi dan masihi dan masih sedikitnya perguruan tinggi Indonesia yang mencapai kelas

sedikitnya perguruan tinggi Indonesia yang mencapai kelas dunia adalah ungkapan yangdunia adalah ungkapan yang mengemuka baik di media massa maupun seminar-seminar pendidikan. Prestasi belajar mengemuka baik di media massa maupun seminar-seminar pendidikan. Prestasi belajar sekelompok siswa dan mahasiswa kita di berbagai ajang lomba internasional masih belum sekelompok siswa dan mahasiswa kita di berbagai ajang lomba internasional masih belum mampu mengangkat citra rendahnya kualitas pendidikan di tanah air, karena masih

mampu mengangkat citra rendahnya kualitas pendidikan di tanah air, karena masih

sedemikian besarnya jumlah peserta didik, jumlah sekolah, jumlah perguruan tinggi yang sedemikian besarnya jumlah peserta didik, jumlah sekolah, jumlah perguruan tinggi yang masih disebut berkualitas rendah. Oleh karena itu

masih disebut berkualitas rendah. Oleh karena itu perlu dicari strategi yang dapat mengangkatperlu dicari strategi yang dapat mengangkat kualitas pendidikan kita secara nasional.

kualitas pendidikan kita secara nasional. B. Masalah Mutu dan Relevansi Pendidikan B. Masalah Mutu dan Relevansi Pendidikan

Setiap kita membahas permasalahan pendidikan tampaknya kita sepakat pada dua fokus Setiap kita membahas permasalahan pendidikan tampaknya kita sepakat pada dua fokus utama yaitu pertama kualitas at

utama yaitu pertama kualitas atau mutu dan relevansi, kedua kuantitas dan daya jangkau yangau mutu dan relevansi, kedua kuantitas dan daya jangkau yang mengarah pada pemerataan.

mengarah pada pemerataan.

Berdasarkan perspektif penulis, mutu dan relevansi pendidikan berfokus pada empat hal Berdasarkan perspektif penulis, mutu dan relevansi pendidikan berfokus pada empat hal sebagai berikut.

sebagai berikut.

1. kurikulum dan Strategi pembelajaran; 1. kurikulum dan Strategi pembelajaran; 2. kompetensi lulusan;

2. kompetensi lulusan;

3. kesesuaian 1 dan 2 dengan kebutuhan tenaga kerja; 3. kesesuaian 1 dan 2 dengan kebutuhan tenaga kerja;

4.kesesuaian pendidikan tinggi dengan tantangan pengembangan terakhir ilmu

4.kesesuaian pendidikan tinggi dengan tantangan pengembangan terakhir ilmu pengetahuanpengetahuan dan teknologi.

dan teknologi.

 Namun, bahasan dalam makalah ini dibatasi pada fokus k

 Namun, bahasan dalam makalah ini dibatasi pada fokus kurikulum dan strategi pembelajaranurikulum dan strategi pembelajaran saja.

saja.

II. Mencari Kurikulum dan Strategi Pembelajaran II. Mencari Kurikulum dan Strategi Pembelajaran A. Pengalaman dari Waktu ke Waktu

A. Pengalaman dari Waktu ke Waktu

Dari masa kemasa pemecahan masalah mutu dan relevansi pendidikan dilakukan dengan Dari masa kemasa pemecahan masalah mutu dan relevansi pendidikan dilakukan dengan  perbaikan dan penambahan seluruh ko

 perbaikan dan penambahan seluruh komponen seperti: sarana prasarana sekolah; kualitas,mponen seperti: sarana prasarana sekolah; kualitas, kuantitas, kesejahteraan, dan sebaran penempatan pendidik dan tenaga ke pendidikan; kuantitas, kesejahteraan, dan sebaran penempatan pendidik dan tenaga ke pendidikan; kurikulum dan pembelajaran; serta penilaian hasil belajar.

kurikulum dan pembelajaran; serta penilaian hasil belajar. Namun kontroversi tentangNamun kontroversi tentang ketepatan pemecahan masalah itu selalu mencuat

ketepatan pemecahan masalah itu selalu mencuat dan membuahkan pomeo ganti pejabat gantidan membuahkan pomeo ganti pejabat ganti kurikulum, ganti pejabat ganti kebijakan. Kontroversi itu seolah merefleksikan

kurikulum, ganti pejabat ganti kebijakan. Kontroversi itu seolah merefleksikan ketidakpercayaan publik terhadap pendekatan yang sedang diberlakukan, padahal s

ketidakpercayaan publik terhadap pendekatan yang sedang diberlakukan, padahal s emuaemua aspek dalam sistem pendidikan telah dipikirkan, direncanakan, dan dilaksanakan.

(5)

Secara singkat berikut ini berbagai perubahan pendekatan yang pernah kita laksanakan untuk Secara singkat berikut ini berbagai perubahan pendekatan yang pernah kita laksanakan untuk mencari strategi pembelajaran dan pendidikan yang tepat:

mencari strategi pembelajaran dan pendidikan yang tepat: 1. Program Pengembangan Sistem Instruksional ( PPSI ) 1. Program Pengembangan Sistem Instruksional ( PPSI )

Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) adalah salah satu pendekatan dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) adalah salah satu pendekatan dalam mendesain suatu program pembelajaran khususnya berguna s

mendesain suatu program pembelajaran khususnya berguna s ebagai acuan untuk menyusunebagai acuan untuk menyusun Rencana Pembelajaran atau Satuan Pembelajaran oleh guru (Hamalik, 2005). Nama PPSI Rencana Pembelajaran atau Satuan Pembelajaran oleh guru (Hamalik, 2005). Nama PPSI mulai popular seiring dengan pemberlakuan kurikulum 1975. Pendekatan

mulai popular seiring dengan pemberlakuan kurikulum 1975. Pendekatan yang digunakanyang digunakan dalam penerapan kurikulum 1975 memang berorientasi pada tujuan. Sistem ini senantiasa dalam penerapan kurikulum 1975 memang berorientasi pada tujuan. Sistem ini senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan

mengarah kepada tercapainya tujuan yang khusus, dapat diukur, dan dirumuskan dalamyang khusus, dapat diukur, dan dirumuskan dalam  bentuk perilaku peserta didik. Kata “Sistem Instruksional” dalam PPSI m

 bentuk perilaku peserta didik. Kata “Sistem Instruksional” dalam PPSI merujuk padaerujuk pada suatu suatu sistem, yang terdiri

sistem, yang terdiri dari komponen-komponen yang berhubungan satu dengan yang laindari komponen-komponen yang berhubungan satu dengan yang lain dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Pembelajaran sebagai sebuah sistem terdiri dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Pembelajaran sebagai sebuah sistem terdiri dari berbagai komponen, seperti bahan atau materi, kegiatan pembelajaran, dan al

dari berbagai komponen, seperti bahan atau materi, kegiatan pembelajaran, dan al at evaluasi,at evaluasi, merupakan beberapa komponen yang saling berpengaruh untuk mencapai tujuan

merupakan beberapa komponen yang saling berpengaruh untuk mencapai tujuan  pembelajaran yang telah ditetapkan (Harjanto, 1997). Harapan

 pembelajaran yang telah ditetapkan (Harjanto, 1997). Harapannya, dengan diterapkannyanya, dengan diterapkannya PPSI, guru dapat mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Beberapa

PPSI, guru dapat mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien. Beberapa langkahlangkah  pengembangan dari PPSI y

 pengembangan dari PPSI yang digunakan guru ang digunakan guru sebagai kerangka pikir dalam menyusunsebagai kerangka pikir dalam menyusun sebuah Rencana atau Satuan Pembelajaran adalah Perumusan Tujuan Pembelajaran, sebuah Rencana atau Satuan Pembelajaran adalah Perumusan Tujuan Pembelajaran, Pengembangan alat Evaluasi, Perencanaan Kegiat

Pengembangan alat Evaluasi, Perencanaan Kegiatan Pembelajaran, Pengembangan Programan Pembelajaran, Pengembangan Program kegiatan, dan Pelaksanaan Program.

kegiatan, dan Pelaksanaan Program.

Terdapat kritik terhadap implementasi PPSI dikalangan para guru. Prosedur ini membawa Terdapat kritik terhadap implementasi PPSI dikalangan para guru. Prosedur ini membawa konsekuensi terhadap beban kerja guru dan j

konsekuensi terhadap beban kerja guru dan juga Kepala Sekolah bertambah di uga Kepala Sekolah bertambah di bidangbidang  pengadministrasian dokumen seperti penyusun

 pengadministrasian dokumen seperti penyusunan satuan pembelajaran yang detil, termasukan satuan pembelajaran yang detil, termasuk  penyusunan alat evaluasi yang harus dapat meng

 penyusunan alat evaluasi yang harus dapat mengukur tujuan pembelajaran. Sehinggaukur tujuan pembelajaran. Sehingga  bukannya tidak mung

 bukannya tidak mungkin, guru harus merevisi rancangan atau satuan pembkin, guru harus merevisi rancangan atau satuan pembelajarannya agarelajarannya agar seluruh komponen sesuai dan yakin dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pada saat seluruh komponen sesuai dan yakin dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pada saat itu, hal tersebut dirasakan cukup berat dikaitkan dengan pendapatan yang tidak seimbang itu, hal tersebut dirasakan cukup berat dikaitkan dengan pendapatan yang tidak seimbang (Hamalik, 2005). Juga yang dikemukakan oleh Soedijarto dalam penerapan PPSI saat (Hamalik, 2005). Juga yang dikemukakan oleh Soedijarto dalam penerapan PPSI saat  pelaksanaan kurikulum 1975, y

 pelaksanaan kurikulum 1975, yang terlalu menaruh harapan tinggi terhadap guru yang terlalu menaruh harapan tinggi terhadap guru yangang menerapkan PPSI yang sebenarnya harus dilakukan oleh

menerapkan PPSI yang sebenarnya harus dilakukan oleh tenaga profesional, sehinggatenaga profesional, sehingga dibutuhkan peningkatan kompetensi dan keahlian yang mendasar dari

dibutuhkan peningkatan kompetensi dan keahlian yang mendasar dari profesi guruprofesi guru (http://www.jakartateachers.com/4429.htm).

(http://www.jakartateachers.com/4429.htm). 2. Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA )

2. Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ) Cara Belajar Siswa Aktif (

Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau dalam bahasa Inggris disebut student active learningCBSA) atau dalam bahasa Inggris disebut student active learning adalah satu pendekatan belajar yang memfokuskan pembelajaran pada siswa. Pendekatan ini adalah satu pendekatan belajar yang memfokuskan pembelajaran pada siswa. Pendekatan ini mulai dikenal pada pertengahan tahun 80an sebagai jawaban terhadap keluhan masyarakat mulai dikenal pada pertengahan tahun 80an sebagai jawaban terhadap keluhan masyarakat  bahwa pembelajaran di kelas lebih teacher oriented dengan banyak mengg

 bahwa pembelajaran di kelas lebih teacher oriented dengan banyak menggunakan metodeunakan metode ceramah sehingga siswa cenderung pasif. Dalam CBSA, siswa terlibat a

ceramah sehingga siswa cenderung pasif. Dalam CBSA, siswa terlibat a ktif baik secara fisiktif baik secara fisik,k, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar

mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang optimal. Denganyang optimal. Dengan adanya keterlibatan mental, intelektual, dan emosional memungkinkan terjadinya proses adanya keterlibatan mental, intelektual, dan emosional memungkinkan terjadinya proses asimilasi dan akomodasi kognitif dalam

asimilasi dan akomodasi kognitif dalam mencapai pengetahuan. Dengan menerapkan CBSA,mencapai pengetahuan. Dengan menerapkan CBSA,  pembelajaran diarahkan kepada proses yang mampu memb

 pembelajaran diarahkan kepada proses yang mampu memberikan siswa pengetahuan danerikan siswa pengetahuan dan kemampuan berfikir kritis, logis, dan sistematis, serta keterampilan dalam menerapkan kemampuan berfikir kritis, logis, dan sistematis, serta keterampilan dalam menerapkan hasil-hasil ilmu pengetahuan; mampu memupuk kemauan dan kebias

hasil ilmu pengetahuan; mampu memupuk kemauan dan kebias aan untuk terus menerusaan untuk terus menerus  belajar; serta memberikan keterampilan menerapkan hasil belajar untuk kepentingan orang  belajar; serta memberikan keterampilan menerapkan hasil belajar untuk kepentingan orang

lain atau masyarakat. Karyadi (2005) menjelaskan bahwa terdapat empat prinsip CBSA yang lain atau masyarakat. Karyadi (2005) menjelaskan bahwa terdapat empat prinsip CBSA yang harus dipehatikan dalam menerapkannya. Keempat prinsip tersebut adalah keterlibatan siswa harus dipehatikan dalam menerapkannya. Keempat prinsip tersebut adalah keterlibatan siswa dan keterlibatan guru dalam proses pembelajaran, bahan kajian

(6)

 pembelajaran. Keterlibatan siswa dapat dilihat dari keberanian mewujudkan minat, keinginan, dan gagasan, peran serta siswa dalam persiapan proses pembelajaran, kemampuan dan

kreativitas dalam melaksanakan kegiatan belajar, rasa aman dan bebas melakukan sesuatu, serta rasa ingin tahu. Sementara itu, keterlibatan guru dapat dilihat dari cara guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan berbagai macam kegiatan belajar, menciptakan berbagai situasi belajar, mendorong siswa menjadi peserta aktif dalam proses  belajar, mendorong siswa agar lebih banyak berinteraksi di kelas, mendorong siswa menjadi

kreatif, memberikan pelayanan kepada perbedaan individu, menggunakan berbagai sumber  belajar, memberikan balikan, serta menilai hasil belajar siswa dengan berbagai cara. Tujuan  pembelajaran dn bahan kajian, serta program pendidikan yang tidak kaku merupakan prinsip

CBSA yang dilihat dari bahan kajian yang diajarakan, sedangkan situasi belajar yang menrapkan prinsip CBSA terlihat pada adanya interaksi yang hangat dan adanya kegembiraan dan kegairahan belajar.

3. Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK )

Kurikulum 2004 yang dikembangkan untuk memperbaiki dan memperbaharui kurikulum 1994 dikenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Munculnya KBK sebagai  pendekatan belajar adalah sebagai implikasi diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah

(MBS). Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management (SBM) adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan

mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan seluruh m asyarakat sekolah secara langsung sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Susilana, 2009). MBS

mendorong sekolah untuk berinovasi, mendesain kembali organisasi sekolah, serta

menciptakan perubahan dalam proses pembelajaran. Sesuai amanat MBS yakni mencipatakan  perubahan dalam proses pembelajaran, KBK merupakan jawaban untuk perubahan tersebut.

Dengan pendekatan ini, kurikulum lebih menekankan pada kompetensi yang diharapkan dapat dikuasai siswa. Artinya, yang diperlukan bukanlah banyaknya bahan materi yang diajarkan seperti pada kurikulum berbasis isi, namun lebih pada kompetensinya. KBK berisi kompetensi atau kemampuan dasar yang harus dicapai oleh peserta didik mela lui materi  pokok dan indikator pencapaian hasil belajar yang telah ditetapkan. Kompetensi dasar ini

terdiri dari empat kompetensi yakni kompetensi akademik, kompetensi okupasional, kompetensi kultural, dan kompetensi temporal. Selanjutnya, KBK memiliki karakteristik sebagai pendekatan yang menitikberatkan pada pencapaian target kompetensi,

mengakomodasi beragam kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia, dan memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program-program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.

4. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP )

Sejarah KTSP dimulai dari lahirnya kurikulum 2004 yang disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum 2004 sendiri hadir seiring dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyiratkan semangat desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Dalam perjalanannya dan disesuaikan dengan tuntutan perkembangan dari kebijakan desentralisasi, otonomi, fleksibilitas, dan keluwesan penyelenggaraan pendidikan, Pemerintah melakukan penyempurnaan KBK

melalui pengembangan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP di setiap satuan pendidikan tetap mengacu pada standar nasional pendidikan yang mencakup standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,

 pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar itu yaitu standar isi dan standar kompetensi lulusan merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Menurut E. Mulyasa ( 2006 : 22 ), secara umum tujuan

(7)

diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian otonomi kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Di  balik semangat mendorong kreativitas pengajar untuk melakukan inovasi dalam

 pengembangan pembelajaran, terdapat kritik terhadap implementasi KTSP. Kande (2008) menguraikan apabila dikaitkan antara standar isi dengan standar kelulusan, seharusnya keduanya berjalan serasi. Namun ketika kompetensi yang ditetapkan tersebut hanya diukur dari satu sudut pandang saja melalui Ujian Nasional dengan sangat mengecilkan arti dari ketentuan dalam PP Nomor 19 tahun 2005 Pasal 27 Ayat 1 bahwa peserta didik dinyatakan lulus tidak hanya diukur dari hasil Ujian nasional saja, maka implementasi KTSP masih tidak sesuai dengan aturan. http://re-searchengines.com/frederik0608.html

Bila kecenderungan membuat kebijakan yang mewajibkan pengajar menerapkan srategi  pembelajaran tertentu akan terus berlanjut pada masa yang akan datang maka pengajar akan  pasif dan tidak inovatif. Sementara itu pembuat kebijakan akan terus disibukkan mencari dan

menginstruksikan penerapan kebijakan baru dari waktu ke waktu agar disebut inovatif. Di sisi lain para guru tidak pernah mendapat kesempatan mengaplikasikan kebijakan tersebut karena keterbatasan waktu dan sumberdaya pendukung di sekolah masing – masing.

B. Adakah yang Salah ?

Jawabnya mungkin tidak ada yang salah, namun ketidakpuasan pemangku kepentingan selalu muncul dan mengemuka. Satu pendekatan masih belum diterapkan secara mantap oleh

seluruh sekolah sudah datang pendekatan baru lagi. Siklus yang sama dilakukan lagi, yaitu  penataran tentang pendekatan baru, pelaksanaan oleh sekolah – sekolah. Kemudian, muncul

ketidakpuasan baru serta dikenalkan pendekatan yang lebih baru. Sementara itu kurikulum  pada lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) harus terus disesuaikan agar tidak

ketinggalan jaman dari kebijakan tentang pendekatan baru. LPTK seolah tidak punya pilihan yang lebih akademis (baca ilmiah) dari pada sekedar mengajarkan pendekatan yang

ditentukan oleh penentu kebijakan (Pemerintah). Fungsi LPTK yang seharusnya sebagai  penghasil ilmu pendidikan termasuk penemu pendekatan baru dalam pembelajaran tidak

sempat hadir. Tidak ada pendekatan yang bermula dari hasil/temuan penelitian LPTK yang kemudian digunakan sebagai kebijakan pendidikan atau seti daknya mampu memberikan inspirasi untuk digunakan secara nasional. Berbagai pakar pendidikan yang cukup vokal menyebutnya sebagai tanda – tanda meredupnya sinar ilmu pendidikan di tanah air. Mereka mengajukan berbagai pertanyaan –  pertanyaan kritis. Sampai kapan LPTK harus tetap begini tanpa berdaya ikut menentukan arah perubahan pendidikan ? Mereka risau dengan proses instruktif dan top down dari pemerintah ke sekolah – sekolah, dalam penggunaan pendekatan  pembelajaran di tanah air. Mereka mendambakan timbulnya ruang yang luas untuk

munculnya kreativitas guru dalam pembelajaran. Mereka tidak rela membiarkan para guru  bernyanyi seperti paduan suara tentang keseragaman pendekatan pembelajaran di ruang kelas

mereka pada hal sumberdaya pendukung mereka tidak setara antara sat u dengan yang lain. Salahkah pembuat kebijakan ? Mungkin tidak sepenuhnya salah, tetapi LPTK tentu tidak  boleh mengelak dari posisinya sebagai penyebab keadaan tersebut. LPTK tidak berani

inovatif, sehingga tidak mampu memberikan perubahan dalam skala nasional. C. Konsep Dasar Teknologi Pembelajaran: Kemana ?

Teknologi pembelajaran dikenal sebagai cara –  cara yang sistemik dan sistematik dalam memecahkan masalah pembelajaran secara efektif dan efisien. Kalau definisi ini disimak di

(8)

dalamnya ada beberapa pengertian: Pertama, teknologi pembelajaran menawarkan berbagai cara, bukan satu cara. Kedua, teknologi pembelajaran menawarkan cara yang sistemik (  bersistem ) bukan parsial, tetapi menyeluruh dan integratif dengan melibatkan semua

komponen pembelajaran. Seperti uraian Suparman (2004) bahwa suatu sistem lebih sekedar gabungan dari bagian-bagian; ia harus mempunyai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai oleh fungsi dari satu atau beberapa bagian darinya. Ketiga, teknologi pembelajaran

menawarkan cara yang runtut atau sistematik, tidak acak  – acakan. Keempat, teknologi  pembelajaran menawarkan cara yang terbukti efektif dan efisien, melalui uji coba dalam

skala terbatas sebelum digunakan dalam skala nasional. Kelima cara – cara itu terfokus pada rangkaian interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar dalam skala luas, termasuk  pengajar dan berbagai media sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya

tercapai. Dengan pemanfaatan media televisi atau program video, situasi pembelajaran dapat  berlangsung lebih efisien serta pengendaliannya akan lebih efektif. Cara seperti ini dapat

memelihara minat, pemahaman, serta pengayaan semua pengalaman siswa (Sujana dan Rivai, 1989)

Definisi itu menjanjikan terjadinya solusi dalam memecahkan masalah pembelajaran melalui lima konsep dasar yang sangat indah.

Kalau janji itu benar, kemana teknologi pendidikan itu berjalan selama ini ? Mengapa rekam  jejaknya tidak pernah mengemuka sebagai suatu ilmu terapan yang diakui secara luas tentang

keterandalannya di tanah air?

Pertanyaan –  pertanyaan seperti ini menggugat keberadaan (eksistensi) teknologi pendidikan sebagai ilmu terapan dan sekaligus mempertanyakan keberadaan para pemikir, peneliti dan  praktisi profesional dalam bidang teknologi pembelajaran. Berapa tebalkah tembok ruang

kuliah, ruang kelas dan ruang kerja mereka sehingga kinerjanya terkurung rapat dalam ruang kedap suara sehingga nyaris tak terdengar ? Di tanah air sudah ada ribuan lulusan S1, S2 dan S3 Teknologi Pendidikan, baik hasil pendidikan di dalam maupun luar negeri. Kemana saja mereka itu sehingga kiprahnya ibarat lenyap ditelan bumi Nusantara dan bersembunyi di  balik lebatnya hutan pendidikan nasional kita ? Jawabnya mungkin ada, hanya saja mereka  pendiam dan tidak sempat menjadi pusat perhatian masyarakat pendidikan.

III. Srategi Pembelajaran yang Inovatif

Pembelajaran disebut efektif bila dapat memfasilitasi peserta didik untuk mencapai tujuan  pembelajaran yang ditentukan. Untuk itu pengajar perlu menyusun strategi yang sesuai

dengan karakteristik peserta didik dan mampu membuatnya mencapai kompetensi yang di tentukan dalam tujuan pembelajaran. Suparman (2004) menjelaskan tentang pengembangan strategi instruksional yang dapat dilakukan oleh pengajar untuk menciptakan situasi

 pembelajaran yang mendukung pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. Berikut langkah-langkah pengembangan strategi instruksional.

URUTAN KEGIATAN INSTRUKSIONAL METODE MEDIA WAKTU PENDAHULUAN DESKRIPSI SINGKAT:

RELEVANSI: TIK:

PENYAJIAN URAIAN: CONTOH:

(9)

LATIHAN:

PENUTUP TES FORMATIF: UMPAN BALIK:

TINDAK LANJUT:

A. Visi Pembelajaran : Melihat Makna Kompetensi Masa Depan dan Bebas Berkreasi. Hal yang penting harus diyakini bersama oleh pengajar dan peserta didik adalah makna kompetensi yang terkandung dalam tujuan pembelajaran. Kompetensi dalam tujuan  pembelajaran itu bukan saja perlu dipahami artinya tetapi juga diyakini manfaatnya oleh  peserta didik bagi kehidupannya sekarang dan terutama masa datang. yang Dalam memahami

dan menghayati makna tersebut peserta didik harus sampai pada taraf mendapatkan harapan  baru, cita – cita baru, dalam hidupnya pada masa depan. Bagi pengajar itulah visi dalam sistem  pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya, yaitu pembelajaran yang mampu

menciptakan impian ke masa depan bagi peserta didiknya. Penjelasan dari pengajar tentang visi pembelajaran itu bukan sekedar verbalistik, tetapi harus mampu membawa peserta didik ke angan – angan yang indah dan penuh harapan. Disinilah diperlukan pengajar profesional yang inovatif, sabar, dan selalu berorientasi ke depan, ke arah mas a depan yang lebih baik, lebih cerah, lebih bersemangat, lebih positif, bukan sebaliknya, menciptakan peserta didik yang pesimis, negatifis, skeptis, rendah diri, dan tidak mampu melihat masa depannya. Caranya ? Pengajar bebas berkreasi, bebas mengekspresikan pikiran dan perasaannya menurut situasi saat pembelajaran terjadi. Pengajar tidak perlu diharuskan mematuhi buku  pintar tentang satu – satunya bimbingan teknis yang mengikat dan membelenggu

kreativitasnya. Biarkan pengajar mencari sendiri cara yang dipandang terbaik dalam menyampaikan visi pembelajaran tersebut dan menguasai berbagai cara yang dipilihnya setiap saat. Yang harus tetap hidup dalam dada peserta didik adalah dicapainya keyakinan tentang makna kompetensi yang akan dicapainya bagi kehidupannya yang lebih baik saat ini dan terutama masa depan.

Apa modal penting bagi pengajar agar ia mampu menciptakan pembelajaran seperti it u ? Jawabnya kuasai pendekatan sistem dan perkaya keterampilan mengajar.

B. Pendekatan Sistem : Sumber Belajar yang Konsisten dengan visi.

Yang perlu dikuasai pengajar adalah digunakannya pendekatan sistem dalam melaksanakan  pembelajaran. Pengajar perlu mempunyai dan menerapkan wawasan bersistem, bahwa untuk

mewujudkan visi pembelajaran itu diperlukan cara-cara tentang mendayagunakan semua sumber belajar yang sudah ada dan bila perlu yang harus diadakan olehnya agar interaksi  peserta didik dengan sumber belajar tersebut dapat berlangsung dengan aktif, lancar, menarik,

menyenangkan, menantang, dan akhirnya menghasilkan kompetensi yang telah ditentukan. Cara-cara itu dapat diciptakan secara bebas oleh pengajar dan dapat diubah-ubah sewaktu-waktu sesuai dengan daya cipta, keinginan, perasaan yang ada padanya. Disamping

 penguasaan materi yang di ajarkan, perbendaharaan tentang pengetahuan dan keterampilan menggunakan berbagai metode, dan media yang diperoleh dari berbagai pelatihan, diperkaya dengan pengalamannya dalam menggunakan berbagai urutan kegiatan penyajian, metode dan media pembelajaran, dan manajemen waktu dalam pembelajaran merupakan referensi bagi  pengajar dalam menciptakan cara-cara tersebut agar sesuai dengan karakteristik peserta didik,

(10)

 pembelajaran. Melalui pengalaman secara kumulatif, setiap pengajar akan kaya strategi  bahkan setiap saat dapat menciptakan strategi baru yang semuanya membuat peserta didik  berinteraksi dengan sumber belajar secara efektif dan efisien dalam mewujudkan visi  pembelajaran. Dengan kata lain pengajar dimungkinkan menemukan strategi yang paling

efektif dan efisien serta disenangi untuk mewujudkan visi pembelajaran yang di cita-citakan. Inovasi dalam strategi pembelajaran dapat terjadi setiap saat oleh setiap pengajar. Modal awalnya adalah pengetahuan dan keterampilan menggunakan berbagai metode dan media yang diperolehnya dari berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau yayasan pengelola pendidikan.

C. Keberhasilan Mewujudkan Visi : Pengukuran yang Valid dan Reliabel oleh Siapa?

Dari uraian butir A dan B tersebut di atas, pengajar boleh bahkan bebas seluas-luasnya untuk  berkreasi selama proses pembelajaran, tidak harus mengikuti satu strategi sepanjang waktu.

Pengajar dapat mengubah strategi pembelajaran dari waktu ke waktu agar ia tidak jenuh,  peserta didik tidak bosan tetapi senang, dan muncul gagasan-gagasan baru dalam strategi  pembelajaran. Yang tidak boleh berubah-ubah adalah visi pembelajaran saja yaitu:

kompetensi yang diharapkan dicapai setelah pembelajaran, karena kompetensi itu tel ah dirumuskan dan ditetapkan sejak awal. Visi inilah yang menjadi panduan dan fokus bagi  pengajar dan peserta didik. Visi yang semula merupakan impian bagi peserta didik, berkat

kemampuan pengajar dalam meyakinkannya diikuti dengan strate gi pembelajaran yang  berfokus kepada visi tersebut. Impian indah itu pada akhirnya harus berwujud kompetensi

yang dikuasai peserta didik. Bagaimana kita tahu bahwa visi itu sudah terwujud? Untuk menjawabnya tentu perlu pengukuran. Apa yang harus diukur? Yang harus diukur adalah setinggi apa kompetensi yang dikuasai peserta didik? Dalam pengukuran ini muncul berbagai  pertanyaan:

1. Perlukah pengukuran itu? Untuk apa? 2. Bagaimana bentuk alat ukurnya?

3. Siapa yang punya kewenangan melaksanakan pengukuran?

Pertama, perlu tidaknya pengukuran terhadap pencapaian visi. Para pemikir dan praktisi  pendidikan tidak selalu sepakat dalam menjawab pertanyaan ini. Yang menjawab perlu

dilakukan pengukuran mempunyai argumentasi bahwa visi yang berupa cita-cita dan impian itu bukanlah sekedar alat untuk memicu dan memacu proses pembelajaran tet api juga untuk memberikan kepuasan dan kepastian terhadap tercapai tidaknya impian itu. Lebih dari itu, derajat ketercapaian tersebut merupakan akuntabilitas proses pembelajaran kepada para  pemangku kepentingan pendidikan. Pada akhir proses pembelajaran harus ada bentuk

kongkrit dari impian itu, yaitu biasa disebut prestasi belajar. Tanpa pengukuran, peserta didik dan pengajar tidak punya dasar untuk mengaku berhasil atau gagal dalam memberi makna dalam proses pembelajaran.

Yang menjawab tidak perlu dilakukan pengukuran mempunyai argumentasi bahwa sepanjang  proses pembelajaran sudah terjadi sesuai rencana maka biarlah semuanya dianggap selesai

dan dianggap sukses. Bukankah yang paling penting dalam pembelajar an itu terjadinya  proses yang dilakukan dengan sebaik-baiknya?

Tentang derajat ketercapaian tidak dapat dibebankan kepada pengajar sebab faktor-faktor lain seperti ketersediaan sarana dan prasarana, ketercukupan penghasilan pengajar, ketersediaan kesempatan pengajar untuk mengembangkan diri, dan sebagainya. Ba gi pihak yang

menganggap perlu dilakukan pengukuran, masih ada pertanyaan lanjutan yaitu: bagaimana alat ukurnya? Buku-buku pintar tentang cara membuat alat ukur yang berkenaan dengan kompetensi kognitif dan psikomotor sudah banyak dan dapat dijadikan pedoman oleh

(11)

 pengajar dalam mengembangkan alat ukur yang valid dan reliable. Yang sangat sulit adalah mengukur kompetensi yang berkenaan dengan kompetensi afektif atau karakter setiap peserta didik. Cheklist yang dikombinasikan dengan skala sikap dapat digunakan sebagai alat

observasi dan penilaian sikap atau karakter setiap peserta didik. Namun keberatan terhadap alat dan cara pengukuran terhadap kompetensi afektif ini adalah akurasinya. Walau

digunakan melalui observasi jangka panjang masih besar kemungkinan meleset. Peserta didik yang tampak sebagai manusia yang berkarakter baik acapkali terbukti sebali knya, yaitu

menjadi penipu, pembunuh dan penjahat bahkan kadang-kadang sangat ulung dan kejam. Pengukuran karakter dari setiap peserta didik ini tidak cukup hanya dilakukan oleh pengajar selama berada di depan kelas. Keterbatasan dalam melaksanakan pengukuran seperti itu  benar-benar membuat pengajar acapkali tidak sanggup melakukannya.

Untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan pengajar, pengukuran keberhasilan  pembelajaran dilakukan oleh pengajar secara otonom. Pengukuran secara otonom dan

mandiri sudah dapat memenuhi rasa ingin tahu tentang efektivitas pembelajaran dan

sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban pengajar secara internal baik kepada sekolah maupun kepada peserta didik. Namun untuk memenuhi kepentingan yang lebih besar yaitu tanggung jawab terhadap masyarakat luas dan Pemerintah, pengukuran keberhasilan perlu dilakukan oleh pihak luar, tidak cukup hanya oleh pengajar yang bersangkutan. Disinilah letak perlunya ada ujian akhir nasional (UAN ) yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Pemerintah dalam hal ini adalah pihak luar ditinjau dari pihak pengajar, siswa dan sekolah. Melalui penyelenggaraan UAN baik peserta didik maupun pengajar diukur keberhasilan mewujudkan visi pembelajarannya secara lebih independen. Bagi Pemerintah kepentingan  penyelenggaraan UAN sekaligus sebagai cara untuk memotivasi peserta didik, pengajar, dan  pimpinan sekolah untuk menyelenggarakan strategi pembelajaran yang paling sesuai dengan memperhitungkan karakteristik peserta didik dan ketersediaan sumberdaya pendukung. Hasil UAN ini dapat digunakan pula sebagai dasar oleh Pemerintah atau lembaga pendidikan yang diselenggarakan masyarakat untuk mengadakan sumber daya yang ideal di setiap sekolah, seperti sarana prasarana, kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, dan peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan. Dengan demikian penyelenggara UAN

mempunyai dampak positif walaupun melalui pemberian tekanan kepada semua pihak baik guru, peserta didik, sekolah, pemerintah dan masyarakat untuk berperan dan

 bertanggungjawab di bidang masing-masing dalam penyelenggaraan pendidikan. Semua  pihak itu harus berupaya mengelola tekanan yang acapkali berwujud stress sebaik-baiknya

agar visi pembelajaran tercapai. IV. Relevansi Pendidikan

Membahas kualitas pendidikan tanpa menyentuh relevansinya tampaknya ibarat makan sayur tanpa garam. Pendidikan berkualitas namun tidak relevan dengan kebutuhan tenaga kerja menjadikan pendidikan itu kehilangan makna. Bagi pendidikan tinggi, pendidikan itu harus relevan pula dengan kebutuhan pengembangan ilmu dan teknologi agar para lulusanya dapat  berkiprah sebagai ilmuan.

A. Kurikulum dan Pembelajaran yang Bagaimana? Segi Tiga Pengaman?

Fenomena yang muncul menjadi bahan perdebatan adalah kompetensi lulusan tidak sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja dan dikaitkan dengan besarnya jumlah pengangguran terdidik. Debat itu acapkali terus melompat ke arah dugaan tidak relevannya kurikulum, karena

lulusan sarjana suatu program studi tidak mampu bekerja dibidang yang dipelajarinya. Mereka harus dilatih lebih dahulu dengan kompetensi yang lebih spesifik agar s iap bekerja. Untuk menjamin relevansi kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja sebenarnya ada cara

(12)

yang sistematik dalam disain pembelajaran (sebagai bagian dari teknologi pembelajaran). Tiga pihak pemangku kepentingan dalam program studi harus terlibat dalam merancang kurikulum dan pembelajaran. Ketiganya adalah pengguna lulusan (masyarakat dan

 pemerintah) peserta didik atau lulusan yang sudah bekerja sesuai dengan bidang studi yang  pernah ditempuhnya, dan penyelenggara pendidikan. Mereka harus duduk bersama sepanjang  proses pengembangan kurikulum mulai dari penentuan visi atau tujuan program studi, tujuan

setiap matapelajaran/matakuliah, dan strategi pembelajaran. Harles dalam Suparman (2004) menggambarkan hubungan ketiga pihak antara masyarakat, peserta didik, dan pengajar sebagai hubungan segitiga yang saling terkait yang semuanya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hubungan tersebut dideskripsikan melalui gambar berikut.

Gambar 2.

Hubungan kerjasama dan partisipasi ketiga pihak dalam mengidentifikasi kebutuhan instruksional

Tiga pihak tersebut adalah kunci utama pada tahap awal program pendidikan agar relevan dengan kebutuhan. Ketiganya ibarat segitiga pengaman. Namun apa yang terjadi dalam  praktek? Penyelenggara pendidikan mengerjakan sendiri semua yang berhubungan dengan  pengembangan kurikulum, bahan ajar, media lain dan cara penilaiannya. Pada tahap

 berikutnya, pada saat pendidikan itu dilaksanakan diperlukan pula keterlibatan masyarakat  pengguna lulusan dalam bentuk bantuan tenaga pengajar dan atau kesempatan

 berpraktek/praktikum di dalam lingkungan masyarakat pengguna. Disinilah letak terwujudnya relevansi pengetahuan, keterampilan dan s ikap lulusan dengan kebutuhan masyarakat pengguna. Namun sekali lagi apa yang biasa terjadi? Penyelenggara pendidikan  bertindak sendiri karena merasa paling tahu dan paling mempunyai kewenangan dalam

 proses pendidikan dan bahkan satu-satunya pihak yang berhak melakukan penilaian hasilnya. Sikap otoriterian ini pula yang menyebabkan pengguna lulusan tidak percaya kepada kualitas lulusan.

Topik diskusi menarik terkait dengan relevansi pendidikan adalah ketidak siapan lulusan sarjana untuk langsung bekerja di tempat yang sesuai dengan bidang studi yang telah

diselesaikannya. Mereka harus diberi pelatihan dulu di tempat kerja tersebut. Kelompok yang mengkritik habis keadaan tersebut mempersalahkan perguruan tinggi yang menghasilkan sarjana siap pakai, pada hal perguruan tinggi manapun di dunia, yang terbaik sekalipun, tidak akan dapat menghasilkan sarjana siap pakai manakala terkait dengan kultur atau sistem dan  prosedur kerja pada organisasi tempatnya bekerja. Sarjana baru itu harus diadaptasikan dulu

dengan budaya organisasi tempatnya bekerja, apalagi bila menyangkut penggunaan teknologi yang berbeda dengan yang dipelajarinya selama belajar.

Hal lain yang sering dikaitkan dengan relevansi adalah munculnya fenomena besarnya  jumlah pengangguran terdidik. Pendapat sekelompok orang menyatakan bahwa karena

kompetensi lulusan itu kurang relevan dengan kebutuhan tenaga kerja maka mereka

menganggur. Mungkin pernyataan ini ada benarnya. Kemungkinan lain adalah rekr utmen dan  penempatan tenaga kerja acapkali melalui seleksi yang kurang akurat. Para manajer

sumberdaya manusia (SDM) atau kepegawaian yang bertugas merekrut pegawai baru acapkali menerima pegawai dari hasil seleksi tertulis dan wawancara yang fokusnya pada  psikotes khususnya intelegensi dan motivasi. Penguasaan bidang studinya acapkali kurang

diperhatikan atau bahkan ditinggalkan dengan asumsi hal tersebut dapat dilatihkan dalam  beberapa bulan sebelum mulai bekerja. Pendekatan seperti ini mengabaikan pentingnya

(13)

yang diakhiri darah filosofis bidang ilmu.

Salah satu contoh kongkrit ada rekrutmen tenaga pendidik yang tidak mempunyai darah keguruan tetapi cukup dengan penguasaan bidang studi ditambah penguasaan cara mengajar. Dengan lain perkataan cukup dengan kompetensi profesional saja, tidak perlu kompetensi kepribadian.

V. Catatan Akhir

1. Upaya peningkatan kualitas pembelajaran selalu menjadi kepedulian Pemerintah. Dari waktu ke waktu diterbitkan berbagai kebijakan dan proyek-proyek yang menyentuh semua komponen yang terkait dalam sistem pembelajaran, seperti peningkatan kualitas tenaga  pendidik dan kependidikan, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, pendayagunaan  pendekatan pendidikan baru, peningkatan kesejahteraan guru, tata kelola pendidikan baru,

dan sebagainya. Namun kebijakan-kebijakan baru tersebut acapkali diwarnai dengan nuansa menyalahkan pendekatan lama dan ingin mengganti dengan pendekatan baru. Pada hal

 pendekatan baru mungkin lebih bernuansa alternatif lain yang menambah khasanah  pendekatan pembelajaran yang sudah ada. Ketidakpuasan pengajar, para pemikir, dan  pengelola sekolah terhadap setiap pendekatan baru selalu muncul sedangkan kualitas  pembelajaran yang diimpikan seolah-olah tidak muncul.

2. Teori apapun yang menjadi landasan setiap pendekatan akan lebih mantap dan  berkelanjutan bila:

a. Visi pembelajaran yang mengarah pada terujudnya tujuan pembelajaran dipahami dan diyakini manfaatnya oleh peserta didik dan pengajar sejak awal pembelajar an. Pengajar haruslah visioner.

 b. Menggunakan pendekatan sistem dengan menempatkan kegiatan pembelajaran sebagai titik sentralnya sedangkan komponen lain menjadi pendukungnya sehingga harus relevan dengan titik sentral tersebut. Pendekatan Sistem ( system approach ) adalah salah satu konsep dasar teknologi pendidikan.

c. Pengajar perlu di beri kebebasan seluas-luasnya untuk menciptakan strategi pembelajaran yang dipandang baik sepanjang mengarah pada tercapainya visi pembelajaran dengan

menggunakan sumber belajar yang tersedia dan dapat disediakan ditempatnya mengajar. Untuk ini, modal utama yang diperlukan pengajar adalah penguasaan pengetahuan dan ketrampilan tentang berbagai metode dan media pembelajaran yang dapat diperoleh melalui  pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau yayasan pendidikan

tempatnya bekerja. Penggunaan sumber belajar seluas – luasnya adalah konsep dasar yang lain dalam teknologi pendidikan.

3. Pengukuran terhadap ketercapaian visi pembelajaran diperlukan, baik yang secara intensif oleh pengajar dan sekolah maupun pada saat akhir program yang disebut UAN, oleh

Pemerintah, sebagai bentuk akuntabilitas pengajar dan sekolah kepada peserta didik, masyarakat, dan Pemerintah. Pengukuran terhadap hasil belajar bukan saja hak setiap  pengajar tetapi juga hak pemangku kepentingan untuk mengetahui hasilnya. Untuk itu  pengajar mempunyai kewajiban untuk mempublikasikan hasilnya.

4. Relevansi pendidikan ditentukan oleh keterlibatan tiga mitra yaitu, pengguna lulusan,  penyelenggara pendidikan dan peserta didik atau lulusan yang sudah bekerja dalam

 bidangnya. Mereka adalah segitiga pengaman yang mewakili pemangku kepentingan dalam menentukan tingkat relevansi pendidikan.

(14)

Drost, J. (2005). Dari KBK sampai MBS. Jakarta:Kompas

Hamalik, Oemar. (2005). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta:PT Bumi Aksara

Harjanto. (1997). Perencanaan Pengajaran. Jakarta:PT Rineka Cipta

Kande, Fredrik (2008). Membedah Kekuatan dan Kelemahan KTSP, diambil 17 Oktober 2009 dari http://re-searchengines.com/frederik0608.html

Karyadi, Benny. (2005). Penerapan Konsep CBSA di Sekolah Dasar. Dalam IGAK Wardani, dkk., Kurikulum dan Pembelajaran (Buku Materi Pokok Universitas Terbuka).

Jakarta:Universitas Terbuka

Mulyasa, E. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Kar ya. Soedijarto (2008). Kemampuan Profesional Guru Yang Sesuai Dengan Upa ya Peningkatan Relevansi Dan Mutu Pendidikan Nasional Serta Jaminan Kesejahteraan Dan Perli ndungan Yang Diperlukan Pendidik Profesional (Makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Tentang Perlindungan Bagi Profesi Guru), diambil 17 Oktober 2009 dari

http://www.jakartateachers.com/4429.htm

Sudjana, Nana, dan Rivai, Ahmad. (1989). Teknologi Pengajaran. Bandung:CV Sinar Baru Suparman, Atwi. (2004). Desain Instruksional. Jakarta:Universitas Terbuka

Susilana, Rudi (2009). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dalam Asep H. Hernawan,

dkk.,Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran (Buku Materi Pokok Universitas Terbuka). Jakarta:Universitas Terbuka

Wijaya, Cece, Djadjuri, Djadja, dan Rusyan, A. Tabrani (1991). Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung:PT Remaja Rosda Karya

Popularity: 82% [?]

Menjelajah Pembelajaran Inovatif  Written by www.sekolahvirtual.or.id Monday, 29 March 2010 17:12

Memperbincangkan pendidikan dewasa ini, seperti menelisik setiap sendi kehidupan manusia. Peranan dunia pendidikan tidak hanya sekadar mengemban amanat mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih dari itu, dunia pendidikan memiliki tanggung jawab moral membentuk manusia seutuhnya. Yaitu manusia yang mampu memahami dirinya sendiri.

(15)

 bagi survivenya suatu Negara-bangsa di tengah kancah pertarungan globalisasi. Maupun sebaliknya, kemajuan suatu Negara-bangsa juga dapat diukur sejauh mana dunia pendidikan yang dibangun di dalamnya. Dengan kata lain, dunia pendidikan menjadi barometer suatu  Negara-bangsa dalam membaca dan melihat posisinya.

Maka tidak heranlah, sepanjang sejarah Negara-bangsa Indonesia, persoalan menemukan konsep dunia pendidikan yang ideal tak pernah usai. Hal ini berbanding lurus dengan gerak laju zaman yang selalu ditentukan dari riuh redam ruang kelas ataupun ruang kuliah para cendekia.

Lebih jauh, mencuat gonjang-ganjing Ujian Nasional (Unas) yang meresahkan berbagai elemen peserta didik, merupakan bukti paling mutakhir, bahwa dunia pendidikan selalu menuntut pada setiap peserta didik untuk selalu memikirkan, merumuskan dan menemukan konsep pendidikan yang ideal.

Selain persoalan konsep yang ideal dalam membentuk manusia yang seutuhnya, yang perlu diperhatikan adalah substansi dan esensi pendidikan itu sendiri. Seperti disinyalir dalam  beberapa dekade terakhir ini, bahwa dunia pendidikan telah banyak mengalami berbagai kegagalan dalam membentuk karakter manusia seutuhnya. Dengan kata lain, tugas  pendidikan banyak terabaikan. Terutama memanusiakan manusia. Artinya, dunia pendidikan

selama ini tak ubahnya penjara bagi anak didik.

Di sinilah, kehadiran paradigma dunia pendidikan kritis yang diusung Paulo Freire (1986) menemukan ruang kontemplasinya. Lewat keyakinan akan pentingnya landasan pendidikan sebagai sebuah proses memanusiawikan manusia kembali, Freire coba memberikan jalan alternatif untuk memberontak pada tradisi dehumanisasi yang menyelimuti dinding ruang sekolah.

Untuk lebih memahami konsep pendidikannya, Freire menjabarkan kesadaran manusia menjadi tiga macam. Pertama, kesadaran magis, yakni kesadaran yang tidak mampu mengetahui antara faktor satu dengan faktor lainnya. Kedua, kesadaran naïf, yakni kesadaran yang melihat aspek manusia menjeadi penyebab masalah yang berkembang di masyarakat. Ketiga, kesadaran kritis, yakni kesadaran yang melihat sistem dan struktur sebagai sumber masalah.

Dengan mengacu pada kesadaran yang terakhir ini, dunia pendidikan selalu mendapatkan  pertanyaan dari setiap peserta didiknya. Pertanyaan yang selalu merongrong kemandekan dan kejumudan lingkungan tumbuh kembangnya dunia pendidikan. Dengan kata lain, kesadaran kritis ini menuntut pada setiap peserta didik untuk terus menerus mempertanyakan, merombak, mencari dan merumuskan kembali setiap konsep pendidikan sesuai ruang waktu ke-disini-an dan ke-kini-an.

Di tengah tuntutan, tantangan serta berbagai persoalan kegagagalan dunia pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang paling tertuduh. Sosok guru merupakan orang paling dimintai  pertanggung jawabannya. Bahkan tidak ada alasan apa pun, yang dapat diberikan oleh

seorang guru untuk membela dirinya.

Maka, ketika ujian nasional digulirkan dengan standar kelulusan yang cukup fantastis, sosok guru pulalah, yang mula-mula merasa ketar-ketir. Ia mesti bertanggung jawab atas segala apa yang akan terjadi pada peserta didik: frustasi, stress, depresi dan segala keputuasaan mental

(16)

generasi bangsa ini.

Maka perbaikan dan evaluasi pada kemampuan seorang guru, seolah menjadi hal yang logis untuk dilakukan pertama kali dalam memecahkan persoalan dunai pendidikan. Maka, kehadiran buku “Menjelajah Pembelajaran Inovatif” karya Dr. Suyatno, M. Pd. merupakan menu mujarab setiap guru dalam mempersiapkan dirinya sebagai peserta didik yang paling dituntut.

Dalam buku ini, sosok guru diajak untuk berkenalan dengan paradigma baru pendidikan, yang menekankan hadirnya prinsip pembelajaran yang inovetif dan keberanian seorang guru untuk melakukan inovasi. Dengan prinsip pembelajaran inovatif, seorang guru akan mampu memfasilitasi siswanya untuk mengembangkan diri dan terjun di tengah masyarakatnya.

Hal ini dapat dipahami dengan memerhatikan beberapa prinsip pembelajaran inovatif, yaitu: (a) pembelajaran, bukan pengajaran; (b) guru sebagai fasilitator, bukan instruktur; (c) siswa sebagai subjek, bukan objek; (d) multimedia, bukan monomedia; (e) sentuhan manusiawi,  bukan hewani; (f) pembelajaran induktif, bukan deduktif; (g) materi bermakna bagi siswa,  bukan sekadar dihafal; (h) keterlibatan siswa partisipasif, bukan pasif.

Selain memberikan beberapa prinsip dasar, pembelajaran inovatif juga menekankan adanya  pola dan strategi pendidikan yang utuh. Pola dan strategi pendidikan yang menitik bertakan  pada tercipanya kesadaran peserta didik pada dirinya sendiri dan lingkungannya.

Selanjutnya, ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan ekpresi merupakan salah satu tumor pendidikan yang urgen untuk disembuhkan. Inilah salah satu hal yang esensial yang dibawa buku ini. Seorang guru sudah seyogyanya untuk yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi dalam pembelajarannya; seorang seyogyanya untuk yakin bahwa perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat perubahan tentang cara dan gaya mengajar setiap hari akan melahirkan hasil yang besar; serta seorang guru seyogyanya untuk terbuka menerima saran dan kritik dari guru lain, bila pola pembelajaran yang disampaikannya sama seperti yang kemarin (halaman 17)

Lebih jauh, keberanian seorang guru dalam berinovasi, serta merta akan membentuk karakternya menjadi kreatif. Kemampuan dan kapasitasnya, baik hard skill maupun soft skill, akan terasah dengan sendirinya. Kekreatifan seorang guru, akan berdampak tidak hanya pada  pola komunikasi pembelajaran, tetapi juga akan membentuk suasana serta atmosfir  pembelajaran yang menyenangkan (enjoy learning). Pembelajaran yang mampu

mentransformasikan ilmu sekaligus mampu membetuk karaketr siswa yang manusiawi.

Di bagian akhir buku, juga diuraikan beberapa metode yang dapat digunakan oleh seorang kreatif dalam membangun suasana kelas yang familiar dan manusiawi. Suasana kelas yang tak lagi hadir sebagai ruang penjara yang dijejali teori, konsep dan tugas dari guru. Tetapi raung kelas yang mampu menggali potensi siswa dan menjernihkan nalar pikir anak didik dalam memahami dan mengaplikasikan kemampuannya untuk dirinya sendiri dan lingkungannya.

Di tengah berbagai tuntutan dan gonjang-ganjing dunia pendidikan, serta terealisasinya anggaran dua puluh persen APBN untuk pendidikan, kehadiran buku “Menjelajah Pembelajaran Inovatif’” memiliki arti dan per anan yang cukup penting. Pertama, buku ini dapat dijadikan referensi bagi setiap peserta didik untuk melihat paradigma baru dunia

(17)

 pendidikan masa kini. Kedua, buku ini dapat menjadi media motivasi bagi setiap guru untuk lebih berani dalam melakukan pola dan strategi pembelajaran yang inovatif; pembelajaran yang mampu menciptakan ruang dan suasana kelas yang familiar dan harmonis, serta dinamis  bagi anak didik. Ketiga, buku ini dapat mendorong guru untuk lebih kreatif dalam melakukan transformasi keilmuan. Kreatifitas guru tentunya terletak pada kekayaannya memiliki metode dan aneka model pembelajaran, serta kecermatannya untuk memilih dan memilah metode dan aneka pembelajaran yang akan digunakan di setiap waktu yang berbeda.

Terlepas dari arti dan peran-fungsinya bagi peserat didik, terutama guru, buku “Menjelajah Pembelajaran Inovatif” memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi dunia pendidikan.

Inovasi Pembelajaran Matematika

Posted on April 20, 2007 by apiqquantum| 3 Komentar

APIQ: Aritmetika Plus Inteligensi Quantum Inovasi Pembelajaran Matematika

Setiap anak terlahir jenius. Setiap anak berpotensi meraih prestasi tertinggi dalam bidang matematika. Tetapi kenyataannya hanya sedikit sekali anak yang berhasil meraih prestasi di  bidang matematika. Mengapa? Kita memerlukan pendekatan pembelajaran matematika yang

revolusioner. Sebuah pendekatan yang melejitkan potensi belajar setiap anak.

APIQ adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan Quantum. Dengan APIQ, siswa mampu belajar matematika dengan cepat dan menyenangkan. APIQ mengaktifkan kekuatan otak kanan yang kreatif dan berpadu dengan kekuatan otak kiri yang logis. APIQ mengembangkan kemampuan siswa dengan pendekatan algoritmik aritmetik. Sehingga anak memiliki keterampilan berpikir sistematis untuk menghadapi setiap masalah.

Kita sering melihat siswa SMA yang kemampuan

matematika hanya setingkat SMP atau bahkan SD.

Apakah mungkin terjadi sebaliknya? Siswa SD

kemampuan matematikanya setingkat SMA? Siswa

SMA kemampuan matematikanya setingkat mahasiswa

universitas? Atau mungkinkah seorang anak yang

semula tidak menguasai matematika berubah menjadi

 pandai matematika? Sangat mungkin!

APIQ

telah

Referensi

Dokumen terkait

Peta administrasi Kecamatan Semarang Tengah serta data monografi Kecamatan Semarang Tengah digunakan sebagai masukan yang terdiri dari informasi tentang jumlah sarana

Selain mengkritik emotikon dari media sosial “Line” terkait dengan bentuknya yang tidak sesuai dengan kebudaayan, mahasiswa semester dua juga berpendapat bahwa

Hasil penelitian diperoleh melalui pembelajaran Tematik tema 7 (Peristiwa dalam Kehidupan), subtema 1 (Peristiwa Kebangsaan Masa Penjajahan), pembelajaran 1 dengan

Ducting adalah sebuah benda kotak berbentuk cerobong yang berfungsi untuk mensirkulasikan udara dari suatu ruangan dengan menggunakan unit Fan. Posisi ducting selalu

Biaya medis langsung (direct medical cost) atau biaya total perawatan adalah jumlah keseluruhan biaya selama perawatan meliputi biaya obat, biaya penunjang, biaya tindakan, biaya

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai performa ayam arab terhadap konsumsi pakan, produksi telur dan konversi pakan dengan pemberian energi dan protein

Akan tetapi, data yang ada belum dapat menjawab permasalahan yang terjadi dalam kegiatan budidaya, seperti periode pemijahan alaminya, tingkat mortalitas larva

Rusoft Design Company merupakan usaha baru yang dibentuk bersama dalam bidang pelayanan pembuatan aplikasi komputer berbasis desktop, seperti sistem