• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH GLOBALISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEJARAH GLOBALISASI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH GLOBALISASI

Globalisasi sebagai sebuah fenomena mulai menampakkan dirinya pada sekitar tahun delapanpuluhan abad ini. Dan pemunculan itu setidaknya sangat berkiatan erat dengan 3 peristiwa besar yang masing-masing mewakili ranah politik, teknologi dan ekonomi. Ketiga peristiwa itu adalah:

1. Ranah politik: berupa berakhirnya perang dingin antara Timur –yang dalam

hal ini diwakili oleh Uni Soviet- dan Barat –yang dalam hal ini diwakili oleh Amerika-. Tentu saja dengan “kekalahan” di pihak Uni Soviet yang belakangan harus rela membiarkan wilayahnya tercabik dan melepaskan diri satu persatu.

2. Ranah teknologi: yang mewujud dalam revolusi informasi, dimana dunia

menyaksikan ledakan yang luar biasa dalam bidang telekomunikasi dan arus perpindahan informasi yang tak terkendali dari satu tempat ke tempat yang lain.

3. Ranah ekonomi: berupa lahirnya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada

tahun 1995 yang kemudian menjadi bibit persemaian awal ide pasar dan perdagangan bebas di antara semua negara.[2]

Satu hal unik yang patut dicatat adalah bahwa globalisasi belum pernah terjadi atau ditemukan pada abad-abad sebelumnya, meskipun beberapa negara atau bangsa memiliki kekuasaan penuh (baca: menjajah) bangsa lainnya secara militer dan ekonomi. Meskipun Romawi pernah menguasai hampir semua wilayah Eropa misalnya, namun kekuasaan itu kemudian tidak melahirkan fenomena globalisasi ini.

Demikian pula jika kita menariknya jauh ke belakang di saat bangsa Eropa menggalakkan ekspedisi pencarian wilayah baru di kawasan timur bumi, sejarah tidak pernah mencatat adanya fenomena baru yang disebut globalisasi ini, meskipun sebagian negara Eropa itu berhasil menanamkan kekuatan dan kekuasaannya di berbagai wilayah timur dunia. Namun di zaman kiwari ini, di saat kita –setidaknya secara kasat mata- tidak lagi melihat bentuk-bentuk imperialisme klasik atas bangsa lain, gelombang globalisasi dengan dukungan perkembangan telekomunikasi dan transportasi yang berkembang nyaris setiap detik, justru menjelma menjadi fenomena yang tak mungkin lagi

(2)

terbendung. Kita nampaknya tidak mempunyai pilihan lain selain turut serta menjadi “pemain” dalam arusnya yang sangat kuat. Tinggal kemudian kita yang menentukan: apakah kita sekedar menjadi “pemain” yang pasrah mengikuti ke mana saja ia mengalir, atau justru menjadi “pemain” yang lihai memanfaatkan arusnya untuk mewujudkan cita-cita keislaman kita.

James Petras "Globalisasi merupakan suatu fenomena yang keberadaanya tidak begitu saja ada. Ia ada setelah melalui proses yang kompleks. Ada tiga argumen dasar untuk menjelaskan globalisasi, yaitu tersebut adalah pertama, kemajuan teknologi atau revolusi teknologi informasi, kedua, permintaan pasar dunia dan ketiga, logika kapitalisme atau logic of capalitalism."

Paul Hirst dan Grahame Thomson melihat perkembangan globalisasi ini dari

sisi sejarah kegiatan perusahaan ke seluruh dunia. Mereka berdua mencatat pada abad ke -14 telah terjadi perdagangan di Eropa Barat dan daerah Levant. Pada abad ke-17 dan 18, dengan dukungan dari negara, berdiri perusahaan-perusahaan besar kolonial seperti Duth

East India Company, British East India Company, Mocovy Company, Royal Africa Company dan Hudson Bay Company.

James Petras sendiri membagi sejarah globalisasi menjadi tiga fase. Fase

pertama dimulai pada abad 15. Di sini globalisasi pada awalnya tidak dapat dilepaskan dari imperalisme sebagai pilar utama dalam pengakumulasian modal kaum kapitalis Eropa yang dicapai dengan menghisap dunia ketiga. Fase kedua dibangun pada era inter

imperial trade. Dalam tahap ini globalisasi telah melibatkan kompetisi dan kolaborasi,

perjuangan antara preusan multinacional di satu negara untuk merebut sebuah pasar dan juga kolaborasi antar mereka sendiri untuk mengeksploitasi pasar tersebut. Fase ketiga merupakan fase internacional trade. Perdagangan internacional atas komoditi dari jeringan global maupun regional telah memberikan karakter kelas dalam globalisasi. Pada fase ketiga ini agen utamanya dalam MNCs /TNCs yang telah menggantikan peran perusahaan dagang dalam mengeksploitasi dan menghisap sumber tenaga verja murah di dunia ketiga

Ketika bangsa-bangsa Barat (Eropa) menjelajah dunia Timur dan kemudian menguasainya (menjajahnya hingga

(3)

menimbul¬¬kan keseng¬saraan, di abad ke-17 hingga ke-20) maka apa yang terjadi kemudian adalah

Bangsa-bangsa Timur mengenal (peradaban) bangsa Barat di samping sudah tentu adalah sebaliknya bangsa Barat

mengenal bangsa Timur. Hampir bersamaan dengan itu bangsa-bangsa Barat juga "menemukan" dunia baru yang lain

ter¬masuk misalnya benua Amerika. Tetapi jauh sebelum itu para pedagang Parsi (Iran sekarang) sudah menjalin

kontak perdagangan dan juga informasi dan kebudayaan dengan bangsa di Cina; dan beberapa kota pantai yang berada di

wilayah negara yang sekarang disebut Indonesia sudah menjadi pusat-pusat perdagangan termasuk misalnya Pasai, Delhi,

Banten, Cirebon, dan Jepara. Jalinan hubungan perdagangan, kebudayaan, dan sesekali juga politik antara masyarakat

dan penguasa di berbagai wilayah Nusantara dengan India dan juga Cina sudah berlangsung jauh sebelum bangsa-bangsa

Barat berlayar ke Timur.

Ilustrasi singkat ini membuktikan bahwa jalinan serta kontak-kontak ekonomi-perdagangan, politik, dan budaya di antara

anak-turun Adam sebenarnya sudah berlangsung sangat lama yang kemudian mengalami perkembangan sangat kompleks

dan per¬cepatan tinggi yang sekarang dikenal dengan globalisasi. Glo¬balisasi dengan demikian sebenarnya

bukan merupakan gejala yang sama sekali baru; dan berpikir untuk menutup diri sepenuhnya dari pengaruh luar lebih

merupakan ilusi. Politik isolasi yang ditempuh bangsa Jepang semasa rezim Shogunat harus berakhir pada tahun 1853

ketika Komodor Matthew C. Perry dengan dukungan beberapa armada mendarat di Uraga (sebuah kawasan di Teluk

(4)

Tokyo) dan berhasil memaksakan politik pintu terbuka yang kemudian membawa perubahan-perubahan pada rezim.

Reformasi harus dilakukan oleh bangsa Jepang terutama sejak 1856, atau yang lebih dikenal dengan Restorasi Meiji, yang

berlangsung paling tidak hingga awal abad ke-20 (lihat misalnya Shozo, 1981: 179-220).

Sampai sebegitu jauh media massa nampaknya belum mengambil peran-peran secara signifikan sebagaimana waktu

sekarang. Alat cetak manual (hand press) sangat sederhana baru dirintis pertengahan kedua abad ke-15 oleh Guttenberg di

Jerman dan suratkabar di Amerika baru dirintis pada akhir abad ke-17 dengan diterbitkannya Public Occurences (lihat

Fedler, 1978:1-39; DeFleur dan Denis,1985:33-75). Di Indonesia sejarah suratkabar (masih dengan hand press sederhana

dan milik Belanda) baru dimulai menjelang akhir abad ke-18 - lebih dari setengah abad setelah Belanda mulai

menancapkan kekuasaannya di Indonesia dengan diterbitkannya Bataviasch Nouvelle; dan rintisan awal surat¬kabar

nasional (dimiliki oleh dan dengan menggunakan bahasa Indonesia) ditandai dengan terbitnya Medan Prijaji di Bandung di

tahun 1904 (Pawito, 2002:76-77).

Gejala globalisasi mengalami peningkatan akselerasi dan eskalasi dahsyat terutama setelah di akhir dekade 1980-an Soviet

Russia (USSR) hancur berkeping dan kemudian muncul negara-negara (atau bangsa-bangsa) yang merdeka yang

kemudian diikuti oleh negara-negara di Eropa Timur serta robohnya Tembok Berlin yang kemudian menyatukan kembali

Jerman (lihat, misalnya, Treadgold, 1995:431-440; Dawisha, 1988:102-214). Hal demikian rupanya sekaligus mengakhiri

era perang dingin (cold war) antara Blok Barat yang merepresentasikan kekuatan liberalisme-kapi¬talisme dengan AS

(5)

berada di garis depan yang berhadapan dengan Blok Timur yang merepresentasikan kekuatan totalitarianisme-komunisme

dengan Uni Soviet berada di garis depan. Hal ini rupa¬nya juga menandai kemenangan sistem demokrasi liberal yang

kemudian oleh Fukuyama dikatakan sebagai "end point of mankind's ideological evolution" dan "final form of human

government" (Fukuyama, 1992:xi).

Penting untuk dikemukakan dalam kaitan ini bahwa media massa mengambil peran-peran yang sangat penting dalam

proses-proses perubahan menuju demokrasi di kawasan tersebut (dan kawasan lain). Tiga pilar perubahan yang diusulkan

oleh Michael Gorbachev glassnot (keterbukaan), perestroika (reformasi), dan democratziya (demokratisasi) pada akhirnya

diterima oleh masyarakat/bangsa Russia, walau harus melewati masa transisi yang sulit dan berdarah-darah pada masa

pemerintahan penerusnya Boris Yeltzyn. Hal demikian dapat terjadi terutama karena didukung oleh kebebasan pers

dan/atau informasi. Gorbachev dalam kaitan ini menulis, antara lain, sebagai berikut.

Perestroika confirmed once again that the normal, democratic development of society rules out universal secrecy as a

method of administration. Democratic development presupposes glasnost - that is openness, freedom of information for all

citizens and freedom of expreession by them of their political, religious, and other views and convicstions, freedom of

criticism in the fullest sense of the word (Gorbachev, 2000:61).

<p style="text-align: justify;">Apa yang terjadi di Indonesia memang tidak sama persis dengan yang terjadi di Uni Soviet dan

juga Eropa Timur; akan tetapi ada kesamaan yang terkesan sangat menonjol. Kesamaan termaksud, antara lain, adalah

(6)

kenyataan bahwa proses-proses demo&not;kratisasi (proses perubahan menuju tatanan lebih demokratis) dimulai dari

sebagian kalangan elite dan kalangan muda, terutama para akademi, tokoh masyarakat dan mahasiswa, yang merasa

semakin letih oleh kondisi-kondisi yang ada yakni tatanan yang semakin mengarah kepada otoritarian dan korup pada

menjelang akhir periode Orde Baru. Mereka ini, sebagaimana sebagian elite partai Komunis dan angkatan muda yang

menginginkan perubahan, sudah lama sebenarnya menyerap informasi mengenai dunia luar melalui media massa terutama

siaran televisi dan siaran radio luar negeri serta penerbitan-penerbitan dari luar negeri. Kalau sebagian elite partai komunis

dan para pemuda di Soviet Russia merasa semakin letih oleh tatanan totalitarian komunis yang semakin korup dan

diskriminatif maka sebagian elite dan pemuda di Indonesia semakin letih oleh tatanan Orde Baru yang juga semakin

otoritarian dan juga korup.

Sebagian kalangan elite dan para pemuda-mahasiswa di Indonesia yang mengetahui perkembangan-perkembangan dunia

luar, terutama melalui pemberitaan-pemberitaan media massa luar negeri, mulai dan semakin tertarik dengan

gagasan-gagasan perubahan (reformasi) terutama setelah pemilihan umum 1997 yang kemudian ternyata tidak

memperoleh legitimasi dari rakyat. Para elite dan mahasiswa ini mengetahui perubahan-perubahan dan dinamika politik

yang terjadi di dunia luar negeri seperti Gerakan People Power di Phillipina 1986 yang memaksa Presiden Marcos turun

dari jabatan, hancurnya Soviet Russia dan negara-negara komunis di Eropa Timur di penghujung dekade 1980-an, dan

(7)

pem&not;bantaian terhadap para aktivis yang menuntut perubahan di lapangan Tienanmen Cina 1989, dan aksi-aksi protes

gerakan pro-demokrasi di Thailand terutama tahun 1992 (lihat, misalnya, Uhlin, 1997:176-184; Pawito, 2002:45-46).

Globalisasi Pertama menurut Kennedy terjadi pada 18501914, dimulai dari penyebaran nilai liberal dalam perekonomian sebagaimana tecermin dalam Napoleonic Code, yang merupakan sumber Kitab Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) kita. Penekanan dalam periode ini meliputi soal kebebasan dan kebendaan individu. Dari sudut hukum ekonomi internasional, periode ini menyaksikan munculnya konsep tentang perdagangan bebas dan gold standard. Pemikiran hukumnya banyak bersumber dari FK von Sa vigny dan berhasil masuk ke Inggris serta Amerika dalam bentuk positivisme hukum (legal positivism).

Indonesia sendiri mengalami Globalisasi Pertama dalam statusnya sebagai koloni Hindia Belanda. Sebagai koloni, pluralisme hukum terbentuk antara hukum Barat yang hidup berdampingan dan sistem hukum adat/lokal yang ada di Indonesia saat itu.

Tahun 1900 adalah awal Globalisasi Kedua, yang juga dinamakan ”The Social”. Periode ini bertahan 68 tahun. Penekanannya pada perombakan struktur/kelas sosial, keadilan sosial, nasionalisme, lokalisme, sosialisme/komunisme, dan jaringan sosial. Nilai individualisme diganti dengan nilai kepentingan bersama. Hukum ditegakkan guna mencapai tujuan sosial tertentu. IMF, Bank Dunia muncul sebagai akibat Bretton Woods, lalu GATT menyusul, dan ekonomi pasar mulai ditinjau kembali. Periode ini ditandai dengan adanya semacam

kebutuhan akan suatu tatanan internasional yang lebih berperan dalam perekonomian. Friksi antara kapitalisme dan komunisme juga terjadi dalam masa ini.

Dalam sejarah republik kita, Globalisasi Kedua berlangsung paling lama: sejak kemerdekaan sampai akhir Orde Baru. Ada nilainilai nasionalisme dan pluralisme hukum yang masuk sebelum kemerdekaan. Sedangkan masa setelah Orde Baru ditandai dengan masuknya aliran hukum ”Law and Development” sesuai dengan anutan elite hukum di Indonesia. Pemerintah saat itu pun melihat manfaat untuk mengkonsepsikan hukum dan pranata hukum, termasuk cabang yudikatif, sebagai alat dan sarana tujuan tertentu, yaitu ”pembangunan”.

Namun, pada saat yang sama sebenarnya sudah terjadi sejak 1945 mulai berkembang nilai-nilai lain yang menjadi dasar dari pemikiran hukum kontemporer (Globalisasi Ketiga) sebagai hasil sintesis Classical Legal Thought dengan The Social. Dalam periode ini, kebijakan dan neoformalisme menjadi lebih penting. Nilai yang mengalami globalisasi adalah hak asasi manusia, nondiskriminasi, rule of law, federalisme, otonomi daerah, konstitusionalisme, termasuk peraturan prudensial, Basel II, good corporate governance, serta konsep baru tentang regulasi pasar (the pragmatically regulated market). Globalisasi ini juga menghasilkan the European Commission, NAFTA, dan WTO.

(8)

1. SEJARAH GLOBALISASI

o Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad

ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional.

o Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia

telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M.

o Saat itu, para pedagang dari Cina dan India mulai menelusuri negeri lain

baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera ) maupun jalan laut untuk berdagang.

o Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di

Asia dan Afrika .

o Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi

Jepang , Cina , Vietnam , Indonesia , Malaka , India , Persia , pantai Afrika Timur , Laut Tengah , Venesia , dan Genoa .

o Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga

menyebarkan nilai-nilai agamanya , nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.

o Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran

oleh bangsa Eropa . Spanyol , Portugis , Inggris , dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini.

o Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang

meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet .

o Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa

pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.

o Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta

pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia.

o Di Indonesia misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan

Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat , Unilever dari Belanda , British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.

o Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika

perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh.

o Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme

adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia.

o Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai

pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi . Alhasil, sekat-sekat antarnegara pun mulai kabur.

(9)

globalisasi, yakni pertumbuhan ekonomi antarnegara yang saling bergantung satu sama lain di dunia yang luas ini yang meliputi peningkatan jumlah dan jenis transaksi lintas batas baik dalam benda dan jasa, pergerakan modal internasional yang bebas, dan semakin cepat daan luasnya perkembangan teknologi.

modernisasi adalah proses pembangunan kesempatan yang diberikan oleh perubahan demi kemajuan. Widjojo Nitisastro juga mendefinisikan bahwa modernisasi mencangkup suatu transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis.

GLOBALISASI ATAU MODERNISASI

Tidak dapat dimungkiri bahwa globalisasi mengikutsertakan modernisasi. Hal itu terjadi lantaran “hukum alam” yang bekerja secara alamiah, Kita harus mengakui bahwa modernisasi dilandasi oleh rasionalisasi. Sejalan dengan itu, kemajuan sebuah bangsa juga berbanding lurus dengan menguatnya rasionalisasi. Dengan demikian modernisasi merupakan kecenderungan yang tak terelakan sebagaimana globalisasi.Terkait dengan itu, pada dasarnya modernisasi merupakan produk pergulatan masyarakat Barat dengan problem yang mereka hadapi, sehingga suka atau tidak, modernisasi merepresentasikan nilai-nilai budaya Barat. Hal ini bisa dilihat dari sistem politik modern yang lebih mencerminkan budaya Barat, yakni supremasi kebebasan dan otonomi individu.

Begitupula sistem ekonominya. Jadi globalisasi, sedikit banyak, sebenarnya mengandung muatan westernisasi. Kekuatan globalisasi dalam konteks politik, misalnya, kita rasakan dengan menguatnya tuntutan partisipasi rakyat dalam negara. Demokrasi menjadi ucapan sakti yang senantiasa dimantrakan ketika berbicara tentang negara dan masyarakat. Ekonomi liberal juga menjadi rumus kunci dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat modern.Pada beberapa kalangan tertentu, globalisasi dan modernisasi dianggap adalah sebuah imperialism baru, penjajahan baru. Imperialisme adalah pemaksaan dominasi politik, militer, budaya, dan ekonomi atas suatu negara untuk dieksploitasi. Imperialisme atau penjajahan (

isti’mariyah

) merupakan metode baku dari ideologi kapitalisme dalam menyebarkan pengaruhnya. Kendati merupakan metode baku, tapi manifetasi imperialisme muncul dalam beragam bentuk, bisa berupa dominasi militer, politik, ekonomi, budaya maupun bentuk yang lain. Kolonialisme atau penguasan wilayah oleh negara-negara Barat atas Dunia Islam pada abad 19 dan Abad 20 jelas merupakan bentuk imperialisme paling telanjang, yakni imperialisme militer berupa pendudukan yang disertai penghisapan kekayaan alam negeri muslim terjajah.Pasca Perang Dunia Kedua (1945), imperialisme fisik (militer) berakhir. Dunia berharap bahwa setelah itu imperialisme tidak akan ada lagi. Tapi dunia harus kecewa karena ternyata imperialisme jalan terus. Ia hanya berubah wajah. Melalui dominasi politik-ekonomi dengan jargon modernisasi, imperialisme terus berlangsung khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang baru merdeka dari penjajahan Barat. Modernisasi yang lebih dikenal dengan istilah pembangunan (

development

) ini, pada praktiknya hanya merupakan usaha negara-negara Barat untuk terus mengukuhkan dominasinya atas negara-negara bekas jajahan pasca Perang Dunia II itu.Dunia melihat, pada tahun 1980-an, hampir setengah abad berlalu semenjak

(10)

kemerdekaan dan proses modernisasi dilakukan yang diharap bisa menjadi pintu kemajuan bagi negara Dunia Ketiga, terbukti upaya itu tidak membuahkan hasil. Yang ada adalah kenyataan bahwa Dunia Ketiga tetaplah menjadi negara miskin, terbelakang dan terpinggirkan serta sekaligus tetap menjadi obyek eksploitasi negara maju. Pada tahun itu, negara-negara industri yang jumlah penduduknya hanya 26 % dari penduduk dunia ternyata menguasai lebih dari 78 % produksi, menguasai 81 % perdagangan dunia, 70 % pupuk, dan 87 % persenjataan dunia. Sementara 74 % penduduk di Asia, Afrika, dan Amerika

Kolonialisme atau penguasan wilayah oleh negara-negara Barat atas Dunia Islam pada abad 19 dan Abad 20 jelas merupakan bentuk imperialisme paling telanjang, yakni imperialisme militer berupa pendudukan yang disertai penghisapan kekayaan alam negeri muslim terjajah.Pasca Perang Dunia Kedua (1945), imperialisme fisik (militer) berakhir. Dunia berharap bahwa setelah itu imperialisme tidak akan ada lagi. Tapi dunia harus kecewa karena ternyata imperialisme jalan terus. Ia hanya berubah wajah. Melalui dominasi politik-ekonomi dengan jargon modernisasi, imperialisme terus berlangsung khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang baru merdeka dari penjajahan Barat. Modernisasi yang lebih dikenal dengan istilah pembangunan (

development

) ini, pada praktiknya hanya merupakan usaha negara-negara Barat untuk terus mengukuhkan dominasinya atas negara-negara bekas jajahan pasca Perang Dunia II itu.Dunia melihat, pada tahun 1980-an, hampir setengah abad berlalu semenjak kemerdekaan dan proses modernisasi dilakukan yang diharap bisa menjadi pintu kemajuan bagi negara Dunia Ketiga, terbukti upaya itu tidak membuahkan hasil. Yang ada adalah kenyataan bahwa Dunia Ketiga tetaplah menjadi negara miskin, terbelakang dan terpinggirkan serta sekaligus tetap menjadi obyek eksploitasi negara maju. Pada tahun itu, negara-negara industri yang jumlah penduduknya hanya 26 % dari penduduk dunia ternyata menguasai lebih dari 78 % produksi, menguasai 81 % perdagangan dunia, 70 % pupuk, dan 87 % persenjataan dunia. Sementara 74 % penduduk di Asia, Afrika, dan Amerika

Dari data yang kami dapat, kami hanya bisa menyimpulkan bahwa modernisasi muncul disaat manusia atau masyarakat dunia sudah dapat berpikir secara ilmiah tentang apa sebenarnya yang menjadi tuntutan dan kebutuhan mereka dalam hidup yang kemudian memaksa mereka untuk membuat beberapa teknologi untuk memudahkan proses kehidupan mereka. Teknologi yang dibuat ini pun bersifat efektif dan efisien, membuat apa yang sebelumnya mereka yakini adalah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Saat inilah juga dikenal dengan saat rasio berkuasa, pikiran mengalahkan segalanya, bahkan kepercayaan yang sifatnya religi.Sejak revolusi industry kala mesin uap pertama kali ditemukan di Inggris, kehidupan masyarakat dunia seakan mengalami perubahan yang pesat. Keringat manusia yang tadinya sangat mendominasi dalam dunia kerja mulai tergantikan dengan mesin-mesin yang bekerja menurut fungsinya masing-masing. Dari segi keefektifan, sudah jelas sangat efektif, tanpa harus membayar buruh yang mahal dan banyak, hanya dengan sebuah mesin kerja jadi beres.Berjalan seiring dengan perkembangan waktu dan hakikat manusia yang adalah makhluk social yang selalu saja membutuhkan makhluk lain, muncul kemudian kebutuhan-kebutuhan lain dalam hidup manusia yang seakan menjadi pekerjaan rumah bagi pikiran-pikiran ilmiah guna menciptakan teknologi baru yang tentu saja berguna untuk memudahkan,

(11)

mengefektifkan, dan mengefisiensikan segala pekerjaan.Kebutuhan yang paling penting dan mendesak kemudian adalah kebutuhan akan berhubungan dengan makhluk lain, kebutuhan informasi. Jarak yang terpisah

jauh dengan lingkungan yang belum terjamah secara maksimal dari segi transportasi mungkin adalah hal yang sangat menghalangi terjalinnya proses interaksi atarumat manusia.Dari tuntutan kehidupan ini, pikiran-pikiran ilmiah tadi kemudian mulai bekerja lagi. Memikirkan teknologi seperti apa yang dapat menjadi jawaban terbaik akan masalah ini. Masalah yang kemudian tanpa disadari adalah awal dari globalisasi, suatu proses penduniaan segala sesuatu yang tak dapat kita tahan, suatu proses dunia yang seakan tanpa dinding.Ditemukanlah kemudian telegram, sebuah alat komunikasi lintas wilayah dengan media elektronik yang sangat rumit proses interaksinya. Sangat rumit tentu jika dibandingkan dengan kehidupan sekarang ini. Dimana dengan menekan beberapa tombol saja di

keypad handphone

, kita dapat berhubungan secara langsung dengan teman kita yang ada di Amerika, seakan mereka ada didepan kita.Selalu adanya pembaharuan disegala bidang yang sifatnya ilmiah adalah salah satu cirri dari modernisasi yang telah kami jabarkan di beberapa penjelasan sebelumnya. Pembaruan pun terjadi di bidang telekomunikasi. Setelah ditemukannya telegram yang merupakan alat komunikasi pertama lintas wilayah yang berbasis elektronik, kemudian ditemukan atau diikuti dengan beberapa penemuan lain di bidang informasi dan telekomunikasi. Menyusul kemudian radio, televise, telepon, telepon genggam, sampai ke media yang paling dekat dengan kita sekarang, media internet. Media yang seakan menjawab tantangan

globalisasi dan modernisasi kekinian. Media yang betul-betul membuat setiap hal seakan tanpa batas, tanpa dinding.Munculnya banyak teknologi yang memiliki tujuan utama untuk memudahkan hidup manusia dalam menjalani prosesnya dan merupakan produk utama dari modernisasi kemudian menjadi sarana utama yang kelompok kami sebut seperti jalan tol untuk globalisasi. Globalisasi hanyalah suatu proses social dimana setiap hal seakan menjadi milik bersama yang bersifat internasional yang kemudian

mewujudkan sebuah komunitas global atau masyarakat global yang kita kenal belakangan dengan istilah

global village.

Komunitas global seperti ini tentu tidak akan terwujud jika tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai dalam hal ini teknologi.Teknologi yang dimaksud ini adalah sebuah produk dari modernisasi. Produk yang sama sekali tak memiliki pengaruh

negative untuk proses kehidupan kedepannya. Modernisasi kemudian menjadi jalan tol yang menopang masuk dan merebaknya globalisasi di dunia.Seperti halnya sebuah rencana dan niatan yang baik pada setiap awal langkah, tentu ketika pertama kali diciptakannya teknologi, ketika pertama kali kita masyarakat internasional melek dan sadar akan pentingnya teknologi, tentu tidak ada yang salah akan semua ini. Bahkan yang ada hanyalah sebuah harapan yang sangat besar akan manfaat yang dibawa oleh hasil ciptaan manusia ini. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, ketamakan ternyata tak pernah lepas dari hati masyarakat internasional. Kasus yang kemudian muncul adalah kasus

pemanfaatan di segala bidang, juga pemanfaatan teknologi yang merupakan karya luhur dan suci dari modernisasi.Teknologi yang tadinya diciptakan untuk mempermudah kerja

(12)

masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat yang membutuhkan pada khususnya berubah menjadi sebuah sarana yang sarat akan kepentingan berbagai pihak. Teknologi ini kemudian dijadikan sebagi sebuah media untuk penyebaran hegemoni. Globalisasi dan hegemoni kembali adalah sebuah hal yang tak bisa dipisahkan menurut Gramsci. Yang menjadi persoalan disini, unsure yang menjadi poin hegemoni kemudian adalah kepentingan-kepentingan orang barat. Kepentingan yang jika tidak kita saring dengan baik, maka tentu akan merusak kebudayaan local kita, mengikis kearifan local kita masyarakat Indonesia pada khususnya dan masyarakat timur dunia pada khususnya.Kita seakan diperbudak dengan fenomena global yang mengatakan bahwa kebudayaan barat adalah yang terbaik dan patut dijadikan teladan bagi masyarakat lain dengan kebudayaan yang masih terbelakang diseluruh penjuru dunia ini. Hal ini kemudian menjadi agenda illegal dari sebuah modernisasi, sebuah agenda yang jelas sudah tidak betul lagi jalannya.Modernisasi yang membelok maksud dan tujuannya dari tujuan luhur sejak pertama diprakarsai kemudian kita kenal dengan istilah

Westernisasi atau ke-barat-barat -an.

Westernisasi

tentu menyelamatkan batasan modernisasi untuk tetap di jalur yang baik. Jalur yang sebatas kemjuan teknologi yang kemudian menyebabkan perubahan bagi kehidupan manusia internasional ke jalan yang

lebih baik karena desakan kehidupan yang lebih efektif dan efisien dan didukung oleh kesadaran untuk pemikiran ilmiahnya.Ketimpangan akan modernisasi kemudian kita kenal dengan istilah

Westernisasi

. Sebuah paham budaya yang membawa budaya barat ke daerah timur dengan proses globalisasi dan jika tidak diserap dengan baik tentu akan menjadi senjata yang sangat berbahaya bagi eksistensi kebudayaan local dan kekayaan bangsa.

PENUTUP

Globalisasi adalah sebuah fenomena social dari masyarakat internasional yang bertujuan untuk menghasilkan terwujudnya sebuah dunia yang tanpa batas. Globalisasi adalah sebuah proses yang sarat akan kepentingan berbagai pihak yang bermain di dalamnya. Target utamanya adalah untuk membuat sebuah komunitas global yang memiliki

homogenitas yang kemudian dapat dengan mudah digerakkan atau dikontrol.Modernisasi adalah sebuah proses kehidupan social yang muncul ditandai dengan adnya perubahan tata kehidupan manusia yang berjalan seiringan dengan tuntuan hidupnya. Modernisasi kerapkali disandingkan dengan kemajuan teknologi di berbagai bidang. Teknologi ini adalah sebuah produk dari modernisasi yang kemudian muncul akan kebutuhan hidup manusia untuk memanfaatkan setiap kesempatan dengan esensi efisiennya dan

memproduksi setiap hal yang terbaik dnegan esensi efektifnya. Teknologi ini adalah hasil nyata

dari proses berpikir ilmiah masyarakat yang merupakan cirri utama dari suatu era modernisasi.Globalisasi dan Modernisasi pada awal pembentukannya adalah sebuah niatan yang sangat baik, guna menciptakan kemerataan dan kedailan yang baik desegala

(13)

bidang pada masyarakat dunia. Seiring dengan berjalan dan berkembanganya umat manusia di dunia, kedua hal ini pun berkembang menjadi sesuatu yang kemudian sart akan kepentingan berbagai pihak. Kepentingan berbagai pihak ini yang kemudian diyakini sebagai hal yang merusak esensi luhur dari globalisasi dan modernisasi.Sampai pada suatu titik dimana sekat antara modernisasi dan globalisasi seakan kabur. Selama pembahasan kami diatas, dapat kami simpulkan bahwa Globalisasi dan Modernisasi bukanlah suatu hal yang dapat diperbandingkan sehingga kemudian bermuara pada kesepakatan sama atau tidak sama.Globalisasi dan Modernisasi adalah suatu hal yang saling mendukung satu sama lain. Modernisasi adalah sebuah sarana singkat yang kemudian menjadi seakan jalan tol bagi globalisasi.Modernisasi adalah jalan tol bagi Globalisasi, itu simpulan menurut kami.

Referensi

Dokumen terkait

Disisi lain, bahasa Indonesia menghadapi tantangan baik dari masyarakat kita sendiri maupun dari luar seperti masuknya istilah-istilah asing yang dapat mengurangi esensi

 Membuat laporan hasil analisis dalam bentuk tulisan dan atau media lain mengenai sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa

3.6 Menganalisis karakteristik kehidupan masyarakat, pemerintahan dan kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu – Budha di Indonesia serta menunjukkan contoh bukti-

4.2 Menyajikan hasil identifikasi warisan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa kerajaan-kerajaan besar Islam di Indonesia

pendapat tentang proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia, disajikan berbagai pendapat ahli, baik yang menggunakan objektifitas

mengenai sistem  pemerintahan,  sosial, ekonomi,  dan kebudayaan  masyarakat  Indonesia pada  masa kerajaan­ kerajaan besar  Hindu­Buddha  dan Islam yang 

Menganalisis sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha untuk menentukan faktor yang berpengaruh

Salah satu dari bentuk kebudayaan tercermin dalam suatu kearifan lokal (local wisdom). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang