Bunga Rampai Teknologi Hijau dalam Rangka Rendah Karbon
112
Implementasi Bagi Negara Berkembang
ARIF DWI SANTOSO
Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Puspiptek Area, Gedung 820 Geostek, Tangerang Selatan, Banten 15314
Telp. 021-75791381 Fax. 021-75791403 e-mail : [email protected].
Pendahuluan
Perubahan iklim sudah berada di depan mata kita. Perubahan iklim yang sedang terjadi di dunia ini bukan hanya merupakan fenomena alam. Perubahan iklim juga diakibatkan oleh kegiatan manusia di muka bumi. Beberapa aktivitas manusia seperti penebangan dan pengrusakan hutan, pembakaran dan pembukaan lahan gambut, penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak dan gas bumi serta batubara akan memicu tingginya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dan mengakibatkan pemanasan bumi secara global serta perubahan iklim. Kenaikan suhu bumi juga memicu naiknya muka air laut yang dapat menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau kecil. Sementara itu cuaca ekstrim akan meningkatkan intensitas badai, kekeringan, longsor, banjir, kebakaran lahan, serta gelombang panas. Dan juga dapat berpotensi meningkatkan wabah penyakit seperti malaria, demam berdarah, diare, dan sebagainya.
Perubahan iklim merupakan tantangan strategis dan tantangan pembangunan yang dihadapi oleh hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia. Pemerintah Indonesia mengakui bahwa perubahan iklim merupakan isu pembangunan ekonomi dan perencanaan yang penting dan karena alasan tersebut Pemerintah Indonesia mengakui bahwa tindakan sejak dini untuk melakukan mitigasi dan adaptasi akan bermanfaat secara strategis maupun secara ekonomi bagi Indonesia.
Salah satu peran Indonesia adalah ketika Indonesia menjadi tuan rumah acara (COP) 13 di Bali yang menghasilkan Bali Road Map yang historikal. Meskipun melalui negosiasi yang alot, sebuah perjanjian iklim global masih menjadi hal yang sulit untuk disepakati. Karena alasan itulah banyak pihak harus terus berusaha keras untuk menemukan solusi bersama bagi permasalahan global ini.
Data dari statistik dunia menyatakan bahwa pada tahun 2050, populasi dunia akan mencapai 9 milyar. Pada saat itu manusia akan membutuhkan begitu banyak air bersih, makanan, energi, air dan berbagai sumber daya lain. Sementara menurut beberapa perkiraan, pada tahun 2050, sumber daya energi kita akan turun sebanyak 40% dan persediaan pangan akan menurun sebanyak 60%. Meningkatnya kelangkaan sumberdaya alam ini berpotensi menimbulkan masyarakat yang tertekan. Menurut World Food Programme, saat ini terdapat
Bunga Rampai Teknologi Hijau dalam Rangka Rendah Karbon
113
sebanyak 925 juta orang yang kurang gizi di dunia. Artinya, satu dari tujuh orang tidak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk tetap sehat dan menjalani hidup yang produktif. Sementara itu, bumi kita juga terus mengalami bencana. Sebuah laporan dari UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs /OCHA mengindikasikan bahwa bencana yang bersumber dari iklim terus meningkat, sekitar 70% bencana yang terjadi saat ini adalah terkait dengan iklim – meningkat sekitar 50% dari dua dekade yang lalu.Solusi transformatifnya adalah kita membutuhkan banyak hal. Kita membutuhkan sejumlah solusi yang akan mengubah cara kita hidup, berproduksi, mengonsumsi, bekerja, bepergian dan bertamasya. Kita membutuhkan solusi berupa pelaksanaan pembangunan rendah karbon yang akan menempatkan ketahanan lingkungan dan iklim sebagai bagian yang paling penting bagi setiap pemerintahan dan kebijakan negara.
Dasar Pemikiran
Alasan yang mendasari pelaksanaan pembangunan rendah karbon di Indonesia adalah dalam beberapa dekade terakhir Indonesia telah menikmati pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berharap dapat mempertahankan pertumbuhan tersebut setiap tahun. Ada peluang pertumbuhan Indonesia akan meningkat dan akan meningkatkan statusnya dari negara berpenghasilan menengah menjadi negara berpenghasilan tinggi (High Income Country - HIC) dalam 20 tahun ke depan.
Dengan adanya permasalahan global warming akan memberikan masalah dan tantangan serius yang dapat menimbulkan kerugian dan kerusakan yang signifikan, baik terhadap kondisi sumber daya alam dan pertumbuhan ekonomi maupun infrastruktur pembangunan Indonesia, sehingga akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan tertundanya pencapaian status HIC pada 2030.
Beberapa kondisi yang mengancam Indonesia antara lain:
1. Kondisi alam Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim dan khususnya terhadap peningkatan perubahan cuaca dan intensitas curah hujan serta peningkatan tinggi permukaan air laut. Dampak perubahan iklim ini dapat dikurangi dengan berpartisipasi dalam upaya internasional untuk mitigasi perubahan iklim guna mengurangi emisi gas rumah kaca dalam semua sektor.
2. Harapan Indonesia yang ingin mewujudkan perekonomian yang berkelanjutan sulit tercapai. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada hasil kegiatan ekstraksi dan ekspolitasi bumi kekayaan alam terutama sumber daya alam yang tidak terbarukan, termasuk air, hutan, mineral, keanekaragaman hayati dan ekologi kelautan. Oleh karena itu, kerugian dan kerusakan lingkungan maupun eksploitasi sumber daya alam yang kian meningkat ini harus dihentikan, atau dikelola secara strategis dan hati-hati, sehingga kegiatan pembangunan yang menimbulkan polusi dan kerusakan kekayaan alam bisa dihindari dan dikendalikan secara efektif.
Bunga Rampai Teknologi Hijau dalam Rangka Rendah Karbon
114
3. Pemerintah Indonesia telah membuat komitmen dan kebijakan untuk
mengimplementasikan Peraturan Presiden No. 61/2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumahkaca (RAN GRK) yang akan dicapai pada tahun 2020. Implementasi dari kebijakan nasional dan peraturan untuk pengendalian dampak perubahan iklim ini ini akan membutuhkan sumber daya ekonomi dan pendanaan skala besar, yang perlu dipersiapkan secara memadai melalui strategi perencanaan dan penganggaran berjangka menengah ke jangka panjang pada tingkat nasional, sektoral dan daerah.
Opsi Kajian Pembangunan Rendah Karbon
Sebagai salah satu langkah penting dalam melakukan mitigasi, Pemerintah Indonesia telah memulai Kajian Opsi Pembangunan Rendah Karbon sebagai kesempatan untuk mengevaluasi dan mengembangkan opsi-opsi strategis dalam rangka mengurangi intensitas emisi tanpa mengorbankan tujuan-tujuan pembangunan.
Beberapa instansi terkait seperti Kementerian Perindustrian dan kementerian Negara Lingkungan Hidup telah mengidentifi kasi peluang-peluang sektoral yang penting, dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah mempersiapkan penilaian kebutuhan teknologi untuk mitigasi perubahan iklim.
Tahap pertama kajian rendah karbon memperlihatkan bahwa Indonesia merupakan penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) yang relatif besar, terutama dari pemanfaatan hutan dan lahan, tetapi juga dari penggunaan bahan bakar fosil yang meningkat dengan pesat. Di antara jenis bahan bakar fosil, minyak saat ini menjadi kontributor emisi yang utama. Namun, emisi dari pemakaian batu bara mengalami peningkatan paling cepat dalam dekade terakhir akibat pemakaian yang terus meningkat untuk pembangkit tenaga listrik. Dari sektor-sektor ekonomi, transportasi merupakan konsumen minyak terbesar dan mempunyai permintaan yang meningkat dengan pesat. Transportasi darat adalah konsumen bahan bakar terbesar, hampir menjadi satu-satunya konsekuensi. Emisi secara umum dibagi antara penggunaan Bensin dan Gas/Solar. Proyeksi permintaan sektor transportasi di masa mendatang memerlukan perhatian yang besar jika perkembangan teknologi dan efi siensi seperti saat ini terus berlanjut. Pembangkit tenaga listrik adalah sumber emisi yang mengalami peningkatan paling cepat dan yang mempunyai implikasi terhadap sektor manufaktur yang mengandalkan listrik untuk berbagai proses pengolahan. Sektor industry adalah sumber tunggal terbesar emisi gas rumah kaca dari penggunaan bahan bakar fosil.
Tahap kedua dari kajian tersebut akan membantu memberikan informasi kepada Pemerintah Indonesia mengenai potensi pengurangan emisi utama menurut sumber dan kategori penggunaan untuk memperkirakan potensi biaya dan manfaat yang berkaitan dengan peralihan ke arah pembangunan alternatif dan untuk membangun konsensus mengenai pendekatan-pendekatan yang tepat dalam rangka mengurangi emisi. Analisis lain yang sedang berlangsung mencakup elemen opsiopsi kebijakan makro dan empat analisis sektoral yang meliputi transportasi (kajian ini), tata guna hutan dan lahan, pembangkit tenaga listrik serta
Bunga Rampai Teknologi Hijau dalam Rangka Rendah Karbon
115
manufaktur. Kajian mengenai peluang pengurangan emisi di sektor transportasi ini merupakan komponen penting dari Kajian Opsi-opsi Pembangunan Rendah Karbon.Kasus Pembagunan Rendah Karbon pada Sektor Transportasi
Sektor transportasi Indonesia saat ini merupakan konsumen terbesar produk minyak bumi dan memberikan kontribusi yang besar terhadap emisi gas rumah kaca (GRK) secara keseluruhan. Tanpa adanya tindakan yang signifi kan untuk mengurangi intensitas karbon dari sektor transportasi maka emisi GRK diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam waktu kurang dari 10 tahun.
Beberapa upaya strategis dalam Pembangunan Rendah Karbon dalam rangka mengurangi intensitas emisi GRK dari sektor transportasi tanpa mengorbankan tujuan pembangunan antara lain dibutuhkan kebijakan sederhana di sektor transportasi yang dapat meningkatkan efi siensi dan insentif ekonomi. Secara khusus, dibutuhkan kebijakan pengurangan GRK yang dapat meningkatkan penghematan bahan bakar dari mobil dan truk. Cara yang paling sederhana untuk mengurangi pemakaian bahan bakar (serta emisi GRK dan polusi udara yang ditimbulkannya) adalah dengan menetapkan standar emisi dan spesifikasi bahan bakar. Adalah diperlukan teknologi yang tepat untuk dapat menetapkan dan mengukur standar emisi dan kualitas bahan bakar yang berlaku menyeluruh wilayah Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, penggunaan gas CNG pada angkutan umum dengan tingkat pengoperasian yang tinggi perlu direvitalisasi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar solar dan bensin yang mempunyai emisi lebih tinggi.
Beberapa tindakan tambahan dapat mempermudah pelaksanaan kebijakan-kebijakan di atas. Restrukturisasi sistem perpajakan kendaraan dengan menyertakan insentif yang didasarkan pada tingkat emisi atau konsumsi bahan bakar akan mendorong konsumen untuk mendukung pengurangan emisi kendaraan. Penerapan kewajiban penggunaan label emisi CO2 dari kendaraan bermotor yang dijual di pasar Indonesia akan membantu konsumen membuat keputusan pembelian dengan informasi lengkap. Akhirnya, perlu dipastikan pasokan bahan bakar bersih secara seragam dalam jumlah yang cukup melalui peningkatan kapasitas penyulingan di dalam negeri yang lebih ketat.
DAFTAR PUSTAKA
DNPI, 2010. Peluang dan Kebijakan Pengurangan Emisi. Sektor Transportasi. Opsi-opsi Pembangunan Rendah Karbon untuk Indonesia.
Kementerian Keuangan, 2015. Pembangunan Hijau untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia 2015-2019. Laporan Studi Kementerian Keuangan tentang: Strategi Perencanaan dan Penganggaran. Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Republik Indonesia.
Bunga Rampai Teknologi Hijau dalam Rangka Rendah Karbon
116
KNLH, 2008. Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Angka, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta, Indonesia.
LEMIGAS (2004). Bahan bakar kendaraan yang bersih untuk langit biru. Auckland, Selandia Baru: Maunsell Limited. Sumber polusi udara. Lingkungan Atmosfi r, 35, 1537-1565.
Kementerian Keuangan dan Bank Dunia. (2008). Opsi pembangunan rendah karbon Indonesia: strategi kasus negara. Jakarta, Indonesia: WBNSW EPA. (2003). Mobil bersih untuk NSW. Sydney, NSW.
Roychowdury, A. (2008, November). Pendekatan global untuk peraturan penghematan bahan bakar: Pelajaran untuk Asia. Dipresentasikan dalam Konferensi Kualitas Udara yang Lebih Baik, Bangkok, Thailand.
World Resources Institute (WRI). (2008). Iklim dan atmosfi r, emisi CO2: Indonesia.
PROFIL PENULIS
Arif Dwi Santoso, lahir di kota Jombang, Jawa Timur tanggal 20 Februari 1974. Masa sekolah SD, SMP hingga SMA diselesaikan di kota kelahirannya Jombang hingga tahun 1992. Selanjutnya gelar S1 diperoleh pada tahun 1997 dari Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang dengan topik penelitian tentang pemanfaatan limbah pabrik tebu untuk optimalisasi tambak udang. Mulai bekerja di Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) tahun 1998 pada Pusat Teknologi Lingkungan (PTL). Tahun 2001-2004, penulis melanjutkan S2 di Ehime University Jepang dengan topik thesis pendugaan carrying capacity pada perairan budidaya perikanan. Gelar S3 diraih tahun 2010 dari Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia dengan topik disertasi keberlanjutan energi ramah lingkungan dari biomassa mikroalga. Beberapa kegiatan penelitian yang pernah dilakukan antara lain bioremidiasi tambak dengan rumput laut (2005), Monitoring Teluk Lampung, Teluk Tomini (2006), Monitoring Teluk Jakarta (2007), Program Penangkapan dan Penyerapan Carbon secara Biologi (2008-2011). Beberapa training dalam dan luar negeri yang pernah diikuti antara lain: fin fish culture (Norwegia, 1999), ISO 1400 (Jakarta, 2000), carrying capacity on tropical area waters (Lampung, 2003), Air pollution (Korea, 2007), Air pollution (Japan, 2007), LCA-thinking (Jakarta, 2013), Photobioreactor (Germanay, 2011), LCA-LCIA Jemai (Japan, 2013). Beberapa buku yang telah diterbitkan antara lain: Kompos, aplikasi di lapangan (2015), Bunga rampai: energi terbarukan Indonesia (2016). Di sela-sela kegiatan penelitian, penulis aktif dalam pengelolaan Jurnal Teknologi Lingkungan (JTL) dan Jurnal Rekayasa Lingkungan (JRL). Alamat korespondensi arifdwisantoso@ gmail.com.