• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Tentang Penegakan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Tentang Penegakan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN A.

A. Latar BelakangLatar Belakang

Tindak Pidana Terorisme merupakan kejahatan serius yang dilakukan dengan Tindak Pidana Terorisme merupakan kejahatan serius yang dilakukan dengan menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dengan sengaja, sistematis, dan menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dengan sengaja, sistematis, dan terencana, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas dengan target terencana, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas dengan target aparat negara, penduduk sipil secara acak atau tidak terseleksi, serta Objek Vital yang aparat negara, penduduk sipil secara acak atau tidak terseleksi, serta Objek Vital yang Strategis, lingkungan hidup, dan Fasilitas Publik atau fasilitas internasional dan cenderung Strategis, lingkungan hidup, dan Fasilitas Publik atau fasilitas internasional dan cenderung tumbuh menjadi bahaya simetrik yang membahayakan keamanan dan kedaulatan negara, tumbuh menjadi bahaya simetrik yang membahayakan keamanan dan kedaulatan negara, integritas teritorial, perdamaian, kesejahteraan dan keamanan manusia, baik nasional, integritas teritorial, perdamaian, kesejahteraan dan keamanan manusia, baik nasional, regional, maupun internasional.

regional, maupun internasional.

Tindak Pidana Terorisme dapat disertai dengan motif ideologi atau motif politik, atau Tindak Pidana Terorisme dapat disertai dengan motif ideologi atau motif politik, atau tujuan tertentu serta tujuan lain yang bersifat pribadi, ekonomi, dan radikalisme yang tujuan tertentu serta tujuan lain yang bersifat pribadi, ekonomi, dan radikalisme yang membahayakan ideologi negara dan keamanan negara. Oleh karena itu, Tindak Pidana membahayakan ideologi negara dan keamanan negara. Oleh karena itu, Tindak Pidana Terorisme selalu diancam dengan pidana berat oleh hukum pidana dalam yurisdiksi negara.. Terorisme selalu diancam dengan pidana berat oleh hukum pidana dalam yurisdiksi negara..

Serangan terorisme yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini banyak Serangan terorisme yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini banyak mendatangkan korban dari masyarakat tak berdosa. Seperti kasus Ledakan bom di Surabaya, mendatangkan korban dari masyarakat tak berdosa. Seperti kasus Ledakan bom di Surabaya, membuat agenda Revisi Undang-Undang (RUU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme membuat agenda Revisi Undang-Undang (RUU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme kembali menguat. Presiden Joko Widodo bahkan memberikan ultimatum agar revisi segera kembali menguat. Presiden Joko Widodo bahkan memberikan ultimatum agar revisi segera dihasilkan. Revisi ini sebenarnya sudah diajukan oleh pemerintah kepada DPR sejak Februari dihasilkan. Revisi ini sebenarnya sudah diajukan oleh pemerintah kepada DPR sejak Februari 2016. Namun, pembahasan antara DPR dan pemerintah berlangsung alot dan memakan 2016. Namun, pembahasan antara DPR dan pemerintah berlangsung alot dan memakan waktu lama.

waktu lama.  Namun

 Namun akhirnya, akhirnya, Panitia Panitia Khusus Khusus RUU RUU Antiterorisme Antiterorisme di di DPR DPR serta serta kementerian kementerian dandan lembaga terkait bisa menyelesaikan revisi UU sebelum tenggat waktu yang diberikan Jokowi. lembaga terkait bisa menyelesaikan revisi UU sebelum tenggat waktu yang diberikan Jokowi. Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang. Pengesahan dilakukan dalam rapat Terorisme akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang. Pengesahan dilakukan dalam rapat  paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 25 Mei 20

 paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 25 Mei 2018.18. B.

B. Rumusan MasalahRumusan Masalah 1.

1. Bagaimana pengaturan tindak pidana terorisme pada Undang-undang nomor 5 tahunBagaimana pengaturan tindak pidana terorisme pada Undang-undang nomor 5 tahun 2018 dibandingkan dengan Undang-undang nomor 15 tahun 2003

(2)

BAB II BAB II PEMBAHASAN PEMBAHASAN

kepastian hukum dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, kepastian hukum dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat, perlu dilakukan serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat, perlu dilakukan  perubahan

 perubahan secara secara proporsional proporsional dengan dengan tetap tetap menjaga menjaga keseimbangan keseimbangan antara antara kebutuhankebutuhan  penegakan

 penegakan hukum, hukum, pelindungan pelindungan hak hak asasi asasi manusia, manusia, dan dan kondisi kondisi sosial sosial politik politik di di Indonesia.Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang dengan 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 2018.

Undang-Undang nomor 5 tahun 2018.

Tindak pidana terorisme yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 5 tahun Tindak pidana terorisme yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 5 tahun 2018 adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan 2018 adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Sedangkan Definisi terorisme, menjadi pembahasan yang paling alot dan yang paling Sedangkan Definisi terorisme, menjadi pembahasan yang paling alot dan yang paling terakhir disepakati oleh pemerintah dan DPR. Pada akhirnya, dalam Pasal 1 Undang-undang terakhir disepakati oleh pemerintah dan DPR. Pada akhirnya, dalam Pasal 1 Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Terorisme didefinisikan sebagai perbuatan yang menggunakan nomor 5 tahun 2018 Terorisme didefinisikan sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

Selanjutnya dalam pasal Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Selanjutnya dalam pasal Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Terorisme terdapat pasal tambahan

Terorisme terdapat pasal tambahan yaitu Pasal 12A dinyatakan sebagai berikut:yaitu Pasal 12A dinyatakan sebagai berikut: “Setiap Orang yang dengan maksud melakukan Tindak

“Setiap Orang yang dengan maksud melakukan Tindak Pidana Terorisme di wilayah Pidana Terorisme di wilayah NegaraNegara  Kesatuan

 Kesatuan Republik Republik Indonesia Indonesia atau atau di di negara negara lain, lain, merencanakan, merencanakan, menggerakkan, menggerakkan, atauatau mengorganisasikan Tindak Pidana Terorisme dengan orang yang berada di dalam negeri mengorganisasikan Tindak Pidana Terorisme dengan orang yang berada di dalam negeri dan/atau di luar negeri atau negara asing dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 dan/atau di luar negeri atau negara asing dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.”

(tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.”

Pada Pasal 12A ini mengatur tentang Organisasi teroris. Pasal ini mengatur, setiap Pada Pasal 12A ini mengatur tentang Organisasi teroris. Pasal ini mengatur, setiap orang yang dengan sengaja menjadi anggota atau merekrut orang untuk menjadi anggota orang yang dengan sengaja menjadi anggota atau merekrut orang untuk menjadi anggota korporasi yang ditetapkan pengadilan sebagai organisasi terorisme dipidana paling singkat 2 korporasi yang ditetapkan pengadilan sebagai organisasi terorisme dipidana paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun. Pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang yang mengendalikan tahun dan paling lama 7 tahun. Pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang yang mengendalikan

(3)

kegiatan korporasi juga bisa dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan kegiatan korporasi juga bisa dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan  paling

 paling lama lama 12 12 tahun. tahun. Dengan Dengan pasal pasal ini, ini, Kapolri Kapolri mengaku mengaku akan akan segera segera menyeret menyeret JADJAD (Jamaah Ansharut Daulah) dan JI (Jemaah

(Jamaah Ansharut Daulah) dan JI (Jemaah Islamiyah) ke pengadilan.Islamiyah) ke pengadilan.

Selanjutnya dalam pasal 12B Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Selanjutnya dalam pasal 12B Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

“Setiap Orang yang dengan sengaja menjadi anggota atau merekrut orang untuk menjadi “Setiap Orang yang dengan sengaja menjadi anggota atau merekrut orang untuk menjadi anggota Korporasi yang ditetapkan dan/atau diputuskan pengadilan sebagai organisasi anggota Korporasi yang ditetapkan dan/atau diputuskan pengadilan sebagai organisasi Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.”

(tujuh) tahun.”

Pada Pasal 12B ini mengatur tentang Pelatihan Militer. Pasal ini mengatur setiap Pada Pasal 12B ini mengatur tentang Pelatihan Militer. Pasal ini mengatur setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti pelatihan orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan tindak pidana terorisme atau dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan tindak pidana terorisme atau ikut berperang di luar negeri untuk tindak pidana terorisme, dipidana paling singkat 4 tahun ikut berperang di luar negeri untuk tindak pidana terorisme, dipidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun. Dengan pasal ini, maka WNI yang selama ini banyak mengikuti dan paling lama 15 tahun. Dengan pasal ini, maka WNI yang selama ini banyak mengikuti  pelatihan di Suriah bisa dijerat pidana.

 pelatihan di Suriah bisa dijerat pidana.

Selanjutnya dalam pasal 13A Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Selanjutnya dalam pasal 13A Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

“Setiap Orang yang memiliki hubungan dengan organisasi Terorisme dan dengan sengaja “Setiap Orang yang memiliki hubungan dengan organisasi Terorisme dan dengan sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan untuk menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan Kekerasan atau Ancaman menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan Kekerasan atau Ancaman  Kekerasan

 Kekerasan yang yang dapat dapat mengakibatkan mengakibatkan Tindak Tindak Pidana Pidana Terorisme Terorisme dipidana dipidana dengan dengan pidanapidana  penjara paling lama 5 (

 penjara paling lama 5 (lima) tahun.”lima) tahun.”

Pada Pasal 13A ini mengatur tentang Penghasutan. Pasal ini mengatur, setiap orang Pada Pasal 13A ini mengatur tentang Penghasutan. Pasal ini mengatur, setiap orang yang memiliki hubungan dengan organisasi Terorisme dan dengan sengaja menyebarkan yang memiliki hubungan dengan organisasi Terorisme dan dengan sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan untuk menghasut orang atau ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan dengan tujuan untuk menghasut orang atau kelompok orang untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dapat kelompok orang untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dapat mengakibatkan tindak pidana terorisme, dipidana paling lama 5 tahun.

mengakibatkan tindak pidana terorisme, dipidana paling lama 5 tahun.

Selanjutnya dalam pasal 16A Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Selanjutnya dalam pasal 16A Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

(4)

“Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana Terorisme dengan melibatkan anak, ancaman “Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana Terorisme dengan melibatkan anak, ancaman  pidananya ditambah

 pidananya ditambah 1/3 (sa1/3 (satu per tiga).”tu per tiga).”

Pada Pasal 16A ini mengatur tentang pelibatan anak. Pasal ini mengatur, setiap orang Pada Pasal 16A ini mengatur tentang pelibatan anak. Pasal ini mengatur, setiap orang yang melakukan tindak pidana terorisme dengan melibatkan anak, ancaman pidananya yang melakukan tindak pidana terorisme dengan melibatkan anak, ancaman pidananya ditambah sepertiga. Pasal ini dibuat dengan berkaca pada banyaknya aksi teror yang ditambah sepertiga. Pasal ini dibuat dengan berkaca pada banyaknya aksi teror yang melibatkan anak di luar negeri. Namun, belakangan

melibatkan anak di luar negeri. Namun, belakangan teror dengan melibatkan anak juga terjaditeror dengan melibatkan anak juga terjadi saat aksi bom bunuh diri di tiga gereja dan Mapolrestabes Suraba

saat aksi bom bunuh diri di tiga gereja dan Mapolrestabes Suraba ya.ya.

Selanjutnya dalam pasal 25 Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Selanjutnya dalam pasal 25 Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

(1)

(1) Penyidikan,  Penyidikan, penuntutan, penuntutan, dan dan pemeriksaan pemeriksaan di di sidang sidang pengadilan pengadilan dalam dalam perkaraperkara Tindak Pidana Terorisme dilakukan berdasarkan hukum acara pidana, kecuali Tindak Pidana Terorisme dilakukan berdasarkan hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang- Undang ini.

ditentukan lain dalam Undang- Undang ini.

(2)

(2) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan terhadapUntuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan terhadap tersangka dalam jangka waktu paling lama 120 (seratus

tersangka dalam jangka waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari.dua puluh) hari.

(3)

(3) Jangka  Jangka waktu waktu penahanan penahanan sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat ayat (2) (2) dapat dapat diajukandiajukan  permohonan perpanjangan oleh penyidik

 permohonan perpanjangan oleh penyidik kepada penuntut umum kepada penuntut umum untuk jangka wuntuk jangka waktuaktu  paling lama 60 (

 paling lama 60 (enam puluh) hari.enam puluh) hari.

(4)

(4) Apabila jangka  Apabila jangka waktu penahanan waktu penahanan sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat pada ayat (2) dan (2) dan ayat (3)ayat (3) tidak mencukupi, permohonan perpanjangan dapat diajukan oleh penyidik kepada tidak mencukupi, permohonan perpanjangan dapat diajukan oleh penyidik kepada ketua pengadilan negeri untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari.

ketua pengadilan negeri untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari.

(5)

(5) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahananUntuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan terhadap terdakwa dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari.

terhadap terdakwa dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari.

(6)

(6) Apabila  Apabila jangka jangka waktu waktu penahanan penahanan sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat ayat (5) (5) tidaktidak mencukupi, dapat diajukan permohonan perpanjangan oleh penuntut umum kepada mencukupi, dapat diajukan permohonan perpanjangan oleh penuntut umum kepada ketua pengadilan negeri untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga

ketua pengadilan negeri untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.puluh) hari.

(7)

(7) Pelaksanaan penahanan tersangka Tindak  Pelaksanaan penahanan tersangka Tindak Pidana Terorisme Pidana Terorisme sebagaimana dimaksudsebagaimana dimaksud  pada

 pada ayat ayat (1) (1) sampai sampai dengan dengan ayat ayat (6) (6) harus harus dilakukan dilakukan dengan dengan menjunjung menjunjung tinggitinggi  prinsip hak asasi manusia.

 prinsip hak asasi manusia.

(8)

(8) Setiap penyidik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)Setiap penyidik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dipidana sesuai dengan

(5)

Pada Pasal 25 ini mengatur tentang waktu penahanan. Pasal ini mengatur tersangka Pada Pasal 25 ini mengatur tentang waktu penahanan. Pasal ini mengatur tersangka teroris bisa ditahan dalam waktu yang lebih lama. Jika sebelumnya penahanan seorang teroris bisa ditahan dalam waktu yang lebih lama. Jika sebelumnya penahanan seorang tersangka untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan hanya bisa dilakukan dalam waktu tersangka untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan hanya bisa dilakukan dalam waktu 180 hari atau 6 bulan, kini menjadi 270 hari atau 9 bulan. Kendati demikian, pasal ini juga 180 hari atau 6 bulan, kini menjadi 270 hari atau 9 bulan. Kendati demikian, pasal ini juga mengatur bahwa penahanan harus menjunjung tinggi hak asa

mengatur bahwa penahanan harus menjunjung tinggi hak asa si manusia. Setiap si manusia. Setiap penyidik yangpenyidik yang melanggar ketentuan tersebut bisa dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan melanggar ketentuan tersebut bisa dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

undangan.

Selanjutnya dalam pasal 28 Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Selanjutnya dalam pasal 28 Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

(1)

(1) Penyidik  Penyidik dapat dapat melakukan melakukan penangkapan penangkapan terhadap terhadap Setiap Setiap Orang Orang yang yang didugadiduga melakukan Tindak Pidana Terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup untuk  jangka waktu paling lama

 jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari.14 (empat belas) hari.

(2)

(2) Apabila  Apabila jangka jangka waktu waktu penangkapan penangkapan sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat ayat (1) (1) tidaktidak cukup, penyidik dapat mengajukan permohonan perpanjangan penangkapan untuk cukup, penyidik dapat mengajukan permohonan perpanjangan penangkapan untuk  jangka

 jangka waktu waktu paling paling lama lama 7 7 (tujuh) (tujuh) hari hari kepada kepada ketua ketua pengadilan pengadilan negeri negeri yangyang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan penyidik.

wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan penyidik.

(3)

(3) Pelaksanaan  Pelaksanaan penangkapan orang penangkapan orang yang yang diduga diduga melakukan melakukan Tindak Tindak Pidana Pidana TerorismeTerorisme  sebagaimana

 sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat ayat (1) (1) dan dan ayat ayat (2) (2) harus harus dilakukan dilakukan dengandengan menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia.

menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia.

(4)

(4) Setiap penyidik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)Setiap penyidik yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipidana sesuai dengan

dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada Pasal 28 ini mengatur tentang waktu penangkapan. Pasal ini mengatur polisi Pada Pasal 28 ini mengatur tentang waktu penangkapan. Pasal ini mengatur polisi memiliki waktu yang lebih lama untuk melakukan penangkapan terhadap terduga teroris memiliki waktu yang lebih lama untuk melakukan penangkapan terhadap terduga teroris sebelum menetapkannya sebagai tersangka atau membebaskannya. Jika sebelumnya polisi sebelum menetapkannya sebagai tersangka atau membebaskannya. Jika sebelumnya polisi hanya memiliki waktu 7 hari, kini bisa diperpanjang sampai 21 hari. Namun, pasal ini juga hanya memiliki waktu 7 hari, kini bisa diperpanjang sampai 21 hari. Namun, pasal ini juga mengatur bahwa penangkapan terduga teroris harus menjunjung tinggi hak asasi manusia. mengatur bahwa penangkapan terduga teroris harus menjunjung tinggi hak asasi manusia. Setiap penyidik yang melanggar ketentuan tersebut bisa dipidana sesuai dengan ketentuan Setiap penyidik yang melanggar ketentuan tersebut bisa dipidana sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan.

 peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya dalam pasal 31 dan 31A Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Selanjutnya dalam pasal 31 dan 31A Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut: Pasal 31

(6)

(1)

(1) Berdasarkan bukti permulaan yan Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, penyidik berwenangg cukup, penyidik berwenang:: a.

a. membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos atau jasamembuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos atau jasa  pengiriman

 pengiriman lainnya lainnya yang yang mempunyai mempunyai hubungan hubungan dengan dengan perkara perkara Tindak Tindak PidanaPidana Terorisme yang sedang diperiksa; dan

Terorisme yang sedang diperiksa; dan b.

b. menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain yang didugamenyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melaksanakan Tindak digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melaksanakan Tindak  Pidana

 Pidana Terorisme, Terorisme, serta serta untuk untuk mengetahui mengetahui keberadaan keberadaan seseorang seseorang atau atau jaringanjaringan Terorisme.

Terorisme.

(2)

(2) Penyadapan  Penyadapan sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat ayat (1) (1) huruf huruf b b dilakukan dilakukan setelahsetelah mendapat penetapan dari ketua pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi mendapat penetapan dari ketua pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan penyidik yang menyetujui dilakukannya penyadapan berdasarkan tempat kedudukan penyidik yang menyetujui dilakukannya penyadapan berdasarkan  permohonan secara tertulis penyidik atau a

 permohonan secara tertulis penyidik atau atasan penyidik.tasan penyidik.

(3)

(3) Penyadapan  Penyadapan sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat ayat (2) (2) dilakukan dilakukan untuk untuk jangka jangka waktuwaktu  paling lama

 paling lama 1 (satu) 1 (satu) tahun dan tahun dan dapat diperpanjang dapat diperpanjang 1 (satu) 1 (satu) kali kali untuk jangka untuk jangka waktuwaktu  paling lama 1 (satu)

 paling lama 1 (satu) tahun.tahun.

(4)

(4) Hasil  Hasil penyadapan penyadapan bersifat bersifat rahasia rahasia dan dan hanya hanya digunakan digunakan untuk untuk kepentingankepentingan  penyidikan Tindak Pidan

 penyidikan Tindak Pidana Terorisme.a Terorisme.

(5)

(5) Penyadapan  Penyadapan wajib wajib dilaporkan dilaporkan dan dan dipertanggungjawabkadipertanggungjawabkan n kepada kepada atasan atasan penyidikpenyidik dan dilaporkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di dan dilaporkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

bidang komunikasi dan informatika. Pasal 31A

Pasal 31A “Dalam

“Dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penyadapan terlebih dahulu terhadapkeadaan mendesak penyidik dapat melakukan penyadapan terlebih dahulu terhadap orang yang diduga kuat mempersiapkan, merencanakan, dan/atau melaksanakan Tindak orang yang diduga kuat mempersiapkan, merencanakan, dan/atau melaksanakan Tindak  Pidana Terorisme dan setelah pelaksanaannya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari  Pidana Terorisme dan setelah pelaksanaannya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari wajib meminta penetapan kepada ketua pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi wajib meminta penetapan kepada ketua pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan penyidik.”

tempat kedudukan penyidik.”

Pada Pasal 31 dan 31A ini mengatur tentang penyadapan. Pasal ini mengatur, dalam Pada Pasal 31 dan 31A ini mengatur tentang penyadapan. Pasal ini mengatur, dalam keadaan mendesak penyidik kepolisian bisa langsung melakukan penyadapan kepada terduga keadaan mendesak penyidik kepolisian bisa langsung melakukan penyadapan kepada terduga teroris. Setelah penyadapan dilakukan, dalam waktu paling lama tiga hari baru lah penyidik teroris. Setelah penyadapan dilakukan, dalam waktu paling lama tiga hari baru lah penyidik wajib meminta penetapan kepada ketua pengadilan negeri setempat. Izin penyadapan dari wajib meminta penetapan kepada ketua pengadilan negeri setempat. Izin penyadapan dari ketua pengadilan negeri kini dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 tahun dan ketua pengadilan negeri kini dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. Hasil penyadapan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. Hasil penyadapan

(7)

 bersifat rahas

 bersifat rahasia dan ia dan hanya digunakan untuk hanya digunakan untuk kepentingan penyidikan tindak kepentingan penyidikan tindak pidana terorisme.pidana terorisme. Penyadapan juga wajib dilaporkan kepada atasan penyidik dan dilaporkan ke kementerian Penyadapan juga wajib dilaporkan kepada atasan penyidik dan dilaporkan ke kementerian komunikasi dan informatika. Selain menyadap, penyidik juga bisa

komunikasi dan informatika. Selain menyadap, penyidik juga bisa membuka, memeriksa, danmembuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman dari pos atau jasa pengiriman lain.

menyita surat dan kiriman dari pos atau jasa pengiriman lain.

Selanjutnya dalam pasal 33 dan 34 Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Selanjutnya dalam pasal 33 dan 34 Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut: Pasal 33

Pasal 33

(1)

(1) Penyidik,  Penyidik, penuntut penuntut umum, umum, hakim, hakim, advokat, advokat, pelapor, pelapor, ahli, ahli, saksi, saksi, dan dan petugaspetugas  pemasyarakatan beserta

 pemasyarakatan beserta keluarganya dalam perkara keluarganya dalam perkara Tindak Pidana Terorisme Tindak Pidana Terorisme wajibwajib diberi pelindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diberi pelindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses  pemeriksaan perkara.

 pemeriksaan perkara.

(2)

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pad Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuana ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan  peraturan perundang-und

 peraturan perundang-undangan.angan. Pasal 34

Pasal 34

(1)

(1) Pelindungan sebaga Pelindungan sebagaimana dimaksud dalam imana dimaksud dalam Pasal 33 yang diberikan kepada Pasal 33 yang diberikan kepada penyidik,penyidik,  penuntut umum, h

 penuntut umum, hakim, dan petugas pemasyarakaakim, dan petugas pemasyarakatan beserta keluarganya berupa:tan beserta keluarganya berupa: a.

a.  pelindungan atas keaman pelindungan atas keamanan pribadi dari ancaman an pribadi dari ancaman fisik dan mental;fisik dan mental; b.

b. kerahasiaan identitas; dankerahasiaan identitas; dan c.

c. bentuk pelindungan lain yang diajukan secara khusus oleh penyidik, penuntutbentuk pelindungan lain yang diajukan secara khusus oleh penyidik, penuntut umum, hakim, dan petugas pemasyarakatan.

umum, hakim, dan petugas pemasyarakatan.

(2)

(2) Pelindungan  Pelindungan sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat ayat (1) (1) dilakukan dilakukan oleh oleh aparat aparat penegakpenegak hukum dan aparat keamanan.

hukum dan aparat keamanan.

(3)

(3) Ketentuan  Ketentuan mengenai mengenai tata tata cara cara pelindungan pelindungan sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat ayat (1)(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pada Pasal 33 dan 34 ini

Pada Pasal 33 dan 34 ini mengatur tentang perlindungan. Pasal ini mengatur tentang perlindungan. Pasal ini mengatur penyidik,mengatur penyidik,  penuntut

 penuntut umum, umum, hakim, hakim, advokat, advokat, pelapor, pelapor, ahli, ahli, saksi, saksi, dan dan petugas petugas pemasyarakatan pemasyarakatan besertabeserta keluarganya dalam perkara terorisme wajib diberi perlindungan oleh negara dari keluarganya dalam perkara terorisme wajib diberi perlindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya. Perlindungan kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya. Perlindungan diberikan baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara. Di diberikan baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara. Di

(8)

Undang-Undang sebelumnya, perlindungan hanya diberikan pada saksi, penyidik, penuntut umum dan Undang sebelumnya, perlindungan hanya diberikan pada saksi, penyidik, penuntut umum dan hakim saja.

hakim saja.

Selanjutnya dalam pasal 35A-B dan 36A-B Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Selanjutnya dalam pasal 35A-B dan 36A-B Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

Tentang Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut: Pasal 35A

Pasal 35A

(1)

(1) Korban merupakan ta Korban merupakan tanggung jawab negnggung jawab negara.ara.

(2)

(2) Korban sebagaimana  Korban sebagaimana dimaksud pada ayadimaksud pada ayat (1) meliputi:t (1) meliputi: a.

a.  Korban langsung; atau Korban langsung; atau b.

b.  Korban tidak langsung. Korban tidak langsung.

(3)

(3) Korban  Korban sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada pada ayat ayat (1) (1) ditetapkan ditetapkan oleh oleh penyidik penyidik berdasarkanberdasarkan hasil olah tempat kejadian Tindak Pidana Terorisme.

hasil olah tempat kejadian Tindak Pidana Terorisme.

(4)

(4) Bentuk tanggung ja Bentuk tanggung jawab negara sebagaimana wab negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) berupa:berupa: a.

a. bantuan medis;bantuan medis; b.

b. rehabilitasi psikososial dan psikologis;rehabilitasi psikososial dan psikologis; c.

c.  santunan bagi keluarga  santunan bagi keluarga dalam hal Korban mendalam hal Korban meninggal dunia; daninggal dunia; dan d.

d. kompensasi.kompensasi. Pasal 35B

Pasal 35B

(1)

(1) Pemberian  Pemberian bantuan bantuan medis, medis, rehabilitasi rehabilitasi psikososial psikososial dan dan psikologis, psikologis, serta serta santunansantunan bagi yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (4) huruf a bagi yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (4) huruf a  sampai dengan huruf c dilaksanaka

 sampai dengan huruf c dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakn oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan dian urusan di bidang pelindungan saksi dan korban serta dapat bekerjasama dengan bidang pelindungan saksi dan korban serta dapat bekerjasama dengan instansi/lembaga terkait.

instansi/lembaga terkait.

(2)

(2) Bantuan  Bantuan medis medis sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat ayat (1) (1) diberikan diberikan sesaat sesaat setelahsetelah terjadinya Tindak Pidana Terorisme.

terjadinya Tindak Pidana Terorisme.

(3)

(3) Tata cara pemberian bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis, sertaTata cara pemberian bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis, serta  santunan

 santunan bagi bagi yang yang meninggal meninggal dunia dunia dilaksanakan dilaksanakan sesuai sesuai dengan dengan ketentuanketentuan  peraturan perundang-und

 peraturan perundang-undangan.angan. Pasal 36A

Pasal 36A

(1)

(9)

(2)

(2) Restitusi  Restitusi sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat ayat (1) (1) merupakan merupakan ganti ganti kerugian kerugian yangyang diberikan oleh pelaku kepada Korban atau ahli warisnya.

diberikan oleh pelaku kepada Korban atau ahli warisnya.

(3)

(3) Restitusi  Restitusi sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat ayat (2) (2) diajukan diajukan oleh oleh Korban Korban atau atau ahliahli warisnya kepada penyidik sejak tahap penyidikan.

warisnya kepada penyidik sejak tahap penyidikan.

(4)

(4) Penuntut umum menyampaikan jumlah restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Penuntut umum menyampaikan jumlah restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan jumlah kerugian yang diderita Korban akibat Tindak Pidana Terorisme berdasarkan jumlah kerugian yang diderita Korban akibat Tindak Pidana Terorisme dalam tuntutan.

dalam tuntutan.

(5)

(5) Restitusi  Restitusi sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat pada ayat (4) di(4) diberikan dan berikan dan dicantumkan sekaligusdicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.

dalam amar putusan pengadilan.

(6)

(6) Dalam hal pelaku tidak membayar rest Dalam hal pelaku tidak membayar restitusi, pelaku dikenai itusi, pelaku dikenai pidana penjara penggantipidana penjara pengganti  paling singkat 1 (satu) tahun

 paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (dan paling lama 4 (empat) tahun.empat) tahun. Pasal 36B

Pasal 36B

“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, penentuan jumlah kerugian, “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, penentuan jumlah kerugian,  pembayaran kompensasi dan restitusi sebagaimana dimaksud dalam P

 pembayaran kompensasi dan restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 36Aasal 36 dan Pasal 36A diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Pada Pasal 35A-B dan 36A-B ini mengatur te

Pada Pasal 35A-B dan 36A-B ini mengatur tentang hal korban. Empat tambahan pasalntang hal korban. Empat tambahan pasal  baru

 baru ini ini mengatur mengatur secara secara lebih lebih komprehensif komprehensif hak hak korban korban terorisme. terorisme. Ada Ada enam enam hak hak korbankorban yang diatur, yakni berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, yang diatur, yakni berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan kompensasi. Sebelumnya santunan bagi korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan kompensasi. Sebelumnya hanya dua hak korban yang diatur di Undang-Undang yang lama, yaitu kompensasi dan hanya dua hak korban yang diatur di Undang-Undang yang lama, yaitu kompensasi dan restitusi.

restitusi.

Selanjutnya dalam pasal 43-C Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Selanjutnya dalam pasal 43-C Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

Terorisme dinyatakan sebagai berikut: Pasal 43A

Pasal 43A

(1)

(1) Pemerintah wajib melakukan pencega Pemerintah wajib melakukan pencegahan Tindak Pidana han Tindak Pidana Terorisme.Terorisme.

(2)

(2) Dalam upaya pencegahan Ti Dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme, ndak Pidana Terorisme, Pemerintah melakukan langkahPemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip pelindungan hak asasi antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan prinsip pelindungan hak asasi manusia dan prinsip kehati-hatian.

manusia dan prinsip kehati-hatian.

(3)

(3) Pencegahan sebagaima Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:yat (1) dilaksanakan melalui: a.

a. kesiapsiagaan nasional;kesiapsiagaan nasional; b.

(10)

c.

c. deradikalisasi.deradikalisasi. Pasal 43B

Pasal 43B

(1)

(1) Kesiapsiagaan  Kesiapsiagaan nasional nasional merupakan merupakan suatu suatu kondisi kondisi siap siap siaga siaga untuk untuk mengantisipasimengantisipasi terjadinya Tindak Pidana Terorisme melalui proses yang terencana, terpadu, terjadinya Tindak Pidana Terorisme melalui proses yang terencana, terpadu,  sistematis, dan berkesinambungan.

 sistematis, dan berkesinambungan.

(2)

(2) Kesiapsiagaan  Kesiapsiagaan nasional nasional sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud dalam dalam Pasal Pasal 43A 43A ayat ayat (3) (3) huruf huruf aa dilakukan oleh Pemerintah.

dilakukan oleh Pemerintah.

(3)

(3) Pelaksanaan kesiapsiagaan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat  Pelaksanaan kesiapsiagaan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan(1) dilakukan oleh kementerian/lembaga yang terkait di bawah koordinasi badan yang oleh kementerian/lembaga yang terkait di bawah koordinasi badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme.

menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme.

(4)

(4) Kesiapsiagaan  Kesiapsiagaan nasional nasional sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada pada ayat ayat (1) (1) dilakukan dilakukan melaluimelalui  pemberdayaan

 pemberdayaan masyarakat, masyarakat, peningkatan peningkatan kemampuan kemampuan aparatur, aparatur, pelindungan pelindungan dandan  peningkatan

 peningkatan sarana sarana prasarana, prasarana, pengembangan pengembangan kajian kajian Terorisme, Terorisme, serta serta pemetaanpemetaan wilayah rawan paham radikal Terorisme.

wilayah rawan paham radikal Terorisme.

(5)

(5) Ketentuan  Ketentuan lebih lebih lanjut lanjut mengenai mengenai tata tata cara cara dan dan pelaksanaan pelaksanaan kesiapsiagaan kesiapsiagaan nasionalnasional diatur dengan Peraturan Pemerintah.

diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 43C

Pasal 43C

(1)

(1) Kontra radikalisasi merupakan suatu proses  Kontra radikalisasi merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, sisteyang terencana, terpadu, sistematis, danmatis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang berkesinambungan yang dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal Terorisme yang dimaksudkan untuk menghentikan rentan terpapar paham radikal Terorisme yang dimaksudkan untuk menghentikan  penyebaran paha

 penyebaran paham radikal Terorisme.m radikal Terorisme.

(2)

(2) Kontra radikalisasi  Kontra radikalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh (1) dilakukan oleh PemerintahPemerintah  yang

 yang dikoordinasikan dikoordinasikan oleh oleh badan badan yang yang menyelenggarakan menyelenggarakan urusan urusan di di bidangbidang  penanggulanga

 penanggulangan terorisme dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait.n terorisme dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait.

(3)

(3) Kontra radikalisasi  Kontra radikalisasi sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (1) dilakukan secara dilakukan secara langsunglangsung atau tidak langsung melalui kontra narasi, kontra propaganda, atau kontra ideologi. atau tidak langsung melalui kontra narasi, kontra propaganda, atau kontra ideologi.

(4)

(4) Ketentuan  Ketentuan lebih lebih lanjut lanjut mengenai mengenai tata tata cara cara pelaksanaan pelaksanaan kontra kontra radikalisasi radikalisasi diaturdiatur dengan Peraturan Pemerintah.

dengan Peraturan Pemerintah.

Pada Pasal 43-C ini mengatur tentang Pencegahan. Pasal ini mengatur bahwa Pada Pasal 43-C ini mengatur tentang Pencegahan. Pasal ini mengatur bahwa  pemerintah wajib

 pemerintah wajib melakukan pencegahan melakukan pencegahan tindak pidana tindak pidana terorisme. terorisme. Dalam Dalam upaya pencegahanupaya pencegahan ini, pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan ini, pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus menerus yang dilandasi dengan

(11)

 prinsip

 prinsip perlindungan hak perlindungan hak asasi asasi manusia manusia dan dan prinsip prinsip kehati-hatian. kehati-hatian. Pencegahan Pencegahan dilaksanakandilaksanakan melalui: kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi dan deradikalisasi

melalui: kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi dan deradikalisasi

Selanjutnya dalam pasal 43I Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Selanjutnya dalam pasal 43I Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

(1)

(1) Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi Terorisme merupakanTugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi Terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang.

bagian dari operasi militer selain perang.

(2)

(2) Dalam mengatasi aksi  Dalam mengatasi aksi Terorisme sebagaimana dimaksud Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada ayat (1) dilaksanakandilaksanakan  sesuai dengan tugas po

 sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasionakok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia.l Indonesia.

(3)

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan  Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi aksi Terorisme sebagaimanamengatasi aksi Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Pada Pasal 43I ini mengatur tentang peran Tentara Nasional Indonesia. Tambahan Pada Pasal 43I ini mengatur tentang peran Tentara Nasional Indonesia. Tambahan satu pasal dalam Undang-Undang no 5 tahun 2018 ini mengatur tugas TNI dalam mengatasi satu pasal dalam Undang-Undang no 5 tahun 2018 ini mengatur tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. Dalam mengatasi aksi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. Dalam mengatasi aksi terorisme dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia. terorisme dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelibatan TNI ini akan diatur dengan Peraturan Presiden. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelibatan TNI ini akan diatur dengan Peraturan Presiden.

Selanjutnya dalam pasal 43J Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Selanjutnya dalam pasal 43J Undang-undang nomor 5 tahun 2018 Tentang Tindak Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

Terorisme dinyatakan sebagai berikut:

(1)

(1) Dewan  Dewan Perwakilan Perwakilan Rakyat Rakyat Republik Republik Indonesia Indonesia membentuk membentuk tim tim pengawaspengawas  penanggulanga

 penanggulangan Terorisme.n Terorisme.

(2)

(2) Ketentuan  Ketentuan mengenai mengenai pembentukan pembentukan tim tim pengawas pengawas penanggulangapenanggulangan n Terorisme Terorisme diaturdiatur dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Pada Pasal 43J ini mengatur tentang Pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pada Pasal 43J ini mengatur tentang Pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal ini mengatur DPR untuk membentuk tim pengawas penanggulangan terorisme. Pasal ini mengatur DPR untuk membentuk tim pengawas penanggulangan terorisme. Ketentuan mengenai pembentukan tim pengawas ini diatur dengan Peraturan DPR.

(12)

BAB III BAB III PENUTUP PENUTUP A. A. KesimpulanKesimpulan

Beberapa materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun Beberapa materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 2018, antara lain:

2018, antara lain: a.

a. kriminalisasi baru terhadap berbagai modus baru Tindak Pidana Terorisme sepertikriminalisasi baru terhadap berbagai modus baru Tindak Pidana Terorisme seperti  jenis Bahan Peledak, mengikuti pelatihan militer/paramiliter/pelatihan lain, baik di  jenis Bahan Peledak, mengikuti pelatihan militer/paramiliter/pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dengan maksud melakukan Tindak Pidana dalam negeri maupun di luar negeri dengan maksud melakukan Tindak Pidana Terorisme;

Terorisme;  b.

 b.  pemberatan  pemberatan sanksi sanksi pidana pidana terhadap terhadap pelaku pelaku Tindak Tindak Pidana Pidana Terorisme, Terorisme, baikbaik  permufakatan

 permufakatan jahat, jahat, persiapan, persiapan, percobaan, percobaan, dan dan pembantuan pembantuan untuk untuk melakukanmelakukan Tindak Pidana Terorisme;

Tindak Pidana Terorisme; c.

c.  perluasan  perluasan sanksi sanksi pidana pidana terhadap terhadap Korporasi Korporasi yang yang dikenakan dikenakan kepada kepada pendiri,pendiri,  pemimpin, pengurus, atau orang y

 pemimpin, pengurus, atau orang yang mengarahkan Korporasi;ang mengarahkan Korporasi; d.

d.  penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki  penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki paspor dalampaspor dalam  jangka waktu tertentu;

 jangka waktu tertentu; e.

e. kekhususan terhadap hukum acara pidana seperti penambahan waktukekhususan terhadap hukum acara pidana seperti penambahan waktu  penangkapan,

 penangkapan, penahanan, penahanan, dan dan perpanjangan perpanjangan penangkapan penangkapan dan dan penahanan penahanan untukuntuk kepentingan penyidik dan penuntut umum, serta penelitian berkas perkara Tindak kepentingan penyidik dan penuntut umum, serta penelitian berkas perkara Tindak Pidana Terorisme oleh penuntut umum;

Pidana Terorisme oleh penuntut umum; f.

f.  pelindungan Korban  pelindungan Korban sebagai bentuk tanggung jawab negara;sebagai bentuk tanggung jawab negara; g.

g.  pencegahan  pencegahan Tindak Tindak Pidana Pidana Terorisme Terorisme dilaksanakan dilaksanakan oleh oleh instansi instansi terkait terkait sesuaisesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh Badan dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh Badan  Nasional Penanggulangan Terorisme; dan

 Nasional Penanggulangan Terorisme; dan h.

h. kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, peran Tentara Nasionalkelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, peran Tentara Nasional Indonesia, dan pengawasannya.

Indonesia, dan pengawasannya.

B.

B. SaranSaran

Dengan adanya Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme yang baru yaitu Dengan adanya Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme yang baru yaitu Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 di harapkan mampu menjadi payung hukum Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 di harapkan mampu menjadi payung hukum terhadap tindak pidana terorisme yang ada di Indonesia. Dan di harapkan terhadap tindak pidana terorisme yang ada di Indonesia. Dan di harapkan Undang-Undang ini mampu ditegakkan dan diimplementasikan dengan baik.

(13)

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang:

Undang-Undang:

Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 tentang perubahan atas undang-undang nomor Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 tentang perubahan atas undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang 15 tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi nomor 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi undang-undang.

undang.

Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Terorisme. Internet:

Internet:

Ihsanuddin, Sabrina Asril (2018). "Pasal-Pasal Penting yang Perlu Anda Tahu dalam Ihsanuddin, Sabrina Asril (2018). "Pasal-Pasal Penting yang Perlu Anda Tahu dalam UU Antiterorisme". Retrieved from

UU Antiterorisme". Retrieved from

https://nasional.kompas.com/read/2018/05/26/10190871/pasal-pasal-penting-yang- perlu-anda-tahu-dalam-uu-antiterorisme?page=1

 perlu-anda-tahu-dalam-uu-antiterorisme?page=1 M. Ahsan Ridhoi, Editor: Zen RS

M. Ahsan Ridhoi, Editor: Zen RS (2018). “(2018). “Poin-Poin Krusial yang Perlu DicermatiPoin-Poin Krusial yang Perlu Dicermati dari RUU Terorisme

dari RUU Terorisme”.”. Retrieved from https://tirto.id/poin-poin-krusial-yang-perlu-Retrieved from https://tirto.id/poin-poin-krusial-yang-perlu-dicermati-dari-ruu-terorisme-cKpw

dicermati-dari-ruu-terorisme-cKpw \\

Referensi

Dokumen terkait

Pendamping Desa di Desa Pugung Raharjo sudah terselenggara dengan baik, berbagai program kerja seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan

Uji gain dilakukan dalam peneltian ini yaitu agar dapat mengetahui perbedaan yang signifikan kemampuan menyimak cerpen antara sebelum dan sesudah menggunakan model

Hasil tentang kepuasan kerja dapat memediasi pada variabel kepemimpinan transformasional terhadap kinerja hal ini konsisten dengan hasil penelitian Endiana et al.,

Hasil wawancara yang dilakukan pada bulan april 2017 di Puskesmas Klampis didapatkan jumlah penderita tuberkulosis paru pada tahun 2016 sebanyak 151.Salah satu

SOFI HANS HAMDAN : Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 7, 10, dan 13 Tahun di PTPN III Kebun Huta Padang Kabupaten Asahan, yang

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa: 1) Tingkat kemampuan berpikir kritis peserta didik termasuk kategori tinggi saat

Demikian pula halnya dengan mayoritas penduduk di Kabupaten Kotawaringin Timur, dimana sekitar 71% penduduknya berada di daerah pedesaan, dengan sektor pertanian

atau dikomparasi dengan model algoritma lain. b) Pada riset selanjutnya dapat digunakan metode seleksi atribut yang lain seperti Chi-Square untuk ketepatan