• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA STOK DAN ANALISIS BIO-EKONOMI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta) DI TPI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAMIKA STOK DAN ANALISIS BIO-EKONOMI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta) DI TPI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

DI TPI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT

Oleh :

PARULIAN SINAGA C24063482

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan skripsi yang berjudul :

Dinamika Stok dan Analisis Bio-Ekonomi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger

kanagurta) di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2010

Parulian Sinaga C24063482

(3)

Parulian Sinaga. C24063482. Dinamika Stok dan Analisis Bio-Ekonomi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan atas bimbingan Dr.Ir. Achmad Fahrudin, MS dan Dr.Ir. Mohammad Mukhlis Kamal, M.Sc.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan parameter pertumbuhan (koefisien pertumbuhan, panjang infinitif, umur pada saat panjang ikan nol), koefisien mortalitas (kematian alami, kematian akibat penangkapan, kematian total dan laju eksploitasi), mengetahui hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dan upaya tangkap optimum sumberdaya ikan kembung di perairan Teluk Blanakan yang didaratkan di TPI Blanakan dan melakukan analisis bio-ekonomi perikanan kembung di TPI Blanakan. Kajian parameter pertumbuhan dan koefisien mortalitas ikan kembung lelaki ini didasarkan data frekuensi panjang yang dikumpulkan setiap dua minggu sekali dari hasil tangkapan nelayan purse seine sedang dan payang yang beroperasi di sekitar perairan Teluk Blanakan. Sedangkan kajian tangkapan maksimu lestari dan analisis bio-ekonomi didasarkan pada pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer berupa hasil wawancara biaya penangkapan dan data sekunder berupa data hasil tangkapan dan upaya bulanan dan

data tahunan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang ikan kembung yang tertangkap selama penelitian berkisar 140 mm – 210 mm. Dugaan koefisien pertumbuhan 1.20 cm/ tahun, panjang maksimum (L∞) 223,65 mm, dan umur teoritis pada saat panajng ikan sama dengan nol (t0) adalah -0.43 tahun. Koefisien kematian total 6.68, koefisien kematian akibat penangkapan 5.525 dan koefisien kematian alami 1.152 serta laju eksploitasi adalah 0.83.

Tangkapan maksimum lestari (MSY) dan upaya optimum (E MSY) berdasarkan data bulanan sebesar 5535.07 kg /bulan dengan 91 trip. Sedangkan tangkapan maksimum lestari (MSY) dan upaya optimum (E MSY) tahunan berdasarkan data tahunan sebesar 66.61 ton/tahun dengan upaya optimum 912 trip. Berdasarkan analisis ekonomi data bulanan diperoleh MSY dan E MSY sebesar 6709.54 kg/bulan dengan 79 trip menghasilkan rente ekonomi Rp. 10.264.945, sedangkan MEY dan E MEY diperoleh sebesar 5339.9329 kg/bulan dengan 47 trip menghasilkan Rp. 16,584,569serta MOA sebesar 6,265.88 dengan upaya 94 trip. Sedangkan analisis ekonomi data tahunan diperoleh MSY dan E MSY sebesar 66,97 ton/tahun dengan upaya optimum 912 trip menghasilkan rente ekonomi Rp. 27.017.495 sedangkan MEY dan E MEY diperoleh sebesar 51.37 ton/tahun dengan upaya 474 trip menghasilkan rente Rp. 145,480,887, serta MOA sebesar 43.65 ton/tahun dengan upaya 962 trip.

(4)

DI TPI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT

PARULIAN SINAGA C24063482

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Judul : Dinamika Stok dan Analisis Bio-Ekonomi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat.

Nama Mahasiswa : Parulian Sinaga NIM : C24063482

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MS Dr.Ir.Mohammad Mukhlis Kamal, M.Sc NIP. 19640327 198903 1 003 NIP. 132084932

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP.1966728 199103 1 002

(6)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dinamika Stok dan Analisis Bio-Ekonomi Ikan Kembung

Lelaki (Rastrelliger kanagurta) di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat”. Skripsi

ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan pada April sampai Juni 2010, dan salah syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam pemberian bimbingan, masukan, dan arahan sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan perlu banyak masukan dan saran. Namum demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Juli 2010 Penulis              

(7)

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr.Ir. Achmad Fahrudin, MS dan Dr. Ir. Mohammad Mukhlis Kamal, M.Sc, masing-masing selaku ketua dan anggota pembimbing skripsi dan akademik yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, masukan, serta dana dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Gatot Yulianto, MSi selaku dosen penguji dan Ir. Agustinus Samosir, M.Phil selaku ketua komisi pendidikan program S1 atas saran, nasehat dan perbaikan yang diberikan.

3. Dr.Ir. Achmad Fahrudin, MS selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan, masukan dan kesabarannya yang membimbing penulis selama kuliah.

4. Para staf Tata Usaha MSP terutama Mbak Widar atas arahan dan kesabarannya.

5. Keluarga tercinta, Ibu, Bapak, Abang dan Adikku atas segala doa, kasih sayang dan motivasinya.

6. Teman-teman MSP’ 41, 42, 43, 44, tim asisten MOSI dan khususnya teman kelas Mbak Friska Magdalena, Genny D.C atas bantuan dan informasinya. 7. All penghuni Sylvalestari dan Alumni Sylvalestari atas motivasi, bantuan,

(8)

Penulis diahirkan di Sosorbulu, pada tanggal 13 September 1987. Penulis adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara dari keluarga Bapak Teken Sinaga dan Ibu Masnur Samosir. Penulis mengawali jenjang pendidikan di SD Negeri Sitamiang II Onan Runggu, Kabupaten Samosir (SUMUT) pada tahun 1994-2000, dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di SLTP BaktiMulia Onan Runggu, serta SMUN 1

Pangururan pada tahun 2003-2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (FPIK IPB).

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan non akademik. Penulis aktif di Divisi Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) tahun 2007-2008 sebagai anggota, aktif di Divisi Human Resource Development Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) tahun 2008-2009 sebagai ketua dan salah satu penghuni asrama Sylvalestari IPB tahun 2007- 2010.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul ” Dinamika Stok dan Analisis Bio-Ekonomi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat.

(9)

i    Hal DAFTAR ISI ... i DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Deskripsi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)... 3

2.2. Biologi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) ... 4

2.3. Distribusi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) ... 4

2.4. Migrasi ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) ... 5

2.5. Alat ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) ... 6

2.5.1. Pukat cincin (purse seine) ... 6

2.5.2. Payang ... 8

2.6. Sebaran frekuensi panjang ... 9

2.7. Hubungan panjang-berat ... 9

2.8. Parameter pertumbuhan (L∞, K dan t0) ... 10

2.9. Mortalitas dan laju eksploitasi ... 10

2.10. Model surplus produksi ... 11

2.11. Maximum sustainable yield (MEY) ... 13

(10)

ii   

3.1. Waktu dan lokasi penelitian ... 15

3.2. Alat dan bahan ... 17

3.3. Metode kerja ... 17

3.3.1. Pengambilan contoh ikan ... 17

3.4. Analisis data ... 19

3.4.1. Pengukuran panjang-berat ... 19

3.4.2. Hubungan panjang-berat ... 19

3.4.3. Sebaran frekuensi panjang ... 20

3.4.4. Metode Ford Walford (L∞, K dan t0) ... 21

3.4.5. Pendugaan nilai K dan ∞ ... 22

3.5. Analisis stok ... 22

3.5.1. Laju mortalitas ... 22

3.5.2. Potensi lestari (MSY) ... 24

3.6. Analisis Bio-ekonomi ... 25

3.6.1. Analisis fungsi produksi perikanan tangkap ... 26

3.6.2. Analisis bio-ekonomi model static Gordon-Schaefer ... 28

3.6.3. Konsepsi dan batasan ... 30

3.6.4. Asumsi dan keterbatasan model Gordon-Schaefer ... 31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1. Kondisi umum perairan Blanakan ... 32

4.2.Kondisi perikanan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di TPI Blanakan ... 33

4.3. Sebaran ukuran panjang ... 34

4.4.Parameter pertumbuhan ... 35

4.5. Hubungan panjang-berat ... 39

4.6. Mortalitas dan laju eksploitasi ... 40

(11)

iii   

4.7.2. Model stok ikan kembung lelaki dengan data tahunan ... 45

4.8. Analisis bio-ekonomi ... 46

4.8.1. Analisis bio-ekonomi dengan data bulanan ... 47

4.8.2. Analisis bio-ekonomi dengan data tahunan ... 49

4.9. Pembahasan ... 52

4.9.1. Parameter pertumbuhan ... 53

4.9.2. Mortalitas ... 53

4.9.3. Model stok ikan kembung lelaki ... 54

4.9.4. Bio-ekonomi ... 55

4.9.5. Pengelolaan pertumbuhan dan mortalitas ... 56

4.9.6. Pengelolaan stok dan analisis bio-ekonomi ... 57

4.9.7. Rencana pengelolaan stok ikan kembung lelaki ... 57

BAB V. KESIMPULAN ... 59 5.1. Kesimpulan ... 59 5.2. Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN ... 65        

(12)

iv   

hal

1. Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) ... 4

2. Unit penangkapan purse seine ... 8

3. Kapal purse seine ... 8

4. Model pertumbuhan Schaefer (kurva produksi lestari) ... 13

5. Grafik MEY dengan model Gordon-Schaefer ... 13

6. Lokasi penelitian ... 16

7. Lokasi penelitian ... 17

8. Persentasi 10 jenis ikan terbanyak yang didaratkan di TPI Blanakan ... 33

9. Sebaran ukuran panjang ikan kembung pada tiap dua sekali yang di didaratkan di TPI Blanakan ... 35

10. Kelompok ukuran panjang ikan kembung lelaki ... 36

11. Hubungan panjang dengan umur ikan kembung lelaki ... 38

12. Hubungan panjang-berat ikan kembung lelaki ... 39

13. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan dengan data panjang ... 40

14. Produksi bulanan ikan kembung lelaki (kg) ... 41

15. Upaya (trip) / bulan ... 42

16. Grafik hubungan upaya dan CPUE dengan pendekatan Schaefer ... 42

17. Grafik hubungan upaya dan CPUE dengan pendekatan Fox ... 42

18. Hubungan upaya dan hasil tangkapan (produksi) ... 43

19. Kurva produksi tahunan ikan kembung lelaki ... 44

20. Kurva effort (trip) tahunan ikan kembung lelaki ... 44

21. Grafik hubungan upaya dan CPUE dengan pendekatan Schaefer ... 44

22. Grafik hubungan upaya dan CPUE dengan pendekatan Fox ... 45 23. Hubungan upaya penangkapan dengan hasil tangkapan dalam tahunan

(13)

v   

24. Grafik bio-ekonomi ikan kembung lelaki dengan pendekatan model

algoritma FOX dengan data bulanan ... 49 25. Grafik bio-ekonomi ikan kembung lelaki dengan pendekatan model

algoritma FOX dengan data tahunan ... 51                                                

(14)

vi   

Hal

1. Nilai tengah panjang ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di TPI

Blanakan pada setiap pengamatan ... 35 2. Nilai indeks separasi dan jumlah populasi teorirtis total ikan kembung

Lelaki (Rastrelliger kanagurta) di TPI Blanakan ... 36 3. Perbandingan parameter pertumbuhan berdasarkan model von Bertalanffy

(K, L∞, t0) ikan kembung di TPI Blanakan (April-Juni 2010) ... 37 4. Nilai a dan b yang didapatkan dari hasil penelitian ... 39 5. Perbandingan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung

(Rastrelliger kanagurta) ... 41 6. Nilai parameter biologi dan ekonomi yang digunakan dalam penentuan

MEY dan E MEY dengan data bulanan ... 47 7. Hasil analisis parameter bio-ekonomi dengan model Gordon-Schaefer

dengan data bulanan ... 47 8. Nilai parameter biologi dan ekonomi yang digunakan dalam penentuan

MEY dan E MEY dengan data tahunan ... 49 9. Hasil analisis parameter bio-ekonomi dengan model Gordon-Schaefer

dengan data tahunan ... 50              

(15)

vii   

hal

1. Tabel panjang berat ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di TPI

Blanakan hasil tangkapan purse seine dan payang ... 65 2. Perhitungan nilai t0, koefisien kematian alami (M), koefisien kematian

akibat penangkapan (F) dan koefisien eksploitasi (E) ikan kembung lelaki

(Rastrelliger kanagurta) di perairan Blanakan ... 70 3. Contoh perhitungan mortalitas total berbasis data panjang ... 71 4. Tabel data sekunder untuk pendugaan MSY dan E MEY data bulanan

dan data tahunan ... 73 5. Dugaan stok dengan model Schaefer dan Fox dengan data bulanan dan

data tahunan ... 75 6. Pendugaan MEY dan E MEY oleh Gordon-Schaefer ... 78  

(16)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ikan kembung merupakan salah satu produk perikanan pantai di Laut Jawa yang sangat digemari untuk dikonsumsi dan nilai jualnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai jual ikan pelagis lainya. Selain berperan penting di dalam pemenuhan gizi, ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) juga berperan penting di dalam peningkatan lapangan kerja masyarakat melalui jasa perniagaan ikan tersebut.

Hasil tangkapan utama para nelayan di Pantai Utara Jawa, khususnya yang didaratkan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Blanakan adalah ikan pelagis kecil seperti ikan layang, selar, tembang, dan kembung. Menurut Dirjen Perikanan (1994), 63 % sumber protein hewani ikan konsumsi masyarakat Indonesia terutama berasal dari ikan pelagis kecil, dan 30 % diantaranya adalah ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta).

Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Blanakan merupakan salah satu tempat kegiatan perikanan di Pantai Utara Jawa yang terdiri dari perikanan pelagis, demersal, dan karang. Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Blanakan adalah salah satu pusat pendaratan ikan di Subang, Jawa Barat. Di lain sisi, kondisi perairan Pantai Utara Jawa sudah mengalami overfishing. Hal ini diduga karena menurunnya hasil tangkapan ikan oleh para nelayan.

Mengingat potensi ikan kembung lelaki (Rastrelliger

kanagurta) maka diperlukan pengkajian informasi dasar biologi dan ekonomi untuk

menunjang upaya pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki (Rastrelliger

kanagurta), agar tercipta penangkapan yang lestari dan ramah lingkungan serta

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan. Sebaran frekuensi panjang dan hubungan panjang berat merupakan informasi penting untuk melihat laju pertumbuhan yang merupakan salah satu faktor pertimbangan dalam menetapkan strategi pengelolaan perikanan.

(17)

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah

1. Mengkaji stok ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)

2. Mengkaji model bio-ekonomi ikan kembung lelaki (Rastrelliger

kanagurta)

1.3. Manfaat Penelitian

Sebagai langkah awal pengelolaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa laju pertumbuhan, kisaran ukuran panjang ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang tertangkap, hubungan panjang berat, laju mortalitas serta stok dan model bio-ekonomi yang dapat digunakan sebagai masukan untuk pengelolaan perikanan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Blanakan, Subang, Jawa Barat.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ikan Kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Di wilayah perairan Indonesia terdapat tiga spesies ikan kembung yaitu

Rastrelliger brachyoma, Rastrelliger neglectus dan Rastrelliger kanagurta. Secara

umum ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) mempunyai ciri-ciri tubuh seperti cerutu dan ditutupi oleh sisik yang berukuran kecil dan tidak lepas. Bentuk tubuh pipih dengan bagian dada lebih besar daripada bagian tubuh yang lain. Ikan kembung lelaki tidak mempunyai gigi pada bagian tulang langit-langit. Ikan kembung lelaki memiliki dua buah sirip punggung. Di belakang sirip punggung kedua dan sirip dubur terdapat 5-6 sirip tambahan yang disebut finlet. Sirip ekor bercagak dalam, sirip dadalebar dan meruncing, sedangkan sirip perut terdiri dari 1 jari-jari lemah (Sari, 2004).

Sujastani (1972) dalam Handoyono (1991) menyatakan, bahwa ikan kembung yang terdapat di perairan laut jawa terdiri dari dua spesies, yaitu kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachyoma). Selain itu dikenal

juga Rastrelliger neglectus yang juga termasuk ikan kembung perempuan. Ikan kembung lelaki memiliki warna keperakan dan titik gelap sepanjang punggung. Warna punggung biru kehijau-hijaun. Sirip dorsal berwarna kekuning-kuningan dengan ujung-ujung berwarna hitam.

Sistematika ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) tersebut berdasarkan www. Fishbase.org adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Percomorpi

Sub ordo : scombroidea

Famili : Scombridae

Genus : Rastrelliger

Spesies : Rastrelliger kanagurta

Nama umum : Indian mackerel

(19)

Gambar 1. Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) (dokumentasi pribadi)

2.2. Biologi Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Ikan kembung termasuk salah satu ikan pelagis yang hidup di perairan pantai maupun perairan lepas pantai. Ikan kembung juga termasuk ikan pelagis yang bergerombol, yang hidup di perairan dangkal khususnya di sepanjang garis pantai. Ikan kembung juga masuk ke dalam perairan estuari untuk mencari makan seperti plankton and phytoplankton (Moazzam, 2005). Ikan ini menyukai perairan yang bekadar garam tinggi. Kebiasaan makan ikan kembung adalah memakan plankton, copepoda atau crustacea. Sebagai pemakan plankton, ikan kembung ditandai oleh adanya tapis insang yang banyak dan halus (Kriswantoro dan Sunyoto, 1986 dalam Sari, 2004). Ukuran ikan kembung lelaki yang baik secara biologi sebesar 184 mm – 300 mm dan cocok untuk market (Jawad, 2001).

2.3. Distribusi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Penyebaran ikan kembung lelaki di Indonesia sangat luas hampir meliputi seluruh perairan yang ada. Menurut Handoyo (1991), ikan kembung lelaki banyak tertangkap di perairan Sumatra Timur Laut, Kalimantan Barat, Kalimantan bagian Tenggara, Utara Jawa dan Indonesia bagian Timur.

Distribusi ikan kembung lelaki dapat dibagi menjadi dua bagian, penyebaran horizontal dan vertical. Penyebaran horizontal perlu diketahui untuk menentukan daerah penangkapan ikan (Laevastu dan Hayes 1981 dalam Handoyo,1991). Menurut Hardenberg (1938) dalam Gracia 2007) migrasi ikan kembung di Laut Jawa dipengaruhi oleh angin musim. Pada permulaan musim timur yaitu bulan

(20)

Desember sampai Februari, sekelompok ikan kembung bergerak dari arah Laut Jawa menuju arah barat. Kelompok ikan kembung perlahan-lahan menghilang dari Laut Jawa. Kemudian setelah beberapa minggu kelompok ikan kembung yang baru memasuki Laut Jawa dari sebelah timur. Pada musim barat, yaitu bulan Juni sampai September terjadi hal yang sebaliknya dimana stok ikan kembung yang masuk ke Laut Jawa berasal dari Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia melalui Selat Sunda. Migrasi ikan kembung disebabkan arus laut yang dipengaruhi oleh perubahan arah angin saat musim barat dan timur. Nikolsky (1963) dalam Simanjuntak (2010) menyatakan bahwa ada tiga alasan utama yang menjadi penyebab beberapa ikan melakukan migrasi, yaitu usaha untuk mencari daerah yang banyak makananya

(feeding), memijah (spawning) dan adanya perubahan beberapa faktor lingkungan

seperti salinitas dan suhu. Ikan kembung dewasa mungkin sekali pergi ke daerah pemijahan di lepas pantai, sedangkan ikan juvenile akan bermigrasi ke daerah pantai untuk mencari makan.

Penentuan batas penyebaran secara vertikal sangat penting untuk penyesuaian alat tangkap ikan dengan kedalaman renang ikan tersebut. Wyrtki (1961) dalam Sari (2004) menyatakan bahwa letak kedalaman kelompok ikan-ikan pelagis banyak epipelagis dan neritik serta menyukai daerah dengan suhu minimum 170C dan suhu optimum 20-300C. Dengan begitu ikan-ikan pelagis seperti ikan kembung lelaki akan berenang sedikit ke sebelah dalam pada saat suhu permukaan lebih tinggi dari biasanya. Tetapi diperairan tropis dimana perbedaan suhu drastis, makanan merupakan faktor yang lebih penting daripada suhu perairan (Effendie,1997). Karena itu distribusi ikan kembung lelaki secara vertical sangat dipengaruhi oleh gerakan harian plankton sebagai makanan utamanya.

2.4. Migrasi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) merupakan ikan yang bermigrasi (Jayasangkar, 2004). Kondisi lingkungan adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari pola kehidupan ikan. Perubahan kondisi lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap periode musiman serta keberadaan ikan. Keadaan perairan dan perubahannya akan mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhannya (Gunarso, 1985).

(21)

Ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) merupakan ikan yang bermigrasi (Jayasangkar, 2004). Menurut Hardenberg (1937) dalam Damayanti (2007) juga,

Ikan kembung lelaki merupakan ikan pelagis yang melakukan migrasi. Rastrelliger kanagurta cenderung memilih keadaan lingkungan yang relatif sama dengan ikan

layang (Decapterus spp). Kedua spesies ini di Laut Jawa mempunyai pola migrasi yang hampir sama, yaitu pada permulaan musim timur arus yang bersalinitas tinggi bergerak ke arah barat Laut Jawa dan bergerak ke arah barat yang memungkinkan terus bergerak ke Selat Karimata. Pada musim barat terjadi pergerakan ikan kembung yang sebaliknya sesuai dengan arus laut yang biasa disebut dengan

currents and fish migration.

2.5. Alat tangkap ikan kembung lelaki 2.5.1. Pukat cincin (purse seine)

Pukat cincin adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kerut bagian bawah jaring dapat dikuncupkan, jarring kan berbentuk seperti mangkok (Baskoro 2002). Disebut “pukat cincin” karena alat dilengkapi dengan cincin. Fungsi cincin dan tali kerut/tali kolor ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Dengan adanya tali kerut tersebut jarring yang semula tidak berkantong akan berbentuk kantong pada tiap akhir penangkapan ikan. Menurut Baskoro (2002) alat penangkap ikan (pukat cincin) ini dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan baik dengan menggunakan satu kapal ataupun dua unit kapal. Setelah gerombolan ikan terkurung, kemudian bagian bawah jarring dikerutkan hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah melalui cincin. Alat penangkap ini ditujukan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Pukat cincin yang umumnya dikenal di Indonesia walaupun dengan nama an konstruksinya sedikit berbeda, seperti pukat langgar, pukat senangin, gae dan giob. Nama tersebut terakhir dengan tipe pukat cincin. Pukat cincin pertama kali diperkenalkan di Pantai Utara Jawa oleh BPPL pada tahun 1970. Kemudian diaplikasikan (1973/1974) di Muncar dan berkembang pesat sampai sekarang

(22)

Kapal yang dipergunakan oleh nelayan purse seine di Perairan Blanakan adalah kapal yang terbut dari meranti dengan panjang (LOA) = 15 meter, lebar (Breath) = 3 meter, dalam (Depth) = 1.75 meter dengan kapasitas muatan 5 – 10 GT. Ukuran mata jaring purse seine yang baik sekitar 2.5 cm sampai 5 cm dengan dengan panjang 150 meter dan lebar 1 meter (Doukakis, 2007).

Adapun tehnik pengoperasi purse seine dibagi dalam beberapa tahap yaitu meliputi :

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap yang harus dilakukan sebelum penangkapan ikan. Tahap ini meliputi tahap pemerikasaan mesin dan semua alat yang diperlukan harus diperiksa apakan dalam kondisi baik atau perlu ada perbaikan. Penyiapan bahan bakar, es, dan konsumsi.

2. Kapal purse seine berangkat menuju daerah penangkapan (fishing ground). Pada umumnya membutuhkan waktu 1-2 jam. Penentuan daerah penangkapan yang tepat akan menjadi tujuan daerah penangkapan berdasarkan hasil pemantaun nelayan pemantau.

3. Pengoperasian (setting)

Pengoperasian purse seine dilakukan mulai dari pagi hari sekitar pukul 04.00 WIB. Alat tangkap purse seine untuk satu kali operasi membutuhkan waktu selama 4 jam. Tiba di daerah penangkapan kapal penagkap mulai menurunkan alat. Mula-mula ujung tali kolor diberi pelampung dan umbul sebagai tanda dan disatukan sebagai tali ris atas dan tali ris bawah ke posisi yang telah ditentukan. Selanjutnya kapal penangkap segera melingkari gerombaolan ikan sambil menurunkan jaring dan peralatan (pemberat dan pelampung) menuju tali kolor yang telah dilemaparkan pada permulaan operasi. Setelah jaring berbentuk satu lingkaran penuh maka pelampung dan umbul yang pertama dilemparkan diangkat ke atas kapal dan berikutnya tali kolor segera ditarik dan sampai menaikkan sebagian alat (sayap jaring).

(23)

4. Penarikan Alat (Hauling)

Setelah tali kolor tertarik semua, maka sedikit demi sedikit bagian jaring ditarik. Penarikan purse seine selesai hingga tersisa bagian kantong dan ikan yang terkurung diambil dengan menggunakan sampe (serok). Kemudian jarring dinaikkan seluruhnya ke atas kapal sambil disusun pada tempat semula, dirapika kembali sebagi persiapan agar memudahkan untuk pengoperasian kembali.

Gambar 2. Unit Penangkapan purse seine (Sumber: www.purseseine.com)

Gambar 3. Kapal purse seine (Sumber : dokumentasi pribadi)

2.5.2. Payang

(24)

kantong, dua buah sayap (wing) dibagian kiri dan kanan, badan, dan tali ris. Bagian-bagian alat tangkap payang terdiri dari sayap, badan, kantong, tali ris, pelampung, dan pemberat. Pada alat tangkap payang, tali ris atas lebih panjang dari tali ris bawah dengan tujuan agar ikan dapat masuk dalam kantong jaring dengan mudah dan mencegah lolosnya ikan ke arah bawah. Hal ini disebabkan payang biasanya digunakan untuk menangkap jenis ikan pelagis yang biasa hidup dibagian lapisan permukaan perairan dan cenderung memiliki sifat lari kebawah apabila terkurung jaring. (Subani dan Barus, 1989). Penangkapan dengan payang dapat digunakan dengan menggunakan perahu layar atau menggunakan kapal motor. Payang biasanya dioperasikan dibagian permukaan air dengan tujuan menangkap ikan-ikan permukaan yang membentuk kelompok. Pengoperasian dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap penurunan, dan tahap penarikan jaring. Penagkapan ikan dilakukan pada siang dan malam hari. Untuk meningkatakan hasil tangkapan biasanya menggunakan alat bantu lampu pertomaks dan rumpon. Petromaks dilakukan pada malam hari sedangkap rumpon digunakan pada siang hari.

2.6. Sebaran Frekuensi Panjang

Metode pendugaan pertumbuhan berdasarkan data frekuensi panjang telah digunakan secara luas di bidang perikanan, biasanya digunakan jika metode lain seperti mengetahui umur tidak dapat dilakukan (Sparre and Venema, 1999). Hasil pengukuran panjang ikan yang dijadikan contoh dan dianalisa dengan benar dapat menduga parameter pertumbuhan yang digunakan dalam pendugaan stok spesies tunggal (Pauly, 1983 dalam Damayanti, 2007). Analisa frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok ukuran ikan yang didasarkan pada anggapan bahwa frekuensi panjang individu dalam suatu spesies dengan kelompok umur yang sama akan bervariasi mengikuti sebaran normal (Effendie 1997). Sejumlah data komposisi panjang dapat digunakan untuk melihat komposisi tangkapan.

2.7. Hubungan Panjang-Berat

Analisis hubungan panjang dengan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan di alam yang selanjutnya akan sangat berguna bagi kegiatan pengelolaan perikanan. Effendie, 1997 menyatakan bahwa berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Nilai yang didapat dari perhitungan panjang dan

(25)

berat adalah dapat menduga berat dari panjang, selain itu keterangan mengenai pertumbuhan, kemontokan dan perubahan lingkungan terhadap ikan dapat diketahui (Effendie, 1997).

Dari pola pertumbuhan akan dihasilkan nilai regresi antara panjang dengan berat. Berdasarkan pernyataan (Ricker, 1975 in Effendie, 1997) akan didapatkan nilai a dan b. nilai yang mungkin timbul adalah b<3, b>3 atau b=3. Bila b<3 ditafsirkan bahwa pertambahan beratnya tidak secepat pertambahan panjang (pola pertumbuhan allometrik negatif) dan sebaliknya bila b>3 maka ditafsirkan bahwa pertambahan panjang ikan tidak secepat pertambahan beratnya (pola pertumbuhan

allometrik positif). Ketika b=3 pertumbuhannya disebut pertumbuhan isometrik

yaitu pertambahan panjang sebanding dengan pertambahan berat.

2.8. Parameter pertumbuhan (L∞, K, dan t0)

Beverton & Holt (1957) in Sparre and Venema (1999) menyebutkan bahwa persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy memberikan representasi pertumbuhan populasi ikan yang memuaskan. Hal ini dikarenakan pesamaan pertumbuhan Von Bartalanffy berdasarkan konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui beberapa masalah seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan.

Metode Ford Walford merupakan metode sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (Sparre and Venema 1999). Metode ini memerlukan masukan panjang rata-rata ikan dari beberapa kelompok ukuran. Kelompok ukuran dipisahkan dengan menggunakan metode Battacharya (Sparre and Venema 1999).

2.9. Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Pada berbagai wilayah perairan Indonesia telah mengalami penangkapan berlebih (overfishing) seperti perairan Selat Malaka, pantai utara Pulau Jawa, Selat Bali, dan Sulawesi Selatan, Dahuri 2003 dalam Gracia 2007. Gejala yang menandakan suatu perairan telah mengalami tekanan tangkap yang berlebih yaitu; terjadinya penurunan produksi perikanan atau hasil tangkapan per unit penangkapan

(26)

(catch per unit effort, CPUE), penurunan hasil tangkapan total yang didaratkan, semakin jauhnya wilayah penangkapan, penurunan berat rata-rata ikan, semakin sedikitnya jumlah nelayan yang melaut, dan penurunan ukuran ikan yang tertangkap (Widodo dan Suadi 2006).

Pada tahun 2005-2009 untuk jenis ikan seperti tuna, cakalang, udang dan ikan pelagis lainya termasuk ikan kembung lelaki produksinya terus menurun. Untuk hasil penangkapan ikan pelagis lainya termasuk ikan kembung lelaki pada tahun 2005 sebesar 428.395 ton/tahun sedangkan pada tahun 2009 sebesar 381.600 ton/tahun (DKP 2009). Hal ini menandakan telah terjadi penangkapan berlebih (overfishing).

Ikan kembung lelaki merupakan salah satu jenis ikan pelagis yang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap payang. Ikan sangat digemari terutama di Pulau Jawa sebagai ikan konsumsi. Ikan ini dipasarkan dalam bentuk ikan segar dan asin-kering.

Laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F). Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab selain penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, stres pemijahan, kelaparan, dan usia tua (Sparre and Venema 1999).

Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan Von Bertalanffy yaitu K dan L∞. Ikan yang pertumbuhan cepat (nilai K tinggi) mempunyai nilai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L∞ karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Sedangkan mortalitas penangkapan adalah mortalitas yang terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan (Sparre and Venema 1999).

Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama ikan tersebut hidup. Dengan kata lain laju eksploitasi adalah jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik alami maupun penangkapan (Pauly 1984 in Sharif 2009). Menurut Pauly (1984) in Sharif (2009) menduga bahwa dalam stok yang dieksploitasi optimum, maka laju mortalitas alami (M) atau laju eksploitasi (E) sama dengan 0.5.

(27)

2.10. Model Surplus Produksi

Pengelolaan sumberdaya ikan pada awalnya didasarkan pada konsep hasil maksimum yang lestari (Maximum Sustainable Yield) atau disingkat MSY. Inti dari konsep ini adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan. Dengan kata lain konsep ini hanya mempertimbangkan faktor biologi ikan semata (Fauzi A 2004) in Randika (2008). Menurut Aziz (1989) in Randika (2008) model surplus produksi adalah salah satu model yang digunakan dalam pengkajian stok ikan, yaitu dengan dengan menggunakan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan. Pertambahan biomassa suatu stok ikan dalam waktu tertentu di suatu wilayah perairan adalah suatu parameter populasi yang disebut produksi. Biomassa yang diproduksi ini diharapkan dapat mengganti bioamassa yang hilang akibat kematian, penangkapan mau pun factor alami. Produksi yang berlebih dari kebutuhan penggantian dianggap sebagai surplus yang dapat dipanen. Apabila kuantitas biomassa yang diambil sama dengan surplus yang diproduksi maka perikanan tersebut berada dalam kondisi equilibrium atau seimbang.

Hasil tangkapan (C) per unit effort (F) atau CPUE) dapat digunakan sebagai indeks kelimpahan relatif. Metode surplus produksi didasarkan pada asumsi bahwa CPUE merupakan fungsi dari f, baik bersifat linier (Schaefer) maupun bersifat eksponensial (Fox) in Fahmy, (2004).

Tujuan penggunaan model surplus produksi untuk menentukan tingkat upaya optimum (effort MSY atau fmsy), yaitu suatu upaya yang menghasilkan suatu hasil tangkapan yang maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi stok secara jangka panjang yang biasa disebut dengan hasil tangkapan maksimum lestari (Maximum Suistaibel Yield atau MSY). Metode ini banyak digunakan di daerah perairan tropis karena dalam penggunaan model ini tidak memerlukan kelas umur dan penerapannya hanya menggunakan hasil tangkapan per upaya (CPUE) (Sparre dan Venema 1999).

Metode produksi surplus dapat diperoleh estimasi besarnya kelimpahan biomassa dan estimasi potensi dari suatu jenis kelompok jenis atau kelompok jenis sumberdaya ikan(Widodo et al.1998). Metode ini merupakan metode yang sangat

(28)

sederhana karena data yang diperlukan sangat sedikit, sebagai contoh tidak perlu menentukan kelas umur dan hanya memerlukan data hasil tangkapan atau produksi yang biasanya tersedia di setiap tempat pendaratan ikan, dan upaya penangkapan, serta murah biaya (Spare & Venema 1999).

Gambar 4. Model pertumbuhan Schaefer (Kurva produksi lestari) (Randika 2008)

2.11. Maximum Economic Yield (MEY)

Gordon pertama kali menggunakan pendekatan ekonomi untuk menganalisis pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal yang sebelumnya diperkenalkan Shcaefer, seorang biolog, sehingga kemudian dikenal dengan istilah pendekatan bioekonomi atau model bioekonomi Gordon-Schaefer (GS) (Fauzi 2006). Pendekatan bioekonomi GS merupakan pendekatan sederhana dalam pengelolaan sumberdaya ikan yang bertujuan untuk melihat aspek ekonomi dengan kendala aspek biologi sumberdaya ikan, yaituberapa tingkatan input (jumlah kapal, trip, GT) yang harus dikendalikan untuk menghasilkan manfaat ekonomi yang maksimum (Fauzi 2006). Grafik MEY dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.

(29)

Gambar 5. Grafik MEY dengan model Gordon Schaefer (Randika 2008) Fenomena yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah kelebihan kapasitas yang berujung pada kondisi tangkap lebih (overfishing).

Overfishing diartikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap melbihi jumlah yang

dibutuhkan untuk mempetahankan stok ikan dalam wilayah perairan tertentu.

Economic overfishing adalah tangkap lebih secara ekonomi dan terjadi ketika ratio

biaya terhadap harga terlalu besar atau jumlah input yang dibutuhkan lebih besar dari jumlah input yang dibutuhkan pada tingkat rente eknomi yang maksimum (Fauzi 2006).

2.12. Tujuan Pengelolaan Perikanan

Pengelolaan sumberdaya perikanan saat ini menuntut perhatian penuh dikarenakan oleh semakin meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap berbagai stok ikan (Widodo & Suadi 2006). Secara umum tujuan pengelolaan perikanan dapat dibagi ke dalam empat kelompok yaitu biologi, ekologi, ekonomi dan sistem, dimana tujuan sistem mencakup tujuan politik dan budaya.

Menurut Phuty, (2007) manajeman sumberdaya kelautan khususnya perikanan pantai yang memiliki ikan berukuran kecil harus membuat zona penangkapan ikan yang memiliki kedalaman 0 sampai 20 meter dan zona penangkapan ini dikelola oleh masyarakat. Manajemen perikanan pantai direncanakan dan diatur sebelum dikelola oleh komunitas perikanan pantai. Pemerintah memberikan modal seperti alat tangkap, kapal, mesin dan bahan bakar minyak serta surat ijin menangkap

(30)

ikan.Prinsip manajemen perikanan yaitu manajemen sisten perikanan, monitoring, control dan surveillance, hukum sistem perikanan. ketiga prinsip ini harus sejalan supaya tercapai perikanan sukses.

(31)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Teluk Blanakan yang termasuk daerah Pantai Utara Jawa, sedangkan pengumpulan data dilakukan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) dan KUD Mina Fajar Sidik Blanakan, Subang selama 2.5 bulan yaitu dari 15 April 2010 sampai 12 Juni 2010. Pengambilan sampel dilakukan dua minggu sekali yang bertujuan untuk melihat laju pertumbuhan dengan selang waktu dua minggu. Selai itu juga, pengambilan sampel dilakukan pada waktu musim barat yaitu akhir bulan April sampai Juni, dimana ikan kembung lelaki bermigrasi ke Laut Utara Jawa dari perairan laut bagian timurnya.

(32)

Gambar 7. Lokasi Penelitian (Sumber : www. Google maps. com

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain penggaris sepanjang 300 mm dengan ketelitian 0.5 mm, timbangan berkapasitas 2000 gram dengan ketelitian 1 gram, kamera dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu ikan kembung lelaki (Rastrelliger

kanagurta).

3.3. Metode Kerja

3.3.1. Pengambilan Ikan Contoh

Ikan contoh diambil dari hasil tangkapan nelayan yang menggunakan payang dan purse seine sedang sebanyak mungkin setiap 2 minggu sekali selama sampai 5 kali sampling. Ukuran mata jaring yang digunakan untuk menangkap ikan kembung lelaki berukuaran 1,9 cm. Data sekunder selama 5 tahun terakhir diambil dari catatan tempat pelelangan ikan yaitu TPI Blanakan. Adapun tehnik pengoperasi

(33)

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap yang harus dilakukan sebelum penangkapan ikan. Tahap ini meliputi tahap pemerikasaan mesin dan semua alat yang diperlukan harus diperiksa apakan dalam kondisi baik atau perlu ada perbaikan. Penyiapan bahan bakar, es, dan konsumsi.

2. Kapal purse seine berangkat menuju daerah penangkapan (fishing ground). Pada umumnya membutuhkan waktu 1-2 jam. Penentuan daerah penangkapan yang tepat akan menjadi tujuan daerah penangkapan berdasarkan hasil pemantaun nelayan pemantau.

3. Pengoperasian (setting)

Pengoperasian purse seine dilakukan mulai dari pagi hari sekitar pukul 04.00 WIB. Alat tangkap purse seine untuk satu kali operasi membutuhkan waktu selama 4 jam. Tiba di daerah penangkapan kapal penagkap mulai menurunkan alat. Mula-mula ujung tali kolor diberi pelampung dan umbul sebagai tanda dan disatukan sebagai tali ris atas dan tali ris bawah ke posisi yang telah ditentukan. Selanjutnya kapal penangkap segera melingkari gerombaolan ikan sambil menurunkan jaring dan peralatan (pemberat dan pelampung) menuju tali kolor yang telah dilemaparkan pada permulaan operasi. Setelah jaring berbentuk satu lingkaran penuh maka pelampung dan umbul yang pertama dilemparkan diangkat ke atas kapal dan berikutnya tali kolor segera ditarik dan sampai menaikkan sebagian alat (sayap jaring). 4. Penarikan Alat (Hauling)

Setelah tali kolor tertarik semua, maka sedikit demi sedikit bagian jaring ditarik. Penarikan purse seine selesai hingga tersisa bagian kantong dan ikan yang terkurung diambil dengan menggunakan sampe (serok). Kemudian jaring dinaikkan seluruhnya ke atas kapal sambil disusun pada tempat semula, dirapika kembali sebagi persiapan agar memudahkan untuk pengoperasian kembali.

(34)

Sedangkan pengoperasian payang dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap penurunan, dan tahap penarikan jaring. Penagkapan ikan dilakukan pada siang dan malam hari. Untuk meningkatakan hasil tangkapan biasanya menggunakan alat bantu lampu pertomaks dan rumpon. Petromaks dilakukan pada malam hari sedangkap rumpon digunakan pada siang hari.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Pengukuran Panjang-Berat

Panjang ikan yang diukur adalah panjang total yaitu panjang ikan dari ujung mulut terdepan sampai dengan ujung sirip ekornya. Ikan yang telah diukur panjangnya langsung dipisahkan untuk dilakukan pengukuran berat.

3.4.2. Hubungan Panjang - Berat

Untuk menganalisis hubungan panjang berat digunakan rumus sebagai berikut (Effendi, 1979) :

W = a Lb

Jika dilinierkan melalui transfomasi logaritma, maka akan diperoleh persamaan : Log W = Log a + b Log L

Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai ‘y’ dan Log ‘x’ maka didapatkan persamaan regresi :

Y = a + bx Keterangan :

W = berat (gram) L = panjang (mm)

a = intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-berat dengan sumbu-y b = pendugaan koefisien hubungan panjang-berat

(35)

Allometrik dibagi menjadi dua yaitu allometrik positif (b>3) dimana pertambahan berat ikan lebih cepat daripada pertambahan panjang dan allometrik negatif (b<3) dimana pertambahan panjang ikan lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan berat.

3.4.3. Sebaran Frekuensi Panjang

Sebaran frekuensi panjang adalah distribusi ukuran panjang pada kelompok panjang tertentu. Sebaran frekuensi panjang didapatkan dengan menentukan selang kelas, nilai tengah kelas, dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang. Dalam penelitian ini, untuk menganalisis sebaran frekuensi panjang menggunakan tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Menentukan nilai maksimum dan nilai minimum dari seluruh data panjang total ikan mola.

2. Menentukan jumlah kelas dan interval kelas

3. Menentukan limit bawah kelas bagi selang kelas pertama dan kemudian limit atas kelasnya. Limit atas didapatkan dengan cara menambahkan lebar kelas pada limit bawah kelas.

4. Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas.

5. Menentukan nilai tengah kelas bagi masing-masing kelas dengan merata-ratakan limit kelas.

6. Menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas.

7. Menjumlahkan frekuensi dan memeriksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total ikan

Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam masing-masing kelas, diplotkan dalam sebuah grafik untuk melihat jumlah distribusi normalnya. Dari grafik tersebut dapat terlihat jumlah puncak yang menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada. Bila terdapat lebih dari satu kohort, maka dilakukan pemisahan distribusi normal. Menurut Sparre dan Venema (1999), metode

(36)

yang dapat digunakan untuk memisahkan distribusi komposit kedalam distribusi-distribusi normal adalah metode Bhattacharya (1967) dalam Sparre dan Venema (1999).

Metode Bhattacharya pada dasarnya terdiri dari pemisahan sejumlah distribusi normal yang masing-masing mewakili suatu kohort ikan dari distribusi keseluruhan, dimulai dari bagian sebelah kiri dari distribusi total. Setelah distribusi normal yang pertama ditentukan, lalu dipisahkan dari distribusi total. Prosedur yang sama diulangi selama masih mungkin dilakukan pemisahan distribusi-distribusi normal dari distribusi total.

3.4.4. Metode Ford Walford (L∞, K dan t0)

Metode Ford Walford merupakan metode sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan von Bartalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama. Berikut ini adalah persamaan petumbuhan von Bartallanfy (Sparre dan Venema 1999) :

Keterangan :

Lt : Panjang ikan pada umur t (satuan waktu)

L∞ : Panjang maksimum secara teorotis (panjang asimtotik) K : Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu)

to : Umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol

Penurunan plot Ford-Walford didasarkan pada persamaan pertumbuhan von Bartallanfy dengan t0 sama dengan nol, maka persamaannya menjadi sebagai berikut:

Lt = L∞ (1 – e[-K(t-to)]) (1)

Lt = L∞ - L∞ e[-Kt]

(37)

Setelah Lt+1 disubsitusikan ke dalam persamaan (1) maka diperoleh persamaan baru tersebut dengan persamaan (1) seperti berikut.

Setelah Lt+1 - Lt = L∞ (1-e[-K(t+1)])- L∞ (1-e[-Kt]) = -L∞ e[-K(t+1)] + L∞ e[-Kt]

= L

∞ e[-Kt] (1-e[-K]) (3)

Persamaan (2) disubsitusikan ke dalam persamaan (3) sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut.

Lt+1 – Lt = (L∞ -Lt) (1-e[-K])

= L∞ (1-e[-K]) - Lt + Lt e[-K] L t+1 = L∞ (1-e[-K]) + Lt e[-K]

Persamaan (4) merupakan bentuk persamaan linier dan jika Lt (sumbu x) diplotkan terhadap Lt+1 (sumbu y) maka garis lurus yang terbentuk memiliki kemiringan (slope) (b) = e[-K] dan intersep (a) = L∞ (1-e[-K]). Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan panajng ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (Pauly 1984).

Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1983 in Dina 2008) sebagai berikut :

Log (-t0) = -0,3922 – 0,2752 (Log L∞) – 1,038 (Log K)

3.4.5 Pendugaan nilai K dan L∞.

Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L∞ diperoleh menggunakan paket progam FISAT (FAO-ICLRAM Stock Assessment)-ELEFAN 1 dengan selang kelas, nilai tengah dan frekwensi dimasukkan terlebih dahulu, kemudian nilai K dan L∞ tersebut dimasukkan kedalam model pertumbuhan von Bertalanffy.

(38)

3.5. Analisis Stok 3.5.1. Laju Mortalitas

Konsep stok beraitan erat dengan konsep parameter pertumbuhan dan mortalitas. Parameter pertumbuhan merupakan nilai numeric dalam persamaan dimana kita dapat memprediksi ukuran badan ikan setelah mencapai ukuran tertentu. Sementara parameter mortalitas mencerminkan suatu laju mortalitas alami dan mortalitas penangkapan (Sparred an Venema 1999).

Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L∞ diperoleh menggunakan paket progam FISAT (FAO-ICLRAM Stock Assessment)-ELEFAN 1 dengan selang kelas, nilai tengah dan frekwensi dimasukkan terlebih dahulu, kemudian nilai K dan L∞ tersebut dimasukkan kedalam model pertumbuhan von Bertalanffy. Sementara parameter-parameter laju mortalitas yang meliputi laju mortalitas total (Z) digunakan model Beverton and Holt berbasis data panjang dengan model sebagai berikut :

Z =

Keterangan : K= koefisien pertumbuhan (per tahun); Linf = Panjang asimtot (mm); L” = panjang rata-rata ikan yang tertangkap (mm); L’= batas bawah dari interval kelas panjang yang memiliki tangkapan terbanyak (mm); Z = laju mortalitas total (pertahun) Selanjutnya laju mortalitas alami (M) digunakan rumus empiris Pauly yaitu : log(M) = -0.0066-0.279log(Linf)+0.6543log(K)+0.4634log(T)

Keterangan: M = Laju mortalitas alami (per tahun); Linf = Panjang asimtotik; K= Koefisien pertumbuhan (per tahun); T= suhu rata-rata perairan (0C)

Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui maka laju mortalitas penangkapan dapat ditentukan melalui rumus :

F = Z-M

Selanjutnya Pauly (1984) menyatakan laju eksploitasi dapat ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z)

(39)

E =

Keterangan : F = Laju mortalitas penangkapan (per tahun); Z = Laju mortalitas total (per tahun); M= laju mortalitas alami (per tahun); E= Tingkat ekploitasi

3.5.2. Potensi Lestari (MSY)

Dalam mengestimasi nilai hasil tangkapan maksimum lestari digunakan model produksi surplus yaitu model Schaefer (1954) dan Fox (1970) in Sparred an Venema (1999). Model ini dapat diterapkan bila diketahui hasil tangkapan total (catch) berdasarkan spesies dan upaya penangkapan (effort) sehingga diperoleh hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit effort/CPUE) dalam beberapa tahun serta upaya penangkapan harus mengalami perubahan selama waktu yang dicakup (Sparre

dan Venema 1999).

Tingkat upaya penangkapan optimum (fmsy) dan hasil tangkapan maksimum

lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan model Schafer (1945) in Sparre dan Venema (1999) dapat diketahui dengan persamaan berikut :

1. Hubungan hasil tangkapan (Y) dengan upaya penangkapan (f) Y = af + bf2

2. Kemudian tentukan turunan pertama hasil tangkapan (Y) terhadap upaya penangkapan (f) dengan nol (dy/df) =0 sehingga didapat upaya penangkapan optimum (fmsy). Maka fmsy =-a/2b

3. Kemudian nilai fmsy = -a/2b disubsitusikan ke dalam persamaan butir 1

sehingga diperoleh MSY = -a24b

Untuk mendapatkan nilai a dan b maka digunakan analisis regresi dengan melinierkan model Schaefer seperti berikut :

Y = af + bf2

Y/f = a + bf Keterangan : Y/f adalah hasil tangkapan per unit upaya (CPUE)

(40)

Model kedua yang digunakan dalam model surplus produksi adalah model Fox (1970) in Sparred an Venema (1999). Pada model Fox tingkat upaya penangkapan optimum (fmsy) dan hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dapat

diketahui melalui persamaan berikut ini :

= exp(a+bf)

Yi = f (exp(a + bf))

Fmsy dicapai pada saat turunan pertama sama dengan nol (dy/df) = 0, sehingga

Y’= exp(a + bf) +fb exp(a + bf)) = 0

(1+fb) (expa+ bf))= 0 Jadi, fmsy = -1/b

Selanjutnya untuk mendapatkan nilai MSY maka nilai fmsy dimasukkan ke dalam

persamaan awal yakni Yi = f(expa+ bf))sehingga : MSY = (-1/b)(expa-1)

Upaya penangkapan digunakan sejumlah armada yaitu perahu motor tempel. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kembung lelaki beragam dan hasil tangkapan tiap alat tangkap tidak tersedia maka standarisasi hasil tangkapan per upaya (CPUE) tidak dapat dilakukan. Perahu motor tempel merupakan armada dominan dalam penangkapan ikan kembung lelaki dan daerah operasinya hanya sekitar daerah pantai dan teluk. Oleh karena itu jumlah perahu motor tempel digunakan sebagai upaya dalam analisis lestari.

Untuk menentukan model mana yang lebih mewakili model sebenarnya digunakan perbandingan terhadap nilai koefisien determinasinya (r2). Nilai koefisien yang paling besar menunjukkan hubungan lebih mendekati model sebenarnya. Koefisien determinasi adalah bilangan yang menyatakan proporsi keragaman total nilai peubah Y yang dapat dijelaskan oleh nilai-nilai peubah X melalui hubungan linier (Walpole 1992).

(41)

3.6. Analisis Bio-ekonomi

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan beberapa metode. Metode analisis data terdiri analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap dan analisis bio-ekonomi model static Gordon-Schaefer. Analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap digunakan untuk menentukan tingkat pemanfaatan maksimum, sedangkan analisis bio-ekonomi model static Gordon-Schaefer untuk menentukan tingkat pengelolaan maksimum bagi pelaku perikanan.

3.6.1. Analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap

Kelimpahan populasi ikan pada periode tertentu akan mengalami perubahan. Laju pertumbuhan populasi merupakan fungsi pertumbuhan biomass dan dipengaruhi oleh ukuran kelimpahan biomass ikan kembung lelaki, daya dukung alam dan laju pertumbuhan instrinsik. Menurut Schafer (1954) dalam Widiarso (2005), hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam fungsi sebagai berikut :

dx/dt = f(x)

=

x.r(1-x/k)………(1)

Dimana

dx/dt = laju pertumbuhan biomass

f(x) = fungsi pertumbuhan biomass ikan kembung lelaki

x = ukuran kelimpahan biomass ikan kembung lelaki

r = laju pertumbuhan instrinsik

k = daya dukung alam

Pada saat sumberdaya ikan kembung lelaki dimanfaatkan melalui penangkapan, maka terjadi pengurangan kelimpahan (biomass) populasi ikan kembung lelaki. Perubahan tersebut merupakan selisih antara laju pertumbuhan

(42)

(biomass) populasi dengan sejumlah yang ditangkap. Hubungan tersebut menurut Schaefer (1954) dalam Widiarso (2004), dapat dinyatakan sebagai berikut :

dx/dt = f(x)-h………(2)

dimana

h = hasil tangkap (kg)

Selanjutnya hasil tangkapan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

h = q.E.x ………(3)

dimana

q = koefisien teknologi penangkapan

E = effort (trip)

dengan asumsi koefisien teknologi sama dengan satu maka :

h = E.x ……….(4)

Dalam kondisi keseimbangan, besarnya perubahan (biomass) populasi sama dengan nol (dx/dt = 0), maka :

dx/dt = f(x)-h = 0 h = f(x)

Berdasarkan persamaan (1) dan (4), maka persamaan tersebut diatas dapat dinyatakan menjadi sebagai berikut :

E.x = x. r (1-x/k) E = r (1-x/k)

= r-(r/k . x)

(43)

Dengan mensubtitusikan persamaan (5) ke dalam persamaan (4), maka hubungan antara hasil tangkapan (h) dengan effort-nya (E) dapat dinyatakan sebagai berikut :

h = k.E –(k/r) .

E2……….………..(6)

yang secara sederhana dapat dinyatakan sebagai :

h = a. E- b.

E2………....(7)

h/E = a – b.E………...(8)

dimana h/E tidak lain adalah CPUE, sehingga untuk mencari besaran nilai a dan b dapat dilakukan dengan cara analisis regresi sederhana antara CPUE terhadap effort-nya (E), dimana a merupakan intersep dan b sebagai koefisien regresieffort-nya.

Berdasarkan persamaan (7), hasil tangkapan maksimum (hMSY) akan dapat

dicapai pada saat dh/dE = 0, sehingga :

a – 2bE = 0

2bE = a

EMSY = a/2b……….(9) hMSY = a (a/2b) – b (a/2b)2

= (a2/2b) – (a2/4b)

= a2/4b………(10)

Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan kembung lelaki diketahui dengan cara membandingkan jumlah hasil tangkapan pada tahun tertentu dengan nilai produksi maksimum lestari (MSY). Perhitungan yang digunakan adalah :

TP = Ci/CMSY

dimana :

(44)

CMSY = maximum sustainable yield (kg)

3.6.2. Analisis bio-ekonomi model static Gordon Schaefer

Analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap yang dikembangkan oleh Schaefer (model Schaefer), hanya dapat menentukan tingkat maksimum lestari berdasarkan aspek biologi (hMSY dan EMSY), sehingga belum mampu menetapkan

tingkat pemanfaatan maksimum yang lestari secara ekonomi (hMESY dan EMESY).

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Gordon mengembangkan model Schaefer dengan cara memasukkan faktor harga per satuan hasil tangkap dan biaya per satuan upaya pada persamaan fungsinya, yang kemudian dikenal sebagai “model statik Gordon-Schaefer” (Widiarso 2004).

Model statik Gordon-Schaefer dirumuskan dengan pendekatan ekonomi yang bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan, yang secara matematis persamaannya dinyatakan sebagai berikut :

π = TR –

TC……….(11)

= p . h – c. E………..(12)

Dimana :

π = keuntungan dari upaya pemanfaatan sumberdaya (Rp)

TR = penerimaan total (Rp)

TC = biaya total (Rp)

p = harga (Rp)

c = biaya penangkapan per satuan upaya (Rp)

selanjutnya dengan mensubtitusikan persamaan (7) kedalam persamaan (12), maka didapatkan persamaan sebagai berikut :

(45)

= αpE – βpE2 –cE………(13)

berdasarkan persamaan (13), maka tingkat keuntungan maksimum atau maximum economic sustainable yield (EMESY) dicapai pada saat dπ/dE = 0, sehingga :

dπ/dE = αp -2pβE – c = 0

EMESY = (αp – c)/2pβ………(14)

Dimana α = β= dan β = β=

Tingkat upaya pada open acces (EOA) terjadi pada saat keseimbangan bio-ekonomi

(π=0), yang secara sisitematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

π = TR – TC = 0 αpE – pβE2 – cE = 0

EOA = αp – 2βp – c ……….(15)

Dimana :

EMESY = effort untuk mencapai maximum economic sustainable yield (trip) EOA = effort pada keseimbangan open access (trip)

Parameter ekonomi yang mempengaruhi analisis bio-ekonomi usaha perikanan tangkap model statik Gordon-Schaefer adalah biaya penangkapan (c) dan harga hasil penangkapan (p). Biaya penangkapan meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya penangkapan dalam kajian bio-ekonomi model statik Gordon-Schaefer didasarkan asumsi bahwa hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan.

3.6.3. Konsepsi dan Batasan

1. Analisis bio-ekonomi merupakan suatu analisis terpadu dari aspek biologi dan ekonomi dalam upaya pemanfaatan sumberdaya secara lestari. Analisis ini berdasarkan atas dinamika pertumbuhan populasi ikan kembung lelaki yang dikaitkan dengan upaya mencapai keuntungan maksimum yang dituangkan dalam bentuk model statik Gordon-Schaefer;

(46)

2. Upaya pemanfaatan sumberdaya ikan kembung lelaki yang dilakukan para nelayan yang mendaratkan ikan di TPI Blanakan.

3. Harga ikan kembung lelaki adalah harga pada persaingan oleh nelayan ke penampungan di TPI Blanakan.

4. Pengelolaan maximum sustainable yield adalah tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan kembung lelaki pada saat effort MSY (EMSY)

5. Pengelolaan maximum economic sustainable yield adalah tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan kembung lelaki pada saat effort MEY (EMEY);

6. Pengelolaan open access adalah tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan kembung lelaki pada saat rente ekonomi sama dengan nol.

3.6.4. Asumsi dan Keterbatasan Model Statik Gordon- Schaefer

Asumsi dan keterbatasan model statik Gordon- Schaefer yang digunakan untuk mengkaji pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki di pantai Blanakan perairan Pantai Utara Jawa sebagai berikut ;

1. Populasi ikan kembumg lelaki di daerah penangkapan menyebar merata 2. Pengaruh upaya penangkapan oleh alat tangkap lain selain payang

diabaikan

3. Ukuran alat tangkap dan teknologi penangkapan yang digunakan sama 4. Harga ikan kembung lelaki per satuan hasil tangkap bersifat konstan 5. Biaya operasi penangkapan per unit upaya penangkapan adalah konstan 6. Seluruh unit upaya penangkapan aktif melakukan usaha penangkapan

(47)

 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Blanakan

Perairan Blanakan merupakan sebuah perairan teluk yang terdapat di Kabupaten Subang yang memiliki batas wilayah di sebelah utara Laut Jawa, sebelah selatan Pondok Bali, sebelah timur perairan Indramayu. Wilayah Kabupaten Subang memiliki wilayah pesisir dan laut dengan panjang garis pantai 68 km yang meliputi empat wilayah pesisir yaitu kecamatan Blanakan, kecamatan Pamanukan, kecamatan Legunkulon dan kecamatan Pusakanagara (Windarti 2008).

Secara geografis, Desa Blanakan terletak di 6010’ – 6022’ LS dan 107030 – 107053’ BT dengan luas wilayah 980.463 ha. Pada wilayah kecamatan terdapat Teluk Blanakan. Ada empat sungai yang bermuara ke Teluk Blanakan yaitu sungai Cilamaya, Sungai Pepetan, Sungai Blanakan dan sungai Ciasem. Sungai-sungai ini membawa buangan yang berasal dari pemukiman, persawahan dan pertambakan. Sepanjang pantai sungai Cimalaya sampai sungai Ciasem tumbuh pohon-pohon bakau kecuali beberapa tempat yang telah dijadikan pertambakan (Simanjuntak 2010).

Perairan Subang merupakan wilayah penangkapan ikan bagi nelayan-nelayan di Desa Blanakan. Perairan ini merupakan bagian dari sistem Laut Jawa yang dipengaruhi oleh angin muson. Pada bulan Desember-Februari merupakan periode musim Barat yang diikuti adanya musim hujan. Sementara musim Timur terjadi pada bulan Juni –Agustus dengan adanya musim kemarau. Perairan panati Subang memiliki kedalaman yang relatif dangkal (<20 m) dengan gradien kedalaman yang relatif landai.

Perairan pantai Subang memiliki suhu dan salinitas yang mengalami fluktuatif secara musiman. Rata-rata kadar salinitas diperairan Laut Jawa berkisar antara 31,5‰ – 33,7 ‰. Rata-rata suhu diperairan Laut Jawa berkisar antara 27,50C sampai dengan 28,70C (Simanjuntak 2010).

(48)

Payang merupakan alat tangkap ikan kembung lelaki yang digunakan oleh para nelayan yang mendaratkan hasil tangkapanya di TPI Blanakan. Daerah penangkapan ikan kembung lelaki yang dilakukan oleh nelayan adalah sekitar perairan Blanakan, Pondok Bali, Cimalaya, Muara Ciasem dan Eretan.

Ikan kembung ikan kembung lelaki hampir setiap hari didaratkan di TPI Mina Fajar Sidik, Blanakan. Hal ini dikarenakan selain dari tingginya harga jual yang berkisar antara Rp. 8.000- Rp.10.000 per kg, permintaan akan ikan kembung lelaki sangat tinggi. Ikan kembung lelaki dimanfaatkan untuk ikan konsumsi segar dan ikan asin.

4.2. Kondisi Perikanan Kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di TPI Blanakan

Penduduk sekitar Teluk Blanakan sebagian besar berprofesi sebagai nelayan tradisional yang menggunakan jaring rampus, pancing, bondet, tegur, jarring nylon, jarring udang, dan payang/ purse seine sebagai alat tangkap utama serta menggunakan perahu motor tempel maupun kapal motor. Hasil tangkapan utamanya antara lain seperti diagram dibawah ini.

Gambar 8. Persentasi 10 jenis ikan terbanyak yang didaratkan ke TPI Blanakan Ikan kembung lelaki (R. kanagurta) termasuk ke dalam kelompok ikan sepuluh besar terbanyak yang tertangkap dari Januari sampai Maret 2010. Jenis ikan ini banyak ditangkap di perairan teluk Blanakan oleh nelayan perahu motor tempel dan kapal motor dengan menggunakan alat tangkap jaring.

(49)

Ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) hasil tangkapan yang didaratkan di TPI Blanakan akan didistribusikan ke berbagai daerah sekitar Blanakan seperti Karawang, Cikampek, Kota Subang, Pamanukan dan Purwokarta serta ke Jakarta. Ikan ini didistribusikan dalam keadaan segar. Harga rata-rata ikan kembung dalam bentuk segar sekitar Rp.8000-Rp.10.000/Kg kepengumpul.

4.3. Sebaran Ukuran Panjang

Frekuensi panjang ikan kembung lelaki di perairan Teluk Blanakan yang ditangkap dengan purse seine sedang/payang disajikan dalam tabel lampiran 1. Jumlah ikan yang terkumpul selama lima kali pengambilan sampling 437 ekor. Panjang ikan berkisar 140 mm-210 mm. Pada sampling pertama 19 April 2010 sebanyak 65 ekor, sampling kedua 1 Mei 2010 sebanyak 68 ekor, sampling ketiga 14 Mei 2010 sebanyak 50 ekor, sampling ke empat 28 Mei 2010 sebanyak 150 dan sampling ke lima 104 ekor. Sebaran ukuran panjang ikan kembung tiap samplingnya disajikan pada Gambar 9.

(50)

Gambar 9. Sebaran ukuran panjang ikan kembung pada tiap dua minggu sekali yang didaratkan di TPI Blanakan

4.4. Parameter Pertumbuhan

Parameter pertumbuhan dengan menggunakan model von Bertalanffy (K dan L∞) diduga dengan metode Plot Ford-Walford. Metode ini merupakan salah satu metode paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995) dan memerlukan data panjang rata-rata ikan dari setiap kelompok ukuran panjang (Sparre & Venema 1999). Kelompok ukuran ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) ini dipisahkan dengan menggunakan metode Bhattacharya.

Hasil pemisahan kelompok ukuran dengan menggunakan metode

Bhattacharya menunjukkan bahwa ikan contoh terdiri dari satu kelompok ukuran seperti ditampikan pada Gambar 10.

(51)

Tabel 1. Nilai tengah panjang total ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Teluk Blanakan pada setiap pengamatan.

Tanggal

Nilai tengah panjang total (mm) kelompok ukuran 1 kelompok ukuran 2

19 April 178.20 -

1 Mei 2010 180.24 -

14 Mei 2010 180.43 200.85

28 Mei 2010 182.36 -

12 Juni 2010 182.44 -

Gambar 10. Kelompok ukuran panjang ikan kembung lelaki

Pada Tabel 1. Diatas dapat dilihat bahwa nilai tengah panjang rata-rata ikan kembung untuk kelompok ukuran pertama berkisar antara 178,20 mm – 182,44 mm, kelompok ukuran kedua berkisar antara 180,43 mm- 200,85 mm.

(52)

Tabel 2. Nilai indeks separasi dan jumlah populasi teoritis total ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Teluk Blanakan

Tabel 2 disajikan hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan kembung yaitu panjang rata-rata, jumlah populasi dan indeks separasi masing-masing kelompok ukuran.

Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah total ikan contoh (nilai teoritis) yang diamati sebanyak 348 ekor. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan jumlah total ikan contoh sebenarnya (nilai observasi) yang diamati. Perbedaan jumlah total ikan contoh ini dapat disebabkan oleh adanya pengacakan pada saat pengambilan ikan contoh. Walaupun ikan contoh yang digunakan contoh acak sempurna, nilai observasi akan tetap mengalami fluktuasi seputar distribusi dari populasi yang sesungguhnya (Sparre & Venema 1999).

Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan dengan menggunakan metode Bhattacharya sangat penting untuk memperlihatkan nilai indeks separasi yang diperoleh. Menurut Hasselblad (1966), McNew & Summerfelt (1978) serta Clark (1981) in Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua (I>2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan diantara dua kelompok ukuran karena tumpang tindih yang besar antar kelompok ukuran tersebut.

Tanggal Lt SD Jumlah Populasi S.I

19‐Apr‐10 178,2 8,11 60 n.a  1 Mei 2010 180,24 4,72 29 n.a  14 Mei 2010 180,43 4,30 19 n.a     200,85 4,03 6 4,88  28 Mei 2010 182,36 7,66 143 n.a  12 Juni 2010 182,44 9,70 91 n.a 

(53)

Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan kembung yaitu koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infinitive (L∞) serta umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (t0) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan parameter pertumbuhan berdasarkan model von Bertalanffy (K, L∞, t0) ikan kembung di TPI Blanakan (April-Juni 2010)

Parameter Nilai (Sinaga, 2010) Nilai (Ahmad, 2000) Nilai (Yohannan, 1974) L∞ (mm) K (pertahun) to (tahun) 223,65 1,20 -0,46 261,10 1,20 -0,14 23,88 0,23 -0,98

Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy yang terbentuk ikan kembung adalah adalah Lt = 223,65 (1-e[-1.20(t+0.46)]). Panjang total maksimum ikan yang tertangkap di perairan di Teluk Blanakan adalah 210 mm, panjang ini lebih kecil dari panjang asimtotik (infinitif) ikan kembung. Koefisien pertumbuhan (K) ikan kembung di Teluk Blanakan adalah 1,20 per tahun.

Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki (R. kanagurta) di perairan Teluk Blanakan disajikan pada gambar 3 dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang teoritis ikan (mm) sampai ikan berumur 87 bulan.

(54)

Kurva diatas menunjukkan bahwa ikan kembung akan mencapai panjang total maksimum secara teoritis sebesar 223.65 mm dalam waktu 87 bulan (7.25 tahun). Kurva tersebut juga menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ikan kembung lelaki berbeda setiap waktu. Ikan kembung lelaki pada waktu muda mengalami laju pertumbuhan lebih cepat dibandingkan pada waktu tua.

4.5. Hubungan panjang - Berat

Analisis hubungan panjang berat menggunakan data panjang total dan berat basah ikan contoh melihat pola pertumbuhan individu ikan kembung di perairan Teluk Blanakan. Hubungan panjang berat ikan tembang disajikan pada gambar 12.

Gambar 12. Hubungan panjang-berat ikan Kembung

Dari hasil analisis hubungan panjang berat diketahui bahwa persamaan hubungan panjang berat ikan kembung adalah W = 0,000L2.486. Dari persamaan tersebut nilai b diperoleh 2,49 yang artinya bahwa ikan kembung mengalami pertumbuhan allometrik negatif atau pertumbuhan panjang lebih dominan dari pada berat.

Gambar

Gambar 1. Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) (dokumentasi pribadi)
Gambar 2. Unit Penangkapan purse seine (Sumber: www.purseseine.com)
Gambar 4. Model pertumbuhan Schaefer (Kurva produksi lestari) (Randika 2008)
Gambar 5. Grafik MEY dengan model Gordon Schaefer (Randika 2008)      Fenomena   yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah  kelebihan kapasitas yang berujung pada kondisi tangkap lebih (overfishing)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujuan dilaksanakan penelitian ini untuk mengkaji status stok ikan kembung lelaki ( Rastrelliger kanagurta ) di perairan Selat Sunda yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan

Ukuran pertama kali matang gonad R.kanagurta dapat dilihat pada Tabel 5 yang menunjukkan bahwa ikan betina mengalami matang gonad pada ukuran panjang yang lebih pendek

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui ukuran dan cara tertangkapnya ikan kembung lelaki ( Rastrelliger kanagurta ) pada drift gillnet , menentukan

Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai biologi reproduksi ikan kembung lelaki yang didaratkan di TPI Tanjung Tiram untuk menginformasikan mengenai aspek

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui pengaruh jumlah ikan dan maizena terhadap sifat organoleptik nugget ikan kembung, 2) untuk mengetahui tingkat kesukaan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai dinamika stok ikan kembung lelaki terkait nisbah kelamin, sebaran frekuensi panjang,

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa informasi terkait hubungan panjang bobot, laju pertumbuhan, kisaran ukuran panjang ikan kembung lelaki yang

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diketahui bahwa stok ikan kembung lelaki di Teluk Jakarta telah terjadi penurunan populasi sumberdaya ikan kembung lelaki yang