• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAP.COM - KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI ... - IPB REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TAP.COM - KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI ... - IPB REPOSITORY"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI

(

Rastrelliger kanagurta

Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK

BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN

VISKA DONITA PRAHADINA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Perairan Teluk Banten yang Didaratkan di PPN Karangantu, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013 Viska Donita Prahadina

(4)

ABSTRAK

VISKA DONITA PRAHADINA. Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Perairan Teluk Banten yang Didaratkan di PPN Karangantu, Banten. Dibimbing oleh MENNOFATRIA BOER dan ACHMAD FAHRUDIN.

Ikan kembung lelaki merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting di Teluk Banten dan merupakan ikan tangkapan dominan yang didaratkan di PPN Karangantu. Dikhawatirkan populasi ikan ini akan menurun akibat kegiatan penangkapan berlebihan yang dilakukan terus menerus. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk mengkaji stok ikan kembung lelaki di Teluk Banten guna menentukan alternatif pengelolaan ikan tersebut yang lebih tepat dan berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei-Agustus 2012 dengan interval waktu pengambilan contoh setiap ± 13 hari. Data primer yang dikumpulkan adalah panjang total, bobot basah, TKG, jenis kelamin, dan bobot gonad melalui pembedahan ikan. Ikan kembung lelaki yang banyak tertangkap memiliki TKG I dan TKG II. Pola pertumbuhannya bersifat allometrik negatif dan ukuran pertama kali ikan kembung lelaki matang gonad mencapai 216 mm. Ikan jantan memiliki umur yang lebih pendek karena nilai koefisien pertumbuhan (K) nya lebih besar mencapai 0.5011 per bulan. Laju eksploitasi ikan kembung lelaki mencapai 80% sehingga diduga telah terjadi tangkap lebih di Teluk Banten. Kata kunci: Ikan kembung lelaki, PPN Karangantu, Stok, Teluk Banten

ABSTRACT

VISKA DONITA PRAHADINA. Stock Assessment of Indian Mackerel (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) in Gulf of Banten who landed on PPN Karangantu, Banten. Supervised by MENNOFATRIA BOER and ACHMAD FAHRUDIN.

Indian mackerel is one of the small pelagic fish that has an economically important value in Gulf of Banten and fish catches dominant ashore on PPN Karangantu. It was feared that populations of fish will decline due to man activities arrests conducted continuously. So conducted a study to assess the indian mackerel stock in gulf of Banten to determine the fish alternative management more appropriate and sustainable. The study was conducted from May to August in 2012 with each sampling interval ± 13 days. Primary data collected is the total length, wet weight, gonad maturity, sex, and weight of fish gonads surgically. Indian mackerel caught a lot of who have gonad maturity I and II. The growth pattern is allometric negative and the first time the size of indian mackerel mature gonads is 216 mm. Mackerel manly have a shorter lifespan due to the growth coefficient (K) is larger reach 0.5011 per month. The rate of exploitation of indian mackerel to 80% so that suspected of indian mackerel in Gulf of Banten have experienced overexploitation.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI

(

Rastrelliger kanagurta

Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK

BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN

VISKA DONITA PRAHADINA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Perairan Teluk Banten yangDidaratkan di PPN Karangantu, Banten

Nama : Viska Donita Prahadina

NIM : C24090010

Disetujui oleh

Tanggal Lulus: 20 Februari 2013

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Pembimbing I

Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini ialah stok ikan, dengan judul Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Perairan Teluk Banten yang Didaratkan di PPN Karangantu, Banten.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini, Ir. Agus Samosir, M.Phil selaku Komisi Pendidikan Program S1, dan Dr. Ir. Etty Riani H., MS sebagai dosen penguji tamu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, Vina, Ka Aang, Ka Donny, Mas Gentha, Rodearni, Gilang, Zia, seluruh tim Karangantu, dan MSP 46 atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)
(10)

DAFTAR TABEL

6. Mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki di PPN Karangantu 22

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan kembung merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial di Indonesia dan ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia. Sumberdaya ikan pelagis kecil memiliki beberapa karakteristik antara lain membentuk gerombolan, variasi rekruitmen cukup tinggi yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan yang labil, selalu melakukan ruaya baik temporal maupun spasial, dan aktivitas gerak yang cukup tinggi yang ditunjukkan oleh bentuk badan yang menyerupai cerutu atau torpedo (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Departemen Pertanian 1994). Ikan kembung juga merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis penting. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Departemen Pertanian (1994) menyatakan bahwa 63 % protein hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia berasal dari ikan terutama ikan pelagis. Salah satu ikan pelagis kecil adalah ikan kembung lelaki yang merupakan sumberdaya ikan yang melimpah di perairan Indonesia, termasuk di Teluk Banten. Sebagian besar ikan hasil tangkapan di perairan Teluk Banten didaratkan di Kota Serang yaitu di PPN Karangantu.

Pelabuhan perikanan yang dimiliki Kota Serang adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu yang terletak di Kecamatan Kasemen. Kecamatan Kasemen merupakan kecamatan dengan produksi perikanan tangkap terbesar dan memiliki jumlah rumah tangga perikanan laut terbanyak dibandingkan dengan 5 kecamatan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa produksi perikanan tangkap di Kota Serang hanya terjadi di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu. Secara geografis Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu terletak di bagian utara Pulau Jawa pada posisi koordinat 060 02’LS-106009’BT. PPN Karangantu merupakan pelabuhan yang sangat penting bagi masyarakat sekitar (Seftian 2012).

Volume produksi yang meningkat mendorong para pelaku perikanan mengeksploitasi sumberdaya ikan yang ada tanpa memperhatikan keberadaan dan keberlanjutannya. Menurut KKP Banten (2012) produktivitas tangkapan ikan kembung lelaki mengalami penurunan dari tahun 2002 sampai 2011. Berdasarkan informasi tersebut dikhawatirkan ikan kembung lelaki telah mengalami eksploitasi berlebih akibat penambahan upaya penangkapan. Oleh sebab itu diperlukan penelitian untuk mengkaji stok sumberdaya ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten guna menentukan alternatif pengelolaan sumberdaya ikan tersebut yang lebih tepat dan berkelanjutan.

Perumusan Masalah

(12)

2

terjadi terus-menerus populasi ikan kembung lelaki akan terancam. Hal ini akan berdampak pada kegiatan ekonomi di Indonesia, dimungkinkan akan terjadi kegiatan impor pada sektor perikanan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri akan tingginya permintaan pada produk perikanan. Jika hal tersebut terjadi pihak yang dirugikan adalah nelayan karena harga yang ditawarkan oleh produk ikan impor jauh lebih rendah di pasar dibandingkan harga yang ditetapkan oleh nelayan. Oleh karenanya diperlukan penelitian mengenai stok dari sumberdaya ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu guna menentukan alternatif pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki yang lebih tepat dan berkelanjutan.

Penelitian ini lebih difokuskan pada dinamika stok ikan kembung lelaki yang tertangkap di perairan Teluk Banten dan didaratkan di PPN Karangantu. Untuk lebih jelasnya gambaran mengenai perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir rumusan masalah Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai dinamika stok ikan kembung lelaki terkait nisbah kelamin, sebaran frekuensi panjang, kelompok umur, pertumbuhan, TKG, IKG, model surplus produksi, mortalitas, dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Serang, Banten guna menentukan

Sumberdaya ikan kembung lelaki di

Teluk Banten

Pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki di Teluk Banten yang

lebih tepat dan berkelanjutan Tingginya

permintaan pasar Penangkapan berlebih Mortalitas alami

(M)

Mortalitas penangkapan (F)

Kajian stok ikan kembung lelaki

(13)

3 alternatif pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki yang lebih tepat dan berkelanjutan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai dinamika stok ikan kembung lelaki yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan tersebut agar keberadaan ikan kembung lelaki tetap lestari.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di PPN Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen, Kota Serang (Lampiran 1). Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu terletak pada posisi koordinat 06002’LS – 106009’BT (Seftian 2012). Ikan-ikan yang didaratkan di PPN Karangantu merupakan ikan-ikan yang pada umumnya ditangkap oleh para nelayan di perairan Teluk Banten seperti yang digambarkan pada Gambar 2 dengan menggunakan alat tangkap seperti jaring insang hanyut, bagan, jaring insang, payang, dogol, jaring rampus, jaring rajungan, dan pancing. Waktu pengambilan contoh dilakukan setiap ± 13 hari selama empat bulan yaitu dari bulan Mei-Agustus 2012.

Gambar 2. Lokasi penelitian Pengumpulan Data

(14)

4

box yang telah diberi es. Alat dan bahan yang diperlukan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengukuran panjang total dan bobot basah ikan kembung lelaki di PPN Karangantu serta mengamati tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki, menentukan jenis kelamin, dan menimbang bobot gonad serta identifikasi ikan di Laboratorium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, sedangkan data sekunder diperoleh dari KKP Provinsi Banten dari tahun 2002-2011. Setelah diidentifikasi dengan menggunakan Saanin (1984) ikan tersebut termasuk Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817.

Waktu pengambilan contoh ikan kembung lelaki di PPN Karangantu dilakukan pada pukul 06.00 hingga 08.00. Jumlah contoh yang diambil tergantung jumlah ikan yang didaratkan dan harga ikan tersebut. Ikan yang sudah diukur panjang dan ditimbang bobotnya selanjutnya dibedah dengan menggunakan alat bedah. Hal ini bertujuan untuk mengamati tingkat kematangan gonad ikan baik jantan maupun betina. Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki dapat dibagi menjadi lima tahap. Penentuan TKG menggunakan klasifikasi kematangan gonad yang telah ditentukan. TKG ditentukan secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad. Penentuan tingkat kematangan gonad mengacu kepada TKG ikan modifikasi dari Cassie (Tabel 1).

Tabel 1. Penentuan TKG secara morfologi

TKG Betina Jantan

Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas makin putih, dan ukuran makin besar

IV

Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut

Dalam keadaan diawetkan mudah putus, testes semakin pejal

V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di dekat pelepasan

Testes bagian belakang kempis dan di bagian dekat pelepasan masih berisi

(15)

5

Gambar 3. Diagram metode pengambilan contoh ikan kembung lelaki Prosedur Analisis Data

Hubungan Panjang dan Bobot

Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Model yang digunakan dalam menduga hubungan panjang dan bobot adalah sebagai berikut (Effendie 1979):

W = aL

Keterangan : W = Bobot L = Panjang

= Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-bobot dengan sumbu y) b = Penduga pola pertumbuhan panjang-bobot

Persamaan = dapat ditransformasi menjadi persamaan linier model sebagai berikut:

LogW = Loga + bLogL

Identifikasi Kelompok Ukuran dan Parameter Pertumbuhan

Identifikasi kelompok ukuran dapat dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang yang menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FISAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool). Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok

Kapal yang menangkap ikan kembung lelaki

Kapal ke-1 Kapal ke-2 Kapal ke -5

Lima tumpukan Lima tumpukan Lima tumpukan

±100 ekor ikan kembung lelaki

(16)

6

umur yang menyebar normal dengan nilai rata-rata panjang dan simpangan baku pada masing-masing kelompok umur (Gayanilo et al. 1994 in Fandry 2012). Menurut Boer (1996) fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {µ, , ̂} adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likehood function):

= ∑ log∑

Keterangan:

fi = Frekuensi ikan pada kelas panjang ke-i (i = 1, 2, ...,N)

µj = Rata-rata panjang kelompok umur ke-j

σj = Simpangan baku panjang kelompok umur ke-j

pj = Proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j =1, 2, .., G) =

( )

yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan

nilai tengah µj dan simpangan baku σj, xi merupakan titik tengah kelas panjang

ke-i, untuk menduga µ, , ̂ yang digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan diperoleh dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, σj,

dan pj.

Parameter Pertumbuhan

Laju pertumbuhan dapat diduga dengan menggunakan Model Von Bertalanffy yaitu:

L( t) = L∞ x 1−e ( ) Keterangan:

L(t) = Ukuran ikan pada umur t tahun (mm)

= Panjang maksimum atau panjang asimtotik (mm) K = Koefisien pertumbuhan (bulan-1)

t0 = Umur hipotesis ikan pada panjang nol (bulan)

Model Von Bertalanffy dapat ditransformasi menjadi persamaan linier berikut ini untuk menaksir parameter pertumbuhan K, L∞, dan t0:

L( ∆) = L∞ x 1−e( ∆) + Ltxe( ∆) yang dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut:

L(t+∆t) = a + b x L(t)

dengan a = L∞ x (1-b) sehingga L∞ = a/(1-b) sedangkan b = exp (-K x ∆t) sehingga K= -(1/∆t) x ln b. Nilai a dan b dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

b = ∑ ( ∑ ∑ )

(17)

7 a = − ̅ dengan x = L(t) dan y = L(t+∆t)

Selain itu untuk menentukan nilai t0 (umur teoritis) digunakan rumus

empiris Pauly (1984). Rumus empiris Pauly adalah :

Log (-t0) = -0,3922 – (0,2752 x Log L∞) - (1,038 x Log K)

Tingkat Kematangan Gonad

Menurut Effendie (2002) ada dua cara penentuan TKG yaitu secara histologis dan morfologis. Cara histologis dengan pengamatan di laboratorium, yang kedua adalah cara morfologi dengan pengamatan di laboratorium dan lapangan. Penentuan panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) dapat

menggunakan sebaran frekuensi proporsi gonad yang telah matang (King 1995). Analisis data sebaran frekuensi tersebut dapat dilakukan dengan cara:

a. Menentukan jumlah kelas dan selang kelas yang diperlukan b. Menentukan lebar selang kelas

c. Menghitung frekuensi ikan secara keseluruhan dan frekuensi TKG III dan IV pada selang kelas panjang yang sudah ditentukan

d. Menentukan proporsi antara TKG III dan IV terhadap frekuensi total tiap selang kelas yang sudah ditentukan

e. Memplotkan pada sebuah grafik dengan panjang ikan sebagai sumbu horizontal dan proporsi gonad matang sebagai sumbu vertikal

Persamaan proporsi tingkat kematangan gonad terhadap panjang ikan adalah:

P= ( )

Keterangan:

P = Proporsi gonad yang telah matang pada selang kelas tertentu (%) r = Kemiringan kurva sigmoid

L = Panjang rata-rata pada selang kelas tertentu (mm) Lm = Panjang pertama kali matang gonad (mm)

Indeks Kematangan Gonad

Penentuan Indeks Kematangan Gonad (IKG) ini dilakukan dengan menggunakan rumus :

IKG = x 100%

Keterangan :

(18)

8

Model Surplus Produksi

Model surplus produksi Schaefer dan Fox dapat digunakan untuk menduga potensi sumberdaya ikan kembung lelaki dengan cara analisis hasil tangkapan dan upaya penangkapan (Kuriakose et al. 2006). Model surplus produksi dapat diterapkan bila diketahui hasil tangkapan total berdasarkan spesies, hasil tangkapan per unit upaya, atau CPUE (catch/effort) berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun (Abdussamad et al. 2006).

Menurut Boer dan Aziz (1995) in Rahayu (2012) tingkat upaya penangkapan optimun (fMSY) dan tangkapan maksimum lestari (MSY) dapat

diketahui melalui persamaan:

= a - bft

Hubungan linear ini yang digunakan secara luas untuk menghitung dugaan MSY melalui penentuan turunan pertama dari:

= a – 2 bft = 0

sehingga diperoleh dugaan fMSY yaitu:

fMSY =

dan untuk mencari MSY adalah:

MSY =

Tidak semua populasi ikan mengikuti model linear seperti model Schaefer, sehingga Garrod (1969) dan Fox (1970) in Rahayu (2012) mengajukan model alternatif yaitu model Fox yang menghasilkan hubungan hasil tangkapan per satuan upaya (C/f) dengan upaya penangkapan (f) yang berbeda, yaitu:

Ln = a – b ft

sehingga

= e (a-bft)

fMSY dapat dihitung pada saat = 0 sehingga:

= e (a-bft) – ft e (a-bft) b = 0

(19)

9

fMSY =

dan MSY adalah:

MSY= e(a-1)

Kedua model tersebut kemudian dibandingkan nilai R2 nya dari hasil regresi masing-masing. Model yang mempunyai nilai R2 lebih besar menunjukkan model tersebut mempunyai keterwakilan yang tinggi dengan model sebenarnya (Susilo 2002). Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi dan determinasi yang paling tinggi. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dapat ditentukan dengan analisis surplus produksi dan berdasarkan prinsip kehati-hatian (FAO 1995 in Syamsiyah 2010), sehingga:

PL = 90 % x MSY

sehingga dapat ditentukan:

TAC = 80 % x PL

Keterangan:

PL = Potensi lestari

MSY = Jumlah tangkapan maksimum lestari TAC = Jumlah tangkapan yang diperbolehkan Ct = Tangkapan

Ft = Upaya tangkap

Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Menurut Spare dan Venema (1999) laju mortalitas total (Z) diduga dari kurva tangkapan yang dilinierkan berdasarkan data komposisi panjang dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah 1: Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan menggunakan inverse persamaan Von Bertalanffy

( ) = t0− 1−

Langkah 2: Menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata ikan untuk tumbuh dari panjang L1 ke L2

∆ = ( 2) − ( 1) =

Langkah 3: Menghitung + ∆ yang diasumsikan sama dengan (t(L1)+ ∆ )

(20)

10

Langkah 4: Menurunkan kurva hasil tangkapan yang dikonversikan ke panjang

( , )

∆( , ) = c-Z x t( )

Laju mortalitas alami (M) dapat diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Rahayu (2012) sebagai berikut:

M = 0,8exp[−0,0152−( 0,279xLnL∞) + ( 0,6548xLnK) + ( 0,463xLnT) ]

Laju mortalitas penangkapan (F) dapat ditentukan dengan:

= −

Menurut Pauly (1984) laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z):

= =

Menurut Gulland (1971) in Rahayu (2012) laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum adalah Foptimum = M dan Eoptimum = 0,5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Ikan Kembung Lelaki di PPN Karangantu

Berdasarkan hasil pengamatan ikan-ikan yang didaratkan di PPN Karangantu terdiri atas ikan kembung lelaki, cumi-cumi, kuniran, sotong, peperek, kurisi, teri, gulamah, tembang, beloso, selar, lemuru, kuwe, kakap putih, dan ikan-ikan lainnya (Gambar 4). Ikan-ikan-ikan yang dominan didaratkan di PPN Karangantu adalah jenis ikan pelagis kecil dan demersal.

(21)

11

Gambar 4. Hasil tangkapan per jenis ikan tahun 2011 di PPN Karangantu Sumber: KKP 2012

Menurut Al-Zibdah et al. (2007) famili scombridae, mackerel, dan tuna merupakan sumberdaya perikanan komersial yang penting di dunia. Ikan kembung lelaki hampir setiap bulan didaratkan di PPN Karangantu. Hal ini disebabkan ikan kembung merupakan ikan ekonomis penting. Akan tetapi hasil tangkapan ikan kembung lelaki mengalami fluktuasi setiap tahunnya (Tabel 2). Harga jual dari ikan kembung lelaki berkisar Rp 18.000,00-Rp 28.000,00 per kilogramnya. Ikan kembung lelaki yang didaratkan di PPN Karangantu ditangkap dengan alat tangkap jaring insang hanyut dengan ukuran mata jaring sebesar 1.75 inchi yang dioperasikan dengan menggunakan kapal motor berukuran 5-10 GT. Adapun jenis ikan yang dominan tertangkap dengan alat tangkap jaring insang hanyut yaitu ikan kembung, layur, samge, tembang (Diniah 2008).

Tabel 2. Hasil tangkapan (ton) ikan kembung lelaki

Tahun Produksi (ton)

Sumber: KKP 2007 dan KKP 2012

(22)

12

Nisbah Kelamin

Kestabilan populasi ikan yang ada di alam dapat diketahui dengan cara menghitung nisbah kelamin atau proporsi jenis kelamin. Proporsi jenis kelamin ikan kembung lelaki pada setiap pengambilan contoh dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Proporsi kelamin ikan kembung lelaki di PPN Karangantu

Pengambilan penelitian, didapat jumlah total ikan kembung lelaki yang terambil sebagai contoh adalah sebanyak 713 ekor yang terdiri dari 338 ekor ikan kembung lelaki betina dan 375 ekor ikan kembung lelaki jantan. Rasio perbandingan ikan kembung lelaki betina dan jantan dari hasil penelitian mencapai 1:1.1. Selanjutnya dilakukan uji X2 (chi-square) dengan selang kepercayaan 95% terhadap contoh ikan kembung lelaki betina dan jantan kemudian didapatkan kesimpulan bahwa proporsi ikan kembung lelaki betina dan jantan tidak seimbang di alam (Lampiran 3). Menurut Nasabah (1996) in Rahayu (2012) perbandingan jenis kelamin 1:1 sering menyimpang pada kenyataannya di alam. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pola tingkah laku ikan jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas, dan laju pertumbuhannya (Effendie 1997).

Sebaran Frekuensi Panjang

Jumlah ikan kembung lelaki yang diambil pada setiap pengambilan contoh di PPN Karangantu berkisar antara 96-110 ekor. Gambar 5 di bawah ini adalah sebaran frekuensi panjang ikan kembung lelaki jantan dan betina selama empat bulan.

(23)

13

Gambar 5. Sebaran frekuensi panjang ikan kembung lelaki jantan dan betina Kelompok Umur

Analisis kelompok umur dilakukan pada setiap pengambilan contoh ikan. Analisis ini dilakukan untuk melihat posisi dan perubahan posisi masing-masing ukuran kelompok panjang. Analisis sebaran frekuensi panjang dapat digunakan untuk menduga umur ikan dan kelompok umur. Hal ini disebabkan frekuensi panjang ikan tertentu umurnya berasal dari umur yang sama dan cenderung membentuk sebaran normal.

Indeks sparasi yang diperoleh nilainya lebih dari dua (Lampiran 5) hal ini menunjukkan bahwa hasil pemisahan kelompok umur ikan kembung lelaki dapat diterima dan digunakan untuk analisis berikutnya. Indeks sparasi menggambarkan kualitas pemisahan dua kelompok umur yang berdekatan. Apabila nilai indeks separasi kurang dari dua maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok umur karena akan terjadi tumpang tindih dengan kedua kelompok umur tersebut (Sparre dan Venema 1999).

Parameter pertumbuhan dianalisis dengan menggunakan nilai tengah panjang pada kelompok umur yang sama. Dugaan pola pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan dan betina dapat ditunjukkan oleh garis putus-putus pada Gambar 6 dan Gambar 7 yang menghubungkan pergeseran mingguan titik nilai tengah kelompok umur dari satu kohort. Grafik pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan dan betina mengalami pergeseran ke arah kiri dan kanan. Pergeseran ke arah kanan menunjukkan adanya pertumbuhan sedangkan pergeseran ke arah kiri menunjukkan adanya rekruitmen. Rekruitmen ikan kembung lelaki jantan dan betina diduga terjadi pada bulan Juli-Agustus. Ikan kembung lelaki yang ditangkap di bulan Juli-Agustus memiliki ukuran panjang yang kecil atau dapat dikatakan ikan kembung lelaki berusia muda sudah ditangkap oleh para nelayan. Penangkapan ikan kembung lelaki yang berusia muda sangat mempengaruhi stok dari sumberdaya ikan tersebut (Handoyo 1991).

(24)

14

Gambar 6. Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki jantan

27 Mei 2012 n = 67

17 Juni 2012 n = 51

30 Juni 2012 n = 40

13 Juli 2012 n = 55

08 Agustus 2012 n = 71 26 Juli 2012

n = 43

(25)

15

Gambar 7. Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki betina Hubungan Panjang dan Bobot

Berdasarkan analisis hubungan panjang dan bobot didapatkan persamaan W= 6E-05 L 2.711 (Gambar 8). Selanjutnya dilakukan uji t untuk menentukan pola pertumbuhannya. Dari hasil uji t (Lampiran 6) diperoleh kesimpulan bahwa pola pertumbuhan ikan kembung lelaki baik jantan maupun betina adalah allometrik negatif dimana pertambahan panjang lebih cepat dibanding pertambahan bobotnya.

27 Mei 2012 n = 33

17 Juni 2012 n = 49

30 Juni 2012 n = 56

13 Juli 2012 n = 53

26 Juli 2012 n = 39

08 Agustus 2012 n = 55

(26)

16

Hal ini didukung dengan bentuk tubuh ikan kembung lelaki yang pipih. Ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten cenderung lebih kurus dibandingkan dengan ikan kembung lelaki di perairan Selat Sunda. Nilai b ikan kembung lelaki di perairan Selat Sunda berkisar antara 2.984-3.141 (Tabel 4). Nilai b ikan kembung lelaki yang berbeda-beda di setiap perairan dipengaruhi oleh faktor lingkungan perairan tersebut dan ketersediaan makanan (Effendi 1997).

Nilai b ikan kembung lelaki jantan dan betina tidak dibedakan karena setelah dilakukan uji t (Steel dan Torrie 1991) untuk menguji kehomogenan regresi pada ikan kembung lelaki jantan dan betina diperoleh hasil Ftab<Fhit ( gagal

tolak H0) yang artinya nilai b ikan kembung lelaki jantan dan betina adalah sama

(b1=b2) (Lampiran 7). Koefisien determinasi (R2) sebesar 78% menyatakan bahwa

model hubungan panjang dan bobot ini menggambarkan keadaan pola pertumbuhan ikan kembung lelaki di perairan teluk Banten secara aktual.

Gambar 8. Hubungan panjang dan bobot ikan kembung lelaki Tabel 4. Perbandingan pola pertumbuhan ikan kembung lelaki

(27)

17 Parameter Pertumbuhan

Parameter pertumbuhan Von Bertalanffy (L, K, t0) diduga dengan model

Ford Walford (Lampiran 11) menunjukkan bahwa ikan kembung lelaki jantan dan betina di perairan Teluk Banten memiliki nilai K, L∞, dan t0 yang disajikan pada

Tabel 5.

Tabel 5. Parameter pertumbuhan Von Bertalanffy (L∞, K, t0) ikan kembung

lelaki

Contoh ikan Parameter Pertumbuhan

K (bulan) L (mm) t0 (bulan)

Jantan 0.5011 260.1002 -0.1797

Betina 0.3298 285.4864 -0.2704

Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy untuk ikan kembung lelaki jantan dan betina masing-masing adalah Lt = 260.1002 [1-e-0.5011(t+0.1797)] dan Lt =

285.4864 [1-e-0.3298(t+0.2704)] dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Koefisien pertumbuhan (K) didefinisikan sebagai parameter yang menyatakan kecepatan pertumbuhan dalam mencapai panjang asimtotiknya (L) dari pola pertumbuhan ikan (Sparre dan Venema 1999). Jadi semakin tinggi nilai K semakin cepat ikan mencapai panjang asimtotiknya dan semakin cepat pula ikan tersebut mati. Berdasarkan Tabel 5 ikan kembung lelaki jantan memiliki nilai K yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan kembung lelaki betina.

(28)

18

Gambar 10. Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki betina Tingkat Kematangan Gonad

Proporsi gonad ikan kembung lelaki yang telah matang disajikan pada Lampiran 10. Persamaan proporsi gonad ikan kembung lelaki yang telah matang terhadap panjang adalah P = 1/[1+e-0.0715(L-216.8500)]. Panjang pertama kali ikan kembung lelaki matang gonad terjadi saat P=50% atau pada panjang 216 mm. Hal ini berarti dari semua ikan kembung lelaki dengan panjang total 216 mm, 50% berpeluang telah matang gonad. Proporsi gonad ikan kembung lelaki yang telah matang disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Proporsi gonad ikan kembung lelaki yang telah matang di perairan Teluk Banten

Tingkat kematangan gonad merupakan tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Sebaran tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki jantan dan betina setiap pengambilan contoh dapat dilihat pada

(29)

19 Gambar 12 dan Gambar 13 dan data disajikan pada Lampiran 8. Informasi mengenai kapan ikan akan memijah, mulai memijah, atau sudah selesai memijah dapat diketahui dari tingkat kematangan gonad (Effendie 2002). Frekuensi TKG IV ikan kembung lelaki baik jantan maupun betina mengalami fluktuasi dengan dua kali puncak yaitu pada bulan Juli awal dan Agustus akhir. Pada bulan Juli awal diduga ikan kembung lelaki betina mengalami periode pemijahan karena frekuensi TKG IV mengalami peningkatan yang signifikan.

Gambar 12. Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki jantan

(30)

20

Indeks Kematangan Gonad

Pada saat ikan melakukan pemijahan nilai IKG akan meningkat, sebaliknya nilai IKG akan menurun setelah melakukan pemijahan (Sulistiono 2006). Secara umum nilai IKG meningkat sejalan dengan perkembangan gonad ikan, nilai IKG rata-rata tertinggi terdapat pada TKG IV dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15 dan data disajikan pada Lampiran 9. Hal ini menunjukkan bahwa berat gonad akan mencapai maksimal saat ikan memijah, kemudian menurun secara cepat selama berlangsung pemijahan sampai pemijahan selesai. Nilai IKG rata-rata pada TKG IV untuk ikan kembung lelaki jantan dan betina masing-masing adalah 1.6163 dan 3.6117.

Gambar 14. Indeks kematangan gonad ikan kembung lelaki jantan

Gambar 15. Indeks kematangan gonad ikan kembung lelaki betina

Model Surplus Produksi

Model surplus produksi dapat diterapkan bila dapat diperkirakan dengan baik tentang hasil tangkapan total berdasarkan spesies per unit upaya (Sparre dan Venema 1999). Hasil tangkapan atau produksi serta upaya penangkapan ikan kembung lelaki berdasarkan data tahunan Kementerian Kelautan dan Perikanan

(31)

21 Provinsi Banten dari tahun 2002-2011 (Lampiran 12) dapat dilihat pada Gambar 16 melalui grafik hubungan antara upaya dengan CPUE (catch/unit effort). Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat bahwa laju CPUE mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya laju upaya.

Analisis potensi sumberdaya ikan kembung lelaki dapat dilakukan dengan menggunakan model pendekatan Schaefer dan Fox. Dari nilai R2 yang diperoleh nilai R2 Schaefer lebih besar dibandingkan R2 Fox mencapai 87.5%. Hal ini menunjukkan model Schaefer mempunyai hubungan yang dekat dengan model sebenarnya pada stok ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten pada tahun 2002-2011.

Gambar 16. Grafik hubungan upaya dan CPUE model Schaefer Mortalitas dan Laju Eksploitasi

(32)

22

Tabel 6. Mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki di PPN Karangantu

Parameter Nilai (per tahun)

Jantan Betina Mortalitas penangkapan (F) 2.1919 1.6547

Mortalitas alami (M) 0.5130 0.3801

Mortalitas total (Z) 2.7049 2.0347

Eksploitasi (E) 0.8104 0.8132

Pembahasan

Sebaran Frekuensi Panjang

Metode pengelompokkan umur ikan pada perairan tropis umumnya menggunakan analisis frekuensi panjang. Hal ini disebabkan pada perairan tropis sulit ditentukan lingkaran-lingkaran tahun pada ikan sehingga kemungkinan terjadinya bias dalam penentuan kelompok umur cukup tinggi. Tujuan analisis data berdasarkan sidik frekuensi panjang adalah untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu (Mehanna 2001). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Gambar 5, frekuensi ikan kembung lelaki jantan paling banyak ditemukan pada selang kelas 170-180 mm, sedangkan untuk ikan kembung lelaki betina pada selang kelas 181-191 mm. Ikan kembung lelaki jantan lebih banyak jumlahnya dibanding ikan kembung lelaki betina. Pada umumnya ikan jantan lebih dominan dibandingkan dengan ikan betina, perbedaan ukuran dan jumlah salah satu jenis kelamin dalam populasi disebabkan adanya perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan umur pertama kali matang gonad, dan bertambahnya jenis ikan baru pada suatu populasi ikan yang sudah ada (Nikolsky 1963). Menurut Febianto (2007) umumnya perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap oleh nelayan berkaitan dengan pola tingkah laku ruaya ikan, baik untuk memijah ataupun mencari makan.

Panjang terkecil ikan kembung lelaki yang tertangkap di Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu mencapai 137 mm dan panjang terbesar mencapai 257 mm. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fandry (2012) di Selat Sunda yaitu panjang terkecil ikan kembung lelaki yang tertangkap mencapai 105 mm dan panjang terbesar mencapai 244 mm. Artinya contoh ikan kembung lelaki yang tertangkap di Selat Sunda ukurannya beragam yaitu dari ikan ukuran kecil sampai dewasa. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Boer (1996) bahwa penggunaan histogram frekuensi panjang sering dianggap sebagai teknik yang paling sederhana diterapkan untuk mengetahui tingkatan stok ikan, tetapi yang perlu dicatat bahwa struktur data panjang sangat bervariasi tergantung letaknya baik secara geografis, habitat, maupun tingkah laku. Pernyataan di atas sesuai dengan penelitian ini yang membuktikan bahwa adanya perbedaan struktur data panjang yang dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Contoh lainnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Mosse dan Hutubessy (1996) di Perairan Ambon dan sekitarnya diperoleh panjang ikan kembung lelaki terkecil mencapai 29.0 mm dan panjang terbesar mencapai 309 mm.

(33)

23 ketiga penelitian tersebut dikarenakan waktu pengambilan contoh yang berbeda dengan lokasi yang berbeda pula sehingga menghasilkan struktur data panjang yang berbeda. Diduga pada bulan Juli terjadi rekruitmen dimana terbentuk individu baru berupa ikan-ikan kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian ini, bahwa pada bulan Juli ikan-ikan yang tertangkap ukurannya lebih kecil dibandingkan ukuran ikan di bulan lainnya.

Pertumbuhan

Studi tentang pertumbuhan pada dasarnya merupakan penentuan ukuran badan sebagai suatu fungsi umur (Sparre dan Venema 1999). Selain dengan menggunakan grafik histogram untuk melihat pergeseran modus dari sebaran frekuensi panjang di setiap bulannya (sebaran kelompok ukuran), dapat juga dilihat dari gambar hasil perhitungan dengan menggunakan metode NORMSEP yang terdapat dalam program FISAT II (Gambar 6 dan Gambar 7). Berdasarkan Gambar 6 dan Gambar 7 dapat dilihat telah terjadi pergeseran modus yang cukup signifikan ke arah kanan pada setiap pengambilan contohnya. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi pertumbuhan yang dialami oleh ikan kembung lelaki baik jantan maupun betina. Adanya pergeseran kurva ke arah kiri menunjukkan adanya rekruitmen. Rekruitmen ikan kembung lelaki jantan dan betina diduga terjadi pada bulan Juli-Agustus. Hal ini disebabkan ukuran ikan yang tertangkap pada bulan tersebut lebih kecil dibandingkan ukuran ikan di bulan lainnya.

Dari hasil analisis yang disajikan pada Lampiran 5, diperoleh kelompok ukuran untuk ikan kembung lelaki jantan dan betina sebanyak dua kelompok ukuran dari tiap pengambilan contoh. Namun pada bulan Mei akhir, Juni awal, dan Agustus akhir hanya terdapat satu kelompok umur. Indeks sparasi yang diperoleh ikan kembung lelaki yang memiliki dua kelompok ukuran nilainya di atas dua sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan kembung lelaki contoh pada bulan-bulan tersebut memiliki lebih dari satu kelompok ukuran. Indeks sparasi menggambarkan kualitas pemisahan dua kelompok umur yang berdekatan. Bila indeks sparasi kurang dari dua (I<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan di antara dua kelompok umur, karena akan terjadi tumpang tindih yang besar antara keduanya atau modus yang diperoleh berupa modus palsu (Haselblad 1966, McNew dan Summerfelt 1978, serta Clark 1981 in Sparre dan Venema 1999).

Parameter pertumbuhan dengan metode Von Bertalanffy meliputi parameter K, L∞, dan t0 diduga dengan menggunakan model Ford Walford. Model ini

(34)

24

sebaliknya semakin tinggi koefisien pertumbuhan maka akan semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mendekati panjang asimtotik.

Berikut adalah perbandingan hasil analisis beberapa penelitian mengenai parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan beberapa penelitian parameter pertumbuhan yang telah dilakukan, ikan kembung lelaki di setiap perairan memiliki nilai parameter pertumbuhan yang berbeda. Perbedaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan panjang asimtotik (L) dipengaruhi oleh kondisi perairan. Kondisi perairan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan (Tutupoho 2008).

Tabel 7. Perbandingan parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki

Spesies Lokasi K (bulan) L (mm) t0 (bulan) dilakukan uji t diperoleh kesimpulan bahwa pola pertumbuhan ikan kembung lelaki di Teluk Banten yaitu allometrik negatif dimana pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan bobotnya. Informasi mengenai kapan ikan akan memijah, mulai memijah, atau sudah selesai memijah dapat diketahui dari tingkat kematangan gonad (Effendie 2002). Frekuensi TKG IV ikan kembung lelaki baik jantan maupun betina mengalami fluktuasi dengan dua kali puncak yaitu pada bulan Juli awal dan Agustus akhir. Pada bulan Juli awal diduga ikan kembung lelaki betina mengalami periode pemijahan karena frekuensi TKG IV mengalami peningkatan yang signifikan. TKG yang paling banyak ditemukan pada ikan kembung lelaki baik jantan maupun betina adalah TKG I dan TKG II. Ikan kembung lelaki yang tertangkap di Teluk Banten yang didaratakan di PPN Karangantu dari hasil penelitian dapat dikatakan masih muda dan seharusnya tidak boleh ditangkap karena apabila ukuran-ukuran tersebut ditangkap terus menurus maka proses rekruitmen tidak akan terjadi lagi karena tidak ada ikan yang memijah (Boer et al. 2007).

(35)

25 pada saat panjangnya 216 mm. Hal ini berarti dari semua ikan kembung lelaki dengan panjang total 216 mm, 50% berpeluang telah matang gonad dan diasumsikan minimal telah melakukan satu kali proses pemijahan.

Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Penurunan terhadap stok disebabkan oleh dua faktor, yaitu karena mortalitas alami (M) dan eksploitasi spesies yang berupa mortalitas penangkapan (F). Mortalitas penangkapan disebabkan oleh kegiatan penangkapan, sedangkan mortalitas alami disebabkan oleh kematian ikan yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan faktor terbesar adalah predasi (King 1995). Stok ikan yang ada di alam ada yang dieksploitasi ada juga yang tidak. Stok yang telah dieksploitasi sangat diperlukan informasi mengenai mortalitas total (Z), mortalitas alami (M), dan mortalitas penangkapan (F). Hal ini dikarenakan dengan mengetahui informasi-informasi tersebut maka akan dengan mudah menentukan laju eksploitasi sehingga dapat ditentukan apakah sumberdaya ikan di suatu perairan sudah over eksploitasi atau belum.

Laju mortalitas ikan kembung lelaki jantan baik penangkapan (F) maupun alami (M) lebih besar yaitu 2.1919 dan 0.5130 per tahun dan untuk ikan kembung lelaki betina yaitu 1.6547 dan 0.3801 per tahun. Laju eksploitasi ikan kembung baik jantan maupun betina telah melebihi laju eksploitasi optimum sebesar 50% sehingga diduga ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten telah mengalami over eksploitasi. Laju eksploitasi (E) sangat dipengaruhi oleh laju mortalitas penangkapan (F). Semakin tinggi tingkat laju mortalitas penangkapan (F) maka akan semakin tinggi pula laju eksploitasi (E). Akibat dari tingginya laju mortalitas penangkapan (F) terhadap ikan kembung lelaki akan menurunkan laju mortalitas alami (M). King (1995) mengemukakan bahwa spesies yang dieksploitasi akan berdampak pada tereduksinya ikan-ikan dewasa sehingga ikan dewasa tersebut lebih dulu ditangkap oleh aktivitas penangkapan sebelum sempat untuk bereproduksi, sehingga hal tersebut akan mengakibatkan tidak adanya rekruitmen yang masuk ke dalam stok dan pada akhirnya stok akan menipis sehingga lama kelamaan stok akan habis.

Model Surplus Produksi

Model surplus produksi merupakan suatu model yang menjelaskan tentang pemanfaatan terhadap sumberdaya ikan yang lestari dan berkelanjutan. Model ini mengatur tentang upaya tangkap yang diperbolehkan untuk menangkap sumberdaya ikan dengan tidak melebihi batas hasil tangkapan lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY). Model ini diperkenalkan pertama kalinya oleh Schaefer dan Fox dengan menggunakan konsep hubungan hasil tangkapan dengan upaya penangkapan. Schaefer memperkenalkan model ini dengan konsep mengetahui hasil tangkapan per upaya tangkap atau Catch Per Unit Effort (CPUE) untuk menduga seberapa besar MSY nya. Berbeda dengan Schaefer, Fox memperkenalkan model ini dengan konsep mengetahui CPUE yang di logaritma naturalkan untuk menduga seberapa besar nilai MSY nya (Sparre dan Venema 1999).

(36)

26

analisis model stok ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten pada tahun 2002-2011 mengikuti model pendekatan Schaefer. Hal ini disebabkan nilai R2 Schaefer lebih tinggi dibandingkan nilai R2 Fox, dari model Schaefer diperoleh nilai fMSY sebesar 14.493 unit per tahun dan MSY sebesar 206 ton per tahun. Nilai

R2 Schaefer sebesar 87.5% menunjukkan model Schaefer mempunyai hubungan yang dekat dengan model sebenarnya pada stok ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten pada tahun 2002-2011. Menurut Susilo (2002) nilai MSY (Maximum Sustainable Yield) diduga dari data penangkapan ikan yang terdiri dari hasil tangkapan dan jumlah upaya penangkapan tahunan. Nilai MSY yang diperoleh sebesar 206 ton per tahun dengan nilai TAC (Total Allowable Catch) yang diperoleh sebesar 148 ton. Nilai TAC yang diperoleh lebih kecil dari data produksi ikan kembung lelaki setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil produksi ikan kembung lelaki dari tahun 2007-2008 dan 2010-2011 di PPN Karangantu telah mengalami tangkap lebih.

Rencana Pengelolaan Sumberdaya Ikan Kembung Lelaki

Pengelolaan sumberdaya perikanan (fisheries resource management) tidak hanya sekedar proses mengelola sumberdaya ikan tetapi sesungguhnya adalah proses mengelola manusia sebagai pengguna, pemanfaat, dan pengelola sumberdaya ikan (Widodo et al. 2006). Permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan ialah seberapa banyak ikan dapat diambil tanpa mengganggu stok yang ada di alam itu sendiri (Sari 2004). Prinsip pengelolaan perikanan terdiri dari sistem manajemen perikanan, pemantauan, pengendalian, dan pengawasan serta sistem perikanan berbasis peradilan. Tiga prinsip pengelolaan perikanan ini satu sama lain saling tergantung untuk kesuksesan.

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, sumberdaya ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten diduga telah mengalami growth overfishing dan recruitment overfishing. Kombinasi dari kedua kondisi tersebut dapat dikatakan sebagai biology overfishing. Pencegahan biology overfishing meliputi pengaturan upaya penangkapan. Kebijakan pembatasan upaya ditempuh mengingat besarnya total upaya yang beroperasi. Menurut Yusuf et al. (2007) permasalahan teknis dan sosial akan muncul, khususnya pada pengalihan keahlian. Permasalahan teknis seperti kesulitan dalam hal keterampilan apabila dialihkan pada kegiatan lain, mengingat teknik penangkapan yang berbeda sehingga membutuhkan pembelajaran dan waktu untuk beradaptasi sedangkan permasalahan sosial yang terjadi adalah apabila kebijakan pengurangan nelayan terjadi melalui relokasi maka diyakini akan membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Perbedaan latar belakang budaya masyarakat biasanya selalu menjadi hambatan sehingga perlu memahami secara mendalam tipologi masyarakat nelayan yang akan direlokasi dan tipologi masyarakat di daerah relokasi.

(37)

27 eksploitasi yang lebih dari 50% dan tingginya nilai mortalitas penangkapan ikan kembung lelaki sehingga diperlukan suatu pengelolaan untuk mengurangi laju mortalitas dan laju eksploitasi sumberdaya ikan kembung lelaki seperti adanya pengaturan upaya penangkapan dengan cara membatasi jumlah effort nya tidak lebih dari 14.493 unit, pengaturan musim penangkapan dengan cara melakukan pelarangan kegiatan penangkapan ikan kembung lelaki pada bulan Juli-Agustus, dan selektivitas alat tangkap dengan cara memperbesar ukuran mata jaring pada alat tangkap jaring insang hanyut lebih dari 1.75 inchi sehingga tercapai pemanfaatan sumberdaya ikan kembung lelaki yang tetap lestari dan berkelanjutan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu memiliki 2 kelompok umur. Ikan ini memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif dimana pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan bobot.

2. Nisbah kelamin ikan kembung lelaki jantan dan betina adalah 1.1:1.

3. Ikan kembung lelaki jantan memiliki laju pertumbuhan yang tinggi dibandingkan ikan kembung betina. Hal ini berbanding terbalik dengan panjang maksimum yang dapat dicapai oleh ikan tersebut.

4. Laju eksploitasi ikan kembung lelaki lebih dari 50% dan mortalitas penangkapannya lebih tinggi dibandingkan dengan mortalitas alami. Diduga ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten telah mengalami tangkap lebih.

5. Alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan agar sumberdaya ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten tetap lestari di antaranya pengaturan upaya penangkapan dengan cara membatasi jumlah effort nya tidak lebih dari 14.493 unit, pengaturan musim penangkapan dengan cara melakukan pelarangan kegiatan penangkapan ikan kembung lelaki pada bulan Juli-Agustus, dan selektivitas alat tangkap dengan cara memperbesar ukuran mata jaring pada alat tangkap jaring insang hanyut lebih dari 1.75 inchi sehingga tercapai pemanfaatan sumberdaya ikan kembung lelaki yang tetap lestari dan berkelanjutan.

Saran

(38)

28

DAFTAR PUSTAKA

Abdussamad E M, H M Kasim, P Achayya. 2006. Fishery and population characteristic of indian mackerel Rastrelliger kanagurta (Cuvier) at Kakinada. Indian Journal Fish. 53 (1): 77-83.

Al-Zibdah m, N Obat. 2007. Fishery status, growth, reproduction biology and feeding habit of two scombrid fish from the Gulf of Aqaba, Red Sea. Lebanese Science Journal. 8 (2).

Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan berdasarkan data frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 14 (1): 75-84. Boer M, Kiagus A Z. 2007. Gejala tangkap lebih perikanan pelagis kecil di

Perairan Selat Sunda. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 14 (2):167-172.

Burhanuddin. 1984. Sumberdaya ikan kembung. Lembaga Oseanologi Nasional LIPI. Jakarta. 50p.

Desniarti, Akhmad F, Daniel R M, Mennofatria B. 2006. Analisis kapasitas perikanan pelagis di perairan pesisir Propinsi Sumatera Barat. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 13 (2): 117-124.

Diniah. 2008. Jaring insang hanyut (drift gill net). [terhubung berkala]. http://jaring-insang-gill-net-jaring-insang.html. [29 Januari 2013].

Effendie M I. 1979. Metoda biologi perikanan. Cetakan Pertama. Yayasan Dewi Sri.Bogor. 112 hlm.

Effendie M I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hlm.

Effendie M I. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. Fandri D. 2012. Pertumbuhan dan reproduksi ikan kembung lelaki (Rastrelliger

kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.11-23 p.

Febianto S. 27. Aspek biologi reproduksi ikan lidah pasir (Cynoglossus idalamgua HamiltonBuchanan, 1822) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Handoyo D. 1991. Analisis tingkat pengusahaan Sumberdaya ikan kembung (Rastrelliger spp) pada tiap musim penangkapan di perairan Utara Jawa [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 17-20 p.

Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2007. Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 2006. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Banten.

Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 2011. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Banten.

King M. 1995. Fisheries Biology: Assessment and Management. Oxfort : Marston Book Service.

(39)

29 Ma’Tuf M. 2000. Studi Beberapa Parameter Populasi Ikan Kembung Lelaki

(Rastrelliger kanagurta) di Laut Selatan Sekitar Kepulauan Natuna [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Mehanna S F. 2001. Population dynamics and fisheries management of the indian mackerel Rastrelliger kanagurta in the Gulf of Suez, Egypt. National Institute of Oceanography and Fisheries. 12 : 217-229.

Mosse JW dan Hutabessy BG. 1996. Umur Pertubuhan dan Ukuran Pertamakali Matang Gonad Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) Dari Perairan Pulau Ambon dan Sekitarnya. Jurnal Sains dan Teknologi Universitas Pattimura. 1: 2-23.

Nikolsky G V. 1963. The Ecology of Fish. New York: Academi Press.

Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters : a manual for use with programmable calculators. ICLARM. Manila. Filipina. 325 p.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan dan Departemen Pertanian. 1994. Pedoman Teknis dan Perencanaan Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil dan Perikanannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Departemen Pertanian Jakarta.

Rahayu S E. 2012. Kajian stok sumberdaya ikan Kurisi (Nemipterus japonicas, Bloch 1791) di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPI Labuan, Pandeglang, Banten [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.11-23 p.

Rifqie G L. 2007. Analisis frekuensi panjang dan hubungan panjang berat ikan kembung lelaki (Rastreliliger kanagurta) di Teluk Jakarta [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.3-6p.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan (jilid I dan jilid II). Bona cipta. Bandung. 516 hal.

Sajina A M, S K Chakraborty, A K Jaiswar, D G Pazhayamadam, D Sudheesan. 2011. Stock structure analysis of indian mackerel Rastrelliger kanagurta, Cuvier 1816 along the Indian Coast. The Journal of the Asian Fisheries Society. 24 (2011): 331-342.

Sari R. 2004. Pendugaan Potensi Lestari dan Penangkapan Ikan Kembung di Perairan Lampung Timur [skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Seftian. 2012. Kondisi PPN Karangantu. [terhubung berkala]. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/54834/BAB%20IV% 20 Keadaan % 20 Umum % 20 Lokasi % 20 Penelitian. pdf ? sequence = 5. [29 Januari 2013].

Sparre P dan Venema, S.C. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku I. Manual. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. 438 hlm. Steel RGD dan Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi ke-2.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 744 hlm.

(40)

30

Susilo S B. 2002. Pendugaan stok dan daya dukung biomass ikan melalui data tangkapan ikan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 9 (1): 99-108.

Syamsiyah NN. Studi dinamika stok ikan biji nangka (Upeneus sulphureus Cuvier, 1829) diperairan Utara Jawa yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 87 hlm.

Tutupoho S. 2008. Pertumbuhan ikan motan (Thynnichthys thynnoides Bleeker, 1852) di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Widodo J dan Suadi 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 252 Hlm.

Yusuf M, Sutrisno S, Luky A. 2007. Analisis pengelolaan sumberdaya ikan merah (Lutjanus spp.) di Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 14 (2):115-124.

(41)

31 Lampiran 1. Lokasi penelitian (PPN Karangantu, Banten)

Lampiran 2. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

(42)

32

Lampiran 3. Perhitungan nisbah kelamin

TKG I II III IV V Jumlah

Betina 199 110 4 23 2 338

Jantan 187 98 20 68 2 375

713

ei 193 104 12 45.5 2

Uji Chi-square

0.1865 0.3461 5.3333 11.1263 0 0.1865 0.3461 5.3333 11.1263 0

Xhit 33.9847

Xtabel 2.7764

Kesimpulan : Xhit > Xtab maka tolak H0, maka proporsi jantan dan betina tidak

seimbang

Lampiran 4. Sebaran frekuensi panjang

SKB SKA BKB BKA Xi Fi

betina jantan

137 147 136.5 147.5 142 4 2

148 158 147.5 158.5 153 13 11

159 169 158.5 169.5 164 21 27

170 180 169.5 180.5 175 77 97

181 191 180.5 191.5 186 134 93

192 202 191.5 202.5 197 49 47

203 213 202.5 213.5 208 19 28

214 224 213.5 224.5 219 5 11

225 235 224.5 235.5 230 2 19

236 246 235.5 246.5 241 8 33

(43)

33 Lampiran 5. Sebaran kelompok umur ikan kembung lelaki

a. Sebaran kelompok umur ikan kembung lelaki jantan Waktu Kelompok

umur Panjang rata-rata

Index Sparasi

Mei I 1 174.39 ± 7.57 n.a

Juni I 1 163.08 ± 9.19 n.a

2 186.63 ± 6.00 3.10

Juni II 1 185.50 ± 11.06 n.a

Juli I 1 195.97 ± 12.33 n.a

Juli II 1 188.43 ± 9.10 n.a

2 239.50 ± 6.00 6.76

Agustus I 1 212.16 ± 6.58 n.a

2 241.57 ± 6.68 4.44

Agustus II 1 185.75 ± 7.14 n.a b. Sebaran kelompok umur ikan kembung lelaki betina

Waktu Kelompok

umur Panjang rata-rata

Index Sparasi

Mei I 1 176.49 ± 6.50 n.a

Juni I 1 159.53 ± 10.06 n.a

2 189.70 ± 6.53 3.64

Juni II 1 183.39 ± 12.69 n.a

Juli I 1 190.34 ± 12.40 n.a

Juli II 1 199.46 ± 9.69 n.a

2 238.65 ± 13.76 3.34

Agustus I 1 185.37 ± 9.75 n.a

2 247.00 ± 6.50 7.59

(44)

34

Lampiran 6. Hubungan panjang dan bobot a. Ikan kembung lelaki jantan

ANOVA

df SS MS F

Significance F Regression 1 7.7551 7.7551 1856.8604 < 0.05 Residual 373 1.5578 0.0041

Total 374 9.3130

jum x 855.4655

jum x2 1952.5795

sb1 0.0039

t hit 73.5921

t tab 1.9663

thit>t tab maka tolak H0 b tidak sama dengan 3 (allometrik negatif)

b. Ikan kembung lelaki betina ANOVA

df SS MS F Significance F Regression 1 4.0125 4.0125 746.2539 < 0.05 Residual 336 1.8066 0.0053

Total 337 5.8191

jum x 766,8543

jum x2 1740,4097

sb1 0,0094

t hit 37,1741

t tab 1,9670

(45)

35 Lampiran 7. Uji nilai b antar jenis kelamin

Jika diketahui persamaan hubungan panjang dan bobot untuk ikan jantan dan ikan betina masing-masing W= aLb1 dan W= aLb2 maka hipotesisnya adalah

(46)

36

Lampiran 8. Tingkat kematangan gonad a. Ikan kembung lelaki jantan

Bulan TKG Jumlah FR

I II III IV V I II III IV V

Mei (1) 43 8 7 8 1 67 64.18% 11.94% 10.45% 11.94% 1.49% Juni(1) 39 9 2 1 0 51 76.47% 17.65% 3.92% 1.96% 0.00% Juni(2) 20 19 1 0 0 40 50.00% 47.50% 2.50% 0.00% 0.00% Juli (1) 20 31 2 2 0 55 36.36% 56.36% 3.64% 3.64% 0.00% Juli (2) 28 15 0 0 0 43 0.00% 8.45% 11.27% 80.28% 0.00% Agustus

(1) 0 6 8 57 0 71 65.12% 34.88% 0.00% 0.00% 0.00% Agustus

(2) 37 10 0 0 1 48 77.08% 20.83% 0.00% 0.00% 2.08% b. Ikan kembung lelaki betina

Bulan TKG Jumlah FR

I II III IV V I II III IV V

Mei (1) 16 13 2 2 0 33 48.48% 39.39% 6.06% 6.06% 0.00% Juni(1) 40 7 1 1 0 49 81.63% 14.29% 2.04% 2.04% 0.00% Juni(2) 34 22 0 0 0 56 60.71% 39.29% 0.00% 0.00% 0.00% Juli (1) 24 28 0 0 1 53 45.28% 52.83% 0.00% 0.00% 1.89% Juli (2) 4 14 1 20 0 39 69.09% 35.90% 2.56% 51.28% 0.00% Agustus

(1) 38 17 0 0 0 55 10.26% 30.91% 0.00% 0.00% 0.00% Agustus

(2) 43 9 0 0 1 53 71.70% 32.08% 0.00% 0.00% 0.02%

Lampiran 9. Indeks kematangan gonad a. Ikan kembung lelaki jantan

TKG IKG rata-rata STDEV

I 0.1225 0.1107

II 0.2005 0.1743

III 0.3722 0.3188

IV 1.6163 0.9502

(47)

37

Lampiran 9. Indeks kematangan gonad b. Ikan kembung lelaki betina

TKG IKG rata-rata STDEV

I 0.1188 0.0870

II 0.2131 0.1150

III 0.4820 0.3098

IV 3.6117 2.0078

V 0.1243 0.0737

Lampiran 10. Ukuran pertama kali matang gonad

SK Xi Frekuensi total

Frekuensi matang

gonad

Proporsi matang

gonad (%) F % Teoritis

137-147 142 6 0 0.0000 0.0000 0.5759

148-158 153 24 0 0.0000 0.0000 1.0272

159-169 164 48 3 6.2500 0.0625 2.2291

170-180 175 174 17 9.7701 0.0977 4.7695

181-191 186 227 7 3.0837 0.0308 9.9116

192-202 197 96 6 6.2500 0.0625 19.4643

203-213 208 47 12 25.5319 0.2553 34.6797

214-224 219 16 7 43.7500 0.4375 53.8378

225-235 230 21 19 90.4762 0.9048 71.9257

236-246 241 41 36 87.8049 0.8780 84.9124

(48)

38

Lampiran 11. Model Ford Walford a. Ikan kembung lelaki jantan

t Lt (mm) L(t+1) (mm)

1 174.39 195.97

2 195.97 239.50

3 239.50 241.57

4 241.57

b. Ikan kembung lelaki betina

t Lt (mm) L(t+1) (mm)

1 176.49 190.34

2 190.34 238.65

3 238.65 247.00

4 247.00

Lampiran 12. Model surplus produksi

a. Tabel produksi dan upaya tahun 2002-2011

Tahun Produksi (ton) Upaya (unit) CPUE Ln CPUE

2002 86 4461 0.0192 -3.9487

2003 42 6465 0.0064 -5.0364

2004 66 5644 0.0116 -4.4486

2005 105 5071 0.0207 -3.8773

2006 134 3284 0.0408 -3.1989

2007 211 5359 0.0393 -3.2346

2008 189 8752 0.0215 -3.8352

2009 135 11237 0.0120 -4.4216

2010 232 17396 0.0133 -4.3172

2011 284 15457 0.0183 -3.9968

Schaefer Fox

a 0.02 a -3.72

b -9.9E-07 b -3.7E-05

R2 0.87 R2 0.10

fmsy 14493.48 fmsy 27234.35

MSY 206.93 MSY 241.25

PL 186.24 ton

TAC 148.99 ton

(49)

39 a. Ikan kembung lelaki jantan

SB SA Xi C(L1,L2) t(L1) ∆t t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/∆t)

b. Ikan kembung lelaki betina

(50)

40

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 07 Juli 1991 dari pasangan Bapak Tenny Kurnia dan Ibu Yuli Hastuti sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai di TK Ar-Rahmi tahun 1996 dan lulus tahun 1997. SD Negeri Margajaya tahun 1997 dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Cimahi dan pada tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Cimahi. Selama studi di SMA penulis mendapat kesempatan untuk mewakili sekolah dalam ajang olimpiade Fisika pada tahun 2008.

Gambar

Gambar 1.
Gambar 3. Diagram metode pengambilan contoh ikan kembung lelaki
Tabel 2. Hasil tangkapan (ton) ikan kembung lelaki
Gambar 5. Sebaran frekuensi panjang ikan kembung lelaki jantan dan betina
+7

Referensi

Dokumen terkait

melengkapi kebutuhan, memprioritaskan kebutuhan Selain itu, penulis menganalisa teknologi yang cocok digunakan untuk permasalahan yang ada. Penulis juga mengestimasikan

by the Sales Department signed by manager of financial to make the document legal. According to researcher, this is already good since the Sales Department has an

energi dan protein pada biskuit tepung labu kuning dan ikan lele serta uji

Jadi, sekiranya mereka tidak mengikuti Al-Qur'an yang agung ini, maka keimanan mereka menjadi hujjah bagi Allah untuk menyiksa mereka dengan siksaan yang tiada taranya, bahkan

, 2011), Effective tax rate sering digunakan sebagai salah satu acuan para pembuat keputusan dalam membuat suatu kebijakan perusahaan dan membuat kesimpulan

Kaum muslimin dan kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing. 2) Orang- orang Yahudi berkewajiban memikul biaya mereka

Index properties di lakukan untuk mengetahui karakteristik tanah yang terdiri dari pengujian kadar air, atterberg , berat jenis tanah, berat isi tanah, dan analisa

Peneliti menemukan bahwa dampak yang didapat dari perubahan setelah menjadi mahasiswa/i baru adalah wujud hasil pengalaman subjek melakukan regulasi diri dalam