• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Seminar Matematika tentang pemahaman konsep matematis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Seminar Matematika tentang pemahaman konsep matematis"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENELITIAN YANG RELEVAN TENTANG

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS

SISWA

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Pendidikan Matematika Diasuh Oleh: Dr. H. Iskandar Zulkarnain, M. Si, Dra. R. Ati Sukmawati, M. Kom,

Dra. Hj. Noor Fajriah, M. Si, Yuni Suryaningsih, M. Pd

Oleh: Agung Handoko NIM. A1C111037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

MARET 2014

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Penelitian Pendidikan Matematika Di Indonesia Tentang Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah seminar pendidikan matematika.

Dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Iskandar Zulkarnain, M. Si. 2. Ibu Dra. R. Ati Sukmawati, M. Kom. 3. Ibu Dra. Hj. Noor Fajriah, M. Si. 4. Ibu Yuni Suryaningsih, M. Pd.

5. Rekan-rekan yang telah membantu penulisan makalah ini.

Akhir kata, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi pembaca.

Banjarmasin, Maret 2014

Penulis

(3)
(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penulisan ... 3 1.4 Manfaat Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Definisi Pemahaman dan konsep ... 4

2.2 Teori Belajar yang Melandasi Proses Perolehan Konsep ... 6

2.2.1 Teori belajar Kontruktivistik ... 6

2.2.2 Teori belajar menurut Jerome S. Bruner ... 7

2.2.3 Teori belajar menurut Jean Piaget ... 8

2.3 Pemahaman Konsep Matematika ... 9

2.4 Indikator Pemahaman Konsep ... 11

2.5 Pembelajaran Matematika Untuk Kemampuan Pemahaman Konsep ... 14

BAB III PEMBAHASAN ... 16

BAB IV PENUTUP ... 25

4.1 SIMPULAN ... 25

4.2 SARAN ... 25

(5)
(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika adalah suatu ilmu yang sudah dipelajari mulai dari TK, SD, SMP, hingga SMA, Perlunya mata pelajaran matematika ini untuk membekali siswa berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi sehingga bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, namun sebagian besar siswa menganggap matematika itu tergolong pelajaran yang sulit, bahkan tidak sedikit siswa yang menghindari pelajaran matematika, hal demikian terjadi karena siswa kurang memahami konsep dalam matematika ketika mempelajari matematika itu sendiri, siswa lebih mengenal bahwa matematika adalah hal yang rumit, berhubungan dengan lambang-lambang yang abstrak bahkan operasi matematika yang menakutkan.

Kenyataan yang terjadi di lapangan, proses pembelajaran matematika di kelas umumnya menggunakan model pembelajaran ekspositori yang didominasi dengan metode caramah, sehingga siswa kurang optimal didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir sehingga pembelajaran matematika cenderung teacher-centered. Pembelajaran tersebut hanya diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, otak siswa dipaksa mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya . Oleh karena itu sebaiknya siswa diberi kesempatan seluas-luasnya

(7)

2

untuk membangun pengetahuan mereka sendiri dalam memahami konsep dalam matematika melalui pengetahuan sebelumnya yang telah mereka pelajari sehingga proses pemahaman siswa selalu berkembang secara terus menerus, siswa sebaiknya diajak mengalami secara langsung bagaimana kegiatan matematika dalam kehidupan sehari-hari agar siswa dapat memaknai manfaat matematika dalam kehidupan.

Pemahaman konsep matematik adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan. Sejalan dengan itu (NCTM, 2000) menyatakan bahwa Pemahaman konseptual merupakan komponen penting pengetahuan yang dibutuhkan untuk menangani masalah baru. Pemahaman konsep matematika yang rendah mengakibatkan siswa kurang dapat menggunakan konsep tersebut jika diberika persoalan yang lebih kompleks.

Untuk mencapai pemahaman konsep peserta didik dalam matematika bukanlah suatu hal yang mudah, karena pemahaman terhadap suatu konsep matematika dilakukan secara individual. Setiap peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memahami konsep – konsep matematika. Namun demikian peningkatan pemahaman konsep matematika perlu diupayakan demi keberhasilan peserta didik dalam belajar. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalah tersebut, guru dituntut untuk profesional dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus mampu mendesain pembelajaran matematika dengan metode, teori atau pendekatan yang mampu menjadikan siswa sebagai subjek belajar bukan lagi objek belajar.

(8)

3

Berdasarkan pemikiran tersebut, dalam makalah ini panulis mengambil judul “Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematis Siswa”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang akan dibahas yaitu “Cara apa yang efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa ?”.

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui cara yang efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada guru maupun calon guru untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

(9)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemahaman dan konsep

Dalam proses mengajar, hal terpenting adalah pencapaian pada tujuan yaitu agar siswa mampu memahami sesuatu berdasarkan pengalaman belajarnya. Kemampuan pemahaman ini merupakan hal yang sangat fundamental, karena dengan pemahaman akan dapat mencapai pengetahuan prosedur.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pemahaman berasal dari kata “paham” yang artinya mengerti benar dalam suatu hal. Kemampuan memahami bisa juga disebut “mengerti”. Sementara menurut Hamzah B. Uno (Saffrine, 2012) mengartikan pemahaman sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang diperolehnya. Selanjutnya Menurut Sudijono (Nurfarikhin, 2010) menyatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.

Berdasarkan pengertian pemahaman di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah suatu cara yang sistematis dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.

(10)

5

Menurut erbes hilgard (Toha, 2011) ada enam ciri dari belajar yang mengandung pemahaman, yaitu:

1. Pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar, 2. Pemahaman dipengaruhi pengalaman belajar yang lalu, 3. Pemahaman tergantung pada pengaturan situasi,

4. Pemahaman didahului oleh usaha-usaha coba-coba, 5. Belajar dengan pemahaman dapat diulangi, dan

6. Suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi pemahaman situasi yang lain.

Setiap materi pembelajaran matematika berisi sejumlah konsep yang harus disukai siswa. Sedangkan konsep Menurut Isaack (hartoyo, 2010) adalah suatu istilah pengungkapan abstrak yang digunakan untuk mengklasifikasikan atau mengkatagorikan satu kelompok dari suatu benda, gagasan atau peristiwa. Sementara Rosser (Dahar, 2011) menyatakan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas obyek-obyek kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Selanjutnya Sudojo (Dewiatmini, 2010) mengatakan konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan kita mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa itu termasuk atau tidak ke dalam ide abstrak tersebut.

Berdasarkan gagasan-gagasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep adalah suatu abstraksi atau gagasan yang mewakili ciri-ciri umum suatu/kumpulan obyek atau peristiwa dengan ciri-ciri tertentu.

(11)

6

2.2 Teori Belajar yang Melandasi Proses Perolehan Konsep 2.2.1 Teori belajar Kontruktivistik

Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalamandemi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakanstrategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa siswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata-kata mereka sendiri (Riyanto, 2012).

(12)

7

Dalam teori belajar konstruktivistik ciri khas belajar kontruktivis adalah peserta didik harus menemukan dan mengubah informasi yang kompleks menjadi sederhana dan bermakna.

Suparno (1997) mengidentifikasi prinsip-prinsip kontruktivis dalam belajar yakni sebagai berikut;

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial.

2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari pengajar kepada pembelajar, kecuali dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk menalar.

3. Murid aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah.

4. Pengajar sekedar membantu pembelajar dengan menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pebelajar berlangsung secara efektif dan efisien.

2.2.2 Teori belajar menurut Jerome S. Bruner

Jerome S. Bruner (Dahar, 2011) mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok

(13)

8

bahasan yang diajarkan (Tim MKPBM, 2001). Bruner juga berpendapat bahwa tujuan pendidikan bukan hanya untuk memperbesar dasar pengetahuan siswa, tetapi juga untuk menciptakan berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan) dan discovery (penemuan).

Dahar (2011) mengatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

2.2.3 Teori belajar menurut Jean Piaget

Piaget berpendapat bahwa setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses berpikir anak merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak. Menurut Piaget (Huda, 2013), seorang anak akan mencari keseimbangan antara struktur pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan pengetahuan baru yang diperolehnya.

(14)

9

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget (Dahar, 2011) dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

(a) Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, guru dalam mengajar harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.

(b) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak, mengakomodasikan agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

(c) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan sebagai bahan baru tetapi tidak asing.

(d) Berikan peluang agar anak belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. (e) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara

dan diskusi dengan teman-temannya.

2.3 Pemahaman Konsep Matematika

Dalam proses belajar mengajar, mencapai suatu tujuan belajar merupakan aspek penting. Tujuan dalam proses belajar mengajar adalah agar siswa mampu memahami sesuatu yang diajarkan berdasarkan pengalaman yang telah dialaminya. Pada setiap pembelajaran diusahakan lebih ditekankan pada penguasaan konsep agar siswa memiliki bekal dasar yang baik untuk mencapai kemampuan dasar yang lain seperti penalaran, komunikasi, koneksi dan pemecahan masalah.

Tim Penyusun (Kusumaningtiayas, 2011) menyatakan pemahaman konsep adalah kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami definisi, pengertian,

(15)

10

ciri khusus, hakikat, inti/isi dari suatu materi dan kompetensi dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat.

Penguasan konsep merupakan tingkatan hasil belajar siswa sehingga dapat mendefinisikan atau menjelaskan sebagian atau mendefinisikan bahan pelajaran dengan menggunakan kalimat sendiri. Dengan kemampuan siswa menjelaskan atau mendefinisikan, maka siswa tersebut telah memahami konsep atau prinsip dari suatu pelajaran meskipun penjelasan yang diberikan mempunyai susunan kalimat yang tidak sama dengan konsep yang diberikan tetapi maksudnya sama.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan definisi pemahaman konsep adalah Kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengemukakan kembali ilmu yang diperolehnya baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan kepada orang sehingga orang lain tersebut benar-benar mengerti apa yang disampaikan.

Mengingat pentingnya pemahaman konsep tersebut, Menurut Hiebert dan Carpenter (Dafril: 2011). Pengajaran yang menekankan kepada pemahaman mempunyai sedikitnya lima keuntungan, yaitu:

1. Pemahaman memberikan generative artinya bila seorang telah memahami suatu konsep, maka pengetahuan itu akan mengakibatkan pemahaman yang lain karena adanya jalinan antar pengetahuan yang dimiliki siswa sehingga setiap pengetahuan baru melaui keterkaitan dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.

2. Pemahaman memacu ingatan artinya suatu pengetahuan yang telah dipahami dengan baik akan diatur dan dihubungkan secara efektif dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain melalui pengorganisasian skema atau

(16)

11

pengetahuan secara lebih efisien di dalam struktur kognitif berfikir sehingga pengetahuan itu lebih mudah diingat.

3. Pemahaman mengurangi banyaknya hal yang harus diingat artinya jalinan yang terbentuk antara pengetahuan yang satu dengan yang lain dalam struktur kognitif siswa yang mempelajarinya dengan penuh pemahaman merupakan jalinan yang sangat baik.

4. Pemahaman meningkatkan transfer belajar artinya pemahaman suatu konsep matematika akan diperoleh siswa yang aktif menemukan keserupaan dari berbagai konsep tersebut. Hal ini akan membantu siswa untuk menganalisis apakah suatu konsep tertentu dapat diterapkan untuk suatu kondisi tertentu.

5. Pemahaman mempengaruhi keyakinan siswa artinya siswa yang memahami matematika dengan baik akan mempunyai keyakinan yang positif yang selanjutnya akan membantu perkembangan pengetahuan matematikanya.

2.4 Indikator Pemahaman Konsep

Mengetahui kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika maka perlu diadakan penilaian terhadap pemahaman konsep dalam pembelajaran matematika. Tentang penilaian perkembangan anak didik dicantumkan indikator dari kemampuan pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika.

(17)

12

Indikator pencapaian pemahaman konsep menurut Wardhani (Maulida, 2014) adalah:

1. Menyatakan ulang sebuah konsep

2. Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, 3. Memberi contoh dan bukan contoh dari konsep,

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, 5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep,

6. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, 7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah.

Sejalan dengan pendapat di atas Tim PPPG Matematika 2005:86 (Dafril, 2011) menyatakan Indikator pemahaman konsep tersebut adalah:

1) Kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep adalah kemampuan siswa untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya;

Contoh: pada saat siswa belajar maka siswa mampu menyatakan ulang maksud dari pelajaran itu.

2) Kemampuan mengklafikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsep adalah kemampuan siswa mengelompokkan suatu objek menurut jenisnya berdasarkan sifat-sifat yang terdapat dalam materi. Contoh: siswa belajar suatu materi dimana siswa dapat mengelompokkan suatu objek dari materi tersebut sesuai sifat-sifat yang ada pada konsep. 3) Kemampuan member contoh dan bukan contoh adalah kemampuan siswa

(18)

13

Contoh: siswa dapat mengerti contoh yang benar dari suatu materi dan dapat mengerti yang mana contoh yang tidak benar

4) Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika adalah kemampuan siswa memaparkan konsep secara berurutan yang bersifat matematis.

Contoh: pada saat siswa belajar di kelas, siswa mampu

mempresentasikan/memaparkan suatu materi secara berurutan.

5) Kemampuan mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep adalah kemampuan siswa mengkaji mana syarat perlu dan mana syarat cukup yang terkait dalam suatu konsep materi.

Contoh: siswa dapat memahami suatu materi dengan melihat syarat-syarat yang harus diperlukan/mutlak dan yang tidak diperlukan harus dihilangkan. 6) Kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu

adalah kemampuan siswa menyelesaikan soal dengan tepat sesuai dengan prosedur. Contoh: dalam belajar siswa harus mampu menyelesaikan soal dengan tepat sesuai dengan langkah-langkah yang benar.

7) Kemampuan mengklafikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah adalah kemampuan siswa menggunakan konsep serta prosedur dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Contoh: dalam belajar siswa mampu menggunakan suatu konsep untuk memecahkan masalah.

(19)

14

2.5 Pembelajaran Matematika Untuk Kemampuan Pemahaman Konsep

Ditjen PMPTK (Ningsih, 2010: 10), pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran dalam pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisai, menyusun bukti dan menjelaskan gagasan matematika.

3. Memecahkan masalah, meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, diagram, untuk memperjelas masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Susanto (Megawati, 2014: 14) mengatakan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.

Siswa dikatakan memahami konsep jika siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep,

(20)

15

mengembangkan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks di luar matematika. Sedangkan siswa dikatakan memahami prosedur jika mampu mengenali prosedur (sejumlah langkah-langkah dari kegiatan yang dilakukan) yang didalamnya termasuk aturan algoritma atau proses menghitung yang benar.

(21)

16

BAB III

PEMBAHASAN

Penelitian Terdahulu yang Relevan

Hasil penelitian terdahulu yang relevan

Berkaitan dengan meningkatkan pemahaan konsep matematis siswa antara lain sebagai berikut.

1) Lestari (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran problem possing tipe post solution possing terhadap peningkatan pemahaman konsep matematika siswa SMP, hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran problem possing tipe post solution possing berpengaruh terhadap peningkatan pemahaman konsep matematika siswa kelas VII SMP Terpadu Ma’arif Muntilan. Dapat dilihat dari Rata-rata pencapaian kemampuan pemahaman konsep akhir (posttest) untuk kelompok eksperimen adalah 79,85% Sedangkan rata-rata pencapaian kemampuan pemahaman konsep akhir (posttest) untuk kelompok kontrol adalah 74,43%.

2) Nuraeni (2011) meneliti pengaruh pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe the power of two untuk meningkatkan pemahaman matematik siswa Madrasah Tsanawiyah. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa kemampuan pemahaman matematik siswa yang pembelajarannya mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik dari pada yang menggunakan model pembelajaran tipe the power of two. Dapat dilihat dari hasil data rata-rata tes awal dan tes akhir ternyata menunjukan adanya suatu perbedaan nilai yang

(22)

17

diperoleh siswa yang belajarnya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe The Power of Two, kelompok kelas tipe Jigsaw mempunyai nilai yang lebih dari pada kelas yang menggunakan tipe The Power of Two.Hasil pretest dan postest tertera pada tabel dibawah ini.

Kelas Rata-tara nilai pretest Rata-rata nilai post-test

Jigsaw 51,0 72,7

The power of two 50,0 72,0

3) Salastianto (2012) dalam skripsinya yang berjudul "pengaruh pembelajaran dengan pendekatan penemuan terbimbing dalam setting pembelajaran kooperatif tipe team-asssisted individualization (TAI) terhadap peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VII MTs P Dipenegoro Salaman Magelang tahun pelajaran 2012/2013 materi pokok faktorisasi suku aljabar”. Dari hasil posttest diperoleh hasil pemahaman konsep yang meningkat

pada kelas eksperimen. Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan

terlampauinya 4 dari 7 indikator pemahaman konsep. Sedangkan pada kelas kontrol, hanya satu indikator yang terlampaui. Itu menunjukkan bahwa pembelajaran pada kelas eksperimen membawa perubahan terhadap peningkatan pemahaman konsep siswa. Sedangkan pembelajaran pada kelas kontrol kurang.

4) Aini (2012) meneliti tentang efektifitas model pembelajaran kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Team Assisted

(23)

18

Individualzation (TAI) ditinjau dari pemahaman konsep matematika siswa SMP pada materi faktorisasi suku aljabar. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa : 1) model pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika peserta didik; 2) model pembelajaran kooperatif tipe TAI efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematika perta didik; 3) model pembelajaran kooperatif tipe TAI tidak lebih efektif dibandingkan dengan model kooperatif tipe STAD ditinjau dari pemahaman konsep matematika peserta didik. Penelitian ini menggunakan 5 indikator pemahaman konsep.

Terlihat dari rata – rata nilai posttest kelas TAI pada indikator ke-1,2,3 dan 4 lebih tinggi daripada rata – rata kelas STAD. Kemudian pada indikator ke-5, rata – rata nilai posttest kelas STAD lebih tinggi daripada kelas TAI.

5) Maulida (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Model Penemuan Terbimbing terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 6 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2013/2014”. Melalui tes evaluasi akhir, diperoleh hasil pemahaman konsep siswa kelas eksperimen dan kontrol. Rangkuman hasil pemahaman konsep siswa kelas eksperimen dan kontrol disajikan pada tabel distribusi berikut:

Tabel Distribusi frekuensi hasil pemahaman konsep siswa kelas eksperimen dan kontrol Nilai Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Keterangan f % f % ≥ 95,00 12 41,38 2 5,88 Istimewa 80,00-94,99 8 27,59 14 41,18 Amat Baik 65,00-79,99 3 10,34 10 29,41 Baik 55,00-64,99 2 6,90 3 8,82 Cukup 40,00-54,99 2 6,90 4 11,76 Kurang

(24)

19

< 40,00 2 6,90 1 2,94 Amat Kurang

Jumlah 29 100 34 100

Bila dianalisis lebih lanjut diperoleh nilai rata-rata siswa kelas eksperimen berada pada kualifikasi amat baik, sedangkan rata-rata siswa kelas kontrol berada pada kualifikasi baik.

6) Naim (2012) melakukan penelitian tentang efektifitas pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual melalui metode teams games tournament (TGT) terhadap pemahaman konsep dan motivasi belajar siswa. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual melalui metode teams games tournament (TGT) efektif terhadap pemahaman konsep dan motivasi belajar siswa. Dilihat dari rata-rata nilai post-test kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata nilai post-test pada kelas kontrol, kemudian rata-rata skor skala motivasi kelas eksperimen lebih tinggi dari skor skala motivasi pada kelas control.

7) Wardani (2013) dalam skripsinya tentangUpaya Meningkatkan Kemampuan

Pemahaman Konsep Siswa terhadap Materi Segiempat dengan Pendekatan Matematika Realistik melalui Model Pembelajaran Group Investigation di SMP N 31 Purworejo” ditinjau dari perbandingan hasil tes, diperoleh pada siklus I hanya sebesar 9,60% atau sekitar 9 orang siswa dari 32 orang siswa yang lulus tes sedangkan pada siklus II, berjumlah 53,12% atau sekitar 17 orang dari siswa 32 orang siswa yang lulus tes. Kemudian ditinjau dari perbandingan tingkat

(25)

20

pemahaman konsep, data yang diperoleh dari hasil tes siklus I ke siklus II

menunjukkan peningkatan sebesar 4,19% yaitu dari 60,15% menjadi 64,34%.

Hal ini menunjukan secara keseluruhan pemahaman konsep siswa terhadap Materi Segiempat mengalami peningkatan dengan pendekatan matematika realistik melalui model pembelajaran Group Investigation.

8) Setiyawan (2012) melakukan penelitian tentang “Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Tutor Sebaya Dalam Kelompok Kecil”. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemahamn konsep siswa mengalami peningkatan, dapat dilihat dari peningkatan persentase rata-rata penguasaan konsep kaidah pencacahan siswa dari siklus I ke siklus II masing-masing adalah: (a) aspek mengetahui ciri-ciri suatu konsep pada siklus I adalah 75,12% dan siklus II meningkat menjadi 82,87%. (b) aspek mengenal beberapa contoh dan bukan contoh dari konsep tersebut pada siklus I adalah 56,02% dan siklus II meningkat menjadi 78.33%. (c) aspek mengenal sejumlah sifat-sifat esensinya pada siklus I adalah 72,78%dan siklus II meningkat menjadi 85,19%. (d) aspek dapat menggunakan konsep itu untuk mendefinisikan konsep lain pada siklus I adalah 57,87% dan siklus II meningkat menjadi 72,22%. (e) aspek dapat mengenal hubungan antar konsep pada siklus I adalah 71,76% dan siklus II meningkat menjadi 87,04%. (f) aspek dapat mengenal kembali konsep itu dalam berbagai situasi pada siklus I adalah 56,02% dan siklus II meningkat menjadi 78,33%. (g) aspek dapat menggunakan konsep untuk menyelesaikan masalah matematika pada siklus I

(26)

21

adalah 64,47% dan siklus II meningkat menjadi 76,50%. Kemudian berdasarkan hasil angket respons siswa, siswa memberikan respons positif terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok kecil.

9) Penelitian Hartoyo (2010) tentang upaya meningkatkan pemahaman konsep luas bangun datar melalui pendekatan kontekstual pada salah satu sekolah dasar di kabupaten pemalang menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep luas bangun datar siswa. Dilihat dari pra siklus nilai rerata siswa 65,45 dengan ketuntasan belajar siswa 36,3 %. Sedangkan pelaksanaan PTK pada siklus I nilai rerata yang didapat siswa siswa 73,9 dengan ketuntasan belajar siswa 72,7 %. Sedangkan pelaksanaan PTK pada siklus II hasil nilai rerata siswa 84,5 dan ketuntasa belajar siswa 93,9 %. Dengan demikian ketuntasan belajar siswa ada kenaikan yang signifikan.

hal senada pada studi Safrine (2012) di salah satu SMP di kabupaten Sleman mengenai efektifitas pembelajaran kontekstual ditinjau dari pemahaman konsep siswa pada materi bangun ruang sisi datar. Dilihat dari tabel rata-rata skor tiap indikator pemahaman konsep pada hasil posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol berikut ini.

Indikator pemahaman konsep

Rata-rata nilai tiap indikator

Kelas kontrol Kelas eksperimen

(27)

22

Memberikan contoh dan non contoh dari suatu konsep.

9,048387 9,457143

Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.

6,870968 7,371429

Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.

7,677419 8,428571

Memanfaatkan konsep untuk memecahkan suatu masalah.

7,193548 7,714286

Dari tabel di atas, terlihat bahwa rata-rata tiap indikator pemahaman konsep dari dari kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol.

10) Metasari (2012) meneliti pengaruh pendekatan investigasi terhadap pemahaman konsep pada topik bentuk pangkat di salah satu SMA di Rembang, dan menyimpulkan bahwa pemahaman konsep siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan investigasi lebih tinggi dari pada siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Analisis data hasil post test menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen (kelas X-1) mempunyai nilai ratarata 7,861 dengan simpangan baku sebesar 1,415; untuk skor aspek pemahaman konsep menyatakan ulang sebuah konsep 110, skor menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis 30,75; dan skor mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah 199 sedangkan pada kelas kontrol (kelas X5)mempunyai nilai rata-rata 6,892 dengan simpangan baku sebesar 1,287; untuk skor aspek pemahaman konsep menyatakan ulang sebuah konsep 89, skor menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis 30,25; dan skor mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan

(28)

23

masalah 177. Nilai tertinggi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 10, sedangkan nilai terendah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut adalah 3,54 dan 3,75.

Penelitain 1 sampai 7 mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif yang saling berbeda tipe. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Hartoyo (2010) dan Safrine (2012) menggunakan pendekatan kontekstual sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Metasari (2012) menggunakan pendekatan investigasi. Subjek penelitiannya adalah beberapa siswa SMP atau MTsN dan SMA. 6 dari 9 peneliti menggunakan metode eksperimen sedangkan sisanya menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Hasil penelitan secara umum sama yaitu menyatakan bahwa model atau pendekatan yang digunakan efektif untuk meningkatkan pemahaman matematis siswa.

Tempat dilaksanakannya penelitian bervariasi diantaranya Banjarmasin, Yogyakarta, Magelang, pemalang dan Purworejo. Para peneliti juga berasal dari berbagai universitas diantaranya Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Negeri Yogyakarta, dan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada penelitian di atas terlihat bahwa tujuh dari sepuluh penelitian yang dilakukan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kontruktivistik. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul

(29)

24

pada percakapan atau kerjasama antar individu tersebut. Implikasi dari teori Vigotsky dikehendakinya susunan kelas berbentuk kooperatif.

Hal tersebut sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa teori kontruktivistik yang merupakan dasar teori berkembangnya model pembelajaran kooperatif sehingga dianggap paling efektif untuk meningkatka pemahaman konsep matematis. Model pembelajaran tersebut dapat dilakukan baik di SD, SMP, maupun SMA. Sehingga banyak penelitain yang menggunakan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

(30)

25

BAB IV

PENUTUP

4.1 SIMPULAN

Pemahaman konsep matematik merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran matematika. Pemahaman konsep matematik juga merupakan landasan penting untuk menyelesaikan persoalan-persoalan matematika maupun persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari.

Cara yang efekif untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa adalah dengan mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif, pendekatan kontekstual dan pendekatan investigasi dalam pembelajaran matematika tersebut.

Model pembelajaran kooperatif paling umum digunakan karena diangap paling efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

4.2 SARAN

Sebaiknya perlu dilakukan penelitian yang menggunakan model pembelajaran kooperatif, pendekatan kontekstual dan pendekatan investigasi lainnya dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Hal tersebut dilakukan agar dapat membandingkan hasil

(31)

26

penelitian yang sudah ada sehingga dapat dipastikan model pembelajaran tersebut efektif meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, A. I. N. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Divisions (Stad) dan Team-Assisted Individualization (Tai) Ditinjau Dari Pemahaman Konsep Matematika Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 3 Wonosari pada Materi Faktorisasi Suku Aljabar. Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses melalui http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/985/43/180. Pada tanggal 4 Maret 2014.

Aji, W. R. 2013. Komparasi Metode Penemuan Terbimbing dalam Setting Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai dan Metode Ekspositori Terhadap Pemahaman Konsep. Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Negeri

(32)

27

http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/5039/43/560. Pada tanggal 4 Maret 2014.

Dafril, A. 2011. Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme Terhadap Peningkatan Pemahaman Matematika Siswa. Palembang: Prosiding PGRI. Hlm. 795-796.

Dahar, R. W. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung. Erlangga.

Dewiatmini, P. 2010. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika pada Pokok Bahasan Himpunan Siswa Kelas VII A SMP Negeri 14 Yogyakarta dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD). Skripsi Sarjana. Diakses melalui http://eprints.uny.ac.id/2118/1/pramita_dewiatmini.pdf. Pada tanggal 1 Maret 2014.

Ditjen PMPTK. 2008. Kriteria dan Indikator Keberhasilan Pembelajaran. Jakarta: Direktur Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK.

Hartoyo. 2010. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Luas Bangun Datar melalui Pendekatan Kontekstual pada Siswa Kelas IV SDN Kalisaleh Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang. Diakses melalui http://eprints.uns.ac.id/6368/1/139111108201003151.pdf. Pada tanggal 5 Maret 2014.

Kusumaningtyas, I. H. 2011. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika melalui Pendekatan Problem Posing dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) pada Siswa Kelas Bilingual VIII C SMP N 1 Wonosari. Diakses melalui http://eprints.uny.ac.id/1911. Pada tanggal 2 Maret 2014.

Lestari, A.C.R. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Posing Tipe Post Solution Posing Terhadap Peningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VII SMP Terpadu Ma’arif Muntilan. Skripsi Sarjana. Diakses

(33)

28

melalui http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/3661/43/418. Pada tanggal 4 Maret 2014.

Maulida, T. 2014. Pengaruh Model Penemuan Terbimbing Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Viii Smp Negeri 6 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi Sarjana. Universitas Lambung Mangkurat. Tidak dipublikasikan.

Megawati. 2014. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada Pemecahan Masalah Matematika di Kelas VIII SMP Negeri 1 Gambut Tahun Pelajaran 2013-2014. Skripsi Sarjana. Universitas Lambung mangkurat. Tidak dipublikasikan.

Metasari, D. R. 2012. Pengaruh Pendekatan Investigasi terhadap Pemahaman Konsep pada Topik Bentuk Pangkat Siswa SMA N 1 Pamotan Rembang. Jurnal pendidikan matematika universitas negeri Yogyakarta. Diakses melalui http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/5577/43/604. Pada tanggal 5 Maret 2014.

Naim, I. 2012. Efektifitas Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual melalui Metode Teams Games Tournament (TGT) terhadap Pemahaman Konsep dan Motivasi Belajar Siswa. Skripsi Sarjana. Diakses melalui http://digilib.uin-suka.ac.id/8076. Pada tanggal 4 Maret 2014.

NCTM (The National Council of Teacher of Mathematics). (2000). Principle and standards for school mathematics. Reston VA: NCTM.

Ningsih, I. W. 2010. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep dalam Matematika Siswa melalui Model Siklus Belajar (Learning Cycle) dengan Media LKS di SMP Negeri 2 Depok, Sleman. Diakses melalui http://eprints.uny.ac.id/1853. Pada tanggal 3 Maret 2014.

(34)

29

Nuraeni, Y.2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Tipe The Power Of Two untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa Mts.Skripsi Sarjana. Diakses melalui http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/files/2013/01/Yeyen-Nuraeni.pdf. Pada tanggal 4 Maret 2014.

Nurfarikhin, F. 2010. Hubungan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Penalaran dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung Peserta Didik Kelas IX MTS NU 24 Darul Ulum Pidodo Kulon Patebon Kendal. Skripsi Sarjana. Diakses melalui http://i library.walisongo.ac.id/digilib/download.php?id=21195. Pada tanggal 1 Maret 2014.

Paul Suparno. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidika, (Yogyakarta: Kanisius. 1997)

Purniati, T., K. Yulianti dan R. Sispiyati. 2009. Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Mahasiswa Kapita Selekta Matematika. Jurnal Penelitian Vol. 9 No. 1 April 2009. Dapat diakses melalui http://jurnal.upi.edu/file/Tia_Purniati.pdf. Pada tanggal 4 Maret 2014.

Sari, A. 2011. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa tentang Persamaan Linear Satu Variabel Menggunakan Model Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (Tgt) dengan Pendekatan Kontekstual di Kelas VII E MTS Negeri Mulawarman Banjarmasin Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi sarjana. Universitas Lambung Mangkurat. Tidak dipublikasikan.

Safrine, D. P. 2012. Efektivitas Pembelajaran Kontekstual ditinjau dari Pemahaman Konsep Siswa Smp N 1 Ngaglik, Sleman, Yogyakarta pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar. Jurnal Pendidikan Matematika

(35)

30

http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/243/43/180. pada tanggal 5 Maret 2014.

Setiawati, E. 2008. Bahasa Indonesia Keilmuan dalam Karya Tulis Ilmiah. Malang. Surya Pena Gemilang.

Setiyawan, A. 2012. Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika Siswa melalui Model Pembelajaran Tutor Sebaya dalam Kelompok Kecil. Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses melalui http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/983/43/180. Pada tanggal 4 Maret 2014.

Tim Dosen Jurusan Pendidikan MIPA FKIP – Unlam, Banjarmasin. 2013. Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah. Jurusan PMIPA FKIP – Unlam, Banjarmasin. Tim MKPBM. 2001. Strategi Belajar Mengajar Kontemporer. Universitas

Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.

Wardani, D.A. 2013. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa terhadap Materi Segiempat Dengan Pendekatan Matematika Realistik melalui Model Pembelajaran Group Investigation di SMP N 31 Purworejo. Jurnal Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses melalui http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/3856/43/418. Pada tanggal 4 Maret 2014.

(36)

Referensi

Dokumen terkait

Karena lebih sering berinteraksi dengan komunitas mereka, perempuan mengalami ketegangan (anxiety) selama interaksi yang disebabkan oleh adanya perasaan asing dan

Dalam pelaksanaannya untuk membuat segi-segi nberaturan, kepala pembagi universal dapat digunakan untuk pembagian langsung.Namun apabila pembagian tidak dapat dilakukan

Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan mendalami kewajiban seorang suami yang muallaf, penulis akan menuangkan pemikiran dalam

Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui strategi komunikasi pemasaran yang diterapkan oleh Radio Smart FM Makassar dalam meningkatkan jumlah pengiklan; (2)

Pokok permasalahan penelitian ini adalah mengetahui bentuk komunikasi sosial anak jalanan terhadap lingkungan sekitarnya baik sesama anak jalanan maupun terhadap

Berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU Kepailitan, ada dua kemungkinan yang terjadi terhadap nasib pekerja/buruh apabila perusahaan dinyatakan pailit, pertama pengusaha yang kewenangannya

THE USE OF MIND MAPPING IN IMPROVING STUDENTS’ READING COMPREHENSION ABILITY (A Quasi-Experimental Research at One Vocational High School in Bandung).. Universitas

Anda hanya menyorot opsi [I]nstall jika ingin menginstal atau meng- upgrade paket software, opsi [R]emove jika ingin menghapus sebuah software dari sistem, opsi [C]onfig