• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelainan Fungsi Sistem Hemostasis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kelainan Fungsi Sistem Hemostasis"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Erika Fitrianti (I11110046) Erika Fitrianti (I11110046) Kelainan Fungsi Hemostasis Kelainan Fungsi Hemostasis

Kelainan pada setiap faktor yang terlibat dalam proses hemostasis baik kelainan kwantitatif  Kelainan pada setiap faktor yang terlibat dalam proses hemostasis baik kelainan kwantitatif  maupun kwalitatif dapat mengakibatkan gangguan hemostasis. Derajat gangguan hemostasis sesuai maupun kwalitatif dapat mengakibatkan gangguan hemostasis. Derajat gangguan hemostasis sesuai dengan derajat kelainan faktor hemostasis sendiri. Pada beberapa kasus, tidak disadari adanya kelainan dengan derajat kelainan faktor hemostasis sendiri. Pada beberapa kasus, tidak disadari adanya kelainan  bahkan

 bahkan baru baru diketahui diketahui setelah setelah secara secara kebetulan kebetulan dilakukan dilakukan pengujian pengujian hemostasis hemostasis untuk untuk keperluan keperluan lain,lain, misal

misalnya nya sebagasebagai i pemerpemeriksaan prabedah, tindakan iksaan prabedah, tindakan obsteobstetriktrik, , dan dan lain-lain-lain. Gejala lain. Gejala yang yang membamembawawa seora

seorang ng penderpenderita memeriksaita memeriksakan kan diri biasanya perdarahadiri biasanya perdarahan n tidak wajar atau tidak wajar atau adanya perdarahaadanya perdarahan n bawahbawah kulit yang timbul berulang kali secara spontan. Saat mulainya gejala perdarahan sering memberikan kulit yang timbul berulang kali secara spontan. Saat mulainya gejala perdarahan sering memberikan  petunjuk

 petunjuk kearah kearah diagnosis. diagnosis. Perdarahan Perdarahan yang yang berulang-ulang berulang-ulang sejak sejak kecil kecil menunjukkan menunjukkan kemungkinankemungkinan kel

kelainainan an kongkongenienitaltal, , sedsedangkangkan an bilbila a terterjadjadi i menmendaddadak ak ataatau u pada pada oraorang ng dewdewasa asa biabiasansanya ya kelkelainainanan sekunder atau didapat.

sekunder atau didapat.

Kelainan hemostasis biasanya digolongkan sesuai patogenesis, yaitu: Kelainan hemostasis biasanya digolongkan sesuai patogenesis, yaitu:

1.

1. kekelalaininan an vavaskskululer er  2.

2. kekelalaininan tran tromombobosisitt 3.

3. kelkelainainan san sisistem tem pempembekubekuan an dardarahah

A.

A. PendekaPendekatan tan diagnosdiagnostik tik gangguagangguan pern perdarahadarahann Seba

Sebagaigaimanmana a dikdiketaetahui hui ganggangguaguan n perperdardarahaahan n dapdapat at disdisebaebabkabkan n oleoleh h kelkelainainan an vasvaskulkuler,er, tr

tromombobosisit t atatau au sisiststem em pepembmbekekuauan n dadararah. h. TaTandanda-t-tananda da tetertrtenentu tu yanyang g spspesesififik ik dapdapat at memembmbantantuu menentukan penyebab gangguan perdarahan. Tanda-tanda tersebut dapat dibagi atas 2 kelompok, yaitu menentukan penyebab gangguan perdarahan. Tanda-tanda tersebut dapat dibagi atas 2 kelompok, yaitu tanda-tanda yang lebih sering dijumpai pada kelainan vaskuler dan trombosit, sedangkan kelompok  tanda-tanda yang lebih sering dijumpai pada kelainan vaskuler dan trombosit, sedangkan kelompok  lainnya yaitu tanda-tanda yang lebih sering dijumpai pada gangguan pembekuan darah, seperti terlihat lainnya yaitu tanda-tanda yang lebih sering dijumpai pada gangguan pembekuan darah, seperti terlihat  pada tabel dibawah ini.

 pada tabel dibawah ini.

T

Taannddaa--ttaannddaa KKeellaaiinnaan n ppeemmbbeekkuuaan n ddaarraahh KKeellaaiinnaan n vvaasskkuulleer r aattaauu trombosit

trombosit P

Peetteecchhiiaaee JJaarraanngg KKhhaass H

Heemmaattoommaa KKhhaass JJaarraanngg E

Ekkhhiimmoossiiss BBeessaar r ddaan n ssoolliitteerr KKeecciil l ddaan n mmuullttiippeell H

Heemmaarrtthhrroossiiss KKhhaass JJaarraanngg D

Deellaayyeed d bblleeeeddiinngg SSeerriinngg JJaarraanngg P

Peerrddaarraahhaan n ddaarri i lluukkaa  permukaan

 permukaan

S

Seeddiikkiitt TTeerruus s mmeenneerruus s sseerriinngg  banyak 

 banyak 

(2)

 pada pria wanita Riwayat keluarga positif Sering jarang

 Kelainan vaskuler atau trombosit  sering disebut kelainan  purpura karena gejala perdarahan  pada kulit dan mukosa. Petechiae merupakan tanda spesifik untuk kelainan vaskuler atau trombosit dan  jarang dijumpai pada kelainan pembekuan darah. Lesi ini merupakan perdarahan kapiler kecil, munculnya sekaligus dalam jumlah banyak begitu pula menghilangnya. Pada kelainan purpura,  petechiae sering dijumpai bersama ekhimosis superfisial yang multipel.

Pada kelainan pembekuan darah, tanda yang karakteristik adalah hematoma yang besar. Hematoma tersebut dapat timbul spontan atau setelah trauma ringan. Hemarthrosis adalah perdarahan kedalam rongga sendi dan merupakan gejala yang diagnostik untuk kelainan pembekuan darah yang  bersifat bawaan. Sering tanpa perubahan warna kulit, sehingga gejalanya seperti artritis.

Pada orang dengan gangguan perdarahan, bila mengalami trauma perdarahan yang terjadi lebih  banyak dan berlangsung lebih lama dari pada orang normal. Pada kelainan pembekuan darah, mulainya proses perdarahan sering terlambat (delayed bleeding ). Setelah trauma, perdarahan dapat  berhenti selama beberapa jam, tetapi kemudian timbul perdarahan yang tidak dapat dihentikan dengan

vasokonstriktor. Penghentian perdarahan yang sementara disebabkan trombosit dapat membentuk  sumbat hemostatik.

Pada kelainan trombosit atau vaskuler, perdarahan terjadi segera setelah trauma. Walaupun darah yang keluar tidak sebanyak pada kelainan pembekuan darah, tetapi dapat berlangsung lama sampai berhari-hari. Perdarahan spontan seperti menorhagia, metrorhagia, hematuria, hematemesis, melena dan epistaksis dapat terjadi pada kelainan purpura maupun kelainan pembekuan darah, sedangkan hemoptisis jarang terjadi karena gangguan perdarahan.

Pada kelainan bawaan gejala perdarahan biasanya mulai tampak sejak bayi atau masa anak-anak  dan pada anamnesa dijumpai riwayat keluarga yang positif. Pada pemeriksaan laboratorium sering kali dijumpai kekurangan salah satu faktor pembekuan. Pada kelainan pembekuan darah yang didapat, gejala perdarahan tidak seberat kelainan bawaan, sifatnya multipel dan gambaran kliniknya sering didominasi penyakit primernya. Pada anamnesa perlu ditanyakan tentang obat-obatan yang diminum, karena banyak obat yang menyebabkan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit atau kelainan vaskuler.

(3)

B. Kelainan vaskuler 

Perdarahan abnormal dapat terjadi akibat berbagai kelainan sistem vaskuler baik herediter  maupun didapat. Kelainan ini merupakan penyebab perdarahan yang paling sering dijumpai di klinik. Biasanya merupakan perdarahan kulit ringan dan berlangsung kurang lebih 48 jam.

Penyebab kelainan ini bisa karena:

• struktur pembuluh darah yang abnormal • adanya proses radang atau reaksi imun •  jaringan perivaskuler yang abnormal.

Pemeriksaan laboratorium:

• masa perdarahan mungkin memanjang atau normal •  percobaan pembendungan bisa positif atau negatif  •  pemeriksaan lainnya normal

a. Kelainan vaskuler yang bersifat herediter: 1. Hereditary hemorrhagic telangiectasia

Penyakit ini diturunkan secara autosom dominan. Pada penyakit ini dinding kapiler dan arteriol hanya terdiri dari lapisan endotel yang tipis, sehingga terjadi pelebaran dan mudah berdarah. Karena tidak dapat berkontraksi dengan baik maka perdarahan sering berlangsung lama. Kelainan ini sering terlihat pada kulit dan mukosa mulut serta hidung. Gejala yang sering dijumpai adalah epistaksis. Pada  penyakit ini, percobaan pembendungan dan masa perdarahan biasanya normal.

2.  Ehlers-Danlos syndrome dan Osteogenesis imperfecta merupakan akibat kelainan jaringan kolagen sedang  Pseudoxantoma elasticum adalah kelainan jaringan elastin. Pada penyakit- penyakit ini, fragilitas vaskuler meningkat sehingga sering terjadi perdarahan yang merupakan  penyulit dalam klinik.

 b. Kelainan vaskuler yang didapat: 1. Henoch Schonlein Syndrome

Kelainan ini dasarnya adalah reaksi hipersensitivitas yang menimbulkan peradangan akut yang meluas pada kapiler dan arteri kecil. Hal ini mengakibatkan permiabilitas vaskuler meningkat sehingga terjadi perdarahan ke jaringan.

Secara klinik tampak sebagai keadaan akut yang ditandai dengan macular rash, purpura, sakit sendi, sakit perut dan hematuria. Purpura terutama dijumpai pada daerah punggung, pantat, siku, tungkai dan kaki. Penyakit ini bersifat self limited dan biasanya terjadi pada anak walaupun dapat

(4)

dijumpai pada orang dewasa. Sering kali menyertai infeksi saluran nafas bagian atas oleh streptokok   beta hemolitikus grup A atau setelah minum obat-obat tertentu.

2. Purpura senilis

Kelainan ini dijumpai pada orang berusia lanjut. Purpura biasanya dijumpai pada bagian ekstensor lengan dan tangan. Kulit pada tempat yang terkena bersifat tidak elastik, halus dan licin karena degenerasi dan kehilangan jaringan kolagen, elastin dan lemak.

3. Purpura kortikosteroid 

Purpura sering dijumpai pada penyakit Cushing dan penderita yang mendapat kortikosteroid dosis tinggi dalam waktu lama. Dasarnya adalah karena kehilangan jaringan subkutan yang merupakan  jaringan penunjang pembuluh darah.

4. Purpura simpleks

Kelainan ini sering dijumpai pada wanita dalam masa menstruasi dan tampak sebagai lebam kebiruan pada kulit. Penyebabnya tidak jelas, mungkin karena peningkatan fragilitas pembuluh darah di kulit. Tidak dijumpai kelainan baik pada masa perdarahan maupun percobaan pembendungan.

5. Scurvy

Penyebabnya adalah kekurangan vitamin C yang mengakibatkan gangguan pembentukan kolagen. Akibatnya fragilitas vaskuler meningkat dan gambaran kliniknya adalah petekhiae dan ekhimosis. Biasanya petekhiae bersifat perifolikuler, yaitu sekitar folikel rambut. Masa perdarahan  biasanya memanjang dan percobaan pembendungan positif.

6. Purpura karena obat-obatan

Beberapa obat-oabatan dapat menimbulkan purpura dan gejalanya menghilang setelah  pemakaian obat dihentikan. Patofisiologinya tidak jelas, kemungkinan dasarnya idosinkrasi individual.

7. Puprura karena infeksi

Bebarapa penyebab infeksi seperti virus, riketsia, meningkokus dan toksin bakteri dapat menyebabkan kerusakan endotel vaskuler. Pada endokarditis bakterial purpura disebabkan emboli pada mikrovaskuler. Pada beberapa keadaan terjadi juga trombositopenia dan disseminated intravascular  coagulation.

8. Purpura mekanik 

Kontraksi otot yang berlebihan seperti pada pertusis dan kejang-kejang akan meningkatkan tekanan intrakapiler sehingga terjadi ekstravasasi darah. Purpura dijumpai pada daerah leher, kepala dan ekstremitas atas. Purpura ortostatik yang timbul karean mekanisme yang sama adalah purpura dikaki pada orang yang berdiri terlalu lama.

(5)

9. Purpura yang dihubungkan dengan paraproteinemia

Kerusakan vaskuler merupakan akibat langsung atau tidak langsung dari protein abnormal. Hal yang sama juga terjadi pada cryoglobulin dan macroglobulinemia waldenstrom’s.

C. Kelainan Trombosit

Kelainan trombosit dapat bersifat:

• Kelainan kwantitatif atau kelainan jumlah • Kelainan kwalitatif atau kelainan fungsi

Kelainan jumlah trombosit

Kelainan jumlah trombosit ada dua macam:

• Trombositopenia • Trombositosis

1. Trombositopenia

Adalah suatu keadaan dimana jumlah trombosit kurang dari normal, hal ini dapat disebabkan oleh:

a. Produksi yang berkurang

Keadaan ini dapat disebabkan karena jumlah megakariosit dalam sumsum tulang berkurang atau trombopoiesis inefektif. Jumlah megakariosit dalam sumsum tulang berkurang misalnya pada anemia aplastik, leukemia atau bila jaringan sumsum tulang diganti oleh jaringan tumor. Trombopoiesis yang inefektif terjadi pada anemia megaloblastik.

b. Destruksi yang meningkat

Peningkatan destruksi trombosit dapat dijumpai pada:

•  Idiopathic thrombocytopeniac purpura (ITP) •  Drug induced thrombocytopenia

Beberapa obat-obatan antara lain antara lain quinine, quinidine dan stibophen dapat menimbulkan trombositopenia. Mekanisme terjadinya trombositopenia adalah mula-mula obat  berfungsi sebagai hapten akan mengikat protein. Kompleks obat-protein ini bersifat antigen sehingga dapat merangsang pembentukkan antibodi. Bila obat tersebut diberikan lagi maka antibodi akan  bergabung dengan antigen membentuk kompleks imun yang akan melekat pada trombosit . Selanjutnya

trombosit yang dikati kompleks imun ini akan dihancurkan di RES.

(6)

Belum pernah dilaporkan adanya antibodi yang alamiah terhadap isoantigen trombosit. Antibodi imun terhadap isoantigen trombosit disebabkan oleh transfusi atau oleh sel janin yang masuk  ke peredarang darah ibu yang dijumpai pada post transfusion purpura (PTP) dan isoimmune neonatal throbocytopenia (INT).

Patofisiologi trombositopenia pada PTP belum jelas. Sedangkan pada INT karena trombosit  bayi yang telah disensitisasi akan disekuestrasi di limpa.

•  Disseminated intravascular coagulation

Pembekuan darah di dalam pembuluh darah dapat dirangsang oleh adanya kerusakan endotel atau masuknya zat yang bersifat tromboplastin jaringan . Pada proses ini trombosit banyak terpakai sehingga trombosit yang beredar akan berkurang. (akan dibicarakan lebih lanjut pada bagian akhir  kuliah)

• Thrombotic thrombocytopenia purpura

Pada keadaan ini, oleh mekamnisme yang belum jelas trombosit beragregasi membentuk  mikrotrombus yang akan menimbulkan sumbatan pada mikrovaskuler sehingga organ-organ mengalami iskemia. Akibat pemakaian yang meningkat, terjadi trombositopenia dengan gejala purpura.

c. Pooling trombosit yang meningkat

Pada keadaan normal kira-kira 1/3 dari jumlah trombosit mengalami sekuestrasi di limpa. Pada keadaaan yang disertai splenomegali, trombosit yang mengalami sekuestrasi di dalam limpa meningkat, sehingga jumlah trombosit yang beredar berkurang. Pada keadaan ini destruksi trombosit juga meningkat.

2. Trombositosis

Trombositosis adalah keadaan dimana jumlah trombosit dalam darah meningkat. Hal ini dapat terjadi karena proses fisiologik atau patologik. Trombositosis fisiologik terjadi setelah pemberian epinefrin atau setelah kerja jasmani.

Trombositosis patologik berdasarkan mekanismenya dapat dibedakan atas:

-

trombositosis primer 

-

trombositosis sekunder.

Trombositosis Primer 

(7)

ombositemia. Pada penyakit ini terjadi proliferasi abnormal dari megakariosit, sehingga termasuk  golongan “myeloproliferative disorders”.

Manifestasi kliniknya adalah perdarahan dan trombosis. Mekanisme terjadinya perdarahan mungkin akibat kelainan fungsi trombosit, sedang trombosis mungkin merupakan konsekuensi  peningkatan jumlah trombosit.

Gejala yang sering adalah epistaksis dan  perdarahan gastrointestinal.Trombosis dapat mengenai vena maupun arteri. Gejala lain adalah splenomegali.

Pemeriksaan laboratorium dijumpai jumlah trombosit lebih dari 1.000.000/µL dengan

morfologi yang abnormal. Jumlah trombosit yang sangat tinggi dapat menimbulkan  pseudohiperkalemia. Dapat dijumpai anemia karena perdarahan kronis dan jumlah leukosit meningkat.

Pada sumsum tulang dijumpai hiperplasia megakariosit.

Trombositosis sekunder 

Trombositosis sekunder disebut juga trombositosis reaktif. Keadaan ini biasanya asimptomatik  dan responsif bila penyakit primernya diobati. Jumlah trombosit biasanya kurang dari 1000.000/µL.

Morfologi dan fungsi trombosit biasanya normal. Trombositosis sekunder dapat terjadi setelah splenektomi, pada keadaan dengan peningkatan hematopoiesis seperti pada anemia hemolitik dan setelah perdarahan akut, pada kehamilan dan berbagai peradangan akut maupun kronik.

Kelainan fungsi trombosit

Kelainan fungsi trombosit dapat bersifat:

-

herediter 

-

didapat

Kelainan fungsi trombosit yang herediter 

Beberapa kelainan fungsi trombosit herediter sperti: 1. Trombastenia

Disebut juga Glanzmann’s thrombasthenia. Penyakit ini diturunkan secara autosom dominan. Diduga penyebabnya adalah kekurangan glikoprotein IIb dan IIIa dan fibrinogen dari trombosit.

Gejala:

-

epistaksis

-

menorrhagia

-

 perdarahan gusi

(8)

-

ekimosis

Pemeriksaan laboratorium:

-

Jumlah dan morfologi trombosit normal

-

Masa perdarahan memanjang

-

Retraksi bekuan abnormal

-

Adhesi trombosit abnormal

-

Agregasi trombosit terhadap ADP, kolagen, trombin abnormal kecuali terhadap ristosetin.

2. Sindroma Bernard Soulier 

Kelainan ini juga diturunkan secara autosom dominan. Diduga kelainan ini akibat adanya kekurangan glikoprotein Ib pada memberan trombosit. Gejala berupa perdarahan kulit dan mukosa seperti epistaksis, menorrhagia dan perdarahan traktus gastrointestinalis.

Pada pemeriksaan laboratorium, dijumpai trombositopenia derajat sedang dengan trombosit yang besar. Masa perdarahan memanjang tetapi retraksi bekuan normal. Agregasi trombosit terhadap ADP, epinefrinn, kolagen dan trombin normal, tetapi terhadap ristosetin abnormal. Gangguan agregasi terhadap ristosetin ini tidak dapat diperbaiki dengan penambahan plasma normal maupun faktor VIII .

3. Penyakit Von Willebrand’s

Penyakit ini diturunkan secara autosom dominan. Gangguan perdarahan biasanya mulai sejak  masa anak-anak dan menjadi lebih ringan setelah pasien dewasa. Gejala perdarahan pada kulit dari ringan sampai berat. Pemeriksaan laboratorium, masa perdarahan memanjang, adhesi trombosit terganggu, agregasi terhadap ristosetin abnormal, aktivitas F VIII berkurang.

Penyebab pada kelainan ini adalah adanya klekurangan faktor von Willebrand’s yang dibentuk  oleh sel endotel dan diperlukan pada proses adhesi trombosit. Faktor ini juga berfungsi sebagai protein  pembawa F VIII, karena itu pada penyakit ini aktivitas F VIII juga berkurang.

4. Gangguan reaksi penglepasan

Gangguan ini mungkin disebabkan oleh berkurangnya ADP di pool penyimpanan atau ketidak  mampuan untuk penglepasan ADP. Pada penyakit ini, jumlah trombosit normal, masa perdarahan memanjang, retraksi bekuan normal, pada agregasi terhadap ADP tidak dijumpai gelombang kedua. Kekurangan ADP di dalam pool penyimpanan dapat dijumpai pada sindroma Hermansky-Pudlak, Sindroma Wiskott-Aldrich dan Sindroma absent radii dengan trombositopenia.

Kelainan fungsi trombosit yang didapat Keadaan ini bisa terdapat pada:

(9)

a. Gangguan mieloproliferatif 

Pada gangguan mieloproliferatif seperti mielofibrosis, trombositemia dan polisitemia vera. Penyebabnya karena aktivitas Pf 3 berkurang, keadaan ini disebut thrombopathy.

b. Uremia

Pada uremia di dalam darah terdapat peningkatan phenolic acid dan guanidinosuccinic acid yang menganggu fungsi trombosit.

c. Paraproteinemia

Pada paraproteinemia, trombosit diliputi oleh protein abnormal sehingga aktivitas Pf 3, fungsi adhesi dan agregasi terganggu.

d. Peningkatan FDP 

FDP adalah hasil pemecahan fibrin atau fibrinogen oleh plasmin. FDP ini diserap oleh  permukaaan trombosit sehingga bersaing dengan fibrinogen yang diperlukan sebagai kofaktor pada  proses agregasi trombosit terhadap ADP. Peningkatan FDP menyebabkan gangguan agregasi terhadap

ADP dan reaksi penglepasan. e. Obat-obatan

Obat-obatan yang mengganggu fungsi trombosit antara lain adalah aspirin dan obat anti inflamasi seperti fenibutason dan indometazin. Obat-obatan ini menghambat pembentukan  prostaglandin PGG2 dan PGH2 sehingga pembentukan tromboksan A2 juga dihambat akibatnya fungsi

agregasi dan reaksi penglepasan akan dihambat. D. Kelainan faktor pembekuan

Kelainan yang bersifat bawaan

Pada umumnya merupakan kekurangan dari satu faktor pembekuan darah. Berdasarkan cara diturunkannya kelainan ini dapat dikelompokkan menjadi:

I. X-linked resesif :

-

Hemofilia A

-

Hemofilia B

II. Autosom dominan:

-

Penyakit von Willebrand’s

-

Dysfibrinogenemia

III. Autosom resesif:

-

afibrinogenemia, hipofibrinogenemia

-

defisisiensi protrombin

(10)

-

defisiensi F V

-

defisiensi F VII

-

defisiensi F X

-

defisiensi F XI

-

defisiensi F XII

-

defisiensi F XIII a. Hemofilia A

Kelainan ini merupakan kelainan pembekuan darah bersifat bawaaan yang paling sering dijumpai. Kelainan ini diturunkan secara X-linked recessive, jadi gen yang abnormal terletak pada kromosom X. Oleh karena itu gejala klinik tampak pada laki-laki, sedang wanita merupakan carrier. Pada wanita gejala klinik tampak bila homozigot atau kedua kromosomnya abnormal. Jadi bila ibu carrier dan bapaknya penderita hemofilia anak perempuannya kemungkinan dapat menderita hemofilia.

Selama bertahun-tahun diduga bahwa hemofilia disebabkan kekurangan F VIII, tetapi kemudian diketahui bahwa hemofilia juga mungkin terjadi akibat gangguan fungsi F VIII. Pada  pemeriksaan secara imunologik untuk mendeteksi F VIII pada penderita hemofilia mungkin

diperoleh hasil positif atau negatif. Penderita hemofilia yang memberikan hasil positif disebut Cross Reacting Material positif (CRM +). Hal ini menunjukkan bahwa pada penderita tersebut dapat dideteksi F VIII, jadi penyebab penyakitnya adalah gangguan fungsi F VIII. Sedang yang memberi hasil negatif atau Cross Reacting Material negatif (CRM -), menunjukkan bahwa F VIII tidak dapat dideteksi.

Hematoma mulai terlihat setelah anak aktif bergerak. Gejala yang khas adalah perdarahan dalam rongga sendi atau hemarthrosis, hematoma yang luas. Hemarthrosis sering mengenai sendi lutut dan dapat mengakibatkan ankilosis.

Berdasarkan beratnya gejala klinik dan aktivitas F VIII, hemofilia dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan.

• Hemofilia berat , aktivitas F VIII kurang dari 2 % dan perdarahan spontan yang berat dapat

timbul pada usia anak-anak.

• Hemofilia sedang , aktivitas F VIII berkisar antara 2 – 5 %. Perdarahan spontan dan

hemarthrosis jarang tetapi dapat terjadi perdarahan berat setelah trauma ringan.

• Hemofilia ringan, aktivitas F VIII berkisar antara 5 – 20 % dan perdarahan biasanya terjadi

(11)

• Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium akan diperoleh masa tromboplastin

 parsial teraktivasi (APTT) memanjang. Masa pembekuan darah hanya memanjang bila aktivitas F VIII kurang dari 1 %. Pada pemeriksaan thrombopalstin generation test hasilnya abnormal bila dipakai plasma dari penderita, sedangkan dengan serum penderita hasilnya normal. Pemeriksaan masa protrombin plasma dan masa trombin hasilnya normal. Pada  penetapan aktivitas F VIII akan diperoleh hasil yang rendah.

• Prinsip pengobatan: Pemberian F VIII yang dapat berasal dari  Fresh Frozen Plasma atau

Cryoprecipitate atau dalam bentuk lyophilized .

b. Hemofilia B. (Christmas Disease)

Dibandingkan dengan hemofilia A, kelainan ini lebih jarang ditemukan. Kelainan ini juga diturunkan secara X-linked recessive dan gambaran kliniknya mirip Hemofilia A. Seperti hemofilia A, penyakit ini ada yang disebabkan gangguan fungsional F IX (CRM +) dan ada yang karena defisiensi F IX (CRM -).

Pada pemeriksaan laboratorium juga dijumpai masa tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang, masaprotrombin plasma dan masa trombin normal. Untuk membedakan dengan hemofilia A dilakukan pemeriksaan Thromboplastin Genetation Test(TGT). Pada Hemofilia B, TGT berhasil abnormal bila dipakai serum penderita.

c. Penyakit Von Willebrand’s

Kelainan ini diturunkan secara autosom dominan. Penyebabnya adalah kekurangan faktor  von Willebrand’s. Faktor ini dibentuk di sel endotel dan megakariosit dan merupakan protein carrier bagi F VIII, sehingga pada penyakit ini, F VIII juga kurang. Faktor von Willebrand’s  berperan pada proses adhesi trombosit, karena itu pada penyakit ini terdapat gangguan fungsi

adhesi.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan masa perdarahan memanjang, adhesi trombosit abnormal, agregasi trombosit terhadap ristocetin abnormal dan masa tromboplastin parsial teraktivasi memanjang.

d. Dysfibrinogenemia

Kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan dan meliputi bermacam-macam fibrinogen abnormal yang diberi nama menurut kota tempat pertama kali ditemukan. Pada kelainan ini kadar fibrinogen normal bila ditentukan dengan cara presipitat atau imunologik. Tetapi secara

(12)

koagulasi hasilnya abnormal. Ini disebabkan kelainan kwalitatif molekul fibrinogen yang dapat  berupa gangguan penglepasan fibrinopeptida misalnya fibrinogen Baltimore, gangguan  polemerisasi misalnya fibrinogen Detroit atau gangguan pembentukan ikatan cross link misalnya fibrinogen Oklahoma. Pada dysfibrinogenemia, hasil pemeriksaan masa trombin (TT) memanjang dan penetapan kadar fibrinogen cara Clauss memberi hasil memanjang.

e. Afibrinogenemia

Kelainan ini bersifat autosom resesif dan disebabkan pembentukan yang kurang. Fibrinogen tidak terdeteksi dengan cara elektroforesis maupun presipitasi. Fibrinogen dari trombosit juga kurang sehingga fungsi trombosit terganggu. Gejala perdarahan sudah ada sejak bayi baru lahir  yaitu dari tali pusat, juga dapat berupa perdarahan setelah trauma.

Pada pemeriksaan laboratorium, masa pembekuan darah, masa protrombin, masa tromboplastin parsial dan masa trombin sangat memanjang. Masa perdarahan juga dapat memanjang karena gangguan fungsi trombosit.

 f. Hipofibrinogenemia

Pada kelainan ini kadar fibrinogen berkisar antara 20 sampai 100 mg/dL.Perdarahan tidak   berat dan jarang.

Kelainan Pembekuan yang didapat

a. Defisiensi faktor pembekuan yang tergantung vitamin K 

Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak sehingga untuk penyerapan memerlukan garam empedu. Terdapat 2 bentuk vitamin K, yaitu:

-

Vitamin K1

-

Vitamin K2

Vitamin K1 atau phyliquinone yang terdapat pada minyak tumbuh-tumbuhan dan daun-daunan. Vitamin K2 atau menaquinon yang disintesa oleh berbagai bakteri termasuk bakteri yang ada di usus. Vitamin K berfungsi untuk karboksilasi yaitu pada tahap akhir pembentukan protrombin, F VII, IX dan X. bila terdapat kekurangan vitamin K, karboksilasi tidak terjadi sehingga yang terbentuk adalah  protein-protein yang mirip dengan protrombin, F VII, IX dan X tetapi tidak berfungsi. Protein-protein

ini disebut “protein induced by vitamin K absence or antagonist” (PIVKA). Defisiensi faktor pembekuan yang memerlukan vitamin K dapat terjadi pada:

-

Bayi baru lahir (haemorhagic disease of the newborn)

-

Obstruksi bilier 

(13)

-

Malabsorbsi vitamin K atau yang menghambat flora usus.

Pada Haemorrhagic disease of the newborn dapat disebabkan karena, kadar vitamin K dalam darah bayi baru lahir rendah sebab hanya sedikit vitamin K yang dapat melewati plasenta. Akibatnya  protrombin, F VII, IX dan X yang pembentukannya memerlukan vitamin K juga kurang, sehingga  beberapa bayi dapat mengalami perdarahan pada hari kedua atau ketiga. Selain itu pada bayi baru lahir, kemampuan hati untuk sintesa faktor pembekuan masih kurang. Disamping itu beberapa obat yang dipakai ibu selama hamil seperti antikoagulan oral dan anti konvulsan bersifat mengganggu kerja vitamin K. Untuk pencegahan dapat diberikan suntikan vitamin K 1 mg intramuskuler segera setelah lahir. Pada obstruksi bilier, garam empedu tidak dapat sampai ke usus sehingga penyerapan vitamin K  terganggu.

Protrombin, F VII, IX, dan X dibentuk di hati, sehingga pada penyakit hati sintesa faktor-faktor  tersebut terganggu. Pada pemberian obat-obat derivat coumarin, vitamin K tidak dapat berfungsi sehingga terdapat defisiensi protrombin, F VII, IX, dan X. Pemberian antibiotika yang menghambat flora usus dapat menyebabkan kekurangan vitamin K, sehingga terjadi defisiensi protrombin, F VII, IX, dan X.

b. Penyakit hati

Hampir semua faktor pembekuan dibentuk di hati, kecuali ion Ca, faktor jaringan dan F XIII. Selain faktor pembekuan, antitrombin III, protein C, protein S dan antiplasmin juga dibentuk di hati. Disamping itu hati juga berperan untuk membersihkan aliran darah dari faktor pembekuan yang aktif, FDP dan aktivator plasminogen ( clearance mechanism ).

c. Inhibitor pembekuan yang patologik (Circulating anticoagulant)

Terdapat 2 macam inhibitor pembekuan yang patologik yaitu: inhibitor spesifik, yang hanya menghambat satu jenis faktor pembekuan inhibitor nonspesifik, menghambat bukan hanya satu faktor   pembekuan.

Inhibitor spesifik, biasanya hanya menghambat satu jenis faktor pembekuan misalnya terhadap F VIII, gejala klinik disertai dengan perdarahan. Inhibitor nonspesifik menghambat lebih dari satu faktor pembekuan seperti misalnya inhibitor lupus, gejala klinik biasanya tidak disertai dengan gejala  perdarahan. Inhibitor lupus dapat menimbulkan perdarahan bila disertai dengan kelainan lain misalnya

defisiensi protrombin.

Adanya inhibitor ini akan memnyebabkan pemanjangan tes koagulasi. Untuk membedakan dengan defisiensi suatu faktor pembekuan, dilakukan mixing studies, yaitu plasma penderita dicampur  dengan plasma kontrol lalu dilakukan lagi tes koagulasi. Bila hasilnya tetap memanjang, berarti terdapat inhibitor. Sebaliknya bila hasilnya membaik, berarti terdapat defisiensi. Pada waktu

(14)

melakukan mixing studies z perlu dilakukan inkubasi, sebab ada inhibitor yang aktivitasnya dipengaruhi oleh suhu dan waktu.

d. Disseminated intravascular coagulation (DIC)

DIC adalah suatu kelainan hemostasis yang disebabkan berkurangnya faktor pembekuan dan trombosit akibat konsumsi yang meningkat. Peningkatan konsumsi ini terjadi sebagai akibat  pembentukan pembentukan bekuan-bekuan di dalam pembuluh darah kecil di seluruh tubuh. Berbagai

keadaan yang dapat mencetus DIC seperti:

-

solusio plasenta

-

kematian janin dalam kandungan

-

emboli cairan ketuban

-

sepsis

-

infeksi kuman Gram negatif 

-

infeksi virus

-

ketidak sesuaian golongan darah

-

luka bakar 

-

leukemia akut (M3)

-

trauma yang luas

-

renjatan

-

gigitan ular 

Mekanisme aktivasi sistem pembekuan darah pada DIC dapat terjadi melalui jalur intrinsik, ekstrinsik maupun melalui masuknya enzim proteolitik ke dalam darah yang dapat langsung mengaktifkan F X, protrombin maupun fibrinogen. Pembentukan bekuan akan diikuti dengan proses fibrinolisis yang akan menghasilkan D-dimer yaitu hasil pemecahan fibrin oleh plasmin. D-dimer  termasuk dalam fibrin degradation products (FDP). FDP dapat mengganggu fungsi trombosit dan faktor pembekuan darah sehingga dapat memperberat perdarahan. Adanya bekuan fibrin di dalam  pembuluh darah kecil menyebabkan eritrosit yang melewatinya akan pecah sehingga pada sediaan apus darah tepi akan dijumpai fragmentosit. DIC dapat terjadi akut atau kronik, DIC kronik bisa tgerjadi bila aktivasi terjadi sedikit-sedikit.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada DIC akut menunjukkan pemanjangan tes-tes koagulasi seperti masa trombin, masa protrombin plasma dan masa tromboplastin parsial teraktivasi dan  penurunan kadar fibrinogen dan jumlah trombosit serta peningkatan D-dimer.

(15)

Pemeriksaan laboratorium pada DIC kronik hanya didapatkan hasil D-dimer yang positif, sedangkan pemeriksaan lainnya normal. Hal ini disebabkan tubuh sudah dapat mengadakan kompensasi terhadap konsumsi yang meningkat, sehingga tidak dijumpai penurunan faktor pembekuan atau trombosit, hanya dijumpai peningkatan D-dimer.

e. Fibrinogenolisis

Fibrinogenolisis atau fibrinolisis primer adalah penghancuran fibrinogen oleh pplasmin. Hal ini dapat terjadi karena kekurangan antiplasmin untuk menetralkan plasminogen aktivator atau banyaknya  plasminogen aktivatormasuk ke peredaran darah misalnya masuknya urokinase pada operasi traktus

urinarius.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan penurunan kadar fibrinogen, F V dan VIII,  pemanjangan masa trombin, masa protrombin plasma dan masa tromboplastin parsial teraktivasi. Ditemukan pemendekan masa lisis bekuan euglobulin, peningkatanm FDP tetapi jumlah trombosit tidak menurun, fragmentosit dan D-dimer negatif.

 Dr. Marina M. Ludong, SpPK. Kelainan Fungsi Hemostasis. Bagian Patologi Klinik. Fakultas  Kedokteran Universitas Tarumanegara.

Referensi

Dokumen terkait

Input dari sensor motion sendiri dibagi menjadi 3 bagian yaitu small, medium, big yang diartikan dalam nilai berapa banyak intensitas di dalam ruangan. Data

proses pembelajaran harus diperbaiki dengan Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul “Upaya Meningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran.. Kooperatif Tipe

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

 &ir asam tambang (&&0) atau disebut /uga dengan &id 1ine Drainage (&1D) adalah air yang bersiat asam (tingkat keasaman yang tinggi) dan sering

Salah satu aspek penting penunjang kelancaran setiap program yang diusung BKKBN adalah kelancaran dalam bidang komunikasi, sementara itu pada BKKBN pusat saat ini

01 Badan Perencanaan dan Penelitian Dan Pengembangan Daerah Sub Unit Organisasi

Seperti hasil wawancara di atas dengan narasumber, penulis mengambil kesimpulan, bahwa untuk strategi promosi yang di lakukan Corporate Marketing Communication dari

Mula kerja yang cepat pada midazolam, dengan efek puncak mencapai pada 2 – 3 menit setelah pemberian, namun masa pulih sama dengan diazepam dikarenakan kedua obat memiliki