• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Mutu RS Dan Indikator Mutu Pelayanan RS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengukuran Mutu RS Dan Indikator Mutu Pelayanan RS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Online 3 : Sabtu, 7 Mei 2016

Materi : Pengukuran Mutu (Lanjutan) dan Indikator Mutu Pelayanan RS

Pendahuluan

Dalam era globalisasi seperti sekarang ini dengan jumlah rumah sakit yang semakin banyak, serta tentunya juga tingkat persaingan dan kompetisi antara rumah sakit juga terus berlangsung, setiap rumah sakit selalu dituntut untuk memberikan pelayanan yang terbaik, sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasien/pelanggannya. Dalam hal meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, salah satunya adalah rumah sakit haruslah menetapkan indikator-indikator mutu pelayanan dalam rumah sakit, yang dijadikan standar atau tolok ukur dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien/pelanggannya.

Mengukur mutu pelayanan kesehatan baik di tingkat primer seperti Puskesmas dan tingkat lanjut seperti rumah sakit memerlukan indikator mutu yang jelas. Namun menyusun indikator yang tepat tidaklah mudah. Kita perlu mempelajari pengalaman berbagai institusi yang telah berhasil menyusun indikator mutu pelayanan kesehatan yang kemudian dapat digunakan secara efektif mengukur mutu dan meningkatkan mutu.

Di bawah ini merupakan langkah-langkah yang di tetapkan dalam mengukur mutu pelayanan, yakni tetapkan:

1. INDIKATOR, tolok ukur/petunjuk, karakteristik yg dpt diukur dan dipakai. Misalnya: angka kematian ibu, angka kematian bayi, status gizi

2. KRITERIA, spesifikasi dari indikator/ sesuatu yang menunjuk tampilan nyata

3. STANDAR, keadaan ideal yang diinginkan, yang dapat diukur, dapat dicapai, wajar, sesuai keinginan, tidak membingungkan

Indikator

Berikut ini adalah beberapa pengertian Indikator:

1. Indikator adalah suatu cara untuk menilai penampilan dari suatu kegiatan dengan menggunakan instrumen (Depkes)

2. Indikator adalah variabel yang membantu kita untuk mengukur perubahan yang terjadi (WHO)

(2)

3. Indikator adalah suatu ukuran untuk menunjukkan pencapaian tingkat kinerja

4. Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur, contoh : petunjuk indikator atau tolok ukur status kesehatan antara lain adalah angka kematian ibu, angka kematian bayi, status gizi. Petunjuk atau indikator ini (angka kematian ibu) dapat diukur. Jadi indikator adalah fenomena yang dapat diukur.

Dari beberapa pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa indikator adalah sebuah variabel ukuran atau tolok ukur untuk mengetahui adanya perubahan/penyimpangan yang dikaitkan dengan target/standar yang telah ditentukan. Indikator ini menjadi sebuah tanda yang dapat menyadarkan kita bahwa akan atau terjadi penyimpangan dalam sebuah kegiatan yang dilakukan. Indikator biasanya digunakan dalam mengukur keberhasilan kinerja seseorang, kelompok atau organisasi tertentu, kinerja misi, sasaran, program, kegiatan.

Pada pelayanan kesehatan baik puskesmas ataupun rumah sakit ataupun tempat pelayanan kesehatan lainnya pelaksanaan standar pelayanan memerlukan sebuah indikator (tolok ukur). Indikator ini adalah karakteristik yang dapat diukur dan dapat dipakai untuk menentukan keterkaitan dengan standar. Indikator dibuat, dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian suatu standar pelayanan yang sudah ditetapkan. Indikator harus valid (harus dapat dipakai untuk mengukur aspek yang akan dinilai), reliabel (hasil yang diperolah selalu sama dan menunjukkan hasil yang benar pada setiap penilaian yang dilakukan berulang kali), spesifik (mampu memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas pada suatu jenis kegiatan tertentu), realistik, sensitif (peka digunakan sebagai alat pengukur), dan dapat diukur.

Indikator pelayanan kesehatan menurut Azrul Azwar, 1995 secara umum terdiri atas: 1. Indikator persyaratan minimal,

Indikator ini merujuk pada tercapai atau tidaknya standar masukan (input), indikator lingkungan, dan indikator proses. Indikator masukan merupakan tolok ukur yang menunjuk paa ukuran sumber daya manusia (tenaga pelaksana), sarana dan alat yang tersedia, serta dana (budget) yang mendukung untuk pelaksanaan kegiatan. Contohnya adalah presentase kegiatan imunisasi dimana ketersedian syringe dan jarum steril terpenuhi. Indikator lingkungan merupakan tolok ukur tentang organisasi, kebijakan dan manajemen dari organisasi pelayanan kesehatan tersebut. Sedangkan indikator proses

(3)

adalah tolok ukur yang menunjuk pada ukuran standar proses yang dimaksud. Contohnya adalah prosentase petugas yang melakukan imunisasi BCG dengan cara intradermal. 2. Indikator penampilan minimal,

Indikator penampilan minimal (output indicator) yakni tolok ukur yang berhubungan dengan keluaran dari suatu pelayanan kesehatan. Indikator ini menunjuk pada keluaran minimal berdasarkan standar yang ada. Misalnya presentase ibu yang mengerti kapan dan dimana imunisasi berikutnya bisa ia dapatkan.

Dua bentuk indikator pelayanan di atas sebenarnya belum cukup untuk menentukan apakah pelayanan yang diberikan sudah bermutu atau belum. Karena, merujuk pada pendapat Donabedian (1981) yakni bahwa dalam pendekatan sistem pelayanan kesehatan juga perlu dikaji mengenai bagaimana hasil pelayanan kesehatannya. Hasil pelayanan adalah tindak lanjut dari keluaran yang ada. Oleh karena itu perlu adanya indikator tentang hasil pelayanan tersebut, yang menunjuk pada hasil minimal yang dicapai berdasarkan standar yang telah ditentukan sebelumnya.

Jadi, kapan suatu pelayanan kesehatan dapat dikatakan bermutu, jawabannya adalah apabila hasil yang didapat dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan (SDM, alat, sarana dan dana) berada sama dengan dan di atas indikator persyaratan minimal dan apabila keluaran yang didapat sama dengan atau di atas indikator penampilan minimal, serta hasil pelayanan yang ada sama dengan atau melebihi indikator hasil minimal dari pelayanan kesehatan yang diberikan. Seandainya terjadi kesenjangan atau gap antara SDM, alat, sarana dan dana (persyaratan minimal), keluaran yang ada (penampilan minimal) serta hasil pelayanan, maka pelayanan kesehatan dapat dikatakan tidak bermutu.

Indikator mempunyai lima karakter utama yang sering disingkat dengan “SMART”. Specific (Spesifik/Khusus), measurable (terukur dan terhitung), achievable (dapat tercapai), realistic (realistis, wajar), time frame (berjangka waktu). Indikator haruslah cukup mudah dipahami, dihitung, dikumpulkan data dasarnya, dan dikerjakan tepat waktu oleh pelaksana. Selain itu, indikator harus dipilih sehingga akurat dan bisa dipercaya. Indikator klinis yang sangat populer diukur di banyak rumah sakit adalah waktu respon, infeksi terkait pemasangan infus, infeksi luka operasi, angka kejadian dekubitus (pressure sore), dan kematian ibu akibat perdarahan. Angka-angka indikator ini diukur dari waktu ke waktu dengan metode

(4)

yang baku dan dikembangkan akurasinya. Indikator-indikator ini bersumber dari buku yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan mengenai indikator klinis. Saat ini, manual yang dipakai lebih luas adalah standar pelayanan minimal rumah sakit yang juga diterbitkan oleh Departemen Kesehatan.

Indikator mutu pelayanan rumah sakit dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur, proses, dan outcomes. Indikator struktur: Tenaga kesehatan profesional (dokter, paramedis, dan sebagainya), Anggaran biaya yang tersedia untuk operasional dan lain-lain, Perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk obat-obatan, Metode berupa adanya standar operasional prosedur masing-masing unit, dan sebagainya. Indikator proses berupa memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur pelayanan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya, Apakah telah sebagaimana mestinya sesuai dengan prosedur, diagnosa, pengobatan, dan penanganan seperti yang seharusnya sesuai standar. Indikator outcomes merupakan indikator hasil dari pada keadaan sebelumnya, yaitu Input dan Proses seperti BOR, LOS, TOI, dan Indikator klinis lain seperti: Angka Kesembuhan Penyakit, Angka Kematian 48 jam, Angka Infeksi Nosokomial, Komplikasi Perawatan , dan sebagainya.

Selanjutnya Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai contoh: Indikator status gizi dapat lebih dispesifikasikan lagi menjadi kriteria tinggi badan, berat badan anak. Untuk pelayanan kesehatan, kriteria ini adalah fenomena yang dapat dihitung. Setelah kriteria ditentukan dibuatlah standar-standar yang eksak dan dapat dihitung kuantitatif, yang biasanya mencakup hal-hal yang standar baik, misalnya: panjang badan bayi baru lahir yang sehat rata-rata (standarnya) adalah 50 cm; berat badan bayi baru lahir yang sehat standar adalah 3 kg.

Fungsi dari penetapan indikator tersebut antara lain sebagai alat untuk melaksanakan manajemen kontrol dan alat untuk mendukung pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan kegiatan untuk masa yang akan datang.

Mutu pelayanan medis dan kesehatan di rumah sakit sangat erat kaitannya dengan manajemen rumah sakit (quality of services) dan keprofesionalan kinerja staf medis fungsional dan staf lainnya di rumah sakit (quality of care). Keduanya merupakan outcome dari manajemen manjaga mutu di rumah sakit (quality assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali mutu rumah sakit. Dalam hal ini, gugus kendali mutu dapat ditugaskan kepada komite medik rumah

(5)

sakit karena mereka adalah staf fungsional (nonstruktural) yang membantu direktur rumah sakit dengan melibatkan semua staf medis fungsional rumah sakit.

Jenis Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit 1. Indikator Pelayanan Non Bedah, terdiri dari:

a. Angka Pasien dengan Dekubitus

b. Angka Kejadian Infeksi dengan jarum infus.

c. Angka Kejadian penyulit/infeksi karena Transfusi Darah. d. Angka Ketidak Lengkapan Catatan Medis.

e. Angka Keterlambatan Pelayanan Pertama Gawat Darurat. 2. Indikator Pelayanan, yang terdiri dari:

a. Angka Infeksi Luka Operasi. b. Angka Komplikasi Pasca Bedah. c. Waktu tunggu sebelum operasi efektif. d. Angka Appendik normal.

3. Indikator Ibu Bersalin dan Bayi, terdiri dari :

a. Angka Kematian Ibu karena Eklampsia Kasus Rujukan dan Bukan Rujukan. b. Angka Kematian Ibu karena Perdarahan Kasus Rujukan dan Bukan Rujukan. c. Angka Kematian Ibu karena Sepsis Kasus Rujukan dan bukan Rujukan.

d. Angka Kematian Bayi dengan BB Lahir <= 2000 gram Kasus Rujukan dan Bukan Rujukan.

4. Indikator Mutu Pelayanan Medis a. Angka infeksi nosokomial

b. Angka kematian kasar (Gross Death Rate) c. Kematian pasca bedah

d. Kematian ibu melahirkan (Maternal Death Rate-MDR) e. Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR) f. NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)

g. ADR (Anasthesia Death Rate) h. PODR (Post Operation Death Rate) i. POIR (Post Operative Infection Rate)

(6)

5. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien a. Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya

b. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari

c. Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS dengan asal pasien d. Jumlah pelayanan dan tindakan medik

e. Jumlah tindakan pembedahan f. Jumlah kunjungan SMF spesialis g. Pemanfaatan oleh masyarakat h. Contact rate

i. Hospitalization rate j. Out patient rate

k. Emergency out patient rate

6. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien a. Angka Kematian di IGD (IGD).

b. Angka Perawatan Ulang (Rekam Medis). c. Angka Infeksi RS

d. Reject Analisis (Radiologi).

e. Angka Ketidaksesuaian Penulisan Diet (Gizi).

f. Angka Keterlambatan waktu pemberian makan (Gizi). g. Angka Kesalahan Pembacaan Hasil (laboratorium). h. Angka Waktu Penyelesain Resep (Farmasi).

i. Angka Kesalahan Pemberian Obat (Farmasi).

j. Angka Banyaknya Resep yang Tidak Terlayani (Farmasi).

Sedangkan jenis indikator-indikator pelayanan rumah sakit yang bersumber dari sensus harian rawat inap dan dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit, yakni:

1. BOR (Bed Occupancy Ratio) = Angka penggunaan tempat tidur.

BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to inpatient bed count days in a period under consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini

(7)

memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).

Rumus :

BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit) / (Jumlah tempat tidur x Jumlah hari dalam satu periode)) x 100%

2. AVLOS (Average Length of Stay) = Rata-rata lamanya pasien dirawat)

AVLOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization stay of inpatient discharged during the period under consideration”. AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).

Rumus :

AVLOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

3. TOI (Turn Over Interval) = Tenggang perputaran

TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. Rumus :

TOI = ((Jumlah tempat tidur x Periode) – Hari perawatan) / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

4. BTO (Bed Turn Over) = Angka perputaran tempat tidur

BTO menurut Huffman (1994) adalah “...the net effect of changed in occupancy rate and length of stay”. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.

Rumus: :

(8)

5. NDR (Net Death Rate)

NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap -tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.

Rumus: :

NDR = (Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati) ) X 1000 ‰

6. GDR (Gross Death Rate)

GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.

Rumus: :

GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X

Komponen Indikator

Berikut ini adalah komponen dalam dipakai dalam pembuatan suatu indikator mutu pelayanan di rumah sakit, yang terdiri dari:

1. Nama indikator 2. Tujuan indikator 3. Rational

4. Definisi terminologi yang digunakan dan standar 5. Frekuensi pembaharuan standar

6. Periode dilakukan analisis 7. Numerator

8. Denominator

(9)

Tabel 1:

Contoh Template Indikator

Indikator Diisi dengan judul indikator

Dimensi mutu Diisi dengan dimensi mutu yang mana yang terkait dengan indikator tsb Tujuan indikator Diisi dengan apa yang ingin ditunjukkan dengan indikator tsb (apa

maksud dari penggunaan indikator tersebut); untuk memberi petunjuk/tanda bahwa…….

Rationalisasi Diisi dengan latar belakang dan alasan mengapa indikator tsb perlu diambil sebagai alat pengukuran kinerja

Definisi terminologi yang digunakan

Jika ada istilah yang perlu dijelaskan, maka didefinisikan pada kolom ini

Frekuensi updating data

(pengumpulan/pem baharuan) indikator

Diisi dengan kapan pengumpulan data harus dilakukan apakah tiap hari, seminggu sekali, tiap bulan sekali, atau tiap tiga bulan sekali

Periode dilakukan analisis

Diisi dengan kapan indikator tsb dianalisis untuk kemudian dilaporkan dan difeedback pada unit terkait

Numerator (pembilang)

Pembilang dari indikator tersebut

Denominator (penyebut)

Pembagi dari indikator tersebut

Standar pencapaian (threshold/target)

Diisi dengan target yang harus dicapai

Sumber data numerator dan denominator

Diisi dengan dari mana data dapat diperoleh, apakah dari survei, dari data rekam medik, dari register, dsb

(10)

Tabel 2:

Contoh Pembuatan Indikator Pelayanan di Rumah sakit (Pelayanan IGD) Indikator Kecepatan Penanganan Pertama Penderita di IGD Tujuan indikator Mengetahui Kecepatan Pelayanan Penderita di IGD

Rational Kecepatan penanganan pelayanan penderita mempengaruhi prognosis dan keselamatan jiwa penderita

Definisi terminologi yang digunakan dan Standar

Penanganan Pertama : Rerata waktu yang diperlukan pasien saat pasien datang sampai dengan mendapatkan pelayanan dokter

Standar : 5 menit Frekuensi

updating/pembahar uan data/ indikator

Tiap bulan

Periode dilakukan analisis

Tiap tiga bulan

Numerator Jumlah kumulatif tenggang waktu dari pasien datang sampai mendapatkan penanganan pertama oleh dokter yang disurvey secara acak di IGD

Denominator Jumlah pasien yang disurvey secara acak di IGD Sumber data

numerator dan denominator

(11)

Tabel 3:

Contoh Indikator Kinerja/ Mutu Pelayanan di Bagian Radiologi No Jenis

Pelayanan

Kriteria Indikator Nilai Batas

Waktu

1

Radiologi Input Ketersediaan tenaga dokter yang sesuai kompetensi

Ketersediaan tenaga radiografer yang sesuai kompetensi

≥80 %

≥80 %

2 tahun

2 tahun

Proses Waktu tunggu hasil pelayanan ≤ 3 jam

Kepatuhan thd prosedur pelayanan

Tidak terjadinya kesalahan labelling foto

Kejadian kegagalan pelayanan radiologi ≥80 % ≥80 % 100 % ≤ 2 % 1 tahun 1 tahun 1 tahun 1 tahun

Output Ekspertisi oleh spesialis radiologi

≥ 90 % 2 tahun

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan, Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan , di mana di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap

Menurut Pohan (2006) Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah suatu pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan kesehatan

Dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu kepada masyarakat dalam wilayah kerjanya, sejak tahun 2015 Direktorat Mutu dan Akreditasi, Yankes

Menurut Pohan (2003), pelayanan kesehatan yang bermutu adalah suatu pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan kesehatan

Saran : Responden mendukung dan melakukan hal-hal yang dapat membantu peningkatan mutu pelayanan Puskesmas Kokap II dalam memberikan pelayanan yang bermutu

lndikator ini tidak hanya untuk Rumah Sakit tetapijuga dapat diterapkan pada semua sarana pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan rehabilitasi medik, baik

Hasil evaluasi capaian kinerja sasaran Meningktakn kualitas dan kuantitas SDM Kesehatan yang berkualitas dan profesional, serta menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu

bahwa untuk mewujudkan puskesmas yang efektif, efisien, dan akuntabel dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu dan berkesinambungan dengan memperhatikan