• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi Biologis pada Psoriasis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Terapi Biologis pada Psoriasis"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pengarang Utama 2 SKP. Pengarang Pembantu 1 SKP (SK PB IDI No. 318/PB/A.7/06/1990)

Terapi Biologis pada Psoriasis

(Biologic Treatment in Psoriasis)

Mimi Maulida, Sylvia Marfianti*, Aunur Rofiq**

* Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

* Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya ** Laboratorium/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

* Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang ABSTRAK

Latar Belakang: Psoriasis adalah suatu penyakit kulit kronik residif yang etiologi dan patogenesisnya belum diketahui dengan

pasti. Pengobatan psoriasis membutuhkan waktu yang lama, dan obat-obatan yang selama ini digunakan menyebabkan efek samping yang buruk antara lain hepatotoksik dan nefrotoksik, teratogenik dan kanker kulit. Terapi biologis yang ada bekerja menghambat sel T dan TNF-a, diduga sangat berperan pada patogenesis psoriasis. Tujuan: Untuk memahami dosis, cara pemberian, manfaat dan efek samping terapi biologis sistemik untuk penanganan psorasis. Telaah kepustakaan: Obat biologis adalimumab, etanercept, infliximab, efalizumab dan alefacept, merupakan sitokin rekombinan, fusi protein, dan antibodi monoklonal. Bahan biologis sebagai inhibitor menghambat aktifasi sel T dan mengatur sinyal yang dihantarkan melalui reseptor sel T dengan cara menghambat interaksi adhesi dan ko-stimulator antara dendritic cell (DC) dan sel T,menghambat diferensiasi sinyal yang dihantarkan oleh reseptor sel permukaan,mengurangi migrasi sel T ke lesi kulit, serta menetralisir sitokin dan kemokin yang mengatur inflamasi pada jaringan. Kesimpulan: Penggunaan obat imunobiologis ini diberikan secara parenteral yaitu intramuskular dan intravena. Hasil penelitian menunjukkan bahwa obat biologis efektif dan aman terhadap psoriasis sedang sampai berat dengan efek samping ringan dibandingkan terapi konvensional.

Kata kunci: obat biologis, sel T, TNF-a

ABSTRACT

Background: Psoriasis is a chronic recidive disease that etiologi and pathogenesis has not been established yet. Drugs used in

Psoriasis treatment has potential for serious side effects, such as hepatotoxicity, nephrotoxicity, teratogenicity and skin cancer, which limits their long-term use. The biologic therapy for psoriasis inhibit T cell and TNF-α. Purpose: To know dose, administration, efficacy and side effect of biologic treatment in psoriasis. Review: The biologic agents are adalimumab, etanercept, infliximab, efalizumab and alefacept, these are from antibodies, fusion proteins, and recombinant cytokines. The mechanism of action for the various biologic agents include reduction of the pathogenic T cells, inhibition of Tcell activation, immune deviation, and blocking the activity of inflammatory cytokines. Conclusion: Imunobiologic agents are given intra muscular and intra venous Survey showed that biologics treatment are effective and safe for moderate and severe psoriasis than conventional treatment. because these agents are heavy protein molecules, which plasma volume and distribution is limited.

Key words: biologic agents, T cell, TNF-α

Alamat korespondensi: Mimi Maulida, e-mail: mimimaulida@yahoo.com

PENDAHULUAN

Psoriasis adalah suatu penyakit kulit kronik residif yang mempunyai gambaran klinis bervariasi, dengan lesi khas berupa eritroskuamos. Proses turn over epidermis secara normal berlangsung selama 14–21 hari, sedangkan pada psoriasis hanya berlangsung 3–4 hari, sehingga terbentuk skuama tebal, kering dan kemerahan yang kadang juga terasa nyeri. Pemendekan ini disertai perubahan diferensiasi dan perubahan patologis di semua lapisan kulitnya.1,2,3

Prevalensi psoriasis bervariasi antara 1,5–2,6%.4

Etiologinya belum diketahui dengan pasti, diduga berhubungan dengan faktor genetik dan limfosit T. Beberapa faktor pencetus psoriasis antara lain trauma, infeksi Streptococcus β-haemolyticus, stres dan perubahan iklim. Secara genetik terjadi kelemahan lokus pada beberapa kromosom dan ketidakseimbangan major histocompatibility antigen (MHC) yang akan mengaktifkan sistem imun sehingga akan merusak sel kulit dan memacu inflamasi.1,2

(2)

Telaah Kepustakaan Terapi Biologis pada Psoriasis

Sebagian pasien dengan plak psoriasis kronis membutuhkan terapi sistemik, fototerapi atau keduanya, tetapi penggunaan kedua terapi tersebut mulai dibatasi akibat efek samping yang ditimbulkan.5,6 Meskipun etiologi dan patogenesis

psoriasis belum diketahui secara pasti, terdapat bukti yang mendukung peran sistem imun, terutama sel T dan sitokin. Berdasarkan pemahaman patogenesis ini dikembangkanlah terapi yang bekerja pada molekul spesifik secara tepat, yang dikenal sebagai terapi biologis. Obat-obat biologis ini berasal dari sumber protein manusia dan hewan, yang bekerja dengan menghambat sistem imun.7,8

Bahan-bahanterapi biologis meliputi sitokin rekombinan, fusi protein, dan antibodi monoklonal. Pemberian nama obat-obatnya berdasarkan bahan-bahan tersebut, yaitu chimeric monoclonal (berakhir dengan -ximab), humanized monoclonal (berakhiran zumab), human monoclonal antibodies (berakhiran -umab) dan receptor-antibody fusion proteins (berakhiran -cept). Bahan tersebut bekerja untuk menurunkan jumlah sel T yang patogen, menghambat migrasi dan adhesi sel T, serta menghambat sitokin efektor. Obat-obat yang termasuk bahan biologis adalah: adalimumab, efalizumab, etanercept, infliximab, dan alefacept. Dari beberapa riset dan hasil penelitian, obat-obat biologis menunjukkan hasil yang signifikan dan aman.Di Indonesia, obat-obat biologi ini baru diperkenalkan. Terapi topikal sangat terbatas untuk pengobatan psoriasis sehingga masih membutuhkan terapi sistemik. Semua obat tersebut mempunyai efek samping yang serius untuk pemakaian yang lama.2,8,9,10

Tujuan penulisan ini adalah untuk memahami dosis, cara pemberian, manfaat dan efek samping terapi biologis sistemik untuk penanganan psoriasis.

TELAAH KEPUSTAKAAN

Terapi biologis ini terdiri dari 2 kelompok utama, yaitu bahan dengan sasaran sitokin TNF-α dan sel T atau antigen presenting cell (APC). Bahan biologis sebagai inhibitor bekerja untuk mencegah aktivitas sel T dan mengatur aktivitas sinyal yang dihantarkan melalui reseptor sel T dengan cara menghambat interaksi adhesi dan kostimulator antara Dendritic Cell (DC) dan sel T, menghambat diferensiasi sinyal yang dihantarkan oleh reseptor sel permukaan, mengurangi migrasi sel T ke lesi kulit dengan mengganggu proses adhesi dan menetralisir sitokin dan kemokin yang mengatur inflamasi pada jaringan. Penggunaan obat-obat imunobiologis ini adalah secara parenteral, yaitu

intramuskular dan intravena, oleh karena sebagian besar obat-obat ini merupakan molekul protein yang besar, di mana sirkulasi dan volume distribusi dalam plasma terbatas.11,12

Secara keseluruhan, obat-obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan anak-anak, karena antibodi dan fusi protein dapat melewati transplasenta sehingga dapat menimbulkan efek terhadap perkembangan sistem imun fetal. Semua obat dengan dasar protein bersifat imunogenik, sehingga dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas cepat (IgE) atau lambat (sel T). Selain itu beberapa sel T yang berikatan dengan antibodi atau fusi protein dapat menimbulkan first dose reaction yaitu: gejala konstitusional berupa demam, kedinginan, mual, dan nyeri kepala. Efek lain yang juga mungkin bisa terjadi adalah muncul rash pada tempat injeksi dan reaksi anaphilaksis. Berikut akan dijelaskan masing-masing jenis obat berdasarkan sasaran serta efek samping yang timbul dan cara pemakaiannya.13

Alefacept merupakan suatu fusi protein manusia seluruhnya yang terdiri dari domain ekstraseluler pertama human LFA-3 yang bergabung dengan susunan rantai CH2 dan CH3 IgG1 atau Fc portion human IgG1. LFA-3 diekspresikan pada permukaan antigen presenting cells (APCs), sebagai suatu ligand untuk CD2, yaitu suatu protein permukaan sel T yang matur dan sel-sel Natural Killer (NK). Ikatan LFA-3 dengan CD2 berperan sebagai sinyal kostimulator yang membantu aktivitas sel T. Selama antigen dipresentasikan, Alefacept menghambat interaksi LFA-3 dan CD2 sehingga mencegah kostimulasi antara APC dan sel T. Selain itu Fc domain IgG1 merusak ikatan reseptor FcγRIII pada sel NK dan makrofag yang menyebabkan terjadi apoptosis sel T. CD2 lebih tinggi pada permukaan sel T memori dari pada sel T naive, sehingga alefacept akan mengikat sel T memori (CD4+CD45RO+ dan CD8+CD45RO+)

lebih banyak, dan jumlahnya akan berkurang di dalam darah. Dengan demikian diharapkan dapat terjadi perbaikan klinik pada lesi psoriasis.14,15

Alefacept dapat diberikan intra muskuler (IM) dan intravena (IV) sekali seminggu selama 12 minggu. Dosis yang direkomendasikan 7,5 mg IV sekali seminggu atau 15 mg IM sekali seminggu. Satu kali pemberian alefacept dalam serum dapat terdeteksi dalam waktu 6 jam, level puncak terjadi antara 24–192 jam. Setelah diabsorpsi, waktu paruh rata-rata adalah 12 hari. Perbaikan psoriasis dengan alefacept relatif lambat, respons pengobatan baru tampak setelah

(3)

Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 22 No. 3 Desember 2010

minggu keempat.10,16 Hasil penelitian menunjukkan

terjadi pengurangan skor PASI mencapai 50–75% pada pasien yang diobati dengan alefacept. Dari pasien yang mendapat dosis 7,5 mg IV didapatkan pengurangan PASI 50–75% dalam waktu 2 minggu setelah pengobatan, demikian juga dengan dosis 15 mg IM. Alefacept dapat ditoleransi dengan baik tanpa insiden oportunistik atau keganasan yang dilaporkan.16

Dari data-data penelitian terhadap pasien yang telah menggunakan alefacept untuk pengobatan psoriasis dilaporkan bahwa efek samping yang paling sering adalah fatique dan arthralgia yang terjadi secara intermiten selama pengobatan. Nyeri sendi yang menetap didapatkan pada pasien yang sebelumnya menggunakan terapi anti TNF-α untuk psoriasis arthritis. Peningkatan fungsi liver didapatkan pada pasien yang menggunakan alefacept bersama dengan mehotrexate (MTX). Toksisitas alefacept pada liver dan ginjal belum pernah dilaporkan. Penurunan sel T CD4+ pernah dilaporkan, sehingga perlu

dilakukan monitoring terhadap jumlah sel T CD4+

dan terapi tidak dilanjutkan bila jumlah sel T CD4+

di bawah 250 selama terapi. Monitoring dilakukan setiap minggu selama terapi dan baru dihentikan bila sel T CD4+ lebih dari 400 pada terapi minggu

keempat.13

Efalizumab merupakan suatu antibodi monoklonal rekombinan yang berikatan dengan CD11a. Dengan berikatan pada CD11a, obat tersebut menghambat interaksi antara LFA-1 dan ICAM-1, yaitu molekul adhesi pada permukaan sel yang mengatur sel-sel keratinosit dan sel-sel endotel pada plak psoriasis. LFA-1 juga terdapat pada permukaan sel APC. Hambatan interaksi antara LFA-1 dan ICAM-1 oleh efalizumab menyebabkan terjadinya 3 hal pada proses inflamasi yaitu: penurunan efisiensi aktivitas sel T pada limfonodi, terganggunya perjalanan sel T dari vaskuler ke jaringan dan menurunkan reaktivasi sel T efektor memori pada tempat inflamasi.16,17

Pemberian efalizumab secara subkutan dimulai dengan dosis 0,7–2 mg/kgBB/minggu. Pemberian dosis efalizumab single atau multiple secara subkutan menyebabkan perubahan cepat pada permukaan sel CD11a yang mengikat sel T dan mengatur ekspresi CD11a pada limfosit T dermis, epidermis dan sirkulasi darah. Efek ini reversible dan dengan satu kali penyuntikan, efalizumab langsung keluar dari sirkulasi, CD11a yang terikat kembali ke level pretreatment dalam waktu 10 hari.18,19

Hasil beberapa studi klinik menunjukkan bahwa respons terapi dapat dilihat dalam jangka pendek

(12 minggu), menengah (24 minggu) dan jangka panjang (36 minggu). Hasil studi tersebut menunjukkan perbaikan yang tampak pada perubahan skor PASI (Psoriasis Area Severity Index), DLQI (Dermatology life Quality Index) dan Itching Visual Analog Scale (IVAS) serta Psoriasis Symptom Assesment (PSA). Penambahan terapi efalizumab akan menunjukkan respons PASI 75 pada minggu ke-24 (44%) dibandingkan minggu ke-12 (27%), respons PASI 50 juga meningkat dari 59% pada minggu ke-12 dan 67% pada minggu ke-24.20,21

Efek samping pemakaian efalizumab umumnya jarang, keluhan yang dirasakan antara lain rasa panas, demam, sakit kepala, myalagia, dan muntah yang biasanya muncul pada saat injeksi pertama dilakukan. Efek samping lainnya adalah limfositosis, leukositosis dan infeksi sehingga obat ini sebaiknya tidak diberikan pada infeksi kronis dan riwayat infeksi rekuren. Hal lain yang harus diperhatikan selama pemberian efalizumab adalah insidens trombositopenia dan anemia hemolitik. Hubungan antara terapi efalizumab dan trombositopenia belum diketahui, tetapi dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan trombosit setiap bulan selama 3 bulan pertama dan berikutnya setiap 3 bulan.17,20,22

Efalizumab merupakan terapi biologis pertama untuk psoriasis, dan juga sebagai pilihan pertama untuk hand and foot psoriasis, kegemukan dan pasien-pasien yang tidak berespons dengan TNF-a inhibitor.21

Efalizumab dapat ditoleransi dengan baik, dan hal yang harus diperhatikan adalah risiko memburuknya psoriasis selama atau sesudah terapi dihentikan. Dari clinical trial pasien yang menghentikan terapi secara tiba-tiba menunjukkan peningkatan keparahan psoriasis lebih buruk dibandingkan sebelumnya (rebound). Psoriasis juga dapat bertambah luas selama terapi kemungkinan oleh karena perubahan jenis penyakit yang muncul, untuk kasus seperti ini sebaiknya sementara pasien dipersiapkan dengan terapi lainnya seperti sinar ultraviolet, MTX, atau siklosporin.20,21

TNF-a adalah suatu sitokin proinflamasi yang

berperan pada patogenesis beberapa penyakit inflamasi kronik. Inflamasi merupakan suatu tanda khas dari psoriasis dan psoriasis arthritis. Konsentrasi TNF-a

dalam serum berhubungan dengan aktivitas penyakit psoriasis, yang berperan langsung pada perkembangan, proliferasi, dan maintenance plak psoriasis, demikian juga dengan kerusakan tulang dan kartilago pada psoriasis arthritis. TNF-a juga merangsang aktivitas

sel T, sintesa sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan terjadinya inflamasi. TNF-a

(4)

Telaah Kepustakaan Terapi Biologis pada Psoriasis

sangat berperan pada psoriasis dan psoriasis arthritis sehingga menjadi target pengobatan dan penanganan penyakit tersebut.23

Etanercept merupakan reseptor fusi protein manusia sepenuhnya yang menghambat ikatan TNF-a dengan reseptor permukaan sel, terdiri dari dua ligand extraseluler dari reseptor p75 TNF-a bergabung dengan Fc portion human IgG1. Ikatan etanercept dengan TNF-a, akan mencegah aktivitas TNF-a pada reseptornya di sel T dan sel lainnya. Ikatan TNF-a secara biologis menjadi tidak aktif, oleh karena banyak jalur proinflamasi yang bertanggung jawab terhadap lesi psoriasis dihambat.19 Etanercept

terbukti dapat mengurangi tanda dan gejala rhematoid arthritis (RA), polyarticular course juvenille rhematoid arthritis, ancylosing spondylitis, psoriasis dan psoriasis arthritis. Etanercept juga dapat menghambat kerusakan struktur dan perbaikan fungsi fisik pada pasien RA dan psoriasis.17,18,24 Etanercept diberikan secara subkutan

dengan dosis 50 mg dua kali seminggu selama 3 bulan, kemudian 50 mg satu kali perminggu atau 25 mg dua kali perminggu dengan jarak pemberian 72–96 jam. Bila terjadi penurunan efikasi dapat dilakukan dengan meningkatkan dosis injeksi, menambah sinar ultraviolet, steroid topikal poten jangka pendek dan penambahan agen sistemik lain (seperti MTX dosis rendah atau acitetrin).19 Efek

samping etanercept dapat berupa reaksi kemerahan pada tempat suntikan, reaksi yang muncul ada yang ringan dan ada yang berat. Belum ada bukti yang menunjukkan terjadinya peningkatan neoplasma maligna walaupun kasus limfoma pernah dilaporkan. Sebaiknya tidak diberikan pada pasien demyelinating dan congestive heart failure karena dapat memperberat penyakit. Efek samping pada kulit berupa lupus, vaskulitis, eosinophilic celulitis like reaction dan dermatitis granulomatous interstitial.19,20

Infliximab merupakan suatu antibodi monoklonal yang tersusun dari imunoglobulin manusia dengan dua tempat ikatan. Infliximab mempunyai chimeric binding sites, di mana sejumlah protein dikenali sebagai protein asing oleh sistem imun manusia, sehingga meningkatkan potensi antibodi dan menetralisir efeknya.23

Infliximab diberikan secara intravena melalui infus 5 mg/kg yang diberikan selama 2–3 jam dimasukkan ke dalam 3 infus pada minggu pertama, 2 minggu sesudahnya dan pada minggu keenam, selama 6 minggu pertama pengobatan. Terapi rumatan dilakukan setiap 8 minggu. Sebelum dilakukan terapi sebaiknya dilakukan test PPD untuk

skrining infeksi tuberkulosis laten.25 Hasil laporan

sebelumnya menunjukkan bahwa infliximab efektif untuk pengobatan psoriasis dengan hasil signifikan tampak pada minggu kedua sesudah terapi. Infliximab saat ini sudah mencapai phase III penelitian oleh FDA yang terbukti sebagai monoterapi untuk pengobatan psoriasis dan psoriasis arthritis. Setelah pemakaian selama 2 minggu menunjukkan perubahan nilai PASI dan DLQI masing-masing mencapai 69% dan 61%. Faktor lain yang juga didapatkan adalah pemberian infus secara regular sangat penting untuk mempertahankan efikasi.20,23 Beberapa studi

menunjukkan peningkatan infeksi antara lain infeksi respiratori atas, TBC, histoplasmosis, PCP, kandidiasis dan moluskum. Efek samping pemberian infliximab adalah reaksi infus. Reaksi yang timbul mulai dari demam ringan dan panas sampai anafilaktik berat dan sindroma arteri koronaria berat. Selain itu juga didapatkan gagal liver yang membutuhkan transplantasi setelah diterapi dengan infliximab, namun kasus ini sangat jarang.20,23,25

Adalimumab adalah antibodi monoklonal manusia yang tersusun oleh beberapa variabel imunoglobulin manusia dengan dua binding sites. Adalimumab mempunyai ekstrak protein asing dan diganti dengan protein manusia, jadi semuanya berasal dari manusia. Mekanisme kerjanya selain berikatan dengan TNF-a, adalimumab juga menetralisir aktivitas biologis sitokin dengan menghambat interaksi reseptor TNF-a pada permukaan sel p55 dan p75.26 Adalimumab

membantu menurunkan jumlah TNF-a sehingga dapat memengaruhi siklus inflamasi pada psoriasis dan psoriasis arthritis.18,23 Adalimumab diberikan secara

subkutan dengan dosis 40 mg setiap 2 minggu untuk pasien psoriasis dan psoriasis arthritis. Obat ini dapat digunakan secara terus-menerus untuk rumatan. Adalimumab dapat digunakan sebagai monoterapi dan dapat juga dikombinasikan dengan terapi sistemik lainnya seperti MTX atau dapat juga diberikan bersama Non-Steroidal anti-inflammatory Drugs (NSAID). Sebelum pengobatan dianjurkan untuk melakukan skrining untuk TBC laten.26 Hasil studi

terbukti bahwa adalimumab aman dan bermanfaat untuk psoriasis arthritis sedang sampai berat yang tidak respons dengan NSAIDS. Berdasarkan randomized, double- blind, placebo-controlled, selama 52 minggu hasil tampak pada minggu ke-16, 71% pasien yang telah mendapat terapi adalimumab 40 mg setiap minggu respons PASI mencapai 75 dibandingkan dengan plasebo 7%. Selain itu juga dilaporkan bahwa terjadi perubahan kualitas

(5)

Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 22 No. 3 Desember 2010

hidup setelah mendapat terapi adalimumab selama 24 minggu. Respons terhadap adalimumab cepat dengan tingkat perubahan nilai PASI rata-rata 75/90 dan tampak pada minggu keempat.26 Penggunaan

adalimumab dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Yang antara lain pernah dilaporkan deep fungal infection dan infeksi atipikal lainnya, oleh karena itu sebaiknya obat dihentikan jika muncul tanda infeksi. Efek samping lain sama dengan penggunaan TNF-a inhibitor lainnya, namun jarang terjadi, di antaranya adalah congestive heart failure, lupus like sindrome, lymphoma, demyelinating disease dan peningkatan transaminase. Suatu erythema multiforme like reaction pada telapak tangan, kaki dan tempat injeksi pernah dilaporkan.18,24

Beberapa monitoring yang harus dilakukan sebelum terapi biologis pada psoriasis yaitu: riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, fungsi liver, hitung sel darah lengkap, thrombosit, dan test tuberkulosis. Selain hal di atas, beberapa vaksinasi dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi keparahan infeksi, namun sampai sekarang masih kontroversi.27,28

PEMBAHASAN

Psoriasis adalah suatu gangguan pengaturan inflamasi yang berhubungan dengan genetik, juga diatur dan dikendalikan oleh banyak komponen imun sistem. Banyak obat yang telah digunakan untuk terapi psoriasis yang tujuannya hanya untuk menekan gejala dan memperbaiki keadaan kulit. Pengobatan meliputi topikal, penyinaran dan sistemik, dan terapi tersebut terbatas dan cenderung berbahaya terutama untuk pemakaian jangka panjang.

Kemajuan dalam patogenesis psoriasis menyebabkan berkembangnya terapi biologis yang memberikan target yang spesifik yaitu sel T inhibitor (efalizumab dan alefacept) dan TNF-a inhibitor (etanercept, infliximab dan adalimumab). Terapi biologis ini efektif untuk pengobatan psoriasis sedang sampai berat dan psoriasis arthritis serta beberapa penyakit lain seperti rhematoid Arthritis, ankylosing spondylitis, crohn’s disease, pyoderma gangrenosum dan ulserative colitis, dengan efek samping ringan dibandingkan terapi konvensional. Penggunaan obat imunobiologis ini diberikan secara parenteral yaitu intra-muskular dan intra-vena.

Terapi psoriasis dengan menggunakan obat-obat biologis dianjurkan untuk melakukan monitoring kimia darah, hitung darah dan CD4, antibodi ANA, tuberkulin tes, riwayat penyakit serta pemeriksaan

fisik yang tergantung pada jenis terapi, vaksinasi tertentu juga disarankan untuk mencegah infeksi.

KEPUSTAKAAN

1. Christophers E, Mrowietz U. Psoriasis. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2003.

p. 407–27.

2. De Rie MA, Goedkoop AY, Bos JD. Overview of Psoriasis. Dermatol Ther 2004; 17: 341–9

3. Simmons A. Psoriasis. American Osteopathic College of Dermatology 2007; 41: 15–20.

4. Rott S, Mrowietz U. Psoriasis: Epidemiology, Clinical Features and Quality of Life. British Med J 2005; 330: 716–20.

5. James WD, Berger TG, Elston DM. Psoriasis. Andrews

Disease of The Skin Clinical Dermatology. 10th ed.

Philadelphia: Elsevier Inc; 2006.

6. Barker JNWN. Genetic aspects of psoriasis. Clin Dermatol 2001; 26: 321–5.

7. Smith CH, Barker JNWN. Psoriasis and Its Management. British Med J 2006; 333: 380–4.

8. Nickoloff BJ, Stevens SR. What have we learned in dermatology from the biologic therapies. J of the Am Acad of Dermatol 2006; S 143–S 150.

9. Lee MR, Cooper AJ. Imunopathogenesis of Psoriasis. Australian J of Dermatol 2006; 47: 151–9.

10. Schon MP, Boenhcke WH. Psoriasis. The New England J of Med 2005; 352 (18): 1899–912.

11. Keystone EC. Switching tumor necrosis factor inhibitors: an opinion. Clinical Practise 2006; 2 (11): 576–7.

12. Prinz JC. Which T cells cause psoriasis. Clin and Exp Dermatol 1999; 24: 291–5.

13. Hodak E, David M. Alefacept: a review of the literature and practical guidelines for management. Dermatol Ther 2004; 17: 383–92.

14. Ahmad K, Rogers S. Three years experience with inflimab in recalcitrant psoriasis. Clin and Exp Dermatol 2006; 31: 630–3.

15. Rapp SR, Feldman SR. The promise and challenge of new biological treatments for psoriasis: how do they impact quality of life. Dermatol Ther 2004; 17: 376–82.

16. Chacko M, Weinberg JM. Efalizumab. Dermatol Ther 2007; 20: 265–9.

17. Leonardi CL. Efalizumab in the treatment of psoriasis. Dermatol Ther 2004; 17: 393–400.

18. Patel T, Gordon KB. Adalimumab: efficacy and safety in psoriasis and rheumatoid arthritis. Dermatol Ther 2004; 17: 427–31.

19. Gottlieb AB. Etanercept for the treatment of psoriasis and psoriatic arthritis. Dermatol Ther 2004; 17: 401–8.

(6)

Telaah Kepustakaan Terapi Biologis pada Psoriasis

20. Lawry M. Biological therapy and nail psoriasis. Dermatol Ther 2007; 20: 60–7.

21. Stebbins WG, Lebwohl MG. Biologics and combination with nonbiologics: efficacy and safety. DermatolTher 2004; 17: 432–40.

22. Perlmutter A, Cutter J, Franks B, Jaracz E, Menter A. Alefacept revisited: Our 3-year clinical experience in 200 patients with chronic plaque psoriasis. J of the Am Acad of Dermatol 2008; 58(1): 116–24.

23. Jacson JM. TNF-a Inhibitor. Clin Dermatol 2007; 20: 251–64.

24. Menter A, Tyring SK, Gordon K, et al. Adalimumab therapy for moderate to severe psoriasis: A randomized,

controlled phase III trial. J of the Am Acad of Dermatol 2008; 58 (1): 106–15.

25. Rott S, Mrowietz U. Recent developments in the use of biologics in psoriasis and autoimmune disorders. The role of autoantibodies. British Med J 2005; 330: 16–20.

26. Pitarch G, Carazo JLS, Mahiques L, Ferriols MAP, Fortea JM. Treatment of Psoriasis with adalimumab. Clin Dermatol 2006; 32: 18–26.

27. Papp KK. Potential Future Therapy for Psoriasis. Clin Dermatol 2003; 24: 58–63.

28. Lebwohl M, Bagel J, Gelfond JM, Gladman D, et al. Monitoring and vaccination in patients treated with biologics for psoriosis. J of the Am Acad of Dermatol 2008; 58(1): 94–105

Referensi

Dokumen terkait

Dan perlu saya pertajam lagi adalah Aidit yang di Cap sebagai si jahanam dalam Orde baru mendalami Ilmu Agama semasa kecilnya, menikah secara Islam di rumah sesepuh PKI seorang

Seharusnya Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil lebih mengoptimalkan transparansi terhadap pelayananan dengan mempublikasikan informasi, baik secara tulisan maupun

Dalam bagian ini akan disajikan hasil dan pembahasan konteks pemakaian istilah asing bidang fashion di kalangan sosialita kota Bandung. Pristiwa tutur

Pengaruh pemberian bakteri probiotik Vibrio skt-b melalui Artemia terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva udang windu (Penaeus monodon Fab.)..

Penelitian kedua berfokus pada penanganan dari dampak atau problem sosial psikologis pasca bencana, sedangkan penelitian yang sedang peneliti saat ini mengenai model

 Informasi bersama gelombang pembawanya (RF) yang datang pada antena, Informasi bersama gelombang pembawanya (RF) yang datang pada antena, diseleksi diseleksi oleh rangkaian

Materi Kuis Learning Organization ini adalah pengembangan dan pembinaan Jabatan Fungsional ASN yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur

TERHADAP PELAKU ANAK DENGAN KORBAN ANAK DALAM TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN (Putusan Nomor: 24/Pid.Sus /A/2012/Pn.Pso)” dapat diselesaikan dengan baik.. Pada kesempatan