• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFISIENSI SELEKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND BERDASARKAN LINGKAR DADA, BOBOT BADAN DAN UMUR. Dwi Wahyu Setyaningsih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFISIENSI SELEKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND BERDASARKAN LINGKAR DADA, BOBOT BADAN DAN UMUR. Dwi Wahyu Setyaningsih"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI SELEKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND BERDASARKAN LINGKAR DADA, BOBOT BADAN

DAN UMUR Dwi Wahyu Setyaningsih

ABSTRACT

The objectives of this research were to estimate genetic parameter values of growth, reproduction and production traits and to make efficient selection method for FH Crossbred based on that traits. The method used to estimate heritability (h2 ) of chest girth, body weight, the first insemination age, the first calving age and the first lactation milk yield resulted from progeny testing and genetic correlation was paternal half sibs correlation method and Completely Randomized Design One Way Layout model.

The results showed that good h2 estimates for selection standards were: (1) Chest girth of 5 mo, 0.55 ± 0.52, (2) the first lactation milk yield, 0.46 ± 0.37; (3) Bode weight of 6 mo, 0.37 ± 0.39; (4) the first calving age, 0.17 ± 0.25; and (5) the first insemination age, 0.15 ± 0.24. The good genetic correlation estimates for selection were: (1) Chest girth of 4 mo and the first lactation milk yield, 0.78 ± 0.46, (2) Body weight of 6 mo and the first lactation milk yield, 0.50 ± 1.04; and (3) Body weight of 6 mo and the first calving age, 0.48 ± 1.45.

In conclusion, h2 which can be used for standard of selection were chest girth of 5 mo and the first lactation milk yield. Heritabilitas and genetic correlation didn't fulfill qualification for marling selection efficiency method. As minimal alternative for field selection program, phenotypic correlation can be used between: (1) Chest girth of 4 mo and body weight of 4 mo; (2) Chest girth of 12 mo and body weight of 12 mo; (3) Body weight of 10 mo and the first calving age; (4) Chest girth of 4 mo and the first lactation milk yield; (5) Body weight of 6 mo and the first calving age; and (6) Chest girth of 6 mo and the first lactation milk yield. Chest girth at 4 mo can be used for the first lactation milk yield selection based on phenotype of the calves.

Keywords: Heritability, Genetic Correlation, Phenotypic Correlation, Fries Holland Crossbred, selection efficiency

PENDAHULUAN

Produktivitas suatu populasi sapi perah salah satunya ter-cermin pada kemampuannya menghasilkan produksi susu dalam kurun waktu tertentu. Produktivitas ternak merupakan

hasil pengaruh genetik dan lingkungan terhadap produksi. Produktivitas dapat ditingkatkan melalui upaya perbaikan mutu genetik dengan meningkatkan frekuensi gen-gen yang ber-hubungan dengan sifat

(2)

repro-duksi, sifat pertumbuhan dan sifat produksi serta upaya memberi kondisi lingkungan yang dibutuhkan bagi penam-pilan maksimal dari potensi genetik yang dimiliki.

Perbaikan mutu genetik dilakukan dengan menggunakan tetua yang mempunyai genetik unggul. Keunggulan genetik dicerminkan dari kemampuan-nya untuk mewariskan sifat kepada keturunannya atau dinyatakan dan nilai herita-bilitasnya. Ternak unggul dapat diupayakan melalui seleksi langsung (direct selection) dan seleksi tidak langsung (indimet selection) terhadap kelompok induk atau calon induk yang bertujuan untuk menghasilkan produksi susu tinggi. Seleksi. tidak langsung membutuhkan informasi tentang korelasi genetik dan phenotip.

Secara eksterior sifat-sifat fisik pada bagian tubuh tertentu yang dimiliki seekor sapi perah menentukan tipe perah. Tipe perah yang baik menentukan kapasitas produksi yang dihasilkan. Sapi perah produksi tinggi mempunyai kapasitas tubuh panjang dan dalam. Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa kapasitas tubuh menggambarkan kapasi-tas paru-paru dan jantung serta kemampuannya untuk menam-pung badan pakan yang dibutuhkan untuk produksi susu.

Peternakan sapi perah yang ada di Jawa. Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat umum-nya masih merupakan peter-nakan rakyat dengan

manaje-men tradisional. Kerja sama antara peternak dan pelaksana program pemulia sangat penting. Suyono (1996) menge-mukakan bahwa hasil recording produksi susu di Jawa Tengah kurang akurat karena sampel yang diambil secara random dari laporan lapangan sangat beragam. Salah satu contoh kasus dalam proses pemilihan induk sapi di Jawa Timur yang dicatat (1995 — 1996) lebih banyak yang tidak mempunyai keterangan asal usul tetuanya (Wirjono, 1996). Hal ini tidak lepas dari faktor skala usaha, pengetahuan peternak maupun sarana dan prasarana yang mendukung dalam pemeliharaan ternak. Adanya keterbatasan tersebut, maka dibutuhkan suatu terobosan untuk pelaksanaan program-program seleksi. Pelaksanaan seleksi memerlu-kan parameter genetik untuk sifat yang diseleksi. Di peternakan tradisional belum terdapat adanya nilai parameter genetik.

Seleksi dengan tujuan produksi susu yang biasanya dilakukan secara langsung membutuhkan biaya besar, tenaga banyak dan waktu lama. Seleksi secara dini dengan keakuratan yang tinggi sebagai langkah untuk meningkatkan efisiensi usaha.

Penelitian ini bertujuan untuk :

1.

mengestimasi nilai parame-ter genetik sifat lingkar dada, bobot badan, umur saat IB pertama, umur beranak pertama dan produksi susu laktasi pertama.

(3)

2.

membuat suatu metode seleksi yang efisien untuk sapi PFH berdasarkan lingkar dada, bobot badan, umur saat IB pertama dan umur beranak pertama.

Parameter genetik yang diperoleh dalam penelitian ini bisa. dijadikan patokan seleksi. Seiring dengan bertambahnya umur, efisiensi seleksi sapi perah PFH berdasar lingkar dada umur lahir sampai umur 12 bulan, bobot lahir sampai umur 12 bulan, umur IB pertama dan umur beranak pertama semakin tinggi.

MATERI DAN METODE Materi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil data lingkar dada, bobot badan, umur saat IB pertama, umur beranak pertama dan produksi susu laktasi pertama anak betina basil uji. progeny di Balai Inseminasi Buatan. Singosari Malang pada bulan Agustus 1999. Data 409 ekor anak betina berasal dari 5 pejantan PH. Data yang diperoleh tersebar di beberapa daerah di Jawa yaitu: Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan mengambil data pertum-buhan, reproduksi dan produksi anak betina hasil uji progeny. Analisa Data

Produksi susu dikoreksikan ke umur setara dewasa, dua kali

pemerahan dan 10 bulan laktasi (2x,ME,305) dengan mengguna-kan metode koreksi yang biasa digunakan oleh. Departemen Pertanian Amerika Serikat (United State of Departement Agriculture) (Legates & Warwick, 1979).

Nilai heritabilitas (h2) lingkar dada, bobot badan, umur saat lB pertama, umur beranak pertama dan produksi susu laktasi pertama diduga dengan menggunakan metode hubungan saudara tiri sebapak (parental half sibs correlation), jumlah anak per pejantan tidak sama dengan Rancangan Acak Lengkap pola searah (Comple-tely Randomized Design One– way layout) (Becker, 1975).

Model Statistik,dengan model tetap (feed model), parameter

τ

adalah tetap.

0

i i

=

Στ

Model lineamya adalah :

ik i

ik

μ

α

e

Y

=

+

+

Dimana

μ

rataan. populasi,

ik

α

adalah pengaruh pejantan

ke-i dan

e

ikadalah standar

deviasi yang berasal dari lingkungan dan genetik yang tidak terkontrol dari setiap individu dalam kelompok pejantan. Estimasi heritabilitas: 2 w 2 s 2 s 2 s

σ

σ

σ

4

h

+

=

Tiap pejantan mengawini beberapa induk dan tiap induk menghasilkan satu progeny.

(4)

Pengukuran dari progeny betina. Jumlah progeny untuk tiap pejantan tidak sama (unequal numbers of progeny per sire) atau (unbalanced design).

Rata-rata jumlah anak betina tiap pejantan (k) dihitung berdasarkan rumus:





Σ

=

n

n

n

S

i2

1

1

k

Galat baku h2 yang diduga

dengan metode saudara tiri sebapak didasarkan pada rumus:

{

}

)]

1

)(

(

[

]

)

1

(

1

[

)

1

)(

1

(

2

4

.

.

2 2 2 2

+

=

s

S

n

k

t

k

t

n

h

e

s

Keterangan:

k : koefisien untuk rata-rata jumlah anak dalam pejantan

n : jumlah total anak betina progeny

S : jumlah pejantan

t : korelasi dalam kelas dari anggota-anggota dalam keluarga yang sama. Korelasi genetik dan phenotip diantara dua sifat bisa diperoleh dengan metode yang sama seperti menduga kera-gaman genetik. X sebagai simbol untuk sifat satu dan Y simbol untuk sifat yang lain. Hal ini diasumsikan bahwa perkawinan dalam di suatu populasi tidak ada (nol).

Rumus umum estimasi korelasi: 2 2

cov

y x xy

r

σ

σ

=

Korelasi genetik : 2 ) ( 2 ) (

4

4

cov

4

y S x S S

rg

σ

σ

=

Korelasi Phenotip :

)

)(

(

cov

cov

2 ) ( 2 ) ( 2 ) ( 2 ) (x S y W y S y W S W

rp

σ

σ

σ

σ

+

+

+

=

Untuk mengetahui hubung-an secara phenotip nyata atau tidak dilakukan uji t (Segel, 1997) 2 hitung

r

-1

2

-n

r x

t

=

Galat baku korelasi genetik (Beker, 1975).

rg

var

s.e.rg

=

Salah satu cara mencapai efisiensi seleksi menggunakan respon korelasi. Respon seleksi antara dua sifat yang berkorelasi dapat dinyatakan sebagai berikut: p2 2 1 21

i

h

h

rg

Cr

=

σ

Keterangan:

Cr21 : respon seleksi sifat ke-2

terhadap seleksi yang dilakukan pada sifat ke-1 i : perbedaan seleksi dalam

simpangan baku

h1 dan h2: akar dan angka

pewarisan sifat ke-1 dan ke-2

rg : korelasi genetik antara sifat ke-1 dengan sifat ke-2

p2

σ

(5)

pheno-tip sifat ke-2 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Data

Berdasarkan hasil peneli-tian, jumlah anak betina yang sedikit cenderung mempunyai koefisien keragaman lingkar dada, bobot badan, umur saat IB pertama, umur beranak pertama dan produksi susu laktasi pertama cukup besar. Kera-gaman selain dipengaruhi jumlah data, yang paling besar karena pengaruh lingkungan dan manajemen. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya umur, pengaruh lingkungan semakin meningkat dan pengaruh induk semakin berkurang. Lingkungan yang beragam berpengaruh pada tingkat keseragaman potensi genetiknya.

Meskipun keragaman cukup tinggi namun pola pertumbuhan yang dicerminkan dari bobot badan tiap bulan dan lingkar dada mempunyai kecende-rungan pertumbuhan normal.

Umur saat dilakukan IB pertama mempunyai keragaman yang besar 19,20% dengan rerata sekitar 18 bulan. Umur ini sesuai dengan standar pelaksa-naan perkawinan dalam pro-geny. Sapi perah dikawinkan pertama kali harus berumur di atas 15 bulan (Anonymous, 1991). Umur saat 1B pertama selain genetik ditentukan pula oleh lingkungan terutama manajemen pemberian pakan. Hafez (1993) menyatakan bahwa sapi perah dara dapat mengalami umur pubertas terhambat bila ransum yang

diberikan tidak mencukupi gizinya.

Rerata umur beranak perta-ma adalah 28,49 bulan dengan koefisien keragaman 22,90%. Moore, Kennedy dan Schaeffer (1992) melaporkan bahwa umur beranak pertama sapi FH sekitar 29 bulan. Namun laporan penelitian di BPT — HMT Baturaden, diperoleh umur beranak pertama sebesar 33,61 ± 5,16 bulan (Anonymous, 1993). Perbedaan umur beranak dipengaruhi oleh bangsa, pertumbuhan ternak, umur pubertas, manajemen maupun lama kebuntingan ternak.

Data produksi susu sebelum dianalisis, lebih dahulu dikoreksi ke (2x,ME,305). Koreksi dilakukan untuk mengurangi pengaruh ling-kungan terhadap produksi susu sehingga dapat menutupi keragaman yang disebabkan oleh faktor genetik. Kelemahan dari koreksi ini adalah masih digunakannya kepustakaan luar negeri, dalam hal ini adalah USA. Faktor koreksi disusun berdasarkan atas data sapi di Amerika Serikat. Kelemahan tersebut tidak bisa dihindarkan karena belum adanya kepusta-kaan yang disusun berdasarkan atas data di Indonesia, sedangkan data yang diperoleh dalam penelitian ini belum cukup untuk menyusun faktor koreksi sendiri.

Produksi susu laktasi pertama yang telah dikoreksi didapatkan rerata sebesar 4674,15 kg. Hardjosubroto (1993) mendapatkan rerata

(6)

produksi susu FH di Java Timur sebesar 5269,46 kg per laktasi. Berdasarkan beberapa laporan tersebut menunjukkan bahwa waktu dan tempat di samping mutu genetik dapat mempeng-aruhi rerata produksi susu. Heritabilitas

Hasil estimasi nilai h2 yang

baik untuk sifat lingkar dada, bobot badan, umur saat IB pertama, umur beranak pertama dan produksi susu laktasi pertama disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1.

Estimasi nilai h2 lingkar dada,

bobot badan, umur saat IB pertama, umur beranak pertama

dan produksi susu laktasi pertama. Sifa t U n h2 s e h2 LD 5 66 0,55 0,52 BB 4 85 0,30 0,35 BB 6 78 0,37 0,39 IB I - 101 0,15 0,24 UB - 101 0,17 0,25 P - 150 0,46 0,37 Keterangan : N : anak betina h2 : heritabilitas LD : lingkar dada

IB I : umur saat IB pertama LIB : umur beranak pertama P : produksi susu laktasi

pertama U : umur (bulan)

s e h2 : standart error

heritabi-litas BB : bobot badan Heritabilitas Lingkar Dada

Estimasi nilai h2 lingkar

dada umur 5 bulan sebesar 0,55 dengan galat baku 0,52, seperti tampak pada Tabel 1. Pada umur 5 bulan ternak sudah melewati periode menyusu. Pada periode ini banyak terjadi kematian pada pedet dan pertumbuhan pedet sering terhambat. Tingkat kematian pedet di bawah umur tiga bulan mencapai 20% (Bath, Dickinson, Tucker dan Appleman (1991). Williamson dan Payne (1993) menyatakan bahwa kematian pedet dapat mencapai 45%, terutama disebabkan oleh kesalahan program pemberian pakan, stress dan penyakit. Setelah periode menyusu, ternak mengalami lepas sapih dan biasanya dilakukan seleksi dengan melakukan pengukuran - pengukuran bagian tubuh tertentu sebagai parameter seleksi.

Hasil estimasi h2 lingkar

dada umur 5 bulan ini berbeda dari basil penelitian Hagger. dan Hofer (1991) yang memperoleh nilai h2 lingkar dada pada sapi.

Swiss Brounvieh dan Simental yang masing-masing adalah 0,36 dengan galat baku 0,02 dan 0,29 dengan galat baku 0,03. Nilai h2 ini dikategorikan tinggi

sesuai dengan pendapat Pane (1993) dan Hardjosubroto (1994) bahwa nilai h2

dikategorikan tinggi bila nilainya besar dan 0,30. Nilai estimasi h2 ini berbeda dengan

yang dikemukakan Warwick dkk. (1990) bahwa nilai h2

bentuk tubuh sekitar 0,15 sampai 0,30.

(7)

Sifat lingkar dada umur 5 bulan ini dapat digunakan dalam pelaksanaan seleksi. Sifat yang mempunyai nilai h2 sedang

sampai tinggi, seleksi untuk memperbaiki mute genetik ternak lebih cepat.

Heritabilitas Bobot Badan Berdasar Tabel 1, nampak bahwa basil estimasi nilai heritabilitas bobot badan umur 4 bulan dan umur 6 bulan diperoleh nilai estimasi sebesar 0,30 dengan galat baku 0,35 dan 0,37 dengan galat baku 0,39. Pada umur 4 bulan dan umur 6 bulan merupakan umur-umur yang biasa. dilakukan seleksi yaitu masa. lepas sapih dan sudah melewati masa kritis.

Hasil estimasi nilai h2 bobot

badan umur 4 bulan dan 6 bulan masih mempunyai tingkat kesalahan yang cukup besar karena galat baku bernilai lebih dari heritabilitasnya. Warwick dkk. (1990) memberikan kisaran h2 bobot dewasa sapi perah

sebesar 0,30 sampai 0,50. Bobot badan dikategorikan sebagai sifat yang mempunyai nilai h2

tinggi. Noor (1996) menyatakan bahwa h2 bernilai sedang sampai

tinggi sangat tepat untuk meningkatkan mutu genetik ternak dengan seleksi individu.

Masa lepas sapih sampai pubertas banyak dipengaruhi oleh umur maupun bobot sapih. Bobot dan umur penyapihan berbeda-beda tergantung pada ukuran, tingkat pertumbuhan dan kecepatan ternak. Williamson dan Payne (1993) mengemukakan bahwa pedet di

daerah tropis disapih umur 3 sampai 6 bulan. Bobot sapih tergantung pada kemampuan tumbuh anak yang sifatnya bawaan di samping kemampuan induk untuk membesarkan anak-anaknya. Perbedaan umur penyapihan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan masa lepas sapih sampai dewasa. Heritabilitas Umur Saat IB Pertama

Sifat-sifat reproduksi tergo-long sifat yang mempunyai daya pewarisan rendah. Warwick dkk. (1990) mengemukakan bahwa umur dewasa kelamin sapi perah berkisar antara 0,10 sampai 0,20. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1, umur saat IB pertama diperoleh nilai estimasi h2 0,15 ± 0,24.

Estimasi h2 umur saat IB

pertama diperoleh nilai dengan galat baku lebih besar. Hal ini dimungkinkan karena keragam-an data ykeragam-ang terlalu besar. Keragaman disebabkan perbe-daan tercapainya umur pubertas karena faktor genetik maupun faktor lingkungan. Pubertas dapat lebih dini atau lebih lambat tergantung pada bangsa ternak, species dan faktor pakan. Di peternakan rakyat sulit memperoleh catatan umur pubertas pertama sebagai pendekatan digunakan catatan umur 1B pertama. Pubertas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap umur saat IB pertama di samping deteksi berahi.

(8)

Pertama

Estimasi nilai h2 umur

beranak pertama yang ditampil-kan pada Tabel 1 bernilai 0,17 ± 0,25. Penyimpangan nilai esti-masi h2 dimungkinkan pula

karena keragaman yang disebabkan selain genetik, umur kebuntingan, umur pubertas, faktor manajemen dan ling-kungan maupun interaksi di antara keduanya. Umur beranak mempunyai nilai h2 sebesar 0,15

sampai 0,17 (Anonymous, 1992).

Heritabilitas Produksi Susu Laktasi Pertama

Tabel 1 menunjukkan bah-wa produksi susu laktasi pertama diperoleh nilai estimasi h2 sebesar 0,46 dengan galat

baku 0,37. Jairath, Hayes dan Cue (1995) di Quebec Daby Herd Analysis Service menda-patkan nilai estimasi h2 produksi

susu per hari pada laktasi pertama sapi FH sebesar 0,32. Perbedaan nilai h2 disebabkan

lokasi, waktu dan cuplikan data yang berbeda. Nilai pendugaan h2 untuk suatu sifat yang sama

akan bervariasi dalam suatu

populasi ternak tertentu tergantung kepada lingkungan ternak berada. Nilai h2 yang

tinggi memungkinkan untuk dijadikan kriteria dalam melaksanakan seleksi. Hal ini disebabkan h2 yang tinggi

diharapkan dapat mewariskan sifat produksi susu pada keturunannya dengan tingginya kemajuan genetik yang dicapai sehingga seleksi akan efektif. Produksi susu selain oleh lingkungan dipengaruhi pula oleh hereditas, pakan, masa laktasi, waktu sekresi, interval pemerahan, ukuran tubuh, siklus berahi, kebuntingan, periode kering dan penyakit. Penam-pilan produksi susu seekor sapi perah lebih banyak ditentukan oleh lingkungan yang berinte-raksi dengan kondisi fisiologis ternak daripada faktor genetik semata. Kemampuan produksi susu sapi perah 30% dipeng-aruhi oleh faktor genetik dan 70% dipengaruhi oleh ling-kungan (Anonymous, 1991). Hal ini karena sifat produksi mempunyai. heritabilitas tergolong rendah (Warwick dkk. 1990)

.

Tabel 2. Estimasi nilai h2, korelasi genetik dan korelasi phenotip di antara

lingkar dada,bobot badan dan produksi susu laktasi pertama.

Sifat Umur (bulan) n rg s e rg rp s e rp

LD-BB 4 85 1,00 2,81 0,93* 1,00 LD-BB 12 42 1,90 - 0,84* 11,60 LD-P 4 101 0,78 0,46 0,21* 0,51 LD-P 6 105 0,13 1,09 0,21* 6,35 BB-UB 6 36 0,48 1,45 -0,41* 3,38

(9)

BB-UB 10 27 -1,39 - -0,51* 0,97

BB-P 6 37 0,50 1,04 -0,32

-Keterangan:

n : jumlah anak betina rg : korelasi genetik

s e rg : standart error korelasi genetik

rp : korelasi phenotip s e rp : standart error korelasi

phenotip

* : nilai yang nyata setelah diuji dengan uji t

BB: bobot badan

UB: umur beranak pertama LD: lingkar dada

P : produksi susu laktasi pertama

Korelasi Beberapa Sifat Korelasi genetik dan phenotip di antara sifat lingkar dada, bobot badan, umur IB pertama, umur beranak pertama dan produksi susu laktasi pertama disajikan pada Tabel 2. Korelasi antara Lingkar Dada dengan Bobot Badan

Berdasarkan Tabel 2, diperoleh basil korelasi genetik lingkar dada umur 4 bulan dengan bobot badan umur 4 bulan sebesar 1,00 dengan galat Baku 2,81. Nilai ini secara biologis tidak mungkin karena

banyak faktor yang

mempengaruhi.

Berdasar Tabel 2, korelasi phenotip lingkar dada umur 4 bulan dengan bobot badan umur 4 bulan dan lingkar dada umur 12 bulan dengan bobot badan umur 12 bulan memberikan gambaran bahwa secara phenotip ternak pada umur 4 bulan dan 12 bulan mempunyai lingkar dada yang semakin besar akan diikuti pula oleh besarnya

bobot badan ternak umur 4 bulan dan 12 bulan. Meskipun dalam hal ini tidak lepas dari pengaruh faktor lingkungan. Tapi korelasi phenotip ini bisa digunakan sebagai alternatif terkecil dalam melakukan seleksi.

Pada umur 4 bulan rumen dan retikulum mulai berkem-bang karena pemberian hijauan dan konsentrat serta dihentikan-nya pemberian susu. Pedet setelah umur 4 bulan meng-konsumsi hay sebagai makanan utama di samping semi drying grass. Berfungsinya rumen dan retikulum akan berpengaruh pada besarnya kapasitas perut dan selanjutnya berpengaruh pada bobot badan (Anonymous, 1991).

Umur 12 bulan merupakan umur pubertas bagi sapi perah, seperti yang dikemukakan Hafez (1993), bahwa rataan umur pubertas betina dengan tingkat nutrisi rendah di antara 10 sampai 12 bulan. Pada umur mendekati pubertas tingkat

(10)

pertumbuhan biasanya menurun (Taylor, 1991). Penurunan pertumbuhan ini berpengaruh terhadap pertumbuhan lingkar dada dan bobot badannya. Korelasi antara Lingkar Dada dengan Produksi Susu Laktasi Pertama

Korelasi antara lingkar dada dan produksi susu laktasi pertama disajikan pada Tabel 2. Korelasi genetik lingkar dada umur 4 bulan dan 6 bulan dengan produksi susu laktasi pertama masing-masing bernilai 0,78 ± 0,46 dan 0,13 ± 1,08.

Korelasi genetik ukuran tubuh dengan produksi susu mempunyai nilai rendah (+) atau (-) (Warwick dkk. 1990). Tinggi rendahnya korelasi dipengaruhi oleh genetik, lingkungan maupun interaksi di antara keduanya.

Korelasi phenotip lingkar dada umur 4 bulan dan umur 6 bulan dengan produksi susu laktasi pertama diperoleh nilai rendah positif, masing-masing sebesar 0,21 ± 0,51 dan 0,21 ± 6,28. Korelasi tersebut setelah diuji dengan uji t hasilnya nyata meskipun galat bakunya lebih besar dari nilai korelasinya. Galat baku yang lebih besar menunjukkan keragaman yang besar.

Lingkar dada ada hubungan dengan produksi susu karena lingkar dada mempengaruhi kapasitas perut. Pada tipe perah besar perut sangat penting karena untuk konsumsi pakan berupa hijauan. Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa

kapasitas tubuh menggambarkan kapasitas paru-paru dan jantung serta kemampuannya untuk menampung bahan pakan yang dibutuhkan untuk. produksi susu.

Lingkar dada umur 2 bulan dengan produksi susu laktasi pertama berkorelasi genetik -0,20 dengan galat baku 0,91. Hasil ini kemungkinan karena keragaman lingkar dada yang besar akibat perbedaan pengaruh induk dan. pedet masih dalam masa kritis. Korelasi antara Bobot Badan dengan Umur Beranak Pertama

Korelasi phenotip bobot badan umur 6 bulan dengan umur beranak pertama dan bobot badan umur 10 bulan dengan umur beranak pertama bernilai negatif sebesar —0,41 ± 3,38 dan —0,51 ± 11,97. Hal ini berarti keragaman dari kedua sifat yang berkorelasi cukup besar. Secara phenotip meng-gambarkan bahwa bobot badan semakin tinggi umur beranak pertama semakin pendek. Umur beranak pertama dipengaruhi oleh dewasa tubuh dan dewasa. kelamin. Semakin cepat tercapai bobot tertentu, dewasa tubuh semakin cepat.

Umur beranak pertama dipengaruhi oleh cepat atau lambatnya umur saat pubertas. Semakin cepat tercapai pubertas maka umur beranak pertama makin pendek. Wijono dkk. (1994) menyatakan bahwa faktor pertumbuhan dan pertambahan bobot badan mulai

(11)

lepas sapih hingga fase dara lebih menentukan pengawalan umur pubertas.

Korelasi antara Bobot Badan dengan Produksi Susu Laktasi Pertama

Korelasi genetik antara bobot badan umur 6 bulan dengan produksi susu laktasi pertama sebesar 0,50 ± 1,04, sedangkan korelasi phenotip bernilai –0,32 ± 2,06 setelah diuji dengan uji t, korelasi phenotip tidak nyata. Schmidt, Van Vleck dan Hutjens (1988) mengemukakan bahwa induk yang lebih besar mempunyai jaringan sekretori ambing susu lebih besar dan sistem pencernaan yang lebih besar. Metode Seleksi

Berdasarkan nilai heritabili-tas lingkar dada, bobot badan, umur saat IB pertama, unsur beranak pertama dan produksi susu laktasi pertama dan korelasi genetik di antara sifat lingkar dada, bobot badan, umur saat IB pertama, umur beranak pertama dan produksi susu laktasi pertama tidak bisa dilanjutkan ke analisis respon seleksi sehingga tidak didapatkan suatu model seleksi dan tidak bisa memilih metode yang efisien untuk seleksi. Hal ini karena h2 dan korelasi

genetik dari beberapa sifat mempunyai galat baku yang lebih besar dari nilai heritabilitasnya ataupun korelasi genetiknya. Keragaman di antara sifat lingkar dada, bobot badan, umur saat IB pertama,

umur beranak pertama maupun produksi susu laktasi pertama terlalu besar. Keragaman ini banyak sekali yang mempeng-aruhi terutama untuk kondisi peternakan rakyat dengan manajemen yang kurang memadai.

Penelitian ini meskipun tidak didapatkan model seleksi, dalam rangka seleksi yang berdasar sifat lingkar dada, bobot badan, umur saat IB pertama dan umur beranak pertama sebagai alternatif seleksi dilapang bisa menggu-nakan korelasi phenotip di antara sifat tersebut. Penelitian ini memperoleh estimasi nilai korelasi phenotip lingkar dada umur 4 bulan dengan bobot badan umur 4 bulan sebesar 0,93 ± 0,18. Korelasi phenotip lingkar dada umur 12 bulan dengan bobot badan umur 12 bulan sebesar 0,84 ± 11,60, korelasi phenotip lingkar dada umur 4 bulan dengan produksi susu laktasi pertama. sebesar 0,21 ± 0,51 dan korelasi phenotip lingkar dada umur 6 bulan dengan produksi susu laktasi pertama sebesar 0,21 ± 6,28, bobot badan umur 6 bulan dengan umur beranak pertama sebesar –0,41 ± 3,38 dan bobot badan umur 10 bulan dengan umur beranak pertama sebesar – 0,51 ± 0,97. Bila dilihat dari nilai korelasi phenotip didapatkan suatu gambaran bahwa ternak yang mempunyai lingkar dada besar akan mempunyai bobot badan yang tinggi dan produksi susu juga tinggi. Phenotip suatu ternak

(12)

umumnya merupakan suatu gabungan dari faktor genetik dan faktor lingkungan dari individu. Warwick dkk. (1990) menyatakan bahwa phenotip adalah kenampakan luar atau sifat-sifat lain dari suatu individu yang dapat diamati atau dapat diukur. Dengan demikian phenotip bisa menggambarkan juga bagaimana genetik ternak tersebut. Phenotip yang baik mengindikasikan genetik yang unggul bila didukung faktor lingkungan yang baik.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Heritabilitas yang bisa digunakan sebagai parameter genetik adalah lingkar dada sapi PFH umur 5 bulan sebesar 0,55 ± 0,52 dan produksi susu laktasi pertama sebesar 0,46 ± 0,37.

Dalam penelitian ini tidak diperoleh suatu metode seleksi. yang efisien untuk meningkat-kan produksi susu. Sebagai alternatif seleksi di lapang bisa menggunakan korelasi phenotip. Korelasi phenotip lingkar dada umur 4 bulan dengan bobot badan umur 4 bulan sebesar 0,93 ± 1,00, lingkar dada umur 12 bulan dengan bobot badan umur 12 bulan sebesar 0,84 ± 1,60, lingkar dada umur 4 bulan dengan produksi susu laktasi pertama sebesar 0,21 ± 0,51, lingkar dada umur 6 bulan dengan produksi susu laktasi pertama sebesar 0,21 ± 6,35, bobot badan umur 6 bulan dengan umur beranak pertama sebesar –0,41 ± 3,38 dan bobot badan umur 10 bulan dengan

umur beranak pertama sebesar – 0,51 ± 0,97. Keenam korelasi tersebut mempunyai hubungan yang nyata secara phenotip. Saran

Lingkar dada umur 4 bulan bisa digunakan sebagai alter-natif memilih sapi yang berproduksi tinggi pada laktasi berdasarkan phenotipenya.

Manajemen pencatatan dan sistem seleksi sapi. PFH di pusat pembibitan maupun di peternakan rakyat perlu diperbaiki.

DAFTAR PUSTAKA Anonymous. (1991) Manual

Progeny Test. Japan International Cooperation Agency (JICA) Dirjen Peternakan.

____. (1992) Artificial Insemination Manual For Cattle. Association of Livestock Tachnology. ____. (1993) Perbandingan

Kecermatan Nilai

Heritabilitas Per Laktasi dengan Nilai Heritabilitas Rata-Rata Catatan Berulang pada Sapi Fries Holland. Laporan Peneli-tian. Lembaga Penelitian Universitas Pajajaran. Bandung.

____ . (1995) Manual on Dairy Farming. Cooperative Centre Den Mark. Gabungan Koperasi Susu Indonesia Korda Jaws Timur. Indonesia

(13)

Tucker, H.A dan Appleman, RD. (1991) Dairy Cattle : Principles, Practices, Problems, Profits. 3rd ed. Lea dan

Febiger Philadelphia. Becker, W.A. (1975) Manual

Quantitative Genetics. 3rd

ed. Published by Program in Genetics Washington State University Pullman, Washington 99163.

Blakely, J dan Bade, D.H. diterjemahkan oleh Srigandono, B (1991) Ilmu Peternakan. Edisi ke - 4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hafez, E.S.E. (1993) Reproduc-tion in Farm Animals. 6th

ed. Lea and Febiger, Philadelphia.

Hagger, C dan Hofer, A. (1991) Phenotypic and Genetic Relationships Between Wither Height, Heart Girth and Milk Yield in the Swiss Braunvieh and Simmental Breeds. Jour-nal Livestock Production Science. Vol 28.

Hardjosubroto, W. (1993) Analisis Progeny Test untuk Menghitung Nilai Pemuliaan Pejantan. Buletin Peternakan Vol.17. ____ . (1994) Aplikasi

Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Jairath, L.K., Hayes, J.F dan Cue, R.I. (1995) Correla-tions Between First Lactation and Lifetime Performance Traits of

Canadian Holstein. Journal of Dairy Science. Vol.78. No.2.

Lasley, J.E. (1978) Genetics of Livestock Improvement. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Legates, J.E dan Warwick, E.J. (1979) Breeding and Improvement of Farm Animal. 7th ed.

McGraw-Hill Book Co. New York. Moore, R.K, Kennedy, B.W.,

Schaeffer, L.R dan Moxley, J.E., (1992) Relationships Between Age and Body Weight at Calving, Feed Intake, Production, Days Open, and Selection Indexes. Journal of Dairy Science. Vol. 75. No.1.

Murkherjee, D.P dan Banerjee, G.C. (1980) Genetics and Breeding of Farm Animal. Oxford & IBH Publishing Co. Calcuta, Bombay, New Delhi.

Noor, RR. (1996) Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pane, I. (1993) Pemuliaan Ternak Sapi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Schmidt, G.H., Van Vleck, L.D

dan Hutjens, M.F. (1988) Principles of Dairy Science. 2nd ed.

Prentice-Hall.Inc.A. Division of Simon and Schuster Englewood Cliffs, New Jersey 07632. United State of America.

Siegel, S. (1997) Statistik Non Parametrik untuk

(14)

Ilmu-Ilmu Sosial. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Suryono. (1996) Recording Sapi Perah di Jawa Tenah. Dalam Prosiding Perte-muan Teknis Evaluasi Rekording Sapi Perah untuk Produksi calon Pejanan Unggul Lokal. Balai INseminasi Buatan Singosari-Malang, Dirjen Peternakan, Deptan. Taylor, R.E. (1991) Scientfic

Farm Animal Production (An Introduction to Animal Sciene). Macmillan Pusbli-shing Company New York, Maxwell Macmillan Canada, Inc. Toronto, Maxwell Macmillan Inter-national New York Oxford Singapore Sydney.

Warwick, I.J., Astuti, M.J dan Hardjosubroto, W. (1990) Pemuliaan Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Wijono, D.B., Aryogi, Pamungkas, D., dan affandhy, L. (1994) Tampilan Etrus Pertama Sapi Perah Dara Berdasar-kan Umur dan Berat Badan. Dalam Prosiding Pertemuan Teknis evaluasi Sapi Perah untuk Produksi Calon Pejantan Unggul Lokal. Balai Inseminasi Buatan Singosari-Malang, Dirjen eternakan. Jakarta. Williamson, G dan Payne.

Diterjemahkan oleh: Darmadja, D. SGN. 1993) Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Cetakan ke -3. Gadjah Mada

Univer-sity Press. Yogyakarta. Wirjono, P.B. (1996) Evaluasi

Recording Sapi Perah di Jawa Timur Tahun 1995. Dalam Prosiding Pertemu-an teknis Evaluasi Rekor-ding Sapi Perah untuk Produkisi calon Pejantan Unggul Lokal. Balai Inseminasi Buatan Singosari-Malang, Dirjen Peternakan, Deptan

(15)
(16)

Gambar

Tabel   1   menunjukkan   bah- bah-wa   produksi   susu   laktasi  pertama diperoleh nilai estimasi  h 2   sebesar   0,46   dengan   galat  baku   0,37

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Pengadaan Belanja Modal Peralatan dan Mesin pada Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang TA 2017 akan melaksanakan

Kompetensi dengan indikator motif, watak, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan dapat disimpulkan mempunyai pengaruh terhadap penentuan tarif retribusi jasa

Dinyatakan selanjutnya bahwa yang dimaksud dengan Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar

[r]

Penulisan ini bertujuan untuk memberikan solusi kepada orang awam dalam belajar pemrograman dengan lebih mudah dan bagi para pengajar bahasa pemrograman agar lebih mudah

 Panjang artikel 5-7 halaman, disertai foto yang mendukung  Seminar dihadiri oleh DPL, Kades, Muspika, dan Pejabat Unesa  Mahasiswa wajib mengakomodir masukan dari peserta

- lakukan survei ke rencana lokasi penempatan pos hidrologi. - lakukan kegiatan dokumentasi di lokasi pos tersebut dengan mengisi kartu survei dan membuat sket dan

Jadi metode yang kami saranksn untuk ditrapkan di Frodenta Surabaya da lam rangka memecahkan permasa - lahan pengkhususan biaya tidak langsung adalah merupakan kombinasi