• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSAMAAN SCHRODINGER YANG BERGANTUNG WAKTU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSAMAAN SCHRODINGER YANG BERGANTUNG WAKTU"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERSAMAAN SCHRODINGER YANG BERGANTUNG WAKTU

Perbedaan pokok antara mekanika newton dan mekanika kuantum adalah cara menggambarkannya. Dalam mekanika newton, masa depan partikel telah ditentukan oleh kedudukan awal, momentum awal serta gaya-gaya yang beraksi padanya. Dalam dunia makroskopik kuantitas ini semuanya dapat ditentukan dengan ketelitian yang cukup sehingga mendapatkan ramalan mekanika yang cocok dengan pengamtan. Mekanika kuantum juga menghasilkan hubungan antara kuantitas yang teramati, tetapi prinsip ketaktentuan menyarankan bahwa kuantitas yang teramati bersifat berbeda dalam kawasan atomik. Dalam mekanika kuantum ketentuan tentang karakteristik masa depan partikel seperti pada mekanika newton tidak mungkin diperoleh, karena kedudukan dan momentum awal partikel tidak dapat diperoleh dengan ketelitian yang cukup. Kuantitas yang dimaksud dalam mekanika kuantum yaitu peluang. Sepintas kita bisa mengira bahwa mekanika kuantum merupakan pengganti yang jelek dari mekanika newton, namun faktanya mekanika newton tidak lain daripada versi aproksimasi dari mekanika kuantum. Kepastian yang dinyatakan oleh mekanika newton hanya merupakan ilusi, dan kecocokan dengan eksperimen timbul sebagai konsekuensi kenyataan bahwa benda makroskopik terdiri dari banyak atom individual yang menyimpang dari kelakuan rat-rata tidak teramati.

Dalam mekanika kuantum ini, kuantitas yang diperlukan adalah fungsi gelombang dari benda itu sendiri. Walaupun itu sendiri tidak mempunyai tafsiran fisis, namun kuadrat besar mutlak 2 yang dicari pada suatu tempat tertentu pada suatu saat berbanding lurus dengan peluang untuk mendapatkan benda itu di tempat itu pada saat itu. Momentum, momentum sudut, dan energi dari benda dapat diperoleh dari . Persoalan dalam mekanika kuantum adalah untuk menentukan untuk benda itu bila kebebasan gerak dibatasi oleh aksi gaya eksternal. Karena 2berbanding lurus dengan peluang P untuk mendapatkan benda yang digambarkan oleh , integral 2ke seluruh ruang harus berhingga dan benda harus didapatkan pada suatu tempat. Jika dV 0

2  

   . Partikel itu

tidak ada, dan integralnya jelas tidak bisa dan tetap berarti sesuatu 2tidak bisa negatif karena cara didefinisikannya, sehingga satu-satunya kemugkinann yang tertinggal adalah suatu kuantitas yang berhingga agar memang menggambarkan benda real. Untuk

(2)

mendapatkan parrtikel yang digambarkan oleh , maka kita anggap 2sama dengan peluang p, sehingga diperoleh persamaan: dV 1

2  

   , karena

PdV1    adalah suatu

pernyataan matematis bahwa partikel itu ada di suatu tempat untuk setiap saat, dan jumlah semua peluang yang mungkin harus tertentu. Fungsi gelombang yang memenuhi persamaan (1) disebut ternormalisasi. Setiap fungsi gelombang yang bisa dipakai dapat ternormalisasikan dengan mengalihkannya dengan tetapan yang sesuai. Disamping ternormalisasi, harus berharga tunggal, karena P hanya berharga tunggal pada tempat dan waktu tertentu, dan malar (kontinu). Peninjauan momentum memberi syarat bahwa

turunan parsial z , y , x         

harus berhingga, malar, dan berharga tunggal. Hanya fungsi

gelombang dengan sifat-sifat tersebut dapat menghasilkan hasil yang berarti fisis jika dipakai dalam perhitungan. Jadi hanya fungsi gelombang yang berkelakuan baik yang bisa dipakai sebagai representasi matematis dari benda nyata.

Persamaan Schrodinger yang merupakan pokok dalam mekanika kuantum serupa dengan hukum gerak kedua persamaan pokok dalam mekanika newton, adalah persamaan gelombang dalam variabel . Dalam mekanika kuantum fungsi gelombang bersesuaian dengan variabel gelombang y dalam gerak gelombang pada umumnya. Namun, tidak seperti y, bukanlah suatu kuantitas yang dapat diukur, sehingga dapat berupa kuantitas kompleks. Karena itulah kita menganggap dalam arah x dinyatakan oleh:

) v / x t ( i Ae    ……….(1)

Jika  dalam persamaan (1) dengan 2 dan v dengan ,maka kita peroleh: ) / x t ( i 2 Ae     ……….(2) karena Eh2dan p 2 p h  

 , sehingga persamaan (2) menjadi: ) px Et )( / i ( Ae     ……… (3)

Persamaan (3) tersebut merupakan persamaan gelombang ekivalen dari partikel bebas yang berenergi total E dan bermomentum p yang bergerak dalam arah +x. Fungsi gelombang  yang diberikan dalam persamaan (3) hanya benar untuk partikel yang bergerak bebas, sedangkan pada situasi ini gerakan partikel yang dipengaruhi berbagai pembatasan. Selanjutnya persamaan diferensial pokok untuk  dipecahkan secara khusus, persamaan tersebutlah yang disebut dengan persamaan schrodinger. Salah satu cara untuk

(3)

memperoleh persamaan schrodinger adalah dengan mendiferensialkan persamaan (3) dua kali terhadap x, sehingga menghasilkan:

      2 2 2 2 p x  ……… (4)

Dan sekali diturunkan terhadap t menghasilkan:

       iE t ……….(5)

Untuk kelajuan yang kecil terhadap cahaya, energi total partikel E ialah jumalah dari energi kinetik p2/2m dan energi potensial V, dengan V merupakan fungsi kedudukan x dan waktu t: V m 2 p E 2   ……….(6)

Fungsi V menyatakan pengaruh dari sisa semesta pada partikel. Dengan menjadikan kedua suku persamaan (6) dengan fungsi gelombang  yang menghasilkan:

     V m 2 p E 2 ……….(7) Dari persamaan (4) dan (5), kita peroleh:

t i E        ………(8) 2 2 2 x p        ………(9)

Dengan mensubstitusikan pernyataan E dan  p2 dalam persamaan (7), maka diperoleh:           V x m 2 t i 2 2 2   ………..(10)

Persamaan (10) tersebut merupakan persamaan Schrodinger yang bergantung waktu dalam satu dimensi. Jika dalam 3 dimensi persamaan (10) dapat ditulis dalam bentuk:

                  V ) z y x ( m 2 t i 2 2 2 2 2 2 2   ………..(11)

Di mana energi potensial partikel V yang merupakan fungsi dari x, y, z, dan t. Setiap pembatasan yang dapat membatasi gerak partikel dapat mempengaruhi fungsi energi potensial V. Dengan mengetahui bentuk V, persamaan Schrodinger dapat dipecahkan untuk mendapatkan fungsi gelombang partikel , sehingga kerapatan peluang 2 dapat ditentukan untuk x, y, z, dan t tertentu.

(4)

Dalam hal ini persamaan Schrodinger diperoleh mulai dari fungsi gelombang partikel yang bergerak bebas. Perluasan persamaan Schrodinger untuk kasus khusus partikel bebas (energi potensial v = konstan ) ke kasus umum dengan sebuah partikel yang mengalami gaya sembarang yang berubah terhadap ruang dan waktu [V=V(x,y,z,t)] merupakan suatu kemungkinan yang bisa ditempuh, tetapi tidak ada suatu cara yang membuktikan bahwa perluasan itu benar. Oleh karena itu, maka digunakan postulat bahwa persamaan Schrodinger berlaku untuk memecahkan berbagai situasi fisis dan membandingkannya dengan hasil eksperimen. Jika hasilnya cocok, maka postulat yang terkait dalam persamaan Schrodinger sah, jika tidak maka digunakan pendekatan lain.

Dalam kenyataannya, persamaan Schrodinger telah menghasilkan ramalan yang sanagat tepat mengenai eksperimen yang diperoleh. Terkait dengan hal itu, maka persamaan (11) hanya bisa dipakai untuk persoalan non-relativistik karena persamaan itu bersesuaian dengan eksperimen dalam batas-batas berlakunya. Namun, walaupun demikian, persamaan Schrodinger ini tetap merupakan postulat yang sama seperti postulat relativitas khusus atau mekanika statistik, yaitu tak ada satupun yang dapat diturunkan dari beberapa prinsip lain, dan masing-masing merupakan rampatan pokok, tidak lebih atau kurang dari dat empiris yang merupakan landasan akhir dari postulat itu.

KERAPATAN PELUANG

Rapat peluang yang diasosiasikan dengan fungsi gelombang sebagai

 

r,t *

   

r,t  r,t

 , sedemikian rupa sehingga 

 

r,t d3x menyatakan besarnya peluang menemukan partikel di dalam unsur volume d3x di sekitar r pada saat t. untuk

 

r,t

 yang telah ternormalkan berlaku

 

r,td3x 1 V

 

dengan integrasi meliputi seluruh ruang V. persamaan

 

r,td3x 1

V

 

menunjukkan bahwa jika kita melacak kehadiran partikel meliputi seluruh ruang maka peluang untuk mendapatkannya adalah 1, artinya kita pasti menemukan partikel tersebut. Persamaan ini juga menunjukkan bahwa rapat peluang global (dihitung meliputi seluruh ruang) bersifat konstan, tidak bergantung pada waktu. Ini berarti bahwa rapat peluang global bersifat kekal. Jika rapat peluang ini dihitung secara lokal yaitu meliputi ruang yang terbatas, maka

 

r,t *

   

r,t  r,t

(5)

kita ambil derivatifnya terhadap waktu t. hasilnya adalah

 

 

 

t t , r t t , r t t , r * *             ………..(b)

Menurut persamaan Scrodinger

 

   

 

t t , r i t , r t , r V t , r m 2 2 2            , kedua

derivatif fungsi gelombang terhadap waktu di ruas kanan. Persamaan (b) tersebut masing-masing bernilai

 

 

   

t , r t , r i t , r m 2 i t t , r  2         ………..(c) dan

 

 

   

t , r t , r V i t , r m 2 i t t , r 2 * * *            ………..(d) substitusi persamaan (d) dan (c) ke dalam persamaan (b) dan menghasilkan

 

* 2 2 *

* *

m 2 i m 2 i t t , r                       ………..(e)

Dengan  menyatakan vektor operator yang dalam sistem koordinat Cartesian berbentuk z k y j x i        

persamaan (e) dapat diubah menjadi:

 

 

0 t , r J t t , r   ……….(f) Dengan vektor rapat arus peluang J(r,t) didefinisikan sebagai

 

*

* m 2 i t , r J     ………(g)

Persamaan (f) jika diintegralkan secara lokal mengungkapkan hukum kekekalan peluang. Dalam konteks persamaan (f)  sebagai rapat peluang dan J sebagai vektor rapat arus peluang.

Jadi, sesuai dengan persamaan (f) maka rapat peluang lokal bergantung pada waktu. Persamaan (f) dapat juga dimaknai sebagai hukum kekekalan rapat peluang secara lokal.

NILAI HARAP DAN OPERATOR

Perubahan fungsi gelombang terhadap waktu telah dirumuskan, yaitu mengikuti persamaan Schrödinger. Mengingat fungsi gelombang berkaitan erat dengan hasil

(6)

pengukuran, maka timbul pertanyaan tentang begaimana hasil pengukuran perubahan terhadap waktu. Perlu dicatat bahwa hasil pengukuran harus diartikan sebagai nilai harap (rerata) pengukuran. Hal ini disebabkan karena hasil pengukuran bersifat probabilistik sehingga tidak mungkin bagi kita untuk menyelidiki perilaku hasil ukur secara individual.

Dengan menggunakan persamaan Schrödinger, kita akan menemukan jawaban atas pertanyaan tadi. Selanjutnya, untuk penyederhanaan penulisan, kita definisikan:

) t , x ( 2 2 2 V x 2m Hˆ       ………(1)

Dengan menggunakan definisi di atas, persamaan Schrödinger dapat ditulis dalam bentuk: t i Hˆ    

  , dengan Ψ merupakan penyingkatan dari Ψ(x,t).

Nilai harap pengukuran besaran A pada saat keadaan sistem dinyatakan oleh fungsi gelombang ternormalkan Ψ adalah,

      Adx ˆ Aˆ * ………...(2)

Untuk mengetahui bagaimana nilai harap berubah terhadap waktu, dapat diambil derivatif persamaan (2) terhadap waktu, yaitu

        

    A dx ˆ dt d Aˆ dt d * ………..(3)

Karena integrasi dilakukan terhadap x maka operator derivatif terhadap t dapat dimasukkan ke dalam integran. Jadi ruas kanan persamaan (3) dapat diubah menjadi

                   Aˆ dx t dx Aˆ dt d * * ………..(4)

Dengan memperhatikan bahwa telah diubah derivatif biasa (d/dt) menjadi derivatif parsial (/t). Hal ini harus dilakukan mengingat pengambilan derivatif dilakukan terhadap t saja sedangkan Ψ, Ψ*

, dan Aˆ pada umumnya merupakan fungsi x dan t. Selanjutnya, dengan menggunakan aturan derivatif untuk perkalian dua fungsi atau lebih, integral di ruas kanan persamaan (4) dapat diubah menjadi

 

                               dx t Aˆ dx t Aˆ dx Aˆ t dx Aˆ t * * * * …….(5)

(7)

Berdasarkan persamaan Schrödinger, derivatif fungsi gelombang pada suku pertama dan suku terakhir ruas kanan persamaan (5) masing-masing dapat diganti dengan persamaan:      Hˆ i 1 t  ………....(6a) dan

 

* * * Hˆ i 1 Hˆ i 1 t              ……….(6b)

Dengan mensubstitusi persamaan (6) ke dalam persamaan (5) menghasilkan

 

 

 

                            dx Hˆ Aˆ i 1 dx t Aˆ dx Aˆ Hˆ i 1 dx Aˆ t * * * *   ……..(7)

Karena Hˆ hermitian maka berlaku

 

           Aˆ dx HˆAˆ dx Hˆ * * , sehingga persamaan terakhir dapat diubah menjadi:

                      dx t Aˆ dx Aˆ Hˆ Hˆ Aˆ i 1 dx Aˆ t * * *  ……….(8a)

Suku pertama ruas kanan persamaan (8a) menyatakan nilai harap bagi komutator

 

Aˆ,Hˆ 

AˆHˆ HˆAˆ

dan suku kedua menyatakan nilai harap bagi Aˆ /t. Dengan demikian, persamaan (8a) dapat diubah lagi menjadi:

 

            

Aˆ,Hˆ Atˆ i 1 dx Aˆ t *  ……….(8b)

Substirusi persamaan (8b) ke persamaan (5) kemudian hasilnya disubstitusikan ke persamaan (4) menghasilkan persamaan akhir rumusan perubahan nilai harap terhadap waktu sebagai berikut.

 

       t Aˆ Hˆ , Aˆ i 1 Aˆ dt d  ……….(9)

Persamaan (9) menunjukkan bahwa perubahan nilai harap hasil ukur besaran A terhadap waktu bergantung pada dua hal, yaitu; terhadap nilai harap komutator

 

Aˆ,Hˆ dan terhadap nilai harap derivatif Aˆ terhadap waktu. Kebergantungan terhadap fungsi gelombang bersifat implisit dan baru nampak ketika menghitung

 

Aˆ,Hˆ dan Aˆ /t . Persamaan (9) sering disebut sebagai Persamaan Gerak Heisenberg.

(8)

Untuk mengetahui bagaimana nilai harap posisi dan momentum linier berubah terhadap waktu dapat digunakan rumus umum sebagaimana dinyatakan dalam persamaan (9).

a) Perubahan nilai harap posisi terhadap waktu

Berdasarkan persamaan (9), perubahan nilai harap posisi terhadap waktu mengikuti hubungan:

 

       t Xˆ Hˆ , Xˆ i 1 Xˆ dt d  ………..(10)

Komutator yang dibentuk oleh operator posisi dan hamiltonian adalah

 

Xˆ,V(Xˆ)

m 2 Pˆ , Xˆ ) Xˆ ( V m 2 Pˆ , Xˆ Hˆ , Xˆ 2 2                 ……….(11a)

Komutator suku terakhir merupakan operator nol, sebab

 

Xˆ,Xˆ 0 sehingga

Xˆ,V(Xˆ)

0. Komutator suku pertama dapat diselesaikan sebagai berikut.

 

   

m Pˆ i Pˆ , Xˆ Pˆ Pˆ Pˆ , Xˆ m 2 1 Pˆ , Xˆ m 2 1 m 2 Pˆ , Xˆ 2 2            .

Pada perhitungan tadi telah menggunakan persamaan

 

Xˆ,Pˆ i, persamaan (11a) dapat diubah menjadi

 

m Pˆ i Hˆ , Xˆ   ………...(11b)

Selanjutnya, karena Xˆ secara eksplisit tidak bergantung waktu maka Xˆ /t0sehingga nilai harapnya juga nol; jadi Xˆ /t 0. Substitusi nilai ini dan persamaan (11b) ke dalam persamaan (10) diperoleh persaman baru tentang perubahan nilai harap posisi terhadap waktu sebagai berikut

     m Pˆ m Pˆ i i 1 Xˆ dt d   ………....(12)

b) Perubahan nilai harap momentum linier terhadap waktu

Berdasarkan persamaan (9), perubahann nilai harap momentum linier terhadap waktu mengikuti hubungan

 

       t Pˆ Hˆ , Pˆ i 1 Pˆ dt d  ………(13)

(9)

Komutator yang dibentuk oleh operator momentum linier dan hamiltonian adalah

 

Pˆ,V(Xˆ)

m 2 Pˆ , Pˆ ) Xˆ ( V m 2 Pˆ , Pˆ Hˆ , Pˆ 2 2                 ………..(14a)

Komutator suku pertama merupakan operator nol, sebab

 

Pˆ,Pˆ 0 sehingga

 

Pˆ,Pˆ2 0. Komutator suku terakhir dapat diselesaikan sebagai berikut.

Jika komutator tersebut dikerjakan pada sembarang fungsi gelombang Ψ(x),

sehingga operator Xˆ  x dan Pˆ  i/x, maka kita peroleh hubungan

 

                                                  x ) x ( V i x ) x ( V x ) x ( V x ) x ( V i x i ) x ( V ) x ( V x i Pˆ Xˆ V ) Xˆ ( V Pˆ ) Xˆ ( V , Pˆ    

Ini berarti bahwa

x ) x ( V i ) Xˆ ( V , Pˆ     

Dengan demikian, persamaan (14a) menjadi

 

x ) x ( V i Hˆ , Pˆ      ………(14b)

Selanjutnya, karena Pˆ secara eksplisit tidak bergantung waktu maka Pˆ/t 0sehingga nilai harapnya juga nol; jadi Pˆ/t 0. Substitusi nilai ini dan persamaan (14b) ke dalam persamaan (13) diperoleh persaman baru tentang perubahan nilai harap momentum terhadap waktu sebagai berikut

dx ) x ( dV dx ) x ( dV i i 1 Pˆ dt d  ……….(15)

Persamaan (12) dapat diubah menjadi

dt Xˆ d m

Pˆ  . Jika setiap operator dalam persamaan ini diganti dengan besaran fisik yang diwakilinya, maka akan didapatkan

hubungan

dt x d m

p  . Dalam fisika klasik, momentum linier didefinisikan sebagai

dt dx m

(10)

Sekarang jika diperhatikan persamaan (15), dalam fisika klasik terdapat hubungan

dt dp

F (hukum II Newton) dan untuk gaya konservatif berlaku hubungan F = -dV/dx. Jadi dalam fisika klasik, khususnya untuk sistem konservatif, berlaku hubungan

dx dV dt dp   ……….(16)

Jika dibandingkan antara persamaan (15) dan (16) maka dapat disimpulkan bahwa persamaan (15) merupakan pernyataan hukum II newton dalam formulasi kuantum.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat kesepadanan antara fisika kuantum dengan fisika klasik. Kesepadanan rumusan kuantum dan rumusan klasik tentang hukum II newton ini dikenal sebagai Teorema Ehrenfest.

Dari persamaan yang dikemukakan oleh Schrödinger kemudian menimbulkan beberapa pertanyaan antara lain, apakah persamaan Schrödinger menjamin tetap berlakunya hukum kekekalan energi?

Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa hamiltonian (EK + EP)sistem

konservatif bersifat kekal. Dengan kata lain, hamiltonian sistem tidak berubah terhadap waktu. Oleh sebab itu, untuk menguji apakah persamaan Schrödinger menjamin tetap berlakunya hukum kekekalan energi atau tidak, dapat diselidiki bagaimana nilai harap hamiltonian sistem berubah terhadap waktu.

Berdasarkan persamaan (9), perubahan nilai harap hamiltonan terhadap waktu mengikuti formulasi dasar sebagai berikut.

 

       t Hˆ Hˆ , Hˆ i 1 Hˆ dt d  ………..(17)

Karena

 

Hˆ,Hˆ 0 dan untuk sitem konservatif Hˆ /t0maka persamaan (17) menjadi

0 Hˆ dt d   , atau Hˆ = konstan ………..(18)

Persamaan (18) menunjukkan bahwa nilai harap hamiltonan sistem konservatif bersifat kekal. Ini berarti bahwa persamaan Schrödinger menjamin tetap berlakunya hukum kekelan energi (secara rata-rata).

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Beiser, A.1992.Konsep Fisika Modern. Edisi ke-4, cetakan ke-2. Jakarta: Erlangga.

Halliday, Resnick. 1999. Fisika Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga

Kusminarto.1992.Pokok-Pokok Fisika Modern. Yogyakarta: Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada.

Sutopo. 2003. Pengantar Fisika Kunatum. Malang: Universitas Negeri Malang.

Santyasa, I W. 1994. Perkembangan Teori Kuantum Secara Historis.Makalah. Program

Studi Pendidikan Fisika STKIP Singaraja.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang akan dilakukan ini dapat dijadikan informasi tentang kompetensi pedagogik guru TK di Wilayah Tegallega Kota Bandung tahun pelajaran 2018/2019 ditinjau

Pendidikan karakter mempunyai tu- juan yang mulia yang harus dipelajari, dipahami, dihayati dan diamalkan peserta melalui pengembanga nilai- nilai yang membentuk karakter bangsa

Dengan demikian, jika keempat nilai yang dirumuskan oleh Khursyid Ahmad ini dapat direalisasikan dalam pembangunan ekonomi yang dibangun di Indonesia, maka negara akan dengan

Bab IV berisi tinjauan pelaksanaan perkawinan sebagai sanksi bagi pelaku khalwat dalam perspektif Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan

Umumnya bila ditemukan kista yang tidak lebih besar dari sebuah jeruk, dan disertai keluhan, maka sebaiknya jangan segera dilakukan operasi, karena biasanya kista semacam ini berasal

Hipotermia sepintas ini terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia, resusitasi yang lama, ruangan tempat bersalin yang dingin, bila bayi tidak segera dibungkus setelah l ahir,

PAKAN UDANG PRODUKSI PROYEK PANDU TAMBAK INTI RAKYAT KARAWANG, JAWA BARAT.. KARYA

Namun sebelum kewajiban tersebut beralih kepada negara, dalam rangka menjamin hak hidup orang-orang yang tidak mampu tersebut, maka Islam juga telah mewajibkan kepada