• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN Hakikat kemampuan Menentukan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN Hakikat kemampuan Menentukan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1. Kajian teoretis

2.1.1. Hakikat kemampuan Menentukan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)

Kemampuan berasal dari kata dasar “mampu” yang artinya kuasa (bisa, sanggup) dalam melaksanakan sesuatu. Secara harfiah kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan atau kekuatan kita berusaha dengan diri sendiri.(http://www.artikata.com/arti-339605-mampu.html diakses 15 oktober 2012).

Sementara itu , Robbins (2007:57) kemampuan berarti kapasitas seseorang untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan, lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa kemampuan (ability) adalah sebuah penilaian terkini

atas apa yang dapat dilakukan seseorang.

(http://milmanyusdi.com/2011/07/pengertian-kemampuan.htmldiakses 19 oktober 2012).

Kemampuan dapat digolongkan dalam beberapa jenis, diantaranya kemampuan intelektual, fisik, dan kemampuan pekerjaan. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental, bernalar, dan memecahkan masalah. Kemampuan fisik adalah kemampuan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa. Setiap individu mempunyai kemampuan fisik berbeda-beda. Kemampuan intelektual atau fisik dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan tergantung pada persyaratan kemampuan dan pekerjaan tersebut.

(2)

Berdasarkan pengertian kemampuan yang dikemukakan maka yang dimaksud dengan kemampuan dalam penelitian ini adalah kecakapan atau potensi siswa kelas IV SDN 17 Limboto dalam menguasai cara menentukan kelipatan persekutuan terkecil melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

7 2.1.2 Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) A. Pengertian Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)

Mustaqim (2008:54) menyatakan bahwa KPK atau kelipatan persekutuan terkecil dari dua bilangan adalah kelipatan persekutuan bilangan-bilangan yang nilainya paling kecil.

Menurut Marini (2011:149) menyatakan bahwa kelipatan persekutuan terkecil dua bilangan adalah bilangan bulat positif yang habis dibagi kedua bilangan tersebut. Misalnya, kelipatan positif 7 adalah {7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, 56, 63, 70, . . . }, kelipatan 3 adalah {3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27, 30, . . . } maka diperoleh kelipatan persekutuan dari 7 dan 3 yaitu {21, 42, 63, 84, . . . }. Diantara persekutuan tersebut terdapat anggota yang terkecil disebut persekutuan terkecil. Dengan demikian kelipatan persekutuan terkecil pada 7 dan 3 adalah 21.

Sedangkan menurut Subarinah (2006:68) pengertian kelipatan berkaitan dengan barisan bilangan asli {1, 2, 3, 4, 5, . . . }. Kelipatan suatu bilangan adalah bilangan-bilangan yang merupakan hasil perkalian dari bilangan tersebut dengan himpunan bilangan asli, misalnya himpunan bilangan-bilangan kelipatan 6. Untuk mendapatkannya kita bisa ajak siswa untuk mengalikan 6 dengan himpunan

(3)

bilangan asli sehingga diperoleh 6 x 1, 6 x 2, 6 x 3, 6 x 4, dan seterusnya sehingga didapatkan himpuna kelipatan 6 yaitu {6, 12, 18, 24, . . . }.

B. Langkah-langkah Menentukan Kelipatan Persekutuan Terkecil

Menurut Pujiati (2011:149) langkah-langkah dalam menentukan kelipatan persekutuan terkecil dengan melalui 3 langkah yaitu:

1.) Mendaftar kelipatan dua bilangan

2.) Mengidentifikasi kelipatan persekutuan pada dua bilangan 3.) Menentukan kelipatan persekutuan terkecil

Selain itu KPK dapat dicari dengan faktorisasi bilangan, yaitu menuliskan bilangan tersebut dalam bentuk perkalian-perkalian bilangan prima atau kalikan faktor prima yang bersekutu dengan pangkat terbesar. Untuk mencari KPK yang dimulai dari mendaftar kelipatan siswa diberikan contoh soal misalnya menentukan kelipatan dari bilangan 4.Ada kemungkinan siswa masih melakukan operasi hitung penjumlahan secara berulang, namun ada kemungkinan siswa sudah dapat menghitung kelipatan 4 dengan menggunakan perkalian.Hal ini tentu saja tergantung pada tingkat kemampuan siswa yang berbeda. Oleh karena itu tugas guru untuk mendiskusikan dengan siswa cara yang lebih efektif. Dari jawaban siswa kemudian guru dapat mengajak untuk menuliskan hasil kalinya secara berurutan: 4, 8, 12, 16 dan seterusnya. Siswa diminta untuk mengamati dan melihat polanya. Ternyata bilangan-bilangan tersebut diperoleh dengan menambahkan 4 dari bilangan sebelumnya, atau mengalikan 4 dengan bilangan 1, 2, 3, 4, dan seterusnya.

(4)

2 x 4 = 8 8 : 4 = 2 3 x 4 = 12 12 : 4 = 3 4 x 4 = 16 16 : 4 = 4

Guru dapat menyampaikan kepada siswa bahwa bilangan-bilangan yang diperoleh disebut kelipatan 4. Dari contoh soal di atas siswa juga diajak untuk melihat hubungan antara perkalian dan pembagian yang menjadi dasar dalam perhitungan apa pun dan telah dipelajari dari kelas sebelumnya.

Langkah kedua adalah mengidentifikasi kelipatan persekutuan dengan beberapa alternatif penyelesaian antara lain sebagai berikut :

Contoh soal: tentukan kelipatan persekutuan 2 dan 3

a. Dengan menggunakan tabel

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

2

3

Dari tabel di atas nampak bahwa kedua bilangan tersebut memiliki angka yang sama yaitu6, 12, 18, . . .

b. Dengan menggunakan kelipatan

Kelipatan 2 : 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 28, 30, 32, . . . Kelipatan 3 : 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27, 30, 33, . . .

(5)

c. Dengan menggunakan garis bilangan

Menurut Karim (1997:79) mengajarkan kelipatan dengan menggunakan garis bilangan yaitu siswa membilang loncat dua-dua dengan menggunakan garis bilangan, dilanjutkandengan membilang loncat tiga-tiga pada garis bilangan yang sama.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Dari hasil tersebut, setelah diamati ternyata:

Bilangan-bilangan kelipatan 2 adalah: 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22,24, . . .

Bilangan-bilangan kelipatan 3 adalah: 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, . . . Jadi, bilangan yang sama adalah 6, 12, 18, 24, . . .

Selanjutnya guru dapat menjelaskan kepada siswa bahwa bilangan-bilangan yang sama dari 6, 12, 18, 24, 30, . . . disebut kelipatan persekutuan dari 2 dan 3.

Dari contoh yang diberikan guru, diharapkan siswa dapat memahami bahwa kelipatan persekutuan dari dua bilangan adalah kelipatan-kelipatan dari kedua bilangan tersebut yang bernilai sama.

d. Dengan menggunakan faktorisasi prima

Misalnya tentukan KPK dari 12 dan 15 dengan menggunakan faktorisasi, maka:

Kelipatan 12 = {12, 24, 36, 48, 60, 72, 84, 96, 108, 120, . . . } Kelipatan 15 = {15, 30, 60, 75, 90, 105, 120, 135, . . . }

(6)

Kelipatan persekutuan 12 dan 15 = {60. 120, 180, 240, . . . }

Dengan demikian, KPK dari 12 dan 15 adalah 60. Jika menggunakan faktorisasi:

Berdasarkan faktorisasi diperoleh: 12 = 3 x 2 x 2

15 = 3 x 5 KPK = 3 x 2 x 2 x 5

Sehingga KPK dari 12 dan 15 adalah 22 x 3 x 5 = 60

Siswa diajak untuk mengamati hasil di atas, ternyata untuk menentukan KPK dari dua bilangan dapat dilakukan dengan mengalikan semua faktor yang berbeda. Jika ada faktor yang sama maka diambil pangkat terbesar. Oleh karena itu, KPK dari 12 dan 15 adalah 22 x 3 x 5 = 60.

Pada langkah ketiga yaitu menentukan kelipatan persekutuan yang nilainya paling kecil. Setelah diperoleh bahwa kelipatan persekutuan dari 2 dan 3 adalah 6, 12, 24, 30, . . maka kita akan menentukan nilai persekutuan yang paling kecil yakni 6. Dengan demikian KPK dari 2 dan 3 adalah 6.

Berdasarkan penjelasan contoh soal di atas, dapat disimpulkan bahwa kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan yang diperoleh dari hasil kali faktor-faktor prima yang berbeda yang pangkatnya tertinggi dari dua bilangan

3 4

2

2

3 5

(7)

tersebut. Dapat disimpulkan pula bahwa banyak alternative yang dapat dilakukan dalam proses pembelajaran menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK), oleh karena itu guru harus dapat memberikan kebebasan pada siswa dalam mengerjakannya sesuai kemampuan masing-masing. Jika siswa masih kesulitan dalam mengerjakan soal, maka guru harus lebih jeli lagi dalam meninjau kembali proses pembelajaran.

2.1.3 HakikatModel Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 2.1.3.1 Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Slavin (dalam Asma,2006:11) mendefinisikan belajar kooperatif adalah bahwa dalam belajar siswa belajar bersama, saling menyumbang pemikiran, dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok.

Menurut Eggen dan Kauchak (1993:319), pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar membantu dalam mempelajari sesuatu(http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/12/pengertian-pembelajaran-kooperatif .html)diakses 19 oktober 2012).

Hal senada diungkapkan oleh Suprijono (2009:54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Davidson dan Kro1l (dalam Asma,2006:11) mengatakan bahwa belajar kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar siswa dalam kelompok kecil yang saling berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk

(8)

memecahkan masalah-masalah yang ada dalam tugas mereka.Pembelajaran kooperatif adalah suatu system yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitasi individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antara pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.

Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pembelajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Jadi, pola belajar kelompok dengan cara kerjasama antar siswa dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan meningkatkan kreativitas siswa. Pembelajaran kooperatif juga dapat mempertahankan nilai social bangsa Indonesia. Ketergantungan timbal balik mereka mendorong mereka untuk dapat bekerja lebih keras untuk keberhasilan mereka. Hubungan kooperatif juga mendorong siswa untuk menghargai gagasan temannya, bukan sebaliknya.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dimana siswa dalam satu kelompk saling kerja sama memecahkan masalah untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Pada penerapan model pembelajaran kooperatif terdapat beberapa prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya:

(9)

a). Prinsip Ketergantungan

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok bahwa keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua anggota kelompok akan merasa saling ketergantungan.

b) Tanggung Jawab Perseorangan.

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya.Setiap anggota kelompok harusmemberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untukmencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa berbeda, akan tetapi penilaian kelompok harus sama.

c) Interaksi Tatap Muka

Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan individu, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara heterogen, dari segi budaya, latar belakang sosial, dan kemampuan akademik

(10)

yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama dalam proses memperkaya antar anggota kelompok.

d) Partisipasi dan Komunikasi

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif , guru perlu membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, padahal keberhasilankelompok ditentukan oleh partisipasi setiap anggotanya.

3. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Menurut Ibrahim (2000:6) unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang perlu ditanamkan pada diri siswa agar model pembelajaran kooperatif lebih efektif adalah sebagai berikut.

1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama.”

2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompok.

(11)

5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok

6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

2.1.3.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Model pembelajaran jigsaw dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya, di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-temannya di Universitas Jhon Hopkins.

Menurut Slavin (dalam Ibrahim,2000:21) pengertian pembelajaran jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari tim-tim belajar heterogen beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa. Materi pembelajaran disajikan dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung jawab atas penugasan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian materi tersebut kepada anggota tim lain. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa diberi kesempatan untuk berkolaborasi dengan teman lain dalam bentuk diskusi kelompok memecahkan suatu permasalahan. Setiap kelompok memiliki kemampuan akademik yang heterogen sehingga akan terdapat siswa yang berkemampuan tinggi, dua atau tiga siswa berkemampuan sedang, dan seorang siswa berkemampuan kurang.

(12)

Pendekatan dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu metode yang dikembangkan Aronson, dkk yang mempunyai tujuan kognitif berupa informasi akademik sederhana, dan tujuan sosial berupa kelompok belajar dan kerja kelompok.

2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Menurut Polapa (2010:22) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut:

a. Kelompok Asal (Base Group)

1) Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4-6 orang. 2) Bagikan materi atau tugas yang sesuai dengan materi yang diajarkan. 3) Masing-masing siswa dalam kelompok mendapat tugas atau materi

yang berbeda dan memahami informasi yang berada di dalamnya. b. Kelompok Ahli (Expert Group)

1) Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki tugas/materi yang sama dalam satu kelompok.

2) Dalam kelompok ahli ini guru menugaskan siswa belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan materi atau tugas yang menjadi tanggung jawab siswa.

3) Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dari materi atau tugas yang telah dipahami kelompok asal.

4) Apabila tugas sudah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli masing-masing siswa kembali ke kelompok asal.

(13)

5) Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk menyampaikan hasil dari tugas di kelompok ahli.

6) Apabila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya, secara keseluruhan masing-masing kelompok melaporkan hasilnya dan mempresentasikan di depan kelas.

Langkah-langkah di atas sama seperti pendapat Sthal dan Aronson, Elliot (dalam Wirta,2003:2) yang membagi menjadi 7 (tujuh) fase yaitu:

Fase 1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar

Fase 2. Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jelas menyuguhkan berbagai fakta, pengalaman, fenomena, fenomena yang berkaitan langsung dengan materi.

Fase 3. Kelompok dasar/asal atau base group

Siswa dikelompokkan menjadi kelompok asal/dasar dengan 5-6 orang dengan kemampuan akademik yang heterogen. Setiap anggota diberikan sub pokok bahasan/topic yang berbeda untuk mereka pelajari.

Fase 4. Kelompok Ahli atau Expert Group

Siswa yang mendapat topik yang sama berdiskusi dalam kelompok ahli. Fase 5.Tim ahli kembali ke kelompok dasar.

(14)

Siswa kembali ke kelompok dasar/asal untuk menjelaskan apa yang mereka dapatkan dalam kelompok ahli.

Fase 6. Evaluasi

Semua siswa diberikan tes meliputi semua topik Fase 7. Memberikan Penghargaan

Guru memberikan penghargaan secara individual maupun kelompok. Jadi, dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti menggunakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menurut Sthal dan Aronson (dalam Wirta,2003:2)

Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw bisa ditunjukkan dengan gambar di bawah ini yang menunjukkan hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli.

Kelompok Asal

5 anggota yang heterogen dikelompokkan

Kelompok Ahli

Jadi, di dalam model Jigsaw, setiap anggota tim bertanggung jawab untuk menentukan materi pembelajaran yang ditugaskan kepadanya, kemudian mengajarkan materi tersebut kepada teman sekelompoknya yang lain.

(15)

a. Kelebihan Model pembelajaran Jigsaw menurut (Wirta,2010:10) adalah

a) Dapat mengembangkan hubungan pribadi yang positif antara siswa yang memiliki kemampuan belajar berbeda.

b) Membantu siswa untuk respek dengan orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

c) Diskusi tidak didominasi oleh siswa tertentu saja tetapi semua siswa dituntut untuk menjadi aktif dalam diskusi tersebut

d) Pemahaman materi lebih mendalam. e) Meningkatkan motivasi belajar

b. Kelemahan Model Pembelajaran Jigsaw

a) Kegiatan belajar mengajar membutuhkan lebih banyak waktu dibanding metode yang lain.

b) Jika jumlah anggota kurang, akan menimbulkan masalah seperti ada anggota kelompok yang pasif dalam menyelesaikan tugas-tugas dan diskusi

c) Bagi guru metode ini memerlukan kemampuan lebih karena setiap kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda.

d) Membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi bila penataan ruang belum teratur dengan baik.

e) Penilaian yang diberikan didasarkan pada hasil kerja kelompok sehingga guru harus benar-benar tepat dalam penilaian secara individual.

(16)

2.1.4 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Pembelajaran Kelipatan PersekutuanTerkecil (KPK).

Dalam membelajarkan cara menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dapat dimulai dengan mengkondisikan kelas untuk melakukan pembelajaran kooperatif dengan membentuk 4 kelompok yang terdiri dari 6 siswa. Kelompok-kelompok ini dinamakan “kelompok asal”. Sebelumnya, guru harus menyiapkan bahan ajar berupa langkah-langkah menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK)

Ketua-ketua kelompok membagi tugas kepada anggota-anggota kelompok untuk membahas cara menentukan KPK. Setiap anggota mendapat tugas yang berbeda dengan anggota lainnya dalam kelompok. Kemudian, anggota dari masing-masing kelompok yang mendapat tugas yang sama berkumpul membentuk kelompok-kelompok baru yang Setelah mendapatkan materi masing-masing siswa yang mendapatkan pokok bahasan yang sama berkumpul membentuk kelompok-kelompok baru yang dinamakan “kelompok ahli”.

Kelompok ahli membahas materi berdasarkan lembar kerja yang dibagikan oleh guru. Setelah selesai membahas, kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan hasil pembahasan mereka secara bergilir. Selanjutnya perwakilan dari masing-masing kelompok ahli mempresentasikan hasil pembahasannya di depan kelas. Guru menambahkan penjelasan materi dan memperbaiki apabila ada kesalahpahaman tentang materi KPK yang dibahas.

Kelompok ahli pertama menentukan KPK dari 2 dan 4, kelompok ahli kedua menentukan KPK dari 3 dan 5, kelompok ahli ketiga menentukan KPK dari

(17)

6 dan 8, kelompok ahli keempat menentukan KPK dari 4 dan 8, kelompok ahli kelima menentukan KPK dari 5 dan 7 serta kelompok ahli keenam menentukan KPK dari 6 dan 9. Masing-masing kelompok ahli dapat menentukan KPK dengan menggunakan tabel., menggunakan kelipatan, menggunakan garis bilangan atau dengan faktorisasi prima. Setelah selesai membahas, kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan hasil pembahasan mereka secara bergilir. Selanjutnya masing-masing kelompok ahli mempresentasikan hasil pembahasannya di depan kelas.

Setelah mempresentasikan hasil pembahasan, guru memberikan penjelasan kembali bahwa setiap anggota kelompok dapat menentukan KPK dengan cara yang paling efektif menurut masing-masing siswa. Selanjutnya guru akan memberikan evaluasi yang diselesaikan oleh individu untuk mengukur kemampuan siswa setelah menerima materi menentukan KPK.

2.2. Kajian Penelitian Yang Relevan

Penelitian tentang meningkatkan kemampuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebelumnya sudah ada yang meneliti, yakni:

 Murtin Polapa tahun 2010 dalam skripsi yang berjudul meningkatkan keterampilan siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di kelas V SDN 1 Hunggaluwa Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo pada materi menentukan faktor persekutuan terbesar (FPB) menyimpulkan bahwa keterampilan siswa dalam menentukan FPB dapat meningkat melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Hal ini ditunjukkan

(18)

dengan tingkat capaian rata-rata hasil belajar 76 dari KKM 65 dengan tingkat ketuntasan 80% dari 30 siswa.

2.3.Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “Jika melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw maka kemampuan menentukan KPK pada siswa kelas IV SDN 17 Limboto akan meningkat.

2.4. Indikator Kinerja

Indikator kinerja dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan minimal 75% siswa kelas IV SDN 17 Limboto yang dikenai tindakan memperoleh nilai 65 ke atas.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hendriyanto (2008:53) menyatakan bahwa penerapan inkuiri dapat meningkatkan kemampuan kerja ilmiah siswa dengan persentase 77,27%

Dalam pelaksanaan praktik mengajar, mahasiswa mendapat kesempatan mengajar mata pelajaran Pembuatan Pola kelas XI Busana 1 dan XI Busana 2, dengan guru pengampu Dini Sondari,S.Pd

[r]

untuk mengupayakan adanya dialog antara pemerintahan China dengan Dalai lama dan wakil-wakilnya yang menyangkut perbaikan hubungan antara kedua

Pada PT Kayu Lima Sentosa dalam meningkatkan sumber daya manusiannya agar mengetahui kepuasan kerja, motivasi kerja dan komitmen organisasi terhadap kierja

Ini adalah realita dalam perkoperasian karena anggota sebagai pemilik koperasi memberikan makna bahwa anggota memiliki hak penuh menentukan diterima atau disetujuinya