PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS MAHASISWA IAIN PADANGSIDIMPUAN MELALUI PEMBELAJARAN
BERBASIS MASALAH Oleh:
Diyah Hoiriyah, M.Pd1
Abstract
Students’ Mathematics Critical Thinking Ability is an Important component that should be had by a student to help them in solving mathematics problems and their daily problems. One of the ways to develop their ability is through Problem Based Learning. Problem Based Learning is a learning based on the problems which consists of fact, condition, and situation that emphazised to students’ cognitive structure. The main problem of this research is do the students’ improvement with Problem Based Learning in Mathematics Critical Thinking Ability higher than students’ with Conventional Learning? The istrument in this research is mathematics critical thinking test. This research is a semi experiment with pre-test, post-test contol group design. The data are by using t-test. T-test is done homogeneity and normality test for about 5% significant. Based on the result of this research, it has been found that the students’ improvement with Problem Based Learning is higher than students with Conventional Learning.
Keyword: Problem Based Learning, Mathematics Critical Thinking Ability
PENDAHULUAN
Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika merupakan dasar untuk terbentuknya matematika. Dengan berlogika sama halnya dengan mengasah pikiran untuk berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan dasar proses berpikir untuk menganalisis argumen dan memunculkan gagasan terhadap tiap makna untuk mengembangkan pola pikir secara logis. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Noer bahwa: “Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang bermuara pada penarikan kesimpulan tentang apa yang harus kita percayai dan tindakan apa yang akan kita lakukan. Bukan untuk mencari jawaban
64 Peningkatan Kemampua Berpikir...Diyah Hoiriyah
semata, tetapi yang terlebih utama adalah mempertanyakan jawaban, fakta, atau
informasi yang ada”.2 Berpikir kritis dalam hal ini berarti siswa dapat menerima,
menyeleksi dan memproses dengan baik informasi yang datang padanya.
Ada beberapa karakteristik berpikir kritis yaitu deskripsi yang rinci dari sejumlah karakteristik yang berhubungan, yang meliputi analisis, inferensi, ekplanasi, evaluasi, pengaturan diri dan intrepetasi. Selain itu, berpikir kritis juga merupakan dasar dari tiga pola berpikir tingkat tinggi yang lainnya seperti berpikir kreatif, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan dalam hal ini berarti kemampuan berpikir kritis perlu dikuasai terlebih dahulu untuk bisa mencapai kemampuan-kemampuan berpikir lainnya.
Ada beberapa indikator berfikir kritis seperti yang diungkapkan oleh Eggen dan Kauchak yaitu mengidentifikasi asumsi-asumsi tersirat, mengetahui generalisasi yang benar dan salah, mengidentifikasi informasi yang relevan dan tidak relevan
dan mengidentifikasi bias, klise dan propaganda.3 Sedangkan menurut Yamin
indikator berfikir kritis yaitu menganalisa argumen dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang benar dan rasional, analisis asumsi dan bias argumen
dan interpretasi logis.4
Selanjutnya, menurut Enis bahwa indikator dari kemampuan berfikir kritis adalah memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar,
menyimpulkan, memberikan penjelasan lanjut dan mengatur strategi dan taktik.5
Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang menjadi indikator kemampuan berpikir kritis matematis dalam penelitian ini adalah kemampuan mengungkap data/definisi/teorema dalam menyelesaikan masalah.
Keterampilan berpikir kritis sangat penting bagi mahasiswa karena dengan keterampilan ini mahasiswa mampu bersikap rasional dan memilih alternatif pilihan yang terbaik bagi dirinya. Selain itu menanamkan kebiasaan berpikir kritis bagi mahasiswa perlu dilakukan agar mereka dapat mencermati berbagai persoalan yang setiap saat akan hadir dalam kehidupannya. Dengan demikian mereka akan
2 Noer, Sri Hastuti, Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. (Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 2009), hlm. 474.
3 Eggen, Paul dan Kauchak, Don. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Terjemahkan oleh Satrio Wahono. (Jakarta: PT Indeks, 2012), hlm. 115.
4 Yamin, Martinis. Paradigma Pendidikan Kontruktivistik. (Gaung Jakarta: Persada Press, 2008), hlm. 11.
5 Susanto, Ahmad. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), hlm. 129.
tangguh dalam menghadapi berbagai persoalan, mampu menyelesaikannya dengan tepat, dan mampu mengaplikasikan materi pengetahuan yang diperoleh di bangku sekolah dalam berbagai situasi berbeda dalam kehidupan nyata sehari-hari.6
Namun kenyataannya selama ini mahasiswa hanya terbiasa mengerjakan soal-soal rutin dan guru/dosen juga jarang memberikan soal berpikir kritis kepada mahasiswa sehingga hal tersebut yang membuat mahasiswa tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Hal ini terungkap dari hasil penelitian Mayadiana bahwa kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru SD masih rendah, yakni hanya mencapai 36,26% untuk mahasiswa berlatar belakang IPA, 26,62% untuk mahasiswa berlatar belakang Non-IPA, serta 34,06% untuk keseluruhan mahasiswa. Hal serupa juga berdasarkan hasil penelitian Maulana bahwa nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa program D2 PGSD
kurang dari 50% skor maksimal.7
Hal yang sama juga terjadi pada mahasiswa IAIN Padangsidimpuan khususnya mata kuliah statistik matematika pada jurusan tadris matematika. Hal ini sesuai denga hasil observasi awal peneliti terhadap mahasiswa jurusan tadris matematika di IAIN Padangsidimpuan. Dimana dalam observasi awal tersebut, peneliti memberikan soal dalam bentuk essay test kepada 80 mahasiswa. Rata-rata mahasiswa tidak mampu mengungkap data/definisi/teorema dalam menyelesaikan masalah.
Berdasarkan fenomena di atas, maka guru/dosen sangat berperan dalam mendorong terjadinya proses belajar secara optimal sehingga siswa belajar secara aktif. Agar pembelajaran dapat memaksimalkan proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir secara kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan dan memberikan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan. Salah satu usaha perbaikan proses pembelajaran itu adalah melalui upaya pemilihan model/pendekatan pembelajaran yang tepat dan inovatif dalam pembelajaran matematika merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting untuk dilakukan. Pendekatan yang diperkirakan baik untuk diterapkan pada pembelajaran matematika dan dalam rangka merangsang munculnya kemampuan
6 Hasruddin. Memaksimalkan Kemampuan Berfikir Kritis Melalui Pembelajaran Kontekstual. (Jurnal Tabularasa PPs UNIMED volume 4. No.1 Juni 2009), hlm. 48.
7Fachrurazi, Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. (ISSN 1412-565X, Khusus (1): 76-89, 2011). hlm.77.
66 Peningkatan Kemampua Berpikir...Diyah Hoiriyah
berpikir kritis matematis mahasiswa adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).
Istilah PBM diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Learning (PBL).
PBM disebut juga (Problem Based Instruction) yang merupakan suatu pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah. Dimana untuk menyelesaikan masalah itu siswa memerlukan pengetahuan baru untuk dapat dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih nyata.
Pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman telah mereka miliki sebelumnya (prior knowledge)
untuk membentuk pengetahuan dan pengalaman baru.8 Pembelajaran Berbasis
Masalah adalah salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.
Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki ciri-ciri seperti pengajuan pertanyaan atau masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan
autentik, menghasilkan produk atau karya, kolaborasi.9 Dengan demikian dalam
PBM guru tidak menyajikan konsep matematika dalam bentuk yang sudah jadi, namun melalui kegiatan pemecahan masalah siswa digiring ke arah menemukan konsep sendiri (reinvention).
Menurut Arends pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah, belajar peranan orang dewasa secara autentik, memungkinkan siswa untuk mendapatkan rasa percaya diri atas kemampuan yang
dimilikinya sendiri, untuk berfikir dan menjadi pelajar yang mandiri.10
8 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Penerbit Masmedia Buana Pustaka: Surabaya, 2007), hlm. 58.
9Trianto, Mendesai Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta:Kencana Prenada, Media Group, 2012), hlm. 68.
10 Arends, R. (2007). Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh/Buku Dua. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 70.
Jadi, proses pembelajaran berdasarkan masalah, tugas guru/dosen adalah merumuskan tugas-tugas kepada mahasiswa bukan untuk menyajikan tugas-tugas pelajaran, sehingga dengan begitu mahasiswa akan lebih aktif dalam kegiatan proses pembelajaran. Jadi, peran guru/dosen dalam proses pembelajaran berbasis masalah tidak pasif tetapi harus aktif dalam memantau kegiatan mahasiswa serta mengontrol agar proses pembelajaran berjalan dengan baik. Paparan di atas tentang pembelajaran berbasis masalah menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut berpotensi mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa.
Dari uraian di atas, yang dimaksud dengan pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas siswa secara optimal dalam memahami konsep dan memperoleh pengetahuan dengan mengacu pada langkah-langkah pembelajaran tersebut. Adapun langkah-langkah-langkah-langkah pembelajaran yang dimaksud adalah: (1) orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisir siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan seseorangan maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang menerima Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) lebih tinggi daripada mahasiswa yang menerima Pembelajaran Konvensional (KV)?
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu karena peneliti bermaksud memberikan perlakuan kepada subjek penelitian untuk selanjutnya ingin mengetahui peningkatan dari perlakuan tersebut. Perlakuan tersebut adalah pembelajaran berbasis masalah di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan pembelajaran konvensional (KV). Kelas yang diajar dengan PBM merupakan kelas eksperimen, sedangkan kelas yang diajar dengan pembelajaran konvensional (KV) merupakan kelas kontrol.
68 Peningkatan Kemampua Berpikir...Diyah Hoiriyah
Kedua kelompok diberikan pretes dan postes dengan menggunakan instrumen tes yang sama. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah desain pretest-postest control group design.11
Dalam pengumpulan data, teknik penelitian yang digunakan penulis adalah tes kemampuan berpikir kritis. Peningkatan kemampuan berpikir kritis ditinjau berdasarkan perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (N-gain), antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Gain yang dinormalisasi (N-gain)
dapat dihitung dengan persamaan:12
pretes skor ideal maksimal skor pretes skor postes skor g
Tinggi rendahnya N-gain dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) g 0,7, maka N-gain yang dihasilkan termasuk kategori tinggi; (2) jika maka N-gain yang dihasilkan termasuk kategori sedang, dan (3) jika g < 0,3, maka N-gain yang dihasilkan termasuk kategori rendah.
Untuk menguji hipotesis digunakan uji t dengan bantuan software SPSS
17.0 Statistics untuk melihat apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang ada di kelompok PBM lebih tinggi daripada di
kelompok Konvensional. Kriteria pengujiannya adalah tolak jika
dan terima untuk kondisi selainnya dengan taraf signifikansi yang telah
ditentukan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Eksperimen
Secara garis besar untuk hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis pada kelas ekperimen dapat dilihat pada diagram dibawah ini,
11 Ruseffendi, E.T, Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya, (Bandung: Tarsinto, 2005), hlm. 50.
12 Hake, R.R. (1998). Interaktive-engagemant versus traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. Jurnal American Association
of Physics Teachers, 66 (1): 64-74. (Online). Tersedia:
Gambar 1. Diagram Batang Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen
Dari gambar 1 di atas tampak bahwa dari pretes diperoleh skor tertinggi 22, skor terendah 5, rata-rata 15,72 dan standar deviasi sebesar 3,92. Sedangkan untuk postes diperoleh skor tertinggi 61, skor terendah 38, rata-rata 53,56 dan standar deviasi sebesar 5,21. Pada kelas eksperimen ini skor rata-rata tes kemampuan berpikir kritis matematis pretes dan postes bila dibandingkan dengan skor maksimalnya cukup jauh berbeda. Jadi bila dilihat dari rata-rata skor terlihat bahwa rata-rata skor postes lebih tinggi dibandingkan rata-rata skor pretes.
2. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Kontrol
Selanjutnya untuk kelas kontrol, secara garis besar hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis pada kelas ini dapat dilihat pada diagram berikut ini;
0 10 20 30 40 50 60 70
Skor Maksimal Xmaks Xmin Xbar SD
62 22 5 15,72 3,92 62 61 38 53,56 5,21 62 0,98 0,58 0,82 0,10
70 Peningkatan Kemampua Berpikir...Diyah Hoiriyah
Gambar 2. Diagram Batang Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Kontrol
Dari gambar 2 di atas tampak bahwa dari pretes diperoleh skor tertinggi 22, skor terendah 8, rata-rata 15,70 dan standar deviasi sebesar 3,31. Sedangkan skor tertinggi postes 44, skor terendah 24, rata-rata 37,57 dan standar deviasi sebesar 5,00. Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor berpikir kritis matematis juga mengalami peningkatan pada kelas kontrol, namun dari rata-rata kedua kelas tersebut, rata-rata pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan pada kelas kontrol.
3. Deskripsi Hasil N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis di Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Sebelum melihat peningkatannya, terlebih dahulu akan disajikan tabel pretes dan postes untuk masing-masing kelas sampel.
Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Pretes
Kelas Skor
Maksimal Xmaks Xmin SD Prosentase
Eksperimen 62 22 5 15,72 3,92 25,35%
Kontrol 62 22 8 15,70 3,31 25,32%
Keterangan: Presentase adalah persentasi dari dibandingkan dengan Skor Maksimalnya 0 10 20 30 40 50 60 70
Skor Maksimal Xmaks Xmin Xbar SD
62 22 8 15,70 3,31 62 44 24 37,57 5,00 62 0,61 0,19 0,47 0,09
Pretes Postes N-Gain
rata rata X rata rata X rata rata X
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Postes
Kelas Skor
Maksimal Xmaks Xmin SD Prosentase
Eksperimen 62 61 38 53,56 5,21 86,39%
Kontrol 62 44 24 37,57 5,00 60,60%
Keterangan: Prosentase adalah persentasi dari dibandingkan dengan Skor Maksimalnya
Dari tabel 1 dan 2 di atas terlihat bahwa persentase dari skor rata-rata diantara kedua kelas pada saat pretes tidak begitu jauh berbeda, sedangkan persentase rata-rata dari skor postes perbedaannya jauh diantara kedua kelas yakni pada kelas yang memperoleh model PBM persentasenya 86,39% sedangkan pada kelas dengan pembelajaran konvensional persentasenya 60,60% dari skor maksimalnya.
Selanjutnya akan dibahas seberapa besar peningkatan yang terjadi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis antara kelas eksperimen (yang diajarkan dengan model PBM) dan kelas kontrol (yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional) dihitung menggunakan rumus gain ternormalisasi atau N-gain. Pada pengolahan data N-gain kemampuan berpikir kritis juga
diperoleh skor tertinggi (
maks), skor terendah (
min), skor rata-rata (
ratarata)dan standar deviasi (SD) untuk tiap kelas sampel, dapat dilihat pada diagram berikut:
Gambar 3. Diagram Batang Hasil Tes N-Gain Berpikir Kritis Matematis Siswa Pada Kedua Kelas Sampel
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
Xmaks Xmin Xbar SD
0,98 0,58 0,82 0,10 0,61 0,19 0,47 0,09 Eksperimen Kontrol rata rata X rata rata X rata rata X
72 Peningkatan Kemampua Berpikir...Diyah Hoiriyah
Pada gambar 3 terlihat bahwa nilai tertinggi N-gain pada kelas ekperimen sebesar 0,98 dan pada kelas kontrol sebesar 0,61. Sedangkan untuk nilai rata-rata sN-gain kelas ekperimen sebesar 0,82 dan kelas kontrol sebesar 0,47. Jadi rata-rata N-gain kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan rata-rata-rata-rata N-gain dikelas kontrol. Dari perolehan ini maka selisih rata-rata N-gain antara kelas ekperimen dan kelas kontrol sebesar 0,35. Dari tabel 6 juga terlihat nilai standar deviasi untuk kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan standar deviasi pada kelas kontrol, yakni 0,10 pada kelas eksperimen dan 0,09 pada kelas kontrol.
4. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas N-Gain Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Sebelum dilakukan analisis data uji perbedaan dua rata-rata dari N-Gain kemampuan berpikir kritis matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yakni uji normalitas dan uji homogenitas dari N-gain tersebut.
a. Uji Normalitas pada N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov. Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah data hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis berdistribusi secara normal pada kelas eksperimen (PBM) dan kelas kontrol (KV). Hipotesis yang diuji untuk mengetahui normalitas kelompok data N-Gain kemampuan berpikir kritis matematis adalah:
H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
Ha : Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas N-Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol (Tests of Normality)
Tests of Normality Kelas (Model) Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statist ic df Sig. N-Gain berpikir kritis matematis Eksperimen (PBM) .134 39 .076 .942 39 .044 Kontrol (KV) .138 37 .071 .923 37 .014
Dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov test tersebut atau berdasarkan tabel,
diketahui bahwa nilai Signifikansi kelas eksperimen sebesar 0,076 sedangkan kelas
kontrol 0,071, karena nilai signifikansi kelas eksperimen 0,076 maka 0,076 > α :
0,05 sehingga data N-gain kelas eksperimen berdistribusi normal, dan untuk kelas kontrol nilai signifikansi 0,071 > 0,05, artinya data N-gain kelas kontrol adalah normal. Jadi data N-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari data berdistribusi normal. Dengan demikian data N-gain kemampuan berpikir kritis matematis secara keseluruhan dapat disimpulkan berdistribusi Normal.
b. Uji Homogenitas pada N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Setelah melalui tahap uji normalitas, data N-gain juga harus melalui tahap uji Homogenitas. Pada penelitian ini uji homogenitas menggunakan uji Levene. Kriteria untuk pengujian homogenitas dengan menggunakan uji Levence sebagai berikut:
Jika nilai signifikansi > 0,05, Maka varian kelompok data homogen Jika nilai signifikansi < 0,05, Maka varian kelompok data tidak homogen. Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Test of Homogeneity of Variances N-Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.054 1 74 .818
Dari hasil levene menggunakan program SPSS tersebut, diketahui bahwa
untuk dengan uji Levene nilai signifikansinya sebesar 0,818 > α : 0,05 sehingga
hipotesis nol diterima yang berarti semua populasi mempunyai varians yang sama/homogen. Dengan demikian data N-gain kemampuan berpikir kritis metematis secara keseluruhan dapat disimpulkan memiliki varians yang sama atau homogen.
Berdasarkan pengujian normalitas dan homogenitas di atas disimpulkan bahwa data N-gain kemampuan berpikir kritis matematis berdistribusi normal dan memiliki varians yang sama, selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan
74 Peningkatan Kemampua Berpikir...Diyah Hoiriyah
analisis parametric uji t. dengan hipotesis statistik yang harus diuji untuk kemampuan berpikir kritis matematis dirumuskan sebagai berikut:
H0 :
Ha :
Dengan,
Ho : Kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
Ha : Kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
Tabel 5. Hasil Uji t Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the Difference F Sig. T Df Sig. (2-tailed) Mean Differenc e Std. Error Differenc e Lower Upper Ngain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Equal variances assumed .054 .818 15.190 74 .000 .35016 .02305.30423 .3960 9 Equal variances not assumed 15.19773.904 .000 .35016 .02304.30425 .3960 7
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 5 di atas dengan menggunakan
uji t pada taraf signifikansi 05 diperoleh thitung sebesar 15,190 dengan nilai
signifikansi 0,000 sedangkan ttabel sebesar 1,993. Karena thitung > ttabel (15,190 >
1,993) dan signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05), sehingga H0 ditolak. Maka dapat
disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang menerima PBM lebih tinggi daripada mahasiswa yang menerima pembelajaran konvensional.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang menerima Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) lebih tinggi daripada mahasiswa yang menerima Pembelajaran Konvensional (KV). Oleh karenanya, disarankan bagi pendidik menggunakan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir krits matematis mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. (2007). Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh/Buku
Dua. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2008.
Eggen, Paul dan Kauchak, Don. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran.
Terjemahkan oleh Satrio Wahono. Jakarta: PT Indeks, 2012.
Fachrurazi, Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. ISSN 1412-565X, Khusus (1): 76-89. 2011,
Hake, R.R. (1998). Interaktive-engagemant versus traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics
courses. Jurnal American Association of Physics Teachers, 66 (1): 64-74.
(Online). Tersedia:
http://web.mit.edu/rsi/www/2005/minipaper/papers/Hake.pdf. Diakses: 3 September 2013.
Hasruddin, Memaksimalkan Kemampuan Berfikir Kritis Melalui Pembelajaran
Kontekstual. Jurnal Tabularasa PPs UNIMED volume 4. No.1 Juni 2009. 2009.
76 Peningkatan Kemampua Berpikir...Diyah Hoiriyah
Noer, Sri Hastuti, Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Matematis Siswa SMP
Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 2009.
Susanto, Ahmad. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenada Media Group, 2013.
Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Penerbit: Masmedia Buana Pustaka: Surabaya. 2007.
Ruseffendi, E.T, Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta
Lainnya, Bandung: Tarsinto, 2005.
Trianto, Mendesai Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana Prenada, Media Group. 2012.
Yamin, Martinis. Paradigma Pendidikan Kontruktivistik. Gaung Jakarta: Persada