• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN INDEKS KETIDAKWAJARAN SKOR METODE SHL DAN METODE DONLON-FISHER PADA TES HASIL BELAJAR MATEMATIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN INDEKS KETIDAKWAJARAN SKOR METODE SHL DAN METODE DONLON-FISHER PADA TES HASIL BELAJAR MATEMATIKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN INDEKS KETIDAKWAJARAN SKOR METODE

SHL DAN METODE DONLON-FISHER PADA TES HASIL BELAJAR

MATEMATIKA

Suciati Rahayu Widyastuti suciati.rahayu@student.upi.edu Universitas Nahdatul Ulama Cirebon

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL (Sato-Harnisch-Linn) dan metode Donlon-Fisher pada tes hasil belajar matematika SMP kelas VII. Metode penelitian kausal komparatif. Subjek penelitian ini adalah skor peserta tes, sedangkan peserta tes merupakan responden penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh skor peserta tes kelas VII di suatu SMP Negeri Bandung sebanyak 342 skor. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 202 skor peserta tes kelas VII. Penetapan sampel dilakukan menggunakan teknik cluster random sampling atau teknik memilih sampel secara acak dan berdasarkan kelompok atau kelas. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tes yang dibuat oleh peneliti sendiri. Instrumen penelitian berupa tes hasil belajar matematika di SMP. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon untuk uji perbedaan dua rata-rata sampel yang berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher pada tes hasil belajar matematika SMP kelas VII.

Kata kunci: Indeks Ketidakwajaran skor, metode SHL, dan metode Donlon-Fisher.

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the comparison of inappropriate score Index using the SHL methods (Sato-Harnisch-Linn methods) and Donlon-Fisher methods on mathematics achievement test at Junior High School. This is a comparative causal research. The subjects of the research were participants test scores, while a test participant survey respondents. The population in this study were all participants’ scores on a test of class VII Junior High School Bandung as many as 342 scores. The samples in this study were 202 VII grade test scores of participants. Sampling technique for this research using random cluster sampling technique. Data collection techniques using test. The research instrument is math achievement test Junior High School. Analysis of the data using the Wilcoxon test to test the average difference of two paired samples.The result showed that there are not differences of the inappropriate score index using SHL methods Donlon-Fisher methods on mathematics achievement test at Junior High School.

Keywords: The inappropriate score index, SHL method, and Donlon-Fisher method.

kog nitif, afektif, dan psikomotor. Tes meru-pakan salah satu bentuk instrumen yang di gu nakan untuk melakukan pengukuran (Mar dapi, 2012:108). Dilakukannya tes di-mak sudkan untuk mengungkap kemam puan yang berkaitan dengan kognitif sedang kan un -Pendahuluan

Pengukuran yang biasa dilakukan pada saat proses pembelajaran di sekolah disebut pengu kuran pendidikan. Ranah yang diukur da lam proses pendidikan me nurut Binyamin S. Bloom dkk. dalam Azwar (2011:8) yai tu

(2)

tuk mengukur ranah selain kognitif di gu na kan istilah nontes atau survey (Susetyo, 2011).

Setelah proses pembelajaran berlangsung, peserta didik akan diberikan tes hasil belajar, untuk mengetahui hasil pencapaian tujuan pembelajaran sebagai penilaian maupun sebagai umpan balik, bagi guru atau pendidik. Tes prestasi atau tes hasil belajar yang merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa (Susetyo, 2011:7). Hasil tes diharapkan dapat benar-benar menggambarkan kemampuan peserta tes. Namun pada kenyataannya terkadang skor hasil tes tidak dengan benar memberikan informasi yang ingin didapat dari peserta tes. Apabila terjadi seperti itu maka kita berhadapan dengan skor yang tidak benar atau tidak wajar.

Ketidakwajaran skor peserta didik dapat disebabkan apabila terdapat kecurangan dalam mengerjakan tes, misalkan peserta tes menyontek (Hullin, 1983). Ketidakwajaran skor juga dapat disebabkan oleh persepsi, cara belajar, kemandirian belajar, dan tingkat kecemasaan. Terdapat pula penelitian oleh Ali Kaku (2005) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi dan cara belajar siswa dengan ketidakwajaran skor. Pada penelitian Naswiati (2012) pula menyimpulkan bahwa persepsi, kemandirian belajar, dan tingkat kecemasan berpengaruh positif terhadap ketidakwajaran skor hasil belajar siswa. Menurut Nitko (1996) bahwa tekanan mental peserta tes seperti perasaan cemas, khawatir, takut akan gagal, kekurang mampuan dalam penulis, dan perasaan tidak sukai, menyebabkan peserta tes tidak berhasil menjawab benar butir tes. Sebagai akibatnya siswa akan mendapatkan skor yang tidak sesuai dengan kemampuan mereka yang sebenarnya.

Penggambaran penyebab terjadinya ketidakwajaran skor tes dapat tercermin pada sikap siswa SMP kelas VII. Dalam psikologi perkembangan, siswa SMP kelas VII yang berusia antara 12-13 tahun merupakan masa praremaja atau remaja awal menurut

Konopka dalam Yusuf (2012:184) masa yang relatif singkat ini ditandai dengan sikap negatif seperti tidak tenang, kurang suka bekerja, ataupun pesimistik (Yusuf, 2012:26). Kondisi psikologi yang seperti itu terbawa pada saat pembelajaran atau pun pelaksanaan tes. Siswa cenderung pesimistik, merasa tidak siap, karena belum menguasai materi dan juga tidak tenang dalam menghadapi tes.

Tes hasil belajar matematika diindikasi menjadi salah satu yang dapat membuat peserta tes melakukan kecurangan seperti menyontek, was-was dalam mengerjakan tes, khawatir, serta takut gagal, karena pada prakteknya matematika merupakan mata pelajaran yang mempelajari konsep-konsep, struktur-struktur matematika, dan rangkaian pertanyaan-pertanyaan (sifat, teorema, dalil, prinsip), serta tidak jarang pula peserta didik disuguhkan banyaknya simbol, rumus dan notasi. Materi mata pelajaran matematika SMP kelas VII dirasa lebih kompleks dibandingkan dengan matematika ketika mereka masih duduk dibangku SD, karena masa peralihan tersebut mereka masih perlu beradaptasi dalam proses pembelajaran. Terkait hal tersebut, peserta didik merasa tidak bersemangat, enggan, bahkan takut menghadapi pelajaran maupun pada saat tes hasil belajar matematika. Sikap terhadap matematika seperti perasaan cemas dan tidak tenang yang dialami siswa dalam menghadapi tes matematika, dapat mengakibatkan siswa ceroboh menjawab butir tes, seperti salah menghitung atau salah dalam menafsirkan soal, terburu-buru menjawab soal karena waktu pengerjaan tes yang dirasa kurang bagi siswa.

Senada dengan pernyataan tersebut dalam penelitian yang dilakukan oleh Simanungkalit (1987) tentang hubungan antara sikap terhadap matematika, kekhawatiran tes matematika dan locus of control tentang matematika dengan ketidakwajaran jawaban siswa pada tes hasil belajar matematika, hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa sikap terhadap matematika mempunyai peranan

(3)

yang negatif terhadap ketidakwarajan jawaban tes, kekhawatiran pada tes matematika juga berperan dalam tingkat ketidakwajaran siswa, dan Locus of Control tentang matematika juga berperan dalam tingkat ketidakwajaran jawaban pada tes hasil belajar matematika. Simanungkalit menghitung menghitung indeks ketidakwajaran siswa menggunakan metode SHL.

Seperti disebutkan sebelumnya ketidakwajaran skor dapat terjadi pada peserta tes yang melakukan kecurangan yaitu mencontek, kecurangan tersebut lebih mudah lagi dilakukan apabila tes matematika berbentuk tes pilihan ganda, dan juga memberi peluang untuk menebak jawaban benar jika mereka tidak menguasai materi pada butir tes tersebut. Jawaban siswa yang

diidentifikasi terdapat ketidakwajaran skor

akan terlihat sangat ganjil dan bisa terlihat setelah skor selesai dianalisis, soal diurutkan dari yang tingkat kesukarannya rendah ke tingkat kesukarannya tinggi, kemudian terlihatlah ketidakwajaran skor ketika terdapat peserta tes yang dapat menjawab benar butir soal sulit sedangkan butir soal mudah tidak mampu dijawab benar. Apabila sudah ada indikasi bahwa skor peserta tes itu tidak wajar, maka penting dilakukan pendeteksian ketidakwajaran skor, hal ini dilakukan apabila kita sudah tidak dapat mencegah atau menghindari ketidakwajaran skor tersebut, karena itulah fungsi dari pendeteksian ketidakwajaran skor, yaitu suatu metode untuk mendeteksi skor peserta tes yang dicurigai tidak wajar.

Ketidakwajaran skor dapat diantisipasi jika semua kegiatan dan langkah pelaksanaan tes berlangsung dengan baik, selain itu kita juga akan memdapatkan gambaran kemampuan yang benar tentang peserta tes. Dari hasil pendeteksian ketidakwajaran skor tersebut dapat diambil keputusan tentang apa yang harus dilakukan berikutnya terhadap peserta tes yang dideteksi skornya tidak wajar atau juga dapat menjadi bahan evaluasi pada proses pelaksanaan tes.

Pendeteksian ketidakwajaran skor yang biasa dilakukan guru disekolah termasuk yang dilakukan oleh beberapa guru matematika kelas VII di suatu SMP di kota Bandung adalah dengan melihat hasil tes siswa, apabila tes tersebut berbentuk pilihan ganda dan disertai cara pengerjaannya, kemudian terdapat siswa yang menjawab benar butir soal sukar tetapi tanpa disertai cara pengerjaannya, guru menilai butir soal tersebut dianggap salah karena diduga merupakan hasil dari menebak atau mencontek. Terdapat kendala jika tes hasil belajar berbentuk pilhan ganda namun tanpa disertai cara pengerjaan, siswa yang berhasil menjawab butir soal sukar namun tidak berhasil menjawab butir soal mudah, pada kondisi seperti ini guru merasa kebingungan apakah peserta tersebut curang atau tidak, dan skor peserta tersebut wajar atau tidak. Kemudian ada pula pendeteksian ketidakwajaran skor peserta tes yang biasa dilakukan oleh guru dengan melihat keidentikan jawaban salah satu hasil tes siswanya dengan siswa yang lainnya, yaitu skor dikatakan identik bila terjadi kesamaan letak butir soal yang benar maupun salah, menghadapi hal seperti ini guru biasanya mengambil kebijakan seperti mengurangi nilai atau teguran bagi peserta tes yang diduga mencontek untuk memberi efek jera agar tidak mengulangi hal tersebut lagi. Pendeteksian-pendeteksian yang biasa dilakukan oleh guru tersebut tidak berdasarkan suatu metode tertentu. Penggunaaan metode pendeteksian ketidakwajaran skor dapat membantu mengatasi kebingungan guru dalam menentukan suatu skor peserta tes dinyatakan wajar atau tidak, serta penggunaan metode tersebut dapat dilakukan secara sistematis sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan.

Guru-guru dapat menggunakan salah satu metode-metode pendeteksian ketidakwajaran skor yang telah ditemukan oleh ahli-ahli pengukuran, metode-metode tersebut adalah metode Jacob, SHL, Ghiselli, dan Donlon-Fisher.

(4)

Metode-metode tersebut merupakan Metode-metode pendeteksian ketidakwajaran skor yang dalam mengestimasi skornya menggunakan teori skor klasik. Menurut Naga (1992) metode Ghiselli membutuhkan skor prediksi untuk dapat mendeteksi ketidakwajaran skor, dalam langkah perhitungan ketidakwajaran skornya metode ini menggunakan variabel Z untuk mendeteksi peserta tes yang memiliki skor tidak wajar di antara kelompoknya, variabel Z sangat bergantung dengan keadaan. Penggunaan skor prediksi pada metode Ghiselli juga harus benar-benar relevan dan juga harus mengukur sesuatu yang sama dengan skor yang akan dideteksi ketidakwajaran skornya. Pada metode Jacob, metode ini membagi butir soal menjadi lima kelompok taraf sukar, pembagian lima kelompok taraf sukar dapat menjadi kelemahan metode Jacob, karena kita kehilangan informasi taraf sukar butir bagi butir di dalam peringkat yang sama dan juga berapapun jumlah butir soal pada tes akan tetap dibagi ke dalam lima kelompok taraf sukar walaupun jumlah soal tidak kelipatan lima, akibatnya tidak sama banyak jumlah soal disetiap kelompok taraf sukar. Selain pembagian lima kelompok taraf sukar metode Jacob juga memberi bobot besar pada butir yang sukar dan memberi bobot kecil pada butir yang mudah. Adanya pemberian bobot dikhawatirkan tidak dengan optimal karena jika peserta tes menjawab lebih banyak butir dengan benar, cenderung memperoleh indeks kewajaran tinggi, semata-mata nilai indeks kewajaran tidak lagi hanya mengukur kewajaran skor, dan itu dapat menjadi kelemahan dalam perhitungan indeks ketidakwajaran skor.

Sedangkan untuk metode SHL dan metode Donlon-Fisher, keduanya tidak membutuhkan skor prediksi dan tidak ada pembagian peringkat dalam menghitung indeks ketidakwajaran skor peserta tes, dengan begitu kedua metode tersebut cocok apabila digunakan oleh guru-guru karena lebih mudah digunakan tidak perlu mencari

skor prediksi yang belum tentu mengukur sesuatu yang sama seperti pada metode Ghiselli dan juga menghindari kelemahan dalam perhitungan ketidakwajaran skor dalam penggunaan metode Jacob.

Metode SHL dan metode Donlon-Fisher pada proses perhitungannya berdasarkan teori skor klasik dalam mengestimasi skornya, ini mempermudah guru dalam mendeteksi ketidakwajaran skor karena telah sesuai dengan analisis butir soal yang biasa digunakan guru di sekolah dalam menganalisis butir soal yaitu menggunakan teori skor klasik.

Pendeteksian ketidakwajaran skor metode SHL dan metode Donlon-Fisher terlebih dahulu mengurutkan butir mudah ke butir sukar, dan mengurutkan skor peserta tes dari yang tertinggi ke terendah, namun berbeda dalam menghitung kesukaran butir. Kesukaran butir pada metode SHL dinyatakan dengan jumlah jawaban benar dari setiap peserta, sedangkan kesukaran butir pada metode Donlon-Fisher dinyatakan dalam

skala ∆ atau delta. Setelah itu metode SHL

dan metode Donlon-Fisher membandingkan kecocokan antara skor peserta dengan skor kelompok peserta tersebut, tetapi dengan rumus yang berbeda. Perbedaan rumus dapat dilihat jika metode SHL mendeteksi ketidakwajaran skor dengan menghitung selisih banyaknya jawaban salah pada butir mudah serta banyaknya jawaban benar pada butir sukar, kemudian bandingkan dengan indeks kehati-hatian peserta dalam bentuk proporsi terhadap jawaban benar dari seluruh peserta, sedangkan metode Donlon-Fisher menggunakan korelasi biserial untuk membandingkan pola kesukaran butir peserta dengan pola kesukaran butir kelompok peserta.

Seperti yang telah dijabarkan di atas, kedua metode tersebut memiliki fungsi yang sama yaitu untuk mendeteksi ketidakwajaran skor peserta tes, sehingga seharusnya menghasilkan indeks ketidakwajaran yang sama pula, tetapi pada perhitungan

(5)

membandingkan pola kesukaran peserta dengan pola kesukaran kelompok terdapat perbedaan. Sampai saat ini masih belum diketahui apakah perbedaan tersebut dapat menghasilkan indeks ketidakwajaran skor peserta tes yang berbeda pula, karena dikhawatirkan adanya perbedaan indeks ketidakwajaran skor yang dihasilkan oleh metode SHL dan metode Donlon-Fisher memberi dampak kepada guru atau pihak yang ingin mendeteksi ketidakwajaran skor bingung memilih metode mana yang sebaiknya digunakan.

Untuk itulah penting dilakukan penelitian yang berkaitan dengan membandingkan indeks ketidakwajaran skor yang dideteksi menggunakan metode SHL dan menggunakan metode Donlon-Fisher terhadap tes hasil belajar matematika SMP kelas VII, karena apabila telah diketahui indeks ketidakwajaran skor dengan menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher terhadap tes hasil belajar siswa, akan sangat membantu dalam memilih metode pendeteksian ketidakwajaran skor yang tepat, lebih sensitif atau yang lebih praktis dalam penggunaannya.

Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil analisis (1) indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL pada tes hasil belajar matematika SMP kelas VII; (2) indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode Donlon-Fisher pada tes hasil belajar matematika SMP kelas VII; (3) perbedaan indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher pada mata pelajaran matematika di SMP kelas VII.

Metode

Penelitian ini merupakan studi perbandingan kausal atau penelitian kausal komparatif. Penelitian ini dinyatakan sebagai studi perbandingan kausal karena

ingin memverifikasi penyebab atau alasan

munculnya perbedaan indeks ketidakwajaran skor pada hasil belajar matematika siswa

SMP kelas VII, apakah benar dikarenakan perbedaan dalam penggunaan metode pendeteksian ketidakwajaran skornya yaitu dengan menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher.

Subjek penelitian ini adalah skor peserta tes, sedangkan peserta tes merupakan responden penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh skor peserta tes kelas VII di suatu SMP Negeri Bandung yang berjumlah 342. Penarikan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling

terhadap kelompok kelas VII, yaitu antara kelas VII-A sampai VII-I. Dari penarikan tersebut didapat kelas VII-C, VII-D, VII-F, VII-G, VII-H, dan VII-I. Sehingga diperoleh sebanyak 202 siswa yang dijadikan responden.

Instrumen dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar matematika SMP kelas VII semester genap pada materi trasnformasi dan merupakan tes objektif bentuk pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban.

1. Alur Penelitian dan Pengumpulan Data 1) Membuat soal matematika

Pembuatan soal matematika yang akan dijadikan instrumen penelitian berpedoman kepada kurikulum yang berlaku pada sekolah yang siswanya akan dijadikan subjek penelitian dan berdasarkan kisi-kisi tes yang telah dirancang terlebih dahulu. Penulis memilih pokok bahasan transformasi yang dipelajarai oleh siswa kelas VII SMP dengan jumlah butir tes sebanyak 30.

2) Uji validitas isi butir soal

Validitas isi butir soal terdiri dari uji keterbacaan butir soal, uji kecocokan kompetensi dasar dengan indikator, dan kecocokan indikator dengan butir soal. Uji keterbacaan butir soal dilakukan oleh siswa kelas VII, sedangkan uji kecocokan kompetensi dasar dengan indikator dan uji kecocokan indikator dengan butir dilakukan oleh jugment ahli yang bertujuan untuk melihat kecocokan antara kompetensi dasar dengan indikator dan

(6)

juga melihat kecocokan antara indikator dengan butir soal. Perhitungan validitas isi butir soal selanjutnya menggunakan persentase kecocokan.

3) Uji coba soal

Butir soal yang telah di jugment oleh sejumlah ahli dan telah dinyatakan valid, kemudian soal tersebut diujicobakan kepada siswa yang bukan subjek penelitian.

4) Melakukan analisis butir

Setelah mendapatkan skor hasil uji coba tes, penulis melakukan analisis terhadap reliabilitas, daya beda, tingkat kesukaran, dan distraktor. Dari hasil analisis butir soal terdapat satu butir soal yang memiliki daya pembeda yang kurang, sehingga hanya 29 butir soal yang dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.

5) Pengujian Soal Matematika di Kelas VII. Butir soal yang sudah valid dan reliabel

kemudian diujikan pada siswa kelas VII di suatu SMP Negeri di kota Bandung sebanyak 202 siswa.

6) Pendeteksian ketidakwajaran skor

Pengujian soal matematika pada kelas VII menghasilkan sejumlah skor peserta tes yang kemudian dilakukan pendeteksian ketidakwajaran skor terhadap semua skor peserta tes. Pendeteksian ketidakwajaran skor dilakukan menggunakan dua metode yaitu metode SHL dan juga metode Donlon-Fisher.

7) Melakukan perhitungan statistik deskriptif

Pada tahap ini hasil pendeteksian ketidakwajaran skor menghasilkan indeks kehati-hatian dan indeks kewajaran skor siswa. Menampilkan jumlah peserta tes yang dinyatakan skornya wajar dan tidak wajar berdasarkan metode pendeteksian ketidakwajaran skor yaitu metode SHL dan metode Donlon-Fisher, kemudian untuk menginterpretasikan hasil perhitungan menggunakan statistika deskriptif yang meliputi mean, median, modus, standar deviasi, indeks terkecil,

dan indeks terbesar.

8) Mentransformasi Indeks Ketidakwajaran Skor

Sebelum membandingkan rata-rata ke dua indeks ketidakwajaran skor, terlebih dahulu semua indeks ketidakwajaran skor ditransformasikan ke dalam skor baku T. 9) Menghitung Perbandingan secara

Statistik Inferensial

Setelah semua indeks ketidakwajaran skor ditransformasi ke dalam skor baku T, kemudian dilakukan pengujian perbandingan dua rata-rata sampel yang berpasangan.

Deskripsi uraian alur penelitian di atas dapat secara jelas terlihat pada gambar 1.

2. Teknis Analisis Data

Teknik untuk menganalisis data memiliki beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

1) Hasil analisis Pendeteksian Ketidakwajaran Skor menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher Hasil pendeteksian ketidakwajaran skor

menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher menghasilkan indeks kehati-hatian dan indeks kewajaran skor,

dari data tersebut diklasifiksaikan skor

peserta tes yang dinyatakan wajar dan tidak wajar sesuai batasan dari metode masing-masing.

2) Transformasi Indeks Ketidakwajaran Skor ke Dalam Skor Baku T

Semua indeks ketidakwajaran peserta tes yang sudah dihitung menggunakan metode SHL maupun metode Donlon-Fisher, kemudian ditransformasi ke dalam skor baku T, terlebih dahulu ditranformasikan ke dalam skor baku z. Skor z dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(Sudjana,1995:116) dimana:

z = skor baku z = rata-rata skor

(7)

S = simpangan baku

X = skor

T = skor baku T

3) Pengujian Persyaratan Analisis

Uji persyaratan digunakan untuk menentukan data yang telah didapat akan dianalsis menggunakan statistika parametrik atau statistika nonparametrik. Uji persyaratan analisis menggunakan uji normalitas saja tanpa ada uji homogenitas, karena dua kelompok data yang didapat berasal dari sampel yang sama. Uji normalitas dilakukan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Pengujian

normalitas pada taraf signifikansi 5%

dengan pengujian hipotesis sebagai berikut:

H0 : data tidak berdistribusi normal H1 : data berdistribusi normal

Kriteria pengujian: (I) jika P-value < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal, tolak H0, sedangkan (II) jika P-value

0,05, maka data berdistribusi normal, terima H0.

4) Hipotesis Statistik H0 : = 0

H1 : 0

Pengujian dua perbedaan rata-rata sampel yang berpasangan menggunakan teknik analisis statistika nonparametrik yaitu menggunakan uji Wilcoxon karena data tidak berdistribusi normal. Berikut merupakan rumus dari uji Wilcoxon tersebut:

Gambar 1.

(8)

T = nilai terkecil dari

merupakan nilai yang didapat dari perhitungan atau formula

merupakan nilai dari formula merupakan nilai dari formula

ES merupakan nilai dari formula (Corder, W.G., & Foreman, D.I., 2009: 39)

Pengujian hipotesis menggunakan uji dua perbedaan rata-rata populasi yang

berhubungan pada taraf signifikansi 5%

atau 0,05, dengan kriteria pengujian: (I) jika P-value 0,05 maka terima H0, sedangkan (II) jika P-value < 0,05 maka tolak H0

Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Analisis Pendeteksian Ketidakwajaran Skor Menggunakan Metode SHL

Dari jumlah sampel yaitu 202 terdapat 3 peserta tes yang mendapatkan skor 29 atau benar semua, skor peserta tes tersebut tidak diikut sertakan dalam pendeteksian ketidakwajaran skor. Sehingga hanya 199 skor peserta tes yang dideteksi ketidakwajaran skornya. Metode SHL menggunakan istilah indeks kehati-hatian untuk menyatakan kewajaran skor peserta tes. Berikut merupakan hasil perhitungan indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL:

Tabel 1

Hasil Analisis Pendeteksian Ketidakwajaran Skor Menggunakan

Metode SHL

KELAS INTERVAL FREKUENSI

0,000 0,080 12 0,081 0,161 31 0,162 0,242 61 0,243 0,323 51 0,324 0,404 24 0,405 0,485 13 0,486 0,566 4 0,567 0,647 2 0,648 0,728 1

Berdasarkan Tabel 1 di atas indeks kehati-hatian peserta tes terbanyak terdapat pada interval 0,162 sampai 0,242, yaitu 61 siswa, sedangkan hanya terdapat 1 peserta tes yang indeks kehati-hatian terdapat pada interval 0,648 sampai 0,728. Pendeteksian ketidakwajaran skor ditemukan dari 199 peserta tes terdapat 21 peserta tes skornya dinyatakan wajar dan 178 peserta tes skornya dinyatakan tidak wajar. Indeks kehati-hatian antara 0–0,104 merupakan indeks kehati-hatian peserta tes yang skornya dinyatakan wajar. Dari hasil tersebut dihitung pula statistik deskripsinya, sebagai berikut:

Tabel 2.

Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif Indek Kehati-hatian

N

Mean Median Mode DeviationStd. Mini-mal Maksi-mal Valid Missing

199 0 0,248 0,238 0,056 0,120 0 0,726 Berdasarkan Tabel 2 di atas, nilai rata-rata indeks kehati-hatian (mean) adalah 0,248, nilai tengah indeks kehati-hatian (median) adalah 0,238, nilai indeks kehati-hatian terbanyak (modus) adalah 0,056, simpangan baku indeks kehati-hatian sebesar 0,120, indeks kehati-hatian terendah sebesar 0 dan indeks kehati-hatian tertinggi sebesar 0,726.

1) Hasil Analisis Pendeteksian Ketidakwajaran Skor Menggunakan Metode Donlon-Fisher

Metode Donlon-Fisher menggunakan istilah indeks indeks kewajaran skor. Berikut merupakan hasil perhitungan indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode Donlon-Fisher:

(9)

Tabel 3.

Hasil Analisis Pendeteksian Ketidakwajaran Skor Menggunakan

Metode Donlon-Fisher

KELAS INTERVAL FREKUENSI

-0,157 -0,031 4 -0,030 0,096 2 0,097 0,223 14 0,224 0,350 16 0,351 0,477 36 0,478 0,604 55 0,605 0,731 44 0,732 0,858 21 0,859 0,985 7

Berdasarkan Tabel 3 di atas indeks kewajaran skor peserta tes terbanyak terdapat pada interval 0,478 sampai 0,604, yaitu 55 siswa, sedangkan hanya terdapat 2 peserta tes yang indeks kewajaran skor terdapat pada interval -0,030 sampai 0,096. Dari hasil tersebut dihitung pula statistik deskripsinya, sebagai berikut:

Tabel 4.

Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif Indek Kewajaran Skor

N

Mean Median Mode DeviationStd. Mini-mal Maksi-mal Valid Missing

199 0 0,523 0,543 0,826 0,209 -0,157 0,985 Berdasarkan Tabel 4 di atas, nilai rata-rata indeks kewajaran (mean) adalah 0,523, nilai tengah indeks kewajaran (median) adalah 0,543, nilai indeks kewajaran terbanyak (modus) adalah 0,826, simpangan baku indeks kewajaran sebesar 0,209, indeks kewajaran terendah sebesar -0,157 dan indeks kewajaran tertinggi sebesar 0,985.

Hasil pendeteksian ketidakwajaran skor menggunakan metode Donlon-Fisher, dari 199 peserta tes 40 peserta tes skornya dinyatakan wajar dan 159 peserta tes skornya dinyatakan tidak wajar. Indeks kewajaran antara 0 – 0,70 merupakan indeks kewajaran peserta tes yang skornya dinyatakan wajar.

2. Hasil Analisis Perbedaan Indeks Ketidakwajaran Skor Menggunakan Metode SHL dan Metode Donlon-Fisher Pada Mata Pelajaran Matematika di SMP Kelas VII

Setelah dilakukan uji normalias data, diketahui data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Oleh karena itu uji hipotesis yang dilakukan menggunakan statistik nonparametrik yaitu uji Wilcoxon yang merupakan metode statistika yang digunakan untuk menguji perbedaan dua rata-rata sampel yang berpasangan pada taraf

signifikansi 5% dengan kriteria pengujian:

jika P-value 0.05 maka terima H0, sedangkan jika P-value < 0.05 maka tolak H0.

Pengujian hipotesis bertujuan ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan indeks ketidakwajaran skor antara metode SHL dan metode Donlon-Fisher pada pelajaran matematika SMP kelas VII. Sebelum dilakukan uji Wilcoxon semua indeks ketidakwajaran skor peserta tes baik yang menggunakan metode SHL maupun metode Donlon-Fisher terlebih dahulu ditransformasikan ke dalam skor baku T, karena kedua sebaran indeks tersebut memiliki standar yang berbeda, metode SHL menghasilkan indeks kehati-hatian yang semakin mendekati nol semakin wajar skor peserta tes, sedangkan untuk indeks kewajaran yang dihasilkan dari metode Donlon-Fisher semakin mendekati nilai 1 maka semakin wajar. Untuk membandingkan indeks ketidakwajaran skor yang dihasilkan oleh ke dua metode pendeteksian ketidakwajaran skor peserta tes tersebut maka dilakukanlah transformasi ke dalam skor baku T agar memiliki sebaran skor yang sama.

Hasil perhitungan uji hipotesis perbedaan indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher menggunakan uji Wilcoxon

pada taraf signifikansi 5% atau 0,05

menghasilkan P-value = 0,586. Dari hasil tersebut maka dapat dinyatakan bahwa hipotesis nol (H ) diterima karena P-value

(10)

= 0,586 > α = 0,05. Dapat disimpulkan

bahwa tidak terdapat perbedaan indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher pada hasil belajar matematika SMP kelas VII.

Ketidakwajaran skor pada tes hasil belajar matematika dapat terjadi pada peserta tes yang pada tes berlangsung mereka merasa cemas, was-was, belum siap menghadapi tes karena merasa tidak cukup belajar, terburu-buru menjawab karena waktu yang terbatas, salah menafsirkan soal karena jarang melakukan latihan soal-soal, mencontek, ataupun menebak butir soal, jika tes hasil belajar matematika yang diberikan siswa berbentuk pilihan ganda. Pada saat tes berlangsung kondisi-kondisi tersebut juga didapati oleh peserta tes yang menjadi responden penelitian ini. Setelah dilakukan tes, karena dicurigai terdapat skor-skor dari peserta tes tersebut yang tidak wajar, oleh karena itu kemudian skor-skor tersebut dideteksi menggunakan dua metode pendeteksian ketidakwajaran skor yaitu metode SHL dan metode Donlon-Fisher.

Metode SHL dikemukakan oleh Sato

serta dimodifikasi oleh Harnish dan Linn. Dari ketiga nama tersebut maka metode ini dinamakan metode Sato-Harnish-Linn atau metode SHL. Metode ini menggunakan istilah indeks kehati-hatian (caution index) untuk menyatakan kewajaran skor peserta tes. Prinsipnya metode ini mengurutkan butir dari mudah ke sukar. Dalam keadaan yang wajar, seharusnya peserta tidak menjawab dengan salah butir yang mudah serta tidak menjawab dengan benar butir yang sukar. Butir dikatakan mudah ketika skor pada butir tersebut tinggi dan butir dikatakan sukar ketika skor pada butir tersebut rendah (Linn, 1989).

Setelah diurutkan butir tes dari yang mudah ke yang sukar, metode ini membagi dua bagian yaitu bagian pertama adalah bagian butir mudah dan bagian kedua adalah bagian butir sukar. Bagian pertama merupakan sebanyak jawaban betul yang seharusnya sesuai dengan kemampuan peserta tes dan bagian kedua adalah sisanya. Jika dari 10 butir dijawab betul 6 butir maka bagian pertama terdiri atas 6 butir dan bagian kedua terdiri atas 4 butir.

(Naga, 2013:397)

Gambar 2. Bagian Pertama dan Kedua pada Metode SHL

Jawaban betul dinyatakan dengan angka 1 dan jawaban salah dinyatakan dengan angka 0. Jika responden berhati-hati maka seharusnya bagian pertama semuanya berisi angka 1 dan bagian kedua semuanya berisi angka 0. Tetapi karena kurang berhati-hati, pada bagian pertama yang mudah terdapat angka 0 dan pada bagian ke dua yang sukar terdapat angka 1 seperti pada gambar 2.

Apabila semakin jauh ke kiri jawaban salah atau semakin jauh ke kanan jawaban betul maka responden semakin tidak berhati-hati. Letak angka 0 di bagian pertama dan letak angka 1 di bagian kedua menjadi dasar perhitungan ketidakhati-hatian. Besaran indeks kehatian-hatian cg untuk responden ke-g adalah seperti pada rumus di bawah ini dengan Ag, Bg, C, dan D yang didasarkan kepada jumlah skor butir sesuai dengan keadaan setiap responden : (Susetryo, 2014)

(11)

Besaran yang digunakan pada rumus indeks kehati-hatian: Xgi : jawaban responden ke-g terhadap butir ke-i; Xgi : 1 jawaban betul; Xgi : 0 jawaban salah; fgi : Skor butir ke-i; ft : Banyaknya jawaban betul dan pemisah bagian; dan N : Banyaknya butir. Butir diurut dari fgi tertinggi ke terendah. (Linn, 1989)

Semakin besar nilai indeks kehati-hatian, semakin tidak wajar skor peserta tes. Skor peserta yang terwajar mempunyai nilai indeks kehati-hatian sebesar 0 (Linn, 1989). Pola skor pada gambar 2 dapat dijadikan

pertimbangan klasifikasi indeks kehati-hatian peserta tes, karena pengklasifikasian yang

dinyatakan oleh Linn di atas tidak secara jelas batasan wajar dan tidak wajarnya skor peserta tes. Penulis memberikan batasan skor peserta tes yang wajar maupun tidak untuk metode SHL yaitu dengan pertimbangan berdasarkan pola jawaban peserta tes yang masih termasuk kategori dinyatakan wajar dengan indeks kehati-hatian sebesar 0-0,104

Hasil pendeteksian ketidakwajaran skor peserta tes menggunakan metode SHL pada tes hasil belajar matematika, yaitu indeks kehati-hatian peserta tes yang dinyatakan paling wajar sebesar 0, sedangkan indeks kehati-hatian peserta tes yang dinyatakan paling tidak wajar sebesar 0,726. Dari 199 peserta tes atau responden, terdeteksi 21 peserta tes memiliki skor yang wajar dan 178 peserta tes memiliki skor tidak wajar, 21 peserta tes tersebut berdasarkan pertimbangan yang penulis buat.

Sedangkan metode Donlon-Fisher merupakan jenis pendeteksian ketidakwajaran skor yang dilakukan melalui korelasi biserial. Metode ini mengkorelasikan secara biserial pola kesukaran butir yang dilihat secara individu dengan pola kesukaran dilihat secara kelompok, serta menyatakan

koefisien korelasi biserial tersebut adalah

indeks kewajaran skor peserta. Kesukaran setiap butir dinyatakan dalam skala (delta),

koefisien biserial pada skala delta itu

menghasilkan indeks kewajaran sebagai berikut:

dimana: = koefisien korelasi biserial;

= rata-rata kesukaran butir dalam skala delta untuk butir yang terkerjakan oleh peserta ujites; = rata-rata kesukaran butir dalam skala delta untuk butir yang dijawab dengan benar oleh peserta ujites ke-i; = simpangan baku kesukaran butir di dalam skala delta untuk semua butir yan dikerjakan; = proporsi jawaban benar terhadap butir yang dikerjakan; dan = probabilitas pada distribusi probabilitas normal baku di titik yang dibagi oleh . (Naga, 1992:450).

Semakin tinggi koefisien korelasi

biserial maka semakin tinggi indeks kewajaran Donlon-Fisher, artinya semakin cocok skor peserta itu dengan skor kelompok peserta sehingga semakin wajar skor peserta. Semakin rendah atau bahkan negatif nilai

koefisien korelasi biserial maka semakin tidak

cocok skor peserta dengan skor kelompok peserta sehingga semakin tidak wajar skor peserta itu (Naga, 1992).

Pendeteksian ketidakwajaran skor menggunakan metode Donlon-Fihser, perhitungannya menggunakan korelasi biserial, acuan dalam menyatakan tingginya suatu indeks kewajaran skor peserta tes sebagai pembanding dapat menggunakan indeks daya beda butir soal yang dinyatakan oleh Ebel (Susetyo, 2011:161) yaitu: indeks daya beda antara 0,70-1,00 dinyatakan butir memiliki daya beda baik sekali; 0,40-0,69 dinyatakan butir memiliki daya beda cukup baik; 0,30-0,39 dinyatakan butir memerlukan revisi sedikit atau tidak; 0,20-0,29 dinyatakan butir memerlukan revisi atau disisihkan; dan 0,00-0,19 dinyatakan butir direvisi total atau disisihkan.

Klasifikasi indeks daya beda pada

besaran 1,00 sampai 0,70 digunakan sebagai batasan indikator yang menyatakan skor peserta tes wajar, karena mempertimbangkan korelasi antara pola kesukaran butir soal responden secara individu dengan pola

(12)

kesukaran butir soal secara kelompok, memiliki daya pembeda yang baik sekali, maka pada batas indeks 0,70 terlihat adanya perbedaan butir soal yang mudah dan sukar yang baik sekali dan begitu pula apabila dilihat dari pola kesukaran butir soal responden secara individu sesuai dengan pola kesukaran butir soal secara kelompok pada

klasifikasi baik sekali. Jika pada responden

tidak terlihat dengan jelas antara butir mudah dan butir sukar maka dapat dinyatakan bahwa responden tersebut terdeteksi memiliki skor yang tidak wajar. Menurut Mahuddin dan Wardhani (2007) metode Donlon-Fisher akan efektif digunakan apabila kelompok yang akan dideteksi ketidakwajaran skornya berdistribusi normal.

Hasil pendeteksian ketidakwajaran skor menggunakan metode Donlon-Fisher disebut dengan indeks kewajaran peserta tes. Indeks kewajaran tertinggi sebesar 0,985, sedangkan indeks kewajaran terendah sebesar -0,157. Metode Donlon-Fisher menggunakan pertimbangan dengan acuan indeks daya pembeda Ebel, batasan indeks kewajaran peserta tes yang dinyatakan wajar adalah sebesar 0,70, sehingga dari pendeteksian menggunakan metode Donlon-Fisher diperoleh 40 peserta tes yang dinyatakan memiliki skor wajar dan 159 peserta tes yang memiliki skor tidak wajar.

Pendeteksian ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL maupun menggunakan metode Donlon-Fisher, dalam menghitung indeks ketidakwajaran skornya memiliki dua langkah, tetapi dalam prakteknya perhitungan menggunakan metode Donlon-Fisher dengan bantuan Ms. Excel lebih mudah dan lebih cepat, sedangkan perhitungan menggunakan metode SHL lebih rumit dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan menggunakan metode Donlon-Fisher.

Indeks ketidakwajaran skor yang dihasilkan menggunakan metode SHL berbeda dengan indeks ketidakwajaran skor yang dihasilkan menggunakan metode

Donlon-Fisher, oleh karena itu dibutuhkan transformasi ke dalam skor baku T untuk dapat membandingkan dua indeks ketidakwajaran skor tersebut. Digunakan tranformasi ke dalam skor baku T bertujuan agar nilai yang didapat tidak ada yang bertanda negatif.

Hasil pengujian hipotesis dinyatakan Hipotesis nol (H0) diterima, artinya tidak terdapat perbedaan antara metode SHL dan metode Donlon-Fisher dalam hal indeks ketidakwajaran skor pada pelajaran matematika SMP kelas VII. Dalam hal ini indeks ketidakwajaran skor yang dihitung menggunakan metode SHL maupun menggunakan metode Donlon-Fisher menghasilkan rata-rata yang tidak berbeda. Dapat disimpulkan bahwa indeks ketidakwajaran skor yang dihasilkan melalui metode SHL dan metode Donlon-Fisher adalah sama.

Hasil pengujian hipotesis berbeda dengan hipotesis penelitian yang diajukan oleh peneliti. Hipotesis penelitian yang diajukan oleh peneliti awalnya menduga bahwa indeks ketidakwajaran skor yang dihasilkan oleh metode SHL berbeda dengan indeks ketidawajaran skor yang dihasilkan oleh metode Donlon-Fisher. Dugaan sementara peneliti dibangun atas dasar teori-teori dan penelitian yang terdahulu yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Awalnya peneliti mempunyai anggapan bahwa penggunaan rumus perhitungan indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL yang dasar perhitungan kesukaran butirnya menggunakan banyaknya jawaban benar peserta tes pada butir soal, sedangkan metode Donlon-Fisher menyatakan kesukaran butir

dalam skala ∆. Bukan dari segi perhitungan

kesukaran butir saja, tetapi dalam menghitung indeks ketidakwajaran skornya metode SHL menggunakan perbandingan antara indeks kehati-hatian peserta tes dengan indeks kehati-hatian kelompok peserta tes dan juga penginterpretasian indeks ketidakwajaran skor peserta tes, menghitung indeks

(13)

ketidakwajaran skor menggunakan metode Donlon-Fisher mengkorelasikan secara biserial pola kesukaran peserta tes dengan pola kesukaran kelompok peserta tes.

Ternyata dugaan peneliti tidak tepat dalam menyimpulkan dugaan sementara mengenai adanya perbedaan indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher yang dikarenakan oleh penggunaan rumus dan penentuan nilai besaran kesukaran butir soal. Perbedaan dasar perhitungan kesukaran butir soal pada metode SHL dan metode Donlon-Fisher yaitu metode SHL memiliki dasar perhitungan kesukaran butir soalnya menggunakan banyaknya jawaban benar peserta tes pada setiap butir soal, sedangkan metode Donlon-Fisher menyatakan kesukaran

butir dalam skala ∆ tidak memberikan

pengaruh terhadap indeks ketidakwajaran skor yang dihasilkan oleh kedua metode tersebut, ini dikarenakan sekalipun kesukaran

butir dinyatakan dalam skala ∆ namun

kesukaran butir tersebut masih berkaitan dengan banyaknya jawaban benar dari peserta tes pada setiap butir soal, kesukaran

butir soal yang dinyatakan dalam skala ∆

memang menghasilkan bentuk kesukaran butir soal yang baru, namun tidak merubah besaran kesukaran butir soal, misalnya butir soal yang dihitung kesukarannya menggunakan perhitungan banyak jawaban peserta yang benar merupakan butir soal yang mudah dengan ditransformasi ke dalam

skala ∆ tidak merubah tingkat kesukaran

butir soal menjadi mudah atau sedang. Tujuan kesukaran butir soal dinyatakan

dalam skala ∆ adalah karena skor peserta

tes yang dideteksi menggunakan metode Donlon-Fisher ingin dihitung menggunakan korelasi biserial yang mengharuskan skor butirnya atau kesukaran butirnya berupa skor kontinu berdistribusi normal, maka kesukaran butirnya harus dinyatakan terlebih

dahulu ke dalam skala ∆ yang merupakan

taraf kesukaran butir yang ditransforamsi ke dalam distribusi probabilitas normal baku.

Penginterpretasian peserta tes yang dinyatakan wajar dari metode SHL dan metode Donlon-Fisher dan besarnya indeks kehati-hatian (SHL) dengan indeks kewajaran (Donlon-Fisher) yang berbanding terbalik, yaitu jika skor peserta tes ketidawkwajaran skornya dideteksi dengan metode SHL menghasilkan indeks kehati-hatiannya tinggi maka skor peserta tes tersebut dinyatakan tidak wajar, sebaliknya jika skor peserta tes dideteksi ketidakwajaran skornya dengan metode Donlon-Fisher menghasilkan indeks kewajaran tinggi maka skor peserta tes tersebut dinyatakan wajar, ternyata hal tersebut juga tidak memberikan pengaruh terhadap hasil indeks ketidakwajaran skor peserta tes yang diperoleh, karena penginterpretasian hasil indeks ketidakwajaran skor tersebut disesuaikan dengan rumus yang digunakan masing-masing metode, seperti metode SHL menghitung indeks kehati-hatiannya dengan selisih antara indeks kehati-hatian kelompok butir mudah untuk peserta dengan indeks kehati-hatian kelompok butir sukar untuk peserta kemudian dibagi selisih antara indeks kehati-hatian kelompok butir mudah untuk jawaban seluruh peserta dengan indeks kehati-hatian kelompok sukar untuk jawaban seluruh peserta. Maka dikatakan wajar apabila perbandingan selisih tersebut menghasilkan angka nol, yang artinya tidak terdapat selisih antara indeks kehati-hatian kelompok butir mudah untuk peserta dengan indeks kehati-hatian kelompok butir sukar untuk peserta, peserta tersebut dapat menjawab semua butir soal mudah dan tidak berhasil menjawab butir soal sukar.

Metode Donlon-Fisher menghitung indeks kewajarannya berdasarkan korelasi biserial, maka metode ini mengkorelasi secara biserial pola kesukaran butir soal peserta tes dengan pola kesukaran butir soal kelompok peserta tersebut. Indeks

kewajaran merupakan koefisien korelasi

biserial yang bergerak antara -1 sampai 1, maka indeks kewajaran tertinggi adalah 1. Alasan itulah yang membuat interpretasi

(14)

ketidakwajaran skor antara metode SHL dan metode Donlo-Fisher berbanding terbalik, namun sebenarnya menghasilkan indeks ketidakwajaran skor yang sama ketika sudah ditranformasi ke dalam skor baku T. Hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan ada perbedaan hasil pendeteksian ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher dikarenakan oleh pengambilan keputusan batasan skor peserta tes yang dinyatakan wajar dan tidak wajar memiliki acuannya masing-masing, sama halnya seperti hasil penelitian ini secara deskriptif, terdapat perbedaan jumlah peserta tes yang skornya dinyatakan wajar.

Tidak terdapatnya perbedaan indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher dapat dilihat pada peserta tes kelompok tinggi pada metode SHL akan tetap berapa pada kelompok tinggi pada metode Donlon-Fisher walaupun nilai indeks ketidakwajaran skor peserta tes tersebut berbeda, dan begitu pula indeks ketidakwajaran skor peserta tes pada kelompok rendah pada metode SHL akan tetap berapa pada kelompok rendah pada metode Donlon-Fisher. Perhitungan indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL maupun metode Donlon-Fisher terlebih dahulu mengurutkan butir soal yang tingkat kesukarannnya paling mudah ke paling susah dan mengurutkan peserta tes yang skornya paling tinggi ke skor yang paling rendah, peserta tes nomor urut 10 berasal dari kelas VII-G, skor peserta tersebut dideteksi ketidakwajaran skornya menggunakan metode SHL indeks kehati-hatiannya sebesar 0,726 dan jika dideteksi ketidakwajaran skornya menggunakan metode Donlon-Fisher indeks kewajarannya sebesar -0,157.

Peserta tes nomor urut 10 dari kelas VII-G masih tetap pada kategori indeks ketidakwajaran skor pada kelompok tinggi dan indeks ketidakwajaran skornya tetap berada pada tingkat ketidakwajaran skor yang tertinggi atau paling tidak wajar skornya dideteksi dengan metode SHL

maupun menggunakan metode Donlon-Fisher diantara peserta tes yang lain. Begitu pula pada peserta tes nomor urut 16 berasal dari kelas VII-H memiliki indeks kehati-hatian sebesar 0 dinyatakan memiliki skor yang wajar, dan memiliki indeks kewajaran sebesar 0,985 yang dinyatakan memiliki skor yang wajar. Peserta tes nomor urut 16 dari kelas VII-H masih tetap pada kategori indeks ketidakwajaran skor pada kelompok rendah dan indeks ketidakwajaran skornya tetap berada pada tingkat ketidakwajaran skor yang terendah atau paling wajar skornya dideteksi dengan metode SHL maupun menggunakan metode Donlon-Fisher. Walaupun urutan indeks ketidakwajaran skornya tidak tepat sama persis dimasing-masing metode pendeteksian ketidakwajaran SHL dan Donlon-Fisher, namun peserta-peserta tes tersebut masih pada kategori kelompok indeks ketidakwajaran skor yang sama. Tetapi pada pengambilan keputusan suatu skor peserta tes dinyatakan wajar atau tidak pada masing-masing metode tidak terlalu jelas batasannya maka peneliti menggunakan pendekatan-pendekatan yang berbeda pada masing-masing metode.

Selain itu ketidaktepatan perbedaan indeks ketidakwajaran skor menggunakan metode SHL dan metode Donlon-Fisher dapat dikarenakan data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal, sehingga metode Donlon-Fisher tidak mendeteksi secara efektif ketidakwajaran skor setiap peserta tes, seperti yang diketahui metode Donlon-Fisher menggunakan korelasi biserial untuk menghitung indeks ketidakwajaran skornya, sehingga ketika dihadapkan oleh data yang tidak berdistribusi normal maka dikhawatirkan metode ini tidak dengan tepat menghasilkan indeks kewajaran peserta tes tersebut.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) pendeteksian ketidakwajaran skor menggunakan metode

(15)

SHL terhadap hasil tes belajar matematika kelas VII menghasilkan indeks kehati-hatian dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 0,248, nilai tengah (median) sebesar 0,238, nilai terbanyak (modus) sebesar 0,056, simpangan baku sebesar 0,120, indeks kehati-hatian terendah sebesar 0, dan indeks kehati-hatian tertinggi sebesar 0,726. Dari 199 skor peserta tes yang dideteksi menggunakan metode SHL terdapat 178 peserta tes memiliki skor tidak wajar dan 21 peserta tes memiliki skor yang wajar; (2) pendeteksian ketidakwajaran skor menggunakan metode Donlon-Fisher terhadap hasil tes belajar matematika kelas VII menghasilkan indeks kewajaran skor dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 0,523, nilai tengah (median) sebesar 0,543, nilai terbanyak (modus) sebesar 0,826, simpangan baku sebesar 0,209, indeks kewajaran terendah sebesar -0,157, dan indeks kewajaran tertinggi sebesar 0,985. Pendeteksian ketidakwajaran skor menggunakan metode Donlon-Fisher berhasil mendeteksi 159 peserta tes yang memiliki skor tidak wajar dan 40 peserta tes memiliki skor yang wajar; dan (3) Tidak terdapat perbedaan antara metode SHL dan metode Donlon-Fisher dalam hal indeks ketidakwajaran skor pada hasil belajar matematika SMP kelas VII.

Berdasarkan pembahasan dari kesimpulan tersebut maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut, (1) pendeteksian ketidakwajaran skor peserta tes dengan jumlah yang tidak terlalu banyak sebaiknya menggunakan metode SHL, karena data dikhawatirkan tidak berdistribusi normal, sedangkan metode SHL tidak bergantung dengan data yang berdistribusi normal atau tidak. Walaupun dalam proses perhitungannya rumit dan membutuhkan waktu yang cukup lama, tetapi lebih sensitif mendeteksi ketidakwajaran skornya, sehingga lebih akurat hasil yang didapat; (2) Pendeteksian ketidakwajaran skor dengan data yang banyak dengan harapan data tersebut berdistribusi normal, hendaknya menggunakan metode Donlon-Fisher karena

lebih praktis dan cepat. Metode Donlon-Fisher akan efektif bila data yang hendak dideteksi berdistribusi normal, karena metode ini menggunakan korelasi biserial yang diharuskan kesukaran butirnya berbentuk skor kontinu berdistribusi normal; (3) bagi guru yang ingin melakukan pendeteksian ketidakwajaran skor peserta didiknya lebih baik menggunakan metode SHL, karena jumlah peserta tes pada setiap kelas umumnya berjumlah tidak terlalu banyak yaitu 30 sampai 40; dan (4) Mengingat tujuan penelitian ini terbatas ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan yang antara metode SHL dan metode Donlon-Fisher dalam hal indeks ketidakwajaran skor pada tes hasil belajar matematika SMP kelas VII dengan pokok bahasan transformasi, maka untuk penelitian selanjutnya perlu dicoba pada kelas yang berbeda, pokok bahasan, serta pada bidang studi yang berbeda pula, agar didapat bukti empirik yang lebih luas. Daftar Rujukan

Azwar, S. (2011). Tes Prestasi: fungsi dan pengembangan pengukuran pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Corder, W.G., & Foreman, D.I. (2009).

Nonparametric statistics for non-statisticians: a step by step approach. New Jersey: A John Wiley & Sons, Inc. Hullin. et al. (1983). item response

theory: app;ication to psychological measurement. Homewood, III.: Dow Jones-Irwin.

Kaku, Ali. (2005). Ketidakwajaran skor pada tes hasil belajar siswa ditinjau dari persipsi siswa terhadap matematika dan cara belajarnya. Retrivied June 2, 2014. [Online]. Avalilable at http://e-journal.ung.ac.id/ Linn, Robert L. (1989). Educational

measurement. Third edition. New York: American Council on Education/ Mcmillan Publishing Company.

Mardapi, D. (2012). Pengukuran penilaian dan evaluasi pendidikan. Yogyakarta: Nuha Lentera.

(16)

Mahuddin dan Wardhani (2006). Pendeteksian ketidakwajaran (inappropirateness) skor hasil ujian nasional pelajaran matematika SLTA se-Kota Medan Tahun Pelajaran 2006/2007. Retrivied 10 June, 2014. [Online]. Avaliable at http:// www.mapendademak.org/wp-content/ uploads/2013/01/ketidakwajaran-skor. pdf.

Naga, D. (1992). Pengentar teori sekor: pada pengukuran pendidikan. Jakarta: Gunadarma.

Naga, D. (2013). Teori Sekor pada pengukuran mental. Jakarta: Nagarani Citrayasa.

Naswiati, (2012). Pengaruh persepsi, kemandiarian belajar, dan tingkat kecemasan terhadap ketidakwajaran skor hasil belajar siswa. Retrivied June 2, 2014. [Online]. Avaliable at http://www. journal.ppsunj.org.

Nitko, (1996). Ketidakwajaran skor tes.

Retrieved 2 June, 2014. [Online].

Avaliable at www.wakhinuddin. wordpress.com

Simanungkalit, A. (1987). Hubungan

antara sikap terhadap matematika, kekhawatiran tes matematika dan locus of control tentang matematika dengan jetidakwajaran jawaban siswa pada tes hasil belajar matematika pada sekolah menengah atas di wilayah dki jakarta. Tesis. Jakarta: Sps UNJ.

Susetyo, B. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar: Dengan Teori Ujian Klasik dan Teori Responsi Butir. Bandung: Cakra. Susetyo, B. (2014). Pendeteksian

ketidakwajaran skor siswa. Retrieved 10 March, 2014 [Online]. Avaliable at http://

file.upi.edu.

Sudjana, Nana. (1995). Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: Rosdakarya.

Yusuf, Syamsul. (2012). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Rosda.

Gambar

Gambar 2. Bagian Pertama dan Kedua pada  Metode SHL

Referensi

Dokumen terkait

yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan karyawan maupun pegawai,.

Rebranding merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga untuk mengubah total atau memperbaharui sebuah brand yang telah ada agar menjadi lebih baik, dengan

“ Analisis Pengaruh Rebranding terhadap Brand Equity Air Conditioner (AC) Panasonic .” Skripsi Program Studi Strata 1 Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen

3 Bapak/Ibu tetap memilih AC merek Panasonic walaupun telah melakukan perubahan merek 4 AC Panasonic merupakan AC National yang. telah

Malaysia sebagai negara yang maju pastilah mempunyai rakyat yang berpendidikan tinggi, namun begitu di Malaysia setiap institusi pendidikan tinggi

In this report, through conversations with experts at the intersection of data and sports, we will explore advances in the sports industry, from predictive analytics that work from

dalam tubuh yang terdiri dari bagian utama yaitu peritoneum.. parietal yang melapisi dinding rongga abdominal

Destilasi Ekstraktif pada kondisi Vakum mempunyai beberapa keunggulan yaitu dapt menurunkan titik didih dehingga waktu yang dibutuhkan untuk operasi lebih pendek, dapat