i
PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) DALAM
MELAKUKAN REVIEW BERKALA TERHADAP
MEKANISME PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN
DANA SERTA PELAYANAN JASA DI KSPPS BMT ANDA
SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
MIFTAHUL JANAH
NIM. 21413024
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
iii
PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) DALAM
MELAKUKAN REVIEW BERKALA TERHADAP
MEKANISME PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN
DANA SERTA PELAYANAN JASA DI KSPPS BMT ANDA
SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
MIFTAHUL JANAH
NIM. 21413024
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
vii
MOTTO
Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk
hari tua
(Aristoteles)
Setiap orang ibarat bulan
Memiliki sisi kelam,
Yang tak ingin ia tunjukkan pada siapapun
Pun sungguh cukup bagi kita,
Memandang sejuknya permukaan bulan,
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
1. Bapakku dan Ibuku tercinta, Bapak Saswandi dan Ibu Masyatun.
Terimakasih atas kasih sayang, dukungan dan do’a yang tulus untukku.
Pengorbanan kalian Allah yang akan membalasnya.
2. Adik-adikku Muchammad Fauzi dan Eli Istiqomah semoga kalian menjadi
anak yang sholih sholihah dan menjadi kebanggan orang tua, serta menjadi
anak yang berguna.
3. Keluarga yang berada di Kota Kebumen, Pakdhe Budhe serta ponakan
yang selalu kurindu Syifa dan Gibran.
4. Untuk keluarga besarku yang berada di Kota Tegal Jawa Tengah,
Almarhum Bapak Cakya dan Emak Rolah serta Om dan Tanteku
semuanya yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terimakasih atas
do’a dan dukungan yang telah diberikan.
5. Keluargaku di Salatiga, santriwan santriwati Pondok Pesantren AnNida.
Terimakasih saudara saudariku atas dukungan dan doanya.
6. Untuk seseorang yang selalu memberi semangat untuk segera
menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas motivasi, support dan do’anya.
7. Temen-temen seperjuangan menuntut ilmu, Hukum Ekonomi Syariah
2013 dan Fakultas Syariah semoga kita semua menjadi orang yang
ix
8. Kepada keluarga besar KSPPS BMT ANDA Salatiga, terimakasih telah
memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini. Sukses
selalu.
9. Temen senasib seperjuangan khususnya temen pejuang skripsi Lala
Halimah yang bersedia menemani dan membantu penulis berjuang,
semoga Allah yang membalasnya.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa tercurah kepada Sang Pemilik kehidupan yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala limpahan Rahmat dan
NikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
Sholawat dan salam untuk Rasulullah Muhammad SAW, sang pembawa cinta
yang membimbing manusia menuju surga serta mengajarkan kepada manusia
untuk saling mengasihi.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar
sarjana dalam Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis
mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi., M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah
3. Ibu Evi Ariyani, S.H.,M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah,
sekaligus selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu sabar memberi
bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Heni Satar Nurhaida, S.H.,M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik
5. Bapak dan ibu dosen yang telah memberi ilmu kepada penulis sertas eluruh
civitas akademika IAIN Salatiga yang banyak membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini.
6. Kepada Bapak dan Ibuku tercinta yang selalu medukung penulis serta tak
xii
ABSTRAK
Janah, Miftahul. 2017. Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Melakukan Review Berkala terhadap Mekanisme Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa di KSPPS BMT ANDA Salatiga. Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Evi Ariyani,S.H.,M.H.
Kata Kunci: Dewan Pengawas Syariah dan Baitul Mal Wat Tamwil.
Peran dan tugas Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi operasional lembaga keuangan syariah sehari-hari agar sesuai dengan prinsip syariah. Namun tidak sedikit Dewan Pengawas Syariah yang tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya, sehingga peran penting Dewan Pengawas Syariah pun masih perlu dipertanyakan. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini, yaitu (1) bagaimana peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam melakukan review terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA Salatiga?, (2) apa saja hambatan yang dihadapi Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam melakukan review berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA Salatiga?.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan hukum normative sebagai dasar melakukanan alisis. Data dalam penelitian ini penulis dapatkan dengan cara melakukan observasi, wawancara, dandokumentasi. Data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi deskripsikan kedalam sebuah penelitian yang bersifat kualitatif deskriptif.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……….………. i
HALAMAN BERLOGO………...……….……….. ii
HALAMAN JUDUL………...…………. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING………...……. iv
PENGESAHAN KELULUSAN………....v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN……….vi
MOTTO………...……….………vii
PERSEMBAHAN………...……….………...viii
KATA PENGANTAR………x
ABSTRAK………...xii
DAFTAR ISI………...xiii
BAB I PENDAHULUAN………1
A. Latar Belakang Masalah………..1
B. Rumusan Masalah………...…6
C. Tujuan Penelitian……….7
D. Kegunaan Penelitian………7
E. Penegasan Istilah……….8
xiv
G. Metode Penelitian………..……12
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian..…..………12
2. Kehadiran Peneliti……….….13
3. Lokasi Penelitian………....13
4. Sumber Data………...…13
5. Prosedur Pengumpulan Data………..…15
6. Analisis Data………..16
7. Pengecekan Keabsahan Data……….17
8. Tahap-tahap Penelitian………...17
H. Sistematika Penulisan………18
BAB II LANDASAN TEORI………20
A. Tinjauan Umum Tentang Baitul Mal Wattamwil (BMT)………20
1. Pengertian BMT………..20
2. Sejarah Berdirinya BMT……….21
3. Visi dan Misi BMT………..22
4. Ciri-ciri BMT…...………...23
5. Dasar Hukum BMT……….25
6. Struktur Organisasi BMT………28
7. Prinsip Operasi BMT………...29
xv
B. Tinjauan Umum Tentang Dewan Pengawas Syariah…………...………36
1. Dewan Syariah Nasional (DSN)………..37
2. Dewan Pengawas Syariah (DPS)...……….40
a. Pengertian DPS………..40
b. Kedudukan DPS………40
c. Tugasdan Mekanisme Kerja DPS……….42
d. Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota DPS………45
BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN………..50
A. Profil KSPS BMT ANDA Salatiga……….50
1. Sejarah Berdirinya………..50
2. Struktur Organisasi……….51
3. Visi dan Misi………..53
4. Produk-produk KSPPS BMT ANDA Salatiga………...53
B. Dewan Pengawas Syariah di KSPPS BMT ANDA Salatiga………62
1. Keanggotaan Dewan Pengawas Syariah……….63
xvi
BAB IV PEMBAHASAN ………67
A. Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Melakukan Review Terhadap Mekanisme Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa……….67
B. Hambatan yang dihadapi DPS dalam Melakukan Review Terhadap Mekanisme Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa.………...……….81
BAB V PENUTUP..………84
A. Kesimpulan………...………84
B. Saran………...………..85
DAFTAR PUSTAKA……….86
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia saat ini
telah melaju cukup pesat, tidak hanya dalam hal kuantitas lembaga namun
juga dukungan peraturan yang mewadahinya. Hal ini dikarenakan pada
Lembaga Keuangan Konvensional mekanismenya dianggap tidak sesuai
dengan ajaran syariat Islam. Pertimbangan praktis pelanggarannya adalah
karena sistem berbasis bunga dipandang mengandung beberapa kelemahan,
seperti diantaranya melanggar nilai keadilan atau maupun kewajaran bisnis
(Suhendi, 2010).
Hal paling signifikan yang membedakan antara Lembaga
Keuangan Syariah dengan Lembaga Keuangan Konvensional adalah
adanya kepastian pelaksanaan prinsip-prinsip syariah.Berdasarkan Surat
Keputusan Dewan Pimpinan MUI No.Kep-754/MUI/II/1999 Lembaga
Keuangan Syariah adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk
keuangan syariah dan mendapat izin operasional sebagai lembaga
keuangan syariah.
Untuk memastikan bahwa operasional Lembaga Keuangan Syariah
telah sesuai dengan ketentuan Syariah, maka Lembaga Keuangan Syariah
harus memiliki Dewan Pengawas Syariah sebagaimana yang telah diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/13/PBI/2009 bahwa Dewan
2
saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Lembaga Keuangan
Syariah agar sesuai dengan prinsip syariah.
Tugas utama DPS menurut Perwataatmadja dan Syafi’i Antonio
(1992:2) adalah untuk mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi
bisnis yang dihadapkan kepadanya sehingga dapat ditetapkan kesesuaian
atau ketidaksesuaiannya dengan syariah islam.
Adapun tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah
menurut PBI No 11/13/PPBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah adalah
sebagai berikut:
a. Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas
pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan lembaga
keuangan syariah
b. Mengawasi proses pengembangan produk baru agar sesuai
dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia
c. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional –Majelis
Ulama Indonesia untuk produk baru yang belum ada fatwanya
d. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip
syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa lembaga keuangan
3
e. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah ari
satuan kerja dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
Mengingat pentingnya keberadaan dan tugas yang diembannya,
Dewan Pengawas Syariah (DPS) dituntut untuk melakukan kewajibannya
dengan baik dan maksimal.Namun pada kenyataannya tidaklah demikian.
Faktanya peranan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada pada
lembaga keuangan syariah, terutama lembaga keuangan mikro syariah
(LKMS) masih memprihatinkan (Nurbaeti, 2016).
Pada tahun 2004 Menteri Koperasi dan UKM mengeluarkan Surat
Keputusan No. 91/KEP/M.KUM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Dalam SK ini mengatur
bahwa Dewan Pengawas merupakan salah satu syarat koperasi jasa
keuanagan syariah.Sebagaiman tugas DPS dalam perbankan, tugas DPS
koperasi jasa syariah juga untuk menjaga kepatuhan koperasi dalam
prinsip syariah disamping menerjemahkan fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) sebelum bisa diterapkan.
Kemudian pada tahun 1999 MUI mengeluarkan Surat Keputusan
No. 754/MUI/II/1999 tentang Dewan Syariah Nasional (DSN) / Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia. Fungsi utama dari DSN adalah
menggali, mengkaji dan merumuskan nilai dan prinsip hukum Islam
(Syariah) untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan LKS sehingga ada
4
MUI tentang Dewan Nasional Syariah tersebut semakin menguatkan
pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan yang menggunakan prinsip
syariah diantaranya adalah Asuransi Syariah, Transaksi Foreign Exchange
Syariah dan Perdagangan Bursa Saham Syariah, Pegadaian Syariah, Bank
Perkreditan Syariah (BPRS), serta Koperasi Syariah yang lebih dikenal
dengan Baitul Maal Wa Tamwil / BMT.
Baitul Maal Wa Tamwil atau yang disingkat dengan BMT adalah
salah satu bagian dari Lembaga Keuangan Syariah yang beroperasi dengan
sistem koperasi. Pada tahun 2004 dikenal dengan sistem Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJKS) dengan dasar dari Keputusan Menteri Koperasi
Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Kemudian pada tahun 2015 dikenal
dengan sistem Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS)
dengan berdasarkan atas Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil
Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015
tentang pelaksanaan kegiatan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan
Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.
Menurut Farid Hidayat dalam jurnalnya sampai saat ini masih
terdapat BMT maupun Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
(KSPPS) yang menyalahi prinsip-prinsip syariah baik itu dalam
penghimpunan maupun penyaluran dana. Seperti dalam pembuatan
aturan-5
aturan yang sesuai dengan syariah, serta kurangnya peran Dewan
Pengawas Syariah (DPS) dalam melakukan pertemuan dengan lembaga
keuangan yang diawasinya. Ada DPS yang melakukan pertemuan satu
minggu sekali, bahkan ada juga yang dalam satu tahun tidak melakukan
pertemuan.
Dengan adanya fenomena yang terjadi tersebut menjadi pertanyaan
apakah untuk saat ini tugas dan peran DPS telah benar-benar sesuai
dengan Peraturan Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional-Majelis
Ulama Indonesia.
Pada tahun 2007 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Nomor
9/19/PBI/2007tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank
Syariah, di dalamnya menjelaskan bahwa dengan adanya ketentuan
tersebut dapat memberikan kejelasan pelaksanaan prinsip syariah dalam
kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa
sehingga dapat membantu operasional Lembaga Keuangan Syariah atau
dalam hal ini BMT menjadi lebih sehat, efektif dan efisien dan
meningkatkan kepastian hukum bagi Pengawas dalam melakukan
perannya.
Peran utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya
operasioanal lembaga keuangan syariah sehari-hari agar selalu sesuai
6
kata lain Dewan Pengawas Syariah berperan penuh untuk menjaga
operasional lembaga keuangan syariah, dalam hal ini peran DPS dalam
melakukan review berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa BMT.
Tugas dan Peran Dewan Pengawas Syariah menjadi sangat penting
bagi lembaga keuangan syariah termasuk dalam hal ini BMT, dari sinilah
maka penulis membatasi penelitian ini dengan mengangkat tema yang
berjudul “Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Melakukan
Review Berkala terhadap Mekanisme Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa di KSPPS BMT ANDA
Salatiga”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dapat
disimpulkan pokok-pokok masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam
melakukan review berkala terhadap mekanisme penghimpunan
dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT
ANDA Salatiga?
2. Apa hambatan DPS dalam melakukan review berkala terhadap
mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
7
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat ditentukan
tujuan penelitian ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui bagaimana peran Dewan Pengawas Syariah
(DPS) dalam melakukan review berkala terhadap mekanisme
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa
diKSPPS BMT ANDA Salatiga.
2. Untuk mengetahui apa saja hambatan DPS dalam melakukan
review berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA
Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian
Agar penelitian ini dapat memberikan hasil yang berguna secara
keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat
diantaranya:
1. Kegunaan Teoritis
Untuk memberikan kontribusi pemikiran terhadap kemajuan
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan dibidang hukum
ekonomi syariah pada khususnya, serta memberi wawasan dan
pemahaman kepada mahasiswa sebagai bahan informasi untuk penelitian
lebih lanjut yang memiliki kaitan dengan hal-hal yang berhubungan
dengan peran Dewan Pengawas Syariah, dalam hal ini adalah mengungkap
8
dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA
Salatiga.
2. Kegunaan Praktisi
a. Bagi Peneliti
Menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola
berfikir dalam menganalisa bagaimana peran Dewan Pengawas
Syariah di KSPPS BMT ANDA Salatiga melakukan review
terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana
serta pelayanan jasa.
b. Bagi Masyarakat
Memberi wawasan dan pengetahuan yang dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam menginvestasikan dana dan/atau
memperoleh produk yang berkualitas.
E. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah pengertian dalam pemahaman
penelitian yang penulis teliti ini, maka dipandang perlu untuk
menjelaskan beberapa istilah yang ada hubungannya dengan judul
penelitian ini yaitu :
1. Dewan Pengawas Syariah ( DPS )
Dewan Pengawas Syariah adalah suatu Dewan yang sengaja
dibentuk untuk mengawasi jalannya bank Islam sehingga senantiasa
9 2. Baitul Mal Wat Tamwil ( BMT )
Istilah baitul mal wat tamwil sebenarnya berasal dari 2 ( dua ) suku kata, yaitu baitul mal dan baitul tamwil. Istilah baitu mal berasal dari kata bait dan al mal. Bait artinya bangunan atau rumah, sedangkan al mal berarti harta benda atau kekayaan. Jadi baitu mal
secara harfiah berarti rumah harta benda atau kekayaan. Namun
demikian, kata baitul mal biasa diartikan sebagai perbendaharaan (umum atau Negara). Sedangkan baitul mal dilihat dari segi istilah fikih adalah suatu lembaga atau badan yang betugas untuk mengurusi
kekayaan Negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan
soal pemasukan dan penelolaan, maupun yang berhubungan dengan
masalah pengeluaran dan lain-lain. Sedangkan baitul tamwil berarti rumah penyimpanan harta milik pribadi yang dikelola oleh suatu
lembaga ( Lubis, 2004; 114 )
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam
melakukan review berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa ini bukan merupakan penelitian yang
pertama dilakukan namun, terdapat penelitian yang dilakukan oleh peneliti
lain antara lain:
Penelitian yang pernah penulis jumpai yaitu skripsi yang berjudul
“ Peran DPS dalam pengembangan produk di BMT ( Studi Kasus Pada
10
mengetahui sejauh mana peran DPS dalam optimalisasi pengembangan
produk-produk di BMT, khususnya PUSKOPFESY belum berjalan secara
optimal seperti yang diharapkan dalam menjalankan fungsinya selaku
pemberi pedoman tentang kesyariahan produk. Hal ini dikarenakan
kurangnya pengetahuan DPS tentang ekonomi syariah serta mempunyai
aktivitas diluar lembaga (Marwiyah, 2002 :113).
Dalam skripsinya yang berjudul “ Kebijakan DPS dalam Penerapan
Nilai-Nilai Syariah (studi atas wanprestasi pembiayaan di BMT Bina
Dhuafa Bringharjo Yogyakarta)”, Ismatul Amaliyah menjelaskan tentang
bagaimana metode yang ditempuh oleh DPS dalam mengeluarkan
kebijakan terhadap wanprestasi di BMT Bina Dhuafa Bringharjo
Yogyakarta, kemudian menjelaskan pula pengaruh kebijakan DPS
terhadap wanprestasi di BMT Bina Dhuafa Bringharjo Yogyakarta
(Ismatul Amaliyah, 2007).
Kemudian skripsi dari Yusuf Suhendi (2010) yang berjudul “ Peran
dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Yogyakarta “, penelitian tersebut
lebih berfokus pada kredibilitas suatu Bank Syariah sangat ditentukan oleh
tingkat kredibilitas DPS dalam masalah kinerja, independensi, dan
kompetensi. Sehingga peran dan fungsi DPS harus dioptimalkan dalam
pengawasan internal syariah untuk membangun jaminan kepatuhan syariah
bagi seluruh stakeholder bank syariah di Indonesia. Serta bertujuan untuk
11
BPRS di Yogyakarta dalam menjalankan fungsi pengawasannya (Yusuf
Suhendi, 2010).
Skripsi dari (Masliana, 2011) yang bejudul “ Peran Dewan
Pengawas Syariah (DPS) dalam Pengawasan Pelaksanaan Kontrak di Bank
Syariah (Studi pada Bank BRI Syariah)” penelitian tersebut berfokus pada
peran DPS pada pelaksanaan kontrak. Fungsi DPS dalam pembuatan draf
kontrak Bank BRI Syariah telah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia
bagian dewan pengawas syariah pasal 47, secara umum DPS mengawasi
segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan akad-akad yang ada.
Kemudian skripsi dari (Anik Arofah, 2008) yang berjudul “Peran
Dewan Pengawas Syariah terhadap Pengawasan Aspek Syariah di Baitul
Maal Wa Tamwil (BMT) Safinah Klaten. Penelitian tersebut lebih
berfokus pada bagaimana Peran Dewan Pengawas Syariah terhadap aspek
syariah yang ada pada BMT Safinah Klaten, menurutnya pelaksanaan
tugas pengawas DPS BMT Safinah selama ini telah dilakukan sangat baik.
Pengawasan syariah dilakukan secara formal maupun informal, dengan
pengawasan yang menyeluruh meliputi: riqabah musbaqah,
riqabahlahiqah, riqabah a’mal, dan riqabah dzatiyah. Dari sekian banyak sistem pengawasan, yang paling mendasar menurut penulis terletak pada
riqabah dzatiyah, karena dari sanalah pelaksanaan atau penyimpangan
terjadi. Kepercayaan akan pengawasan Allah tersebut akan menimbulkan
12
penyelewengan kegiatan ekonomi jika dibanding dengan pengawasan dari
luar.
Dari beberapa hasil penelitian yang ada, terlihat bahwa ada
kedekatan judul dengan judul penelitian yang penulis lakukan.Namun
penelitian penulis lakukan berbeda dengan penelitian yang sudah diteliti
oleh peneliti lainnya. Letak perbedaannya terletak pada titik tekan yang
penulis fokuskan. Penulis menitikberatkan pada bagaimana peran Dewan
Pengawas Syariah dalam melakukan review berkala terhadap mekanisme
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasadi KSPPS
BMT ANDA Salatiga.
G. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Menurut Moleong (2011:6) penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Sedangkan jenis penelitian ini penulis menggunakan jenis
penelitian hukum normatif. Menurut Soekanto (2001) penelitian hukum
13
bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti
dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan
literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
2. Kehadiran Peneliti
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini,
peneliti hadir dalam proses penelitian serta bertindak langsung sebagai
instrumen dan sebagai pengumpul data hasil observasi dan wawancara
yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian itu akan
dilakukan. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kantor PusatKSPPS BMT
ANDA Salatiga yang terletak di Jln. Merak No. 90 Cabean Kel.
Mangunsari Kec. Sidomukti Kota Salatiga. Bahwa di BMT tersebut
penulis ingin mengetahui bagaimana peran DPS dalam melakukan review
berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana
serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA Salatiga.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua macam
14 a. Data Primer
Jenis data primer dalam penelitian ini diperoleh secara
langsung dari sumber dan melalui wawancara dan observasi.
1) Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi
tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Dalam
hal ini yang menjadi informan adalah manager KSPPSBMT
ANDA Salatiga dan DPS di KSPPS BMT ANDA Salatiga.
2) Dokumen
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data
primer, yaitu dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
KSPPS BMT ANDA Salatiga, yang diantaranya adalah sejarah
berdirinya KSPPS BMT ANDA, struktur organisasi, data-data
produk yang ditawarkan, dan data-data berupa tugas atau peran
DPS di KSPPS BMT ANDA Salatiga.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh atau berasal dari bahan-bahan
kepustakaan.Data ini berupa dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian. Sumber data yang dapat
mendukung penelitian ini adalah telaah pustaka seperti buku-buku,
15
5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan tiga metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penyusunan laporan penelitian yaitu
sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data dengan jalan
pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis
terhadap fenomena yang diselidiki (Sugiyono, 2013:145).
Observasi yang dilakukan penulis ini untuk mendapatkan data
tentang bagaimana peran DPS dalam melakukan review berkala
terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana
serta pelayanan jasa pada KSPPS BMT ANDA Salatiga.
b. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi anatara dua orang,
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari
seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2010:180)
Tujuan dalam wawancara ini untuk menggali secara dalam
tentang informasi yang dibutuhkan kepada pihak KSPPS BMT
ANDA Salatiga dalam hal ini adalah manager dan Dewan
16 c. Dokumentasi
Merupakan pengumpulan data-data melalui pengamatan
dan pencatatan dengan sistematik tentang fenomena yang diselidiki
secara langsung maupun tidak langsung.Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode dokumentasi untuk memperoleh
dokumen yang berkaitan.
6. Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong,
2011:248). Analisis data bertujuan untuk menelaah data secara
sistmatik yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data yang
telah digunakan. Diantaranya: observasi, wawancara dan dokumentasi.
Data yang terkumpul diklasifikasikan dalam sebuah penelitian
kualitatif deskriptif. Peneliti melakukan analisis data awal yang
diperoleh untuk menentukan titik fokus penelitian yang bersifat
sementara. Analisis akan dilakukan kembali setelah data memperoleh
data tambahan dari berbagai sumber yang ada untuk membuat
17
Kesimpulan ini ditarik dari fakta atau data khusus berdasarkan
pengamatan dilapangan bagaimana peran DPS dalam melakukan
review berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA Salatiga.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh
yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian,
sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik
untuk memeriksa keabsahan data.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian ini adalah sebagai berikut, yaitu :
a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum
melakukan penelitian seperti membuat suatu rancangan
penelitian lapangan, memilih dan memanfaatkan sesuatu yang
diperoleh, menyiapkan kelengkapan penelitian serta
memperhatikan etika dalam suatu penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan yaitu peneliti terjun langsung ke
lapangan untuk mencari data-data yang diperlukan seperti
melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.
c. Tahap analisa data, yaitu peneliti menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi.
d. Tahap penulisan laporan yaitu apabila semua data telah
18
pembimbing maka yang dilakukan penulis selanjutnya adalah
menulis hasil penelitian tersebut sesuai dengan pedoman
penulisan yang telah ditentukan.
H. Sistemstika Penulisan
Adapun sistematika penulisan hasil laporan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang berbagai teori yang menjadi landasan
teoritik penelitian yaitu tentang pengertian BMT,sejarah berdirinya,
organisasi, visi misi, ciri-ciri, dasar hukum BMT, prinsip operasi BMT,
kendala pengembangan BMT secara umum. Serta gambaran umum
tentang Dewan Pengawas meliputi pengertian DSN dan DPS, peran dan
tanggung jawab, sistem pelaksanaan pengangkatan anggota DPS,
kedudukan, tugas dan mekanisme kerja DPS
BAB III: PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan melaporkan hasil pengumpulan data, gambaran
objek penelitian seperti sejarah berdirinya, struktur organisasi beserta
19
tentang Dewan Pengawas Syariah yang ada di KSPPS BMT ANDA
Salatiga.
BAB IV: PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang peran dewan pengawas syariah
dalam melakukan review berkala terhadap mekanisme penghimpunan
dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa dan apa saja hambatan DPS
dalam melakukan review berkala terhadap mekanisme penghimpunan
dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA
Salatiga.
BAB V: PENUTUP
Bab ini merupakan kesimpulan dan saran-saran mengenai
persoalan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya.Kemudian pada
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Tentang Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Lembaga Keuangan terdapat dua macam, yaitu Lembaga
Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank. Lembaga keuangan
bank dalam kegiatan usahanya ada yang menggunakan prinsip syariah dan
ada yang secara konvensional, yang konvensional yaitu Bank Umum (BU)
dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), sedangkan yang prinsip syariah yaitu
Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Begitu juga Lembaga Keuangan Non Bank ada yang menggunakan prinsip
syariah danada yang konvensional. Lembaga keuangan syariah terdiri dari
Bank dan Non Bank diantaranya yaitu Asuransi, Pegadaian, Reksa Dana,
Pasar Modal, BPRS, dan BMT.
1. Pengertian BMT
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah kepada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti; zakat, infaq
dan shodaqoh. Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial (Sudarsono, 2003:84).
Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer
21
kecil.Dalam prakteknya, PINBUK menetaskan BMT, dan pada gilirannya
BMT menetaskan usaha kecil.Keberadaan BMT merupakan representasi
dari kehidupan masyarakat dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT
mampu mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat.
Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan
dan pendanaan yang berdasarkan sistem syariah. Peran BMT sebagai
berikut:
a. Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non syariah.
b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
c. Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang
masih tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu
memenuhi keinginan masyarakat dan memenuhi dana
dengan segera.
d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi
yang merata (Sudarsono, 2003:84).
2. Sejarah Berdirinya BMT
Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul
peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah.
Operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan
menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga
keuangan mikro, seperti BPR Syariah dan BMT yang bertujuan untuk
22
Disamping itu ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang hidup
serba berkecukupan muncul kekhawatiran akan timbulnya pengikisan
akidah. Pengikisan akidah ini bukan hanya dipengaruhi dari aspek syiar
Islam tetapi juga dipengaruhi oleh lemahnya ekonomi masyarakat.
Sebagaimana diriwayatkan dari Rasulullah saw, “kekafiran itu mendekati
kekufuran” maka keberadaan BMT diharapkan mampu mengatasi masalah
ini lewat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ekonomi masyarakat. Di lain
pihak, beberapa masyarakat harus harus menghadapi rentenir atau lintah
darat. Maraknya rentenir di tengah-tangah masyarakat mengakibatkan
masyarakat semakin terjerumus pada masalah ekonomi yang tidak
menentu. Besarnya pengaruh rentenir terhadap perekonomian masyarakat
tidak lain karena tidak adanya unsur-unsur yang cukup akomodatif dalam
menyelesaikan masalah yang masyarakat hadapi. Oleh karena itu, BMT
diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam memperbaiki kondisi ini
(Sudarsono, 2003:85).
3. Visi dan Misi BMT a. Visi BMT
Visi BMT mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT
menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah
anggota (ibadah dalam arti luas), sehingga mampu berperan
sebagai wakil pengabdi Allah, memakmurkan kehidupan anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Karena visi ini
23
merupakan obyektifitas dan kesungguhan. Titik tekan perumusan
visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang professional dan
dapat meningkatkan kualitas ibadah (Ridwan, 2006:3).
b. Misi BMT
Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan
tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil
berkemakmuran-berkemajuan, berdasarkan syariah dan ridha Allah.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa misi BMT bukan
semata-mata mencari keuntungan dan menumpukkan laba modal
pada segolongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada
pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan
prinsip-prinsip ekonomi islam. Masyarakat ekonomi kelas bawah harus
didorong untuk berpartisipasi dalam modal melalui simpanan
penyertaan modal sehingga mereka dapat menikmati hasil-hasil
BMT. Terdapat kepentingan yang sama dari dua sisi struktur social
yang berlawanan, yakni struktur masyarakat berada (orang kaya)
dengan struktur masyarakat miskin. BMT akan berperan dalam
menjembatani kebutuhan keduannya (Ridwan, 2006:4).
4. Ciri-ciri BMT
Dibandingkan dengan lembaga keuangan syariah lainnya BMT
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Berorientasi bisnis, yaitu memiliki tujuan mencari laba bersama
24
yang sebanyak-banyaknya bagi para anggota dan
lingkungannya.
b. Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan
untuk mengelola dana sosial umat, seperti zakat, infaq, sedekah,
hibah dan wakaf.
c. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara
swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat disekitarnya.
d. Lembaga ekonomimilik bersama antara kalangan masyarakat
bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok
tertentu diluar masyarakat sekitar BMT (Dewi dkk, 2005:
167-168).
Sedangkan cici-ciri BMT secara khusus ialah sebagai berikut:
a. Staf dan karyawan BMT bertindak aktif-proaktif, tidak
menunggu tetapi menjemput bola, bahkan berebut bola baik
untuk menghimpun dana anggota maupun untuk ana
pembiayaan. Pelayanannya mengacu kepada kebutuhan
anggota, sehingga semua staf BMT harus mampu memberikan
yang terbaik untuk anggota dan masyarakat.
b. Kantor dibuka dalam waktu tertentu yang ditetapkan sesuai
kebutuhan pasar. Sehingga waktu buka kasnya tidak terbatas
pada siang hari saja, tetapi dpat saja malam atau sore hari
25
c. BMT mengadakan pendampingan usaha anggota.
Pendampingan ini akan lebih efektif jika dilakukan secara
berkelompok. (Ridwan, 2006:10).
5. Dasar Hukum BMT
BMT didirikan dalam bentuk KSM (Kelompok Swadaya
Masyarakat) atau Koperasi. Sebelum usahanya, kelompok swadaya
masyarakat harus mendapatkan sertifikasi operasi dari PINBUK (Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK itu sendiri harus
pendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga
Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM). Berkenaan dengan
Koperasi Unit Desa (KUD) dapat mendirikan BMT telah diatur dalam
petunjuk Menteri Koperasi yang yang menetapkan bahwa bila disuatu
wilayah dimana telah ada KUD dan KUD tersebut telah berjalan dengan
baik dan organisasinya telah teratur dengan baik maka BMT bisa menjadi
Unit Usaha Otonom (U2O) atau tempat pelayanan koperasi (TPK) dari
KUD tersebut. Sedangkan bila KUD yang telah berdiri itu belum berjalan
dengan baik maka KUD yang bersangkutan dapat dioperasikan sebagai
BMT. Apabila diwilayah yang bersangkutan belum ada KUD maka dapat
didirikan KUD BMT (Ridwan, 2006:25).
Penggunaan badan hukum KSM dan koperasi atau BMT itu
disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal
yang dijelaskan UU No 7 Tahun 1992 dan UU No 10 Tahun 1998 tentang
26
dana masyarakat. Menurut undang-undang pihak yang berhak
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah Bank Umum dan
Bank Perkreditan Rakyat, baik dioerasikan dengan cara konvensioanal
maupun dengan prinsip bagi hasil. Namun demikian kalau BMT dengan
badan hukum KSM atau koperasi itu telah berkembang dan telah
memenuhi syarat-syarat BPR, maka pihak manajemen dapat mengusulkan
diri kepada pemerintah agar BMT dijadikan sebagai BPRS (Badan
Perkreditan Rakyat Syariah) dengan badan hukum koperasi atau perseroan
terbatas (Ridwan, 2006:25).
Pilihan badan hukum koperasi atau BMT harus memperhatikan
rencana kerja operasional. Jika BMT diharapkan akan beroperasi secara
luas, maka pengesahan badan hukumnya harus menyesuaikan. Terdapat
pembatasan wilayah kerja sesuai dengan badan hukum yang dimilikinya
dengan pembagian sebagai berikut:
a. BMT Daerah, yaitu BMT yang hanya dapat memberikan
pelayanan kepada anggota yang berdomisili dalam satu daerah
kabupaten.
b. BMT Propinsi, yaitu BMT yang dapat beroperasi dalam satu
propinsi yang mencakup semua wilayah kabupaten-kota yang
ada didalamnya.
c. BMT Nasional, yaitu BMT yang dapat beroperasi dalam satu
wilayah kenegaraan. BMT iini dapat membuka kantor cabang
27
dikeluarkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Menteri
Koperasi dan UKM (Ridwan, 2006;26).
Apabila BMT menyatakan dirinya berbentuk koperasi simpan
pinjam, maka harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai
koperasi, seperti Anggaran Dasar, Keanggotaan dan perangkat
organisasi meliputi Rapat anggota, Pengawasan, dan Pengurus.
BMT yang berbadan hukum koperasi harus tunduk pada UU
No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.Setiap koperasi yang berdiri
harus mendapatkan ijin dari Kementerian Koperasi dan UKM.Oleh
karena itu, BMT yang berbadan hukum koperasi berada dalam
pengawasan dan pembinaan Kementerian Koperasi dan UKM.
Pada bulan September 2004 Kementerian Koperasi dan UKM
mengeluarkan keputusan Kep.Men.Kop & UKM No.
91/Kep/M.KUM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Pada ketentuan
peralihan pasal 50 disebutkan bahwa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) /
Unit Usaha Simpanan (UUS)-koperasi yang ingin mengubah atau
mengkonversikan kegiatan usahanya menjadi Koperasi Jasa Keuangan
Syariah/Unit Keuangan Syariah dapat menjalankan usaha dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Sedangkan koperasi yang telah
menyelenggarakan kegiatan pembiayaan Pola Syariah, diberikan
28
keputusan ini, untuk menyesuaikan dan mengikuti segala peraturan
yang berlaku dalam keputusan tersebut (Arofah, 2008).
Kemudian pada tahun 2015 dikenal dengan sistem Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) dengan berdasarkan
atas Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang
pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah
Oleh Koperasi.
6. Struktur Organisasi BMT
Untuk memperlancar tugas BMT, maka diperlukan struktur yang
mendeskripsiksan alur kerja yang harus dilakukan oleh personil yang ada
di dalam BMT tersebut. Struktur organisasi BMT meliputi, Musyawaroh
Anggota Pemegang Simpanan Pokok, Dewan Syariah, Pembina
Manajemen, Manajer, Pemasaran, Kasir, dan Pembukuan.
Adapun tugas dari masing-masing struktur diatas adalah sebagai
berikut:
a. Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok memegang
kekuasaan tertinggi di dalam memutuskan kebijakan-kebijakan
makro BMT.
b. Dewan Syariah bertugas mengawasi dan menilai
29
c. Pembina Manajemen bertugas untuk membina jalannya BMT
dalam merealisasikan programnya.
d. Manajer bertugas menjalankan amanat musyawarah anggota
BMT dan memimpin BMT dalam merealisasikan programnya.
e. Pemasaran bertugas untuk mensosialisasikan dan mengelola
produk-prodek BMT.
f. Kasir bertugas melayani nasabah dan pembukuan bertugas
untuk melakukan pembukuan atas aset dan omset BMT.
Dalam struktur organisasi standar dari PINBUK, musyawarah
anggota pemegang simpanan pokok melakukan koordinasi dengan Dewan
Syariah dan Pembina manajemen dalam mengatur kebijakan-kebijakan
yang akan dilakukan oleh manajer. Manajer memimpin keberlangsungan
maal dan tamwil. Tamwil terdiri dari pemasaran kasir dan pembukuan.Sedangkan anggota dan nasabah berhubungan koordinatif
dengan maal, pemasaran, kasir dan pembukuan (Sudarsono, 2003:87).
7. Prinsip Operasi BMT
Secara ringkas Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil
(P3UK) pada tahun 1994 menerangkan prinsip dan produk inti BMT
30
1. Prinsip dan Produk Inti Baitul Maal
Baitul Maal yang sudah mengalami penyempitan arti di tengah masyarakat ini hanya memiliki prinsip sebagai
penghimpunan dan penyaluran dana zakat, infaq, dan shadaqah,
dalam arti bahwa Baitul Maal hanya bersifat “menunggu”
kesadaran umat untuk menyalurkan dana zakat, infaq dan
shadaqahnya saja tanpa ada sesuatu kekuatan untuk melakukan
pengambilan / pemungutan secara langsung kepada
mereka-mereka yang sudah memenuhi kewajibannya tersebut, dan
seandainya aktif pun hanya bersifat seolah-olah meminta dan
menghimbau, yang kemudian setelah itu Baitul Maal
menyalurkanya kepada mereka yang berhak untuk
menerimanya (Yunus, 2009: 33)
Dari prinsip dasar diatas dapat kita ungkapkan bahwa
produk inti dari Baitul Maal terdiri atas : a) Produk Penghimpunan Dana
Dalam produk penghimpunan dana ini, sebagaimana
yang telah diungkapkan diatas, Baitul Maal menerima dan mencari dana berupa zakat, infaq, dan shadaqah, meskipun
selain sumber dana tersebut, Baitul Maal juga menerima dana berupa sumbangan, hibah, ataupun wakaf serta
31 b) Produk Penyaluran Dana
Penyaluran dana-dana yang bersumberkan dari
dana-dana Baitul Maal harus bersifat spesifik, terutama
dana yang bersumber dari zakat, karena dana zakat ini
sarana penyalurannya sudah ditetapkan secara tegasdalam
al-Qur’an, yaitu kepada 8 (delapan) ashnaf antara lain:
faqir, miskin, amilin, mu’alaf, fisabilillah, ghorimin,
hamba sahaya, dan mushafir. Sedangkan dana diluar zakat dapat digunakan untuk pengembangan usaha orang-orang
miskin, pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun
biaya-biaya operasional kegiatan sosial lainnya (termasuk
di dalamnya untuk kepentingan kafir dzimmi, yang rela dengan pemerintahan Islam).
2. Prinsip dan Produk Inti Baitut Tamwil
Baitut Tamwil tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan oleh Bank Islam. Ada 3 (tiga) prinsip-prinsip
yang dapat dilaksanakan oleh BMT (dalam fungsinya sebagai
Baitut Tamwil), yaitu: Prinsip bagi hasil, Prinsip jual beli dengan mark-up, dan Prinsip non profit.
a) Prinsip Bagi Hasil
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi
tata cara pembagian hasil usaha antara pemodal (penyedia
32
dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara
BMT dengan penyedia dana (penyimpang/penabung).
Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah
Mudharabah dan Musyarakah.
b) Prinsip Jual Beli dengan Mark-Up (Keuntungan)
Prinsip ini merupakan suata tata cara jual beli yang dalam
pelaksanaanya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang
diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT,
kemudian BMT bertindak sebagi penjual, menjual barang tersebut
kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah
keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin mark-up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga kepada
penyedia/penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah
Murabahah dan Bai’Bitsaman Ajil.
c) Prinsip Non Profit
Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan,
prinsip ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Sumber
dana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya (non cost of money) tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan tersebut diatas. Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qardul Hasan
(Yunus, 2009:36).
Adapun mengenai produk inti dari BMT adalah sebagai
33 a) Produk Penghimpunan Dana
Yang dimaksud dengan produk penghimpunan dana di sini,
berupa jenis-jenis simpanan yang dihimpun oleh BMT sebagai
sumber dana yang kelak akan disalurkan kepada usaha-usaha
produktif. Jenis simpanan tersebut antara lain:
1. Al-Wadi’ah
Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamanan
uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang
yang ditabung.Dengan sistem ini BMT tetap
memberikan bagi hasil, namun nisbah bagi penabung
sangat kecil.
2. Al-Mudharabah
Penabung memiliki motivasi untuk memperoleh
keuntungan dari tabungannya, karena itu daya tarik dari
jenis tabungan ini adalah besarnya nisbah dan sejarah
keuntungan bulan lalu.
3. Amanah
Penabung memiliki keinginan tertentu yang di aqadkan
atau diamanahkan kepada BMT.Missal, tabungan ini
dimintakan kepada BMT untuk pinjaman khusus
kepada kaum dhu’afa atau orang tertentu. Dengan
demikian tabungan ini sama sekali tidak diberikan bagi
34 b) Produk Penyaluran Dana
Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan benuk
pola pembiayaan yang merupakan kegiatan BMT dengan harapan
dapat memberikan penghasilan. Pola pembiayaan tersebut adalah:
1. Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh BMT
kepada anggota, dimana pengelola usaha sepenuhnya
diserahkan kepada anggota sebagai nasabah
debitur.Dalam hal ini anggota (nasabah) menyediakan
usaha system pengelolaannya (manajemennya). Hasil
keuntungn akan dibagi dua sesuai dengan kesepakatan
bersama (missal 70%:30% atau 65%:25%).
2. Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan berupa sebagian modal keseluruhan. Pihak
BMT dapat dilibatkan dalam proses pengelolaanya.
Pembagian keuntungan yang proporsional dilakukan
sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.
3. Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan yang diberikan kepada anggota untuk
pembelian barang-barang yang akan dijadikan modal
kerja. Pembiayaan ini diberikan untuk jangka pendek
35
atau lebih dari itu. Keuntungan bagi BMT diperoleh
dari harga yang dinaikkan.
4. Pembiayaan Bai’ Bitsamnn Ajil
Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan
Murabahah, yang berbeda adalah pola pembayaran
yang dilakukan dengan cicilan dalam waktu yang agak
panjang. Pembiayaan ini lebih cocok untuk pembiayaan
investasi. BMT akan mendapatkan keuntungan dari
harga barang yang dinaikkan.
5. Pembiayaan Al-Qardhul Hasan
Merupakan pinjaman lunak yang diberikan kepada
anggota yang benar-benar kekurangan modal kepada
mereka yang sangat membutuhkan untuk
keperluan-keperluan yang sifatnya darurat. Nasabah (anggota)
cukup mengembalikan pinjamannya sesuai dengan nilai
yang diberikan oleh BMT (Yunus, 2009:38).
8. Kendala Pengembangan BMT
Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai
kendala, walaupun tidak berlaku sepenuh kendala ini di suatu BMT.
Kendala tersebut sebagai berikut:
a. Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi
36
b. Walaupun keberadaan BMT cukup dikenal tetapi masih banyak
masyarakat berhubungan dengan rentenir.
c. Beberapa BMT cenderung menghadapi masalah yang sama,
missalnya nasabah yang bermasalah.
d. BMT cenderung menghadapi BMT lain sebagai lawan yang
harus dikalahkan, bukan sebagai partner dalam upaya untuk
mengeluarkan masyarakat dari permasalahan ekonomi yang ia
hadapi.
e. Dalam kegiatan rutin BMT cenderung mengarahkan pengelola
untuk lebih berorintasi pada persoalan bisnis (business oriented).
f. Dalam upaya untuk mendapatkan nasabah timbul
kecenderungan BMT memperhatikan besarnya bunga di bank
konvensional terutama untuk produk yang berprinsip jual beli
(bai).
g. BMT lebih cenderung menjadi Baitul Tamwil daripada Baitul Maal(Sudarsono, 2003 : 93-94).
B. Tinjauan Umum Tentang Dewan Pengawas Syariah
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di tanah
air, berkembang pulalah jumlah DPS yang ada dan mengawasi
masing-masing lembaga tersebut. Banyak dan beragamnya DPS di maing-masing-masing
37
juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan
timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu tidak
mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI
sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di tanah air,
menganggap perlu dibentuknya suatu dewan syariah yang bersifat nasional
dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya
bank-bank syariah. Lembaga ini kelak kemudian dikenal dengan Dewan Syariah
Nasional atau DSN (Antonio, 2001 : 235).
1. Dewan Syariah Nasional (DSN)
Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan
merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan
Juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom dibawah
Majelis Ulama Indoneia dipimpin oleh ketua umum Majelis Ulama
Indonesia dan Sekretaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua
dan sekretaris serta beberapa anggota.
Pembentukan DSN bertujuan untuk mengekplorasi penerapan
nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian secara umum, dan secara
khusus pada sector keuangan, seperti perbankan, asuransi, pegadaian,
pasar modal, reksadana dan lain-lain. Menururt Prof. Jaih Mubarok,
anggota BPH DSN-MUI, pembentukan DSN berguna untuk melakukan
38
masyarakat dan industri/lembaga bisnis memiliki panduan dalam
melakukan bisnis. Dari segi ilmu hukum, DSN-MUI merupakan institusi
yang bertugas menjaga dan mengharmoniskan nilai-nilai muamalah
dengan nilai-nilai dan praktik bisnis (domain pembuatan hukum).
Untuk menunjang tugas DSN-MUI, diterbitkan Surat Keputusan
MUI No. Kep.754/II/1999 tentang tugas pokok DSN, yaitu untuk:
1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam
kegiatan perekonomian
2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan
3. Mengeluarkan fatwa atas produk keuangan syariah
4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan (Dahlan,
2012:203-204).
Adapun Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi
produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah
Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga
lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan
sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah
Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari
sumber-sumber hukum Islam. Garis panduan ini menjadi dasar
pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah pada lembaga-lembaga
39
Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan
memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga
keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh
menejemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah pada
lembaga yang bersangkutan.
Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan
rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah
Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.
Dewan Syariah Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga
keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis
panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah
Nasional telah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada
lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.
Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan
teguran yang diberikan, Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan
kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen
Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak
mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai
40
2. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
a. Pengertian Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah adalah suatu dewan yang
dibentuk untuk mengawasi jalannya Lembaga Keuangan Syariah
agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari
prinsip-prinsip muamalah menurut Islam (Sumitro, 2004:51).
Menurut Syafi’i Antonio (1992) Dewan Pengawas Syariah
adalah suatu Dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi
jalannya lembaga keuangan syariah sehingga senantiasa sesuai
dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Sedangkan menurut Surat Keputusan Dewan Pimpinan
MUI tentang Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor
Kep-754/MUI/II/1999 Dewan Pengawas Syariah adalah badan
yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi
pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah.
b. Kedudukan Dewan Pengawas Syariah
Keputusan DSN-MUI No. 01 tahun 2000 tentang Pedoman
Dasar Dewan Syariah Nasional, Dewan Pengawas Syariah (DPS)
adalah badan yang ada dilembaga keuangan syariah dan bertugas
mengawasi pelaksanaan Dewan Pengawas Syariah Nasional
41
Keputusan Menteri Koperasi dan UKM No. 91 tahun 2004
menyebutkan dalam ketentuan umum pasal 1 poin ke-19 bahwa
Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih oleh koperasi
yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat anggota dan
beranggotakan alim ulama yang ahli dalam syariah yang
menjalankan fungsi dan tugas sebagai pengawas syariah pada
koperasi yang bersangkutan dan berwenang memberikan
tanggapan atau penafsiran terhadap fatwa yang dikeluarkan Dewan
Syariah Nasional.
Kedudukan DPS dalam LKS sebagaimana diatur dalam
Keputusan DSN-MUI No. 03 tahun 2000 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah pada
Lembaga Keuangan Syariah adalah sebagai perpanjangan tangan
mewakili DSN dalam mengawasi pelaksanaan fatwa-fatwa DSN di
LKS.
Menurut Dahlan (2012:209) anggota DSN merupakan
individu-individu yang mempunyai kredibilitas dan komitmen
yang tinggi terhadap prinsip-prinsip syariah dan sangat
independen, terutama dalam merumuskan fatwa. DSN memiliki
standar ilmu syariah yang komprehensif dalam menetapkan
fatwa-fatwa ekonomi syariah.Dari hal tersebut menjadikan posisi DPS
juga semakin kuat. DPS merupakan kepanjangan kebijakan DSN.
42
dengan garis besar DSN yaitu untuk menciptakan lembaga
keuangan syariah yang ideal dalam prinsip dan operasional.
c. Tugas dan Mekanisme Kerja Dewan Pengawas Syariah
Tugas Dewan Pengawas Syariah menurut Peraturan Bank
Indonesia No 11/13/PPBI/2009 tentang pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah adalah sebagai berikut:
1. Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas
pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan lembaga
keuangan syariah
2. Mengawasi proses pengembangan produk baru agar sesuai
dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia
3. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional –Majelis
Ulama Indonesia untuk produk baru yang belum ada fatwanya
4. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip
syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa lembaga keuangan
syariah
5. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah ari
43
Sedangkan tugas DPS menurut Keputusan DSN No. 03
tahun 2000 adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan
syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang
telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.
Mekanisme kerja Dewan Pengawas Syariah berdasarkan
Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang Pembentukan
Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor Kep-754/MUI/II/1999
diantaranya adalah :
a. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga
keuangan syariah yang berada dibawah pengawasannya;
b. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan
syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan
kepada DSN;
c. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga
keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN
sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran;
d. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang
memerlukan pengawasan DSN.
Dalam pasal 39 ayat 1 UU No. 25 tahun 1992 tentang
Perkoperasian, tugas pengawas adalah melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan dan pengelola Koperasi dan membuat
44
melaksanakan tugasnya, pengawas memiliki kewenangan meneliti
catatan yang ada pada Koperasi dan mendapat segala keterangan
yang diperlukan (pasal 39 ayat (2)).
Pada Keputusan Menteri Koperasi & UKM No. 91 tahun
2004 dalam pasal 32 menyebutkan tugas Dewan Pengawas Syariah
melakukan pengawasan pelaksanaan usaha Koperasi Jasa
Keuangan Syariah / Unit Jasa Keuangan Syariah berdasarkan
prinsip-prinsip syariah dan melaporkan hasil pengawasannya
kepada pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akta
pendirian dan perubahan anggaran anggaran dasar koperasi yang
bersangkutan.
Sedangkan menurut Syafi’i Antonio tugas Dewan
Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional lembaga
keuangan syariah sehari-hari agar sesuai dengan
ketentuan-ketentuan syariah. Dewan Pengawas Syariah harus membuat
pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa lembaga
keuangan syariah yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan
ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan
(annual report) lembaga yang bersangkutan.
Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan
membuat reomendasi produk baru dari lembaga yang diawasinya.
45
penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan
difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.
Pasal 27 PBI No. 6/24/2004 menguraikan tugas Dewan
Pengawas Syariah antara lain:
a. memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan
operasional lembaga keuangan syariah terhadap fatwa
yang dikeluarkan DSN
b. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional
dan produk yang dikeluarkan lembaga keuangan syariah
c. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap
pelaksanaan operasional lembaga keuangan syariah
secara keseluruhan dalam laporan publikasi lembaga
keuangan syariah
d. Mengkaji produk dan jasa baru yang yang belum ada
fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN
5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah
sekurang-kurangnya setiap 6 bukan kepada Direksi,
Komisaris, DSN dan Bank Indonesia.
d. Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota DPS
Dalam keputusan DSN-MUI No. 03 tahun 2000 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas