• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) DALAM MELAKUKAN REVIEW BERKALA TERHADAP MEKANISME PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN DANA SERTA PELAYANAN JASA DI KSPPS BMT ANDA SALATIGA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) DALAM MELAKUKAN REVIEW BERKALA TERHADAP MEKANISME PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN DANA SERTA PELAYANAN JASA DI KSPPS BMT ANDA SALATIGA SKRIPSI"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) DALAM

MELAKUKAN REVIEW BERKALA TERHADAP

MEKANISME PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN

DANA SERTA PELAYANAN JASA DI KSPPS BMT ANDA

SALATIGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh :

MIFTAHUL JANAH

NIM. 21413024

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

(2)
(3)

iii

PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) DALAM

MELAKUKAN REVIEW BERKALA TERHADAP

MEKANISME PENGHIMPUNAN DANA DAN PENYALURAN

DANA SERTA PELAYANAN JASA DI KSPPS BMT ANDA

SALATIGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh :

MIFTAHUL JANAH

NIM. 21413024

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

MOTTO

Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk

hari tua

(Aristoteles)

Setiap orang ibarat bulan

Memiliki sisi kelam,

Yang tak ingin ia tunjukkan pada siapapun

Pun sungguh cukup bagi kita,

Memandang sejuknya permukaan bulan,

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

1. Bapakku dan Ibuku tercinta, Bapak Saswandi dan Ibu Masyatun.

Terimakasih atas kasih sayang, dukungan dan do’a yang tulus untukku.

Pengorbanan kalian Allah yang akan membalasnya.

2. Adik-adikku Muchammad Fauzi dan Eli Istiqomah semoga kalian menjadi

anak yang sholih sholihah dan menjadi kebanggan orang tua, serta menjadi

anak yang berguna.

3. Keluarga yang berada di Kota Kebumen, Pakdhe Budhe serta ponakan

yang selalu kurindu Syifa dan Gibran.

4. Untuk keluarga besarku yang berada di Kota Tegal Jawa Tengah,

Almarhum Bapak Cakya dan Emak Rolah serta Om dan Tanteku

semuanya yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terimakasih atas

do’a dan dukungan yang telah diberikan.

5. Keluargaku di Salatiga, santriwan santriwati Pondok Pesantren AnNida.

Terimakasih saudara saudariku atas dukungan dan doanya.

6. Untuk seseorang yang selalu memberi semangat untuk segera

menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas motivasi, support dan do’anya.

7. Temen-temen seperjuangan menuntut ilmu, Hukum Ekonomi Syariah

2013 dan Fakultas Syariah semoga kita semua menjadi orang yang

(9)

ix

8. Kepada keluarga besar KSPPS BMT ANDA Salatiga, terimakasih telah

memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini. Sukses

selalu.

9. Temen senasib seperjuangan khususnya temen pejuang skripsi Lala

Halimah yang bersedia menemani dan membantu penulis berjuang,

semoga Allah yang membalasnya.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa tercurah kepada Sang Pemilik kehidupan yang

Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala limpahan Rahmat dan

NikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

Sholawat dan salam untuk Rasulullah Muhammad SAW, sang pembawa cinta

yang membimbing manusia menuju surga serta mengajarkan kepada manusia

untuk saling mengasihi.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar

sarjana dalam Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis

mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi., M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syariah

3. Ibu Evi Ariyani, S.H.,M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah,

sekaligus selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu sabar memberi

bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Heni Satar Nurhaida, S.H.,M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik

5. Bapak dan ibu dosen yang telah memberi ilmu kepada penulis sertas eluruh

civitas akademika IAIN Salatiga yang banyak membantu dalam menyelesaikan

skripsi ini.

6. Kepada Bapak dan Ibuku tercinta yang selalu medukung penulis serta tak

(11)
(12)

xii

ABSTRAK

Janah, Miftahul. 2017. Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Melakukan Review Berkala terhadap Mekanisme Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa di KSPPS BMT ANDA Salatiga. Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Evi Ariyani,S.H.,M.H.

Kata Kunci: Dewan Pengawas Syariah dan Baitul Mal Wat Tamwil.

Peran dan tugas Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi operasional lembaga keuangan syariah sehari-hari agar sesuai dengan prinsip syariah. Namun tidak sedikit Dewan Pengawas Syariah yang tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya, sehingga peran penting Dewan Pengawas Syariah pun masih perlu dipertanyakan. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini, yaitu (1) bagaimana peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam melakukan review terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA Salatiga?, (2) apa saja hambatan yang dihadapi Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam melakukan review berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA Salatiga?.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan hukum normative sebagai dasar melakukanan alisis. Data dalam penelitian ini penulis dapatkan dengan cara melakukan observasi, wawancara, dandokumentasi. Data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi deskripsikan kedalam sebuah penelitian yang bersifat kualitatif deskriptif.

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL……….………. i

HALAMAN BERLOGO………...……….……….. ii

HALAMAN JUDUL………...…………. iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING………...……. iv

PENGESAHAN KELULUSAN………....v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN……….vi

MOTTO………...……….………vii

PERSEMBAHAN………...……….………...viii

KATA PENGANTAR………x

ABSTRAK………...xii

DAFTAR ISI………...xiii

BAB I PENDAHULUAN………1

A. Latar Belakang Masalah………..1

B. Rumusan Masalah………...…6

C. Tujuan Penelitian……….7

D. Kegunaan Penelitian………7

E. Penegasan Istilah……….8

(14)

xiv

G. Metode Penelitian………..……12

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian..…..………12

2. Kehadiran Peneliti……….….13

3. Lokasi Penelitian………....13

4. Sumber Data………...…13

5. Prosedur Pengumpulan Data………..…15

6. Analisis Data………..16

7. Pengecekan Keabsahan Data……….17

8. Tahap-tahap Penelitian………...17

H. Sistematika Penulisan………18

BAB II LANDASAN TEORI………20

A. Tinjauan Umum Tentang Baitul Mal Wattamwil (BMT)………20

1. Pengertian BMT………..20

2. Sejarah Berdirinya BMT……….21

3. Visi dan Misi BMT………..22

4. Ciri-ciri BMT…...………...23

5. Dasar Hukum BMT……….25

6. Struktur Organisasi BMT………28

7. Prinsip Operasi BMT………...29

(15)

xv

B. Tinjauan Umum Tentang Dewan Pengawas Syariah…………...………36

1. Dewan Syariah Nasional (DSN)………..37

2. Dewan Pengawas Syariah (DPS)...……….40

a. Pengertian DPS………..40

b. Kedudukan DPS………40

c. Tugasdan Mekanisme Kerja DPS……….42

d. Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota DPS………45

BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN………..50

A. Profil KSPS BMT ANDA Salatiga……….50

1. Sejarah Berdirinya………..50

2. Struktur Organisasi……….51

3. Visi dan Misi………..53

4. Produk-produk KSPPS BMT ANDA Salatiga………...53

B. Dewan Pengawas Syariah di KSPPS BMT ANDA Salatiga………62

1. Keanggotaan Dewan Pengawas Syariah……….63

(16)

xvi

BAB IV PEMBAHASAN ………67

A. Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Melakukan Review Terhadap Mekanisme Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa……….67

B. Hambatan yang dihadapi DPS dalam Melakukan Review Terhadap Mekanisme Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa.………...……….81

BAB V PENUTUP..………84

A. Kesimpulan………...………84

B. Saran………...………..85

DAFTAR PUSTAKA……….86

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia saat ini

telah melaju cukup pesat, tidak hanya dalam hal kuantitas lembaga namun

juga dukungan peraturan yang mewadahinya. Hal ini dikarenakan pada

Lembaga Keuangan Konvensional mekanismenya dianggap tidak sesuai

dengan ajaran syariat Islam. Pertimbangan praktis pelanggarannya adalah

karena sistem berbasis bunga dipandang mengandung beberapa kelemahan,

seperti diantaranya melanggar nilai keadilan atau maupun kewajaran bisnis

(Suhendi, 2010).

Hal paling signifikan yang membedakan antara Lembaga

Keuangan Syariah dengan Lembaga Keuangan Konvensional adalah

adanya kepastian pelaksanaan prinsip-prinsip syariah.Berdasarkan Surat

Keputusan Dewan Pimpinan MUI No.Kep-754/MUI/II/1999 Lembaga

Keuangan Syariah adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk

keuangan syariah dan mendapat izin operasional sebagai lembaga

keuangan syariah.

Untuk memastikan bahwa operasional Lembaga Keuangan Syariah

telah sesuai dengan ketentuan Syariah, maka Lembaga Keuangan Syariah

harus memiliki Dewan Pengawas Syariah sebagaimana yang telah diatur

dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/13/PBI/2009 bahwa Dewan

(18)

2

saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Lembaga Keuangan

Syariah agar sesuai dengan prinsip syariah.

Tugas utama DPS menurut Perwataatmadja dan Syafi’i Antonio

(1992:2) adalah untuk mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi

bisnis yang dihadapkan kepadanya sehingga dapat ditetapkan kesesuaian

atau ketidaksesuaiannya dengan syariah islam.

Adapun tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah

menurut PBI No 11/13/PPBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate

Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah adalah

sebagai berikut:

a. Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas

pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan lembaga

keuangan syariah

b. Mengawasi proses pengembangan produk baru agar sesuai

dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama

Indonesia

c. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional –Majelis

Ulama Indonesia untuk produk baru yang belum ada fatwanya

d. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip

syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan

penyaluran dana serta pelayanan jasa lembaga keuangan

(19)

3

e. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah ari

satuan kerja dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

Mengingat pentingnya keberadaan dan tugas yang diembannya,

Dewan Pengawas Syariah (DPS) dituntut untuk melakukan kewajibannya

dengan baik dan maksimal.Namun pada kenyataannya tidaklah demikian.

Faktanya peranan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada pada

lembaga keuangan syariah, terutama lembaga keuangan mikro syariah

(LKMS) masih memprihatinkan (Nurbaeti, 2016).

Pada tahun 2004 Menteri Koperasi dan UKM mengeluarkan Surat

Keputusan No. 91/KEP/M.KUM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Dalam SK ini mengatur

bahwa Dewan Pengawas merupakan salah satu syarat koperasi jasa

keuanagan syariah.Sebagaiman tugas DPS dalam perbankan, tugas DPS

koperasi jasa syariah juga untuk menjaga kepatuhan koperasi dalam

prinsip syariah disamping menerjemahkan fatwa Dewan Syariah Nasional

(DSN) sebelum bisa diterapkan.

Kemudian pada tahun 1999 MUI mengeluarkan Surat Keputusan

No. 754/MUI/II/1999 tentang Dewan Syariah Nasional (DSN) / Lembaga

Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia. Fungsi utama dari DSN adalah

menggali, mengkaji dan merumuskan nilai dan prinsip hukum Islam

(Syariah) untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan LKS sehingga ada

(20)

4

MUI tentang Dewan Nasional Syariah tersebut semakin menguatkan

pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan yang menggunakan prinsip

syariah diantaranya adalah Asuransi Syariah, Transaksi Foreign Exchange

Syariah dan Perdagangan Bursa Saham Syariah, Pegadaian Syariah, Bank

Perkreditan Syariah (BPRS), serta Koperasi Syariah yang lebih dikenal

dengan Baitul Maal Wa Tamwil / BMT.

Baitul Maal Wa Tamwil atau yang disingkat dengan BMT adalah

salah satu bagian dari Lembaga Keuangan Syariah yang beroperasi dengan

sistem koperasi. Pada tahun 2004 dikenal dengan sistem Koperasi Jasa

Keuangan Syariah (KJKS) dengan dasar dari Keputusan Menteri Koperasi

Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor

91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Kemudian pada tahun 2015 dikenal

dengan sistem Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS)

dengan berdasarkan atas Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil

Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015

tentang pelaksanaan kegiatan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan

Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi.

Menurut Farid Hidayat dalam jurnalnya sampai saat ini masih

terdapat BMT maupun Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah

(KSPPS) yang menyalahi prinsip-prinsip syariah baik itu dalam

penghimpunan maupun penyaluran dana. Seperti dalam pembuatan

(21)

aturan-5

aturan yang sesuai dengan syariah, serta kurangnya peran Dewan

Pengawas Syariah (DPS) dalam melakukan pertemuan dengan lembaga

keuangan yang diawasinya. Ada DPS yang melakukan pertemuan satu

minggu sekali, bahkan ada juga yang dalam satu tahun tidak melakukan

pertemuan.

Dengan adanya fenomena yang terjadi tersebut menjadi pertanyaan

apakah untuk saat ini tugas dan peran DPS telah benar-benar sesuai

dengan Peraturan Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional-Majelis

Ulama Indonesia.

Pada tahun 2007 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Nomor

9/19/PBI/2007tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan

penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank

Syariah, di dalamnya menjelaskan bahwa dengan adanya ketentuan

tersebut dapat memberikan kejelasan pelaksanaan prinsip syariah dalam

kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa

sehingga dapat membantu operasional Lembaga Keuangan Syariah atau

dalam hal ini BMT menjadi lebih sehat, efektif dan efisien dan

meningkatkan kepastian hukum bagi Pengawas dalam melakukan

perannya.

Peran utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya

operasioanal lembaga keuangan syariah sehari-hari agar selalu sesuai

(22)

6

kata lain Dewan Pengawas Syariah berperan penuh untuk menjaga

operasional lembaga keuangan syariah, dalam hal ini peran DPS dalam

melakukan review berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan

penyaluran dana serta pelayanan jasa BMT.

Tugas dan Peran Dewan Pengawas Syariah menjadi sangat penting

bagi lembaga keuangan syariah termasuk dalam hal ini BMT, dari sinilah

maka penulis membatasi penelitian ini dengan mengangkat tema yang

berjudul “Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Melakukan

Review Berkala terhadap Mekanisme Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa di KSPPS BMT ANDA

Salatiga”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dapat

disimpulkan pokok-pokok masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam

melakukan review berkala terhadap mekanisme penghimpunan

dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT

ANDA Salatiga?

2. Apa hambatan DPS dalam melakukan review berkala terhadap

mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta

(23)

7

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat ditentukan

tujuan penelitian ini, antara lain:

1. Untuk mengetahui bagaimana peran Dewan Pengawas Syariah

(DPS) dalam melakukan review berkala terhadap mekanisme

penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa

diKSPPS BMT ANDA Salatiga.

2. Untuk mengetahui apa saja hambatan DPS dalam melakukan

review berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan

penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA

Salatiga.

D. Kegunaan Penelitian

Agar penelitian ini dapat memberikan hasil yang berguna secara

keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat

diantaranya:

1. Kegunaan Teoritis

Untuk memberikan kontribusi pemikiran terhadap kemajuan

perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan dibidang hukum

ekonomi syariah pada khususnya, serta memberi wawasan dan

pemahaman kepada mahasiswa sebagai bahan informasi untuk penelitian

lebih lanjut yang memiliki kaitan dengan hal-hal yang berhubungan

dengan peran Dewan Pengawas Syariah, dalam hal ini adalah mengungkap

(24)

8

dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA

Salatiga.

2. Kegunaan Praktisi

a. Bagi Peneliti

Menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola

berfikir dalam menganalisa bagaimana peran Dewan Pengawas

Syariah di KSPPS BMT ANDA Salatiga melakukan review

terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana

serta pelayanan jasa.

b. Bagi Masyarakat

Memberi wawasan dan pengetahuan yang dapat dijadikan

bahan pertimbangan dalam menginvestasikan dana dan/atau

memperoleh produk yang berkualitas.

E. Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi salah pengertian dalam pemahaman

penelitian yang penulis teliti ini, maka dipandang perlu untuk

menjelaskan beberapa istilah yang ada hubungannya dengan judul

penelitian ini yaitu :

1. Dewan Pengawas Syariah ( DPS )

Dewan Pengawas Syariah adalah suatu Dewan yang sengaja

dibentuk untuk mengawasi jalannya bank Islam sehingga senantiasa

(25)

9 2. Baitul Mal Wat Tamwil ( BMT )

Istilah baitul mal wat tamwil sebenarnya berasal dari 2 ( dua ) suku kata, yaitu baitul mal dan baitul tamwil. Istilah baitu mal berasal dari kata bait dan al mal. Bait artinya bangunan atau rumah, sedangkan al mal berarti harta benda atau kekayaan. Jadi baitu mal

secara harfiah berarti rumah harta benda atau kekayaan. Namun

demikian, kata baitul mal biasa diartikan sebagai perbendaharaan (umum atau Negara). Sedangkan baitul mal dilihat dari segi istilah fikih adalah suatu lembaga atau badan yang betugas untuk mengurusi

kekayaan Negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan

soal pemasukan dan penelolaan, maupun yang berhubungan dengan

masalah pengeluaran dan lain-lain. Sedangkan baitul tamwil berarti rumah penyimpanan harta milik pribadi yang dikelola oleh suatu

lembaga ( Lubis, 2004; 114 )

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam

melakukan review berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan

penyaluran dana serta pelayanan jasa ini bukan merupakan penelitian yang

pertama dilakukan namun, terdapat penelitian yang dilakukan oleh peneliti

lain antara lain:

Penelitian yang pernah penulis jumpai yaitu skripsi yang berjudul

“ Peran DPS dalam pengembangan produk di BMT ( Studi Kasus Pada

(26)

10

mengetahui sejauh mana peran DPS dalam optimalisasi pengembangan

produk-produk di BMT, khususnya PUSKOPFESY belum berjalan secara

optimal seperti yang diharapkan dalam menjalankan fungsinya selaku

pemberi pedoman tentang kesyariahan produk. Hal ini dikarenakan

kurangnya pengetahuan DPS tentang ekonomi syariah serta mempunyai

aktivitas diluar lembaga (Marwiyah, 2002 :113).

Dalam skripsinya yang berjudul “ Kebijakan DPS dalam Penerapan

Nilai-Nilai Syariah (studi atas wanprestasi pembiayaan di BMT Bina

Dhuafa Bringharjo Yogyakarta)”, Ismatul Amaliyah menjelaskan tentang

bagaimana metode yang ditempuh oleh DPS dalam mengeluarkan

kebijakan terhadap wanprestasi di BMT Bina Dhuafa Bringharjo

Yogyakarta, kemudian menjelaskan pula pengaruh kebijakan DPS

terhadap wanprestasi di BMT Bina Dhuafa Bringharjo Yogyakarta

(Ismatul Amaliyah, 2007).

Kemudian skripsi dari Yusuf Suhendi (2010) yang berjudul “ Peran

dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Yogyakarta “, penelitian tersebut

lebih berfokus pada kredibilitas suatu Bank Syariah sangat ditentukan oleh

tingkat kredibilitas DPS dalam masalah kinerja, independensi, dan

kompetensi. Sehingga peran dan fungsi DPS harus dioptimalkan dalam

pengawasan internal syariah untuk membangun jaminan kepatuhan syariah

bagi seluruh stakeholder bank syariah di Indonesia. Serta bertujuan untuk

(27)

11

BPRS di Yogyakarta dalam menjalankan fungsi pengawasannya (Yusuf

Suhendi, 2010).

Skripsi dari (Masliana, 2011) yang bejudul “ Peran Dewan

Pengawas Syariah (DPS) dalam Pengawasan Pelaksanaan Kontrak di Bank

Syariah (Studi pada Bank BRI Syariah)” penelitian tersebut berfokus pada

peran DPS pada pelaksanaan kontrak. Fungsi DPS dalam pembuatan draf

kontrak Bank BRI Syariah telah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia

bagian dewan pengawas syariah pasal 47, secara umum DPS mengawasi

segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan akad-akad yang ada.

Kemudian skripsi dari (Anik Arofah, 2008) yang berjudul “Peran

Dewan Pengawas Syariah terhadap Pengawasan Aspek Syariah di Baitul

Maal Wa Tamwil (BMT) Safinah Klaten. Penelitian tersebut lebih

berfokus pada bagaimana Peran Dewan Pengawas Syariah terhadap aspek

syariah yang ada pada BMT Safinah Klaten, menurutnya pelaksanaan

tugas pengawas DPS BMT Safinah selama ini telah dilakukan sangat baik.

Pengawasan syariah dilakukan secara formal maupun informal, dengan

pengawasan yang menyeluruh meliputi: riqabah musbaqah,

riqabahlahiqah, riqabah a’mal, dan riqabah dzatiyah. Dari sekian banyak sistem pengawasan, yang paling mendasar menurut penulis terletak pada

riqabah dzatiyah, karena dari sanalah pelaksanaan atau penyimpangan

terjadi. Kepercayaan akan pengawasan Allah tersebut akan menimbulkan

(28)

12

penyelewengan kegiatan ekonomi jika dibanding dengan pengawasan dari

luar.

Dari beberapa hasil penelitian yang ada, terlihat bahwa ada

kedekatan judul dengan judul penelitian yang penulis lakukan.Namun

penelitian penulis lakukan berbeda dengan penelitian yang sudah diteliti

oleh peneliti lainnya. Letak perbedaannya terletak pada titik tekan yang

penulis fokuskan. Penulis menitikberatkan pada bagaimana peran Dewan

Pengawas Syariah dalam melakukan review berkala terhadap mekanisme

penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasadi KSPPS

BMT ANDA Salatiga.

G. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif. Menurut Moleong (2011:6) penelitian kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Sedangkan jenis penelitian ini penulis menggunakan jenis

penelitian hukum normatif. Menurut Soekanto (2001) penelitian hukum

(29)

13

bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti

dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan

literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

2. Kehadiran Peneliti

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini,

peneliti hadir dalam proses penelitian serta bertindak langsung sebagai

instrumen dan sebagai pengumpul data hasil observasi dan wawancara

yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian itu akan

dilakukan. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kantor PusatKSPPS BMT

ANDA Salatiga yang terletak di Jln. Merak No. 90 Cabean Kel.

Mangunsari Kec. Sidomukti Kota Salatiga. Bahwa di BMT tersebut

penulis ingin mengetahui bagaimana peran DPS dalam melakukan review

berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana

serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA Salatiga.

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua macam

(30)

14 a. Data Primer

Jenis data primer dalam penelitian ini diperoleh secara

langsung dari sumber dan melalui wawancara dan observasi.

1) Informan

Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi

tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Dalam

hal ini yang menjadi informan adalah manager KSPPSBMT

ANDA Salatiga dan DPS di KSPPS BMT ANDA Salatiga.

2) Dokumen

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data

primer, yaitu dokumen-dokumen yang berhubungan dengan

KSPPS BMT ANDA Salatiga, yang diantaranya adalah sejarah

berdirinya KSPPS BMT ANDA, struktur organisasi, data-data

produk yang ditawarkan, dan data-data berupa tugas atau peran

DPS di KSPPS BMT ANDA Salatiga.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh atau berasal dari bahan-bahan

kepustakaan.Data ini berupa dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan permasalahan penelitian. Sumber data yang dapat

mendukung penelitian ini adalah telaah pustaka seperti buku-buku,

(31)

15

5. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan tiga metode pengumpulan

data yang digunakan dalam penyusunan laporan penelitian yaitu

sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data dengan jalan

pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis

terhadap fenomena yang diselidiki (Sugiyono, 2013:145).

Observasi yang dilakukan penulis ini untuk mendapatkan data

tentang bagaimana peran DPS dalam melakukan review berkala

terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana

serta pelayanan jasa pada KSPPS BMT ANDA Salatiga.

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi anatara dua orang,

melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari

seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,

berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2010:180)

Tujuan dalam wawancara ini untuk menggali secara dalam

tentang informasi yang dibutuhkan kepada pihak KSPPS BMT

ANDA Salatiga dalam hal ini adalah manager dan Dewan

(32)

16 c. Dokumentasi

Merupakan pengumpulan data-data melalui pengamatan

dan pencatatan dengan sistematik tentang fenomena yang diselidiki

secara langsung maupun tidak langsung.Dalam penelitian ini

penulis menggunakan metode dokumentasi untuk memperoleh

dokumen yang berkaitan.

6. Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan

jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong,

2011:248). Analisis data bertujuan untuk menelaah data secara

sistmatik yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data yang

telah digunakan. Diantaranya: observasi, wawancara dan dokumentasi.

Data yang terkumpul diklasifikasikan dalam sebuah penelitian

kualitatif deskriptif. Peneliti melakukan analisis data awal yang

diperoleh untuk menentukan titik fokus penelitian yang bersifat

sementara. Analisis akan dilakukan kembali setelah data memperoleh

data tambahan dari berbagai sumber yang ada untuk membuat

(33)

17

Kesimpulan ini ditarik dari fakta atau data khusus berdasarkan

pengamatan dilapangan bagaimana peran DPS dalam melakukan

review berkala terhadap mekanisme penghimpunan dana dan

penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA Salatiga.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh

yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian,

sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik

untuk memeriksa keabsahan data.

8. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian ini adalah sebagai berikut, yaitu :

a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum

melakukan penelitian seperti membuat suatu rancangan

penelitian lapangan, memilih dan memanfaatkan sesuatu yang

diperoleh, menyiapkan kelengkapan penelitian serta

memperhatikan etika dalam suatu penelitian.

b. Tahap pekerjaan lapangan yaitu peneliti terjun langsung ke

lapangan untuk mencari data-data yang diperlukan seperti

melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.

c. Tahap analisa data, yaitu peneliti menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi.

d. Tahap penulisan laporan yaitu apabila semua data telah

(34)

18

pembimbing maka yang dilakukan penulis selanjutnya adalah

menulis hasil penelitian tersebut sesuai dengan pedoman

penulisan yang telah ditentukan.

H. Sistemstika Penulisan

Adapun sistematika penulisan hasil laporan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka,

metodologi penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi tentang berbagai teori yang menjadi landasan

teoritik penelitian yaitu tentang pengertian BMT,sejarah berdirinya,

organisasi, visi misi, ciri-ciri, dasar hukum BMT, prinsip operasi BMT,

kendala pengembangan BMT secara umum. Serta gambaran umum

tentang Dewan Pengawas meliputi pengertian DSN dan DPS, peran dan

tanggung jawab, sistem pelaksanaan pengangkatan anggota DPS,

kedudukan, tugas dan mekanisme kerja DPS

BAB III: PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan melaporkan hasil pengumpulan data, gambaran

objek penelitian seperti sejarah berdirinya, struktur organisasi beserta

(35)

19

tentang Dewan Pengawas Syariah yang ada di KSPPS BMT ANDA

Salatiga.

BAB IV: PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang peran dewan pengawas syariah

dalam melakukan review berkala terhadap mekanisme penghimpunan

dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa dan apa saja hambatan DPS

dalam melakukan review berkala terhadap mekanisme penghimpunan

dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa di KSPPS BMT ANDA

Salatiga.

BAB V: PENUTUP

Bab ini merupakan kesimpulan dan saran-saran mengenai

persoalan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya.Kemudian pada

(36)

20

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)

Lembaga Keuangan terdapat dua macam, yaitu Lembaga

Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank. Lembaga keuangan

bank dalam kegiatan usahanya ada yang menggunakan prinsip syariah dan

ada yang secara konvensional, yang konvensional yaitu Bank Umum (BU)

dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), sedangkan yang prinsip syariah yaitu

Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

Begitu juga Lembaga Keuangan Non Bank ada yang menggunakan prinsip

syariah danada yang konvensional. Lembaga keuangan syariah terdiri dari

Bank dan Non Bank diantaranya yaitu Asuransi, Pegadaian, Reksa Dana,

Pasar Modal, BPRS, dan BMT.

1. Pengertian BMT

Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah kepada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti; zakat, infaq

dan shodaqoh. Sedangkan baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial (Sudarsono, 2003:84).

Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat

Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer

(37)

21

kecil.Dalam prakteknya, PINBUK menetaskan BMT, dan pada gilirannya

BMT menetaskan usaha kecil.Keberadaan BMT merupakan representasi

dari kehidupan masyarakat dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT

mampu mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat.

Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan

dan pendanaan yang berdasarkan sistem syariah. Peran BMT sebagai

berikut:

a. Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non syariah.

b. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.

c. Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang

masih tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu

memenuhi keinginan masyarakat dan memenuhi dana

dengan segera.

d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi

yang merata (Sudarsono, 2003:84).

2. Sejarah Berdirinya BMT

Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul

peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah.

Operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan

menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga

keuangan mikro, seperti BPR Syariah dan BMT yang bertujuan untuk

(38)

22

Disamping itu ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang hidup

serba berkecukupan muncul kekhawatiran akan timbulnya pengikisan

akidah. Pengikisan akidah ini bukan hanya dipengaruhi dari aspek syiar

Islam tetapi juga dipengaruhi oleh lemahnya ekonomi masyarakat.

Sebagaimana diriwayatkan dari Rasulullah saw, “kekafiran itu mendekati

kekufuran” maka keberadaan BMT diharapkan mampu mengatasi masalah

ini lewat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ekonomi masyarakat. Di lain

pihak, beberapa masyarakat harus harus menghadapi rentenir atau lintah

darat. Maraknya rentenir di tengah-tangah masyarakat mengakibatkan

masyarakat semakin terjerumus pada masalah ekonomi yang tidak

menentu. Besarnya pengaruh rentenir terhadap perekonomian masyarakat

tidak lain karena tidak adanya unsur-unsur yang cukup akomodatif dalam

menyelesaikan masalah yang masyarakat hadapi. Oleh karena itu, BMT

diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam memperbaiki kondisi ini

(Sudarsono, 2003:85).

3. Visi dan Misi BMT a. Visi BMT

Visi BMT mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT

menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah

anggota (ibadah dalam arti luas), sehingga mampu berperan

sebagai wakil pengabdi Allah, memakmurkan kehidupan anggota

pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Karena visi ini

(39)

23

merupakan obyektifitas dan kesungguhan. Titik tekan perumusan

visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang professional dan

dapat meningkatkan kualitas ibadah (Ridwan, 2006:3).

b. Misi BMT

Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan

tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil

berkemakmuran-berkemajuan, berdasarkan syariah dan ridha Allah.

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa misi BMT bukan

semata-mata mencari keuntungan dan menumpukkan laba modal

pada segolongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada

pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan

prinsip-prinsip ekonomi islam. Masyarakat ekonomi kelas bawah harus

didorong untuk berpartisipasi dalam modal melalui simpanan

penyertaan modal sehingga mereka dapat menikmati hasil-hasil

BMT. Terdapat kepentingan yang sama dari dua sisi struktur social

yang berlawanan, yakni struktur masyarakat berada (orang kaya)

dengan struktur masyarakat miskin. BMT akan berperan dalam

menjembatani kebutuhan keduannya (Ridwan, 2006:4).

4. Ciri-ciri BMT

Dibandingkan dengan lembaga keuangan syariah lainnya BMT

memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Berorientasi bisnis, yaitu memiliki tujuan mencari laba bersama

(40)

24

yang sebanyak-banyaknya bagi para anggota dan

lingkungannya.

b. Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan

untuk mengelola dana sosial umat, seperti zakat, infaq, sedekah,

hibah dan wakaf.

c. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara

swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat disekitarnya.

d. Lembaga ekonomimilik bersama antara kalangan masyarakat

bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok

tertentu diluar masyarakat sekitar BMT (Dewi dkk, 2005:

167-168).

Sedangkan cici-ciri BMT secara khusus ialah sebagai berikut:

a. Staf dan karyawan BMT bertindak aktif-proaktif, tidak

menunggu tetapi menjemput bola, bahkan berebut bola baik

untuk menghimpun dana anggota maupun untuk ana

pembiayaan. Pelayanannya mengacu kepada kebutuhan

anggota, sehingga semua staf BMT harus mampu memberikan

yang terbaik untuk anggota dan masyarakat.

b. Kantor dibuka dalam waktu tertentu yang ditetapkan sesuai

kebutuhan pasar. Sehingga waktu buka kasnya tidak terbatas

pada siang hari saja, tetapi dpat saja malam atau sore hari

(41)

25

c. BMT mengadakan pendampingan usaha anggota.

Pendampingan ini akan lebih efektif jika dilakukan secara

berkelompok. (Ridwan, 2006:10).

5. Dasar Hukum BMT

BMT didirikan dalam bentuk KSM (Kelompok Swadaya

Masyarakat) atau Koperasi. Sebelum usahanya, kelompok swadaya

masyarakat harus mendapatkan sertifikasi operasi dari PINBUK (Pusat

Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK itu sendiri harus

pendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga

Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM). Berkenaan dengan

Koperasi Unit Desa (KUD) dapat mendirikan BMT telah diatur dalam

petunjuk Menteri Koperasi yang yang menetapkan bahwa bila disuatu

wilayah dimana telah ada KUD dan KUD tersebut telah berjalan dengan

baik dan organisasinya telah teratur dengan baik maka BMT bisa menjadi

Unit Usaha Otonom (U2O) atau tempat pelayanan koperasi (TPK) dari

KUD tersebut. Sedangkan bila KUD yang telah berdiri itu belum berjalan

dengan baik maka KUD yang bersangkutan dapat dioperasikan sebagai

BMT. Apabila diwilayah yang bersangkutan belum ada KUD maka dapat

didirikan KUD BMT (Ridwan, 2006:25).

Penggunaan badan hukum KSM dan koperasi atau BMT itu

disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal

yang dijelaskan UU No 7 Tahun 1992 dan UU No 10 Tahun 1998 tentang

(42)

26

dana masyarakat. Menurut undang-undang pihak yang berhak

menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah Bank Umum dan

Bank Perkreditan Rakyat, baik dioerasikan dengan cara konvensioanal

maupun dengan prinsip bagi hasil. Namun demikian kalau BMT dengan

badan hukum KSM atau koperasi itu telah berkembang dan telah

memenuhi syarat-syarat BPR, maka pihak manajemen dapat mengusulkan

diri kepada pemerintah agar BMT dijadikan sebagai BPRS (Badan

Perkreditan Rakyat Syariah) dengan badan hukum koperasi atau perseroan

terbatas (Ridwan, 2006:25).

Pilihan badan hukum koperasi atau BMT harus memperhatikan

rencana kerja operasional. Jika BMT diharapkan akan beroperasi secara

luas, maka pengesahan badan hukumnya harus menyesuaikan. Terdapat

pembatasan wilayah kerja sesuai dengan badan hukum yang dimilikinya

dengan pembagian sebagai berikut:

a. BMT Daerah, yaitu BMT yang hanya dapat memberikan

pelayanan kepada anggota yang berdomisili dalam satu daerah

kabupaten.

b. BMT Propinsi, yaitu BMT yang dapat beroperasi dalam satu

propinsi yang mencakup semua wilayah kabupaten-kota yang

ada didalamnya.

c. BMT Nasional, yaitu BMT yang dapat beroperasi dalam satu

wilayah kenegaraan. BMT iini dapat membuka kantor cabang

(43)

27

dikeluarkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Menteri

Koperasi dan UKM (Ridwan, 2006;26).

Apabila BMT menyatakan dirinya berbentuk koperasi simpan

pinjam, maka harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai

koperasi, seperti Anggaran Dasar, Keanggotaan dan perangkat

organisasi meliputi Rapat anggota, Pengawasan, dan Pengurus.

BMT yang berbadan hukum koperasi harus tunduk pada UU

No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.Setiap koperasi yang berdiri

harus mendapatkan ijin dari Kementerian Koperasi dan UKM.Oleh

karena itu, BMT yang berbadan hukum koperasi berada dalam

pengawasan dan pembinaan Kementerian Koperasi dan UKM.

Pada bulan September 2004 Kementerian Koperasi dan UKM

mengeluarkan keputusan Kep.Men.Kop & UKM No.

91/Kep/M.KUM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan

Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Pada ketentuan

peralihan pasal 50 disebutkan bahwa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) /

Unit Usaha Simpanan (UUS)-koperasi yang ingin mengubah atau

mengkonversikan kegiatan usahanya menjadi Koperasi Jasa Keuangan

Syariah/Unit Keuangan Syariah dapat menjalankan usaha dengan

ketentuan yang telah ditetapkan. Sedangkan koperasi yang telah

menyelenggarakan kegiatan pembiayaan Pola Syariah, diberikan

(44)

28

keputusan ini, untuk menyesuaikan dan mengikuti segala peraturan

yang berlaku dalam keputusan tersebut (Arofah, 2008).

Kemudian pada tahun 2015 dikenal dengan sistem Koperasi

Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) dengan berdasarkan

atas Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah

Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang

pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah

Oleh Koperasi.

6. Struktur Organisasi BMT

Untuk memperlancar tugas BMT, maka diperlukan struktur yang

mendeskripsiksan alur kerja yang harus dilakukan oleh personil yang ada

di dalam BMT tersebut. Struktur organisasi BMT meliputi, Musyawaroh

Anggota Pemegang Simpanan Pokok, Dewan Syariah, Pembina

Manajemen, Manajer, Pemasaran, Kasir, dan Pembukuan.

Adapun tugas dari masing-masing struktur diatas adalah sebagai

berikut:

a. Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok memegang

kekuasaan tertinggi di dalam memutuskan kebijakan-kebijakan

makro BMT.

b. Dewan Syariah bertugas mengawasi dan menilai

(45)

29

c. Pembina Manajemen bertugas untuk membina jalannya BMT

dalam merealisasikan programnya.

d. Manajer bertugas menjalankan amanat musyawarah anggota

BMT dan memimpin BMT dalam merealisasikan programnya.

e. Pemasaran bertugas untuk mensosialisasikan dan mengelola

produk-prodek BMT.

f. Kasir bertugas melayani nasabah dan pembukuan bertugas

untuk melakukan pembukuan atas aset dan omset BMT.

Dalam struktur organisasi standar dari PINBUK, musyawarah

anggota pemegang simpanan pokok melakukan koordinasi dengan Dewan

Syariah dan Pembina manajemen dalam mengatur kebijakan-kebijakan

yang akan dilakukan oleh manajer. Manajer memimpin keberlangsungan

maal dan tamwil. Tamwil terdiri dari pemasaran kasir dan pembukuan.Sedangkan anggota dan nasabah berhubungan koordinatif

dengan maal, pemasaran, kasir dan pembukuan (Sudarsono, 2003:87).

7. Prinsip Operasi BMT

Secara ringkas Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil

(P3UK) pada tahun 1994 menerangkan prinsip dan produk inti BMT

(46)

30

1. Prinsip dan Produk Inti Baitul Maal

Baitul Maal yang sudah mengalami penyempitan arti di tengah masyarakat ini hanya memiliki prinsip sebagai

penghimpunan dan penyaluran dana zakat, infaq, dan shadaqah,

dalam arti bahwa Baitul Maal hanya bersifat “menunggu”

kesadaran umat untuk menyalurkan dana zakat, infaq dan

shadaqahnya saja tanpa ada sesuatu kekuatan untuk melakukan

pengambilan / pemungutan secara langsung kepada

mereka-mereka yang sudah memenuhi kewajibannya tersebut, dan

seandainya aktif pun hanya bersifat seolah-olah meminta dan

menghimbau, yang kemudian setelah itu Baitul Maal

menyalurkanya kepada mereka yang berhak untuk

menerimanya (Yunus, 2009: 33)

Dari prinsip dasar diatas dapat kita ungkapkan bahwa

produk inti dari Baitul Maal terdiri atas : a) Produk Penghimpunan Dana

Dalam produk penghimpunan dana ini, sebagaimana

yang telah diungkapkan diatas, Baitul Maal menerima dan mencari dana berupa zakat, infaq, dan shadaqah, meskipun

selain sumber dana tersebut, Baitul Maal juga menerima dana berupa sumbangan, hibah, ataupun wakaf serta

(47)

31 b) Produk Penyaluran Dana

Penyaluran dana-dana yang bersumberkan dari

dana-dana Baitul Maal harus bersifat spesifik, terutama

dana yang bersumber dari zakat, karena dana zakat ini

sarana penyalurannya sudah ditetapkan secara tegasdalam

al-Qur’an, yaitu kepada 8 (delapan) ashnaf antara lain:

faqir, miskin, amilin, mu’alaf, fisabilillah, ghorimin,

hamba sahaya, dan mushafir. Sedangkan dana diluar zakat dapat digunakan untuk pengembangan usaha orang-orang

miskin, pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun

biaya-biaya operasional kegiatan sosial lainnya (termasuk

di dalamnya untuk kepentingan kafir dzimmi, yang rela dengan pemerintahan Islam).

2. Prinsip dan Produk Inti Baitut Tamwil

Baitut Tamwil tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan oleh Bank Islam. Ada 3 (tiga) prinsip-prinsip

yang dapat dilaksanakan oleh BMT (dalam fungsinya sebagai

Baitut Tamwil), yaitu: Prinsip bagi hasil, Prinsip jual beli dengan mark-up, dan Prinsip non profit.

a) Prinsip Bagi Hasil

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi

tata cara pembagian hasil usaha antara pemodal (penyedia

(48)

32

dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara

BMT dengan penyedia dana (penyimpang/penabung).

Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah

Mudharabah dan Musyarakah.

b) Prinsip Jual Beli dengan Mark-Up (Keuntungan)

Prinsip ini merupakan suata tata cara jual beli yang dalam

pelaksanaanya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang

diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT,

kemudian BMT bertindak sebagi penjual, menjual barang tersebut

kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah

keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin mark-up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga kepada

penyedia/penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah

Murabahah dan Bai’Bitsaman Ajil.

c) Prinsip Non Profit

Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan,

prinsip ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Sumber

dana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya (non cost of money) tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan tersebut diatas. Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qardul Hasan

(Yunus, 2009:36).

Adapun mengenai produk inti dari BMT adalah sebagai

(49)

33 a) Produk Penghimpunan Dana

Yang dimaksud dengan produk penghimpunan dana di sini,

berupa jenis-jenis simpanan yang dihimpun oleh BMT sebagai

sumber dana yang kelak akan disalurkan kepada usaha-usaha

produktif. Jenis simpanan tersebut antara lain:

1. Al-Wadi’ah

Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamanan

uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang

yang ditabung.Dengan sistem ini BMT tetap

memberikan bagi hasil, namun nisbah bagi penabung

sangat kecil.

2. Al-Mudharabah

Penabung memiliki motivasi untuk memperoleh

keuntungan dari tabungannya, karena itu daya tarik dari

jenis tabungan ini adalah besarnya nisbah dan sejarah

keuntungan bulan lalu.

3. Amanah

Penabung memiliki keinginan tertentu yang di aqadkan

atau diamanahkan kepada BMT.Missal, tabungan ini

dimintakan kepada BMT untuk pinjaman khusus

kepada kaum dhu’afa atau orang tertentu. Dengan

demikian tabungan ini sama sekali tidak diberikan bagi

(50)

34 b) Produk Penyaluran Dana

Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan benuk

pola pembiayaan yang merupakan kegiatan BMT dengan harapan

dapat memberikan penghasilan. Pola pembiayaan tersebut adalah:

1. Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh BMT

kepada anggota, dimana pengelola usaha sepenuhnya

diserahkan kepada anggota sebagai nasabah

debitur.Dalam hal ini anggota (nasabah) menyediakan

usaha system pengelolaannya (manajemennya). Hasil

keuntungn akan dibagi dua sesuai dengan kesepakatan

bersama (missal 70%:30% atau 65%:25%).

2. Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan berupa sebagian modal keseluruhan. Pihak

BMT dapat dilibatkan dalam proses pengelolaanya.

Pembagian keuntungan yang proporsional dilakukan

sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.

3. Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan yang diberikan kepada anggota untuk

pembelian barang-barang yang akan dijadikan modal

kerja. Pembiayaan ini diberikan untuk jangka pendek

(51)

35

atau lebih dari itu. Keuntungan bagi BMT diperoleh

dari harga yang dinaikkan.

4. Pembiayaan Bai’ Bitsamnn Ajil

Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan

Murabahah, yang berbeda adalah pola pembayaran

yang dilakukan dengan cicilan dalam waktu yang agak

panjang. Pembiayaan ini lebih cocok untuk pembiayaan

investasi. BMT akan mendapatkan keuntungan dari

harga barang yang dinaikkan.

5. Pembiayaan Al-Qardhul Hasan

Merupakan pinjaman lunak yang diberikan kepada

anggota yang benar-benar kekurangan modal kepada

mereka yang sangat membutuhkan untuk

keperluan-keperluan yang sifatnya darurat. Nasabah (anggota)

cukup mengembalikan pinjamannya sesuai dengan nilai

yang diberikan oleh BMT (Yunus, 2009:38).

8. Kendala Pengembangan BMT

Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai

kendala, walaupun tidak berlaku sepenuh kendala ini di suatu BMT.

Kendala tersebut sebagai berikut:

a. Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa dipenuhi

(52)

36

b. Walaupun keberadaan BMT cukup dikenal tetapi masih banyak

masyarakat berhubungan dengan rentenir.

c. Beberapa BMT cenderung menghadapi masalah yang sama,

missalnya nasabah yang bermasalah.

d. BMT cenderung menghadapi BMT lain sebagai lawan yang

harus dikalahkan, bukan sebagai partner dalam upaya untuk

mengeluarkan masyarakat dari permasalahan ekonomi yang ia

hadapi.

e. Dalam kegiatan rutin BMT cenderung mengarahkan pengelola

untuk lebih berorintasi pada persoalan bisnis (business oriented).

f. Dalam upaya untuk mendapatkan nasabah timbul

kecenderungan BMT memperhatikan besarnya bunga di bank

konvensional terutama untuk produk yang berprinsip jual beli

(bai).

g. BMT lebih cenderung menjadi Baitul Tamwil daripada Baitul Maal(Sudarsono, 2003 : 93-94).

B. Tinjauan Umum Tentang Dewan Pengawas Syariah

Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di tanah

air, berkembang pulalah jumlah DPS yang ada dan mengawasi

masing-masing lembaga tersebut. Banyak dan beragamnya DPS di maing-masing-masing

(53)

37

juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan

timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu tidak

mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI

sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di tanah air,

menganggap perlu dibentuknya suatu dewan syariah yang bersifat nasional

dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya

bank-bank syariah. Lembaga ini kelak kemudian dikenal dengan Dewan Syariah

Nasional atau DSN (Antonio, 2001 : 235).

1. Dewan Syariah Nasional (DSN)

Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan

merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan

Juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom dibawah

Majelis Ulama Indoneia dipimpin oleh ketua umum Majelis Ulama

Indonesia dan Sekretaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua

dan sekretaris serta beberapa anggota.

Pembentukan DSN bertujuan untuk mengekplorasi penerapan

nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian secara umum, dan secara

khusus pada sector keuangan, seperti perbankan, asuransi, pegadaian,

pasar modal, reksadana dan lain-lain. Menururt Prof. Jaih Mubarok,

anggota BPH DSN-MUI, pembentukan DSN berguna untuk melakukan

(54)

38

masyarakat dan industri/lembaga bisnis memiliki panduan dalam

melakukan bisnis. Dari segi ilmu hukum, DSN-MUI merupakan institusi

yang bertugas menjaga dan mengharmoniskan nilai-nilai muamalah

dengan nilai-nilai dan praktik bisnis (domain pembuatan hukum).

Untuk menunjang tugas DSN-MUI, diterbitkan Surat Keputusan

MUI No. Kep.754/II/1999 tentang tugas pokok DSN, yaitu untuk:

1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam

kegiatan perekonomian

2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan

3. Mengeluarkan fatwa atas produk keuangan syariah

4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan (Dahlan,

2012:203-204).

Adapun Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi

produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah

Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga

lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan

sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah

Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari

sumber-sumber hukum Islam. Garis panduan ini menjadi dasar

pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah pada lembaga-lembaga

(55)

39

Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan

memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga

keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh

menejemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah pada

lembaga yang bersangkutan.

Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan

rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah

Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.

Dewan Syariah Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga

keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis

panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah

Nasional telah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada

lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.

Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan

teguran yang diberikan, Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan

kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen

Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak

mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai

(56)

40

2. Dewan Pengawas Syariah (DPS)

a. Pengertian Dewan Pengawas Syariah

Dewan Pengawas Syariah adalah suatu dewan yang

dibentuk untuk mengawasi jalannya Lembaga Keuangan Syariah

agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari

prinsip-prinsip muamalah menurut Islam (Sumitro, 2004:51).

Menurut Syafi’i Antonio (1992) Dewan Pengawas Syariah

adalah suatu Dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi

jalannya lembaga keuangan syariah sehingga senantiasa sesuai

dengan prinsip muamalah dalam Islam.

Sedangkan menurut Surat Keputusan Dewan Pimpinan

MUI tentang Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor

Kep-754/MUI/II/1999 Dewan Pengawas Syariah adalah badan

yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi

pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah.

b. Kedudukan Dewan Pengawas Syariah

Keputusan DSN-MUI No. 01 tahun 2000 tentang Pedoman

Dasar Dewan Syariah Nasional, Dewan Pengawas Syariah (DPS)

adalah badan yang ada dilembaga keuangan syariah dan bertugas

mengawasi pelaksanaan Dewan Pengawas Syariah Nasional

(57)

41

Keputusan Menteri Koperasi dan UKM No. 91 tahun 2004

menyebutkan dalam ketentuan umum pasal 1 poin ke-19 bahwa

Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih oleh koperasi

yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat anggota dan

beranggotakan alim ulama yang ahli dalam syariah yang

menjalankan fungsi dan tugas sebagai pengawas syariah pada

koperasi yang bersangkutan dan berwenang memberikan

tanggapan atau penafsiran terhadap fatwa yang dikeluarkan Dewan

Syariah Nasional.

Kedudukan DPS dalam LKS sebagaimana diatur dalam

Keputusan DSN-MUI No. 03 tahun 2000 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas Syariah pada

Lembaga Keuangan Syariah adalah sebagai perpanjangan tangan

mewakili DSN dalam mengawasi pelaksanaan fatwa-fatwa DSN di

LKS.

Menurut Dahlan (2012:209) anggota DSN merupakan

individu-individu yang mempunyai kredibilitas dan komitmen

yang tinggi terhadap prinsip-prinsip syariah dan sangat

independen, terutama dalam merumuskan fatwa. DSN memiliki

standar ilmu syariah yang komprehensif dalam menetapkan

fatwa-fatwa ekonomi syariah.Dari hal tersebut menjadikan posisi DPS

juga semakin kuat. DPS merupakan kepanjangan kebijakan DSN.

(58)

42

dengan garis besar DSN yaitu untuk menciptakan lembaga

keuangan syariah yang ideal dalam prinsip dan operasional.

c. Tugas dan Mekanisme Kerja Dewan Pengawas Syariah

Tugas Dewan Pengawas Syariah menurut Peraturan Bank

Indonesia No 11/13/PPBI/2009 tentang pelaksanaan Good

Corporate Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha

syariah adalah sebagai berikut:

1. Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas

pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan lembaga

keuangan syariah

2. Mengawasi proses pengembangan produk baru agar sesuai

dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama

Indonesia

3. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional –Majelis

Ulama Indonesia untuk produk baru yang belum ada fatwanya

4. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip

syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan

penyaluran dana serta pelayanan jasa lembaga keuangan

syariah

5. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah ari

(59)

43

Sedangkan tugas DPS menurut Keputusan DSN No. 03

tahun 2000 adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan

syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang

telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.

Mekanisme kerja Dewan Pengawas Syariah berdasarkan

Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang Pembentukan

Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor Kep-754/MUI/II/1999

diantaranya adalah :

a. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga

keuangan syariah yang berada dibawah pengawasannya;

b. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan

syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan

kepada DSN;

c. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga

keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN

sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran;

d. DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang

memerlukan pengawasan DSN.

Dalam pasal 39 ayat 1 UU No. 25 tahun 1992 tentang

Perkoperasian, tugas pengawas adalah melakukan pengawasan

terhadap pelaksanaan dan pengelola Koperasi dan membuat

(60)

44

melaksanakan tugasnya, pengawas memiliki kewenangan meneliti

catatan yang ada pada Koperasi dan mendapat segala keterangan

yang diperlukan (pasal 39 ayat (2)).

Pada Keputusan Menteri Koperasi & UKM No. 91 tahun

2004 dalam pasal 32 menyebutkan tugas Dewan Pengawas Syariah

melakukan pengawasan pelaksanaan usaha Koperasi Jasa

Keuangan Syariah / Unit Jasa Keuangan Syariah berdasarkan

prinsip-prinsip syariah dan melaporkan hasil pengawasannya

kepada pejabat yang berwenang memberikan pengesahan akta

pendirian dan perubahan anggaran anggaran dasar koperasi yang

bersangkutan.

Sedangkan menurut Syafi’i Antonio tugas Dewan

Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional lembaga

keuangan syariah sehari-hari agar sesuai dengan

ketentuan-ketentuan syariah. Dewan Pengawas Syariah harus membuat

pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa lembaga

keuangan syariah yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan

ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan

(annual report) lembaga yang bersangkutan.

Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan

membuat reomendasi produk baru dari lembaga yang diawasinya.

(61)

45

penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan

difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.

Pasal 27 PBI No. 6/24/2004 menguraikan tugas Dewan

Pengawas Syariah antara lain:

a. memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan

operasional lembaga keuangan syariah terhadap fatwa

yang dikeluarkan DSN

b. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional

dan produk yang dikeluarkan lembaga keuangan syariah

c. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap

pelaksanaan operasional lembaga keuangan syariah

secara keseluruhan dalam laporan publikasi lembaga

keuangan syariah

d. Mengkaji produk dan jasa baru yang yang belum ada

fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN

5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah

sekurang-kurangnya setiap 6 bukan kepada Direksi,

Komisaris, DSN dan Bank Indonesia.

d. Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota DPS

Dalam keputusan DSN-MUI No. 03 tahun 2000 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan Pengawas

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Uji One Way ANOVA Pengaruh Jenis Isolat, pH, dan Suhu Inkubasi terhadap Pertumbuhan dan Kadar Fosfat Bebas Isolat Bakteri Termofilik Sungai Gendol Pasca Erupsi

Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan keaktifan siswa di kelas (walaupun pembelajaran yang terjadi di kelas selama pengamatan

Apakah bapak /ibu guru memberikan contoh di lingkungan sekitar atau hanya dalam buku saja??. Jawab: kadang di lingkungan juga diberikan

Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi yang diberikan kesensor adalah sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan dengan catu daya tunggal dengan

Jasa Raharja (Persero) Perwakilan Malang dalam memberikan ganti kerugian yang dialami korban atau ahli waris ketika terjadi kecelakaan lalu lintas jalan dan

Hasil analisis peneliti, Pekerja Anak di Bawah Umur termasuk dalam bentuk Pidana yang dilakukan oleh orang tua anak dengan cara memaksa dan membiarkan anaknya bekerja atau

Selama lebih dari 2.000 tahun jintan hitam, tanaman dari keluarga Ranunculaceae (buttercup), secara tradisional telah digunakan oleh berbagai budaya diseluruh dunia

Dari hasil penelitian diketahui Tingkat kepentingan pelanggan kasur Spring Air memiliki nilai rata rata sebesar 4.0665 yang berarti dapat dikategorikan tingkat harapan