• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga - Dita Arviana BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga - Dita Arviana BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah sebuah sistem sosial terkecil yang terbuka dan terdiri atas suatu rangkaian bagian yang saling berkesinambungan dan bergantung serta dipengaruhi oleh struktur internal maupun eksternal (Friedman et al, 2010). Selanjutnya definisi lain menurut Smith (1995) keluarga adalah individu yang digabungkan oleh ikatan pernikahan, hubungan darah atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah tangga yang sama. Jadi keluarga adalah suatu sistem kecil yang terbuka yang memiliki ikatan pernikahan, hubungan darah atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah.

2. Peran Keluarga

(2)

3. Pengambilan Peran

Pengambilan peran adalah kemampuan seseorang untuk memahami lebih baik bagaimana mereka berperilaku dalam peran mereka sendiri. Melalui sosialisasi, anggota keluarga mendapat sejumlah peran melalui peran-peran tersebut mereka dapat berfungsi dan berinteraksi dengan orang lain. Peran tidak pernah dipelajari sendiri, tetapi selalu sebagai sepasang atau serangkaian interaksi peran (Friedman, 2010).

4. Peran Informal Keluarga

Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak, hanya dimainkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu dan untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga. Peran informal mempunyai tuntutan yang berbeda, tidak terlalu didasarkan pada usia, ataupun jenis kelamin, melainkan lebih didasarkan pada atribut-atribut personalitas atau kepribadian anggota keluarga individu (Friedman, 2010). Beberapa peran informal yang bersifat adaptif dan merusak kesejahteraan keluarga diantaranya sebagai berikut.

Peran adaptif antara lain:

(3)

b. Perawatan keluarga, yaitu peran yang dijalankan terkait merawat anggota keluarga jika ada yang sakit.

c. Penghubung keluarga, yaitu penghubung, biasanya itu mengirim dan memonitor komunikasi dalam keluarga.

d. Koordinator, yaitu keluarga berarti mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga yang berfungsi mengangkat keakraban dan memerangi kepedihan.

B. Lanjut Usia

1. Definisi Lanjut Usia

(4)

2. Batasan-Batasan Lanjut Usia

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) 45-49 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Sedangkan menurut Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Dalam penelitian ini lansia yang akan dijadikan responden adalah lansia dengan usia 60 tahun keatas.

3. Perubahan-Perubahan Pada Lanjut Usia

(5)

C. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolic diatas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002). Hipertensi sering disebut juga dengan “the silent killer”. Ini disebabkan

bahwa hipertensi sendiri tidak menimbulkan gejala yang spesifik. Akan tetapi ada beberapa gejala yang berkaitan erat dengan hipertensi, seperti sakit kepala, pusing, dan lelah. Keadaan nonspesifik seperti ini juga bisa ditemukan pada orang dengan keadaan normal, maka sering diabaikan begitu saja. Hipertensi biasanya diketahui seseorang setelah melakukan pemeriksaan umum secara rutin atau meminta saran kepada petugas kesehatan terhadap komplikasi yang dideritanya (Smeltzer & Bare, 2002).

Berdasarkan diketahuinya penyebab atau tidaknya penyebab hipertensi. Menurut (Harrison, 2000) hipertensi diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Hipertensi Esensial

(6)

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi Sekunder adalah tekanan darah tinggi yang diketahui penyebabnya atau spesifik. Hampir seluruh bentuk sekunder dihubungkan dengan perubahan sekresi hormone dan fungsi ginjal. 2. Etiologi

Menurut Sutanto (2009), penyebab hipertensi pada lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada jantung dan sistemnya, yang meliputi:

a. Elastisitas dinding aorta menurun

b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku

c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

3. Patofisiologi

(7)

ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Smeltzer & Bare, 2002).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Smeltzer & Bare, 2002).

(8)

perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi, aterosklerosis yaitu hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada giliranya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), megakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2002).

4. Faktor Resiko Hipertensi

Menurut Kowalski (2010) menyebutkan beberapa faktor resiko hipertensi yaitu:

a. Keturunan

Riwayat keluarga yang pernah mengalami hipertensi sebelumnya sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit hipertensi pada keturunan berikutnya, baik itu secara bertahap atau melompat ke genaerasi berikutnya (kakek menurun ke anak atau kakek menurun ke cucu).Ini disebabkan, karena penyakit hipertensi bersifat menurun.

b. Ras

(9)

c. Asupan natrium dan garam

Natrium merupakan salah satu bentuk mineral, atau elektrolit, yang berpengaruh terhadap tekanan darah. Jadi jika kita terlalu banyak mengkonsumsi natrium maka kita akan beresiko terkena penyakit hipertensi.

d. Alkohol

Alkohol sangat berpengaruh terhadap tekanan darah.Konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Walaupun jika kita mengkonsumsi dalam jumlah secukupnya dapat mengendalikan tekanan darah, tetapi lebih baik tidak mengkonsumsi alkohol.

e. Stres

Stres mempercepat produksi senyawa berbahaya yaitu meningkatkan kecepatan denyut jantung dan kebutuhan akan suplai darah, dan tidak lama kemudian, meningkatkan tekanan darah serta menimbulkan serangan jantung dan strok.

5. Gejala dan Komplikasi

(10)

kebutaan,yang paling parah adalah efek jangka panjangnya yang berupa kematian mendadak. Berbagai macam dampak hipertensi pada tubuh penderita, diantaranya:

a. Penyakit jantung koroner dan arteri

Semakin bertambahnya usia, maka sistem yang ada pada tubuh, khususnya pembuluh darah seperti jantung, otak, dan ginjal akan mengalami pengerasan pembuluh darah (arterisklerosis). Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengeras ini.

b. Payah jantung

Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu lagi memompa darah ke seluruh tubuh sesuai dengan kebutuhan. Kondisi ini terjadi akibat kerusakan otot jantung atau sistem kelistrikan pada jantung.

c. Stroke

(11)

d. Kerusakan ginjal

Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali ke darah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.

e. Kerusakan penglihatan

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan. 6. Hipertensi Pada Lansia

Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya lebih bersifat endogen daripada eksogen. Hal ini misalnya disebabkan karena menurunya fungsi berbagai alat tubuh karena proses menua.Keluhan penyakit atau keluhanyang umum diderita pada lansia salah satunya hipertensi(Boedi-Darmojo & Martono, 2006). Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VII (Joint National Commite)-VII, maka pada individu lansia didiagnosis hipertensi diklasifikasikan, sebagai berikut:

a. Hipertensi sistolik(Isolated Systolic Hypertention), dimana tekanan sistolik terukur ≥ 140 mmHg dengan tekanan diastolik normal atau

(12)

b. Hipertensi Diastolik (Diastolic Hypertention), dimana tekanan diastoliknya ≥ 90 mmHg berapapun tekanan sistoliknya. Terdapat

pada 12-14% penderita di atas usia 60 tahun, terutama pada pria. Insidensi menurun dengan bertambahnya umur.

c. Hipertensi sistolik diastolik, terdapat pada 6-8% penderita diatas usia 60 tahun, lebih banyak pada wanita. Meningkat dengan bertambahnya umur.

7. Praktek Pencegahan Komplikasi Pada Pasien Dengan Hipertensi

Menurut Hart et al (2010), agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi harus diambil tindakan pencegahan yang baik (stop High

Blood Pressure), diantaranya:

a. Diet

Dalam diet terdapat beberapa jenis makanan yang harus dihindari dan dianjurkan untuk dimakan, diantaranya:

1) Mengurangi konsumsi garam atau natrium

Natrium adalah salah satu mineral yang diperlukan tubuh untuk membuat tubuh tetap berfungsi dengan baik. Akan tetapi sebagian besar dari kita makan natrium dalam jumlah yang berlebih, sehingga dapat memicu kenaikan tekanan darah (Hart et al, 2010).

(13)

pada susu, keju, roti, makanan kaleng. Semua yang disebutkan harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah (Hart et al, 2010). Diet rendah natrium dibagi menjadi tiga yaitu: diet garam rendah I (200-400 mg Na) untuk penderita hipertensi berat, diet garam rendah II (600-800 mg Na) atau pada pengolahan makanannya boleh menggunakan ½ sdt garam untuk hipertensi sedang atau tidak terlalu berat, dan diet garam rendah III (1000-1200 mg Na) atau pengolahan makanan boleh menggunakan 1 sdt garam untuk penderita hipertensi ringan (Almatsier, 2007).

2) Makan lebih banyak sayur dan buah

Semua jenis buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral, kecuali durian, daun singkong dan daun pepaya. Buah yang banyak mengandung mineral kalium (pisang, jeruk dan pepaya) dapat membantu menurunkan tekanan darah (Kowalski, 2010).

b. Olah raga

(14)

berat badan (Potter & Perry, 2009). Keuntungan lainnya adalah peningkatan fungsi kardiovaskuler, perbaikan polipoprotein plasma, peningkatan tingkat metabolik, peningkatan waktu pengosongan gastrointestinal.penurunan resiko cidera, pencegahan penyakit depresif dan peningkatan kualitas tidur (Potter & Perry, 2009). Olahraga yang disarankan adalah berjalan kaki, bersepeda, berenang, berlari atau joging, dan berdansa untuk yang suka musik (Hart et al, 2010).

c. Manajemen stress

Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, takut, rasa bersalah) merupakan faktor terjadinya komplikasi hipertensi. Peran keluarga terhadap penderita hipertensi diharapakan mampu menghindari stres, menyediakan waktu untuk relaksasi, dan istirahat (Lumbantobing, 2003).

d. Kontrol kesehatan

(15)

8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pencegahan Komplikasi a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Berdasarkan pendapat Notoatmodjo (2007) diatas, maka pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku pencegahan komplikasi pada lansia dengan hipertensi.

b. Sikap

(16)

(1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu: kepercayaan (keyakinan), kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak (tend

to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk

sikap yang utuh (total atitude). Sehingga, dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegan peranan penting (Notoatmodjo, 2007). Jadi, jika seseorang sudah bisa memenuhi 4 aspek diatas maka sikap yang akan dibuat akan bersifat membangun atau adaptif akan tetapi jika 4 aspek diatas tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi sebaliknya.

c. Pendidikan kesehatan

Perilaku lebih besar perannya dalam menentukan pemanfaatan sarana kesehatan, dibandingkan dengan penyediaan sarana kesehatan itu sendiri. Oleh sebab itu jika kita menginginkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat maka kita harus bersedia dan mampu mengubah perilaku masyarakat. Dalam bidang kesehatan, tugas ini merupakan tugas utama dari pendidik/penyuluh kesehatan (health educator). Pendidikan kesehatan itu mencakup kegiatan peningkatan kesadaran dan kesehatan (health promotion), pencegahan penyakit, penyembuhan dan rehabilitasi (Sarwono, 2007).

d. Kepercayaan kesehatan

(17)

tidak dengan realita.Sangatlah penting untuk membedakan kebutuhan kesehatan obyektif dan subyektif. Kebutuhan kesehatan obyektif adalah yang diidentifikasi oleh tenaga kesehatan berdasarkan adanya gejala yang membahayakan kesehatan individu. Sebaliknya kebutuhan kesehatan subyektif berdasar pada diri sendiri (Sarwono, 2007).

e. Pola tidur

Kualitas tidur malam yang baik akan membuat seorang lebih produktif dan lebih menikmati kegiatan keesokan hari. Para dokter pun menyadari pentingnya tidur dan betapa kurang tidur, yang sangat umum terjadi mengingat gaya hidup yang sangat sibuk pada masa kini. Ini dapat berdampak buruk atau negatif bagi kesehatan melalui berbahgai cara. Kebiasaan tidur ini sangat berdampak pada tekanan darah seseorang (Kowalski, 2010). Sehingga, jika pola tidur tidak diatur dengan baik maka akan mempengaruhi perilaku pencegahan komplikasi.

f. Kepribadian

(18)

dan stroke (Kowalski, 2010). Walaupun kepribadian berhubungan erat dengan faktor resiko, akan tetapi ini juga bisa menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan komplikasi.

g. Agama

Kesehatan dalam agama terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yaitu ajaran agama secara normative (das sein), dan ada perilaku keagamaan yang rill atau tampak dan dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan pemilahan pemikiran ini, maka dapat dikemukakan bahwa pada sisi normatif, agama memberikan ajaran atau panduan tentang pentingnya menjaga kesehatan, sedangkan dari sisi perilaku nyata (mungkin masih) ada penganut agama yang tidak memperhatikan aspek kesehatan (Sudarma, 2008).

9. Peran Keluarga Dalam Praktek Pencegahan Komplikasi

(19)

a. Melakukan pembicaran terarah terkait dengan masalah yang sedang dialami oleh lansia

b. Mempertahankan kehangatan keluarga, agar lansia tetap merasa diperhatikan

c. Mengingatkan untuk minum obat tepat waktu d. Membantu melakukan persiapan makan bagi lansia

e. Mengingatkan tentang obat yang harus diminum dan sesuai dosis f. Membantu memenuhi sumber-sumber keuangan

g. Memberikan kasih sayang h. Menghormati dan menghargai

i. Bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia

j. Memberikan kasih sayang, menyediakan waktu, serta perhatian k. Selalu mengingatkan untuk melakukan kontrol kesehatan l. Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama

m. Mintalah nasehatnya dalam acara-acara keluarga n. Membantu mencukupi kebutuhannya

o. Memberikan dorongan untuk tetap mengikuti kegiatan di luar rumah termasuk pengembangan hobi

p. Membantu mengatur keuangan untuk memeriksakan kesehatan secara teratur

(20)

D. Kerangka Teori Penelitian

Gambar 2.1.Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Modifikasi dari McMurray, (2003) dan Friedman, (2010) Lansia

4. Pendidikan Penatalaksanaan Hipertensi 1. Diet

(21)

Variabel Bebas Variabel Terikat E.Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

F.Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini, peneliti merumuskan dalam bentuk hipotesis statistik dalam hipotesis nol dan alternatif.

1. Hipotesis nol (Ho)

Tidak adanya hubungan antara peran keluarga terhadap perilaku pencegahan komplikasi pada lansia dengan hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Banyumas.

2. Hipotesis alternatif (Ha)

Adanya hubungan antara peran keluarga terhadap perilaku pencegahan komplikasi pada lansia dengan hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Banyumas.

Peran Keluarga: 1. Pendorong

2. Perawatan keluarga 3. Penghubung keluarga 4. Koordinator

Perilaku Pencegahan Komplikasi : 1. Diet

2. Olahraga

Gambar

Gambar 2.1.Kerangka Teori Penelitian
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

- Pelaksanaan Demplof Desa Gendoh Kecamatan Sempu Pengadaan sarana dan prasarana teknologi pertanian/perkebunan tepat guna P2 terlaksananya pengolahan hasil pertanian Dinas

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok.. Pertimbangan untuk nasihat lain •

Pada IKM keramik putaran mesin yang digunakan sekitar 40 rpm sampai 60 rpm. Sedangkan pada penelitian ini, putaran mesin dapat diatur dengan menggunakan inverter

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Kedudukan Dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Perumusan Isu Strategis Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal Perumusan Tujuan, Sasaran, Strategi,