A K I B A T H U K U M T E R H A D A P P E K E R J A Y A N G T I D A K
M E M E N U H I K E T E N T U A N W A K T U K E R J A MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 T E N T A N G
K E T E N A G A K E R J A A N
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah
latii syarat
untMk
Mencmpuh Ujian
Sarjana
Hukum
Oleh
Varadisea Ragiyana
NIM : 502008457
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH P A L E M B A N G
F A K U L T A S HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM
P E R S E T U J U A N PAN PENGESAHAN
Judul Skripsi: A K I B A T H U K U M T E R H A D A P P E K E R J A Y A N G
T I D A K M E M E N U H I K E T E N T U A N W A K T U
, K E R J A M E N U R U T UNDANG - UNDANG NOMOR
13 TAHUN 2003 T E N T A N G K E T E N A G A K E R J A A N
Nama
NIM
Program Studi
Program Kekhususan
V A R A D I S E A R A G I Y A N A
50 2008 457
Ilmu Hukum
Hukum Perdata
Pembimbing,
Zulfikri Nawawi, SH., M.H
Palembang,
P E R S E T U J U A N O L E H T I M PENGUJI
Ketna : H . £rU Saha, SH.> M H , ^(
Anggota : 1. Mulyadi TanzHi, SH., MH, (
2. HendrLS, S B . , MTIum (
Agustus 2012
UNIVE
DISAHKAN O L E H
F A K U L T A S HUKUM
[AMMADIYAH P A L E M B A N G
70i (PersemBaRRgn VntuR^:
U
(papa dan tMama TerRgsiR
U
AdiR^- (uRRfip. Tersayang
U
Seseorang Tercinta
U
Teman Seperjuangan
U
(Bangsa dan Againa
11
AirnamaterRu
J U D U L SKRIPSI : A K I B A T H U K U M T E R H A D A P PEKERJA Y A N G
T I D A K M E M E N U H I K E T E N T U A N W A K T U
KERJA M E N U R U T U N D A N G - U N D A N G N O M O R
13 T A H U N 2003 T E N T A N G K E T E N A G A K E R J A A N
Penulis Pembimbing
Varadisea Ragiyana Zulfikri Nawawi, SH.,MH
A B S T R A K
Yang menjadi permasalalian adalah :
1. Bagaimana pelaksanaan ketentuan waktu kerja terhadap pekerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ? 2. Apa akibat hukum terhadap pekerja yang tidak memenuhi ketentuan
waktu kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaaan ?
Selaras dengan tujuan yang bermaksud untuk mcnelusuri prinsip-prinsip hukum dan sistematika hukum, terutama yang bersangkut paut dengan akibat iuikum terhadap pekerja yang tidak memenuhi ketentuan waktu kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaaan. maka penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif.
Data yang dipergunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan [Library Research) melalui bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta literatur-literatur yang relevan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan meneliti dan menelaah tentang ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan literatur-literatur yang relevan dengan permasalan yang dibahas.
Dari pengolaban dan basil analisis data diperoleh data hasil sebagai berikut :
1. Pelaksanaan ketentuan waktu kerja dimmuskan pada Pasal 77 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 sebagai berikut: 1). Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktii kerja. 2). Waktu kerja sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
tentang Ketenagakerjaaan:
a. Harus diberikan sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan waktu kerja berupa sanksi teguran lisan, surat peringatan tertulis, pencabutan fasilitas tertentu, penundaan kenaikan gaji berkala/prestasi, penurunan pangkat/tingkat/golongan. pemberhentian sementara (sciiorsing), dan pemutusan hubungan kerja.
b. Sebelum mengambil kebijakan pemutusan hubungan kerja pihak perusahaan harus memberi pembinaan terhadap pekeja/buruh yang bersangkutan. Pemutusan Hubungan Kerja baru sah secara hukum apabila perusahaan sudah memiliki penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
K A T A P E N G A N T A R
Assalaniu'alaikiim W r . \ V b .
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadiran Allah SWT serta
junjungan Nabi besar Muhammad SAW, karena atas berkah dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul :
A K I B A T H U K U M T E R H A D A P P E K E R J A Y A N G T I D A K
M E M E N U H I K E T E N T U A N W A K T U K E R J A M E N U R U T
U N D A N G - U N D A N G N O M O R 13 T A H U N 2003 T E N T A N G
K E T E N A G A K E R J A A N .
Dalam penulisan skripsi i n i , penulis sangat mcnyadari dengan
sepenuhnya bahwa hasil penulisan skripsi ini masih jauh untuk dikatakan
sempuma. Hal ini dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan serta
pengalaman yang penulis n i i l i k i , karenanya penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya niembangun dari berbagai pihak demi
sempurnanya skripsi i n i .
Pada Kesempatan yang baik ini perkenaiikanlah penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang
1. Bapak H . M . Idris, S.E., M.Si, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
palembang.
2. Ibu Sri Suatmiati, SH., M . H u m , selaku Dekan Fakultas H u k u m
Universitas Muhammadiyah Palembang.
3. Bapak dan Ibu selaku Wakil Dekan I , I I , I I I , I V Fakultas H u k u m
Universitas Muhammadiyah Palembang.
4. Bapak Mulyadi Tanzili SH., M H . , selaku Ketua Bagian Perdata Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
5. Bapak Zulfikri Nawawi, SH., M H . , selaku Penasihat Akademik dan
Pembimbing Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dalam
membimbing penulis dan memberikan pctunjuk-petunjuk dalam
penulisan dan penyusunan skripsi ini hingga selesai.
6. Bapak/lbu Dosen beserta Staf Karyawan/i Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang, yang telah memberikan bckal ilmu
pengetahuan yang sangat berguna.
7. Papa dan Mama serta adik-adikku (Pramana, Wawan dan Dicky) tercinta
yang telah banyak memberikan semangat dan berkorban baik materil
maupun moril selama Penulis menuntut ilmu pengetahuan dlFakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
8. Seeorang yang Spesial (Rico) dan Tenian-Teman sealmamater, terutama
Okke, A n i , N u r i , Devi, Tia, dan A d i seangkatan (2008) diFakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
Demikianlah ucapan terima kasih dari penulis semoga segala
jasa-jasa dan bimbingan dari Bapak-bapak, Ibu-ibu dan Teman-teman mendapat
limpahan pahala dari-Nya, A m i n .
Sebagai kata penutup penulis skripsi akhiri dengan ucapan wabillahi
taufiq wal hidayah wassalamu'alaikum warohmatullahi vvabarokatuh.
Palembang, Agustus 2012
Wassalamu Penulis,
Varadisea Ragiyana
H A L A M A N J U D U L i
H A L A M A N P F N G E S A H A N i i
M O T T O dan P E R S E M B A H A N i i i
A B S T R A K iv
K A T A PENGANTAR v i
D A F T A R ISI ix
B A B I P F N D A H U L U A N
A. Latar Belakang 1
B. Permasalahan 5
C. Ruang Lingkup dan Tujuan 6
D. Metodelogi 6
B A B II T I N J A U A N P U S T A K A
A. Pengertian Tenaga Kerja dan Perjanjian Kerja 8
B. Cara Membuat Perjanjian Kerja 21
C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian
D. Hubungan Industrial 32
B A B 111 P E M B A H A S A N
A. Pelaksanaan Ketentuan Waktu Kerja Terhadap Pekerja
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan 38
B. Akibat Hukum Terhadap Pekerja yang tidak
Memenuhi Ketentuan Waktu Kerja Menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan 42
B A B I V PENUTUP
A . Kesimpulan 50
B. Saran 51
D A F T A R P U S T A K A
L A M P I R A N
A . L a t a r Belakang
Permasalahan tenaga kerja dari tahun ke tahun nienarik perhatian
banyak pihak, terutama oleh pemerhati tenaga kerja. Salah satunya dalam
hal yang berkaitan dengan permasalahan waktu kerja bagi pekerja atau
buruh. Saat ini masih banyak pekerja atau buruh yang tidak mengerti akan
hak dan kewajibannya dalam bekerja. Sebagian dari pekerja atau buruh
terscbut hanya menginginkan upali yang layak tanpa menghiraukan
kewajibannya. Meninggalkan pekerjaan pada saat j a m kerja dengan rasa
tidak bertanggung jawab, datang terlambat dan pulang kcrja tidak sesuai
ketentuan j a m kerja secara terus menerus serta tidak masuk kerja tanpa
keterangan. Kasus tersebut perlu untuk niendapatkan perhatian.
Di era baru, Undang - undang Nomor 13 Tahun 2003
Ketenagakerjaan telah memberikan landasan yang kuat atas kedudukan dan
peranan tenaga kcrja dan informasi ketenagakerjaan. Guna menumbuh
kembangkan hubungan kcrja yang sehat dan dinamis, dibuluhkan serikat
pekerja atau buruh yang bertanggung jawab, demokratis, dan dikelola oleh
pimpinan pertisahaan yang profcsional.
Dalam mcmperjuangkan kcpentingan masing - masing dil agar kedua belah pihak saling memahami dan mcnghormati kcfieij
2
buruh diperusahaan iui tidak menambah masalah bagi perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan disiplin dan ctos kerja. Hal ini sekaligus dapat menghilangkan pandangan negatif terhadap serikat pekerja atau serikat bumh. tetapi kehadirannya membawa angin segar yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan usaha."
Perlu disadari bahwa masih banyak terjadinya kasus pekerja atau
buruh yang melakukan pelanggaran kewajiban pada j a m kerja, hal tersebut
dapat menyebabkan tcrganggunya proses produksi yang akibatnya
perusahaan dapat mengalami kcrugian.
Dengan kondisi i n i , membuat pihak perusahaan segera mengambil
kebijakan - kebijakan yang tepat untuk mcngatasinya demi peningkatan
kesejabteraan dalam nmgka menjaga kelangsungan dan pengembangan
usaha peiiisahaan.
Sebagai contoh, apabila pekerja atau buruh melakukan kesalahan
ringan seperti datang terlambat kekantor lebih dari tiga kali dalam satu
bulan maka pihak perusahaan akan memberikan sanksi yang ringan berupa
teguran baik secara lisan maupun tertulis. Dan jika pekerja atau buruh
terbukti tertangkap tangan melakukan kesalahan berat atau ada hukti berupa
laporan kejadian dan didukung oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi
maka pihak perusahaan akan memberikan surat peringatan (baik
berturut-turut atau surat peringatan pertama dan terakhir) bahkan dapat terancam
diberhentikan. Untuk menghindan permasalahan tersebut, dalam lial mi
perlu dibuatnya perjanjian kcrja baik secara tertulis ataupun lisan yang
berfungsi sebagai alat bukti sah yang dapat dipergunakan apabila salah satu
pihak melakukan wanprestasi. Dalam Kitab Undang - Undang Hukum
Perdata { KUHPerdata ), Burgerlijke Wetbook, pengertian perjanjian kerja
(arbeidsovereenkomst) terdapat dalam Pasal 1601a, yaitu suatu perjanjian
dimana pihak yang satu ( buruh ), inengikatkan diri untuk bekerja pada
pihak yang lain ( majikan ) , selama waktu tertentu dengan menerima upah.
Pengertian tersebut berkesan hanya sepihak saja, yaitu hanya buruh yang
mengikatkan diri untuk bekerja pada majikan atau pengusaha.
Prof. Subekti memberikan pengertian, perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara seorang majikan yang ditandai dengan ciri - ciri adanya upah atau gaji tertentu, adanya Iiubungan atas bawah ( dietsverhouding ) ,
yakni suatu hubungan atas dasar pihak yang satu, majikan berhak memberikan perintah yang harus ditaati oleh pihak lainnya.
Sementara Prof. Soepomo berpendapat bahwa perjanjian kerja sehanjsnya adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu ( buruh ) meiigiiigatkaii diri untuk bekerja pada pihak lain ( majikan ) selama waktu tertentu dengan menerima upah dan pihak lain ( majikan ) niengingatkan diri untuk mempekerjakan pihak yang satu ( buruh ) dengan membayar upah."^'
Isi dalam perjanjian dituntut sejelas niungkin tentang hak dan
kewajiban, sanksi, waktu berlakunya perjanjian kerja sama, dan hal - ha!
yang perlu dilakukan dan disepakati bersama. Tanpa adanya kejelasan dari
isi dalam perjanjian kerja dapat merugikan salah satu pihak merupakan
kelemahan suatu perjanjian dan isi dalam perjanjian kerja sama tersebut
harus dipenuhi atau dilaksanakan oleh kedua belah pihak, apabila tidak
maka pihak yang tidak memenuhi perjanjian tersebut harus bertanggung
4
jawab. Isi perjanjian bersifat mengikat, maksudnya dengan adanya isi
perjanjian yang telah disepakati bersama mengikat kedua belah pihak
sehingga melahirkan suatu hak dan kewajiban dari masing - masing pihak.
Hak yang diterima satu pihak merupakan suatu kewajiban bagi pihak
lainnya. Isi perjanjian yang mengikat hak dan kewajiban harus dilaksanakan
sebagaimana ketentuan dalam isi perjanjian. Apabila salah satu pihak tidak
menerima haknya berarti pihak yang satu telah melalaikan kewajibannya.
Pihak yang tidak menerima haknya dapat menuntut pada pihak yang
berkewajiban.
Perusahaan-perusahaan swasta yang besar dan berbadan hukum,
dalam merekrut para pekerja harus menurut Undang-Undang, yaitu dengan
cara adanya perjanjian kerja. Dengan adanya perjanjian kerja antara pihak
perusahaan dan pekerja diharapkan tidak menimbulkan permasalalian
-permasalahan yang dapat merugikan kedua belah pihak.
Akan tetapi perjanjian kerja pada umumnya hanya memuat syarat kerja secara sederhaiia, misalnya mengenai upahnya, pekerjaannya, dan penibagiaii Iain-lain [Enwlumenten). Oleh karena itu, diperlukan peraturan yang memuat syarat-syarat kerja secara leiigkap yaitu Peraturan Perusaliaan. Istilah peraturan perusahaan ini ada yang menycbutkan dengan peraturan kcrja perusahaan, peraturan majikan, reglcmcn penisahaan, peraturan karyawan, maupun peraturan kepegawaian."
Peraturan perusaliaan herhubungan erat dengan perjanjian kerja.
Oleh karena itu peraturan perusaliaan merupakan pasangannya perjanjian
kerja, bahkan pelengkap dari perjanjian kerja. Peraturan pemsahaan dibuat
oleh pengusaha dimana pekerja/buruh tidak ikut campur dalam
pembuatannya, sehingga ada yang berpendapat bahwa peraturan perusahaan
adalah peraturan yang berdiri sendiri. Peraturan perusahaan berisi hak-hak
dan kewajiban dari pekerja/ buruh.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas, penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian yang dituangkan dalam karya ilmiah
berbentuk skripsi yang berjudul :
" A K I B A T H U K U M T E R H A D A P PEKERJA Y A N G T I D A K
M E M E N U H I K E T E N T U A N W A K T U K E R J A M E N U R U T U N D A N G
-U N D A N G N O M O R 13 T A H -U N 2003 T E N T A N G
K E T E N A G A K E R J A A N " .
B. Permasalahan
Perumusan masalah dalam suatu penelitian penting dilakukan oleh
seorang pcneliti, sebab dengan adanya rumusan masalah akan memudahkan
peneliti untuk melakukan pembahasan searah dengan tujuan yang
ditetapkan. Penimusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan ketentuan waktu kerja terhadap pekerja menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?
2. Apa akibat hukum terhadap pekerja yang tidak memenuhi ketentuan
waktu kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
6
C. Ruang Lingkup dan Tujuan
Luasnya masalah ketenagakerjaan, maka pembahasan skripsi ini
hanya dititikberatkan pada penelusuran mengenai ketentuan waktu kerja
terhadap pekerja yang bekerja pada perusahaan-perusahaan swasta yang
besar dan berbadan hukum (pekerja formal).
Tujuan penelitian mencari kejelasan tentang pelaksanaan ketentuaan
waktu kerja serta akibat hukum terhadap pekerja yang tidak memenuhi
ketentuan waktu kerja menurut Undang-Undang Nonior 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai tambahan informasi
ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hukum ketenagakerjaan,
sekaligus merupakan sumbangan pemikiran yang dipersembahkan pada
almamater.
D. Metode Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang bermaksud menelusuri prinsip-prinsip
hukum dan sistematika hukum kliususnya yang berkaitan dengan masalah
ketentuan waktu kerja terhadap pekerja menurut Undang-Undang
Ketenagakerjaan, maka jenis penelitian ini tergolong penelitian hukum
normatif yang bertujuan memberikan gambaran yangjelas mengenai akibat
menurut Undang-Undang Nomor 13 iahun 2003 tentang ketcnagakerjaan.
Penelitian ini tidak berkeinginan untuk menguji hipotesa.
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Data Sekunder
yang terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat
dengan penelitian ini misalnya Undang-Undang Nomor 13 Taliun 2003
tentang Ketenagakejaan.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang berupa bahan hukum
teori-teori, hipotesa, pendapat para alili, basil penelitian terdahulu yang
selaras dengan permasalahan yang ada dalam skripsi iiii.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu beaipa bahan penunjang yang dapat
membantu permasalahan berupa kamus, ensiklopedia. dan Iain-lain.
Teknik pengolaban data dilakukan dengan cara menganalisis semua
B A B I I
T I N J A U A N P U S T A K A
A. Pengertian Tenaga K e r j a dan Perjanjian K e r j a
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 2
disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk
suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan
bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja j i k a penduduk
tersebut telah memasuki usia kerja.
Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun sampai 64 tahun. Menumt pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja i n i , ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja."*^
Berdasarkan kualitasnya tenaga kerja terbagi menjadi 3 ( t i g a ) yaitu :
1. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian
atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau
pendidikan fonnal dan nonformal. Contohnya; pengacara, dokter, guru,
dan Iain-lain.
^ ' Situs luip:/'/id.wikipedia.oi-u/\viki/Tena'ja-K.eria. "l an'qijal 31 Mei 2012
2. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam
bidang tertentudengan melalni pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil
ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai
pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bcdah, mekanik. dan
Iain-lain.
3. Tenaga kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar yang hanya
mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, bumh angkut, pembantu mmah
tangga, dan sebagainya
Perjanjian Kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja atau
bumh dengan pengusaha atau peniberi kerja yang memenuhi syarat - syarat
kerja, hak dan kewajiban para pihak {Pasal satu angka (14) Undang
-undang Ketenagakerjaan). Dalam Pasal 50 Undang - -undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja
terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja / bumh.
Bentuk perjanjian kerja dibuat secara tertulis ataupun secara lisan { Pasal
51 ayat ( I ) Undang - undang Ketenagakerjaan), Undang-Undang
menetapkan bahwa jika perjanjian diadakan secara tertulis, biaya surat dan
biaya tambahan lainnya hams dipikul oleh pengusaha/pemsahaan. Apalagi
perjanjian yang diadakan secara lisan. perjanjian yang dibuat tertulispun
biasanya diadakan dengan singkat sekali, tidak memuat semua link dan
10
ikatan antara pengusaha dan pekerja. Syarat sahnya perjanjian kerja,
mengacu pada syarat salinya perjanjian perdata pada umumnya, adalah
sebagai berikut.
a. Adanya kesepakatan antara para pihak (tidak ada dwang - paksaan,
dwaling - penyesatan/kekhilafan atau bedrog - penipuan);
b. Pihak - pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau
kecakapan untuk (bertindak) melakuan perbuatan hukum ( cakap usia
dan tidak dibawah perwalian/pengampuan);
c. Ada (objek) pekerjaan yang dijanjikan; dan
d. {Causa) pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang- undangan yang
berlaku (Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan).
Apabila perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak - pihak tidak
memenuhi dua syarat awal sahnya (perjanjian kerja ) sebagaimana tersebut,
yakni tidak ada kesepakatan dan ada pihak yang tidak cakap untuk maka
perjanjian kerja dapat dibatalkan. Sebaliknya apabila perjanjian kerja dibuat
tidak memenuhi dua syarat terakhir sahnya (perjanjian kerja), yakni objek
(pekerjaannya) tidak jelas causa - nya tidak memenuhi ketentuan maka
perjanjiannya batai demi hukum (null and void). Sebagai perbandingan,
Dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata ( KUHPerdata ),
terdapat dalam Pasal 1601a, yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang satu (
buruh ), mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain ( majikan ) ,
selama waktu tertentu dengan menerima upah. Pengertian tersebut berkesan
hanya sepihak saja, yaitu hanya buruh yang mengikatkan diri untuk bekerja
pada majikan atau pengusaha. Prof. Subekti memberikan pengertian,
perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara seorang majikan yang
ditandai dengan ciri - ciri adanya upah atau gaji tertentu, adanya hubungan
atas bawah ( dietsverhouding ), yakni suatu hubungan atas dasar pihak yang
satu, majikan berhak memberikan perintah yang harus ditaati oleh pihak
lainnya.
Prof. Soepomo berpendapat bahwa perjanjian kerja seharusnya adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu { buruh ) niengingatkan diri untuk bekerja pada pihak lain ( majikan ) selama waktu tertentu dengan menerima upah dan pihak lain ( majikan ) niengingatkan diri untuk mempekerjakan pihak yang satu ( burtih ) dengan menbayar upah.^*
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian kerja,
setidak - tidaknya mengandung empat unsur, yaitu ada unsur pekerjaan, ada
upah,dan ada (dibawah) perintah serta ada waktu tertentu. Perjanjian kerja
berakhir karena hal - hal sebagai berikut.
1. Pekerja/buruh meninggal.
2. Berakhirnya jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian (apabila
P K W T ) .
12
3. Adanya putusan pengadilan dan/ atau putusan/ penetapan Icnibaga PPHI
yang inkracht.
4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang (telah) tercantum dalam PK,
PP, atau PKB yang menyebutkan berakhirnya hubungan kerja.
Perjanjian kerja tidak berakhir (hubungan kerja tetap berlanjut) karena:
a. Meninggalnya pengusaha.
b. Beralihnya hak atas perusahaan menurut Pasal 163 ayat (1) : perubahan
kemilikan dari pengusaha (pemilik) lama ke pengusaha (pemilik) baru
karena : penjualan (take river/akuisisi/divestasi), pewarisan,atau hibah.
Apabila terjadi pcngalihan perusahaan sebagaimana tersebut (huruf
b), hak - hak pekerja/buruh menjadi langgung jawab pengusaha baru,
kecuali ditentukan (diperjanjikan) lain dalam perjanjian pengalihan (bila
penjualan dan hibah) tanpa mengurangi hak - liak pekerja/buRih. Dalam hal
pengusaha (yang meninggal) adalah orang perseorangan, ahli waris
pengusaha tersebut dapat mengakhiri hubungan (perjanjian) kerja dengan
pekerja/buruh (setelah mlalui perundingan). Dengan kata Iain, dalam
konteks ini mutlak tidak berlaku bagi korporasi yang berbadan hukum.
Persoalannya, apakah perlu izin (penetapan). Menurut Pasal 154 huruf d,
bila pekerja/buruh meninggal, tidak perlu izin.
Sebaliknya dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia,ahii waris
pekerja/buruh berhak niendapatkan hak • hak sesuai dengan peraturan
sesuai yang telah diatur daiaiu PK, PP, atau PKB. Menurut, Pasal 166
bahwa apabila pekerja/ buruh meninggal dunia maka ahli warisnya di
berikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan
perhitungan dua kali uang pesangon, satu kali uang penghargaan masa kerja
dan uang penggantian. Menurut Pasal I angka 15 Undang - Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan, unsur - unsur perjanjian kerja
terdiri atas adanya pekerjaan, adanya perintah, dan adanya upah.
Dari pengertian perjanjian kerja diatas, perjanjian kerja mempunyai
tiga unsur, yaitu sebagai berikut.
1. Ada Pekerjaan, dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang
(objek perjanjian) dan pekerjaan atu haruslah dilakukan sendiri oleh
pekerja/buruh.Secara umum, pekerjaan adalah segala perbuatan yang
harus dilakukan oleh pekerja/buruh untuk kcpentingan pengusaha sesuai
isi perjanjian kcrja.
2. Ada Upah, upah harus ada dalam setiap perjanjian kerja. Upah adalah
hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang atau
bentuk lain sebagai imbalan dari penusaha atau pembcri kerja kepada
pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayar mcnunat suatu perjanjian,
kesepakatan, atau peraturan perundang - undangan, tennasuk tunjangan
bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa
14
imbalan prestasi yang dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh
atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh pekerja/buruh.
3. Ada Perintah, perintah merupakan unsur yang paling khas dari perjanjian
kcrja, maksudnya pekerjaan yang dilakukan oleh pckerja/bunih berada
dibawah perintah pengusaha. Dalam praktek, unsur perintah ini misalnya
dalam perusahaan ynga mempunyai banyak pekerja/buruh, yaitu dengan
adanya peraturan tata tertib yang harus dipatuhi oleh pekerja/buruh.
Dengan dipenuhi ketiga unsur diatas, jelaslah hubungan kerja baik yang
dibuat dalam perjanjian kerja tertulis maupun ringan. Dalam hubungan
kerja tetap, perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha
berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu ( P K W T T ) ,
sedangkan dalam hubungan kerja tidak tetap antara pekerja/buruh dengan
pengusaha didasarkan pada perjanjian kerja untuk waktu tertentu
(PKWT).
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ( P K W T ) adalah perjanjian kerja
antara pekerja/buimh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja
dalam waktu tertentu atau pekerjaan tertentu yang bersifat sementara (Pasal
1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP
100/MEN/VI/20()4 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (seianjutnya disebut Kepmcn 100/2004). Jadi, perjanjian kerja
jangka waktu yang dikaitkan dengan lanianya hubungan kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha.
Pengertian di atas sesuai dengan pendapat Prof. Payaman
Simanjuntak bahwa P K W T adalaii perjanjian kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang diperkirakan selesai
dalam waktu tertentu relatif pendek yang jangka waktunya paling lama dua
tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama sama
dengan waktu perjanjian kerja bersama, dengan ketentuan seluruh (masa)
perjanjian tidak boleh melcbihi tiga tahun lamanya. Lebih lanjut dikatakan,
P K W T yang dibuat untuk jangka waktu satu tahun, hanya dapat
diperpanjang satu kali dengan jangka waktu (perpanjangan) niaksimum satu
tahun. Jika P K W T dibuat untuk satu setengah satu setengah tahun maka
dapat dipertianjang setengah tahun.
Demikian juga apabila PKW'f untuk dua tahun, hanya dapat
diperpanjang satu tahun, sehingga seluruhnya maksimum tiga tahun. Dalam
Pasal 56 sampai dengan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjakan telah diatur dengan tegas perihal perjanjian kerja
untuk waktu tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas
jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Dengan demikian
jelaslah bahwa peijanjian kerja untuk waktu tertentu ( P K W T ) tidak dapat
dilakukan secara bebas oleh pihak-piliak, tetapi harus memenuhi ketentuan
16
P K W T adalah perjanjian bersyarat, yaitu (antara Iain) dipersyaratkan
bahwa harus dibuat tertulis dan dibuat dalam bahasa Indonesia, dengan
ancaman apabila tidak dibuat secara tertulis dan tidak dibuat dengan bahasa
indonesia maka dinyatakan (dianggap) sebagai P K W T T (Pasal 57 ayat (2)
Undang-Undang Ketenagakerjaan).
P K W T tidak dapat (tidak boleh) dipersyaratkan adanya masa
percobaan (probation) dan apabila dalam perjanjiannya terdapat/diadakan
(klausul) masa percobaan dalam P K W T tersebut maka klausul tersebut
dianggap sebagai tidak pemah ada ( batal demi hukum ). Dengan demikian
apabila dilakukan pengakliiran hubungan kerja ( pada P K W T ) karena
alasan masa percobaan maka pengusaha dianggap memutuskan hubungan
kerja sebelum berakhirnya perjanjian kerja. Oleh karena itu, pengusaha
dapat dikenakan sanksi untuk membayar ganti kcrugian kepada
pekerja/buruh sebesar upah pekerja/buRih sampai batas waktu perjanjian
kerja.
P K W T tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap,
tetapi P K W T hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut
jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu
( pasal 59 ayat (2) dan (3) yaitu sebagai berikut.
a. Pekerjaan (paket) yang sekali selesai atau pekerjaaan yang bersifat
b. Pekerjaan yang ( waktu ) penyelesaian diperkirakan dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun khususnya untuk P K W T
berdasarkan selesainya ( paket) pekerjaan tertentu.
c. Pekerjaan yang bersifat musiman.
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan ( yang masih dalam masa percobaan atau penjajakan).
PKWT yang didasarkan pada paket pekerjaan yang sekali selesai
atau pekerjaan yang bersifat sementara serta pekerjaan yang ( waktu )
penyelesainnya diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama adalah
P K W T yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. P K W T untuk
pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang dalam
peleksanaannya tergantung musim atau cuaca tertentu yang hanya dapat
dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu. Demikian juga
untuk pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target
tertentu diketegorikan sebagai pekerjaan musiman. Namun hanya dapat
dilakukan bagi pekerjaan/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan (Pasal
5). Pengusaha yang memperkerjakan pekerjaan/buruh berdasarkan PKWT
yang bersifat musiman. pciaksanaannya dilakukan dengan membuat daftar
nama-nania pekrja/buruh yang melakukan pekerjaan (Pasal 6).
P K W T adalah pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru
dalam kegiatan baru atau produk tambahan masih dalam (masa) percobaan
18
P K W T tersebut hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama dua
tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali perpanjang dalam masa satu
tahun. P K W T untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam (masa) percobaan
atau penjajakan tersebut hanya boleh dilakukan oleh pekerja/buruh yang
melakukan pekerjaan diluar kegiatan atau diluar pekerjaan yang biasa
dilakukan perusahaan.
D i samping beberapa jenis P K W T di alas, dalam praktik sehari - hari
dikenal juga perjanjian kerja harian lepas. Pekerjaan tertentu yang berubah
- iibah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta (pembayaran) upah
yang didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan melalui perjanjian kerja
harian lepas tersebut. Pelaksanaan perjanjian kerja harian lepas dilakukan
apabila pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari (kerja) dalam satu bulan.
Namun apabila pekerja/buruh bekerja terus - menerus melcbiiii 21 hari
kerja selam tiga bulan berturut- turut atau lebih maka status perjanjian kerja
harian lepas berubah menjadi PKWTT, perjanjian kerja harian lepas adalah
pengecualian (lex specialis) dari ketentuan (khususnya mengenai) jangka
waktu sebagaimana tersebut.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pakerjaan
tertentu secara harian lepas, wajib membuat perjanjian kerja harian lepas
dengan membuat daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan, dengan
materi perjanjian, berisi sekurang - kurangnya:
a. Nama/alamat perusahaan atau memberi kerja;
b. Nama/alamat pekerja/buruh;
c. Jenis pekerjaan yang dilakukan;
d. Besamya upah dan/atau imbalan lainnya.
Daftar pekerja/buruh tersebut disampaikan kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat,
selambat- lambalnya tujuh hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/buruh.
P K W T berakhirnya pada saat berakhirnya jangka waktu yang ditentukan
dalam klausal perjanjian kcrja tersebut. Apabila salah satu pihak
mengakhiri hubungan kerja sebelum waktunya berakhir atau sebelum paket
pekerjaan tertentu yang ditentukan dalam perjanjian kerja selesai atau
berakJiimya hubungan kerja bukan kcrcna pekerja atau buruh meninggal
dan bukan karena berakhirnya perjanjian kerja (PKWT) berdasarkan
putusan pengadilan/lembaga PPHI atau bukan karena adanya keadaan ~
keadaan (tertentu) maka pihak yang mcngakliiri hubungan kerja diwajibkan
membayar upah pekerja/buruh sampai batas waktu barakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja (Pasal 162 U U K ) .
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak ferteiUu.
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKW'l f ) adalah perjanjian
20
kerja yang bersifat teta. Pada P K W ' f ' l ' ini dapat disyaratkan adanya masa
percobaan (maksimai tiga bulan). Pekerja/buruh yang dipekerjakan dalam
masa percobaan upahnya harus tetap sesuai dengan standar upah minimum
yang berlaku. Apabila P K W T T dibuat (maksudnya diperjanjikan) secara
lisan maka pengusaha wajib membuat syarat pengangkalan (Pasal 63 ayat
(1) Undang-Undang Ketenagakerjaan).
3. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh
atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi
yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau
beberapa pengusaha.
Dari ketentuan diatas, perjanjian kerja bersama (PKB) dapat dbuat antara pihak-pihak sebagai berikut.
a. Antara serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
b. Antara beberapa serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha.
c. Antara beberapa serikat pekerja/serikat buruh dengan beberapa pengusaha.^'
Dalam pembuatan perjanjian kerja bersama ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut.
a. Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat satu perjanjian kerja bersama yang berlaku bagi semua pekerja/buruh dipcrusaiiaan tersebut.
b. Serikat pekerja/serikat buruh yang berhak niewakili pekerja/buruh dalam melakukan perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha adalah yang memiliki anggota lebih dari 50% dari jumlah seluruh pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkutan.
c. [*erjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan apabila isi perjanjian kerja bersama tersebut bertentangan dengan pcratura perundang-undangan
yang berlaku maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalaii ketentuan dalam peraturan perundang-undangan^\
B. C a r a Membuat Perjanjian K e r j a
Untuk membuat perjanjian kerja biasanya didahului oleh masa yang
harus dilalui sebelum adanya perjanjian kerja disebut dengan masa
percobaan. Dengan demikian, ada peijanjian kerja yang didahului dengan
adanya masa percobaan dan ada perjanjian kerja tanpa didahului lebih
dahulu dengan masa percobaan. Dapat bahwa ada beberapa hal yang perlu
dilakukan dalam membuat perjanjian kerja sebagai berikut.
1. Masa Percobaan
Pada umumnya setiap perusahaan tenlu mengadakan masa percobaan
bagi calon pekerja/buruh sebelum diterima sebagai pekerja/buruh. Dalam
arti belum mengadakan perjanjian kerja. masa percobaan ini dimaksudkan
menurut pengusaha bahwa calon pekerja/buruh layak untuk dipekerjakan
maka pengusaha mengangkat calon pekerja/buruh dengan cara dibuatnya
perjanjian kerja. Mengenai masa percobaan dapat dilihat dalam Pasal 7
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Pei-04/MEN/1986, tentang Tata
Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, uang jasa dan
ganti kerugian yang ditentukan sebagai berikut :
1. Hubungan kerja yang mempersyaratkan atianya masa percobaan harus
dinyatakan secara tertulis.
22
2. Lanianya masa percobaan sebagaimana dimaksud Ayat (1) paling lama
tiga bulan dan boleh diadakan hanya untuk satu kali masa percobaan.
3. Ketentuan adanya masa percobaan tidak berlaku untuk perjanjian kerja
waktu tertentu.
Dari ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa masa percobaan
boleh dilaksanakan dan boleh tidak. Dengan kata lain adanya masa
percobaan bukan meupakan keharusan bagi pengusaha. Jika penguasaha
ingin mengadakan masa percobaan, maka harus ingat pada peraturan diatas,
bahwa masa percobaan bila pengusaha mengaadakan perjanjian unluk
waktu tidak tertentu saja. Bagi perjanjian kerja untuk waktu tertentu adanya
maka masa percobaan dilarang. Lama masa percobaan menumt ketentuan
tersebut paling lama tiga bulan. berarti masa percobaan dapat dilaksanakan
untuk waktu kurang dari tiga bulan misalnya satu bulan, dua bulan, dan
sebagainya. Jika masa percobaan lamanya kurang dari tiga bulan, tidak
boleh diadakan masa percobaan lain dengan dialihkan masa percobaan
sebelum mencapai tiga bulan, sebab masa percobaan hanya boleh diadakan
satu kali saja. Jika masa percobaan telah berakhir dan masa percobaan
diperpanjang maka pada berakhirnya masa percobaan terdahulu dianggap
sudah terjadi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu secara lisan serta
status calon pekerja/buruh sudah menjadi pekerja diperusahaan tersebut.
Demikian kalau perusahaan akan memutuskan hubungan kerja hams minta
2. Yang Dapat Membuat Perjanjian Kcrja.
Unluk membuat perjanjian kerja pada pokoknya adalah orang
dewasa.
Mengenai pengertian orang dewasa ada perbedaan pendapat : (1). Menurut KUHPerdata, seorang dianggap telah dewasa dan karenanya mampu bertindak dalam lalu lintas hukum, j i k a telah berumur 21 tahun, telah kawin. (2). Menurut hukum adat, seseorang disebut sebagai orang dewasa j i k a dipandang telah aqil baliqh atau telah kawin, biasanya telah berumur 16 tahun atau 18 tahun. (3). Menurut hukum perburuhan, orang dewasa ialah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur 18 tahun keatas ( Pasal 1 Ayat (1) Huruf b, Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1948 Tentang Undang - Undang Ketenagakerjaan).*^'
Dengan demikian orang yang dapat membuat perjanjian kerja adalah
orang laki-laki maupun perempuan yang telah berumur 18 tahun keatas,
tidak peduli sudah kawin atau belum. Jadi mengenai persoalan siapakah
yang dapat membuat perjanjian kerja tidak berpedoman pada KUHPerdata
meskipun tempat perjanjian kerja pada KUHPerdata. Menurut ketentuan
Undang - Undang ketenagakerjaan diperbolehkan mengadakan perjanjian
kerja dengan batasan sebagai berikut.
1. Orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaannya pada malam hari
2. Orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaannya didalam tambang,
lubang didalam tanah atau tempat mengambil logam dan bahan lain
didalam tanah.
3. Orang muda tidak boleh menjalankan pekerjaamiya yang berbahaya bagi
kesehatan dan keselamatannya.
24
4. Bagi orang muda wanita diadakan tambahan. tidak boleh menjalankan
pekerjaan yang menurut sifat, tempat, dan keadaan yang berbahaya bagi
kesusilaannya.
3. Bentuk Perjanjian Kerja
Bagi perjanjian kcrja untuk waktu tertentu harus dibuat secara
tertulis dengan mengguna Bahasa Indonesia dan tulisan lisan, serta harus
memuat hal sebagai berikut.
a. Nama dan alamat pengusaha/perusahaan.
b. Nama, alamat, uniur, dan jenis kelamin pekerja/buruh.
c. Jabatan atau jenis atau macam pekerjaan.
d. Basarnya upah serta cara pembayaran.
e. Hak dan kewajiban pekerja/buruh.
f. Hak dan kewajiban pengusaha.
g. Syarat-syarat kerja.
h. Jangka waktu berlaku perjanjian kerja.
i . Tempat dan lokasi kerja.
j . Tempat dan tanggal atau perjanjian kerja dibuat dan tanggal mulai
berlaku.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat rangkap-rangkap dan
masing-masing untuk pekerja/buruh. pengusaha, dan kantor Depailemen
Tenaga Kerja setempat. Perjanjian kerja untuk waklu tertentu harus didaflar
selambat-lambatnya 14 hari sejak tanda tangaiinya perjanjian kerja. Biaya-biaya
pembuatan perjanjian kerja menjadi tanggung jawab pihak
pemsahaan/pengusaha. Sedangkan bagi peijanjian kerja untuk waktu tidak
tertentu bentuknya adalah bebas artinya dapat dibuat secara tertulis yang
digunakan juga bebas, demikian Juga dapat dibuat rangkap terserah pada
kedua belah pihak.
4. Isi Perjanjian Kerja.
Baik dalam KUHPerdata maupun dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor PER-()5/PER/i986, tentang kesepakatan kerja. Pada
pokoknya isi dari perjanjian kerja tidak dilarang oleh Peraturan
Perundang-undangan atau tidak bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan.
Dalam praktek pada umumnya isi perjanjian kerja biasanya mengenai
besamya upah. macam perjanjian. dan jangka waktunya.Dengan demikian
perjanjian kerja hanya memuat syarat-syarat kerja yang sederhana atau
minimum yaitu mengenai upah saja, sehingga perlu ada peraturan yang
memuat syarat-syarat kerja secara lengkap adalah peraturan pemsahaan
secara lengkap.
5. Jangka Waktu Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu.
Perjanjian kerja untuk waktu seperti diketahiii terdiri atas perjanjian
kerja untuk waktu tertentu yang dudasarkan atas jangka waktu teilentu dan
perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas pekerjaan tertentu.
26
tertentu dapat diadakan paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang
hanya satu kali dengan waktu yang sama untuk mengadakan perpanjangan,
maka pengusaha harus memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada
pekerja/buruh selambat-lambatnya tujuh hari sebelum perjanjian kerja
untuk waktu tertentu tersebut berakliir.
6. Penggunaan Perjanjian Kerja.
Penggunaan perjanjian kerja untuk waktu tertentu berbeda dengan
perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja unluk waktu
tertentu hanya diadakan untuk pekerjaan tertentu yang menurut sifat, jenis,
atau kegiatannya akan selesai waktu tertentu sebagai berikut.
a. Yang sekali selesai atau bersifat sementara.
b. Yang diperkirakan untuk waktu yang tidak terlalu lama akan selesai.
c. Yang bersifat musiman atau yang berulang kembaii.
d. Yang bukan merupakan kegiatan pokok suatu perusahaan atau hanya
merupakan penunjang.
e. Yang berhubungan dengan produk baru. atau kegiatan baru. atau
tambahan yang masih dalam percobaan atau perjanjian.
7. Uang Panjar.
Dalam prakteknya setelah perjanjian kerja terjadi, maka perusahaan
akan memberikan uang panjar sebagai bukti bahwa perjanjian kerja telah
terjadi, biasanya perjanjian kerja yang dibuat secara lisan. Jika pada suatu
pekerja/buruh uang panjar. Pihak manapuii tidak bcrwenang inenibatalkan
perjanjian kerja itu dengan jalan tidak mcminta kembaii atau
mengembalikan uang panjar. Oleh karena itu dapat dikatakan uang panjar
sama denagan upah dan tidak bersifat mengikat artinya bukan merupakan
syarat untuk terjadinya atau lainnya perjanjian kerja.
C . H a k dan Kewajiban Para Pihak dalani Perjanjian K e r j a
Dengan terjadinya perjanjian kerja akan menimbulkan hubungan
kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan yang berisikan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban bagi masing-masing pihak. Hak dari pihak yang satu
merupakan kewajiban bagi pihak lainnya. Begitu juga sebaliknya piliak
yang satu merupakan lial bagi pihak lainnya. Hubungan kerja adalah
hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan peijanjian
kerja yang mempunyai unsur pekerjaan. upah, dan perintah.
Menurut Imam Soepomo adapun yang dimaksud dengan hubungan kerja adalah : Hubungan antara pekerjaaiv'huruh dan pengusaha terjadi setelah diadakan perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha dimana pekerja/buruh menyatakan kesanggupan unluk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah, dan dimana pengusaha menyatakan kesanggupan untuk memperkerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah. "
Dari pengertian yang dikemukakan diatas dapat dikctabui bahwa
yang menjadi hak dan kewajiban bagi pengusaha. Adapun yang menjadi
kewajiban utama bagi pengusaha adalah "membayar upah"."" Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan upah dapat dilihat pada Peraturan
' Maiimin, 2004. Hukum Kefciiai^akcriutin Suaiti Pcui^aniur. Pradsa I'araniita. .lakarta. him.37
28
Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah. Menurut
ketentuan Pasal 1 Huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 Upah
adalah "suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada
pekerja/buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan
dilakukan,dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan
menurut suatu persetujuan, atau peraturan perundang-undangan dan dibayar
atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh,
termasuk tunjangan baik untuk pekerja/buruh sendiri maupun keluarganya".
Dalam praktek penghasilan yang diterima oleh pekerja/buruh sering
disebut sebagai upah. Sebenamya hal ini sangat keliru dan salah. Sebab
penghasilan yang diterima pekerja/buruh ada yang disebut upah dan ada
yang bukan upah. Oleh karena itu perlu diketahui apa saja yang tennasuk
upah atau dengan kata lain disebut dengan komponen upah. Menurut surat
edaran Menteri Tenaga Kerja Rl Nomor : SE-7/ MEN/199() Tentang
Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah. Adapun yang
termasuk komponen upah adalah sebagai berikut.
1. Upah Pokok, imbalan dasar yang dibayar pada pckcrja/biirub menurut
tingkat atau jenis pekerjaan yang besamya ditetapkan berdsarkan
perjanjian.
2. Tunjangan Tetap. suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan
perjanjian yang diberikan secara tetap untuk pekerja/buruh dan
3. Tunjangan Tidak Tetap, suatu pembayaran yang secara langsun atau
tidak iangsung berkaitan dengan upah dan diberikan secara tidak tetap
bagi pekerja/buruh dan keluarganya serta dibayar tidak bersamaan
dengan pembayaran upah pokok.
Sedangkan yang bukan termasuk komponen upah sebagai berikut.
1. Fasilitas, kenikmatan dalam bentuk nyata karena hal-hal yang bersifat
khusus untuk meningkalkan kesejabteraan pekerja/buruh seperti fasilitas
kendaraan antar jemput dan lain sebagainya.
2. Bonus, pembayaran yang diterima pekerja/buruh dari hasil keuntungan
penisahaan atau karena pekerja/buruh berjirestasi melebihi target
produksi yang nonnal atau karena peningkatan produktifitas.
3. Tunjangan Hari Raya (THR). pembagian keuntungan lainnya.
Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh pada saat
terjadinya perjanjian kerja sampai pada perjanjian kcrja itu berakhir.
Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi
antara pekerja laki-laki maupun perempuan untuk pekerjaan yang sama
nilainya. Maksud dari keterangan ini adalaii upah dan tunjangan lainnya
yang diterima oleh pekerja laki-laki sama besamya dengan upah dan
tunjangan lainnya. Ini berarti pekerjaan yang dilakukan dengan uraian
jabatan ( job cieskriplion ) yang sama pada sutu pekerjaan. Kemudian
seianjutnya dikemukakan kewajiban bagi jiengusaha adalaii memberi
30
Kerja ditentukan bahwa tiap-tiap minggu liarus diadakan sedikitnya satu
hari istirahat, istirahat ini disebut istirahat mingguan. Biasanya istirahat
mingguan hanya satu hari saja setiap minggu, namun untuk waktu kerja
lima hari seminggu ada dua hari pada umumnya jatuh pada hari sabtu dan
minggu.
Seianjutnya dikemukakan bahwa kewajiban pengusaha adalah
mengatur lempat kerja dan alat-alat kerja. Pengusaha wajib untuk mengatur
dan memelihara niangan, alat. dan perkakas dimana atau dengan mana
menyuruh melakukan pekerjaan mengadakan aturan serta memberi
petunjuk. Kewajiban lain bagi seorang pengusaha adalah memberi surat
keterangan. Kewajiban memberikan surat keterangan diatur dalam Pasal
1602 Huruf z KUHPerdata yang berbunyi "Pada waktu berakhirnya
hubungan kerja pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh sural
keterangan yang dibubuhi tanggal dan tanda tangan olehnya atas
perminlaan pekerja/buruh yang bersangkutan". Kemudian dijelaskan
beberapa kewajiban seorang pekerja/buruh, dengan adanya perjanjian kerja
pekerja/buruh mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu antara lain.
1. Melakukan pekerjaan.
2. Menaati tata tertib perusahaan.
3. Membayar denda dan gantinya.
Dalam hal melakukan pekerjaan menurut ketentuan Pasal 1603
KUHPerdata "Pekerja/buruh wajib melakukan pekerjaan yang dijanjikan
sesuai dengan batas-batas kemampuan". Sepanjang sifat dan luas pekerjaan
yang harus dilakukan tidak diuraikan dalani perjanjian atau peraturan
perusahaan, maka hal ini dilakukan menurut kebiasaan.
Pekerja/buruh wajib melakukan pekerjaan itu sendiri dan tidak boleh
diwakilkan kecuali dengan izin pengusaha, pekerja/buruh dapat menyuruh
orang lain menggantikamiya. Atas dasar peraturan ini dapat dikatakan wajib
melakukan pekerjaan sendiri berarti melakukan pekerjaan itu bersifat
pribadi. Pekerja/buruh wajib menaati tata tertib perusahaan, sebagaimana
dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1603 Huruf b KUHPerdata, bahwa
pekerja/buruh menaati peraturan yang bertujuan untuk meningkatkan tata
tertib dalam perusahaan yang diberikan kepadanya oleli atau atas nama
pengusaha dalam batas peraturan perundang-undangan, perjanjian atau
peraturan. Sedangkan kewajiban pekerja/buruh untuk membayar denda dan
ganti rugi berlaku ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
1981 Tentang Perlindungan Upah. Dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah
tersebut ditentukan bahwa denda atas pelanggaran sesuatu hal yang dapat
dilakukan bila itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau
dalam peraturan perusahaan. Adapun yang dimaksud dengan pelanggaran
adalah pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban pekera/bumh yang tel
32
suatu perbuatan sudah dikenakan denda tidak boleli dituntut ganti rugi
untuk perbuatan yang bersangkutan. Pembentuk Undang-undang
mengadakan peraturan ini untuk melindungi pekerja/buruh terhadap
denda-denda yang memberatkan. Ancaman denda-denda ini disebut janji denda-denda yaitu
pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban pekerja/buruh yang telah
ditetapkan dalam perjanjian tertulis antara pengusaha dan pekerja/buruh.
D. Iiubungan Industrial
A . Pengertian Hubungan Industrial
Hubungan industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya
komunikasi, konsultasi musyawarah serta berunding dan ditopang oleh
kemampuan dan komitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada dalam
perusahaan. Undang-undang ketenagakerjaan telah mengatur
prinsip-prinsip dasar yang perlu dikcinbangkan dalam bidang hubungan industrial.
Arahnya adalah untuk menciptakan sistem dan keiembagaan yang ideal,
sehingga tercipta kondisi kerja yang produktif, harmonis, dinamis, dan
berkeadiian. I iubungan yang harmonis dan seimbang, akan menyingkirkan
jauh-jauh konsep perinibangan kekualan apalagi pertentangan. Seianjutnya
yang ditumbuh kembangkan adalah hubungan industrial yang dapat
mewujudkan peningkatan produktivitas sikap kebersamaan, kepatuhan. dan
rasa keadilan.
Dengan demikian, antara pekerja/buruh dan pengusaha tidak akan
menghonnati, saling mengerti hak dan kewajiban dalam proses, dan saling
membantu untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan, dalam
menghadapi persaingan.
Dalam dimensi pemberdayaan dan kemitraan, basil akhir hubungan kemitraan antara perusahaan dengan organisasi, atau pekerja/buaih akan dicirikan oleh beberapa aspck berikut i n i . Kelima aspek ini sifatnya berjenjang yang menunjukkan tingkat keberdayaan seseorang. Pertama,
kesejabteraan. Semua yang terlibat dalam hubungan kemitraan melampaui kebutuhan fisik minimum. Kedua, akses sumber daya. Tidak ada halangan untuk mendapatkan akses, termasuk kesempatan yang sama dalam jenjang karir yang ditunjukan dengan prestasi dan persaingan yang terbuka. Ketiga,
kesadaran kritis. fahapan kesadaran bahwa dalam menjalankan pekerjaan seialu dilandasi dengan semangat "diperintah oleh diri sendiri" bukan "oleh orang lain" secara bertanggung jawab. Keempat, partisipasi. Tidak ada halangan untuk berperan serta. Partisipasi merupakan wujud nyata dari rasa
handarbeni, yang mencerminkan sikap dan perilaku tanggung jawab
terhadap masa depan perusahaan. Kelima, kuasa. Tidak subordinasi dan mensubordinasi. Kuasa untuk melakukan pekerjaan layaknya memeriiitah dirinya sendiri, meskipun dia adalah penguasa'".
B. Prinsip-Prinsip Dasar Hubungan Industrial
Tujuan hubungan indutrial Pancasila adalah ikut mewujudkan
masyarakat yang add dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 serta ikut melaksanakan keertiban dunia yang
berdasarkan kemcrdekaan, pcrdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk
tercapainya tujuan tersebut dilakukan melalui penciptaan kelcnangan,
ketentraman, ketertiban, kcgairahan kerja serta ketenangan usaha.
Pelaksanaan HIP berlandaskan kepada dua asas kerja sama yaitu asas
kekcluargaan, gotong royong. dan asas musyawarah untuk mufakat. Dalam
34
pelaksanaan kedua asas tersebut dikembangkan pemahaman bahwa pekerja/
buruh dan pengusaha adalah teman seperjuangan dalam proses produksi,
yang berarti bahwa pekeerja/buruh maupun pengusaha wajib bekerja
samaserta membantu dalam kelancaran usaha, dalam meningkatkan
kesejabteraan dan nienaikan produksi.
Pekerja/buruh dan pengusaha adalah teman seperjuangan dalam
pemerataan menikmati hasil perusahaan yang berarti hasil usaha yang
diterima perusahaan dinikmali bersama dengan bagian yang layak dan
serasi sesuai dengan presentasi kerja. Pekerja/buruh dan pengusaha adalah
teman seperjuangan, yang bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha
Esa, bangsa dan negara, masyarakat sekelilingnya, pekerja/buRih serta
keluarganya dan perusahaan dimana mereka bekerja.
Konsepsi inilah yang membedakan hubungan industrial kita dengan hubungan industrial lainnya. HIP memiliki ciri khusus. berikut. (a) Mengakui dan meyakim bahwa bekerja bukan hanya bertujuan untuk sekedar mencari nafkah saja, tetapi sebagai pengabdian manusia kepada Tuhan, kepada sesama manusia, kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
(b) Menganggap pekerj a/bumh bukan hanya sekedar faktor produksi belaka, tetapi sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabat. (c) Melihat pekerja/buruh dan pengusaii bukanlah mempunyai kepcnlingan yang heilentangan, tetapi mempunyai kepentingan yang sama, yaitu kemajuan perusahaan. (d) Memandang setiap perbedaan pendapat antara pekerja/buruh dan pengusaha harus diselesaikan dengan jalan dilakukan secara kekcluargaan. (c) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak, yang dicapai bukan didasarkan perinibangan kekiiatan
(balance of power), tetapi atas dasar keadilan dan kepatutan."'
C. Kondisi Hubungan Industrial
Dalam waktu yang lama memang telah terjadi persepsi yang keliru
bahwa perusahaan hanyalah kepentingan pengusaha dan pemilik saja.
Kenyataannya, masyarakat terbukti mempunyai kcpentingan atas kinerja
perusahaan dalam hal menyediakan produk dan jasa. menciptakan
kesempatan kerja dan menyerap pencari kerja. Pemerintah sendiri
berkepentingan agar masyarakat dapat sejahtera sehingga ada rasa damai
dan aman. Hubungan industrial tidak lain aadalah suatu sistem yang
terbentuk antar pelaku dalam proses produksi barang maupun jasa.
Mekanisme hubungan antara pengusaha, pekerja/bumh, dan pemerintah
telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah
dibuat oleh pemerintah selaku badan eksekutif negara. Hal lain yang sangat
mempengaruhi pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
perburuhan datang dari tiga pihak : kebijakan pemerintah, kejujuran dan
ketaatan pengusaha, serta kejujuran dan ketaatan para buruh. Ketiga faktor
inilah yang akan menentukan apakah penetapan hukum perburuhan ilu
dapat dilaksanakan atau justm akan dikecualikan dan dilanggar. Dalam
bidang ketanagakerjaan, pemerintah telah menerbitkan ketentuan
perundang-undangan antara lain Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948
tentang Pcngawaasan Perburuhan. Undang-Undang Nomor 21 tahun 1954
tentang Perjanjian Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957
36
Sejumlali Undang-uiulang itu telah dilengkapi dengan peraturan
pciaksanaannya seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan
menteri, dan Iain-lain. Materi ketenagakerjaan yang diatur dalam produk
hukum itu dianggap memadai secara maksimai. Ketentuan
perundang-undangan telah mengatur senjata yang d i m i l i k i baik oleh buruh niaupun
yang dimiliki pengusaha dalam menghadapi perselisihan industrial.
Pekerja/buruh memiliki senjata "mogok kerja", pengusaha memiliki senjata
"penutupan perusahaan". Pengusaha dan pekerja/buruh bersama-sama
berupaya untuk lebih memahami permasalahan hubungan industrial yang
dihadapi sehingga dapat memusyawarahkan dan menyelesaikan secara
internal (Bipartit) tanpa melibatkan campur tangan pemerintah dan
intervensi pihak ketiga.
D. Hubungan Industrial Dengan Produktivitas Kerja
Berbicara mengenai produktivitas terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi produktivitas, satu diantaranya adalah faktor hubungan
industrial. Dalani hubungan industrial manusia meinegang peranan sentral.
Tidak diperluakan hubungan industrial dalani satu proses produksi, kalau
disana tidak ada manusia sebagai pelakuiiya. Unluk itu agar proses
hubungan industrial dapat berperan besar dalam mewujudkan produktivitas,
harus dipeliliara keseimbangan yang harmonis antara hak dan kewajiban
Kaitan antara produktivitas pekerja dengan hubungan indutrial,
perlindungan pekerja dan jaminan sosial, berdasarkan studi empiris di
banyak negara telah membuktikan mempunyai hubungan yang sangat
signifikan. Kurang baiknya pelaksanaan hubungan industrial dan jaminan
sosial pekerja disuatu unit usaha serta lemahnya perlindungan pekerja baik
oleh pengusaha maupun pemerintah akan berakibat terhambatnya upaya
mengoptimalkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, ketiga hal tersebut
harus didorong sebagai bagian dalam upaya peningkatan produktivitas
perusahaan melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja. Di Indonesia,
nasalah ketenagakerjaan yang menyangkut hal-hal terscbut cukup
memprihatinkan. Dari sudut pandang produktivitas, hubungan industrial
haruslah menjadi media antar pekerja dan pengusaha, untuk niembangun
kebersamaan dalam meningkalkan kinerja perusahaan agar perusahaan
mempu meningkatkan nilai tambah, sehingga dapat nieniberikan jaminan
kehidupan yang layak bagi pekerja, meningkalkan investasi dan
pengembangan usaha yang pada akhirnya diharapkan dan niendorong
B A B I I I
P E M B A H A S A N
A. Pelaksanaan Ketentuan Waktu K e r j a Terhadap Pekerja Menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pada perusahaan-perusahaan swasta yang besar dan berbadan hukum
waktu kerja merupakan masalah penting karena disini terletak memuat
tentang efisiensi kerja maupun kemampuan tenaga kerja.'"
Di dalam aturan tentang ketenagakerjaan, setiap penguasa wajib
melaksanakan ketentuan kerja sebagaimana dimmuskan oleh Pasal 77
sampai dengan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 13 I ahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang memberikan rincian waktu kerja meliputi :
1. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
2. Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. 7 (tujuh)
jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) j a m 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b. 8 (delapan) jam l(satii)
hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu. (Pasal 77)
Apabila pengusaha memperkerjakan pekerja atau buruh melebihi
waktu kerja harus membayar atas lembur. maka wajib bagi pengusaha
memiliki persetujuan dari pekerja/buruh dan waktu lembur
' Situs www.Scribd.coni. l antztjal 31 Mei 2012
dilakukan paling banyak 3 (liga) jam dalam waktu 1 (satu) hari dan 14
(empat belas) j a m dalam waktu 1 (satu) minggu. (Pasal 78)
Disamping membayar uang lembur, maka pengusaha wajib
memberikan waktu istirahat kepada pekerja/buruh. Waktu istirahat
sebagaimana dimmuskan oleh Pasal 79 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan adalah :
1. Pengusaha wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada
pekerja/bumh.
2. Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a. Istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah j a m setelah
bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut
tidak termasuk j a m kerja. b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu; c. Cuti tahunan, sekurang kurangnya
12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan
bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara tems menems; d. Istirahat
panjang sekurang kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun
ketujuh dan kedelapan masing-masing l(satu) bulan bagi pekerja/buruh
yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menems pada
perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak
berhak lagi atas istirahat tahunaunya dalam 2 (dua) taitun berjalan dan
40
Pelaksanaan hak pekerja/buruli tentang waktu istirahat dan cuti biasanya
diatur dalam perjanjian kerja bersama.peraturan perusahaan perjanjian
kerja (Pasal 79 ayat 3 (tiga), 4 (empat), 5 (lima), Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
Hak lain yang perlu diperhatikan adalah hak untuk melaksanakan
ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.(Pasal 80)
Bagi pekerja/bumh perempuan ada hak-hak yang meliputi (Pasal 8 1 ,
82, 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
1. Pekerja/bumh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan
memberitahukan kepada pengusaha, litlak wajib bekerja pada hari
pertama dan kedua pada waktu haid (Pasal 81 ayat 1 (satu),
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
2. Pelaksanaan ketentuan sebaimana dimaksud pada ayat satu diatur dalani
perjanjian kcrja, peraturan pemsahaan, atau perjanjian kerja bersama
(Pasal 81 ayat 2 (dua), Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan).
3. Pekerja/buruh perempuan berhak mempcroleh istirahat selama 1,5 bulan
sebelum saatnya melahirkan anak menumt perhitungan dokter
kandungan atau bidan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menumt
perhitungan dokter kandungan atau bidan (Pasal 82 ayat 1 (satu),
4. Pekerja/buruli perempuan yang mengalami keguguran berhak
memperoleh 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter
kandungan atau bidan (Pasal 82 ayat 2 (dua), Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
5. Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi
kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya j i k a hal itu harus
dilakukan selama waktu kerja (Pasal 83, Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
Didalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut mengerjakan
pekerjaan adalah tidak semestinya pada hari-hari libur resmi dan
pekerja/buruh berhak menolak karena didalam hari-hari libur pekerja/buruh
tidak wajib bekerja. Sebagaimana dimmuskan dalam Pasal 85 ayat 1 (satu),
Undang-Undang Nomor 13 Taliun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu :
Pekerja/bumh tidak wajib bekerja pada hari libur resmi. Akan tetapi j i k a
pengusaha terpaksa hams mengerjakan pekerja/bumh pada hari libur resmi
karena suatu kepentingan dari jenis dan sifat pekerjaan hams dijalankan dan
dilaksanakan secara terus menerus atau keadaan karena kesepakatan antara
pengusaha dengan pekerja/bumh maka pekerja harus dibayar sesuai dengan
aturan pembayaran lembur upah kerja. Hal ini sebagaimana dimmuskan
dalam Pasal 85 ayat 2 (dua). Undang-Undang Nomor 13 I a h u n 2003
tentang ketenagakerjaan yaitu : "Pengusaha dapat memperkerjakan
42
pekerjaan tersebut hams dilaksanakan atau dijalankan secara tems menems
atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/bumh
dengan pengusaha.
B. Akibat Hukum Terhadap Pekerja Y a n g Tidak Memenuhi
Ketentuan Waktu K e r j a Menurut Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Setiap pekerja yang bekerja pada pemsahaan swasta yang besar dan
berbadan hukum (pekerja formal) wajib masuk kerja pada waktu yang telah
ditentukan oleh pihak perusahaan ditempat pekerja/bumh tersebut bekerja.
Ketidakhadiran pekerja/buruh yang mendadak atau penyimpangan peraturan waktu kerja yang terjadi dilakukan oleh pekerja/buruh menjadi masalah bagi setiap perusahaan atau bisnis. Karena kondisi demikian menelan biaya dan menggerogoti produktivitas. Penanganan gangguan semacam itu tergantung pada kemampuan atasan mencari solusi agar hal-hal tersebut dapat dihindari atau tidak terjadi secara tems menems.'"'
Setiap pemsahaan membuat dan mcmberlakukan tata tertib atau
peraturan pemsahaan. Pengaturan pemsahaan diatur dalam Bagian Keenam
Bab X I Undang-Undang Nonior 13 Tahuii 2003 tentang Ketenagakerjaan
j o . Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:
KEP-48/MEN/1V/2004 Tanggal 8 A p r i l 2004 Tentang tata cara pembuatan dan
pengesaban peraturan serta pembuatan dan pendaftaran perjanjian kerja
bersama.
Pengaturan perusahaan harus disahkan oleh :
1. Direktur Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja Departenien Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi jika perusahaan itu ada di wilayah beberapa kantor Daerah Tenaga Kerja.
2. Kepala Kantor Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi, j i k a perusahaan itu hanya ada di wilayah satu kantor Daerah Tenaga Kerja.
Setelah peraturan perusahaan di sahkan, pimpinan perusahaan mempunyai kewajiban untuk :
1. Memberikan peraturan perusahaan kepada pekerja dengan cuma-cuma; 2. Peraturan perusahaan ditempel diperusahaan yang mudah dibaca
pekerja/buruh;
3. Peraturan perusahaan diserahkan kepada Direktur Jenderal Perlindungan dan Perawatan dan Kepala Kantor Daerah Tenaga Kerja lempat perusahaan itu berada. Masa berlakunya peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun.'"
Peraturan perusahaan dibuat guna sebagai upaya untuk meningkatkan optimalisasi perusahaan, biasanya Serikat pekerja bersama Pengusaha mempunyai komitmen penegakan kedisiplinan kerja bagi seluruh pekerja, tindakan pembinaan akan diberikan bagi setiap pekerja yang melanggar peraturan disiplin keija tanpa ada toleransi maupun kompromi.'^'
Sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja dimaksud
sebagai tindakan k o i c k t i f dan mendidik terhadap sikap dan tingkah laku
serta kinerja pekerja/buruh.