• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan (Maret s.d. Mei 2011). Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hewan Southeast Asean Food Agricultural Science Technology Center (SEAFAST

Center), Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih galur Sprague Dawley

(sebagai hewan percobaan) dan ransum tikus percobaan. Komposisi penyusun ransum tikus terdiri atas pati jagung, campuran mineral, campuran vitamin (merk „Fitkom‟), minyak jagung,

Carboximethylcelulose (CMC), kasein (protein standar) dan beberapa sampel protein uji yaitu: daging sapi (tenderloin), isolat protein kedelai, dan fruit soy bar komersial (merk „SOYJOY‟ rasa stroberi). Bahan-bahan untuk keperluan metode Kjeldahl yaitu larutan asam sulfat (H2SO4) 5% (praperlakuan

untuk sampel urin), H2SO4 pekat, merkuri oksida (HgO), kalium sulfat (K2SO4), NaOH-tiosulfat,

larutan indikator (metil merah 0.2 g/100 ml etanol, metil biru 0.2 g/100 ml etanol, dan indikator campuran: 2 bagian metil merah dicampurkan dengan 1 bagian metil biru), asam klorida (HCl), granula seng, dan NaOH. Selain itu, diperlukan juga bahan-bahan kimia untuk analisis proksimat.

Alat utama yang digunakan dalam penelitian adalah kandang metabolik, wadah minum, wadah pakan, botol kaca, timbangan bahan, timbangan tikus, kertas tissue, alumunium foil, refrigerator, sendok, baskom, plastik klip, plastik, vortek, drum dryer, disc mill, pengayak,seperangkat peralatan untuk metode Kjeldahl: timbangan analitik, labu Kjeldahl, labu Erlenmeyer, buret, alat pemanas dan rak, alat destilasi. Selain itu, diperlukan juga alat-alat untuk analisis proksimat.

3.3

Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan, yaitu: (1) penelitian pendahuluan meliputi persiapan sampel dan analisis proksimat terhadap sampel, dan (2) penelitian utama yang terdiri atas perancangan ransum serta analisis proksimatnya, pemeliharaan tikus percobaan, dan analisis nitrogen urin dan feses tikus percobaan.

3.3.1

Penelitian Pendahuluan

3.3.1.1 Persiapan sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sampel standar dan sampel uji. Sampel standar berupa kasein, sedangkan sampel uji berupa daging sapi, isolat protein kedelai, dan fruit soy bar komersial. Agar sampel dapat dijadikan bahan penyusun ransum tikus, maka sampel-sampel tersebut harus dalam bentuk tepung. Dari sampel-sampel tersebut, terdapat dua sampel yang masih dalam bentuk selain tepung, yaitu daging sapi dan fruit soy bar.

Kedua sampel tersebut, pertama-tama, direduksi ukurannya menggunakan mesin slicer untuk sampel fruit soy bar dan menggunakan pisau secara manual untuk sampel daging sapi. Potongan-potongan tersebut selanjutnya dibuat tepung dengan cara dikeringkan menggunakan alat drum dryer

sehingga diperoleh bentuk lembaran tipis. Dalam bentuk lembaran tipis, sampel tersebut lalu digiling dengan alat disc mill sehingga diperoleh sampel dalam bentuk tepung.

(2)

10 Selama menunggu waktu analisis dan pemakaian sampel untuk pembuatan ransum, semua sampel dikemas dengan baik dalam kantung plastik polietilen, kemudian disimpan di dalam refrigerator. Hal ini bertujuan menghindari kerusakan secara kimia, fisik, atau mikrobiologis sehingga mutu sampel tetap terjaga.

3.3.1.2 Analisis proksimat sampel

Analisis proksimat sampel dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi dari masing-masing sampel. Hasil analisis ini dijadikan sebagai dasar perhitungan dalam formulasi ransum tikus percobaan.

1) Kadar air (AOAC, 1995)

Kadar air ditentukan secara langsung dengan menggunakan oven bersuhu 1000C. Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit, dan selanjutnya ditimbang. Sejumlah sampel disimpan pada cawan tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 6 jam. Pengeringan dilakukan kembali sampai diperoleh bobot yang konstan. Berikut rumus menghitung kadar air:

Kadar Air (%) = dimana: a = berat cawan dan sampel awal (g)

b = berat cawan dan sampel kering (g) c = berat sampel awal (g)

2) Kadar abu (AOAC, 1995)

Cawan yang dipersiapkan untuk pengabuan contoh dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sejumlah sampel dengan bobot tertentu dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar Abu (%) =

3) Kadar lemak (AOAC, 1995)

Semua sampel yang digunakan pada penelitian ini merupakan bahan yang tidak banyak mengandung air, sehingga sampel dapat langsung dianalisis. Labu lemak disediakan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxhlet yang digunakan. Labu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sejumlah sampel dengan bobot tertentu dalam kertas saring dan kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya dan dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai mencapai bobot tetap, didinginkan dalam desikator, labu beserta lemak ditimbang. Kadar lemak contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

(3)

11 Kadar Lemak (%) =

4) Kadar protein (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 100-250 mg dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, ditambah dengan 1.9±0.1 g K2SO4, 40±10 mg HgO dan 3.8±0.1 ml H2SO4 pekat serta tambahkan batu didih.

Sampel didestruksi hingga cairan menjadi jernih. Setelah dingin, isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas 5-6 kali dengan air destilata sebanyak 1-2 ml, kemudian ditambahkan 8-10 ml campuran larutan 60% NaOH-5% Na2S2O3. Labu tersebut disambungkan dengan alat

destilasi dan kondensor yang telah dilengkapi dengan penampung yaitu labu erlenmmeyer 125 ml yang berisi larutan 5 ml H3BO3. Destilasi dilakukan sampai diperoleh volume destilat

sebanyak 15 ml. Destilat dalam erlenmeyer dititrasi dengan HCl 0.02N sampai larutan berubah warna dari hijau menjadi biru. Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah campuran dua bagian 0.2% metil merah dalam etanol dan satu bagian 0.2% metilen biru dalam etanol. Sebelum digunakan, HCl terlebih dahulu distandardisasi menggunakan NaOH dengan indikator fenolftalein. NaOH sebelumnya distandardisasi menggunakan larutan kaliumhidrogenftalat (KHP) dengan indikator fenolftalein. Kadar protein contoh dapat dihitung dengan persamaan:

Kadar N (%) = ( ) [ ]

Kadar Protein (%) = Total Nitrogen (%) x faktor konversi

Keterangan: faktor konversi = 6.25

5) Kadar serat kasar

Sampel yang telah bebas lemak dengan metode soxhlet sebanyak ± 2 gram ditempatkan dalam erlenmeyer 600 ml lalu ditambahkan 0.5 g asbes yang telah dipijarkan dan 2 tetes zat anti buih. Selanjutnya ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 mendidih kemudian direfluks selama 30

menit. Suspensi yang diperoleh disaring dengan menggunakan kertas saring dan residunya dicuci sampai tidak bersifat asam lagi. Residu kemudian dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer lalu ditambah 200 ml NaOH dan direfluks kembali selama 30 menit sambil sesekali digoyang-goyangkan. Suspensi yang diperoleh disaring dengan menggunakan kertas saring yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%, dan residunya dicuci dengan air

mendidih dan alkohol 95% sebanyak ± 15 ml. Kertas saring beserta isinya dikeringkan dalam oven 110°C sampai bobotnya konstan (1-2 jam), didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Kadar serat kasar dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

Kadar serat kasar (%) =

3.3.2

Penelitian Utama

3.3.2.1 Persiapan dan analisis proksimat ransum

Kebutuhan gizi tikus dapat menggambarkan kebutuhan gizi manusia. Gizi yang dimaksud yaitu karbohidrat, minyak/ lemak, protein/ asam-asam amino esensial, vitamin, mineral, dan air. Komposisi ransum yang diberikan adalah isonitrogenous dengan perhitungan berdasarkan standar AOAC (Tabel 6). Ransum dari setiap sampel yang telah tersusun selanjutnya dianalisis proksimat guna mencocokkan kesesuaian dengan komposisi standar AOAC.

(4)

12

Tabel 6. Rancangan komposisi ransum percobaan

Komponen Sumber Jumlah Perhitungan (%)

Protein Protein standar/

protein uji 10%

Lemak Minyak jagung 8% (

)

Mineral Campuran mineral 5% (

)

Vitamin Campuran vitamin 1% 1 %

Serat CMC 1% (

)

Air Air minum 5% (

)

Karbohidrat Pati jagung % sisanya 100 – (lainnya)

Sumber: AOAC (1995).

3.3.2.2 Pengelolaan tikus percobaan

Tikus percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih galur Sprague Dawley

yang berumur 4 minggu, lepas sapih, dan berjenis kelamin jantan, yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka. Pemilihan hewan jantan diduga karena terdapat perbedaan hormon, sehingga hewan jantan mempunyai pertambahan bobot badan lebih cepat daripada hewan jantan yang dikebiri atau betina (Parakkasi, 1988 diacu dalam Yudi dan Parakkasi, 2005). Jumlah tikus percobaan yang digunakan sebanyak 45 ekor.

Tikus dikandangkan secara individual dalam kandang metabolik guna memperoleh feses dan urin secara terpisah. Kandang terbuat dari stainless steel berlubang-lubang berukuran sekitar 17,5 x 23,75 x 17,5 cm. Kandang berlokasi pada ruangan dengan suhu optimum 22-24°C, kelembaban udara 50-60%, ventilasi yang cukup, namun tidak ada jendela yang terbuka, dan bebas dari kebisingan, asap industri, dan polutan lainnya. Selain itu, ruangan juga mudah dibersihkan dan disanitasi (Muchtadi, 2010).

Masa adaptasi

Masa adaptasi tikus dilakukan selama satu minggu sebelum melakukan perlakuan. Masa adaptasi berguna untuk membiasakan tikus percobaan terhadap lingkungan percobaan. Selain itu, dengan masa adaptasi dapat diketahui apakah tikus percobaan dapat terus digunakan dalam masa pengujian. Semua tikus percobaan diberi ransum protein kasein. Ransum diberikan secara ad libitum

(berlebihan) untuk memberikan keleluasaan bagi tikus percobaan. Dengan demikian, dapat diketahui pola makan dari setiap tikus percobaan sebelum memasuki masa percobaan. Selama masa adaptasi ini semua tikus diberi ransum sebanyak 15 gram.

(5)

13

Seleksi dan klasifikasi

Setelah melewati masa adaptasi, seleksi terhadap tikus percobaan untuk mengetahui kondisi kesehatan tikus percobaan. Sekaligus dilakukan klasifikasi terhadap sejumlah 45 ekor tikus percobaaan tersebut ke dalam lima kelompok perlakuan berdasarkan berat badan tikus. Klasifikasi tersebut dibedakan dengan perlakuan pemberian ransum protein (Tabel 7). Variasi berat badan antar tikus dalam satu kelompok tidak melebihi 10 g, dan variasi rataan berat badan antar kelompok tidak melebihi 5 g (Muchtadi, 2010).

Tabel 7. Klasifikasi tikus perlakuan

Kelompok Tikus Perlakuan

Kasein Tikus yang diberi ransum protein kasein (standar) Daging sapi Tikus yang diberi ransum protein daging sapi

Isolat protein kedelai Tikus yang diberi ransum protein isolat protein kedelai

Fruit soy bar Tikus yang diberi ransum protein fruit soy bar

Non-protein Tikus yang diberi ransum non-protein

Masa percobaan

Percobaan dilakukan selama 28 hari. Pengamatan yang dilakukan yaitu perhitungan jumlah ransum yang dikonsumsi per hari dan penimbangan berat badan per dua hari. Ransum diberikan secara ad libitum feeding, begitu pun keperluan minumnya. Selama masa adaptasi, semua tikus diberi ransum (kasein) sebanyak 15 g setiap hari per ekor dan masih terdapat sisa ransum. Dengan demikian, ditetapkan jumlah 15 g per hari ransum sesuai dengan sampel perlakuan untuk setiap ekor tikus percobaan pada awal pelaksanaan penelitian. Namun, seiring berjalan waktu, terdapat kelompok tikus yang nafsu makannya meningkat, sehingga jumlah ransum dinaikkan menjadi 20 g hingga 25 g per hari per ekor tikus percobaan.

Pengumpulan feses dan urin

Pengumpulan feses dan urin dilakukan selama 10 hari terakhir dan dilakukan setiap hari. Pengerjaan ini dilakukan seteliti mungkin sehingga diyakini tidak ada feses atau urin yang terbuang. Oleh karena itu, penampungan feses dan urin dirancang dengan sebaik mungkin (Gambar 2). Botol panampung urin diberi ± 1 ml larutan H2SO4 5% untuk mencegah penguapan amoniak. Selama

percobaan urin dan feses yang dikumpulkan (terpisah untuk masing-masing tikus), selanjutnya disimpan dalam refrigerator selama menunggu akhir percobaan.

Gambar 2. Kandang metabolik

(a) Seperangkat kandang metabolik lengkap (b) Corong feses dan urin

(c) Wadah penampung feses dan urin

(a)

(6)

14

3.3.2.3 Analisis nitrogen feses dan urin

Pada akhir percobaan, dilakukan analisis kadar nitrogen dalam feses dan urin dengan menggunakan metode Kjeldahl. Sejumlah feses yang akan dianalisis dikeringkan dalam oven dan ditepungkan (digerus) terlebih dahulu. Sementara itu, sejumlah urin yang akan dianalisis tanpa ada perlakuan sebelumnya. Hal yang perlu diketahui sebelum analisis ini yaitu bobot feses kering dan volume urin. Dengan demikian, dapat diperoleh jumlah nitrogen dari feses dan urin. Jumlah nitrogen feses diperoleh dengan mengalikan angka kadar nitrogen feses dengan angka bobot feses. Begitu pula jumlah nitrogen urin diperoleh dengan mengalikan angka kadar nitrogen urin dengan angka volume urin.

3.3.2.4 Penentuan parameter mutu protein

Beberapa parameter yang ingin diketahui pada penelitian ini adalah: Feed Conversion Efficiency (FCE), Protein Efficiency Ratio (PER), Net Protein Ratio (NPR), True Digestibility (TD),

Biological Value (BV), dan Net Protein Utilization (NPU).

Feed Conversion Efficiency

Penentuan nilai FCE yaitu dengan pengujian selama 28 hari. Nilai FCE diperlukan untuk semua kelompok tikus percobaan. Perhitungan FCE dilakukan dengan menggunakan rumus berikut.

FCE (%) = pertambahan berat badan (g)

jumlah ransum yang dikonsumsi (g)

Protein Efficiency Ratio

Penentuan nilai PER yaitu dengan pengujian selama 28 hari, dengan menggunakan kasein sebagai protein referensi. Perhitungan dilakukan untuk setiap ekor tikus, dan nilai rata-rata dihitung untuk tiap grup. Perhitungan PER tidak berlaku untuk kelompok tikus non-protein. Perhitungan PER dilakukan dengan menggunakan rumus berikut.

PER = pertambahan berat badan (g)

jumlah protein yang dikonsumsi (g)

Nilai PER yang diperoleh dari percobaan dikoreksi sebagai berikut.

PER sampel terkoreksi = P sampel

P kasein 2.5

Net Protein Ratio

Perhitungan nilai NPR dilakukan sama seperti persyaratan PER. Akan tetapi, NPR memerlukan waktu percobaan selama 10 hari dan diikutsertakan satu grup tikus yang diberi ransum non-protein untuk memperhitungkan jumlah protein yang digunakan untuk pemeliharaan tubuh. NPR dihitung berdasarkan rumus berikut.

NPR =

[pertambahan berat badan tikus grup protein uji

penurunan berat badan tikus grup non protein] jumlah konsumsi protein yang diuji

Penurunan berat badan dihitung sebagai rata-rata dari grup tikus yang menerima ransum non-protein. NPR dihitung untuk tiap ekor tikus, dan nilainya dirata-ratakan untuk tiap grup.

(7)

15

True Digestibility, Biological Value, dan Net Protein Utilization

Penetapan nilai TD, BV, dan NPU memerlukan data feses dan urin masing-masing tikus percobaan selama percobaan berlangsung 10 hari. Berikut rumus untuk menentukan nilai-nilai tersebut.

TD (%) = yg dikonsumsi - ( feses - metabolik)

yg dikonsumsi

BV (%) = yg dikonsumsi - ( feses - metabolik)- ( urin - endogen)

yg dikonsumsi-( feses - metabolik)

NPU (%) = yg dikonsumsi - ( feses - metabolik)- ( urin - endogen)

yg dikonsumsi =

3.4

Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Data parameter-parameter (FCE, PER, NPR, TD, BV, dan NPU) yang diperoleh kemudian diolah dengan Analisis One-Way ANOVA untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diuji. Jika terdapat suatu hal yang menunjukkan perbedaan sangat nyata (p<0.01), dilakukan uji lanjut yaitu menggunakan uji jarak Duncan pada taraf 1% (menunjukkan perbedaan sangat nyata). Pengolahan data statistika ini menggunakan software

pengolah data statistika yang bernama program Statistical Product and Service Solution (SPSS) Versi 16.0. Sementara itu, data selain parameter-parameter tersebut, meliputi data uji kimia (analisis proksimat) dan profil perkembangan berat badan tikus percobaan, dianalisis secara deskriptif.

Gambar

Tabel 7. Klasifikasi tikus perlakuan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data penelitian ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara gaya hidup brand minded dengan kecenderungan perilaku konsumtif pada

 Perhatian utamanya adalah hubungan antar berbagai agama dunia dengan perkembangan sistem ekonomi kapitalis yang hanya terjadi di Barat..  Weber tertarik pada sistem gagasan

Pendekatan klasikal dan individual untuk mendukung dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif, maka penataan kelas diatur dengan posisi duduk peserta didik

Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan paling berpengaruh terhadap kepuasan konsumen produk pinjaman komersil Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama cabang Manahan

Kegiatan langsung berupa Pre dan Post Test, Sosialisasi Pak Camat, Demonstrasi Permainan Pak Camat, Training of Trainer, Kunjungan ke Departemen Ilmu Keluarga dan

3) Menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya. 4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman

Tingkat Partisipasi, adalah tingkatan partisipasi yang dicapai masyarakat dalam tangga partisipasi Arnstein (1969), dalam program agropolitan. Menyangkut tiga tahapan

Grafik 23. Keberadaan Alokasi Anggaran KIA Desa/Kelurahan Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010.. Grafik di atas menunjukkan bahwa di Kabupaten Lebak hanya 13,8% desa