• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MAKE A MATCH BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DI SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN MAKE A MATCH BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DI SD"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN

MAKE A MATCH

BERBANTUAN MEDIA

AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR IPA DI SD

Ni Kadek Nopiandari

1

, Ni Wayan Rati

2

, Ni Wayan Arini

3 123

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: kadek.nopiandari@yahoo.com

1

, niwayan_rati@yahoo.com

2

,

wayanarini@yahoo.co.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA melalui penerapan model pembelajaran make a match berbantuan media audio visual siswa kelas IV semester genap tahun pelajaran 2015/2016 SD Negeri 5 Banyuning. Subjek penelitian ini melibatkan siswa kelas IV SD Negeri 5 Banyuning sebanyak 40 orang. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi serta refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode tes. Data hasil belajar dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan persentase hasil belajar IPA di kelas IV SD Negeri 5 Banyuning. Berdasarkan tes hasil belajar, persentase rata-rata hasil belajar IPA siswa pada siklus I sebesar 74,5% (cukup baik) serta ketuntasan belajar sebesar 67,5%. Pada siklus II, persentase rata-rata hasil belajar IPA siswa sebesar 80,25% (kriteria baik) serta ketuntasan belajar sebesar 87,5%. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar sebesar 5, 75% dan ketuntasan hasil belajar sebesar 20%. Jadi, dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model make a match berbantuan media audio visual dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV di SD Negeri 5 Banyuning.

Kata Kunci: hasil belajar, media audio visual, modelmake a match

Abstract

This study aims to determine the increase science learning outcomes through the application of learning models make a match-aided audio-visual media of fourth grade students in the academic year 2015/2016 second semester of SD Negeri 5 Banyuning. Subjects of this study involve the fourth grade students of SD Negeri 5 Banyuning as many as 40 people. This research is a class act that consists of four stages: planning, execution, observation and evaluation and reflection. This study was conducted in two cycles, the first cycle and the second cycle. The method used to collect data is the test method. Data were analyzed descriptively learning outcomes quantitatively. The results showed an increase in the percentage of learning outcomes in the fourth grade IPA State 5 Banyuning. Based on the achievement test, the average percentage of students' science learning outcomes in the first cycle was 74.5% (quite good) as well as learning completeness of 67.5%. In the second cycle, the average percentage of students' learning outcomes by 80.25% IPA (both criteria) as well as learning completeness 87.5%.

(2)

These results indicate that the second cycle an increase in the average learning results by 5, 75%, and the thoroughness of learning outcomes by 20%. Thus, the results of this study concluded that the application of the model make a match-aided audio-visual media to improve learning outcomes fourth grade science students at SDN 5 Banyuning

Keywords: learning outcomes, audio-visual media, modelmake a match

PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang tergonisasi tentang alam sekitar. Permendiknas RI no 22 tahun 2006 tentang standar isi satuan pendidikan dasar menengah menyatakan IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis yang berisi penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, serta proses penemuan sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Mariana & Praginda (2009) menyebutkan hakikat Ilmu Pengetahuan Alam adalah sebagai produk dari suatu proses. Produk merupakan sekumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, dan teori, sehingga dalam pembelajaran IPA di SD lebih menekankan pemberian pengalaman belajar secara langsung untuk mengembangkan keterampilan proses, sikap ilmiah didasarkan pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah serta pengetahuan sendiri difasilitasi oleh guru. Namun, yang terdapat di lapangan dalam pembelajaran IPA guru yang lebih aktif menjelaskan materi/konsep, sedangkan siswa hanya menerima pengetahuan maupun konsep yang dijelaskan.

Berdasarkan hasil observasi selama melaksanakan PPL-Real kurang lebih 3 bulan di SD Negeri 5 Banyuning yaitu dari bulan pertengahan bulan Agustus sampai pertengahan bulan November 2015, diperoleh data bahwa pembelajaran IPA terlihat lebih banyak masih menggunakan ceramah, sehingga menyebabkan siswa kurang antusias dan kurang semangat ketika mengikuti pembelajaran. Hal ini ditunjukkan pada saat guru memberi permasalahan terkait dengan materi, ada beberapa siswa yang langsung menjawab namun ada juga siswa yang diam

seolah-olah tidak mendengar apa yang dikatakan gurunya. Selain itu, ada beberapa hal yang menjadi kendala seperti: (1) siswa terlihat kurang fokus dalam menerima pembelajaran, (2) siswa sering ribut di kelas ketika belajar serta (3) guru belum efektif dalam menggunakan model serta media pembelajaran. Adapun jenis media yang sering digunakan dalam pembelajaran hanya berupa gambar secara terus menerus tanpa adanya variasi media yang lain, sehingga menyebabkan siswa merasa bosan karena pembelajaran menjadi kurang menarik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPA kelas IV di SD Negeri 5 Banyuning, Ibu Komang Ariwiani, S.Pd mengatakan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran belum tercapai secara maksimal. Beliau mengatakan dalam pembelajaran siswa terlihat sering melamun, sehingga ketika diberikan pertanyaan siswa tidak mampu menjawab, kadang terlihat gugup bahkan siswa sering bertanya kembali dengan guru karena mengatakan pertanyaan guru kurang jelas. Selain itu, keterbatasan guru dalam memanfaatkan media pembelajaran seperti LCD menyebabkan pembelajaran terlihat monoton sehingga siswa kurang memperhatikan pembelajaran dan lebih senang bercanda dan mengganggu temannya. Alasan lain yang menyebabkan kurang efektifnya pembelajaran IPA dapat diketahui setelah melakukan wawancara dengan salah satu siswa, Putu Pancali Utari di kelas IV yang menyatakan siswa kadang merasa bosan dengan proses pembelajaran karena guru hanya berceramah, sehingga siswa kadang belum memahami materi yang dijelaskan namun enggan untuk menanyakan kembali.

Selain itu, guru tidak pernah menggunakan model serta media pembelajaran seperti video. Ketika mengajar guru kadang hanya

(3)

menggunakan media gambar, apabila gambar tersebut tidak terdapat di buku siswa melainkan hanya terdapat di buku guru, guru hanya menunjukkan gambar tersebut kearah siswa, sehingga siswa kadang tidak dapat melihat gambar karena ukurannya yang terlalu kecil. Hal itulah yang menyebabkan siswa sering merasa bosan ketika mendengarkan penjelasan dari guru, karena hal tersebut hanya menjadikan mereka jenuh selama mengikuti pembelajaran. Kurangnya pemanfaatan media dalam proses pembelajaran menyebabkan ketertarikan siswa dalam belajar menjadi rendah, di samping itu pula karena pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa, sehingga diperlukan model yang mampu melibatkan siswa langsung dalam setiap proses pembelajaran. Penerapan model yang bisa dilakukan yaitu model

make a matchkarena model ini merupakan model yang menuntut siswa untuk aktif dan apabila dipadukan dengan pemanfaatan media audio visual akan lebih meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan, karena dengan penyampaian materi menggunakan media audio visual akan lebih memancing rasa penasaran siswa, sehingga ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran akan meningkat dan tentunya lebih memfokuskan perhatian siswa selama proses pembelajaran. Selain itu, media audio visual yaitu video ukurannya bisa diatur sehingga, siswa yang duduk dibelakang akan mampu melihat ataupun mendengarkannya.

Berdasarkan pencacatan dokumen, diketahui hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 5 Banyuning masih di bawah KKM yaitu rata-rata 63,37, sedangkan KKM yang ditetapkan oleh sekolah adalah 69. Dari 40 siswa, hanya 17 orang yang memperoleh nilai di atas KKM, sedangkan 23 orang memperoleh nilai di bawah KKM. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dibutuhkan suatu perubahan dalam proses pembelajaran. Perubahan yang dimaksudkan adalah pembenahan, baik pada guru maupun siswa. Apabila seorang

guru mampu meningkatkan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA, diharapkan kesulitan yang dihadapi siswa dapat terselesaikan. Oleh karena itu, guru dituntut agar mampu menerapkan model pembelajaran dan media pembelajaran yang bervariasi agar pembelajaran terasa menyenangkan. Salah satu model pembelajaran yang dapat menuntut keterlibatan siswa, sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa adalah model pembelajaranmake a match dengan berbantuan media audio visual.

Model pembelajaran make a match

adalah model pembelajaran yang menuntut siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan mampu bekerjasama dalam kelas. Kurniasih & Sani (2013) menyatakan bahwa make a match adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Chonstantika (2013) juga menyatakan model pembelajaran make a match

menuntut siswa untuk aktif dan meningkatkan kerjasama dalam tim sehingga siswa lebih termotivasi dan meningkatkan rasa ingin tahu. Selain guru harus mampu dalam menerapkan model pembelajaran untuk meningkatkan keaktifan, kerjasama dan keantusiasan siswa dalam belajar, pemanfaatan media juga perlu diperhatikan untuk memancing perhatian dan ketertarikan siswa terhadap pelajaran. Salah satu media yang dapat digunakan yaitu media audio visual. Penggunaan media audio visual merupakan salah satu cara untuk membangkitkan minat belajar siswa karena belajar sambil bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi siswa.

Model pembelajaran make a match

dengan bantuan media audio visual seperti video pembelajaran ataupun slide bersuara merupakan suatu model pembelajaran yang mengajak siswa untuk aktif dalam setiap proses pembelajaran melalui permainan kartu pembelajaran dan tentunya mampu menghilangkan rasa bosan siswa ketika belajar. Pemanfaatan model pembelajaran

(4)

make a match tentunya dapat menjadikan siswa lebih mudah memahami setiap materi yang diajarkan, selain itu juga dengan penerapan model make a match guru akan mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah dijelaskan sebelumnya dan juga guru akan mampu menjadikan siswa lebih aktif untuk mencari pasangannya, sehingga sangatlah tepat apabila model ini diterapkan di sekolah. Langkah-langkah model pembelajaran

make a match menurut Rusman (2010), yaitu 1) guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban), 2) setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang, 3) siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban), 4) siswa dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin, 5) setelah satu babak kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, 6) kesimpulan.

Media audio visual merupakan media yang digunakan untuk melengkapi model pembelajaran make a match. Jenis media yang dipilih adalah media power point dan video pembelajaran. Sulaiman (dalam Tegeh, 2010) menyatakan media audio visual adalah media yang dapat menghasilkan rupa dan suara dalam satu unit media. Power point dan video pembelajaran dipilih dalam penelitian ini karena dapat memancing ketertarikan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa merasa senang selama proses pembelajaran. ketika proses pembelajaran, siswa mengamati materi menggunakan power point, selanjutnya untuk memperdalam pemahaman siswa disajikan video pembelejaran yang sesuai dengan materi sehingga suasana kelas lebih aktif dan menyenangkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Make A Match

Berbantuan Media Kartu Bridge untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV Semester I Tahun Pelajaran 2012/2013 di SD Negeri Gulingan Kecamatan Mengwi” menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Penelitian ini juga membuktikan proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa sehingga berdampak pada hasil belajar siswa. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Febryani (2014) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran

Make A Match Berbantuan Media Dadu untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014 di SD Negeri 4 Selat Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng” menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar IPA di kelas V setelah menerapkan model pembelajaran

make a match. Selain mampu meningkatkan hasil belajar siswa, penerapan model pembelajaran make a match juga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa di kelas. Meningkatnya motivasi belajar siswa tentunya berdampak pada hasil belajar, sehingga penerapan model make a match sangat efektif diterapkan di sekolah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka diadakan penelitian tindakan kelas yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match Berbantuan Media Audio Visual untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Siswa Kelas IV Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016 di SD Negeri 5 Banyuning Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK dipilih, karena penelitian ini akan melakukan perbaikan hasil pembelajaran, dengan melakukan refleksi dan perbaikan pada tiap siklus penelitian. Perbaikan kualitas hasil pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan pada mata

(5)

pelajaran IPA di kelas IV SD Negeri 5 Banyuning tahun pelajaran 2015/2016.

Subjek dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas IV SD Negeri 5 Banyuning tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 40 orang siswa terdiri dari 24 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Objek penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 5 Banyuning.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi serta refleksi.

Gambar 1 Model PTK dalam Dua Siklus (Agung, 2011)

Tahap tindakan siklus dijelaskan sebagai berikut. 1) Perencanaan, beberapa persiapan yang dilaksanakan dalam perencanaan seperti: a) bersama-sama guru mencermati SK, KD dan indikator terkait dengan materi, b) bersama-sama guru menentukan materi yang akan dibahas, c) bersama-sama guru mengembangkan bahan ajar yang akan dipelajari, d) bersama-sama guru membuat rencana pembelajaran dan semua perangkat yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran, e) bersama-sama guru membuat lembar instrumen atau alat observasi untuk melihat hasil belajar siswa, f) bersama-sama guru membuat kartu soal dan kartu jawaban sesuai materi, serta g) bersam-sama guru membuat perangkat tes. 2) pelaksanaan tindakan akan dilaksanakan

yang telah dilakukan disesuaikan dengan penerapan model pembelajaran make a match, yaitu: a) melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran make a match berbantuan media audio visual untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama guru, b) membimbing siswa dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model

make a match berbantuan media audio visual, c) membimbing siswa yang kurang mampu mengikuti pembelajaran bersama guru, dan d) melaksanakan evaluasi pada akhir pembelajaran. 3) Observasi dan Evaluasi dilaksanakan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui kendala yang dihadapi selama proses pembelajaran serta keunggulan maupun kelemahan yang diperoleh selama penerapan model pembelajaranmake a match. Evaluasi yang dilaksanakan meliputi segala komponen yang menyebabkan siswa pasif, aktivitas guru dan siswa serta evaluasi media pembelajaran di akhir pertemuan. 4) Refleksi dilakukan untuk melihat peningkatan hasil belajar pada siklus I. sebagai dasar refleksi adalah hasil observasi dan evaluasi yang telah dilaksakan agar bisa dilakukan peninjauan mengenai situasi proses penelitian serta hambatan yang muncul dalam proses penelitian. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar memperbaiki dan menyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus II.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar IPA dengan instrumen berupa tes esai. Tes dalam penelitian ini dibuat berdasarkan kisi-kisi tes.

Data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif kuantitaif. Metode analisis data yang digunakan adalah menghitung rata-rata (mean) dengan rumus sebagai berikut.

N

fx

(6)

M = rata-rata kelas

∑fx = jumlah skor seluruh siswa N = jumlah siswa

Nilai rata-rata kelas pada siklus I dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas siklus II. Menghitung persentase rata-rata hasil belajar siswa menggunakan rumus sebagai berikut. % 100 (%) X SMI M M  keterangan:

M (%) = Presentasi rata-rata kelas M = Rata-rata kelas

SMI = Skor Maksimal Ideal

Nilai rata-rata kelas pada siklus I dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas siklus II. Tuntas tidaknya siswa dalam mencapai hasil belajar klasikal dapat diketahui melalui ketuntasan belajar. rumus untuk menghitung ketuntasan belajar adalah sebagai berikut.

dengan keterangan:

KB = ketuntasan belajar

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Siklus I

Sesuai dengan perencanaan yang telah disusun, pelaksanaan siklus I dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan. Tiga kali pertemuan untuk penyampaian materi dan satu kali pertemuan untuk pemberian tes akhir siklus.

Rata-rata hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 5 Banyuning pada siklus I adalah 14,9. Persentase tingkat hasil belajar IPA pada siklus I adalah 74,5% dan ketuntasan belajar siswa adalah 67,5%. Selanjutnya, rata-rata hasil belajar siswa dikonversikan ke dalam PAP skala lima, persentase tingkat hasil belajar IPA pada siklus I berada pada rentangan 65 – 79 dengan kriteria cukup baik.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi serta evaluasi yang telah dilaksanakan, penerapan model pembelajaran make a match berbantuan media audio visual dalam pembelajaran siklus I belum dikatakan sepenuhnya berhasil. Walaupun telah terjadi peningkatan hasil belajar namun peningkatan tersebut belum mencapai kriteria keberhasilan yang diharapkan dalam penelitian ini.

Selesai melaksanakan tindakan pada siklus I, peneliti melakukan refleksi dengan mengkaji hasil. Hal-hal positif yang telah muncul akan dimunculkan kembali pada siklus selanjutnya serta kendala-kendala yang dihadapi akan diperbaiki. Hal-hal positif yang muncul dalam proses pembelajaran adalah siswa merasa senang dan mau fokus mengamati video pembelajaran yang ditampilkan terkait dengan materi pembelajaran, aktivitas guru menulis di papan tulis menjadi berkurang karena pemanfaatan media, siswa lebih mengerti terhadap materi yang disampaikan karena dalam penerapan model make a match siswa terlibat langsung dalam prosesnya. Sedangkan, kendala-kendala yang dihadapi pada pelaksanaan tindakan siklus I adalah sebagian siswa masih terlihat bermain-main dalam penerapan model pembelajaran make a match

sehingga menjadikan keadaan kelas ribut dan mengganggu kelas lain yang sedang belajar, penggunaan media audio visual kadang menyebabkan siswa lupa mencatat hal-hal penting yang terdapat dalam power point ataupun video pembelajaran karena terlalu asyik memperhatikan video yang disajikan terkait materi sehingga ketika ditanya siswa belum mampu menjawab dengan tepat serta kurangnya rasa percaya diri siswa ketika menyajikan hasil laporan di depan kelas.

Penyebab pelaksanaan model pembelajaran make a match yang belum berhasil karena siswa sudah terbiasa menjadi pendengar selama kegiatan pembelajaran berlangsung selain itu metode yang digunakan lebih dominan kepada metode ceramah dan belum pernah

(7)

belajar menggunakan model pembelajaran ataupun media pembelajaran yang berbeda, sehingga pada saat pelaksanaan model pembelajaran make a match

berbantuan media audio visual siswa belum terbiasa dan masih menganggap model dan media tersebut sesuatu yang baru yang menjadikan siswa belum terbiasa melaksanakan dan mencatat materi yang ada selama penyajian materi menggunakan video, sedangkan rendahnya sikap percaya diri siswa dikarenakan pemberian penguatan positif masih kurang yang menjadikan siswa minder dan malu-malu untuk menyajikan laporan di depan kelas.

Bertolak dari kendala-kendala yang dihadapi pada siklus I, maka perbaikan tindakan yang dilakukan adalah 1) guru memberikan bimbingan kepada siswa dalam penerapan modelmake a match. Hal ini dilakukan untuk mengurangi bahkan menjadikan siswa tidak lagi bermain-main dalam kegiatannya, 2) guru memberikan pwnghargaan (reward) nonverbal seperti tepuk tangan atau hadiah kepada siswa yang berhasil serta berani menyampaikan laporan dengan baik di depan kelas, 3) guru menyajikan materi menggunakan media audio visual setahap demi setahap agar siswa dapat mencatat hal-hal penting yang belum terdapat dalam buku pelajaran.

Refleksi yang telah dilaksanakan tersebut kemudian digunakan sebagai acuan dalam pemberian tindakan pada siklus II, sehingga diharapkan mampu memperbaiki proses pembelajaran pada

siklus I dan mampu mencapai kriteria keberhasilan yang diharapkan.

Hasil Penelitian Siklus II

Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan tindakan siklus I, maka tindakan pada siklus II mengalami beberapa perubahan. Berdasarkan perubahan-perubahan tindakan yang dilaksanakan pada siklus II, rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II adalah 16,05. Persentase tingkat hasil belajar IPA pada siklus II adalah 80,25% dan ketuntasan belajar siswa adalah 87,5%. Selanjutnya, rata-rata hasil belajar siswa dikonversikan ke dalam PAP skala lima, persentase tingkat hasil belajar IPA pada siklus II berada pada rentangan 80 – 89 dengan kriteria baik.

Berdasarkan hasil observasi pada setiap pertemuan siklus II, adapun temuan yang diperoleh selama pelaksanaan tindakan yaitu secara umum proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran make a match berbantuan media audio visual telah dilaksanakan sesuai dengan rancangan pembelajaran yang direncanakan sehingga, hasil belajar siswa dapat meningkat. Peningkatan penelitian hasil belajar IPA siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Data Peningkatan Hasil Belajar Klasikal IPA Siswa pada Siklus I dan Siklus II

Rata-rata Kelas Ketuntasan Belajar

Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II

74,5% 80,25% 67,5% 87,5%

Peningkatan 5,75% Peningkatan 20%

Pembahasan

Penggunaan media audio visual dalam proses pembelajaran mampu menarik perhatian siswa karena penggunaan media audio visual tidak

dibatasi oleh ruang dan waktu dalam penyajiannya sehingga memudahkan siswa untuk lebih memahami konsep yang abstrak menjadi konkret. Selain itu, siswa dapat mengamati peristiwa yang terjadi

(8)

pada waktu lampau ataupun yang terjadi di lingkungan secara langsung sehingga siswa tidak lagi membayangkan dan salah tafsir terkait dengan materi yang disampaikan. Pendapat dalam penemuan ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Mahadewi (2012) yang menyatakan konsep yang abstrak yang tidak bisa dihadirkan di kelas secara langsung, dapat diatasi melalui penyajian media audio visual sehingga konsep yang diterima siswa menjadi jelas dan mudah dipahami siswa.

Pada awal pembelajaran, siswa mengamati materi yang disajikan menggunakan media power point. Materi yang disajikan lebih singkat sehingga mudah dipahami oleh siswa. Selanjutnya, untuk memberi gambaran lebih dalam digunakan video pembelajaran sehingga ketertarikan siswa untuk belajar tetap terjaga. Siswa sangat tertarik ketika mengamati materi yang disajikan dengan tampilan baru. Melalui kegiatan mengamati, siswa dapat mengontruksi pengetahuannya. Kegiatan mengamati merupakan salah satu cara untuk membantu siswa dalam belajar, sehingga diperlukan bimbingan guru agar siswa dapat belajar dengan baik. Pernyataan ini sesuai dengan teori Kemp & Dayton (dalam Arsyad, 2002) yang menyatakan bahwa pemanfaatan media audio visual dalam pembelajaran dapat menarik perhatian siswa untuk tetap berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Penyampaian materi melalui media audio visual juga dapat memudahkan siswa untuk mengumpulkan informasi terkait materi yang dipelajari karena dari video yang ditayangkan siswa dapat mencatat hal-hal penting yang tidak terdapat dalam buku siswa yang nantinya dapat menjadikan siswa belajar dengan baik.

Selain pemanfaatan media, berbagai kegiatan yang dilakukan siswa dengan penerapan model pembelajaran

make a match berbantuan media audio visual menjadikan siswa lebih tertarik dalam belajar sehingga menjadikan proses pembelajaran terasa lebih menyenangkan

dan berdampak pada siswa agar lebih memahami materi pembelajaran. Langkah-langkah model pembelajaranmake a match

mengajak siswa untuk terlibat langsung dalam setiap proses pembelajarannya. Siswa yang cenderung pasif dalam pembelajaran menjadi terbiasa untuk berfikir, saling berinteraksi dengan teman maupun gurunya ketika mencari dan menemukan pasangannya serta berani berbicara di depan teman-temannya menggunakan bahasa yang komunikatif dan efektif pada saat menyajikan hasil laporan di depan kelas dan menjadikan laporan yang disampaikan mudah dipahami oleh siswa lain ataupun guru.

Pemberian kartu soal maupun kartu jawaban pada proses pembelajaranmake a match dapat membantu siswa untuk mengontruksi pengetahuannya sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Temuan penelitian ini dikuatkan dengan hasil penelitian Dewi (2012) yang menemukan bahwa pembelajaran dengan melibatkan siswa dalam pemecahan masalah dapat mengontruksi pengetahuan siswa. Pada saat proses pembelajaran, siswa diberikan kebebasan untuk mencari dan menemukan sendiri pasangan yang cocok dengan kartu yang mereka pegang dengan cara saling berinteraksi, berdiskusi, bertukar informasi maupun pengetahuan antar siswa. Cara pembelajaran seperti ini dapat meningkatkan kegiatan diskusi, bertukar informasi maupun pengetahuan yang menjadikan siswa lebih memahami materi yang disampaikan. Situasi pembelajaran yang terjadi di kelas menggambarkan aktivitas yang dilaksanakan oleh siswa. kelas tidak didominasi oleh guru tetapi diciptakan suasana yang penuh dengan aktivitas siswa sehingga semua siswa terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap siswa saling berinteraksi secara optimal. Pendapat dalam penelitian ini diperkuat oleh teori Syah (2005) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan melalui proses diskusi serta bertukar informasi dapat menjadikan siswa aktif sehingga siswa lebih memahami materi pembelajaran yang diberikan. Penelitian

(9)

inipun sesuai dengan penelitian yang dilakukan Widiasih (2013) yang menyatakan keberhasilan penelitian dikarenakan adanya pemberian kesempatan kepada siswa saling berinteraksi, berdiskusi dan bertukar informasi yang dimiliki untuk menjadikan pemahaman siswa menjadi lebih bermakna. Pada kesempatan ini, guru sebagai motivator, sehingga siswa tetap semangat dalam mencari dan menemukan pasanganny agar masalah yang diberikan dapat dipecahkan. Hasil temuan dalam penelitian ini juga diperkuat dengan hasil penelitian Febryani (2014) yang menemukan bahwa siswa melakukan aktivitas melalui diskusi dengan teman ataupun gurunya yang menjadikan siswa lebih memahami materi yang disampaikan.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match berbantuan media audio visual pada siswa kelas IV semester genap di SD Negeri 5 Banyuning Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2015/2016. Berdasarkan data awal nilai yang diperoleh siswa pada siklus I sebesar 74,5% dan dalam kriteria cukup baik dengan ketuntasan belajar klasikal sebesar 67,5% ternyata belum mencapai dari kriteria keberhasilan yang ditetapkan penelitian yaitu 85%. Namun, setelah dilanjutkan ke siklus II dengan memperhatikan hasil refleksi pada siklus I, maka persentase rata-rata mengalami peningkatan sebanyak 5,75% yaitu menjadi 80,25% dan dalam kriteria baik dengan ketuntasan belajar klasikal sebesar 87,5%. Adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II telah memenuhi kriteria keberhasilan pelaksanaan penelitian ini.

Berdasarkan simpulan tersebut, maka disampaikan saran sebagai berikut. 1) Siswa kelas IV SD Negeri 5 Banyuning disarankan pada saat mengikuti pembelajaran IPA telah menyiapkan diri

baik secara fisik maupun mental sehingga, pembelajaran di kelas dapat berlangsung dengan optimal dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA secara signifikan, 2) Guru pengajar IPA di SD disarankan dapat menerapkan dan mengembangkan model pembelajaran

make a match berbantuan media audio visual sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang inovatif dalam rangka meningkatkan hasil belajar IPA sehingga, siswa SD dapat menghasilkan karya yang kreatif, 3) Kepala sekolah SD Negeri 5 Banyuning disarankan agar menyediakan sarana dan prasarana yang lebih bagi guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran IPA agar proses pembelajaran lebih optimal, 4) Sekolah disarankan agar mencoba mengembangkan lebih lanjut penelitian dengan menerapkan modelmake a match berbantuan media audio visual pada mata pelajaran dan materi yang berbeda. Hal ini untuk melihat lebih jauh keefektifan model make a match

berbantuan media audio visual, 5) Peneliti lain agar bersedia melakukan penelitian dengan menerapkan model make a match

berbantuan media audio visual dalam lingkup yang lebih luas sehingga, hasil yang diperoleh mendekati sempurna, dan juga diharapkan bersedia menyebarluaskan pengetahuannya selama proses perkuliahan ke dalam mata pelajaran IPA.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. A. G. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Undiksha.

Arsyad, A. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Chonstantika, Ade L., Haryono & Sri Y. 2013. “Penerapan Pembelajaran Model Make A Match dan Diskusi Kelompok untuk Meningkatkan Motivasi Berprestasi, Rasa Ingin Tahu, dan Prestasi Belajar pada MateriHidrokarbonSiswa Kelas X-6 Di Sma Negeri 2 Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012”. Jurnal

(10)

Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2, No. 3 (25-33).

Dewi, N. R. V. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Make A Match Berbantuan Media Kartu

Bridge untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV Semester I Tahun Pelajaran 2012/2013 Di SD Negeri Gulingan Kecamatan Mengwi. Skripsi. Tidak diterbitkan. Singaraja: Undiksha. Febryani, N. P . 2014. Penerapan Model

Pembelajaran Make A Match

Berbantuan Media Dadu untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil belajar IPA Siswa Kelas V Semester genap Tahun Pelajaran 2013/2014 di SD Negeri 4 Selat Kecamatan Sukasada. Skripsi. Tidak diterbitkan. Singaraja: Undiksha.

Kurniasih, I. & Berlin S. 2013. Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Mahadewi, E. 2012. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Mariana & Praginda. 2009. Hakikat

Pendidikan IPA. Bandung: Pusat

Pengembangan dan

Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan IPA.

Permendiknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Syah, M. 2000. Psikologi Pendidikan.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tegeh, I. M. 2010. Media Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Widiasih, N. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Make A Match

Berbantuan Kartu Kata dan Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 di SD Saraswati Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem. Skripsi. Tidak diterbitkan. Singaraja: Undiksha.

Gambar

Gambar  1  Model  PTK  dalam  Dua  Siklus (Agung, 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Biarkan bayi tetap tengkurap dengan tubuh bayi menempel pada dada ibu sampai bayi selesai menyusui pertama dan melepas puting1. Dalam menyusu pertama bayi memperoleh kolostrum

Menurut Suparman (dalam Majid, 2013) dalam pembelajaran interaktif mempunyai karateristik dalam proses pembelajarannya yakni, (a) Adanya variasi dalam

Abstrak – Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh PBL, RQA, PBLRQA, dan pembelajaran konvensional terhadap retensi mahasiswa berkemampuan akademik berbeda

Membuktikan bahwa adanya amilum pada daun sebagai hasil fotosintesis. - Menutup sebagian daun ubi kayu yang belum terkena sinar

penelitian ini permasalahan yang diangkat adalah apakah rasio LDR, IPR, NPL, IRR, BOPO, FBIR secara bersama-sama dan parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

Untuk menentukan laju peruraian klorpromazin HCl sesuai dengan rancangan uji tahap I adalah dengan memakai variasi larutan buffer pada pH 4,0; pH 6,0; pH 7,0; pH 8,0; pH

Hasil analisis menunjukkan rata-rata sikap siswa-siswi mengenai seks pranikah pada kelompok eksperimen setelah diberikan penyuluhan tentang seks pranikah mengalami peningkatan

Segala puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan judul