• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (Esten, 1978:9). Dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (Esten, 1978:9). Dalam"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Sastra adalah pengungkapan fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (Esten, 1978:9). Dalam bermasyarakat seringkali terdapat permasalahan. Masalah yang terdapat di dalam masyarakat membawa pengarang untuk menciptakan karya sastra. Untuk membuat karya sastra, seorang pengarang mengambil suatu konflik dalam masyarakat sebagai manifestasi ide untuk menciptakan karya sastra. Oleh karena itu, pengarang berusaha menggambarkan ide-ide tersebut ke dalam karyanya, untuk melestarikan keunikan dan kehidupan yang terjadi selama proses penciptaan karyanya.

Pada suatu karya sastra, pengarang biasanya menuangkan imajinasi dan hasil pemikirannya. Imajinasi dan hasil pemikirannya secara tidak langsung menampilkan gambaran kehidupan pengarang dengan masyarakat dan pengarang dengan lingkungan. Pengarang juga dengan bebas menuangkan isi pemikiran mengenai kehidupan pengarang dan lingkungan yang dihasilkan oleh imajinasinya ke dalam karya sastra. Selain biasa menuangkan hasil pemikiran dan imajinasi dalam karya sastranya, pengarang juga menawarkan sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang sempurna menurut pengarang. Dengan demikian, dari sisi pembaca,

(2)

haruslah dipahami bahwa maksud utama sebuah karya sastra adalah memungkinkan pembaca membayangkan sekaligus memahami dunia yang diciptakan pengarang yang unik dan universal.

Swingewood (1972:1) mengatakan bahwa esensi sosiologi dari ilmu pengetahuan adalah untuk belajar objektif dari manusia dalam masyarakat, suatu pembelajaran dari lembaga sosial dan proses sosial. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh sastrawan. Sastrawan biasanya merupakan bagian dari masyarakat dan terikat oleh status sosial tertentu. Untuk mendukung pernyataan sebelumnya, Damono (1978:1) mengatakan bahwa sastra merupakan lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium bahasa dan merupakan ciptaan sosial masyarakat.

Pengarang ketika menciptakan karyanya seringkali mengikutsertakan daya imajinasi sehingga karyanya tidak hanya menceritakan kehidupan sehari-hari. Kepekaan pengarang untuk menciptakan karya sastra dilakukan dengan cara melihat fenomena-fenomena yang sedang terjadi. Wellek dan Warren (2014:109) mengatakan bahwa karya sastra sering dianggap sebagai potret kehidupan masyarakat di sekitar pengarang atau bahkan merupakan kenyataan sosial. Pada karyanya, pengarang mengungkapkan fenomena kehidupan berupa catatan dan rekaman kehidupan manusia. Persoalan sosial yang terdapat di dalam karyanya merupakan hasil refleksi pengetahuan dan pengalaman hidup pengarang. Karya sastra tidak ditulis dalam

(3)

kekosongan budaya (Pradopo, 2010:223). Oleh karena itu, sastra menyajikan gambaran kehidupan manusia yang berlangsung sepanjang hari dan sepanjang zaman.

Seorang pengarang seringkali memperlihatkan refleksi kehidupan di dalam masyarakat pada karyanya. Selama proses penciptaannya, pengarang sering dipengaruhi oleh keadaan sosial budaya serta pandangan masyarakat sekelilingnya. Swingewood (1972:13) mengatakan bahwa karya sastra dapat dilihat melalui dokumen sosial budaya dan dapat digunakan untuk melihat cerminan zaman. Maka dari itu, karya sastra memiliki kemampuan untuk merefleksikan kehidupan masyarakat yang dimanfaatkan pengarang untuk menyampaikan pesan. Pesan-pesan yang akan disampaikan oleh pengarang dapat diambil manfaatnya oleh pembaca.

Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (KBBI, 2013:969). Novel merupakan satu contoh jenis prosa yang melibatkan banyak ataupun sedikit karakter dan menceritakan situasi sosial yang rumit sehingga mampu menghadirkan perkembangan karakter tokoh, situasi sosial yang rumit, dan hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit tokoh.

Wiyatmi (2009:29) mengatakan bahwa novel adalah teks naratif dalam bentuknya sebagai novel (roman) dan cerita pendek (cerpen) sebagai jenis sastra yang mengalami perkembangan yang cukup besar. Jika mengacu pada pendapat sebelumnya, unsur-unsur yang membentuk karya sastra, yakni fakta-fakta cerita (alur, tokoh, dan latar) dan sarana-sarana cerita (judul, sudut pandang, konflik dan klimaks,

(4)

ironi, gaya dan nada, dan simbolisme) merupakan unsur-unsur yang tidak dapat dipisahkan ketika penciptaan karya sastra.

Dalam perkembangan sastra Indonesia, tidak hanya puisi dan drama yang mengambil tema cerita mengenai sejarah, politik masyarakat, dan keadaan sosial budaya yang dialami bangsa Indonesia. Prosa dalam hal ini novel dapat menyajikan cerita mengenai sejarah, politik masyarakat, dan keadaan sosial budaya dalam bentuk karya fiksi. Pemilihan judul-judul pada novel juga sering dipakai sebagai bentuk kritik sosial, protes, dan apresiasi terhadap tokoh yang ada saat itu. Soekarno Kuantar ke Gerbang (SKKG) merupakan satu contoh novel yang memberikan cerminan kehidupan masyarakat pada zaman tersebut.

SKKG merupakan novel yang ditulis oleh Ramadhan K.H. yang berprotagonis Soekarno dan berantagonis Inggit sebagai sumber ide cerita oleh pengarang. Judul novel ini mempunyai kesan biografi, tetapi jika membaca secara keseluruhan cerita SKKG berbeda dengan biografi. Biografi adalah riwayat hidup (seseorang) yang ditulis oleh orang lain (KBBI, 2013:197). Wellek dan Warren (2014:74-75) mengatakan bahwa biografi adalah genre yang disajikan secara kronologis, penulis biografi harus menginterprestasikan dokumen, surat, dan laporan saksi mata yang kemudian disajikan secara kronologis yang akan ditulis oleh penulis biografi. Seandainya pun unsur biografi ada pada karya sastra, unsur-unsur ini sudah diatur kembali, sudah mengalami perubahan penyulapan (makna pribadinya hilang),

(5)

dan yang tingggal adalah sebuah karya yang berdiri sendiri tersusun atas bahan-bahan pembentuknya (Wellek dan Warren, 2014:78).

Jika mengacu pada pendapat sebelumnya mengenai novel dan biografi, SKKG dikategorikan sebagai sebuah novel karena melibatkan banyak ataupun sedikit karakter dan menceritakan situasi sosial yang rumit sehingga mampu menghadirkan perkembangan karakter tokoh, situasi sosial yang rumit, dan hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit tokoh.

Ramadhan K.H (2014: vii) dalam kata pengantarnya mengatakan bahwa tulisan pada novel disusun sebagai roman dan bukan sebagai tulisan sejarah, tetap saja kalau kita menceritakan tentang Inggit, tidak akan bisa lepas dari kehidupan bersama Soekarno dan sejarah perjuangan bangsa ini untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, hendaknya para pembaca maklum, saya tidak mempunyai keinginan bahwa susunan waktunya berurutan dengan tepat. Tulisan ini tetap saya susun sebagai romansa dan bukan sebagai tulisan sejarah. Romansa adalah novel atau kisah prosa lainnya yang berciri khas tindakan kepahlawanan, kehebatan, dan keromantisan dengan latar belakang historis atau imajiner (KBBI, 2013:1180).

Peneliti berasumsi novel ini menarik untuk dianalisis karena pengarang dapat merefleksikan zaman kolonial di Indonesia dan kehidupan yang terjadi antartokoh. Hal menarik lainnya pengarang SKKG, mendapatkan apresiasi karena telah berhasil menuliskan romansa Soekarno dan Inggit. Hal yang sudah dijelaskan didukung dari pendapat S.I Poeradisastra (2014: xvi) berikut.

(6)

Ramadhan K.H. memang orang yang tepat untuk menuliskan tentang Inggit Ganarsih—pembina, penempa, dan pemimpin seorang pemimpin besar—karena ia bertolak dari simpati, yakni kekuatan yang merangkum dunia. Buku Ramadhan K.H. ini adalah sepantun sesosok patung kecil mungil dengan citra Inggit Garnasih—tegak di sudut hati bangsanya. Apapun kekurangan Soekarno sebagai manusia, apapun segi negatifnya, Inggit tetap memaafkan Soekarno dan tetap berdoa baginya, juga setelah Soekarno wafat.

Melihat hal-hal yang sudah diungkapkan sebelumnya, pemilihan novel SKKG karya Ramadhan K.H. sebagai objek kajian memiliki dua alasan. Pertama, novel SKKG menceritakan romansa tokoh Soekarno dan Inggit, romansa adalah novel atau kisah prosa lainnya yang berciri khas tindakan kepahlawanan, kehebatan, dan keromantisan dengan latar historis atau imajiner (KBBI, 2013:1180). Namun, pengarang tidak melupakan peristiwa-peristiwa terpenting yang terjadi pada zaman kolonial. yakni merefleksikan nasionalisme pada zaman kolonial. Kedua, peneliti berasumsi pada novel SKKG terdapat cerminan zaman kolonial Indonesia. Cerminan adalah bayangan atau gambaran yang terdapat pada SKKG. Novel ini tidak hanya dianggap karya fiksi hasil kreasi pengarang, tetapi dapat menjadi representasi kenyataan yang tersembunyi.

Selain novel Soekarno Kuantar ke Gerbang, Ramadhan K.H. juga telah menerbitkan beberapa novel dan kumpulan puisi yang berjudul Rojan Revolusi (1971), Kemelut Hidup (1977), Keluarga Permana (1978), Ladang Perminus (1990), dan Priangan si Jelita (2003). Ramadhan K.H. juga menerbitkan beberapa buku biografi, yakni Gelombang Hidupku: Dewi Dja dari Dardanella (1982) dan Soeharto Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya: Otobiografi (1988).

(7)

Peneliti berasumsi dengan menggunakan teori sosiologi sastra Swingewood mampu diungkapkan dan dijelaskan makna novel baik, seperti cerminan zaman kolonial di Indonesia dan latar belakang penciptaan novel SKKG. Teori sosiologi ini dipilih untuk landasan teori dengan asumsi bahwa teori ini dapat menganalisis hubungan antara isi karya sastra dengan zaman yang sedang terjadi di masyarakat.

Swingewood (1972:12) mengatakan bahwa sosiologi adalah pendekatan ilmiah yang menekankan analisis secara objektif tentang manusia dalam masyarakat, kelembagaan kemasyarakatan, dan proses-proses sosial, sedangkan sastra berhubungan dengan manusia dalam dunia kemasyarakatan, adaptasi dengan dunia kemasyarakatan itu, dan keinginan untuk melakukan perubahan terhadap dunia kemasyarakatan. Sosiologi dan sastra mempunyai persamaan objek atau sasaran yang dibicarakan, yaitu manusia dalam masyarakat serta semua aspek yang terkait dengan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan pada bagian latar belakang penelitian, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan diteliti berikut ini.

1. Bagaimana cerminan zaman yang terdapat di novel SKKG?

2. Bagaimana situasi sosial pengarang yang melatarbelakangi penciptaan novel SKKG?

(8)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian terhadap novel SKKG mempunyai dua tujuan utama, yaitu teoretis dan praktis. Terdapat dua tujuan teoretis dalam penelitian ini. Tujuan-tujuan itu adalah mengungkapkan cerminan zaman yang terjadi di dalam novel SKKG dengan cara melihat latar belakang sosial budayanya dan mengetahui situasi sosial pengarang yang melatarbelakangi penciptaan novel SKKG.

Selain itu, tujuan praktis penelitian ini adalah pertama, sebagai bentuk apresiasi terhadap novel SKKG. Kedua, sebagai suatu wujud pemikiran dalam memahami novel SKKG dari pendekatan sosiologi sastra Swingewood. Ketiga, menambah keberagaman penelitian-penelitian terhadap novel dalam khazanah sastra Indonesia. Keempat, penelitian terhadap novel SKKG merupakan wujud apresiasi peneliti terhadap karya sastra Indonesia dan diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian berikutnya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan hasil penelusuran peneliti terkait penelitian sebelumnya, ditemukan beberapa penelitian yang memiliki topik yang sama. Penelitian-penelitian inilah yang digunakan oleh peneliti sebagai bagian dari pijakan pustaka dalam laporan penelitian ini. Adapun berikut ini beberapa tinjauan pustaka yang telah ditemukan oleh peneliti terkait pendekatan yang digunakan oleh peneliti.

(9)

Pertama, skripsi Rachmad Bayu Aji, Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan judul “Konflik Sosial Politik dalam Novel Tapol Karya Ngarto Februana: Analisis Sosiologi Sastra”. Dalam penelitiannya, dijelaskan bahwa konflik sosial solitik dalam novel Tapol dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Dalam penelitian Aji (2009), dijelaskan mengenai konflik sosial, kesetaraan untuk keluarga pemulung, dan keluarga tapol yang mendapatkan diskriminasi serta terpinggirkan. Citra tersebut secara tidak langsung menggambarkan cerminan konflik yang terjadi dalam masyarakat Indonesia.

Kedua, skripsi Wahyu Budi Utomo, Sastra Indonesia, Fakultas llmu Budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan judul “Gerakan Mahasiswa Angkatan 66 dalam Skenario Film GIE Karya Riri Riza: Sosiologi Sastra”. Dalam penelitiannya, Utomo (2012) menjelaskan bahwa sosiologi sastra dapat menjelaskan gagasan pengarang pada skenario film GIE. Pengarang mengungkapkan realitas yang terdapat di masyarakat melalui teks skenario film Gie. Skenario film tersebut mewakili pemikiran dan gagasan pengarang mengenai permasalahan yang terjadi di masyarakat. Nilai-nilai sejarah juga disampaikan secara menarik melalui skenario film Gie yang sifatnya menghibur sehingga dapat dipahami oleh masyarakat.

Dalam penelitiannya, Utomo (2012) menjelaskan film Gie memiliki peran penting dalam dunia perfilman Indonesia. Ketika film-film Indonesia yang bertemakan remaja, cinta, atau hantu, film Gie hadir sebagai media pembangkit

(10)

nasionalisme. Film ini menyuguhkan sesuatu yang berbeda bagi penonton karena menampilkan sosok Soe Hok Gie, tokoh pergerakan mahasiswa era Soekarno. Selain itu, Utomo (2012) menjelaskan bahwa skenario film Gie dapat dianalisis menggunakan teori sosiologi sastra yakni, sosiologi pengarang, keadaan sosial dalam skenarion film Gie, keadaan sosial masyarakat yang sebenarnya, dan fungsi sosial skenario film Gie.

Ketiga, skripsi Muhammad Ardi Kurniawan Sastra Indonesia, Fakultas llmu Budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan judul “Negeri Senja Karya Seno Gumira Ajidarma: Analisis Sosiologi Sastra”. Dalam penelitiannya, Kurniawan (2008) menjelaskan bahwa pengalaman Seno sebagai seorang wartawan memengaruhi terciptanya novel Negeri Senja. Banyak masalah sosial yang dibahas pada novel Negeri Senja, seperti kekuasaan Orde Baru yang tidak dapat terlepas dari berbagai penindasan antara pihak yang kuat serta lemah, kontroversi, perlawanan dari rakyat kepada pemerintah, dan kekerasan yang terjadi pada masa Orde Baru.

Keempat, tesis Syamsun (2009) Sastra Indonesia, Fakultas llmu Budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan judul “Semangat Membangun Keterdidikan Masyarakat: Kajian Sosiologi Sastra Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata”. Syamsun (2009) mengatakan bahwa novel ini dapat dianalisis dengan pendekatan sosiologi sastra Swingewood dengan beberapa permasalahan yang terdapat pada novel Laskar Pelangi. (1) isu pendidikan yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi, sistem pendidikan yang merata dan mutu pendidikan yang terdapat di Indonesia berdasarkan isi novel yang terdapat pada novel. (2) Kebijakan pemerintah dan

(11)

lembaga sosial penyelenggaraan pendidikan yang membahas kebijakan pemerintahan untuk menanggulangi permasalahan pendidikan, terutama di daerah-daerah pelosok Indonesia, dengan bantuan lembaga-lembaga sosial yang mendukung penyelenggaraan pendidikan. (3) Peran lembaga sosial dalam menciptakan keterdidikan masyarakat dalam novel Laskar Pelangi yakni, fungsi-fungsi dari setiap lembaga sosial di Indonesia yang diharapkan dapat mendukung penyelenggaraan pendidikan

Kelima, tesis Mustahid (2009) Sastra Indonesia, Fakultas llmu Budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan judul “Potret Wanita Suku Dani dalam Novel Sali Karya Dewi Linggarsari Kajian Sosiologi Sastra”. Pada tesisnya, Mustahid (2009) menjelaskan bahwa novel Sali dapat dianalisis menggunakan teori sosiologi sastra Swingewood. Mustahid juga menambahkan terdapat dua permasalahan yang bisa dianalisis pada novel ini yaitu, (1) tugas dan tanggung jawab wanita suku Dani dengan cara mengetahui tugas-tugas dan tanggung jawab yang harus dijalankan wanita-wanita suku Dani, secara tidak langsung dapat melihat cerminan zaman yang terdapat di suku Dani. (2) Potret wanita suku Dani dalam novel Sali menjelaskan kedudukan wanita suku Dani yang selalu tergantung dengan pria, mudah terkena penyakit karena kerja terus-menerus, perkawinan tidak pernah bahagia kecuali di awal perkawinan, dan mendapat kekerasan fisik dan psikologis.

Keenam, tesis Irdawati (2009) Sastra Indonesia, Fakultas llmu Budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan judul “Tradisi dan Pembaharuan Dalam Antologi Lengkap Cerpen A.A. Navis: Kajian Sosiologi Sastra”. Dalam tesisnya

(12)

Irdawati (2009) menggunakan teori sosiologi sastra Swingewood untuk menganalisis budaya-budaya, tradisi, dan pembaharuan yang terdapat di Minangkabau dalam cerpen A.A. Navis, seperti “Jodoh”, “Kawii”, “Kucing”, “Maria”, “Dua Orang Sahabat”, dan “Ibu” yang diasumsikan terdapat budaya-budaya Minangkabau. Beberapa aspek yang telah dibahas dalam tesisnya meliputi pola pikir, pola budaya, adat Minangkabau, kedudukan dan peran perempuan, kedudukan dan peran lelaki, latar belakang kepengarangannya, gaya kepengarangan, dan pembaruan yang terdapat dalam cerpen-cerpen A.A. Navis.

Ketujuh, tesis Lalu Alwan Haryadi (2011) Sastra Indonesia, Fakultas llmu Budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan judul “Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada Masyarakat Papua: Kajian Sosiologi Sastra Terhadap Novel Tanah Tabu Karya Anindita Siswanto Thayf”. Pada tesisnya, Haryadi (2011) menggunakan landasan teori sosiologi sastra Swingewood. Haryadi (2011) mengatakan bahwa novel ini menceritakan pelanggaran-pelanggaran hak asasi masyarakat Papua, seperti ketidakadilan, kekerasan, perusakan dan pencemaran lingkungan, penyiksaan, dan marjinalisasi terhadap penduduk asli Papua. Fenomena-fenomena yang terdapat pada novel Tanah Tabu dianalisis oleh Haryadi dengan teori Swingewood karena dengan menggunakan teori tersebut, dapat diungkapkan dan dideskripsikan persoalan pelanggaran HAM dan persoalan lainnya yang menyangkut ketimpangan dan problematika di Papua. Secara tidak langsung Haryadi dapat menggambarkan bagaimana cerminan zaman dan keadaan yang terdapat di novel Tanah Tabu.

(13)

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, diketahui bahwa novel Soekarno Kuantar ke Gerbang belum dianalisis dengan kajian sosiologi sastra Swingewood sehingga perlu diadakan penelitian dengan objek novel tersebut. Selain itu, penelitian ini dapat menambah pengetahuan pembaca terkait dengan cerminan zaman kolonial Indonesia.

1.5 Landasan Teori

Sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, yaitu telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial-kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing (Damono, 1984:6).

Escarpit (2005:14) menyatakan bahwa sosiologi dianggap sebagai ilmu yang mengkaji sastra pada tingkat masyakarat. Oleh sebab itu, karya sastra tidak mungkin berdiri sendiri atau otonom. Sosiologi sebenarnya mempelajari manusia sebagaimana yang ditentukan dan dialami secara langsung dalam kenyataan keseharian kehidupan. Akan tetapi, sebagai sebuah usaha untuk menemukan hukum-hukum yang umum, keteraturan-keteraturan, dan pola-pola yang berulang

(14)

berlangsung dalam waktu yang lama membuat sosiologi tidak hanya berhenti pada kenyataan keseharian dalam sebuah pengalaman. Oleh karena itu, kehidupan sosial manusia yang dipelajari oleh sosiologi dapat menjadi amat luas, kompleks, dan berlapis-lapis (Faruk, 2012:17).

Tujuan sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat dengan cara menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan (Jabrohim, 2001:159). Dalam hal ini, hasil rekaan yaitu teks sastra bersifat linier dengan keadaan sosial masyarakat. Swingewood (1972:78) mengungkapkan dua metode dalam penelitian sosiologi sastra. Pertama, memulai pembicaraan dari lingkungan sosial kemudian ke dalam karya sastra. Kedua, memulai pembicaraan dari karya sastra lalu menghubungkannya dengan dunia di luar karya sastra.

Hartoko dan Rahmanto (1986:129) menjelaskan bahwa sosiologi sastra merupakan cabang ilmu yang mendekati sastra dengan kenyataan sosial, baik dilihat dari pengarangnya, proses penulisan maupun pembacaan, serta teks karya sastra itu sendiri. Ratna (2013:332) menyatakan sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat. Hal-hal yang harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat sebagai berikut ini.

1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat.

2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.

3. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan.

(15)

4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.

5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.

Pada penelitian ini pendekatan sosiologi yang akan digunakan yaitu sosiologi sastra Swingewood dalam Sociology of Literature dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara sastra dan masyarakat yang menyajikan tiga perspektif kajian sosiologi sastra, yakni karya sastra sebagai cerminan zaman yang dapat dilihat dari melalui dokumen sosial budaya; karya sastra sebagai sebagai cermin situasi sosial penulis; dan mencoba untuk melacak bagaimana suatu karya sastra benar-benar diterima oleh masyarakat dalam momen sejarah tertentu. Pertama, karya sastra sebagai cerminan zaman. Hal ini diungkapan oleh Swingewood (1972:13) sebagai berikut.

The most popular perspective adopts the documentary aspect of literature, arguing that it provides a mirror the age.

Maksudnya, karya sastra dapat dilihat melalui dokumen sosial budaya, dapat digunakan untuk melihat cerminan zaman. Pendekatan ini dapat melihat suatu fenomena dalam masyarakat pada masa tersebut. Untuk mengetahui cerminan zaman dalam suatu karya sastra, Swingewood menggabungkan antara sosiologi dengan sastra. Dengan cara berusaha mencari tahu lembaga-lembaga sosial dan proses sosial; bagaimana masyarakatnya, bagaimana cara kerjanya, mengapa terus ada keberlanjutan karena sastra merupakan refleksi dunia sosial manusia yang terdapat

(16)

keinginan untuk mengubah sesuatu secara tidak langsung. Hal ini diungkapan oleh Swingewood (1972:11—12) berikut ini.

Sociology is essentially the scientific, objective study of man in society, the study of social institution, and social processes; it seeks to answer the question of how society is possible, how works, why it persist. A with sociology, literature too is pre-eminently concerned with man’s social world, his adaption to it, and his desire to change it.

Sastra merupakan cerminan zaman bahwa seberapa jauh sastra dianggap mencerminkan keadaan zaman pada saat itu baik dari masyarakat ataupun pemerintahan. Hal utama yang mendapat perhatian adalah sastra tidak dapat dikatakan mencerminkan zaman keseluruhannya pada saat diciptakan karena setiap pengarang memiliki keinginan dan alasan-alasan tertentu sehingga karya sastra tersebut ada.

Swingewood (1972:13) mengungkap bahwa karya sastra merupakan refleksi langsung berbagai aspek struktur sosial, hubungan kekeluargaan, konflik kelas, dan komposisi penduduk. Hal ini terletak dalam kutipan berikut.

On this view literature is direct reflection of various facets of social structure, family relationship, class conflict, and possibly divorce trends, and population composition.

Swingewood (1972: 14) menjelaskan terdapat hubungan antara sosiologi dan sastra bahwa dalam melakukan analisis sosial terhadap karya sastra, kritikus harus berhati-hati untuk mengartikan sastra sebagai cermin masyarakat. Hal ini akan diketahui bahwa sastra merepresentasikan kenyataan dan emosi. Peristilahan dari Stedal via Swingewood (1972:32) mengatakan bahwa sastra merupakan cermin atau

(17)

alat yang dapat dibawa kemana saja dan sesuai untuk merefleksikan segala aspek dari hidup dan sifat dasarnya. Genre sastra yang dominan dalam industri masyarakat adalah novel yang menampilkan masyarakat dan merepresentasikan kelebihan dari pola pengetahuan tentang hukum dalam masyarakat yang tidak mungkin terelakkan

Wellek dan Warren (2004:109) mengungkapkan bahwa sastra sebagai institusi sosial menjadi cerminan masyarakat dengan meniru alam dan subjektif manusia karena banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan. Mereka bercinta, melakukan tindak kejahatan atau bunuh diri seperti cerita-cerita dalam novel. Oleh karena itu, karya sastra merupakan tiruan atas peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karya sastra merupakan dokumen yang mencatat realitas suatu masa menurut pengamatan, pencermatan, dan pemikiran subjektif pengarang. Istilah “cerminan” tidak serta merta menjadikan realitas yang ada di dalam novel sama persis dengan realitas yang ada di dalam masyarakat. Cerminan adalah bayangan; gambaran (KBBI, 2013:264).

Swingewood (1972:15) mengatakan sosiologi sastra dapat digunakan untuk melihat cermin masyarakat. Konsep cerminan dalam sosiologi sastra yakni, sastra sebagai tiruan (mimesis) masyarakat. Hal ini terletak dalam kutipan berikut.

The conception of the mirror, then must be treated with great care in the sociological analysist of literature. Above all else, of course, it ignores he writer himself, his awareness and intention. Great writers do not set out simply to depict to social world in largely descriptive terms; it might be suggested that the writer by definition has more critical task, of setting his characters in motion within artificially, contrived situations to seek their own private “destiny”, to discover values and meaning in the social world.

(18)

Maksudnya, konsep cerminan harus diperhatikan secara teliti. Jika tidak, konsep ini akan mengarah pada pengabaian pengarang, kesadaran, dan niatnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah pengarang-pengarang besar tidak hanya menggambarkan dunia sosial dalam bentuk deskriptif. Pengarang memiliki tugas untuk menemukan gerakan tokoh-tokoh ciptaannya dalam situasi yang dihadapinya. Dengan hal itu, pengarang bisa menciptakan karyanya dengan merefleksikan nilai dan makna yang terdapat di kehidupan sosial. Tugas para peneliti dalam menggunakan konsep cerminan tidak hanya untuk menemukan saksi sejarah dan sosial dalam karya sastra (Swingewood, 1972:16), tetapi peneliti bertugas untuk menghubungkan nilai yang termuat dalam sebuah karya sastra dan menemukan arti sosial yang terkandung pada karya sastra tersebut. Dengan demikian, cerminan zaman dapat dilihat pada suatu karya sastra karena karya sastra dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial, politik, negara, dan kehidupan sosial lainnya.

Kedua, situasi sosial pengarang, yakni dalam meneliti sebuah karya sastra, peneliti tidak selalu menggunakan teks sebagai sesuatu yang penting dan harus diteliti, tetapi keadaan masyarakat di luar teks. Hal yang paling utama dari proses produksi kepengarangan adalah situasi sosial penulis (Swingewood, 1972:17). Hal ini terletak dalam kutipan berikut.

The second approach to a literary sociology moves away from the emphasis on the work of literature itself to production side, and especially to the social situation of the writer.

Dalam pendekatan kedua ini, peneliti harus memperhatikan posisi pengarang dalam masyarakat (latar belakang pengarang). Hal tersebut penting karena

(19)

memengaruhi proses kreatif pengarang saat membuat karya sastra. Oleh karena itu, latar belakang pengarang merupakan kunci utama untuk menganalisis proses produksi kepengarangan. Seperti yang diungkapan Swingewood (1972:18) sebagai berikut.

The writer’s position in a mass society is extremely important as a contrast to his earlier social situation, and clearly likely to affect his creative potential in many ways: the links between this historical background and development of literature constitute a key area in any literary sosiologi.

Ketiga, memfokuskan perhatian pada penerimaan masyarakat terhadap karya sastra terkait dengan momen sejarah yakni, karya sastra sebagai refleksi peristiwa sejarah . Hal ini diungkapkan oleh Swingewood (1972:21) berikut ini.

A third perspective, one demanding a high level of skills, attempts to trace the ways in which a work of literature is actually received by particular society at a specific history moment.

Sebuah karya sastra akan diterima oleh masyarakat tertentu apabila cerita pada karya sastra mempunyai hubungan dengan sejarah pada masa tertentu. Oleh karena itu, karya sastra dalam pendekatan ketiga bukan hanya sebuah karya sastra, tetapi berkaitan juga proses perubahan-perubahan sosial baik yang terjadi secara perlahan-lahan (evolusi) ataupun secara cepat (revolusi) tentu saja akan menyebabkan timbulnya akibat-akibat dari perubahan sosial yang terjadi. Swingewood (1972:12) mengutip pendapat Lowenthal bahwa tugas sosiologi sastra adalah menghubungkan karakter penggambaran yang dilakukan penulis dengan situasi sejarah. Sosiologi sastra mengubah tema dan gaya bahasa ke dalam kehidupan sosial yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra. Oleh karena itu, dibutuhkan keahlian yang cukup untuk membongkar sejarah secara detail dalam suatu karya sastra.

(20)

Apabila melihat ketiga perspektif sebelumnya, semua perspektif dapat diterapkan bersama-sama dan dapat pula hanya memilih sebagian di antara tiga aspek ini. Untuk kepentingan penelitian ini, peneliti memilih dua perspektif, yakni karya sastra sebagai cerminan zaman yang dapat dilihat melalui sosial budaya dan situasi sosial pengarang yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Dengan alasan perspektif ketiga akan diungkapan dan dijelaskan oleh peneliti untuk mendukung pernyataan-pernyataan perspektif pertama dalam bab dua. Berdasarkan uraian di atas maka novel Soekarno Kuantar ke Gerbang (SKKG) akan dianalisis menggunakan sosiologi sastra sesuai dengan klasifikasinya yang sudah dipaparkan sebelumnya, yaitu cerminan zaman dalam novel SKKG dan situasi sosial pengarang yang melatarbelakangi penciptaan novel SKKG.

1.6 Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (KBBI, 2013:910). Sejalan dengan KBBI, Ratna (2013:34) menyatakan metode berfungsi untuk menyederhanakan permasalahan sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami. Metode penelitian digunakan untuk menciptakan kesatuan konseptual dan sistematis selama melakukan penelitian. Penelitian terhadap novel SKKG karya Ramadhan K.H ini peneliti bagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pengumpulan data dan tahap analisis data.

(21)

Pada tahap pengumpulan data, peneliti mencari dan mengumpulkan semua data yang dapat digunakan untuk menjawab masalah penelitian. Adapun data dalam penelitian ini adalah semua kata, frase, dan kalimat yang terdapat dalam novel SKKG. Untuk menjawab masalah yang berkaitan dengan latar belakang penciptaan novel SKKG, peneliti menggunakan sumber pustaka lain yang secara khusus membahas Ramadhan K.H untuk menemukan data yang diperlukan.

Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, penelitian dilanjutkan ke taha analisis data. Fungsi dari tahap analisis adalah mencari hubungan antardata yang tidak akan pernah dinyatakan sendiri oleh data-data yang bersangkutan (Faruk, 2012:25). Analisis data dilakukan menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu dengan mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2013:53). Tujuan metode ini adalah untuk menguraikan unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra dan memberi pemahaman yang mendalam.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menentukan novel yang dipakai sebagai objek penelitian, yaitu novel SKKG karya Ramadhan K.H sebagai objek material dan teori Swingewood sebagai objek formal.

2. Menentukan masalah penelitian, yakni cerminan zaman kolonial di Indonesia dan situasi yang melatarbelakangi penciptaan novel SKKG.

(22)

3. Melakukan studi pustaka dengan menentukan teori dan metode yang digunakan dalam penelitian serta membaca bahan pustaka lain yang membantu penelitian ini

4. Melakukan analisis terhadap novel SKKG dengan pendekatan sosiologi sastra Swingewood dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, mengidentifikasi cerminan zaman dalam novel SKKG melalui kehidupan sosial budaya yang dilihat dari beberapa bagian, yakni hubungan manusia dengan keluarga (tokoh dengan tokoh), lingkungan yang terdapat di dalam novel SKKG, latar belakang sosial budaya masyarakat, dan kehidupan sosial antar tokoh pada novel SKKG. Kedua, menganalisis situasi sosial pengarang dengan cara mengidentifikasi konteks sosial pengarang yang melatarbelakangi penciptaan novel SKKG.

5. Menyimpulkan hasil analisis penelitian.

1.7 Sistematika Penyajian Hasil Penelitian

Sistematika laporan penelitian dalam penelitian ini terdiri dari lima Bab. Bab 1 merupakan pendahuluan. Dalam bab pendahuluan terdapat delapan subab, yaitu terdiri (a) latar belakang penelitian, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) tinjauan pustaka, (e) landasan teori, (f) metode penelitian, dan (g) sistematika penyajian hasil penelitian. Bab II memuat cerminan zaman dalam novel SKKG yang terdiri dari satu subbab, yakni struktur sosial masyarakat yang dibagi pada dua masa,

(23)

pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan pada masa pemerintahan Jepang. Bab III memuat situasi sosial pengarang yang melatarbelakangi penciptaan novel SKKG yag terdiri atas tiga subbab, yakni biografi Ramadhan K.H, kepengarangan Ramadhan K.H, dan situasi sosial pengarang yang melatarbelakangi penciptaan novel SKKG. Bab IV merupakan kesimpulan.

Referensi

Dokumen terkait

Shukla ve ark (1999) ile benzer şekilde, topikal uygulanan fizyolojik tuzlu suyun iyileşen deri yarası dokusunda hidroksiprolin düzeyini etkileyebileceği yönünde

Penjelasantentang metode pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini merupakan penelitian pengembangan.Prosedur pengembangan perangkat pembelajaran

Peningkatan hasil belajar biologi pada siklus I penggunaan model PBL pada siswa kelas VII SMPN 1 Rimba Melintang tahun pelajaran 2015/2016 dilakukan

Bahwa menurut data perolehan suara yang direkapitulasi oleh Pemohon sebagaimana terbaca dalam tabel di atas Pemohon memperoleh suara terbanyak kedua sebesar 7.749

Dalam desain kurikulum, kemampuan technopreneurship dimasukkan sebagai salah satu kompetensi lulusan.Kompetensi itu didukung oleh beberapa mata kuliah teknologi terapan

METODE TERMODINAMIKA l y K‐Value > Hidrokarbon : Peng‐Robinson, Soave‐Redlich‐ Kwong

Akhirnya penulis menyarankan Bank Nagari Cabang Lubuk Alung diharapkan selalu mencerminkan dasar atau latar belakang didirikannya Bank sesuai yang diamanahkan dalam

relapse pada kelompok kontrol karena nilai signifikasnsi lebih besar dari 0.05. Hasil Evaluasi Program Pelatihan Efikasi Diri dan Pemahaman Materi. 1) Hasil Analisis Program