V - 1 BAB V
PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG
5.1 Perencanaan Hidrolis Bendung
5.1.1 Menentukan Elevasi Mercu Bendung
Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Mongango disesuaikan dengan kebutuhan PLTM untuk menghasilkan energi potensial yang maksimal supaya dapat memutar turbin generator. Dari pernyataan diatas maka didapat :
- Elevasi mercu bendung = +54.00 - Elevasi dasar sungai = +47.00 - Tinggi mercu bendung = 7.00 m - Elevasi hulu sungai = +700 - Elevasi hilir sungai = +75
- Panjang Sungai (L) = 12.660 meter
5.1.2 Menentukan Muka Air Banjir (MAB) Di Hilir Rencana Bendung
Perhitungan ini sangat penting dilakukan, oleh karena MAB hilir ini merupakan patokan untuk merencanakan kolam olakan (peredam energi). Dengan adanya MAB ini, dapat dihitung berapa kedalaman lantai ruang olakan.
Adapun salah satu faktor yang harus dimiliki adalah profil memanjang sungai beserta profil melintangnya (Lihat gambar penampang sungai di hilir)
V - 2 Profil memanjang digunakan untuk mencari kemiringan rata – rata sungai. Pada Perhitungan kemiringan sungai pada prinsipnya merupakan perbandingan antara beda tinggi dengan jarak langsung dari pengukuran sungai. Adapun persamaan yang digunakan adalah :
i = ∆H L Dimana :
i = Kemiringan sungai
∆H = Beda tinggi dua tempat yang ditinjau (Elevasi Hulu – Elevasi Hilir) L = Panjang Sungai
Jadi,
i = 625 / 12.660 i = 0.05
Angka kekasaran manning (n)
Besarnya nilai n dapat diperkirakan seperti yang terdapat dalam buku “Hidrolika Saluran Terbuka” (Open Channel Hydraulics) yang ditulis oleh VT. Chow dan diterjemahkan oleh Ir. Suyatman, Ir. VEX Kristanto Sugiharto dan Ir. EV Nensi Rosalina. Dengan melihat keadaan disekitar lokasi bending mongango ini, maka diambil koefisien kekasaran manning (n) sebesar = 0.024
V - 3 Perhitungan tinggi air banjir rencana di hilir bendung dapat dihitung menggunakan persamaan kecepatan aliran manning sebagai berikut :
V = 1/n . R2/3 . i 1/2 R = F / O F = ( b + m . h ) h O = b + 2 . h √ 1 + m² Q = V . F Dimana :
Q = Besarnya debit banjir rencana (m³/detik) V = Kecepatan aliran (m/detik)
F = Luas penampang basah (m²) O = Keliling basah saluran (m) i = Kemiringan rata – rata saluran n = Angka kekasaran dari manning b = Lebar dasar saluran rata – rata (m) m = kemiringan tebing (sungai)
Pada perencanaan bending mongango ini, profil sungai dinormalisasikan dan dianggap trapesium dengan :
- Sungai (kemiringan tebing) : m = 1 : 1
- Lebar dasar sungai : b = 32.00 meter - Kemiringan dasar sungai : i = 0.05
V - 4 Dengan menentukan berbagai nilai h (tinggi air), dapat dihitung nilaii dari F, O, R, V, dan Q, untuk memudahkan perhitungan, maka perhitungan dilakukan dalam bentuk tabelaris seperti yang tercantum pada table 5.1 dibawah ini, dengan cara coba coba untuk mencari nilai ketinggian h tertentu, sehingga diperoleh debit banjir rencana.
Tabel 5.1 Perhitungan Debit banjir Rencana
Lebar Sungai (b) h (m) i n m F (m²) O (m) R (m) V (m/detik) Q (m³/detik) 32 1.65 0.05 0.024 1.5 56.88 37.95 1.50 12.13 689.75 32 1.45 0.05 0.024 1.5 49.55 37.23 1.33 11.20 555.13 32 1.25 0.05 0.024 1.5 42.34 36.51 1.16 10.22 432.76 32 1.05 0.05 0.024 1.5 35.25 35.79 0.99 9.17 323.13 32 0.85 0.05 0.024 1.5 28.28 35.06 0.81 8.02 226.90 32 0.65 0.05 0.024 1.5 21.43 34.34 0.62 6.76 144.91
Dari perhitungan coba – coba diatas, didapat nilai tinggi air banjir rencana ( h ) adalah 1.65 meter dengan debit banjir (Q) 689.75 m³/detik, dikarenakan
Qawal = 680.11 m³/detik < Qrencana = 689.75 m³/detik, maka diambil nilai h adalah 1,65
meter.
- Elevasi dasar sungai = +47.00 - Tinggi air banjir rencana dihilir = + 1.65 - Elevasi MAB di hilir bendung = + 48.65
V - 5 5.1.3 Menentukan Lebar Efektif Bendung
Lebar bendung yaitu jarak antara tembok pangkal disatu sisi dan tembok pangkal disisi lain atau jarak antara pangkal – pangkalnya (abutment). Lebar bendung ini sebaiknya sama dengan lebar rata – rata sungai pada bagian yang stabil atau normal atau 1.00 sampai 1.20 dari lebar rata – rata pada ruas yang stabil.
Tidak seluruh lebar bendung ini akan bermanfaat untuk melewatkan debit, oleh karena adanya pilar – pilar dan pintu – pintu penguras. Lebar bendung yang bermanfaat untuk melewatkan debit disebut lebar efektif bendung (Be). Lebar efektif bendung dinyatakan dengan persamaan :
Be = Bn – 2 ( n . Kp + Ka ) . He Dimana :
Be = Lebar efektif bendung (m) n = Jumlah pilar
Bn = Lebar bersih bendung, yaitu lebar total dikurangi jumlah lebar pilar Kp = Koefisien kontraksi pilar
Ka = Koefisien kontraksi pangkal bendung H1 = Tinggi energy
Adapun harga – harga koefisien kontraksi tersebut diatas adalah (dapat dilihat pada buku standar perencanaan irigasi, criteria perencanaan bagian bangunan utama / KP-02), yaitu :
V - 6 1. Pilar (Kp)
- Berujung segi empat dengan sudut yang dibulatkan dengan r = 0.1 t……. 0.02 - Berujung Bulat……….. 0.01 - Berujung runcing………... 0.00 2. Pangkal tembok (Ka)
- Segi empat bersudut 90º kearah aliran……….. 0.20 - Bulat bersudut 90º kearah aliran dengan 0.5 He > r > 0.15 He………. 0.10 - Bulat bersudut 45 º kearah aliran r > 0.5 He………. 0.00 Berdasarkan data yang ada dan dari ketentuan – ketentuan tersebut diatas, maka lebar efektif bendung mongango ini adalah
Bt = 32.00 m n = 1 x 1.00 m B intake = 2.00 m Bn = 32.00 – ( 1 . 1.00 + 2.00 ) Bn = 29.00 m Kp = 0.02 Ka = 0.10 Jadi, Be = Bn – 2 ( n . Kp + Ka ) . He Be = 29.00 – 2 ( 1 . 0.02 + 0.1 ) . He Be = 29.00 – 0.24 . He
V - 7 5.1.4 Menentukan Muka Air Banjir (MAB) Di Atas Mercu Bendung
Yang dimaksud dengan muka air banjir diatas mercu adalah muka air banjir yang terjadi di atas mercu pada waktu terjadi debit maksimum dan muka air tersebut belum berubah bentuknya menjadi melengkung kebawah.
Menurut buku standart perencanaan irigasi, kriteria perencanaan bagian bangunan utama (KP-02) persamaan yang digunakan untuk menentukan muka air banjir di atas mercu adalah sebagai berikut :
Q = Cd . 2/3 ( √ 2/3 . g ) . Be . H11.5
Dimana :
Q = Debit rencana (Q100)
Cd = Koefisien debit (Cd = Co . C1 . C2) Be = Lebar efektif bendung
He = Tinggi energi diatass mercu
g = Percepatan gravitasi (9.80 m/detik) Koefisien debit Cd adalah hasil dari :
Co = Merupakan fungsi dari He/r C1 = Merupakan fungsi dari P/He
C2 = Merupakan fungsi dari P/He dan kemiringan muka hulu bendung (Up Stream) Bendung mongango ini direncanakan memakai mercu type Ogee dengan permukaan bagian hulu vertikal, Sehingga nilai koefisien Cd antara lain :
Co = Merupakan konstanta (=1.30)
V - 8 C2 = dipakai apabila permukaan mercu bendung bagian hulu miring
Bila disederhanakan persamaan di atas menjadi : Q = 1,704 . Be . Cd . H11.5
Dari literatur lain (VT. Chow) Q = C . L . Be . H11.5
Dimana : L = Be
C = Mempunyai nilai antara 1.70 – 2.20
Dengan cara coba – coba diperoleh nilai He = 4.65 m, dari persamaan Be = 29.00 – 0.24 . He , sehinggga nilai Be dapat dihitung.
Be = 29.00 – 0.24 x 4.65 Be = 27.70 meter Maka, Q = 1,704 . Be . Cd . H11.5 (didapat nilai Cd = 1.276) 1.111 = 1,704 x 27.44 x 1.276 x H11.5 H1 = 4.65 m
Untuk mengetahui faktor – faktor lain sehubungan dengan muka air banjir di atas mercu bendung, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut :
a. Debit Banjir Lebar (q)
Dimana :
V - 9 Q = Debit rencana (Q100 = 680.16 m³/detik)
Be = Lebar efektif bendung (Be = 27.70 m) Jadi,
q = 24.56 m³/detik/m
b. Kecepatan di hulu bendung (v)
Dimana :
v = Kecepatan di hulu bendung (m/detik) q = Debit per satuan lebar (m³/detik/m) P = Tinggi bendung (P = 7.00 m)
H1 = Tinggi energy diatas mercu (H1 = 4.65 m)
Jadi,
v = 2.11 m³/detik
V - 10 Ha = 0.23 m
d. Tinggi Muka Air Kritis (Hc)
Hc = 3.95 m
e. Tinggi Muka Air Banjir di Hulu (Hd) Hd = Hi - Ha
Hd = 4.65 - 0.23 Hd = 4.42 m
Dari data diatas maka elevasi MAB di atas mercu bisa ditentukan sebagai berikut :
Elevasi mercu bendung = +54.00
Tinggi MAB (Hd) = + 4.42
Elevasi muka air banjir di atas mercu = +58.42
5.1.5 Menentukan Dimensi Mercu / Profil Puncak Pelimpah
Untuk mempertinggi efisiensi bendung dalam melimpahkan debit banjir air yang mengalir di atas mercu sehingga pengaruh yang diakibatkan kontraksi air dengan pasangan dapat dikurangi, maka digunakan pembulatan mercu.
V - 11 Penentuan bentuk hidrolis mercu pada umumnya sangat tergantung terhadap tinggi energi di atas mercu bendung (P), sedangkan besarnya jari – jari pembulatan mercu (r) berdasarkan pada pertimbangan stabilitas dan oleh keadaan airnya.
Untuk bendung mongango ini digunakan mercu type ogee dengan Upstream vertical, dan untuk kemiringan Downstream 1:1, sehingga didapat persamaan :
Xn = K . Hdn-1 . Y Dimana :
X, Y = Koordinat – koordinat permukaan hilir
K, n = Harga parameter (dapat dilihat pada tabel 5.2) Hd = Tinggi muka air banjir di hulu
Tabel 5.2 Harga – harga K dan n Kemiringan Upstream K n Vertikal 2 1.850 3 : 1 1.936 1.836 3 : 2 1.939 1.810 1 : 1 1.873 1.776
Dari hasil perhitungan muka air banjir di atas mercu maka didapat, He=H1 = 4.65 m Hd = 4.42 m
Ha = 0.23 m Hc = 3.95 m
Maka,
Koordinat mercu type ogee Xn = K . Hdn-1 . Y X1.850 = 2.00 . 4.421.850-1 . Y
V - 12 X1.850 = 2.00 . 4.420.850 . Y
X1.850 = 7,074 . Y
Dari persamaan diatas maka didapat nilai : Koordinat Y 0 X 0 Y 0.500 X 1.979 Y 1.000 X 2.879 Y 1.500 X 3.585 Y 2.000 X 4.188 Y 2.500 X 4.725 Y 3.000 X 5.214 Y 3.500 X 5.667 Y 4.000 X 6.091 Y 5.000 X 6.872 Y 6.000 X 7.584 Y 7.000 X 8.243 Y 8.000 X 8.860
Dari data diatas untuk nilai Y = P = 7,00 m didapat nilai X sebesar 8,243 m, maka Lebar tubuh bendung = X + 0,282 Hd
= 8,243 + 0,282 . 4,42 = 9,49 meter ≈ 9,25 meter ● Penampang lintang bagian muka :
R = 0,5 . Hd
R = 0,5 x 4,42 = 2,21 m r = 0,20 . Hd
V - 13 X1 = 0,175 . Hd = 0,175 x 4,42 = 0,77 m Y1 = 0,282 . Hd = 0,282 x 4,42 = 1,25 m
● Penampang lintang bagian belakang :
Untuk downstream 1 : 1 maka dy / dx = 1/1 = 1
1.850 . X0.850 = 7,704 X0.850 = 3,82
X = 4.84 m
V - 14 5.1.6 Perhitungan Lengkungan Aliran Balik (Back Water Curve)
Dengan adanya bendung, permukaan air yang terbendung akan naik dan selalu naik / lebih tinggi dari pada keadaan normal dengan jarak yang terpanjang kesebelah hulu, membentuk suatu lengkungan yang disebut lengkung aliran balik (back water curve). Sampai berapa tinggi naiknya permukaan air di sungai sebelah hulu bendung tersebut dan sampai berapa jauh pengaruh tersebut dari bendung dapat bereaksi haruslah diketahui. Dengan diketahuinya hal tersebut, maka selanjutnya ditentukan :
- Sampai berapa tinggi tanggul sungai di hulu bendung harus dinaikkan - Sampai berapa jauh dari bendung, tanggul yang dinaikkan tersebut diadakan Panjang efek back water curve diperhitungkan pada debit banjir Q100 = 680.16 m³/detik
dan dapat dihitung dengan cara praktis, menggunakan persamaan sebagai berikut :
Dimana :
L = Panjang pengaruh pengempangan kearah hulu, dihitung dari as bendung h = Tinggi kenaikan muka air di titik bendung akibat pengempangan
i = Kemiringan sungai Perhitungan :
- Elevasi muka air banjir di atas mercu = +58.42 - Elevasi lantai muka direncanakan = +47.00
- Kemiringan sungai (i) = 0.05
- Tinggi muka air banjir sebelum ada bendung = 1.65 m Jadi,
V - 15 h = ( Elevasi MAB diatas mercu – Elevasi lantai muka ) – Tinggi MAB rencana h = ( 58.42 - 47 ) – 1.65
h = 9.77 m
Sehingga panjang lengkung aliran balik (back water curve) adalah :
L = 390.8 m
Artinya bahwa panjang effek lengkung aliran balik (back water curve) yang terjadi yaitu sejauh 390.80 meter dari as bendung
5.1.7 Desain Kolam Olak (Peredam Energi)
Pada umumnya aliran sungai setelah bendung mempunyai kecepatan yang tinggi, ataupun terjadi loncatan air dan gerakannyamerupakan gerakan turbulen. Kecepatan pada tempat itu masih tinggi, hal ini akan menyebabkan terjadinya gerusan setempat (local scouring) yang akan mempengaruhi kestabilan bendung tersebut.
Guna menenangkan keceptan yang tinggi ini dibuat suatu konstruksi peredam energi. Bentuk hidrolisnya adalah merupakan pertemuan suatu penampang miring, penampang lengkung, dan penampang lurus.
Ada beberapa tipe kolam peredam energi yang sering digunakan di Indonesia yaitu : a. Tipe Vlughter
V - 16 c. Tipe Bucket (bak tergelam)
d. Tipe USBR
Dari berbagai tipe tersebut bentuk, kedalaman, dan panjang ruang olak sangat tergantung pada kondisi tanah di sekitar bendung, beda tinggi muka air dihilir dan di hulu bendung, serta material yang dibawa oleh sungai tersebut.
Untuk menentukan jenis tipenya digunakan bilangan Froude
dimana:
Y2 = Kedalaman air di atas ambang ujung ( m)
Y1 = kedalaman air di awal loncat air ( m)
Fr = bilangan Froude
V1 = kecepatan awal loncatan ( m/dt)
g = percepatan gravitasi (9,8 m/dt2)
Kedalaman kaki pada kaki mercu diperoleh dengan persamaan energi sepanjang suatu garis arus diantara tinggi air maksimum di atas mercu dan pada kaki mercu, untuk menentukan tinggi muka air di kaki mercu perlu diketahui data – data sebagai berikut :
- Tinggi bendung (P) = + 7.00 m
- Elevasi MAB di hilir bendung = +48.65 m - Tinggi persamaan energi (Ha = K) = + 0.23 m - Tinggi muka air kritis (Hc) = + 3.95 m
V - 17 - Tinggi muka air di Hulu (Hd) = + 4.42 m
- Tinggi muka air di atas mercu bendung (He) = + 4.65 m - Debit banjir rencana (Q100) = 680.16 m³/detik
- B effektif = 27.70 m
Maka,
∆H = Z = ( Elevasi mercu + Hc ) – MAB hilir ∆H = Z = (54.00 + 3.95 ) – 48.65
∆H = Z = 9,30 m
● Kecepatan air di hulu bendung :
V0 = 2,05 m/detik
● Kecepatan aliran air : E1 = E2
V - 18 q = 24,56 m³/detik
Dengan cara trial error didapat nilai v1 = 1,78 m/detik
● Tinggi loncatan air :
Y1 = 13,77 m
● Bilangan Froude :
Fr = 0,153
Untuk mendapatkan tipe kolam olak harus berdasarkan bilangan Froude dari nilai yang didapat Fr = 0.153, maka jemis kolam olak yang cocok digunakan adalah tipe bak tenggelam (tipe bucket).
V - 19 ● Tinggi loncatan air di ambang ujung :
y2 = 2,99 m
● Panjang Kolam Olak : Lj = 5 ( n + y2) Lj = 5 (0 + 2,99) Lj = 14,95 m
● Jari – jari minimum bak yang diijinkan (Rmin) :
Rmin = 1,58 x 3,95 Rmin = 6,24 m ≈ 6,25 m ● Lantai Pelindung (a) : a = 0,1 . R
V - 20 ● Batas minimum tinggi air di hilir (Tmin) :
Dikarenakan,
Maka,
Tmin = 8,92 m ≈ 9,00 m
Dari data diatas maka elevasi dasar kolam olak bisa ditentukan sebagai berikut : (Elevasi MAB hilir – Tmin)
Elevasi MAB di hilir bendung = +48.65
Tmin = + 9.00
Elevasi dasar kolam olak = +39.65
5.1.8 Perhitungan Dalamnya Pondasi Kolam Olak
Pondasi ruang olakk pada umumnya terpengaruh aliran sungai, sehingga dalam perencanaan harus dipertimbangkan segi keamanannya terhadap gerusan (scouring). Untuk perhitungan dalamnya gerusan dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :
V - 21 a. Metode lacey
R = 0,47 . ( Q / f)1/3 atau R = 1,35 . ( q² / f)1/3 f = 1,76 . Dm0,5
Dimana :
R = kedalaman gerusan di bawah permukaan banjir ( m ) Q = debit rencana ( m3/dt )
q = debit per satuan lebar ( m3/dt ) f = faktor lumpur Lacey (lihat table 5.3)
Dm = diameter rata - rata material dasar sungai ( mm ) (lihat table 5.3)
Tabel 5.3 Harga – harga faktor Lacey
Tipe Material Diameter (m) Faktor (f) Lanau sangat halus (very fine silt) 0,052 0,4
Lanau halus (fine silt) 0,12 0,8
Lanau sedang (medium silt) 0,233 0,85
Lanau (standart silt) 0,322 1,0
Pasir (medium sand) 0,505 1,25
Pasir kasar (coarse sand) 0,725 1,5
Kerikil (heavy sand) 0,29 2,0
R = 1,35 . ( q² / f)1/3
R = 1,35 . ( 24,56² / 1,25)1/3 R = 10,59 m
V - 22 b. Metode Prof. Wu
R = 1,18 . H0,25 . q0,51 Dimana :
H = Beda tinggi muka air ( m ) q = debit per satuan lebar ( m3/dt ) Jadi,
R = 1,18 . H0,25 . q0,51 R = 1,18 . 9,30,25 . 24,560,51 R = 10,54
Dari perhitungan di atas antara metode Lacey dengan Prof. Wu maka diambil nilai yang tertinggi yaitu 10,59 m. Dan untuk menjaga keamanan harga R harus ditambah 1,2 sampai 2 kali R, maka dalam perencanaan ini diambil 1,2 R jadi :
Rt = 1,2 x 10,59 Rt = 12,71 m
Tinggi muka air di atas muka ambang ujung (y2) : (Elevasi MAB hilir – y2)
Elevasi MAB di hilir bendung = +48.65
y2 = + 2.99
Elevasi ambang ujung = + 45.66 Jadi dalamnya pondasi (t) adalah :
t = Rt – y2 t = 12,71 – 2,99
V - 23 t = 9,72 ≈ 9,70
Elevasi ambang ujung = +45.66
t = + 9.70
Elevasi bawah pondasi kolam olak = + 35.96 5.1.9 Perhitungan Panjang Lantai Muka
Perbedaan tinggi air di depan dan di belakang bendung akan terjadii bila air tersebut mulai terbendung. Perbedaan tinggi air tersebut akan menimbulkan perbedaan tekanan sehingga mengakibatkan adanya aliran – aliran dibawah bendung, lebih – lebih bila tanah dasar bendung bersifat tiris (porous). Aliran ini akan menimbulkan tekanan pada butir – butir tanah di bawah bendung.
Bila tekanan ini cukup besar untuk mendesak butir – butir tanah, maka lama kelamaan akan timbul penggerusan, terutama di ujung belakang bendung. Juga selama pengalirannya air tersebut akan mendapat hambatan – hambatan karena pergeseran, sehingga air tersebut akan menjari jalan dengan hambatan yang paling kecil, yaitu pada bidang kontak antara bangunan dan tanah yang disebut “Creep Line”.
Creep Line ini semakin pendek akan semakin kecil hambatan dan semakin besar tekanan yang timbul di ujung belakang bendung, demikian pula sebaliknya. Untuk memperbesar hambatan, creep line tersebut harus diperpanjang yaitu dengan memberi lantai muka dan atau suatu dinding vertikal (cut off wall).
Untuk menentukan panjang lantai muka dari bendung, dapat digunakan teori Bligh maupun Teori Lane
V - 24 Menurut Blight bahwa besarnya perbedaan tekanan air di jalur pengaliran adalah sebanding dengan panjang jalan air (creep line), dan ditulis dalam bentuk persamaan ∆H = L / C
Dimana :
∆H = Perbedaan tekanan (m) L = Panjang Creep Line C = Creep Ratio
Harga C tergantung pada material dasar sungai yang dibawa (lihat table 5.4) Tabel 5.4 Harga – harga C (Creep Ratio)
Bahan C (Lane) C (Bligh)
Pasir amat halus 8.50 18.00
Pasir halus 7.00 15.00
Pasir sedang 6.00 0.00
Pasir kasar 5.00 12.00
Krikil halus 4.00 0.00
Krikil sedang 3.50 0.00
Krikil campur pasir 0.00 9.00
Krikil kasar termasuk batu
kecil 3.00 0.00
Boulder, batu kecil, krikil kasar 2.50 0.00
Boulder, batu kecil, krikil 0.00 4-6
Lempung lunak 3.00 0.00
Lempung sedang 1.80 0.00
Lempung keras 1.80 0.00
Lempung sangat keras atau
padas 1.60 0.00
Berdasarkan hasil penyelidikan pada lokasi rencana bendung mongango, diketahui material dasar sungai berupa boulder, batu kecil, krikil, maka harga C = 4
V - 25 Jadi, ∆H = L / C 0,90 = L / 4,00 L = 37,20 meter 5.2 Stabilitas Bendung 5.2.1 Dasar Perhitungan
Dalam perencanaan suatu bendung harus diusahakan agar aman terhadap bahaya yang mungkin terjadi. Bahaya tersebut dapat berupa gempa di sekitar bendung yang dapat mengakibatkan bendung terguling, tergeser dan amblas karena tanah dasar tidak sanggup menahan beban konstruksi.
Untuk memperhitungkan keamanan yang cukup terhadap bahaya tersebut, maka perlu ditinjau stabilitas terhadap tubuh bendungnya. Selain akibat gempa (Fg) stabilitas bendung juga dipengaruhi oleh gaya-gaya yang bekerja pada konstruksi, yaitu :
a. Gaya akibat berat sendiri bendung (G). b. Gaya akibat tekanan lumpur (P). c. Gaya akibat tekanan hidrostatis (W).
d. Gaya akibat tekanan tanah pada bidang kontak vertical di bawah bendung. e. Gaya akibat uplift pressure atau gaya angkat (U).
Perhitungan stabilitas tubuh bendung Mongango dilakukan dengan peninjauan terhadap potongan yang paling lemah.
V - 26 a. Stabilitas Terhadap Guling
Bendung mungkin terguling pada suatu titik yang momen gulingnya besar. Untuk menghindarinya diisyaratkan momen penahan (Mt) harus lebih besar dari momen guling (Mg). dan faktor keamanan (Sf) diambil 1,5 maka :
Rumus :
Dimana:
Sf = Faktor keamanan
= Besarnya momen tahan ( KNm)
= Besarnya momen guling ( KNm) (Sumber : Teknik Bendung, Ir. Soedibyo) b. Stabilitas Terhadap Geser
Bendung dapat tergeser oleh semua gaya yang bekerja dengan arah horizontal. Geseran ini ditahan oleh perlawanan geser yang timbul dari bidang kontak antara tanah dengan dasar bending. Supaya bending aman, perbandingan gaya perlawanan geser harus lebih besar dari faktor keamanan (Sf), dengan rumus sebagai berikut :
Dimana :
V - 27 = Koefisien keamanan (tg Øo)
= Jumlah gaya-gaya vertical (ton) = Jumlah gaya- gaya horizontal (ton)
c. Stabilitas Terhadap Eksentrisitas
Eksentrisitas yang terjadi pada tubuh bending harus lebih kecil dari eksentrisitas yang diizinkan, yaitu :
= 1/6 . B ea
Dimana :
= eksentrisitas izin (m)
ea = eksentrisitas yang terjadi (m) B = lebar pondasi tubuh bending (m)
gaya-V - 28 gaya resultan yang bekerja harus pada daerah kern (inti).
d. Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah Dasar
Perhitungan daya dukung ini dipakai rumus daya dukung Terzaghi Rumus : q = c. Nc+ γ.D.Nq+1/2.γ.B.Nγ
Dimana:
q = daya dukung keseimbangan (t / m2) B = lebar pondasi ( m)
D = kedalaman pondasi ( m ) c = kohesi
γ = berat isi tanah ( t / m3)
N c, Nq, Nγ = faktor daya dukung yang tergantung dari besarnya sudut geser dalam
( )
Adapun asumsi yang dipergunakan pada perhitungan stabilitas ini adalah :
a. Titik yang ditinjau diletakkan pada daerah yang memberikan momen yang terbesar akibat seluruh beban yang bekerja pada konstruksi.
b. Perhitungan untuk uplift pressure efektif diperhitungkan sebesar 70 % dari uplift pressure yang didapat dari perhitungan sebenarnya.
c. Sedimen yang mengendap dianggap setinggi mercu.
d. Perhitungan ditinjau menurut aliran yang membahayakan yaitu pada saat air banjir dan pada saat air normal.
V - 29 e. Perhitungan hanya ditinjau pada tubuh bending, tidak termasuk lantai muka dan
ruang olak.
5.2.1 Gaya – Gaya Yang Bekerja Pada Tubuh Bendung a. Gaya Akibat Berat Sendiri Bendung (G)
Gaya berat sendiri bendung dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti dibawah ini, serta perhitungan dapat dilihat pada tabel 5.5.
V - 30 Tabel 5.5 Perhitungan Berat Sendiri Bendung
Gaya Perhitungan Berat (G) Jarak Ke titik O X Y MX MY (m) (m) (m) (tm) (tm) G1 1,25 . 3,85 . 2,20 10.59 9.28 10.46 98.25 110.75 G2 1/2 . 2,18 . 0,93 . 2,20 2.23 7.93 11.77 17.69 26.25 G3 2,18 . 2,92 . 2,20 14.00 7.57 10.00 106.01 140.04 G4 1/2 . 2,92 . 2,92 . 2,20 9.38 5.51 9.51 51.68 89.19 G5 6,35 . 3,15 . 2,20 44.01 6.73 6.96 296.16 306.28 G6 1/2 . 3,56 . 3,56 . 2,20 13.94 2.37 6.16 33.04 85.88 G7 6,35 . 2,24 . 2,20 31.29 6.73 4.27 210.60 133.62 G8 2,00 . 3,15 . 2,20 13.86 8.91 1.58 123.49 21.90 G9 3,56 . 4,98 . 2,20 39.00 1.78 2.49 69.43 97.12 Ʃ 178.30 1,006.34 1,011.02
Dimana berat jenis pasangan (γP) = 2,20 ton/m³, maka didapat berat sendiri konstruksi
(G) sebesar 178,30 ton. Dengan titik berat gaya akibat berat sendiri konstruksi sejauh :
X = 5,64 m dari titik O
V - 31 b. Gaya Akibat Gempa (FG)
Dalam perhitungan stabilitas bendung diperhitungkan pengaruh gempa yang terjadi disekitar lokasi. Besarnya gaya gempa dapat diketahui dengan mengalikan harga koefisien gempa dengan berat sendiri konstruksi, dengan persamaan :
FG = E . ƩG Dimana :
FG = Gaya akibat gempa E = Koefisien gempa ƩG = Berat sendiri konstruksi
ad = n ( ac . z )m E = ad / g Dimana :
ad = Percepatan gempa rencana (cm/detik²) n, m = Koefisien untuk jenis tanah
ac = Percepatan kejut dasar (cm/detik²), untuk periode ulang (tahun) g = Percepatan gravitasi (cm/detik²) = 980
V - 32 Gambar 5.1 Peta Respon Spektra Percepatan 1.0 detik (S1) Di Batuan Dasar (SB)
Untuk Probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun
Dari data sebelumnya diketahui ƩG = 178,30 ton dan sesuai standar perencanaan ketahanan gempa SNI – 1726 – 2010 maka bisa didapat beberapa data antara lain : Koefisien Zona (z) = 1 n = 0,82 m = 1,05 ac = 160 cm/detik² maka, ad = n ( ac . z )m ad = 0,82 ( 160 . 1 )1,05 ad = 169,10 cm/detik²
V - 33 E = ad / g
E = 169,10 / 980 E = 0,17
Dari data diatas maka nilai FG bisa dihitung sebagai berikut : FG = E . ƩG
FG = 0,17 . 178,30 ton FG = 30,31 ton
Gaya gempa bekerja kesemua arah, tetapi yang paling berbahaya dalam perhitungan stabilitas bendung adalah arah horizontal, karena mengakibatkan terjadinya guling. Gaya gempa ini bekerja melewati titik berat konstruksi. Gaya gempa berarah horizontal dengan tinggi Y yaitu5,67 meter dari sumbu X.
c. Gaya Akibat Tekanan Lumpur (P)
Gaya yang diakibatkan oleh tekanan lumpur yang diperhitungkan untuk mengetahui sejauh mana tekanan lumpur yang ada terjadi pada tubuh bendung. Endapan lumpur diperhitungkan setinggi mercu, tekanan lumpur yang bekerja pada muka hulu pelimpah dapat dihitung sebagai berikut :
Dimana :
Ps = Gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja normal = Sudut geser dalam (30º)
γs = Berat jenis lumpur = (1,60 – 1 = 0,6 ton/m³)
V - 34 Maka gaya yang bekerja yaitu :
PSV = 14,70 ton
PSH = 4,90 ton
Tabel 5.6 Gaya Akibat Tekanan Lumpur
Gaya Besarnya Gaya (ton)
Jarak Ke titik O M Tahan M Guling X Y MX MY (m) (m) (tm) (tm) PH 4.90 - 2.20 - 10.78 PV 14.70 1.27 - 18.67 -
V - 35 d. Gaya Akibat Tekanan Hidrostatis (W)
Gaya hidrostatis adalah gaya yang diakibatkan oleh air di muka dan di belakang. Gaya ini dihitung menurut aliran yang membahayakan, yaitu pada saat air normal dan pada saat air banjir. Dimana berat jenis air (γa) = 1,0 ton/m³
- Kondisi Air Normal (Wn)
WV = 1/2 . γa . h² WV = 1/2 . 1,0 . 7,0² WV = 24,50 ton WH = 1/2 . γa . h² WH = 1/2 . 1,0 . 7,0² WH = 24,50 ton
V - 36 Tabel 5.7 Gaya Akibat Tekanan Hidrostatis Normal
Gaya Besarnya Gaya (ton)
Jarak Ke titik O M Tahan M Guling X Y MX MY (m) (m) (tm) (tm) WH 24.50 - 2.20 - 53.90 WV 24.50 1.27 - 31.12 -
- Kondisi Air Banjir (Wb)
WH1 = 1/2 . γa . h1²
WH1 = 1/2 . 1,0 . 7,0² = 24,50 ton
WH2 = γa . h1
V - 37 WH3 = 1/2 . γa . h2² WH3 = 1/2 . 1,0 . 7,04² = 24,78 ton WH4 = 1/2 . γa . h2² WH4 = 1/2 . 1,0 . 7,04² = 24,78 ton WV1 = γa . h1 . hd WV1 = 1,0 . 5,98 . 4,42 = 26,43 ton WV2 = 1/2 . γa . h2² WV2 = 1/2 . 1,0 . 7,04² = 24,78 ton
Tabel 5.8 Gaya Akibat Tekanan Hidrostatis Banjir
Gaya Besarnya Gaya (ton)
Jarak Ke titik O M Tahan M Guling X Y MX MY (m) (m) (tm) (tm) WH1 24.50 - 7.72 - 189.14 WH2 7.00 - 8.89 - 62.23 WH3 24.78 - 4.69 116.22 - WH4 24.78 - 2.36 58.48 - WV1 26.43 13.64 - 360.53 - WV2 24.78 2.35 - 58.23 - Ʃ 593.47 251.37
V - 38 e. Gaya Akibat Tekanan Tanah Kontak (K)
Gaya – gaya akibat tekanan tanah kontak dapat digambarkan sebagai berikut :
Berdasarkan data penyelidikan geologi dan mekanika tanah pada lokasi rencana bendung mongango, diketahui parameter – parameter dari tanah dasar pondasi sebagai berikut :
γt = 1,65 ton/m³
V - 39 Maka, λa = tg² (45º - 1/2 . ) λa = tg² (45º - 1/2 . 45) λa = 0,17 λp = tg² (45º + 1/2 . ) λp = tg² (45º + 1/2 . 45) λp = 5,83
γsat = γtanah - γair
γsat = 1,65 - 1,0 = 0,65 ton/m³
- Tekanan Tanah Aktif Ka = 1/2 . γsat . h² . λa
Ka = 1/2 . 0,65 . 3,39 . 0,17 Ka = 0,64 ton ( ) - Tekanan Tanah Pasif Kp = 1/2 . γsat . h² . λa
Kp = 1/2 . 0,65 . 3,15 . 5,83 Kp = 18,80 ton ( )
Tabel 5.9 Gaya Akibat Tekanan Tanah Kontak
Gaya Besarnya Gaya (ton)
Jarak Ke titik O M Tahan M Guling Y Y MX MY (m) (m) (tm) (tm) Ka 0.64 - 1.13 - 0.72 Kp -18.80 1.06 - -19.92 -
V - 40 f. Gaya Akibat Uplift Preasure (U)
Uplift preassure dapat diartikan sebagai tekanan ke atas yang dapat diakibatkan oleh desakan air terhadap biddang bawah bendung, yang berusaha menjungkitkan bendung. Untuk mengetahui besarnya tekanan air, lebih dulu harus memperhitungkan besarnya tekanan pada tiap – tiap titik sudut dibawah bendung selanjutnya dihitung gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap bidang.
Titik yang akan ditinjau dalam perencanaan bendung ini dimulai dari titik O dan diperhitungkan pada aliran yang membahayakan yaitu pada saat air normal dan air banjir. Persaman yang digunakan adalah sebagai berikut :
Dimana :
Ux = Uplift pressure di titik X
Hx = Tinggi titik X terhadap air di muka bendung
Lx = Panjang bidang kontak dari titik awal sampai titik X
ƩL = Panjang bidang kontak dari titik awal sampai dengan akhir (panjang total creep line)
∆H = Perbedaan tinggi muka air di hulu dan hilir bendun ● Uplift Pressure Pada Keadaan Air Normal adalah :
∆H = + 54.00 - (+ 41.61) ∆H = 12,39 meter
V - 42 Tabel 5.10 Gaya Akibat Tekanan Uplift Pressure Keadaan Air Normal
Titik Garis Lv Lh 1/3 Lh Lx = Lv + 1/3 Lh (m) ∆H Lx/L . ∆H Hx Hx - Lx/L . ∆H (m) (m) (t/m²) A - - - 9.00 9.00 A-B 3.39 B 3.39 0.85 0.15 12.39 12.24 B-C 2.00 0.67 C 4.06 1.01 0.21 12.39 12.18 C-D 3.39 D 7.45 1.86 0.71 9.24 8.53 D-E 4.35 1.45 E 8.90 2.22 1.01 9.24 8.23 E-F 3.39 F 12.29 3.07 1.93 12.39 10.46 F-G 3.56 1.19 G 13.47 3.37 2.32 12.39 10.07
- Uplift Pressure Vertikal Pada Keadaan Air Normal adalah :
Tabel 5.11 Gaya Akibat Tekanan Uplift Pressure Vertikal Keadaan Air Normal
UVi Perhitungan Besar Gaya (ton) Jaraj Ke Sumbu Y (m) Statis Momen (t.m) UV1 1/2 (12,24+12,18) . 2 24.42 8.91 217.58 UV2 1/2 (8,53+8,23) . 4,35 36.45 5.73 208.88 UV3 1/2 (10,46+10,07) . 3,56 36.54 1.78 65.05 Ʃ 97.42 491.51
Dari perhitungan tabel 5.11 di atas, maka didapat : ƩVi = 97,42 ton
V - 44 Gaya uplift pressure tidak bekerja seluruhnya, tetapi berkisar antara 67% - 100%. Dalam perhitungan ini diambil sebesar 70%, Maka gaya uplift pressure vertikal yang bekerja sebesar :
ƩVi = 70% . 97,42 ton = 68,19 ton
ƩMx = 70% . 491,51 ton . meter = 344,05 ton . meter Garis kerja uplift pressure dari sumbu Y adalah :
X = Mx / Vi = 344,05 / 68,19 = 5,05 meter - Uplift Pressure Horisontal Pada Keadaan Air Normal adalah :
V - 45 Tabel 5.12 Gaya Akibat Tekanan Uplift Pressure Horisontal Keadaan Air Normal
UHi Perhitungan Besar Gaya (ton) Jaraj Ke Sumbu Y (m) Statis Momen (t.m) UH1 1/2 (9,00+12,24) . 3,39 36.00 1.69 60.84 UH2 1/2 (8,53+12,18) . 3,15 32.62 1.58 51.54 UH3 1/2 (8,23+10,46) . 3,15 29.44 1.58 46.51 Ʃ 98.06 158.89
Dari perhitungan tabel 5.11 di atas, maka didapat : ƩHi = 98,06 ton
ƩMx = 158,89 ton . meter
Gaya uplift pressure tidak bekerja seluruhnya, tetapi berkisar antara 67% - 100%. Dalam perhitungan ini diambil sebesar 70%, Maka gaya uplift pressure vertikal yang bekerja sebesar :
ƩHi = 70% . 98,06 ton = 68,64 ton
ƩMy = 70% . 158,89 ton . meter = 111,22 ton . meter Garis kerja uplift pressure dari sumbu X adalah :
Y = My / Hi = 111,22 / 68,64 = 1,62 meter
● Uplift Pressure Pada Keadaan Air Banjir adalah : ∆H = + 58.42 - (+ 48.65)
∆H = 16,81 meter L = 19,59 meter
V - 47 Tabel 5.13 Gaya Akibat Tekanan Uplift Pressure Keadaan Air Banjir
Titik Garis Lv Lh 1/3 Lh Lx = Lv + 1/3 Lh (m) ∆H Lx/L . ∆H Hx Hx - Lx/L . ∆H (m) (m) (t/m²) A - - - 13.42 13.42 A-B 3.39 B 3.39 1.15 0.20 16.81 16.61 B-C 2.00 0.67 C 4.06 1.38 0.28 16.81 16.53 C-D 3.39 D 7.45 2.53 0.96 13.66 12.70 D-E 4.35 1.45 E 8.90 3.02 1.37 13.66 12.29 E-F 3.39 F 12.29 4.17 2.61 16.81 14.20 F-G 3.56 1.19 G 13.47 4.57 3.14 16.81 13.67
- Uplift Pressure Vertikal Pada Keadaan Air Banjir adalah :
Tabel 5.14 Gaya Akibat Tekanan Uplift Pressure Vertikal Keadaan Air Banjir
UVi Perhitungan Besar Gaya (ton) Jaraj Ke Sumbu Y (m) Statis Momen (t.m) UV1 1/2 (16,61+16,53) . 2 33.14 8.91 295.28 UV2 1/2 (12,70+12,29) . 4,35 54.35 5.73 311.44 UV3 1/2 (14,20+13,67) . 3,56 49.61 1.78 88.30 Ʃ 137.10 695.02
Dari perhitungan tabel 5.14 di atas, maka didapat : ƩVi = 137,10 ton
V - 49 Gaya uplift pressure tidak bekerja seluruhnya, tetapi berkisar antara 67% - 100%. Dalam perhitungan ini diambil sebesar 70%, Maka gaya uplift pressure vertikal yang bekerja sebesar :
ƩVi = 70% . 137,10 ton = 95,97 ton
ƩMx = 70% . 695,02 ton . meter = 486,52 ton . meter Garis kerja uplift pressure dari sumbu Y adalah :
X = Mx / Vi = 486,52 / 95,97 = 5,07 meter - Uplift Pressure Horisontal Pada Keadaan Air Banjir adalah :
V - 50 Tabel 5.15 Gaya Akibat Tekanan Uplift Pressure Horisontal Keadaan Air Banjir
UHi Perhitungan Besar Gaya (ton) Jaraj Ke Sumbu Y (m) Statis Momen (t.m) UH1 1/2 (13,42+16,61) . 3,39 50.90 1.69 86.02 UH2 1/2 (12,70+16,53) . 3,15 46.04 1.58 72.74 UH3 1/2 (12,29+14,20) . 3,15 41.72 1.58 65.92 Ʃ 138.66 224.68
Dari perhitungan tabel 5.15 di atas, maka didapat : ƩHi = 138,66 ton
ƩMx = 224,68 ton . meter
Gaya uplift pressure tidak bekerja seluruhnya, tetapi berkisar antara 67% - 100%. Dalam perhitungan ini diambil sebesar 70%, Maka gaya uplift pressure vertikal yang bekerja sebesar :
ƩHi = 70% . 138,66 ton = 97,06 ton
ƩMy = 70% . 224,68 ton . meter = 157,28 ton . meter Garis kerja uplift pressure dari sumbu X adalah :
V - 51 5.2.2 Perhitungan Daya Dukung Tanah
Tegangan tanah yang terjadi akibat adanya bendung, tidak boleh melebihi tegangan yang diijinkan. Oleh karena itu tanah dasar harus mampu menahan gaya – gaya yang bekerja di atasnya (konstruksi bendung). Daya dukung tanah harus diperhitungkan terhadap keadaan air normal dan pada saat air banjir.
Besarnya saya dukung tanah dihitung dengan menggunakan rumus terzaghi, yaitu : qultimate = C . Nc + γt . Df . Nq + 0,5 . γt . B . Nγ
Dimana :
qultimate = Daya dukung tanah (t/m²)
C = Kohesi (t/m²)
γt = Berat jenis tanah (t/m³) Df = Kedalaman pondasi (m) B = Lebar pondasi (m)
Pada perencanaan bendung ini, pondasi ditempatkan pada kedalaman : Df = +47.00 – (+41.61)
Df = 5,39 meter B = 9,91 meter
Parameter tanah dasar pondasi (pasir dan batuan) yaitu : γt = 1,65 (t/m³)
Ø = 45° C = 0
V - 52 Nc = 0 Nq = 134,9 Nγ = 200,80 Maka didapat : qultimate = C . Nc + γt . Df . Nq + 0,5 . γt . B . Nγ qultimate = 0 . 0 + 1,65 . 5,39 . 134,9 + 0,5 . 1,65 . 9,91 . 200,80 qultimate = 2.841,42 t/m²
Berdasarkan harga daya dukung batas, dapat ditentukan daya dukung ijin, yaitu dengan membagi harga daya dukung atas dengan faktor keamanan (n)
Dengan mengambil harga faktor keamanan (n) sebesar 3, maka didapat harga daya dukung ijin sebesar :
qall = qultimate / 3
qall = 2.841,41 / 3
qall = 947,14 t/m² = 94,714 kg/m²
5.2.3 Kontrol Stabilitas
Kontrol stabilitas tubuh bendung ditinjau pada keadaan air normal dan keadaan air banjir, juga adanya pengaruh gempa yang terjadi.
V - 53 Tabel 5.16 Rekapitulasi Gaya-Gaya dan Momen Keadaan Air Normal
Gaya
Besarnya Gaya Jarak ke Titik
O Momen Tahan Momen Guling H V X Y (ton) (ton) (m) (m) (t.m) (t.m) G - 178.30 5.64 - 1,006.34 - PH 4.90 - - 2.20 - 10.78 PV - 1.27 18.67 - 23.71 - WH 24.50 - - 2.20 - 53.90 WV - 24.50 1.27 - 31.12 - Ka 0.64 1.13 0.72 Kp (18.80) 1.06 - 19.92 - Ʃ 11.25 204.07 - - 1,081.09 65.40 Hi 68.64 1.62 111.22 Vi - (68.19) 5.05 - - 344.05 Ʃ 79.88 135.88 - - 1,081.09 520.68 FG 30.31 - - 5.67 - 171.87 Ʃ 110.20 135.88 - - 1,081.09 692.55
a. Kontrol Terhadap Guling syarat keamanan :
Sf = 1.081,09 / 692,55
Sf = 1,6 ≥ 1,5 (Aman)
Dengan didapatkannya nilai Sf = 1,6 maka bangunan yang ada dinyatakan aman terhadap bahaya guling
b. Kontrol Terhadap Geser syarat keamanan :
V - 54 (Aman)
Dengan didapatkannya nilai Sf = 1,9 maka bangunan yang ada dinyatakan aman terhadap bahaya geser
c. Kontrol Terhadap Eksentrisitas syarat keamanan :
= 1/6 . B ea
B = 9,91 m
ea = 2,10
d. Kontrol Terhadap Tegangan Tanah yang Terjadi syarat keamanan :
σ1 = 31,11 ≤ σ’ = 94,71 kg/cm² (Aman)
V - 55 Tabel 5.17 Rekapitulasi Stabilitas Konstruksi Keadaan Air Normal
Stabilitas Keadaan Air Normal
Syarat Fg Fs e σ1 σ2 Terhadap Guling Fg ≥ 1,5 1.6 Terhadap Geser Fs ≥ 1,2 1.9 Terhadap Eksentrisitas e ≤ B/6 2.10 Terhadap Tegangan Tanah σ ≤ σ' 31.1 -3.7
5.2.3.2 Kontrol Stabilitas Pada Keadaan Air Banjir
Tabel 5.18 Rekapitulasi Gaya-Gaya dan Momen Keadaan Air Banjir
Gaya
Besarnya Gaya Jarak ke Titik O Momen Tahan Momen Guling H V X Y (ton) (ton) (m) (m) (t.m) (t.m) G - 178.30 5.64 - 1,006.34 - PH 4.90 - - 2.20 - 10.78 PV - 1.27 18.67 - 23.71 - WH1 24.50 - - 7.72 - 189.14 WH2 7.00 - - 8.89 - 62.23 WH3 24.78 - - 4.69 116.22 - WH4 24.78 - - 2.36 58.48 - WV1 - 26.43 13.64 - 360.53 - WV2 - 24.78 2.35 - 58.23 - Ka 0.64 1.13 0.72 Kp (18.80) 1.06 - 19.92 - Ʃ 67.81 230.79 - - 1,643.44 262.87 Hi 97.06 1.62 157.28 Vi - (95.97) 5.07 - - 486.52 Ʃ 164.87 134.81 - - 1,643.44 906.67 FG 30.31 - - 5.67 - 171.87 Ʃ 195.18 134.81 - - 1,643.44 1,078.54
V - 56 a. Kontrol Terhadap Guling
syarat keamanan :
Sf = 1.643,44 / 1.078,54 Sf = 1,52 ≥ 1,5 (Aman)
Dengan didapatkannya nilai Sf = 1,52 maka bangunan yang ada dinyatakan aman terhadap bahaya guling
b. Kontrol Terhadap Geser syarat keamanan :
(Aman)
Dengan didapatkannya nilai Sf = 1,2 maka bangunan yang ada dinyatakan aman terhadap bahaya geser
c. Kontrol Terhadap Eksentrisitas syarat keamanan :
= 1/6 . B ea
V - 57 ea = 0,76
d. Kontrol Terhadap Tegangan Tanah yang Terjadi syarat keamanan :
σ1 = 19,90 ≤ σ’ = 94,71 kg/cm² (Aman)
σ2 = 7,30 ≤ σ’ = 94,71 kg/cm² (Aman)
Tabel 5.19 Rekapitulasi Stabilitas Konstruksi Keadaan Air Banjir
Stabilitas Keadaan Air Banjir
Syarat Fg Fs e σ1 σ2 Terhadap Guling Fg ≥ 1,5 1.5 Terhadap Geser Fs ≥ 1,2 1.2 Terhadap Eksentrisitas e ≤ B/6 0.8 Terhadap Tegangan Tanah σ ≤ σ' 19.9 7.3