II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Limbah Tanaman Jagung
Limbah tanaman jagung merupakan limbah lignoselulosik yang terdiri atas sebagian besar selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Fungsi lignin adalah mengikat sel-sel tanaman satu dengan lainnya dan sebagai pengisi dinding sel sehingga dinding sel tanaman menjadi keras, teguh, dan kaku (Dellweg, 1983). Selulosa dan hemiselulosa tidak dapat diubah secara langsung menjadi etanol karena bergabung dengan lignin (Ingram dan Doran, 1995).
Gambaran yang disederhanakan menunjukkan bahwa selulosa membentuk kerangka yang dikelilingi oleh senyawa-senyawa lain yang berfungsi sebagai matriks oleh hemiselulosa dan bahan-bahan yang melapisi yaitu lignin (Gambar 1) (Kirk dan Cullen, 1998). Selain itu pada beberapa jenis terdapat juga komponen kimia lignoselulosik yang lain yang disebut bahan ekstraktif. Bahan ekstraktif terendap pada rongga sel tanaman. Pada jenis tanaman yang berbeda, jenis, dan komposisi masing-masing komponen kayu tersebut juga berbeda.
Gambar 1. Skema dinding sel tanaman dan hubungan lignin, selulosa, dan hemiselulosa dalam dinding sekunder. M.L: lamella tengah, P: dinding primer, S1: dinding sekunder 1, S2: dinding sekunder 2, S3: dinding sekunder 3 (Kirk dan Cullen, 1998)
Selulosa merupakan polimer glukosa linear yang seragam dengan ikatan β-1-4 glikosidik (Gambar 2). Beberapa rantai molekul selulosa yang sejajar dapat saling berikatan melalui ikatan hidrogen antar molekul membentuk suatu mikrofibril. Beberapa mikrofibril kemudian membentuk fibril dan akhirnya menjadi serat selulosa yang bersifat tidak larut.
Hemiselulosa adalah rantai polimer bercabang dari berbagai jenis monomer (monosakarida) yang berbeda atau sering disebut heteropolimer. Monomer hemiselulosa terdiri atas glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-xilosa, L-arabinosa dan sedikit L-ramnosa (Sjostrom, 1995). Struktur molekul hemiselulosa dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur molekul hemiselulosa
A. Struktur O-asetil-4-O-metilglukoronoksilan (hemiselulosa utama di kayu daun lebar) B. Struktur O-aselilgalaktoglukomanan (hemiselulosa utama pada kayu daun jarum) (Kirk dan Cullen, 1998)
Lignin adalah suatu kompleks polimer tiga dimensi yang diproduksi secara in vivo oleh enzim pemula polimerisasi dehidrogenatif dari tiga monomer fenilpropana, yaitu p-hidroksilamin alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol. Polimer lignin terbentuk melalui ikatan eter yang terdiri atas satuan fenilpropana yang saling bergabung (Gambar 4). Biosintesis lignin dari unit fenilpropana dinyatakan secara umum sebagai polimerisasi dehidrogenatif. Kompleks polimer lignin berperan sebagai pemberi kekuatan fisik, pertahanan terhadap serangan mikrobial, dan pertahanan terhadap permeabilitas air ke matrik polisakarida dinding sel tumbuhan (Whetten et al., 1998).
Zat ekstraktif terdiri atas komponen senyawa organik seperti minyak yang mudah menguap, terpena, asam lemak dan esternya, lilin, alkohol polihidrik, mono dan polisakarida, alkaloida dan komponen aromatik (asam, aldehida, alkohol, dimer fenilpropana, flavanoida, tannin dan kuinon). Zat ekstraktif adalah komponen diluar dinding sel tanaman yang dapat dipisahkan dari dinding sel (Lewin dan Goldstein, 1991). Kandungan zat ekstraktif dalam tanaman biasanya kurang dari 10% (Sjostrom, 1995).
Kandungan dan komposisi zat ekstraktif berubah-ubah diantara jenis tanaman bahkan terdapat juga jumlah yang beragam dalam satu jenis yang sama tergantung pada tapak geografi dan musim. Sejumlah tanaman mengandung senyawa-senyawa yang dapat diekstraksi yang bersifat racun atau mencegah bakteri, jamur, dan rayap. Selain itu zat ekstraktif juga dapat memberikan warna dan bau pada tanaman (Fengel dan Wegener, 1995).
Tanaman juga mengandung komponen anorganik. Komponen yang diukur sebagai kadar abu yang jumlahnya jarang melebihi 1% dari berat kering tanaman. Abu ini berasal terutama dari berbagai garam yang diendapkan dalam dinding sel dan lumen (Sjostrom, 1995). Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa komponen abu utama dalam kayu adalah Ca hingga 50%, K dan Mg, yang diikuti oleh Mn, Na, P dan Cl.
B.
SAKARIFIKASI DAN FERMENTASI SIMULTAN
Secara umum sintesis bioetanol yang berasal dari biomassa terdiri atas dua tahap utama, yaitu hidrolisis dan fermentasi. Pada metode terdahulu proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan secara terpisah atau separated hydrolysis and fermentation (SHF) dan yang terbaru adalah proses
simultaneous saccharification and fermentation atau sakarifikasi dan fermentasi simultan (SSF).
Proses hidrolisis dan fermentasi akan menjadi lebih efektif dan efisien jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, proses ini dikenal sebagai proses sakarifikasi dan fermentasi simultan (SSF). Sakarifikasi dan fermentasi simultan adalah kombinasi antara hidrolisis dengan enzim dan fermentasi yang dilakukan dalam suatu reaktor. Proses ini memiliki keuntungan yaitu polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak kembali menjadi polisakarida karena monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol (Samsuri et al., 2007).
C.
SELULASE DAN XILANASE
Selulase adalah enzim yang dapat mengkatalis terjadinya reaksi hidrolisis selulosa menjadi glukosa. Tiga enzim utama yang terdapat dalam selulase kompleks adalah endoglukanase, eksoglukanase, dan selobiase (β-glukosidase). Endoglukanase menghidrolisis ikatan 1,4-β-glikosidik secara acak pada daerah amorf selulosa menghasilkan glukosa, selubiosa, dan selodekstrin. Eksoglukanase menghidrolisis selodekstrin dengan memutus unit selobiosa dari ujung rantai polimer, sedangkan selobiose menghidrolisis selubiosa dan selo-oligosakrida menjadi glukosa (Jeewon, 1997).
Hemiselulase adalah kelompok enzim yang mempunyai kemampuan menghidrolisis hemiselulosa. Hidrolisis dari hemiselulosa dapat dipantau dari jumlah xilosa, L-arabinosa, D-glukosa, D-mannosa, D-galaktosa dan L-ramnosa yang dihasilkan. Karena kemampuannya dalam menghidrolisis xilan, maka hemiselulase biasa disebut juga dengan xilanase.
Struktur kimia hemiselulosa, bila dibandingkan dengan pati dan selulosa, lebih heterogen. Hal ini menyebakan xilanase lebih banyak mengandung berbagai komponen enzim. Menurut Irawadi (1991) xilanase dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu β-xilosidase, eksoxilanase, dan endoxilanase. Enzim β-xilosidase memiliki kemapuan untuk menghidrolisis xilooligosakarida rantai
pendek menjadi xilosa. Xilosa, selain merupakan produk hidrolisis, juga merupakan inhibitor bagi β-xilosidase. Aktivitas β-xilosidase akan menurun dengan meningkatnya rantai xilooligosakarida.
Eksoxilanase memutus rantai polimer pada ujung-ujung reduksi. Enzim eksoxilanase dapat menghidrolisis xilan, menghasilkan xilosa sebagai produk utama dan sejumlah kecil oligosakarida-oligosakarida rantai pendek. Adapun enzim-enzim yang termasuk dalam kelompok endoxilanase adalah enzim yang memutus ikatan-ikatan β-1,4 pada bagian dalam rantai xilan secara teratur. Keheterogenan substrat menyebabkan terdapat berbagai macam enzim yang dikelompokkan pada endoselulase. Kelompok enzim yang dapat memutus titik-titik cabang dapat digunakan untuk menghasilkan xilosa.
D.
MIKROBA PENGHASIL ETANOL
Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada subtrat organik, baik karbohidrat, protein, lemak atau lainnya, melalui kegiatan katalis biokimia yang dikenal sebagai enzim dan dihasilkan oleh jenis mikroba spesifik (Prescott dan Dunn, 1981).
Menurut Oura di dalam Dellweg (1983), secara sederhana proses fermentasi alkohol dari bahan baku yang mengandung gula (glukosa) terlihat pada reaksi berikut :
C6H12O6 2C2H5OH + 2 CO2
Dari reaksi di atas, 70% energi bebas yang dihasilkan dibebasakan sebagai panas. Secara
teoritis 51.5% karbohidrat diubah menjadi etanol dan 48.9% menjadi CO2.
Bakteri Zymomonas mobilis merupakan bakteri gram negatif yang dapat ditemukan pada tumbuh-tumbuhan yang kaya gula. Pada umumnya mempunyai panjang 2-6 μm dan lebar 1-1,4 μm.
Zymomonas mobilis merupakan bakteri anaerob fakultaif. Pemakaian bakteri Zymomonas mobilis
untuk industri pembuatan etanol mempunyai beberapa keuntungan antara lain: kemampuan untuk tumbuh secara anaerob, hasil produksi lebih tinggi, dan kemampuan fermentasi lebih spesifik dibandingkan dengan yeast (Ismail et al., 2009).
Hemiselulosa yang telah terhidrolisis menjadi xilosa dapat difermentasikan menjadi etanol. Namun, mikroba Zymomonas mobilis tidak dapat memfermentasi xilosa atau xilitol. Mikroba ini dapat memfermentasi xylulose tetapi tidak memiliki enzim yang diperlukan untuk mengkonversi
xylose menjadi xylulose.
Zymomonas mobilis memfermentasikan glukosa melalui jalur Entner Doudoroff. Mikroba ini
menghasilkan enzim piruvat dekarboksilase yang merubah piruvat menjadi acetaldehyde. Kemudian
acetaldehyde diubah menjadi etanol oleh enzim alcohol dehydrogenase.
Penggunaan mikroba Pichia stipitis diharapkan dapat mengkonversi xilosa menjadi etanol.
Pichia stipitis merupakan mikroba yang memfermentasi gula dalam bentuk pentosa secara alami.
Mikroba ini mampu menghasilkan etanol dari xilosa. Pichia stipitis dapat merombak gula pentosa yang tidak dapat dilakukan oleh Sacharomyces cereviseae maupun Zymomonas mobilis (Agbogbo, 2008).
Pichia stipitis mampu merombak xylose menjadi xylitol dengan enzim xylose reductase.
Kemudian xylitol diubah menjadi xylulose oleh enzim xylitol dehydrogenase menjadi xylulose. Pichia
stipitis melalui jalur Pentose Phosphate dan Embeden Meyerhoff Parnas dapat merombak glukosa dan
xilosa menjadi etanol. Mekanisme perubahan glukosa dan xilosa menjadi etanol terdapat pada Gambar 5 berikut ini.